You are on page 1of 164

1.

 Penyebaran dan pewarisnya dilakukan secara lisan walaupun ada sesetengah bahan
kesusasteraan rakyat telah diterbitkan dalam bentuk tulisan, namun asal bahan tersebut
tersebar dikalangan masyarakat menerusi lisan dan masih mengekalkan ciri kelisanannya.
Ada juga hasil yang masih lagi tersebar secara lisan hingga kini walaupun sebahagian
ceritanya telah dibukukan.

 2. Untuk mendapat bentuk yang mantap, kesusasteraan rakyat mesti hidup dalam
masyarakatnya tidak kurang daripada dua generasi.

 3. Wujud dalam pelbagai versi. Oleh sebab disebarkan secara lisan, unsur tokok-tambah
tidak dapat dielakkan , sehinggakan apa-apa yang dituturkan itu sudah menjadi satu versi
yang tersendiri. Perbezaan versi ini hanya berlaku pada bahagian luarannya sahaja, namun
inti patinya tetap kekal.

 4. Penciptanya tidak diketahui penyebaran kesusasteraan rakyat boleh dilakukan oleh sesiapa
sahaja. Tidak ada halangan dan had untuk dituturkan. Penutur kesusasteraan juga bebas
melakukan penambahan dan pengurangan atau melakukan penyesuaian jika mereka mahu.
Kewujudan karya yang sentiasa berubah itu menyebabkan sudaj tidak diketahui siapa
penciptanya yang sebenar. 

 5. Oleh sebab kesusasteraan rakyat wujud dalam bentuk tokok-tambah oleh penutur dan
pendukungnya, karya tersebut sudah menjadi milik bersama masyarakatnya. 

 6. Kesusasteraan rakyat yang menjadi milik bersama masyarakat secara tidak langsung juga
menggambarkan segala pemikiran, perasaan, nilai dan falsafah hidup masyarakatnya.
Penyataan tersebut mungkin dilahirkan secara terus terang atau secara tersirat.

 7. Oleh sebab kesusasteraan rakyat wujud dan berkembang melalui media lisan, penutur
biasanya tidak berkesempatan menapis apa-apa yang dituturkan ketika berhadapan dengan
pendengar atau khalayak. Oleh itu, sifatnya cukup sederhana dan seadanya,terlalu spontan
dan kadangkala kelihatan kasar.

 8. Kesusasteraan rakyat juga wujud dalam bentuk tradisi tekal. Misalnya, cerita Lipur Lara
mempunyai struktur plot yang sudah tetap seperti plot sebelum mengembara, semasa
mengembara, sesudah mengembaradan pengakhiran yang mengembirakan. Demikian juga
cerita Sang Kancil, biasanya mengandungi empat motifeme dalam struktur plot ceritanya.
Cerita mitos pula merupakan cerita tentang asal usul kepercayaan sesuatu masyarakat.
Dengan itu, klasifikasi kesusasteraan rakyat adalah berdasarkan formula dan pola yang
tertentu.

 9. Kesusasteraan rakyat juga bersifat pralogis, iaitu mempunyai logika yang tersendiri yang
mungkin tidak sesuai dengan logika umum. Oleh itu, pandangan dan tanggapan masyarakat
lain tidak penting kepada pertumbuhan dan perkembangan kesusasteraan rakyat sesuatu
masyarakat.

 10. Kesusasteraan rakyat juga mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama sesuatu


masyarakat. 
<?xml version='1.0' encoding='UTF-8'?><?xml-stylesheet
href="http://www.blogger.com/styles/atom.css" type="text/css"?><feed
xmlns='http://www.w3.org/2005/Atom'
xmlns:openSearch='http://a9.com/-/spec/opensearchrss/1.0/'
xmlns:georss='http://www.georss.org/georss'
xmlns:thr='http://purl.org/syndication/thread/1.0'><id>tag:blogger.com,1999:blog-
7972699422989074953</id><updated>2011-03-20T05:12:24.569-07:00</updated><title
type='text'>Raksa Bumi</title><subtitle type='html'></subtitle><link
rel='http://schemas.google.com/g/2005#feed' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/posts/default'/><link rel='self'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default?
orderby=updated'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/'/><link rel='hub'
href='http://pubsubhubbub.appspot.com/'/><link rel='next' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default?start-
index=26&amp;max-results=25&amp;orderby=updated'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email></author><generator version='7.00'
uri='http://www.blogger.com'>Blogger</generator><openSearch:totalResults>37</openSear
ch:totalResults><openSearch:startIndex>1</openSearch:startIndex><openSearch:itemsPerPa
ge>25</openSearch:itemsPerPage><entry><id>tag:blogger.com,1999:blog-
7972699422989074953.post-3808539884270732399</id><published>2010-10-
17T00:44:00.001-07:00</published><updated>2010-10-17T00:44:39.194-
07:00</updated><category scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh
Nasional'/><title type='text'>Pidato Tan Malaka (1922) Tentang Komunisme dan Pan-
Islamisme</title><content type='html'>&lt;strong&gt;Penerjemah: Ted Sprague
&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;em&gt;&lt;span style="background-color:
#ffc1e0;"&gt;Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan
Malaka pada &lt;strong&gt;Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12
Nopember 1922&lt;/strong&gt;. Menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada
Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-
Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Tan Malaka
(1897-1949) dipilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia pada tahun 1921, tetapi pada
tahun berikutnya dia dipaksa untuk meninggalkan Hindia Belanda oleh pihak otoritas koloni.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945, dia kembali ke Indonesia untuk
berpartisipasi dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Dia menjadi ketua Partai
Murba (Partai Proletar)), yang dibentuk pada tahun 1948 untuk mengorganisir kelas pekerja
oposisi terhadap pemerintahan Soekarno. Pada bulan Februari 1949 Tan Malaka ditangkap
oleh tentara Indonesia dan
dieksekusi.&lt;/span&gt;&lt;/em&gt;&lt;/blockquote&gt;Kamerad! Setelah mendengar
pidato-pidato Jenderal Zinoviev, Jenderal Radek dan kamerad-kamerad Eropa lainnya, serta
berkenaan dengan pentingnya, untuk kita di Timur juga, masalah front persatuan, saya pikir
saya harus angkat bicara, atas nama Partai Komunis Jawa, untuk jutaan rakyat tertindas di
Timur. &lt;span id="more-2342"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;Saya harus mengajukan
beberapa pertanyaan kepada kedua jenderal tersebut. Mungkin Jenderal Zinoviev tidak
memikirkan mengenai sebuah front persatuan di Jawa; mungkin front persatuan kita adalah
sesuatu yang berbeda. Tetapi keputusan dari Kongres Komunis Internasional Kedua secara
praktis berarti bahwa kita harus membentuk sebuah front persatuan dengan kubu
nasionalisme revolusioner. Karena, seperti yang harus kita akui, pembentukan sebuah front
bersatu juga perlu di negara kita, front persatuan kita tidak bisa dibentuk dengan kaum Sosial
Demokrat tetapi harus dengan kaum nasionalis revolusioner. Namun taktik yang digunakan
oleh kaum nasionalis seringkali berbeda dengan taktik kita; sebagai contoh, taktik
pemboikotan dan perjuangan pembebasan kaum Muslim, Pan-Islamisme. Dua hal inilah
yang secara khusus saya pertimbangkan, sehingga saya bertanya begini. Pertama, apakah
kita akan mendukung gerakan boikot atau tidak? Kedua, apakah kita akan mendukung Pan-
Islamisme, ya atau tidak? Bila ya, seberapa jauh kita akan terlibat?&lt;br /&gt;Metode boikot,
harus saya akui, bukanlah sebuah metode Komunis, tapi hal itu adalah salah satu senjata
paling tajam yang tersedia pada situasi penaklukan politik-militer di Timur. Dalam dua tahun
terakhir kita telah menyaksikan keberhasilan aksi boikot rakyat Mesir 1919 melawan
imperialisme Inggris, dan lagi boikot besar oleh Cina di akhir tahun 1919 dan awal tahun
1920. Gerakan boikot terbaru terjadi di India Inggris. Kita bisa melihat bahwa dalam
beberapa tahun kedepan bentuk-bentuk pemboikotan lain akan digunakan di timur. Kita tahu
bahwa ini bukan metode kita; ini adalah sebuah metode borjuis kecil, satu metode
kepunyaan kaum borjuis nasionalis.&lt;br /&gt;Lebih jauh kita bisa mengatakan; bahwa
pemboikotan berarti dukungan terhadap kapitalisme domestik; tetapi kita juga telah
menyaksikan bahwa setelah gerakan boikot di India, kini ada 1800 pemimpin yang
dipenjara, bahwa pemboikotan telah membangkitkan sebuah atmosfer yang sangat
revolusioner, dan gerakan boikot ini telah memaksa pemerintahan Inggris untuk meminta
bantuan militer kepada Jepang, untuk menjaga-jaga kalau gerakan ini akan berkembang
menjadi sebuah pemeberontakan bersenjata. Kita juga tahu bahwa para pemimpin
Mahommedan di India – Dr. Kirchief, Hasret Mahoni dan Ali bersaudara – pada
kenyataannya adalah kaum nasionalis; kita tidak melihat sebuah pemberontakan ketika
Gandhi dipenjara. Tapi rakyat di India sangat paham seperti halnya setiap kaum
revolusioner disana: bahwa sebuah pemberontakan lokal hanya akan berahir dalam
kekalahan, karena kita tidak punya senjata atau militer lainnya di sana, oleh karena itu
masalah gerakan boikot akan, sekarang atau di hari depan, menjadi sebuah masalah yang
mendesak bagi kita kaum Komunis.&lt;br /&gt;Baik di India maupun Jawa kita sadar bahwa
banyak kaum Komunis yang cenderung ingin memproklamirkan sebuah gerakan boikot di
Jawa, mungkin karena ide-ide Komunis yang berasal dari Rusia telah lama dilupakan, atau
mungkin ada semacam pelepasan mood Komunis yang besar di India yang bisa menentang
semua gerakan. Bagaimanapun juga kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah kita akan
mendukung taktik ini, ya atau tidak? Dan seberapa jauh kita akan mendukung?&lt;br
/&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;span style="background-color: #84ffa3;"&gt;Pan-Islamisme
adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di
Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki
sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat
Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin
sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang
timbul secara spontan dan sangat revolusioner.&lt;/span&gt;&lt;/blockquote&gt;Hingga
tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk
ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita
berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan
agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum
tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam
melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang
menggunakan nama yang berbeda.&lt;br /&gt;Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan
timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam.&lt;span
style="color: red;"&gt; &lt;strong&gt;Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam
mengeksploitasi perpecahan ini&lt;/strong&gt;, &lt;/span&gt;dan juga mengeksploitasi
keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa
kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya
menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan
bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia
ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim
jelata berpikir. &lt;span style="color: red;"&gt;Para propagandis dari agen-agen pemerintah
telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah.&lt;/span&gt;
[&lt;em&gt;Ketua: Waktu anda telah habis&lt;/em&gt;]&lt;br /&gt;Saya datang dari Hindia
Belanda, dan menempuh perjalanan selama empat puluh hari .[&lt;em&gt;Tepuk
Tangan&lt;/em&gt;]&lt;br /&gt;Para anggota Sarekat Islam percaya pada propaganda kita
dan tetap bersama kita di perut mereka, untuk menggunakan sebuah ekspresi yang popular,
tetapi di hati mereka mereka masih bersama Sarekat Islam, dengan surga mereka. Karena
surga adalah sesuatu yang tidak bisa kita berikan kepada mereka. Karena itulah, mereka
memboikot pertemuan-peretemuan kita dan kita tidak bisa melanjutkan propaganda kita
lagi.&lt;br /&gt;Sejak awal tahun lalu kita telah bekerja untuk membangun kembali
hubungan kita dengan Sarekat Islam. Pada kongres kami bulan Desember tahun lalu kita
mengatakan bahwa Muslim di Kaukasus dan negara-negara lain, yang bekerjasama dengan
Uni Soviet dan berjuang melawan kapitalisme internasional, memahami agama mereka
dengan lebih baik, kami juga mengatakan bahwa, jika mereka ingin membuat sebuah
propaganda mengenai agama mereka, mereka bisa melakukan ini, meskipun mereka tidak
boleh melakukannya di dalam pertemuan-pertemuan tetapi di masjid-masjid.&lt;br
/&gt;Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim – ya atau
tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya?
Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi
ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim [&lt;em&gt;Tepuk
Tangan Meriah&lt;/em&gt;], karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak
manusia! [&lt;em&gt;Tepuk Tangan Meriah&lt;/em&gt;] Jadi kami telah mengantarkan
sebuah kekalahan pada para pemimpin mereka dengan Qur’an di tangan kita, dan di kongres
kami tahun lalu kami telah memaksa para pemimpin mereka, melalui anggota mereka
sendiri, untuk bekerjasama dengan kami.&lt;br /&gt;Ketika sebuah pemogokan umum
terjadi pada bulan Maret tahun lalu, para pekerja Muslim membutuhkan kami, karena kami
memiliki pekerja kereta api di bawah kepemimpinan kami. Para pemimpin Sarekat Islam
berkata: Anda ingin bekerjasama dengan kami, jadi Anda harus menolong kami juga. Tentu
saja kami mendatangi mereka, dan berkata: Ya, Tuhan Anda maha kuasa, tapi Dia telah
mengatakan bahwa di dunia ini pekerja kereta api adalah lebih berkuasa! [&lt;em&gt;Tepuk
Tangan Meriah&lt;/em&gt;] Pekerja kereta api adalah komite eksekutif Tuhan di dunia ini.
