Professional Documents
Culture Documents
Kerja sama dalam bentuk hubungan internasional sangat memerlukan aturan-aturan hukum yang bersifat
internasional. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam
antarsubjek internasional.
Menurut Prof. Dr. mochtar kusumaatmaja S.H.,LMM, Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah
Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara / subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
Beberapa pendapat tentang Hukum Internasional menurut beberapa sarjana antara lain :
1. Hugo de groot (Grotius) mengemukakan bahwa hukum dan hubungan internasional didasarkan pada
2. Sam suhaedi bahwa Hukum Internasional merupakan himpunan aturan-aturan, norma-norma,dan asas
3. J.G. Strake menyebut bahwa hukum intrnasional adalah sekumpulan hukum(body of law) yang
sebagian besar terdiri atas asas-asas dank arena itu, biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.
4. Wirjono prodjikoro berpendapat bahwa Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur
5. Mochtar kusumaatmaja menyatakan bahwa Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
yang mengatur hubungan yang melintasi batas-batas Negara antar Negara, Negara dalam Hukum
Internasional lainnya yang bukan Negara, atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Hukum internasional yang sering dibicarakan masyarakat oleh setiap orang sesungguhnya yang dimaksud
adalah hukum politik internasional. Pada zaman Romawi, telah dikenal lus civile dan lus gentium. Lus civile
adalah hukum nasional yang hanya berlaku untuk warga Romawi dimanapun berada. Lus gentium adalah
hukum yang merupakan bagian hukum Romawi dan diterapkan bagi orang asing (bukan orang Romawi).
Pengertian volkerncht adalah perkembangan dari lus inter gentium, namun sebenarnya tidak sama, karena dalam
hukum Romawi istilah lus gentium yang kemudian menjadi lus inter gentium mempinyai pengertian :
a. Hukum yang mengatur hubungan antara 2 orang warga kota roma dan warga asing (bukan warga kota
roma).
b. Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa yaitu hukum
alam (naturecth). Hukum alam menjadi dasar Hukum Internasional di eropa pada abad ke-15 – abad
ke-19.
Berlakunya Hukum Internasional dalam rangka menjalin huungan antarbangsa, harus memperhatikan
asas-asas berikut:
a. Asas territorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini negara melaksanakan
hukum bagi semua orang dan semua barang atau orang yang ada diluar wilayah tersebut, berlaku
b. Asas kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negara. Menurut asas ini warga negara
dimanapun ia berada, tetap mendapan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan
extraterritorian, artinya hukum dari negara tersebut masih berlaku juga bagi warga negaranya,
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur dalam kehidupan
masyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang
bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah sutu
negara.
Hukum internasional tidak dapat dipaksakan sebagaimana hukum nasional, karena masyarakat
internasional bukanlah suatu negara yang memiliki [emerintahan ataupun kekuasaan. Dapat aijelaskan
bahwa masyarakat internasional adalah masyarakat dari negara-negara atau bangsa-bangsa yang
keanggotaannya didasarkan pada kemauan dan kesadaran, namun mereka berdaulat diwilayah
negaranya masing-masing.
Masyarakat bangsa-bangsa itu tunduk kepada kaidah-kaidah Hukum Internasional dan mengikat.
Kekuatan mengikat Hukum Internasional didasarkan pda kekuatan hukum alam (yang berasal dari
hukum tuhan), sehingga kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan hukum nasional. Pendapat hugo
de groot ini berbeda dengan hanskalsen, bahwa berlakunya Hukum Internasional didasarkan pada
persetujuan bersama bengsa-bangsa ditambah asas pacta sun servada, yangmerupakan kaidah dasar
Sumber Hukum Internasional dalam arti fomal adalah sumber-sumber yang digunakan mahkamah
internasional dalam memutus sengketa-sengketa akibat dari hubungan internasional. Sumber Hukum
Internasional dalam arti fomal merupakan,Sumber Hukum Internasional yang memiliki otoritas tinggi
dan otentik dimiliki oleh mahkamah internasional untuk memutus sengketa nasional,yaitu pasal 7
konvensi XII den hag tanggal 18 oktober 1907 dan pasal 38 piagam mahkamah internasional permanen
Sumber-sumber Hukum Internasional yang tercantum dalam piagam mahkamah internasional pasal 38 adalah:
1. Perjanjian internasional baik yang besifat umum maupun kusus. Mengandung ketentuan hukum yang
diakui secara tegas oleh Negara-negara yang bersengketa. Masyarakat internasional telah menyediakan
a. Vienna convention on law of treaties, 1969 (konvensi wina tentang hukum perjanjian
internasional, 1969).
b. Vienna convention on succession of states in respect of treaties, 1978 ( konvensi wina tentang
c. Vienna convention on law of treaties between states of internasional, 1986 (konvensi wina tentang
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima
sebagai hukum.
sumber tambahan dalam menetapkan kaidah-kaidah hukum. Sri setia ningsih dengan mochtar
SENGKETA INTERNASIONAL
Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah
satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya
ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan
antara 2 bangsa yang berbeda. Dalam Case Concerning East Timor (Portugal vs. Australia), Mahkamah
1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang ada. Contoh:
2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini
Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat,
3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak
dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons
1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara
Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB.
Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang
memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa.Contoh: Case
Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters
Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode penyelesaian
sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi solusi bagi negara sebagai aktor
utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya
direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The Hague Peace Conference pada tahun 1899
dan 1907, yang kemudian menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907.
Namun karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai kekuatan
memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode penyelesaian sengketa.
• Perkembangan hukum internasional untuk menyelesaikan sengketa secara damai secara formal lahir dari
diselenggarakannya Konferensi Perdamaian Den Haag (The Hague Peace Conference) tahun 1899 dan tahun
1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a Direct International Disputes),
Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah
mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut Toonen
pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi
Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk itu
pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan
tersebut.
2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan
sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang bisa
menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara
langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat di
Freeport.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-11, hal 821, ratifikasi adalah pengesahan suatu dokumen
Negara oleh parlemen, khususnya pengesahan undang – undang, perjanjian antar Negara, dan persetujuan
internasional.
Dalam proses ratifikasi, kita dapat melihat hubungan antara Hukum Internasional dengan hukum nasional.
Hubungan antara Hukum Internasional dengan hukum nasional dapat dilihat sebagai berikut :
a. Negara – Negara yang membentuk Hukum Internasional pada saat yang sama memiliki hukum
d. Hukum nasional tidak mempunyai pengaruh pada kewajiban Negara di tingkat internasional,
System ratifikasi dalam praktik kenegaraan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi ;
a. Sistem ratifikasi yang cukup dilakukan oleh badan eksekutif tanpa keterlibatan badan legislative
(DPR). Hal ini lazim dilakukan pada masa – masa kekuasaan absolut. Umpamanya pada zaman
b. System ratifikasi yang cukup eksekutif (pemerintah). Hal ini lazim dilakukan oleh Negara –
c. System ratifikasi campuran yaitu lembaga legislative dan lembaga eksekutif secara bersama –
sama terlibat di dalam proses ratifikasi perjanjian internasional. Dalam praktik system campuran
1. Legislative lebih domain dari pada eksekutif. Terdapat di Negara – negara yang
Dalam praktik di Indonesia, system ratifikasi lazim nya menggunakan system campuran, yaitu perjanjian
internasional yang terpenting saja yang di ratifikasi oleh kepala Negara / presiden setelah mendapat persetujuan
dari DPR, sementara perjanjian – perjanjian internasional lainnya cukup di ratifikasi dengan keputusan presiden,
sedang DPR cukup di beri temburan. DPR hanya diberi wewenang untuk menyatakan setuju atau tidak setuju,
Menurut ketentuan pasal 102 ayat (1) piagam PBB dikatakan bahwa, setiap perjanjian dan persetujuan
internasional yang dimasuki oleh suatu anggota PBB sesudah piagam ini berlaku harus secepatnya didaftarkan
dan diumumkan oleh sekertariat. Khusus dalam perjanjian multirateral, jika suatu Negara peserta tidak
menyetujui hal – hal tertentu(yang telah disetujui dalam perjanjian tersebut), negara tersebut harus mengajukan
persyaratan dengan maksud, dalam hal-hal tertentu Negara tersebut tidak terikat. Persyaratan tersebut dapat
diajukan :
a. Pada waktu menyatakan turut serta dalam perjanjian.
a. Negara
Negara adalah subjek Hukum Internasional. Hal ini sejalan dengan lahirnya Hukum Internasional
b. Tahta Suci
Tahta suci (vatikan) merupakan suatu contoh dari subjek Hukum Internasional selain Negara.
PMI berkedudukan di Geneva. PMI merupakan salah satu subjek Hukum Internasional. Saat ini
d. Organisasi internasional
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek Hukum Internasional tidak diragukan lagi,
walaupun pada mulanya masih belum adanya kepastian mengenai hal ini. Organisasi internasional
seperti PBB, ILO, WHO, dan FAO memiliki hak dan kewajiban seperti telah ditetapkan dalam
Dalam arti yang terbatas individu dapat dianggap sebagai subjek Hukum Internasional. Pejanjian
perdamaian versailler tahun 1919 telah menetapkan pasal – pasal yang memungkinkan individu
Pada pemberontakan dianggap sebagai salah satu subjek Hukum Internasional yang memililki
beberapa alasan, misalnya merekapun memiliki hal yang sama untuk menentukan nasibnya sendiri,
hak secara bebas memilih system ekonomi, politik, social sendiri, dan hak menguasai sumber
penyelesain sengketa secara damai diuraikan dalam Bab IV (Pacific Settlement of Disputes)
Terkait hal –hal tersebut PBB mempunyai berbagai cara yang terlembaga dan termuat didalam Piagam PBB. Di
samping itu PBB mempunyai cara informal yang lahir dan berkembang dalam pelaksanaan tugas PBB sehari –
hari. Cara –cara ini kemudian digunakan dan diterapkan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul diantara
negara anggotanya.
Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, PBB memiliki empat kelompok
tindakan, yang saling berkaitan satu sama lain dan dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan dari semua
anggota PBB agar dapat terwujud. Keempat kelompok tindakan itu adalah sebagai berikut.2
1. Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengkta di antara para pihak,
mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh
Sekjen PBB, Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau oleh organisasi –organisasi regional berkerjasama dengan
PBB. Misalnya upaya yang dilakukan oleh Sekjen PBB sebelumnya Kofi Annan dalam mencegah konflik
Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa terbuka mengenai keenganan Irak mengizinkan UNSCOM memeriksa
dugaan adanya senjata pemusnah massal di wilayah Irak, walaupun upaya tersebut akhirnya menemui jalan
buntu.
2. Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya
melalui cara –cara damai seperti yang terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dalam hal ini berada
diantara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Di antara dua tugas ini terdapat kewajiban untuk
mencoba membawa para pihak yang bersengketa menuju kesepakatan dengan cara –cara damai.
Dalam perananya disini, Dewan Keamanan hanya memberikan rekomendasi atau usulan mengenai cara atau
3. Peace Keeping
Peace Keeping adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan
kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB dan juga
personel sipil. Meskipun sifatnya militer, namun mereka bukan angkatan perang.
Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik maupun untuk menciptakan
menciptakan stabilitas yang berarti diwilayah konflik. Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk 26 kali
operasi Peace Keeping. Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar 528.000 personel militer, polisi dan
sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya dibawah bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal
4. Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur –struktur yang dan guna
memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi
konflik. Peace Building lahir setelah berlangsungnya konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerjasama konkret
yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan diantara mereka. Hal demikian tidak hanya
memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang
5. Peace Enforcement
Disamping keempat hal tersebut, sarjana Amerika Latin, Eduardo Jimenez De Arechaga, memperkenalkan
istilah lain yaitu Peace Enfocement (Penegakan Perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah
wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan
ancaman terhadap perdamaian atau adanya tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, berdasarkan Pasal 41
(Bab VII), Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik atau militer. Bab VII yang
membawahi Pasal 41 Piagam ini dikenal juga sebagai “gigi”-nya PBB (the “teeth” of the United Nations)4
Contoh dar penerapan sanksi ini, yaitu Putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977. putusan tersebut
mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab VII Piagam sehubungan dengan
all, seek a resolution by negotiation…,” tersirat bahwa penyelesaian sengketa kepada organ atau badan PBB
Namun demikian, ketentuan tersebut tidak ditafsirkan manakala sengketa lahir. Para pihak tidak boleh
menyerahkan secara langsung sengketanya kepada PBB sebelum semua cara penyelesaian sengketa yang ada
sudah dijalankan. Pada kenyataanya bahwa organ utama PBB dapat secara langsung menangani suatu sengketa
apabila PBB memandang bahwa suatu sengketa sudah mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
Organ – organ utama PBB bedasarkan Bab III (Pasal 7 ayat (1)) Piagam PBB terdiri dari Majelis Umum ,
Dewan Keamanan, ECOSOC, Dewan Peralihan, Mahkamah Internasional dan Sekertariat. Organ-organ ini
berperan penting dalam melaksanakan tugas dan fungsi PBB. Terutama dalam memelihara perdamaian dan
keamanan internasional, sesuai dengan kaedah keadilan dan prinsip hukum internasional.
Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota Mahkamah Internasional oleh karena itu jika terjadi
sengketa maka sudah menjadi ketentuan bagi negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila merasa
dirugikan oleh negara lain. Akan tetapi sebaliknya jika suatu keputusan Mahkamah internasional telah
diputuskan segala konsekuensi yang ada harus diterima. Hal itu mengingat bahwa apa yang menjadi putusan
Gambar Indonesia dan Malaysia pernah berurusan dengan Mahkamah Internasional (MI) untuk menyelesaikan
sengketa pemilikan pulau Sipadan (lihat gambar). Dalam proses persidangan di MI, pihak Malaysia dinyatakan
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatnyalah yang begitu besar sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kiranya makalah ini dapat dijadikan sebagai proses belajar selanjutnya. Dan saya
slaku penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
Saya mengucapkan banyak terimah kasih terhadap semua pihak yang telah
Penulis
ELIASAN
SUMBER
BUKU GRAVINDO
OLEH :
AMIR PAIMBUNG
OLEH :
ELIASAN