[&lt;em&gt;Tertawa&lt;/em&gt;]&lt;br /&gt;Tapi ini tidak menyelesaikan masalah kita, jika
kita pecah lagi dengan mereka kita bisa yakin bahwa para agen pemerintah akan berada di
sana lagi dengan argumen Pan-Islamisme mereka. Jadi masalah Pan-Islamisme adalah
sebuah masalah yang sangat mendadak. Tapi sekarang pertama-tama kita harus paham benar
apa arti sesungguhnya dari kata Pan-Islamisme. Dulu, ini mempunyai sebuah makna historis
dan berarti bahwa Islam harus menaklukkan seluruh dunia, pedang di tangan, dan ini harus
dilakukan di bawah kepemimpinan seorang Khalifah [Pemimpin dari Negara Islam – Ed.],
dan Sang Khalifah haruslah keturunan Arab. 400 tahun setelah meninggalnya Muhammad,
kaum muslim terpisah menjadi tiga Negara besar dan oleh karena itu Perang Suci ini telah
kehilangan arti pentingnya bagi semua dunia Islam. Hilang artinya bahwa, atas nama Tuhan,
Khalifah dan agama Islam harus menaklukkan dunia, karena Khalifah Spanyol mengatakan,
aku adalah benar-benar Khalifah sesungguhnya, aku harus membawa panji [Islam], dan
Khalifah Mesir mengatakan hal yang sama, serta Khalifah Baghdad berkata, Aku adalah
Khalifah yang sebenarnya, karena aku berasal dari suku Arab Quraish.&lt;br
/&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;span style="background-color: #8ce8ff;"&gt;Jadi Pan-
Islamisme tidak lagi memiliki arti sebenarnya, tapi kini dalam prakteknya memiliki sebuah
arti yang benar-benar berbeda. Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan
nasional, karena bagi kaum Muslim Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga
Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti
persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdakaan bukan hanya untuk Arab
tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti
perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga
kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara
keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang
tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan
imperialis di dunia.&lt;/span&gt;&lt;/blockquote&gt;Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk
kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung
perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah
kekuasaaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-
Islamisme, dalam pengertian ini?&lt;br /&gt;Saya akhiri pidato saya. [&lt;em&gt;Tepuk
Tangan Meriah&lt;/em&gt;]&lt;br /&gt;sumber : &lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/"&gt;marxists.org&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Bacaan
lain mengenal &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2008/12/31/tan-malaka-
gerilyawan-revolusioner-yang-legendaris/"&gt;Tan Malaka&lt;/a&gt;&lt;div class="blogger-
post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
3808539884270732399?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/3808539884270732399/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/pidato-tan-malaka-1922-
tentang.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/380853988427073
2399'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/380853988427073
2399'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/pidato-tan-malaka-1922-tentang.html'
title='Pidato Tan Malaka (1922) Tentang Komunisme dan Pan-
Islamisme'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
6953709283191559986</id><published>2010-10-17T00:27:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-17T00:38:05.267-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title type='text'>Benang
Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia</title><content type='html'>&lt;blockquote&gt;Ini
adalah tulisan lawas saya sekitar 5 tahun yang lalu, sebuah tulisan yang tersimpan di
&lt;i&gt;flashdisk &lt;/i&gt;dan tak pernah dibaca kembali. Mungkin dan sangat mungkin
ini tulisan yang sudah angus termakan usia, tulisan dengan analisa yang dangkal dari &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/sang-pembelajar/"&gt;sang pembelajar&lt;/a&gt;
yang malas belajar. Tulisan disaat belajar mendefinisikan ruang dan waktu meski dibuat
sambil lalu. Tulisan yang hanya dibaca oleh beberapa kawan dan dengan komen “tersenyum-
senyum sajah”. Saya tidak &lt;b&gt;hendak mengedit tulisan ini&lt;/b&gt; dengan
pandangan saya hari ini, karena bagi saya menulis seperti melukis apa yang sudah tertulis
biarlah apa adanya dengan situasi alam pikiran, perasaan dan langkah pada zamannya. Saya
sajikan tulisan ini di &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/"&gt;serbasejarah&lt;/a&gt; dalam rangka tahun
baru &lt;b&gt;1 Muharam 1431 H&lt;/b&gt; dalam mengingat jejak &lt;i&gt;belajar
menulis &lt;/i&gt; sejak esde sampe sekarang. Moga pula tulisan ini ada mamfaatnya bagi
yang mau membaca. &lt;b&gt;MENULIS ADALAH MELUKIS&lt;/b&gt;, Lukisan ini buat
saya tersenyum mengenang lima tahun lalu&amp;nbsp; &lt;/blockquote&gt;&lt;h3
style="text-align: justify;"&gt;Benang Kusut Gerakan Dakwah di
Indonesia&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dakwah dalam termonologi
sejarah Islam adalah gerakan yang tertua, sejak Adam a.s diciptakan dan menerima amanah
Ilahi menjadi Khalifah fil Ardhi, &lt;i&gt;starting point&lt;/i&gt; gerakan dakwah mulai
digerakan dan ditujukan kepada bani Adam. Misi pengembanan dakwah merupakan misi
utama para nabi dan rosul. Nabi Muhammad SAW Rosul terakhir pilihan Allah telah
berhasil menyempurnakan misi dakwah para Rosul sebelumnya, Islam sebagai Rahmatan Lil
‘Alamin menerobos dimensi kehidupan manusia secara individu maupun sosial untuk hanya
menerima Allah Al-Kholiq yang diibadahi dengan menjadikan al-Qur’an dan Sunnah
Rosululloh sebagai pedoman hidup manusia. Islam telah menembus batas-batas wilayah,
budaya, adat istiadat untuk hanya menerima Syari’at Islam yang menyelamatkan hidup dan
kehidupan dhohir bathin di dunia dan akherat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Sejarah Dakwah Islam di Indonesia memberikan perubahan yang luar biasa bagi
peradaban manusia Indonesia. Kiprah para wali – Wali Songo di tanah Indonesia yang
berhasil mendirikan kekuasaan Islam di Jawa (Kerajaan Islam Demak), Sumatera (Kerajaan
Samudera Pasai), Maluku, Ternate, Tidore dan lain-lain menjadi bukti adanya akar Ideologis
dari setiap gerakan dakwah di masa lalu untuk terbagunnya sosio politik Islam. Kiprah
gerakan dakwah tidak pernah berhenti oleh jaman dalam situasi dan kondisi apapun juga.
Sejak Belanda datang untuk menjajah negeri ini sampai hengkang yang selanjutnya di ambil
alih oleh Fasisme Jepang juga pada masa Revolusi Nasional, spirit yang menyala dari setiap
pembela Allah dan Rosul-Nya terus terwariskan dari generasi ke generasi menggelora di
dalam dada menjadi aksi tiada henti sampai Fatah dan Falah di dapatkan.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Beragam macam dan corak gerakan dakwah yang ada di
Indonesia sampai saat ini menghasilkan apresiasi yang beragam. Disatu sisi macam dan
corak dakwah membentuk suatu “pelangi” indah yang membawa kepada kemasyalahatan
umat Islam, ada kegairahan dalam mengenal, memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Umat Islam dibuat “melek” terhadap tawaran-tawaran dakwah yang dijalankan baik secara
gerak organisasi maupun individu-individu aktifis dakwah. Dakwah menjadi “santapan”
empuk yang mengisi lorong-lorong akal yang awalnya dangkal, relung-relung ruhani yang
awalnya gersang dan gerak jasmani yang awalnya rigid – kaku untuk beramal. Dengan
adanya ragam dan corak dakwah, manusia seakan diisi oleh sesuatu yang sangat dibutuhkan
untuk menjalani hidup dan kehidupan dunia secara hakiki.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Disisi yang lain macam dan corak dakwah membentuk “benang kusut”
yang tiada ujung pangkal. Dakwah seyogyanya membuahkan yang “Hak” terlihat benarnya
dan yang “Bathil” terbukti salahnya. Dakwah seyogyanya menghasilkan keseragaman pola
pikir, pola sikap dan pola tindak umat Islam secara sinergis membentuk Ummatan
Wahidathan. Tapi apa yang terjadi “benang kusut” gerakan dakwah berbuah kontra-produktif
dari tujuan Allah SWT yang memerintahkan kepada Ummat Islam untuk tampil sebagai
“Pelaku Dakwah”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Akhirnya semakin lama
“pelangi” yang indah di langit biru bersentuhan dengan “benang kusut” di padang gersang
yang semerawut. Warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu dan abu-abu
(&lt;i&gt;Mejikuhibiniu&lt;/i&gt;) tak terlihat secara indah tetapi berubah menjadi samar
dalam “bola kusut warna pelangi dakwah”. Dakwah yang menyerukan kebenaran bertempur
dengan dakwah yang menyerukan kesesatan. &lt;i&gt;Lalu siapa yang menjadi
pemenang ????&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;span
style="color: green;"&gt;Secara teoritik, Drs. H. Syukriadi Sambas M.Si., Dosen IAIN
Sunan Gunung Jati membagi dakwah dalam katagori pelaku terdiri dari (a) Dakwah Allah,
(b) Dakwah Nabi, (c) Dakwah Umat Nabi, (d) Dakwah Kafir dan (e) Dakwah Syaitan.
&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dakwah Allah adalah
dakwah ilahiyah yang bersifat &lt;i&gt;tanajuli&lt;/i&gt; dengan pesan dakwah berupa
&lt;i&gt;shirath mustaqim&lt;/i&gt; dan tujuan dakwah adalah &lt;i&gt;dar as-
salam&lt;/i&gt;. Dakwah nabi dan rosul adalah membawa pesan informasi Ilahiyah kepada
ummat manusia agar hanya beribadah kepada Allah SWT, dakwah umat nabi dan rosul
menyampaikan pesan al-Islam sebagai ajaran Ilahi yang mengatur tata kehidupan umat
manusia yang menjamin keselamatan hidup di dunia dan akherat. Sementara dakwah kafir
dan dakwah syetan adalah segala macam bentuk ajakan untuk menyimpangkan manusia dari
kewajiban melaksanakan Islam secara kaffah .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Problemnya adalah perseteruan dakwah umat nabi dan dakwah kafir atau
dakwah syetan bisa menggunakan “al-Islam” sebagai pesan dan alat untuk mencapai maksud
dan tujuan masing-masing. Orang-orang kafir dari kubu zionisme, komunisme ataupun
salibisme yang merupakan musuh umat Islam sepanjang jaman, bisa “memanfaatkan” umat
Islam untuk menghancurkan Islam itu sendiri dan konyolnya umat Islam “tertentu” dengan
“santai” melaksanakan program-progam mereka sebagai sebuah kewajiban
.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Indonesia sebagai bangsa dengan
mayoritas umat Islam, adalah sasaran empuk dari &lt;b&gt;zionisme&lt;/b&gt;,
&lt;b&gt;komunisme&lt;/b&gt; ataupun &lt;b&gt;salibisme&lt;/b&gt; yang berselingkuh
dengan Nasionalisme, Sukuisme dan Ashobiyyah-isme dalam melaksanakan proyek
internasional untuk menghantam gerakan Islam, dan mencabut fikrah islamiyah dari tatanan
kehidupan. Beragam bentuk dan pola mereka gunakan yang didukung oleh SDM dan dana
yang sungguh luar biasa. Disinilah pertarungan sesungguhnya terjadi.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;i&gt;“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang
kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka”&lt;/i&gt; (Qs. Al-Baqarah :
120)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;i&gt;“Akan datang di satu masa,
dimana kalian dikerumuni dari berbagai arah, bagaikan segerombolan orang-orang yang
rakus yang berkerumun berebut disekitar hidangan. Diantara para sahabat bertanya
keheranan : “ Apakah karena diwaktu itu kita berjumlah sedikit, ya Rasululloh? Rasul
menjawab : “Bukan, bahkan jumlah kalian waktu itu banyak. Akan tetapi kalian laksana buih
terapung-apung. Pada waktu itu rasa takut di hati lawanmu telah dicabut oleh Allah, dan
dalam jiwamu tertanam penyakit al-wahnu” Apa itu Alwahnu?” Tanya sahabat. Jawab
Rosululloh : “cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut yang berlebih-lebihan
terhadap mati”. &lt;/i&gt;(Hadist Rosululloh)&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align:
justify;"&gt;Sekilas Potret Gerakan-gerakan Dakwah di Indonesia&lt;/h3&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Gerakan Dakwah Inkar
Sunnah&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Muncul di Indonesia
sekitar tahun 1980-an. Mereka menamakan pengajiannya dengan sebutan Kelompok Qur’ani
(kelompok pengikut Al-Qur’an). Pengajian tersebut dipimpin oleh H. Abdurrahman yang
ramai diselenggarakan dimana-mana di Jakarta. Salah satunya di Masjid Asy-Syifa RS
Cipto Mangunkusumo yang menyatu dengan Fakultas Kedokteran UI.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Penyelidikan Hartono Ahmad Jaiz menyebutkan ada tokoh
orang Indonesia yang mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pengajian tersebut, dia
bernama Lukman Saad, orang Padang Panjang Sumatera Barat lulusan IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan penerbitan. Dengan perusahaan
penerbitannya itu Lukman Saad mencetak buku-buku yang berisi ajaran sesat Inkar Sunnah
diantaranya karangan Nazwar Syamsu dan Dalimi Lubis.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Tokoh lain dari Inkar Sunnah adalah Marinus Taka. Hartono menyebutkan
bahwa Marinus Taka adalah seorang keturunan indo-Jerman yang tinggal di daerah Depok
Lama yang merupakan perkampungan Kristen khusus peranakan
Belanda.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia pada tanggal 16 Ramadhan 1403 H/ 27 Juni 1983 memutuskan bahwa Inkar
Sunnah sebagai ajaran sesat karena tidak memepercayai hadist Nabi Muhammad SAW
sebagai sumber hokum syari’at Islam. Selanjutnya Kajaksaan Agung RI pada tanggal 7
September 1985 memutuskan pelarangan buku karangan Nazwar Syamsu dan Dalimi Lubis
untuk beredar di seluruh Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;Lembaga Dakwah Islam Indonesia
(LDII)&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Lembaga ini didirikan oleh
Mendiang Nurhasan Ubaidah Lubis, pada awalnya bernama Darul Hadist, pada tahun 1951.
karena ajaranya meresahkan masyarakat Jawa Timur maka Darul Hadist dilarang oleh
PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat). Darul Hadist berganti menjadi Islam
Jama’ah dan di tahun 1971 Jaksa Agung RI melarang aliran sesat Islam Jama’ah ini. Karena
dilarang diseluruh Indonesia, Nurhasan mencari taktik baru yaitu berlindung kepada Letjen
Ali Moertopo (Wakil Kepala Bakin dan staf OPSUS Presiden Soeharto). Lalu Islam Jama’ah
menyatakan diri masuk dalam GOLKAR dengan nama Lemkari (Lembaga Karyawan
Dakwah Islam).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Lemkari selanjutnya
dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur Soelarso pada tahun 1988. Namun kemudian pada
Musyawarah Besar Lemkari di Asrama Pondok Gede Jakarta, November 1990, Lemkari
diganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) atas anjuran Mendagri
Rudini agar tidak rancu dengan nama Lembaga Karatedo Republik
Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sampai tahun 1972 Lemkari
sudah mendirikan masjid 1500 buah di 19 Propinsi dan beberapa pondok pesantren besar lagi
megah. Sekarang LDII sudah mempunyai Dewan Pimpinan Daerah (DPD) sebanyak 26
propinsi. (Kesesatan Ajaran Islam Jama’ah diantaranya kita bisa baca di buku Hartono
Ahmad Jaiz : Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar,
2001).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Gerakan Syiah Di
Indonesia&amp;nbsp;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sejak tumbangnya Syah Reza
Pahlevi yaitu meletusnya Revolusi Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh tokoh spiritual
Ayatullah Khomaeni sejak itu pula paham Syi’ah merembes ke berbagai Negara. Gema jihad
melawan “kemungkaran” dari Iran lantas menembus hampir di seluruh dunia. Gerakan ini
mendapat respons positif berupa terbentuknya solidaritas muslim dunia secara moral
mendukung gerakan itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Beberapa lama
kemudian di tahun 1980-an muncul kelompok-kelompok yang dinilai oleh beberapa pihak
mengarah ke gerakan Syi’ah. Barangkali ini yang disebut Ekspor Revolusi yang begitu di
khawatirkan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Perkembangan Syi’ah atau
yang mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait di Indonesia memang cukup pesat. Sejumlah
lembaga yang berbentuk pesantren maupun yayasan didirikan di beberapa kota di Indonesia,
seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan luar Jawa. Dan membanjirnya
buku-buku tentang Syi’ah yang sengaja diterbitkan oleh para penerbit yang memang
berindikasi Syi’ah atau lewat media massa, ceramah-ceramah agama dan lewat pendidikan
dan pengkaderan di pesantren-pesantren, di majelis-majelis taklim.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Gerak mereka tidak seragam ada yang begitu agresif dalam
mendakwahkan Syi’ahnya ada juga yang lebih lambat. Ada yang terasa demikian frontal ada
juga yang terkesan amat sensitive. Namun demikian semuanya menuju kepada titik yang
sama, Syi’ah. &lt;span style="color: red;"&gt;Besar sekali memang dana yang dibutuhkan
untuk mempropagandakan dan memperkenalkan Syi’ah tujuannya adalah memperkenalkan
Syi’ah di panggung politik Dunia (juga Indonesia) dan yang terpenting “mendesakan”
kepada dunia Islam untuk mengakui keberadaan Syi’ah sebagai salah satu aliran yang sah di
dunia Islam. Hasilnya, tanpa disadari kita yang beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
digiring untuk mengikuti dan mendukung kebathilan yang ada pada ajaran Syi’ah
itu&lt;/span&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Untuk meng-counter
perkembangan Syi’ah memang sangat susah, dikarenakan Syi’ah mempunyai ajaran yang
bernama Taqiyah. Dengan konsep taqiyah mereka dengan mudah memutar balikan fakta
untuk menutupi kesesatannya dan mengutarakan sesuatu yang tidak diyakininya. Orang-
orang Syi’ah dalam mempertahankan konsep tersebut sering mengetengahkan sebuah
riwayat yang dinisbahkan kepada Imam Abu Ja’far Ash-Shadiq as. berkata :&lt;i&gt; “
Taqiyah adalah agamaku dan agama bapak-bapaku. Seseorang tidak dianggap beragama bila
tidak bertaqiyah.&lt;/i&gt; (selajutnya tentang apa bagaimana Syi’ah bisa terbantu dengan
membaca buku Kumpulan Makalah Seminar Nasional Tentang Syi’ah : Mengapa Kita
Menolak Syi’ah, LPPI, Jakarta, 2002).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Titik tolak pembaharuan pemikiran Islam masa Orde Baru, bermula dari pidato
Nurcholish Madjid di awal tahun 1970. M. Dawam Rahardjo memberikan keterangan, tak
sedikitpun Cak Nur – berniat bikin heboh. Bahkan ceramahnya itu hanya “kebetulan” saja: ia
menggantikan Dr. Alfian. Dan Cak Nur tidak menyangka, bahwa pemikirannya akan sejauh
itu dampaknya. Pemikirannya yang terkenal dengan slogan “Islam Yes. Partai Islam No”.
sebuah seruan deislamisasi partai politik, melalui program yang disebut
“sekulerisasi”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Agaknya, situasi politiklah
yang melatar-belakangi berbagai reaksi yang muncul. Waktu itu, masih diperjuangkan
rehabilitasi Masyumi, disamping yang lainnya seperti PSI dan Murba. Dan posisi HMI
(tempat Cak Nur saat itu berada- Ketua HMI), sebagai salah satu pendukung Sekretariat
Bersama Golongan Karya (Golkar), menjadi krusial menjelang Pemilu. Kecenderungan
pimpinan HMI pada waktu itu mengambil sikap independen, tidak hanya kepada partai-
partai Islam, tetapi juga terhadap semua partai. Dan orang melihat sikap HMI itu sangat
menguntungkan Golkar. Karena itulah, maka ceramah Cak Nur tersebut menjadi sangat
politis .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Apakah karena kebetulan
seaspirasi dengan Cak Nur tentang : “Islam Yes, Partai Islam No”. ataukah pengaruh
pemikiran Cak Nur dan kawan-kawan yang jelas pemerintah Orde Baru melakukan
“deideologi” partai Islam, dan kemudian diganti dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas
seluruh orsospol .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Budhi Munawar-
Rachman menjelaskan bahwa ada tiga kelompok besar pemikir neo-modernis Islam di
Indonesia yaitu (1). &lt;i&gt;Islam Rasional dengan tokohnya Harun Nasution dan Djohan
Effendi dengan membawa pandangan-pandangan Mu’tazilah&lt;/i&gt; (2) &lt;i&gt;Islam
Peradaban yang diantara tokohnya Cak Nur dan Kuntowijoyo dan &lt;/i&gt;(3)&lt;i&gt;
Islam Transformatif dengan tokohnya Adi Sasono, M. Dawam
Rahadjo.&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Gerak pembaharuan
pemikiran Islam pada tahun 1970-an dilaksanakan oleh pemikir-pemikir individual yaitu
pemikir yang tidak terlalu terikat oleh organisasi seperti NU, Muhammadiyah, SI dan
lainnya. Dahulu ketika melempar isu pembaharuan islam pada tahun 1970-an, Cak Nur
relatif single fighter, tetapi sepuluh atau duapuluh tahun kemudian- pada decade 1980-an
apalagi 1990-an- Cak Nur sudah tidak lagi sendirian.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Gagasan-gagasan Cak Nur dan kawan-kawan di rentang akhir tahun 1980-an
dan sepanjang tahun 1990-an banyak dipublikasikan dalam buku-buku yang diterbitkan
secara luas diantaranya oleh Mizan, Jurnal Ulumul Qur’an dan Islamika juga Paramadina
sendiri. Buah Pemikiran Cak Nur dan sahabat-sahabatnya banyak menimbulkan kontroversi
di kalangan umat Islam, diantara yang menghangat adalah perseteruan konsep-konsep
pemikiran Islam melalui tulisan antara Ulumul Qur’an dengan Media Dakwah yang
diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah. Turut andil pula lembaga-lembaga kajian yang
menghasilkan kader-kader muda lewat Paramadina (diantaranya).&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Di tahun 2000-an pemikiran Islam diramaikan oleh kader
muda Islam diantaranya Ulil Absar ‘Abdala sebagai “Cak Nur Muda” yang menggagas
Islam Liberal. Model pemikiran Islam Liberal-nya Ulil tidak jauh berbeda dengan
pembinanya Nurcholis Madjid.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;i&gt;&lt;b&gt;Urban
Sufism&amp;nbsp;&lt;/b&gt;&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ada fenomena
baru khususnya dimulai sekitar akhir tahun 1990-an, yaitu adanya beberapa tempat pengajian
yang ramai dikunjungi umat Islam, seperti kajian spriritual yang diselenggarakan oleh
Tazkya Sejati (pusat kajian tasawuf yang dipimpin oleh Dr. Jalaludin Rakhmat), IIMaN
(pusat pengembangan tasawuf positif yang didirikan oleh Haidar Bagir), Paramadina
(yayasan yang menekuni pengkajian persoalan Islam, termasuk tasawuf, yang dipimpin oleh
Dr. Murcholish Madjid) dan kegiatan ceramah Manajemen Qoblu (MQ) yang dilakukan oleh
KH. Abdullah Gymnastiar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Anggota dari
lembaga-lembaga tersebut adalah mereka yang sering disebut sebagai “sufi” perkotaan
(Urban Sufism). Ekspresi spiritual yang ditampilkan oleh “sufi-sufi” kota ini berbeda dengan
sufi-sufi konvensional (ortodoks). “sufi” baru itu bukanlah orang yang “ngegembel” yang
kehidupan sehari-harinya hanya diisi dengan beribadah dan mengasingkan diri. Justru
sebaliknya “sufi” kota ini berasal dari strata sosial kelas menengah dan atas (meski kelas
bawah juga turut mengikutinya) dan kalangan professional di berbagai bidang yang sangat
rasional.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dr. Komaruddin Hidayat
mengsinyalir adanya lima kecenderungan masyarakat kota terhadap Sufism yaitu
:&lt;/div&gt;&lt;ol style="text-align: justify;"&gt;&lt;li&gt;Adanya upaya pencarian makna
hidup &lt;i&gt;searching for meaningful life&lt;/i&gt;.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Untuk sekedar
perdebatan intelektual dan peningkatan wawasan &lt;i&gt;intellectual exercise and
enrichment&lt;/i&gt;.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Menjadikan aspek spiritualitas sebagai katarsis
atau obat dan problem &lt;i&gt;psikologis pshyicological
escape&lt;/i&gt;.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sarana mengikuti trend dan perkembangan
wacana&lt;i&gt; religious justification&lt;/i&gt;.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sikap “mengekploitasi”
agama untuk kepentingan dan keuntungan ekonomi &lt;i&gt;Economic
Interes&lt;/i&gt;t.&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Point 5,
adanya&lt;i&gt; economic interest&lt;/i&gt;, yang menurut Yudi Latief diistilahkan sebagai
”komersialisasi pengalaman religius” ditemukan dilingkungan kita saat ini. Berkembangnya
pengikut latihan-latihan “Riyadhah” Sufism yang berorientasi instan kesalehan, larisnya
para pedagang spiritual (religious intrepreneurs) yang menjajakan “do’a-do’a” penenang
(mulai dari “do’a politik”, “do’a kesembuhan penyakit” sampai “do’a sukses capres” dll),
serta digandrunginya bintang-bintang “budaya pop” dan kiyai “ngepop” sebagai penceramah
agama merupakan sesuatu yang kongkret dari bentuk konsumerisasi pengalaman-
pengalaman spiritual .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Geliat Dakwah Lulusan
Timur Tengah&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;“Mungkin” dikarenakan peran
Menteri Agama Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali (1971-1978) banyak mahasiswa Islam
Indonesia merasakan belajar di luar negeri dengan beasiswa dari pemerintah Orde Baru.
Sebagian dari mereka memilih sekolah di negeri paman Sam untuk mengambil S-2 atau S-3
produknya Cak Nur Cs, sebagian lagi memilih sekolah di Timur Tengah dan produknya
Ustadz-ustadz Pulan Lc. Yang memilih Timur Tengah rata-rata lulusan Aliyah (setingkat
SMA) atau yang memiliki backgraund pesantren atau lulusan IAIN (pra syarat pokok adalah
kemampuan Bahasa Arab).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pengiriman
pelajar ke Timur Tengah sebenarnya sudah mulai saat M. Natsir menjadi Perdana Menteri
pertama RI 1950-an dengan mengeluarkan rekomendasi pada sejumlah mahasiswa untuk
belajar ke luar negeri khususnya di Timur Tengah, pelajar pertama Indonesia yaitu Hasan
Langgulung alumnus pertama Pesantren Persis Bangil untuk belajar di Universitas Al-
Azhar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Diantara universitas di Timur
Tengah yang dijadikan tempat belajar oleh mahasiswa Indonesia adalah : (1) Universitas
Islam al-Madinah Al-Munawarrah, Arab Saudi, (2) Universitas Ibnu Saud, Riyadh, Arab
Saudi dan (3) Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Prof.Dr. Azyumardi Azra mengutip hasil penelitian Mona Abaza tentang
mahasiswa Indonesia di Timur Tengah khususnya di Al-Azhar. Menurutnya mahasiswa
Indonesia di Timur Tengah terbagi pada dua kelompok secara umum yaitu mahasiswa
sebelum tahun 1970-an yang cenderung memiliki pemikiran “Islam Liberal” seperti Hassan
Hanafi atau Zaki Najib Mahmud dan mahasiswa setelah tahun 1970-an pemikirannya
bernada “Islam Fundamentalis”. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh situasi kondisi Timur
Tengah itu sendiri dari semangat liberalisme berubah kepada arus fundamentalisme
.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Annis Matta Lc (salah seorang lulusan
Timur Tengah), menyatakan bahwa semangat pemikiran Al-Ikhwanul Al-Muslimun telah
merasuk di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Saudi Arabia sejak tahun 1980-an,
perpustakan untuk pemikiran Islam semuanya diisi oleh buku-buku yang dikarang para
tokoh IM, maka menurutnya secara otomatis pemikiran Al-Ikhwanul Al-Muslimin terbawa
oleh para mahasiswa yang belajar disana .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Sepulangnya belajar di luar negeri, bila lulusan Barat (AS) membawa “oleh-
oleh” Islam Ilmiah (Pembaharuan Pemikiran Islam) sedangkan lulusan Timur Tengah
membawa “oleh-oleh” Islam Harakah (Islam pergerakan-khususnya Al-Ikhwanul Al-
Muslimun).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tercatat beberapa nama
diantaranya Ustadz Abu Ridha Lc, Ustadz Rahmat Abdullah Lc, Ustadz Hilmi Lc., Ustadz
Saeful Islam Mubaraq Lc., dll, yang getol mendakwahkan pemikiran-pemikiran Al-Ikhwanul
Al-Muslimin dengan membentuk gerakan dakwah Tarbiyah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Geliat dakwah lulusan Timur Tengah ini mendapat respon luar biasa di
kampus-kampus seperti UI, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, UNPAD, UGM , dll di antara
tahun 1980-1998 yang kemudian bermetamorfosis menjadi PK selanjutnya PKS (lihat
selanjutnya PKS sebuah Fenomena)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Bintang
Vs Kohesivitas&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ada “drama” yang enigmatic dalam
sepak bola Piala Eropa 2004. Semula, siapa yang menyangka tim-tim besar dengan nama
besar seperti Jerman, Italia, atau Spanyol tersingkir di babak pertama. Siapa pula yang
menyangka Republik Ceko bakal membuat prestasi yang mengagumkan dengan menjuarai
Grup D dan menjadi satu-satunya tim peraih nilai sempurna (9), setelah mengalahkan Latvia
2-1, menghantam “tim Oranye” Belanda 3-2, dan menyingkirkan “Panser” Jerman 2-1.
Pecinta bola bundar dibuat terkaget-kaget manakala Inggris dengan segudang “Bintang”
dikalahkan tragis oleh Portugal dan Prancis yang “di-raja-i” Zanadine Zidane dibuat
“menangis” oleh “Dewa” Yunani 0-1. Piala Eropa 2004 telah memberikan “Ibrah”-pelajaran
dimana taburan “bintang” bisa dikalahkan oleh kemampuan tim yang memiliki
“kolektivitas” dan “kohesivitas” dalam bertanding.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tuntas sudah episode “Piala Eropa 2004” dan pemenangnya adalah …… tidak
hendak menganalisis sepak bola lebih detail, kita “lompat” kembali pada keadaan gerakan
dakwah kontemporer di Indonesia. Banyak “bintang” lapangan dakwah bertengger di
podium mimbar, secara linier “audien” mendengarkan, ketika “bintang” lapang bergerak
secara linier “audien” mengikuti, ketika “bintang” lapang melompat ke politik partai, secara
linier pula “audien” larut dan terjun dalam pesta kampanye dengan mengibarkan bendera-
nya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Meminjam istilah Yudi latif tentang
pola komunikasi yang bersifat linier-vertikal (satu arah), dimana para dai berbicara —
&lt;i&gt;hadirin mendengarkan, dai berpikir&lt;/i&gt; —– &lt;i&gt;hadirin dipikirkan, dai
memilih &lt;/i&gt;—- &lt;i&gt;hadirin menuruti, dai mengatur&lt;/i&gt; —-
&lt;i&gt;hadirin manut, dan sebagainya&lt;/i&gt;. Agaknya memang demikianlah fenomena
gerakan dakwah sekarang ini. Tak heran jika forum dakwah seringkali tak mampu
mengembangkan minat-minat yang eksploratif serta kreativitas berpikir kritis. Forum
dakwah tidak menorehkan hasil sumber daya yang mampu mengembangkan potensinya agar
lebih “dinamis” dan “kreatif” pada tataran akal-intelektual, sikap dan amal, tanpa
meninggalkan kedisiplinan dalam berjuang.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Adanya “bintang” dalam lapangan dakwah mungkin sebuah kebutuhan yang
patut ada dalam gerakan dakwah tetapi “kolektivitas” dan “kohesivitas” gerakan dakwah
bakal lebih mampu mendorong pada transformasi cultural maupun structural yang
dikehendaki.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Berdakwah dengan
Kesalehan Diri dan Sosial&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam sebuah iklan lotion pemutih
seorang laki-laki dengan tatapan terpana memandang perempuan yang energik dan terlontar
secara tanpa sadar ucapan: ”bersihhh…putihhh…” . Entah latah atau mengikuti trend atau
memang sepantasnya demikian, yang jelas kata “putih” dan “bersih” menjadi barang
dagangan yang laku keras baik secara ekonomi “material” maupun secara psikologis
“immaterial”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tengoklah sejenak dalam
panggung politik pasca reformasi, kata “putih” dan “bersih” menjadi barang dagangan yang
laku dijual mengalahkan kata “busuk” dan “hitam”. Para caleg menolak dikatakan “Politisi
busuk”, para capres dan cawapres menyanggah “kampanye hitam”. Semua menunjukan
dirinya “putih” dan “bersih”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;“Dagangan”
dalam dakwah memang beragam, tetapi trend dakwah di akhir tahun 1990-an sampai
sekarang menunjukan tanda-tanda yang sama dengan “menjual” kesalehan diri dan
kesalehan sosial. Sosok K.H. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) adalah fenomena yang
mengedepankan “kesalehan diri” sebagai daya tarik ”market dakwah”, masyarakat dibuat
terpesona dan tanpa sadar mengucapkan : &lt;i&gt;“bersihhh….putihhhh” &lt;/i&gt;sampai-
sampai kalangan selebritis menempatkan AA Gym sebagai laki-laki ”metroseksual” pada
urutan teratas.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kesolehan sosial ditunjukan
pula oleh beberapa gerakan dakwah semisal Tarbiyah (PKS) yang terlihat pada setiap event
local maupun nasional dalam demontrasi maupun kampanye melakukan “show” dengan
lautan “jilbab putih dan bersih”. Kelompok dakwah ini mudah dikenali dari sudut
penampilan personal. Para Akhwat terlihat dari jilbab yang panjang dan para Ikhwan-nya
terlihat pakaian yang umumnya menggunakan stelan “koko”, berjanggut tipis dan berparas
“bersih”. Trend baru para aktifis dakwah ini telah mewarnai lingkungan masyarakat dakwah
terkhusus masyarakat kampus.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;i&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;Akankah pola menjual “kucing dalam karung” masih menghiasi
setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini termasuk dalam dakwah. Dahulu
“karung-nya” “hitam” dan “bau busuk” tapi sekarang “karung-nya” “putih” dan “bersih”
tetapi sama-sama saja yang dijual tetap “KUCING”. (entah kucing “mesir” atau “Persia”)
Agaknya kita harus lebih cerdas.&lt;/span&gt;&lt;/i&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Ada pendapat yang sebenarnya kontroversial tetapi patut
direnungkan, datang dari Ted Peters, pengarang buku &lt;i&gt;Fear, Faith, and The
Future&lt;/i&gt; , “ &lt;i&gt;krisis akan mencuat ke pergumulan histories saat peradaban
kita benar-benar memasuki era pasca Industri. Saat itu keasyikan kita untuk mengkonsumsi
sejumlah barang dan jasa akan amat memungkinkan pengkomoditian agama (comoditized
religion). Agama tidak lebih sebagai komoditas yang siap diperjualbelikan di pasar
komersial, ide-ide yang kadang-kadang membungkus ambisi-ambisi manusia, seperti saat
mereka mendirikan tempat-tempat perbelanjaan dimana setiap orang bebas memilih apa
yang menjadi obsesi dan selera sesaat”.&lt;/i&gt; Lebih lanjut Ted Peters menyebutkan,
&lt;i&gt;“ religi media massa kini mungkin menjadi sinyal religi konsumeris esok hari”
.&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;“Jamaah” Islam
Liberal&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ketika Cak Nur sudah menjelang
uzur, ketika Gus Dur sudah banyak “mendengkur” meski kedua-duanya masih pandai
“bertutur”. maka awal tahun 2000-an seakan tak pernah henti-henti “Islam Nyeleneh”
kembali ber-reinkarnasi pada generasi “milennium” yaitu Ulil Abshar Cs, daur ulang
pemikiran Islam Cak Nur cs berbuah “Jamaah” Islam Liberal.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Sejak kelahirannya pada tahun 1999, “jamaah” Islam Liberal bertujuan
untuk menjadi counter terhadap gerakan Islam garis keras yang sering terjun ke lapangan
untuk menjadi motor terdepan dalam ‘amar ma’ruf nahy al-munkar seperti FPI, Laskar Jihad,
Majelis Mujahidin dan lain-lain. Pada bulan Maret 2002, mereka resmi mendirikan Jaringan
Islam Liberal (JIL) dengan tokoh sentralnya adalah “Intelektual Muda NU” Ulil Abshar
Abdalla. Tujuan pokok “Jamaah” ini adalah &lt;b&gt;pertama&lt;/b&gt;, untuk
mengimbangi wacana pemikiran Islam garis keras yang banyak muncul terutama soal
pelaksanaan syari’at Islam. &lt;b&gt;Kedua&lt;/b&gt;, ingin memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk melihat masalah penerapan syari’at dalam perspektif yang lebih
beragam. &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Menurut Ulil ada tiga misi yang
diemban “Jamaah” Islam Liberal yaitu : &lt;/div&gt;&lt;ul style="text-align:
justify;"&gt;&lt;li&gt;Pertama,mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan
prinsip-prinsip yang mereka anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin
khalayak.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas
dari konservatisme. Mereka yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran
dan gerakan Islam yang “sehat”.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Ketiga, mengupayakan terciptanya
struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi. &lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Selanjutnya Ulil menyebutkan ada tiga kaidah yang hendak dilakukan
oleh JIL yaitu : pertama, membuka ruang diskusi, meningkatkan daya kritis masyarakat dan
memberikan alternatif pandangan yang berbeda. Kedua, ingin merangsang penerbitan buku
yang bagus dan yang berbeda. Ketiga, dalam jangka panjang ingin membangunsemacam
lembaga pendidikan yang sesuai dengan visi JIL mengenai Islam. Layaknya sebagai
“Jamaah”, JIL membuat kegiatan-kegiatan halaqah, diskusi, seminar, talk show dan lain-
lain.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Secara terang-terangan Ulil mengakui
bahwa pandangan yang dianutnya adalah pandangan Mu’tazilah meskipun dia mengelak
menolak wahyu, bagi dia wahyu “berguna” dalam memperkaya wawasan akal manusia
karena setiap wahyu membawa suatu wawasan tertentu mengenai “yang baik” dan “yang
jahat”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Jamaah Islam Liberal yang dihuni
umumnya oleh anak muda NU mendapatkan keuntungan karena 1). berlindung dibawah
“payung” Gus Dur (“nabinya” anak muda NU) 2). bersahabat dengan para Indonesianis
(misionaris Barat- Neo Snouck Hurgroje) yang berjasa dalam membentuk pemikiran anak
muda NU yang ndeso (anak kampung) yang menjadi santri kota seperti Herbert Feith,
R.William Liddle, Sidney Jones, Greg Barton dll yang datang ke Indonesia untuk
“mencekok” pemikiran orientalis Islam. 3). “akrab” dengan pemikiran Islam kontemporer
Timur Tengah terutama pandangan Mu’tazilah yang dibawa ke Indonesia oleh Harun
Nasution cs. Sehingga 3 faktor keuntungan itu akan sangat mudah mendapatkan berbagai
fasilitas dari funding internasional sehingga dengan leluasa melaksanakan programnya
dengan tidak pakai modal sendiri .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Agaknya memang “Jamaah” Islam Liberal ingin “meloncat” dari tradisi NU dan
tradisi kebanyakan umat Islam di Indonesia yaitu “trilogi” Ahlussunnah Wal al-Jamaah
(Syari’at pola Mazhab Syafii, Teologi Pola al-Asy’ari dan berakhlaq pola al-Ghazali)
sehingga jamaah yang dipimpin Ulil ini mendapat reaksi keras dari sebagian umat Islam
Indonesia. Bagi negara dengan adanya kelompok muda JIL seolah mendapat tenaga bantuan
untuk “bahu-membahu” menghadapi kelompok Islam Fundamentalis, yang gencar
mengsosialisasikan isu-isu formalistic, seperti Negara Islam dan Syari’at Islam
.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Buku : Madu dan atau
Racun&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Buku adalah “gudang
ilmu” suatu idiom yang tidak bisa disangkal akan keberadaan buku. Layaknya sebagai
“gudang ilmu” tentu beragam ilmu disuguhkan dalam mungkin telah jutaan atau milyaran
jenis buku. Bila idiom itu kita persempit kepada buku-buku Islam maka disitulah adanya
“gudang ilmu Islam”, beragam kajian tentang Islam tampak menghiasi sampul-sampul buku
yang menarik peminatnya untuk membaca.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Mulai tahun 1990-an (-penghujung tahun 1980-an) aliran deras buku-buku
Islam menghiasi etalase-etalase “Gramedia” “Gunung Agung” “Palasari” sampai “Wagino”
di pinggir trotoar masjid salman. “Buku Islam Laku Keras” tulisan Suara Hidayatullah pada
edisi khusus Mei 2001, penerbit-penerbit Islam yang mempunyai kontribusi besar bagi
dakwah diantaranya Gema Insani Press (GIP) Toha Putra, Pustaka Rizki Putra, Darul Falah,
Pustaka Progresif, DES, Pustaka Azzam, Al-Izzah, Al-Qowwam, Pustaka Bandung, CV.
Bulan Bintang, Asy-Syamil Press, Dipenogoro, Robbani Press, Media Dakwah, Pustaka
Misykat, dll yang membidik tema-tema dakwah. Diluar itu ada penerbit yang menekankan
pada khazanah pemikiran Islam seperti Mizan, yang getol menerbitkan kajian tasawuf
seperti Pustaka Hidayah tak ketinggalan MQ Press yang secara ekslusif mencetak “tulisan-
tulisan” AA Gym.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Beragamnya tema-tema
buku Islam bisa merepresentasiakan khalayak masyarakat pembacanya, juga secara
sederhana buku adalah dai bagi ”audien/mad’u pembaca”. Buku menjadi salah-satu faktor
yang menghantarkan pada keberhasilan dakwah dalam beragam corak dan warna dakwah,
selebihnya buku adalah salah satu bentuk economic interest atau “eksploitasi” agama untuk
kepentingan ekonomi.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Apapun motif-nya,
masyarakat pembaca telah “dimanjakan” dengan sajian-sajian pandangan pemikiran Islam
yang tidak di peroleh dari podium-podium mimbar ceramahan, buku-buku memberikan
kedalaman ilmu agama yang tidak ditemukan pada pengajian rutinan, hebatnya buku lebih
banyak memperlihatkan sebagai “madu” daripada
“racun”.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;Buku apakah
“madu” atau “racun” agaknya kembali kita dituntut untuk cerdas, siapa yang menyangka
kebusukan zionisme yang berkantung tebal, “menyamar” menjadi buku yang bersampul
“manis”.&lt;/span&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;Dunia Maya : berselancar di “situs” Islam
&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sudah menjadi rahasia umum,
selama ini internet dibanjiri oleh situs-situs maksiat, seperti situs judi dan situs porno,
shingga kerap muncul apriori di kalangan Muslimin terhadap teknologi informasi
ini.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Untung tidak semua bersikap
demikian, ada yang lebih “bijak” dengan tidak menjauhi, tetapi justru mengisinya dengan
risalah amar ma’ruf nahi munkar, sehingga kemudian lahir situs-situs Islam yang sengaja
mewarnai dunia internet dengan sajian-sajian da’wahnya, dalam berbagai bahasa dan
warna.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Beberapa tahun belakangan situs
dakwah berbahasa Indonesia sudah bertengger di dunia maya. Kebanyakan dirilis oleh ormas
Islam yang sudah dikenal dan lembaga-lembaga dakwah yang terkenal seperti
www.Muhammadiyah.or.id, www.kisdi.com, www.hidayatullah.org. sejumlah harakah
dakwah yang berafiliasi ke Timur Tengah, seperti Hizbut Tahrir, juga tak ketinggalan
kiprahnya dengan situs www.alislam.or.id. Banyak kajian yang ditampilan dalam situs-situs
Islam antara lain kajian Islam, Konsultasi, Tokoh Islam, Sejarah Islam dll. Sejak wabah
portal di dunia maya beberapa tahun silam, muncul pula situs-situs yang mengklaim sebagai
portal islam, yakni ww.sajadah.net, dan www.myquran.com. Masih banyak lagi situs-situs
Islam yang menawarkan informasi yang beragam tentang Islam masing-masing punya
keunikan tersendiri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Kampus
sebagai Muara dan Mata Air Gerakan Dakwah&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Gerakan dakwah yang berkembang di Indonesia pada rentang waktu 1980-an
sampai 1990-an tidak terlepas dari keadaan sosio politik dan gerak dakwah di tahun 1970-an.
Seorang orientalis G.H. Jansen pernah mengatakan bahwa &lt;i&gt;“Islam di Indonesia
berkembang pesat salah satunya melalui masjid kampus”&lt;/i&gt;. &lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Ada anomaly dalam gerakan dakwah kampus.
&lt;b&gt;Pertama&lt;/b&gt; gerakan dakwah ini ibarat sungai-sungai yang terus mengalir
sepanjang sejarah perjalanan bangsa Indonesia, ada sungai-sungai besar, ada sungai kecil
ada pula selokan-selokan dengan beragam keadaan airnya, ada yang jernih, kuning ada pula
air kotor. Semua sungai besar dan kecil akhirnya sampai pada satu muara dan kampus adalah
salah satu Muara yang paling “eksis” dan “refresentatif” dari seluruh “benang kusut”
gerakan dakwah. &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;Kedua&lt;/b&gt; gerakan dakwah kampus juga sebagai salah satu
mata air yang mengalirkan “ruh” dakwah ke sungai-sungai yang melintas diantara kultur
sosial masyarakat sekitarnya. Dakwah kampus seolah memberikan energi bagi kegairahan
hidup beragama di tengah padang masyarakat yang semula gersang. Kampus menjadi
fenomena tersendiri sebagai sebuah mesin peradaban yang mendorong roda-roda sosio
politik ke arah perubahan, meskipun perubahan-perubahan sendiri masih tampak samar
antara apakah perbaikan menuju kebaikan atau pergantian antar kejelekan “a” ke kejelekan
“b”. &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kalau Indonesia terkenal dengan
tanah yang subur – tongkat dan kayu jadi tanaman, maka kampus Indonesia menjadi lahan
yang subur bagi segala macam pemahaman dan pemikiran.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Kampus dan
Eksperimentasi Gerakan Dakwah&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dunia kampus
adalah dunia pengetahuan, wawasan, pemikiran juga peradaban dunia kaum intelektual yang
menjadi harapan masa depan bangsa. Kampus diisi oleh kelompok masyarakat menengah ke
atas yang orientasi kebutuhan bukan pada masalah lutut dan perut tetapi kebutuhan isi kepala
sehingga idealisme setidaknya bakal bisa tumbuh subur dilahan kampus. &lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dunia kampus bisa menjadi pusat “perdagangan” peradaban.
Pemikiran Barat dan Timur, Lokal dan International, Tradisional dan Modern semua bisa
laku terjual di konsumsi dengan berbagai motivasi. Jika ada yang menyatakan ideologi tidak
pernah mati, maka layaklah kita menyebutkan bahwa kampus tempat hidupnya ideologi
komunis, islam dan nasionalis bahkan asosiasi diantara ketiganya. Kampus bisa menjadi
laboratorium dari beragam eksperimentasi gerakan termasuk gerakan
dakwah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;DDII Sebagai Katalisator Dakwah
Kampus&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tak bisa dipungkiri geliat dakwah di
kampus di awal tahun 1980-an tidak terlepas dari peran andil yang besar dari Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) . DDII memiliki agenda khusus untuk melakukan
pembinaan masjid kampus di seluruh Indonesia. Masjid kampus diyakini sebagai wadah
komunitas mahasiswa Islam yang dapat memadukan antara sains modern dengan nilai-nilai
Islam. Pada tahun 1974 DDII meluncurkan program yang disebut dengan Bina Masjid
Kampus, yang dirintis dengan mengkader penggerak dakwah oleh PHI (Panitia Haji
Indonesia) dengan instrukturnya antara lain : M. Natsir, K.H. E.Z. Muttaqien, Dr. Rasyidi,
Osman Raliby, Zainal Abidin Ahmad dll. Alumni PHI yang pertama diantaranya Bang Imad,
A.M.Lutfi, Endang Saefudin Anshari (Alm), Ahmad Noe’man dll. Dari alumni PHI pertama
selanjutnya menyelenggarakan kegiatan training yang sama di masjid kampus seluruh
Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Mengingat luasnya wilayah
yang akan dijangkau oleh program ini, maka Bina Masjid Kampus ini menerapkan model
koordinator wilayah. Artinya pada setiap wilayah ditunjuk orang-orang yang memiliki
kapabilitas dan integritas untuk menjadi pusat informasi sekaligus sebagai penggerak
dakwah. Adapun wilayah yang terbentuk diantaranya Yogyakarta dikoordinasi oleh M.
Amien Rais, Kuntowijoyo, M.Mahyuddin; Bandung (Ahmad Sadili, Rudy Syarif
Sumadilaga, Yusuf Amir Faisal); Jakarta (M.Daud Ali, Nurhay Abdurrahman), Ujung
pandang/Makasar (Halidzi, Abdurahman Basala); Semarang (Kafiz Anwar cs). Dan wilayah
Bogor ditunjuk A.M. Saefudin, Abdul Qadir Jaelani. Para koordinator wilayah yang menjadi
penggerak dakwah ini umumnya adalah para dosen yang mengajar di kampus-kampus yang
menjadi basis dakwah seperti UGM Yogyakarta, IKIP dan ITB Bandung, UI dan IKIP
Jakarta, IPB Bogor, Universitas Hasanudin Makasar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pada tahun 1985, Dewan Dakwah membuat master plan pembangunan umat.
Hai ini mengingat bahwa Ali Moertopo membuat sebuah master plan pembangunan bangsa.
Master plan yang dibuat oleh Dewan Dakwah ini dirumuskan oleh tim dari alumni PHI yang
tersebar di berbagai wilayah seperti Yogya (Amien, Kunto, Yahya Muhaimin, M.Mahyudin);
Bandung (Yusuf Amier Faisal, Endang Saefudin Anshari); Jakarta (Ir. A.M. Lutfi,
M.Nursal, Husein Umar). Yang tidak diikutkan dalam tim perumus adalah A.M. Saefudin
(Bogor) dan Bang Imad (Bandung) karena terlalu “terbuka” dalam
berdakwah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Master Plan itu kemudian
dikenal Khittah Dakwah Islam Indonesia. Yang diantara ini mukadimahnya disampaikan
bahwa dakwah pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengubah seseorang, sekelompok
orang, atau suatu masyarakat, menuju keadaan yang lebih baik sesuai dengan peraturan
Allah dan tuntunan Rasul-Nya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;LMD, BKPMI dan Usrah ;
Nuansa Dakwah Lokal&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Program yang paling dikenal oleh
para Mahasiswa di seluruh Indonesia dari Bina Masjid Kampus adalah LMD (Latihan
Mujahid Dakwah) sejak tahun 1974 yang dipimpin oleh M. Imaduddin Abdurrahim – Bang
‘Imad, Sebuah pelatihan keisalaman yang dilaksanakan selama 3-5 hari yang bermula di
laksanakan di Masjid Salman ITB selanjutnya menyebar ke setiap kampus di Indonesia.
LMD bertujuan untuk mencetak kader-kader yang siap terjun dalam dakwah yang saat itu
dikenal dengan “Islamisasi Kampus”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Dr.Ir. Hermawan K.Dipojopo.M.Sc.EE (Ketua Umum Badan Pelaksana
Yayasan SALMAN) mengungkapkan pengalamannya masa mahasiswa ketika mengikuti
LMD ketiga yang sebagian besar ditangani oleh Bang ‘Imad beserta Drs. Miftah Faridl
(sekarang K.H. Dr. Miftah Faridl) : “ Hari pertama, yaitu acara pembukaan, saya terhenyak
dengan pernyataan Bang ‘Imad, &lt;i&gt;“ Nasi yang saudara makan itu berasal dari infaq
dan sedekah umat, dan saudara akan mempertanggungjawabkannya di akherat nanti. Oleh
karena itu, jika Saudara tidak sanggup, lebih baik segera mengundurkan diri saja secepatnya
dari kegiatan ini”&lt;/i&gt;. Kegiatan ini berlangsung lima hari dan diakhir acara setiap
peserta dibaiat untuk taat kepada Allah SWT dan Rosul-Nya serta berjanji untuk senantiasa
berusaha menegakan nilai-nilai ajaran Islam. Bagi mereka yang tidak bersedia dibaiat,
dipersilahkan mengundurkan diri . Agaknya pengalaman Bapak Dipo memberikan gambaran
bagaimana kuatnya sikap militansi Islam yang ditanamkan Bang ‘Imad terhadap para
mahasiswa peserta LMD yang dampaknya masih membekas pada setiap alumni LMD
khususnya yang masih komitmen terhadap perjuangan Islam.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Selain LMD yang dipimpin oleh Bang Imad, pada tahun 1976 di Bandung
juga di dirikan sebuah organisasi yang dinamai Badan Komunikasi Pemuda Masjid
Indonesia (BKPMI) oleh Toto Tasmara bersama K.H. E.Z. Muttaqien dan Toto Tasmara
terpilih sebagai ketua umumnya. Di tahun 1983 BKPMI mengsosialisasikan system
pembinaan usrah selain di Bandung juga di Surabaya dan Yogyakarta. Dalam
perkembangannya metode usrah sangat diminati oleh para aktivis pemuda Islam. BKPMI
cabang Yogyakarta bahkan lebih intensif dalam melakukan usrah hingga akhirnya keluar
dari rel organisatoris BKPMI. Bahkan sudah ditambahi bai’at sehingga menjadi sangat
eksklusif. Adapun kelompok lain yang menggunakan system usrah adalah kelompoknya
Irfan S. Awwas yang berkembang di tahun 1980-an di Jawa Tengah. Selanjutnya kelompok
usrah dicurigai oleh pihak keamanan terutama intelejen karena disinyalir mempunyai motif
politik yaitu akan mendirikan negara Islam , yang selanjutnya pihak keamanan bertindak
refresive dengan menangkap para aktivis yang tersangkut pengajian usrah baik di Bandung,
Yogyakarta dan kota-kota di Jawa Tengah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;PKS SEBUAH FENOMENA (Eksperimen “Metamorfosis” Dakwah
Kampus ke Dakwah Negara&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;PKS adalah salah satu realitas perjalanan bangsa Indonesia umumnya, Umat
Islam Khususnya dan bil khusus aktivis muda Islam yang harus diketahui asal usulnya
supaya kita bisa obyektif memahami dan menilainya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kehadiran PKS dalam kancah politik Indonesia cukup menghentakan banyak
kalangan di Indonesia maupun luar negeri, beragam tanggapan para pujangga politik ( nama
lain pengamat politik) atas keberhasilan PKS masuk pada 10 besar yang mengisi kursi-kursi
empuk senayan maka layaklah PKS menjadi salah satu kejadian FENOMENAL TAHUN
2004 untuk katagori Selebritis Politik selain INUL untuk Katagori Selebritis
Dangdut.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Dari Mana Metamorfosis PKS berawal?
&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Ustadz Anis Matta Lc (Sekjen PKS) memberikan rujukan
bahwa dalam diri PKS mengalir “ruh perjuangan” Al-Ikhwanul Muslimim (IM) dalam dua
dimensi yaitu IM sebagai inspirator ideologis dan IM sebagai Inspirator histories. Lalu
bagaimana kita memahaminya? Secara sederhana kami sedikit terbantu dengan sebuah buku
yang hadir pada bulan Mei 2004 : PARTAI KEADILAN SEJAHTERA : Ideologi dan
Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer Karya Aay Muhammad Furkon
yang diterbitkan oleh Teraju Mizan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Dalam buku ini Metamorfosis PKS terbagi pada tiga periode yaitu periode
pertama &lt;b&gt;1980 – 1990&lt;/b&gt; sebagai periode pembinaan diri dan keluarga,
kedua&lt;b&gt; 1990-1998&lt;/b&gt; sebagai periode pembinaan masyarakat (society) dan
ketiga &lt;b&gt;1998- sekarang &lt;/b&gt;sebagai periode pembinaan negara (state)
meskipun diakui pembagian periode ini tidak rigid. Dalam tulisan ini hendak kami
tampilkan embrio PKS pada kisaran 1980-1990 yang merupakan titik awal mengetahui
motiv dari tumbuhnya PKS sebagai Partai Dakwah. &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Bermula dari mulai menggeliatnya dakwah kampus di tahun 1980-an muncul
aktivis-aktivis dakwah kampus di UI, IKIP Bandung, ITB, UNPAD, UGM dll yang
menggugah kesadaran kaum muda untuk memahami islam dengan benar. Diantara geliat
dakwah tersebut muncul salah-satu yang nantinya menjadi salah seorang pendiri PK yaitu
Aus Hidayat Nur Mahasiswa UI Jurusan Sastra Arab alumni LMD (Latihan Mujahid
Dakwah) Masjid Salman yang dikomandani oleh Bang Imad. Aus merintis pengajian kecil di
kampus UI yang diberi nama &lt;i&gt;Tadabur&lt;/i&gt;. Meski training LMD sangat
membekas bagi dirinya, Aus menyadari bahwa untuk selanjutnya ia tidak mungkin
mengandalkan Salman, karena itu dirinya melakukan pencarian selanjutnya, dalam
pencariannya ia bertemu dengan Buya Malik Ahmad, atas bimbingan Buya, Aus gencar
melaksanakan dakwah kampus yang kelak suatu hari generasi mahasiswa angk 80-an ini
berperan dalam melahirkan PKS. Pengajian Tababur semakin semarak memasuki tahun 1983
yang selanjutnya dikenal dengan nama Halaqah, entah sebuah kebetulan atau sesuatu yang
terencana kelompok Halaqah ini mendapat bimbingan dari selain (almarhum) Buya Malik
Ahmad tetapi juga Ustadz H. Rahmat Abdullah dan Ustadz Hilmi.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Perkembangan kelompok tarbiyah ini bisa dikatakan sangat
cepat, tak sampai 10 tahun jaringannya sudah ada di hampir semua universitas di Indonesia
maupun kantor-kantor pemerintahan (Padahal seperti kita ketahui bahwa pada masa tahun
80-an adalah masa keemasan Ali Murtopo tink tank-nya Orde Baru yang sangat represif bagi
gerakan Islam di Indonesia, yang dalam salah satu buku al-Khaidar di katakan Politik Ali
Murtopo terhadap Umat islam dikenal dengan politik pancing dan jaring. Mungkin
kelompok Halaqah mengalami keberuntungan (&lt;i&gt;Lucky)&lt;/i&gt; dibanding
kelompok dakwah lainnya senantiasa kehabisan nafas untuk berajak dan
bergerak.&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Politik Islam, Dakwah dan
Negara&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Disharmoni antara politik Islam,
Dakwah dan Negara (Institusi politik) adalah realitas yang tak bisa disangkal, tak ada yang
linier apalagi sinergis antara ketiganya (Politik Islam, Dakwah dan Negara) baik dalam
tataran konsepsi maupun aksi. Ketiganya bisa berjalan sendiri-sendiri, bisa pula berjalan
paralel atau berjalan seri, bisa juga berjalan berhadap-hadapan politik Islam kontra dakwah,
dakwah kontra negara, negara kontra politik Islam bisa juga politik Islam dan dakwah
kontra negara, negara dan dakwah kontra politik Islam, atau negara dan politik Islam kontra
dakwah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tidak ajegnya hubungan politik
Islam, Dakwah dan Negara salah satu sebab yang telah disebutkan diatas adalah tidak adanya
“&lt;i&gt;Unity of command&lt;/i&gt;”, dan sebab lainnya karena corak Islam yang multi
interpretasi sebagai hasil dari perjalanan sejarah Islam dalam eskalasi global dunia maupun
lokal keindonesiaan. Ketidak ajegan juga dikarenakan tindakan musuh-musuh Islam baik
dengan metode persuasive, refresive maupun aksi militeristik yang terus-menerus berupaya
“memenjarakan” dan “membunuh” Islam dan Umat Islam sebagai sesuatu yang dianggap
tidak layak dan tidak pantas hidup di muka bumi.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Realitas kehidupan sebagai umat manusia yang diwajibkan oleh Allah swt untuk
berbakhti memenuhi kehendak Ilahi seakan ada di wilayah samar keadaan yang diliputi
hijab yang tumpang tindih dari gradasi hitam pekat, hitam, kehitam-hitaman sampai putih
kehitaman (meski tidak beranjak dari kenyataan “hitam”). Kebingungan, ketidak mengertian,
tak sadarkan diri sampai keadaan “mati suri” dialami oleh masyarakat (Islam) yang
heterogen dalam pemahaman, keyakinan sampai pengamalan. Sesuatu yang mestinya
tidaklah sedemikian parahnya seperti sekarang ini, keadaan umat yang “bergantung tak
bertali”. &lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Romantika Politik Islam Masa
Orde Baru&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Rejim Orde Baru yang dipimpin
Soeharto merupakan hasil dari “CPM &lt;i&gt;(Cudeta Politik Militer&lt;/i&gt;)” terhadap
Soekarno, telah membuat stempel sejarah dengan menjadikan dua tregedi sejarah yang
terjadi di masa Orde Lama yaitu berdirinya NII 1949 (-“pemberontakan DI/TII”) dan G 30
S/PKI 1965 sebagai &lt;i&gt;stempel negara &lt;/i&gt; untuk mengokohkan dan
mempertahankan kekuasaan sosio politiknya. Stigma yang dibuat secara sistemik menjadikan
“&lt;b&gt;ekstrim kanan&lt;/b&gt;” NII dan “&lt;b&gt;ekstrim kiri&lt;/b&gt;” PKI sebagai
monster yang membahayakan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara (Baca : Orde
baru).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;H. Hartono Mardjono S.H., (Alm)
menangkap fenomena unik yang terjadi pasca penumpasan G 30 S/PKI 1968-an dalam
kehidupan sosial politik bangsa Indonesia. Setidakanya ada tiga fenomena unik
diantaranya :&lt;/div&gt;&lt;ul style="text-align: justify;"&gt;&lt;li&gt;Pertama, ditengah-
tengah kehidupan sehari-hari gairah masyarakat untuk mempelajari dan mengamalkan Islam
memang luar biasa. Semua masjid penuh sesak pada setiap shalat Jum’at dan pada saat-saat
Shalat Taraweh dan Shalat Ied. Di kantor-kantor, gedung-gedung, sekolah-sekolah, kampus-
kampus maupun hotel diselenggarakan shalat Jum’at dan pengajian-pengajian, jumlah
jama’ah Haji terus meninggat.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Fenomena kedua, dikantor-kantor
pemerintah maupun perusahaan swasta dan kampus terjadi pembersihan terhadap sisa-sisa
yang tersangkut langsung maupun tidak dengan G30S/PKI terus
dilakukan.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Fenomena ketiga, adanya satu kekuatan yang sikap dan
tindakannya sangat tidak menyenangkan Islam serta selalu berupaya menyingkirkan Umat
Islam dari pemerintahan yang mengelilingi Soeharto sebagai pimpinan Orde Baru. Klik atau
kelompok kecil itu berada di bawah pimpinan Ali Moertopo, asisten pribadi bidang politik
pimpinan Orde Baru disamping menjadi pemimpin Operasi Khusus (Opsus), sebuah badan
ekstrakonstitusional yang melakukan operasi-operasi khusus dengan cara-cara intelejen.
Dalam prakteknya OPSUS merupakan invisible government yang dapat melakukan segala
macam tindakan, termasuk merekayasa kehidupan sosial politik sehingga peranannya sangat
besar dan ditakuti rakyat. &lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Sebenarnya telah terjadi dua fenomena yang kontradiktif. Disatu pihak, Islam
sangat diminati dalam kehidupan masyarakat, sekaligus dipelajari, dan diamalkan. Bahkan
potensi umatnya sangat diperlukan dalam menumpas pemberontakan PKI. Akan tetapi,
ibarat &lt;i&gt;anomaly&lt;/i&gt;, di dalam masalah politik hal itu menjadi lain sama sekali.
&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kuntowijoyo , menyatakan bahwa
hubungan antara Islam dan negara sebagian ajeg sebagian naik-turun. Menurutnya Kita
“terpaksa” membedakan agama (Islam) sebagai kekuatan politik dan Islam sebagai Ibadah.
Politik Islam demikian sudah dijalankan pada peralihan abad ke-20 oleh pemerintahan
Hindia Belanda atas anjuran C. Snouck Hurgroje (Baca H. Aqib Suminto, Politik Islam
Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985) “Islam Politik” ditekan, “Islam Ibadah” di angkat.
Hasilnya? Lahirnya SI (Syarekat Islam) pada tahun 1911 berkat mobilitas social kelas
menengah terpelajar dan usahawan yang menjadikan Islam sebagai Aqidah dan Ideologi.
&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sadar atau tidak rupanya Orde Baru
memakai politik islam &lt;i&gt;made in&lt;/i&gt; C. Snouck Hurgronje sepanjang 1970-
1990. Kepada “Islam Politik” Orde Baru hubungannya diwarnai kecurigaan, dan kepada
“Islam Ibadah” sepanjang tahun 1970 – 1990 menunjukan kenaikan terus menerus.
&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dr. Din Syamsudin melihat hubungan
“Islam Politik” dan pemerintahan Orde Baru diantaranya menyebutkan bahwa masa sepuluh
tahun pertama (1966-1976) merupakan “masa pengkondisian” dimana terjadi depolitisasi
terhadap kalangan Islam. Sepuluh tahun kedua (1976-1986) muncul apa yang disebut “masa
uji coba” yang meniscayakan kalangan Islam menerima Pancasila sebagai asas tunggal
dalam berbagai organisasi sosial politik .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Sementara R. William Liddle, Indonesianis asal Amerika, menyebutkan bahwa
akhir 1960-an sampai pertengahan tahun 1980-an merupakan masa yang sangat berat bagi
umat Islam, dalam posisinya sebagai kambing hitam tercetusnya berbagai peristiwa di
tingkat nasional. Namun sejak pertengahan 1980-an, kebijakan politik Orde Baru melalui
perlawanan yang bersifat manifes. Dalam hal ini, berkembang berbagai model koreksi dan
kontrol terhadap jalannya kekuasaan melalui cara-cara yang terbuka dan artikulasi terus-
terang.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Berbagai telaah tentang hubungan
umat Islam dengan pemerintahan Orde Baru ternyata bermuara pada kesimpulan yang sama,
yaitu diwarnai pasang surut. Responsifitas panggung politik Orde Baru terhadap Umat islam
secara umum yang berdampak pada gerakan dakwah Islam secara khusus mengalami 3 masa
peralihan.&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Marginalisasi Islam Dari
Panggung Politik Orde Baru (1968 – 1988)&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kuntowijoyo menuliskan tentang “Islam Politik” (istilah yang dipakai beliau
tentang Politik Islam) dimana mitos politik tentang pembangkangan Islam sangat terpateri
dalam kesadaran sejarah bangsa, yaitu sejak kerajaan-kerajaan tradisional (dengan “Kudeta”
para wali melahirkan Kerajaan Demak) Zaman Belanda dengan PerlawananGerakan Islam),
dan NKRI dengan (“DI/TII”) yang menyebabkan pengambil kebijakan Orde Baru bersikap
sangat kritis terhadap “Islam Politik”. Demikianlah sepanjang tahun 1970 –1988 kata-kata
“ekstrem kanan”, “NII”, “mendirikan Negara Islam”, “SARA” dan “Anti Pancasila” sangat
gencar dituduhkan pada “Islam Politik”. Berjatuhan korban-korban di Nusakambangan,
Cipinang, dan tempat-tempat lain.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kalangan umat Islam, khususnya keluarga besar eks-Masyumi merasa sangat
kecewa atas sikap dan kebijakan pemerintahan Orde Baru pada rentang tahun 70-an. Orde
Baru telah melarang kehadiran kembali Masyumi, sementara Ali Moertopo dan kawan-
kawan selaku invisible government melakukan rekayasa politik untuk mengubah status
Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) sebagai partai politik dengan
dukungan penuh ABRI dan birokrasi. Hal lain yang patut dicatat adalah adanya slogan atau
doktrin yang disiapkan Ali Moertopo Cs dan kemudian selalu didengung-dengungkan di
tengah masyarakat bahwa “Islam sangat membahayakan kelangsungan hidup Pancasila”,
bahwa “Politik No, Pembangunan Yes”, “Rakyat harus menjadi floating mass” serta bagi
pegawai negeri dan karyawan BUMN berlaku asas monoloyalitas mutlak kepada Golkar,
bukan kepada bangsa dan Negara”. &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Apa
yang terjadi di tahun 1980-an dalam rangkaian peristiwa politik Orde Baru, diantaranya yang
penting dicatat : &lt;/div&gt;&lt;ul style="text-align: justify;"&gt;&lt;li&gt;Tanggal 16
Agustus 1982, Presiden Soeharto dengan resmi mengemukakan gagasan “Asas Tunggal
Pancasila” di depan sidang pleno DPR RI yang kemudian tertuang dalam Tap II/MPR/1983,
tentang GBHN yang mengatur kehidupan sosio politk, yang menegaskan : “… demi
kelestarian dan pengamalan Pancasila, secara partai politik dan Golongan Karya harus
benar-benar menjadi kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila, sebagai satu-
satunya asas.”&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sementara itu Menteri Agama RI pada tanggal 6
November 1982 menyatakan “Wadah Musyawarah antar Umat Beragama” yang diakui oleh
pemerintah sebagai lembaga, terdiri dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) DGI (Dewan
Gereja Indonesia), MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia), PHDP (Parasida Hindhu
Dharma Pusat) dan WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia). Sementara majelis agama
dan organisasi kemaysrakatan mempunyai asas keyakinan menurut agama masing-masing
dengan tetap tidak mengabaikan penghayatan dan pengamalan Pancasila, sebab tujuan
mereka ialah “ &lt;i&gt;…Untuk membina umatnya masing-masing agar menjadi
pemeluk/pengikut agama yang taat, sekaligus warga negara yang
Pancasilais”.&lt;/i&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Selanjutnya Menteri Pemuda dan Olah Raga,
Abdul Gafur mendesak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bukan parpol untuk
merubah Anggaran Dasar Organisasinya dalam Kongres HMI di Medan, menjadikan
Pancasila sebagai asas.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Pemerintah Orde Baru mengajukan RUU tentang
Organisasi Kemasyarakatan yang menegaskan pasal 2 berbunyi : “Organisasi
kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Dan RUU tersebut
disahkan menjadi UU oleh DPR.&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Menarik untuk dicermati respon M. Natsir (alm) terhadap perkembangan politik
pemerintahan Orde Baru tahun 1980-an pada Panji Masyarakat No. 542 Juni 1987 beliau
menyatakan : &lt;i&gt;“ Dulu Islam dan Pancasila ibarat dua sejoli, “kerabat kerja” yang
bersama-sama tampil ke depan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup bermasyarakat
dan bernegara. Sementara itu zaman beredar, musim berganti. Sekarang (1980-an) kelihatan
duduk berdampingan saja tidak diperbolehkan lagi. Selanjutnya beliau menyatakan “ adapun
perspektif di zaman seterusnya banyak sekali tergantung kepada umat Islam sendiri. Kepada
kemampuannya memulihkan rasa-harga-diri, dan kualitas kegiatannya menghadapi ujian
masa. Tidak ada yang tetap dalam hidup –duniawi ini. Yang tetap hanya terus beredarnya
perubahan.&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Masa Orde Baru
yang akomodatif terhadap Islam (1988 – 1996)&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Bila Dasawarsa 1970-an dihiasi dengan adanya peristiwa Komando Jihad
(Komji), 1984 terjadi Peristiwa Tanjung Periok, tahun 1989 ada GPK Lampung. Pada tahun
1990-an istilah “Islam phobi” balik digunakan untuk orang-orang yang mencoba
mendeskriditkan Islam maka sejak itu menurut Kunto gugurlah mitos-mitos politik
pembangkangan Islam. Umat merasakan kembali hak sebagai warga negara penuh, umat
Islam bukan lagi Underdog.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Diawali pada
periode Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan diteruskan pada Kabinet Pembangunan
VI (1993-1998), kebijakan politik Mandataris MPR yang akomodatif terhadap Islam
memang dapat dilihat dan dirasakan. Islam dan umat tidak “lagi” dipinggirkan dan
disudutkan dari kekuasaan politik sehingga ajaran-ajarannya mulai dirasakan manfaatnya
bagi kepentingan pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia . Keadaan sosio politik
pasca 1988 berpengaruh pula terhadap adanya iklim kondusif bagi berkembangnya gerakan
dakwah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sikap akomodatif pemerintah
terhadap umat Islam diantaranya :&lt;/div&gt;&lt;ol style="text-align:
justify;"&gt;&lt;li&gt;Disetujuinya Inisiatif pemerintah yang mengajukan RUU Sistem
Pendidikan Nasional kepada DPR dan menjadi UU Sistem Diknas yang salah satu ketentuan
dalam UU tersebut tercantum adanya Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran wajib yang
harus diberikan kepada anak didik dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan
Tinggi.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Disyahkannya UU Peradilan Agama yang memuat bahwa bagi
mereka yang beragama Islam berlaku hokum Islam dalam masalah perkawinan, warisan,
waqaf, hibah dan sedekah.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Disyahkannya UU Perbankan tentang
keberadaan Bank Muamalat Indonesia dengan system Ekomoni Syari’at dan
diperbolehkannya berdirinya Bank-bank yang berdasarkan system ekonomi syari’at, maka
berdirilah Bank-bank Perkeriditan Syari’at (BPR Syariah).&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Penghapusan
larangan mengenakan Jilbab. Sebelum SU MPR 1988, sejak tahun 1978 di lingkungan
sekolah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daud Yusuf yang juga Direktur CSIS
melarang siswa Muslimah mengenakan Jilbab yang berdampak pada banyaknya korban yang
dikeluarkan oleh pihak sekolah. Kebijakan ini mendapat reaksi yang sangat keras dari Umat
Islam yang akhirnya larangan mengenakan jilbab di hapus oleh
pemerintah.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Penghapusan Judi SDSB seusai SU MPR
1988.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Berdirinya ICMI yang diketuai oleh Prof. Dr. Ing B.J. Habibie
yang juga selaku Menristek pada tahun 1990. Dengan hadirnya ICMI berdampak pada
akomodatif pemerintah terhadap umat Islam.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Dijadikannya IMTAK
(Iman dan Takwa) sebagai asas Pembangunan Nasional dalam GBHN 1993 yang merupakan
produk SU MPR 1993.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Melemahnya kekuasaan “RMS” (Radius, Mooi,
Sumarlin) pada Kabinet Pembangunan VI tahun 1993 dan digantikan perannya oleh Saleh
Afif dan Mar’ie Muhammad, serta banyak menteri baru dari ICMI, sehingga menguatnya
isu Islamisasi atau “penghijauan” di pemerintahan.&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Mendekatnya Soeharto ke Islam adalah realitas politik yang dihadapi
pada masa ini. Menurut sejumlah pengamat, bergesernya sikap politik Soeharto yang lebih
cenderung ke Islam memunculkan tiga kemungkinan.&lt;b&gt; Pertama&lt;/b&gt; adanya
kooptasi pemerintah terhadap umat Islam. Pemerintah sebagai subyek menjadikan umat
Islam sebagai obyek dan dimanfaatkan untuk tujuan politiknya.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;b&gt;Kedua&lt;/b&gt;, adanya akomodasi pemerintah
terhadap umat Islam. Pemerintah menyadari akan kekeliruannya di masa lalu. Sebagai
balasannya, pemerintah mengakomodasi kepentingan umat Islam dengan cara mendekati,
merangkul umat Islam dan memberikan tempa yang layak di dalam &lt;i&gt;inner circle
&lt;/i&gt;kekuasaan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;Ketiga&lt;/b&gt;, suatu bentuk integrasi umat ke pemerintah. Disini
posisi umat sebagai pihak yang pro-aktif terhadap pemerintah. Umat Islam sebagai subyek
melakukan integrasi ke dalam lingkar kekuasaan. Hal ini dapat juga dibaca sebagai
keberhasilan umat Islam membuat jaringan dakwah hingga menembus lapisan kekuasaan
tertinggi, yakni presiden .&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sulit untuk
melihat dari tiga kemungkinan itu mana yang benar karena sejarah politik Islam di Indonesia
tidak pernah terlepas dari idiom “pendorong mobil mogok” “habis manis sepah dibuang”
atau politik “NU (Nurut Udud)”.&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Periode
Pra Reformasi (1996 – 1998)&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ketika M.
Amien Rais di tahun 1996 menggelindingkan istilah “suksesi” kepemimpinan sebagai
&lt;i&gt;high politic&lt;/i&gt;, yang menentang arus dari kenyataan politik yang ada. Ada
semacam ketidaksiapan pergantian kepemimpinan nasional dalam hal ini jabatan presiden
yang telah 30 tahun di jabat oleh Soeharto, padahal pada saat itu Soeharto telah berusia 75
tahun sehingga adalah hal yang wajar untuk mempersiapkan siapa pengganti beliau. H.
Hartono Mardjono, S.H. menyebutkan bahwa masa tahun 1996-1998 adalah masa yang kritis
karena akan mengalami beberapa peristiwa diantaranya : (1) Sisa masa kepresidenan
periode 1993 – 1998, (2) Pemilihan Umum pada Mei 1997 dan (3) Sidang Umum MPR pada
Maret 1998.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Disaat situasi kondisi seperti
ini, timbul fenomena politik yang berkaitan dengan rasionalisasi dan proporsionalisasi dalam
penataan kehidupan politik, yaitu timbulnya perasaan tersingkirnya kalangan nasionalis
sekular dan Islamo phobi dari pusat-pusat kekuasaan. Dalam kepemimpinan ABRI misalnya
telah terjadi pergantian pemimpin dari “ABRI merah-putih” kepada “ABRI hijau”, di dalam
lembaga MPR/DPR tersebar isu bahwa elit politik sedang menjalankan kebijakan
“menghijau royo-royokan MPR/DPR”, terlebih dalam jajaran eksekutif sejak 2 kabinet
terakhir tahun 1988 – 1993 dan 1993 – 1998 menguatnya peran “orang-orang Habibie” atau
ICMI yang menggeser kelompok Islamo Phobi “RMS” (Radius, Moi, Sumarlin) yang di
awal pemerintahan Orde Baru kelompok ini (RMS) dan kekuatan militer “Dwi Fungsi
ABRI” yang dikendalikan oleh Jenderal L.B.Moerdani telah menciptakan stabilitas nasional
yang semu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ide “suksesi kepemimpinan”
yang disampaikan oleh Amien Rais dan selanjutnya di usung oleh gerakan mahasiswa yang
menjadi “lokomotif” reformasi seperti bola salju yang terus menggelinding ke segenap aspek
kehidupan – krisis moneter berlanjut ke krisis ekonomi, krisis politik akhirnya berdampak
krisis multidimensional yang pada akhirnya membuahkan jatuhnya kekuasaan Orde Baru
(Soeharto) Mei 1998. &lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;“Kebingungan”
Politik Islam Masa Reformasi&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Belum habis
periode “bulan madu” akomodatif kalangan “Islam Politik” oleh negara (Orde Baru) yang
berlangsung sejak akhir tahun 1980-an atau awal tahun 1990-an, tiba-tiba saja situasi politik
berubah menjadi sangat membingungkan dengan jatuhnya Soeharto pada 21 Mei 1998.
Soeharto, yang pada awalnya dipahami oleh kalangan Islam Politik sebagai “pintu”,
“instrument”, bahkan “patron” dalam upaya memperbesar akomodasi dan representasi
politik Islam, tiba-tiba diposisikan sebagai musuh bersama publik, bahkan oleh sebagian
besar kalangan Islam sekalipun. Sementara B.J. Habibie (yang untuk sebagian kalangan
dipahami sebagai simbol Islam) , sebagai pengganti Soeharto dalam pemerintahan transisi
belum siap sepenuhnya menjadi penguasa baru, secara tiba-tiba mesti dipaksakan menjadi
“pintu”, “intrument”, atau “patron” baru , Habibie menurut pandangan Ahmad Syafii Maarif
seorang yang baik, tetapi datang pada waktu yang salah (&lt;i&gt;a right man on the wrong
time&lt;/i&gt;).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Eep Saefulloh Fatah
menilai bahwa partisipasi politik umat Islam masa reformasi berangkat dari kebingungan
terhadap peran dan aksi apa yang harus diambil sehingga terjadi “kekeliruan politik kalangan
Islam” yang sebetulnya bukan sebagai kekeliruan baru tetapi kekeliruan lama yang
berulang, akibatnya kalangan Islam tetap “Gapol”-Gagap politik. &lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Ada duapuluh lima kekeliruan politik kalangan Islam menurut
Eep diantaranya :&lt;/div&gt;&lt;ol style="text-align: justify;"&gt;&lt;li&gt;Senang
membuat kerumunan, tidak rajin menggalang barisan&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Suka marah, tidak
suka melakukan perlawanan&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Reaktif, bukan
proaktif&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Suka terpesona oleh keaktoran, bukan oleh wacana atau isme
yang dimiliki/diproduksi sang aktor.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sibuk berurusan dengan kulit, tidak
peka mengurusi isi.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Gemar membuat organisasi, kurang mampu membuat
jaringan.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Cenderung memahami segala sesuatu secara simplistic, kurang
suka dengan kerumitan-kecanggihan padahal inilah adanya segala sesuatu
itu.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sering berpikir linier tentang sejarah, kurang suka bersusah-susah
memahami sejarah dengan rumus dialetika atau sinergis.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Enggan melihat
diri sebagai tumpuan perubahan, sebaliknya cenderung berharap, perubahan dari atas/para
pemimpin.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang membuat program, kurang mampu membuat
agenda.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Cenderung memahami dan menjalani segala sesuatu secara
parsial, tidak secara integral (kaffah).&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang bergumul dengan soal-soal
jangka pendek, kurang telaten mengurusi agenda jangka panjang.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Terus-
menerus “menyerang musuh” di markas besarnya, abai pada prioritas pertama “menyerang
musuh” pada gudang amunisinya.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Kerap menjadikan politik sebagai
tujuan, bukan sebagai alat.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang mengandalkan dan memobilisasi
orang banyak atau massa untuk segala sesuatu, abai pada fakta bahwa perubahan besar
dalam sejarah selalu digarap pertama-tama oleh creative minority
.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang berpikir bagaimana memakmurkan masjid, kurang giat dan
serius berpikir bagaimana memakmurkan jamaah mesjid.&lt;/li&gt;&lt;li&gt; Senang
menghapalkan tujuan sambil mengabaikan pentingnya metode, tidak berusaha memahami
dengan baik tujuan itu sambil terus menerus mengasah metode.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang
merebut masa depan dengan meninggalkan hari ini atau merebut hari ini tanpa kerangka
masa depan, bukannya merebut masa depan dengan mencoba merebut hari
ini.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sangat pandai membongkar-bongkar, kurang pandai membongkar
pasang&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sangat cepat dan gegabah merumuskan musuh baru (dan lama),
sangat lamban dan enggan merangkul kawan baru.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Gegap gempita di
wilayah ritual, senyap di wilayah politik dan sosial.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Selalu ingin cepat
meraih hasil, melupakan keharusan untuk bersabar.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Senang menawarkan
program revolusioner tapi abai membangun struktur revolusi.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Selalu
berusaha membuat politik hitam putih, bukan penuh warna tak terhingga,
dan&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Sangat pandai melihat kesalahan pada orang lain, kurang suka
melakukan intropeksi .&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;h3 style="text-align: justify;"&gt;Referensi
&lt;/h3&gt;&lt;div&gt; &lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;• Aay Muhamad
Furkon, (2004), Partai Keadilan Sejahtera, Teraju-Mizan, Bandung.&lt;br /&gt;• Abul A’la
Al-Maududi, (1995), Hukum dan Konsistensi Sistem Politik Islam, Mizan,
Bandung.&lt;br /&gt;• Abdul Rashid Moten, (2001), Ilmu Politik Islam, Pustaka,
Bandung.&lt;br /&gt;• Adeng Muchtar Ghazali, Drs., M.Ag., (2004), Perjalanan Politik Umat
Islam, Pustaka Setia, Bandung.&lt;br /&gt;• Ahmad Suhelmi, M.A., (1999), Pemikiran
Politik Barat, Darul Falah, Jakarta.&lt;br /&gt;• Ali Zainal Abidin, (2004), Identitas Mazhab
Syiah, Ilya, Jakarta.&lt;br /&gt;• Anders Uhlin (1998), Oposisi Berserak, Mizan,
Bandung.&lt;br /&gt;• A.P.E. Korver, (1985), Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, Grafitipres,
Jakarta.&lt;br /&gt;• Aqib Suminto, H., (1985), Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES,
Jakarta.&lt;br /&gt;• Bahtiar Effendy, (2000), Repolitisasi Islam; Pernahkan Islam Berhenti
Berpolitik, Mizan, Bandung.&lt;br /&gt;• Dale F. Eickelman dan James Piscatori, (1998),
Ekspresi Politik Muslim, Mizan, Bandung.&lt;br /&gt;• Din Syamsudin, (2001), Islam dan
Politik Era Orde Baru, Logos, Jakarta.&lt;br /&gt;• Endang Saifuddin Anshari, H., M.A.,
(1986), Piagam Jakarta, Rajawali Press, Jakarta.&lt;br /&gt;• Enung Asmaya, (2003), Aa
Gym Dai Sejuk Dalam Masyarakat Majemuk, Hikmah, Bandung.&lt;br /&gt;• Fathi Yakan,
Dr., (2003), Menuju Bersatunya Islam Internasional, Iqra Insan Press, Jakarta.&lt;br /&gt;•
G.J. Renier, (1997), Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.&lt;br /&gt;• Hartono Ahmad Jaiz, (2002), Aliran dan Pemahaman Sesat di
Indonesia, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.&lt;br /&gt;• Hartono Mardjono, H., SH., (1996),
Politik Indonesia (1996-2003), Gema Insani Press, Jakarta.&lt;br /&gt;• Hendra Gunawan,
SS.,(2000), M. Natsir &amp;amp; Darul Islam: Studi Kasus Aceh dan Sulawesi Selatan
Tahun 1953-1958, Media Dakwah, Jakarta.&lt;br /&gt;• H.O.S Tjokroaminoto, (2003), Islam
dan Sosialisme, Tride, Jakarta.&lt;br /&gt;• Holk H.Dengel, (1995), Darul Islam dan
Kartosuwirjo, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.&lt;br /&gt;• Imam Munawwir, (1985),
Mengapa Umat Islam Dilanda Perpecahan, Pustaka Nasional, Singapura.&lt;br /&gt;• Ilham
Gunawan, Drs., dan Frans B.S. Drs., (2003), Kamus Politik Dalam &amp;amp; Luar Negeri,
Restu Agung, Jakarta.&lt;br /&gt;• Jimly Asshiddiqie, Prof., Dr., S.H., (ed.) (2002), Bang
‘Imad Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, Gema Insani Press.&lt;br /&gt;• Kamaruzzaman
Bustaman-Ahmad, (2004), Wajah Baru Islam di Indonesia, UII Press, Yogyakarta.&lt;br
/&gt;• Kuntowijoyo, (1999), Identitas Politik Umat Islam, Mizan, Bandung&lt;br /&gt;•
Lathiful Khuluq, (2002), Strategi Belanda Melumpuhkan Islam, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.&lt;br /&gt;• Miftah Faridl, DR., (2003), Islam Dalam Berbagai Aspeknya,
Pustaka, Bandung.&lt;br /&gt;• Miriam Budiardjo, Prof., (1998), Dasar-Dasar Ilmu Politik,
Gramedia, Jakarta.&lt;br /&gt;• Muhammad ‘Imaduddin’ Abdulrahim, PH.D., (1999), Islam
Sistem Nilai Terpadu, Pustaka, Bandung.&lt;br /&gt;• M.A. Gani, Drs., MA., (1984), Cita
Dasar Pola Perjuangan Syarikat Islam, Bulan Bintang, Jakarta.&lt;br /&gt;• M. Natsir (2001),
Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam, Media Dakwah, Jakarta.&lt;br /&gt;• M.
Masyrur Amin, (1995), HOS Tjokroaminoto Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangan,
Cokroaminoto University Press, Yogyakarta.&lt;br /&gt;• Muhammad ‘Abbas, Dr., (2004),
Bukan Tapi Perang Terhadap Islam, Al-Qowam, Solo.&lt;br /&gt;• Rusadi Kantaprawira,
(1988), Sistem Politik Indonesia, Sinar Baru, Bandung.&lt;br /&gt;• Roger Eatwell dan
Anthony Wright (ed.), (2004), Penerbit Jendela, Yogyakarta.&lt;br /&gt;• Syukriadi Sambas,
Drs. H., M.Si., (1999), Filsafat Dakwah, KP Hadid, Bandung.&lt;br /&gt;• Thohir Abdullah
Al-Kaff, K.H., dkk, (2002), Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI, Jakarta.&lt;br /&gt;• Yudi
Latif, (1999), Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan, Mizan, Bandung.&lt;br /&gt;•
Zainal Abidin Ahmad, H., (2001), Membangun Negara Islam, Iqra Pustaka,
Yogyakarta.&lt;br /&gt;• —- Hidayatullah, Edisi Khusus 01/TH XIV, Mei 200, “ Dakwah
Menerobos Zaman Baru”.&lt;br /&gt;• —- Hidayatullah, Edisi 02/XVI/Juni 2004, “Cegah
Pemimpin Jadi Berhala”.&lt;br /&gt;• —- Ulumul Qur’an, Nomor 3. Vol V Th 1994, “ Studi
Islam di Timur atau Barat”&lt;br /&gt;• —- Ulumul Qur’an, Nomor 3. Vol VI Th 1995, “ 25
Tahun Pembaharuan Pemikiran Islam”&lt;br /&gt;• —- Ulumul Qur’an, Vol. IV No. 2 Th
1993&lt;br /&gt;• —- Sabili, Edisi Khusus Juli 2004, “Islam Kawan atau
Lawan”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;i&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2009/12/17/romantika-politik-islam-masa-orde-
baru/"&gt;&lt;b&gt;&lt;br /&gt;&lt;/b&gt;&lt;/a&gt;&lt;/i&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/referensi"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
6953709283191559986?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/6953709283191559986/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/benang-kusut-gerakan-dakwah-
di.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/695370928319155
9986'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/695370928319155
9986'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/benang-kusut-gerakan-dakwah-di.html'
title='Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
5960833717298184292</id><published>2010-10-17T00:24:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-17T00:24:35.938-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title type='text'>Islam
Pesisiran dan Islam Pedalaman</title><content
type='html'>&lt;b&gt;Pendahuluan&lt;/b&gt;&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/01/why-are-sunsets-red.jpg"&gt;&lt;img
alt="" class="alignleft size-medium wp-image-2767" height="276"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/01/why-are-sunsets-red.jpg?
w=300&amp;amp;h=276" title="why-are-sunsets-red" width="300" /&gt;&lt;/a&gt;Islam
pesisir dan Islam pedalaman memang pernah memiliki konflik yang keras terutama di masa
awal Islamisasi Jawa, yaitu ketika pusat kerajaan Demak di pesisir kemudian beralih ke
pusat kerajaan Pajang di pedalaman. Ketika Aryo Penangsang yang didukung oleh Sunan
Kudus kalah melawan Pangeran Hadiwijaya yang didukung oleh Sunan Kalijaga, maka
mulai saat itulah sesungguhnya terjadi rivalitas pesisiran-pedalaman. Namun seiring dengan
perubahan sosial-budaya-politik, maka varian Islam pesisiran dan Islam pedalaman pun
bergeser sedemikian rupa. Perubahan itu terjadi karena factor politik yang sering menjadi
variabel penting dalam urusan rivalitas tidak lagi dominan dalam wacana dan praktik
kehidupan masyarakat.&lt;span id="more-2764"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;Islam
pesisiran sering diidentifikasi lebih puris ketimbang Islam pedalaman. Gambaran ini tidak
sepenuhnya benar, mengingat bahwa di Indonesia –khususnya Jawa—varian-varian Islam itu
dapat dilihat sebagai realitas sosial yang memang unik. Sehingga ketika seseorang berbicara
tentang Islam pesisir pun tetap ada varian-varian Islam yang senyatanya menggambarkan
adanya fenomena bahwa Islam ketika berada di tangan masyarakat adalah Islam yang sudah
mengalami humanisasi sesuai dengan kemampuannya untuk menafsirkan Islam. Demikian
pula ketika berbicara tentang Islam pedalaman, hakikatnya juga terdapat varian-varian yang
menggambarkan bahwa ketika Islam berada di pemahaman masyarakat maka juga akan
terdapat varian-varian sesuai dengan kadar paham masyarakat tentang Islam.&lt;br
/&gt;Sesungguhnya, varian-varian Islam itulah yang menjadikan kajian tentang Islam
Nusantara –khususnya Jawa—menjadi menarik tidak hanya dari perspektif politik saja tetapi
juga sosiologis-antropologis. Tak ayal lagi, maka kajian tentang Islam Jawa juga
memperoleh tempat yang sangat penting dalam dunia kajian ilmiah.&lt;br /&gt;Karya-karya
tentang Islam Jawa terus bermunculan, terutama dalam perspektif sosiologis-antropologis.
Semenjak Geertz melakukan kajian tentang &lt;i&gt;The Religion of Java&lt;/i&gt;, maka
kajian terus berlanjut, baik yang bersetuju dengannya ataukah yang menolaknya. Tulisan ini
secara sengaja mengambil titik tolak kajian Geertz yang&amp;nbsp; disebabkan oleh konsep
trikhotominya ternyata &amp;nbsp;memantik banyak perdebatan tentang Islam Indonesia.
Terlepas dari&amp;nbsp; kelebihan atau kelemahan konsepsi Geertz, namun perlu
digarisbawahi bahwa konsepsi Geertz tentang Islam Jawa banyak menjadi sumber inspirasi
untuk kajian Islam Indonesia.&lt;br /&gt;&lt;b&gt;Perdebatan Konseptual Islam
Indonesia&lt;/b&gt;&lt;br /&gt;Kajian &amp;nbsp;Islam dan masyarakat telah banyak
dilakukan semenjak tahun 1950an. Berbagai &amp;nbsp;karya monumental pun telah
banyak dihasilkan, misalnya Clifford Geertz, &amp;nbsp;“&lt;i&gt;The Javanese
Religion&lt;/i&gt;”. Konsep yang dihasilkan dari kajian ini adalah penggolongan sosial
budaya berdasarkan aliran ideologi. Konsep aliran inilah kemudian hampir seluruh
pengkajian tentang masyarakat dan penggolongan sosial, budaya, ekonomi dan bahkan
politik.. Pada masyarakat Jawa, aliran ideologi berbasis pada keyakinan keagamaan.
Abangan adalah mewakili tipe masyarakat pertanian perdesaan dengan segala atribut
keyakinan ritual dan interaksi-interaksi tradisional yang dibangun diatas pola bagi
tindakannya. Salah satu yang mengedepan dari konsepsi Geertz adalah pandangannya
tentang dinamika hubungann antara islam dan masyarakat Jawa yang sinkretik. Sinkretisitas
tersebut nampak dalam pola dari tindakan orang Jawa yang cenderung tidak hanya percaya
terhadap, hal-hal gaib dengan seperangkat ritual-ritualnya, akan tetapi juga pandangannya
bahwa alam diatur sesuai dengan hukum-hukumnya dengan manusia selalu terlibat di
dalamnya. Hukum-hukum itu yang disebut sebagai numerologi. Melalui numerologi inilah
manusia melakukan serangkaian tindakan yang tidak boleh bertentangan dengannya. Hampir
seluruh kehidupan orang Jawa disetting berdasarkan hitungan-hitungan yang diyakini
keabsahannya. Kebahagiaan atau ketidakbahagian hidup di dunia ditentukan oleh benar atau
tidaknnya pedoman tersebut dilakukan dalam kehidupan. Penggunaan numerologi yang khas
Jawa itu menyebabkan adanya asumsi bahwa orang jawa tidak dengan segenap fisik dan
batinnya ketika memeluk Islam sebagai agamanya. Di sinilah awal mula “perselingkuhan”
antara dua keyakinan: Islam dan budaya Jawa.&lt;br /&gt;Dari sekian banyak Indonesianis,
maka Clifford Geertz adalah orang yang memiliki sumbangan luar biasa dalam kajian
masyarakat Indonesia. Berkat kajian-kajian yang dilakukan maka Indonesia bisa menjadi
lahan amat penting bagi studi-studi sosiologis-antropologis yang mengdepan. Berkat
sumbangan akademisnya itulah maka Geertz dianggap oleh banyak kalangan sebagai
pembuka jendela kajian Indonesia. Geertz adalah sosok luar biasa yang dapat melakukan
modifikasi konseptual. Melalui kemampuan modifikasinya itu, ia menemukan hubungan
antara sistem simbol, sistem nilai dan sistem evaluasi. Ia dapat menyatukan konsepsi kaum
kognitifisme yang beranggapan bahwa kebudayaan adalah sistem kognitif, sistem makna dan
sistem budaya, maka agar tindakan bisa dipahami oleh orang lain, maka harus ada suatu
konsep lain yang menghubungkan antara sistem makna dan sistem nilai, yaitu sistem simbol.
Sistem makna dan sistem nilai tentu saja tidak bisa dipahami oleh orang lain, karena sangat
individual. Untuk itu maka harus ada sebuah sistem yang dapat mengkomunikasikan
hubungan keduanya, yaitu sistem simbol. Melalui sistem simbol itulah sistem makna dan
sistem kognitif yang tersembunyi dapat dikomunikasikan dan kemudian dipahami oleh orang
lain.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn1"&gt;[1]&lt;/a&gt; Geertz adalah ilmuwan yang memiliki minat kajian
yang sangat variatif. Ia tidak hanya mengkaji persoalan agama dan masyarakat dalam
perspektif sosiologis atau antropologis, tetapi juga mengkaji sejarah sosial melalui kajiannya
tentang perubahan sosial di dua kota di indonesia. Ia juga mengkaji masalah ekonomi.
Melalui kajiannya tentang ekonomi masyarakat pedesaan Jawa, ia menghasilkan teori yang
hingga dewasa ini masih diperbincangkan, yaitu teori involusi.&lt;br /&gt;Salah satu
kehebatan sebuah karya adalah jika karya itu dibicarakan dan dijadikan sebagai bahan
rujukan berbagai karya yang datang berikutnya. Salah satu karya yang banyak mendapatkan
sorotan itu adalah karya Geertz tentang konsep agama Jawa tersebut. Kajian Geertz
memantik berbagai reaksi, baik yang pro maupun yang kontra. Di antara yang menolak
konsepsi Geertz adalah Harsya Bachtiar, ahli sejarah sosial, yang mencoba mengkontraskan
konsepsi Geertz dengan realitas sosial. Di antara konsepsi yang ditolaknya adalah mengenai
abangan sebagai kategori ketaatan beragama. &lt;i&gt;Abangan &lt;/i&gt;adalah lawan dari
&lt;i&gt;mutihan&lt;/i&gt;, sebagai kategori ketaatan beragama dan bukan klasifikasi sosial.
Demikian pula konsep &lt;i&gt;priyayi&lt;/i&gt; juga berlawanan dengan &lt;i&gt;wong
cilik &lt;/i&gt;dalam penggolongan sosial. Jadi, terdapat kekacauan dalam penggolongan
abangan, santri dan priyayi.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftn2"&gt;[2]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Namun demikian,
anehnya konsepsi Geertz tersebut hingga sekarang menjadi acuan utama dalam berbagai
kajian tentang Islam dan masyarakat di Indonesia. Di antara kajian yang menolak konsepsi
Geertz adalah Mark R. Woodward dalam tulisannya yang bertopik “&lt;i&gt;Islam in Java:
Normative Piety and Mysticism&amp;nbsp; in the Sultanate of Jogyakarta,”&lt;/i&gt; 1985
dan telah diterjemahkan ke dalam edisi Indonesia dengan topik “Islam Jawa: Kesalehan
versus Kebatinan Jawa”, 2001. Karya ini merupakan sanggahan terhadap konsepsi Geertz
bahwa Islam Jawa adalah Islam sinkretik yang merupakan campuran antara Islam, Hindu
Budha dan Animisme. Dalam kajiannya tentang Islam di pusat kerajaan yang dianggap
paling sinkretik dalam belantara keberagamaan (keislaman) ternyata justru tidak ditemui
unsur sinkretisme atau pengaruh ajaran Hindu Budha di dalamnya. Melalui kajian secara
mendalam terhadap agama-agama di Hindu di India, yang dimaksudkan sebagai kacamata
untuk melihat Islam di Jawa yang dikenal sebagai paduan antara Hindu, Islam dan keyakinan
lokal, maka ternyata tidak ditemui unsur tersebut didalam tradisi keagamaan Islam di Jawa,
padahal yang dikaji adalah Islam yang dianggap paling lokal, yaitu Islam di pusat kerajaan,
Jogyakarta. Melalui konsep aksiomatika struktural, maka diperoleh gambaran bahwa Islam
Jawa adalah Islam juga, hanya saja Islam yang berada di dalam konteksnya. Islam
sebagaimana di tempat lain yang sudah bersentuhan dengan tradisi dan konteksnya. Islam
Persia, Islam Maroko, Islam Malaysia, Islam Mesir dan sebagainya adalah contoh mengenai
Islam hasil bentukan antara Islam yang genuin Arab dengan kenyataan-kenyataan sosial di
dalam konteksnya. Memang harus diakui bahwa tidak ada ajaran agama yang turun di dunia
ini dalam konteks vakum budaya. Itulah sebabnya, ketika islam datang ke lokus ini, maka
mau tidak mau juga harus bersentuhan dengan budaya lokal yang telah menjadi seperangkat
pengetahuan bagi penduduk setempat.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn3"&gt;[3]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Woodward memperoleh banyak dukungan,
misalnya dari Muhaimin,&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftn4"&gt;[4]&lt;/a&gt; yang mengkaji Islam dalam
konteks lokal. Dalam kajiannya terhadap Islam di Cirebon melalui pendekatan alternatif,
ditemukan bahwa Islam di Cirebon adalah Islam yang bernuansa khas. Bukan Islam Timur
Tengah yang genuin, tetapi Islam yang sudah bersentuhan dengan konteks lokalitasnya.
Islam di Cirebon adalah Islam yang melakukan akomodasi dengan tradisi-tradisi lokal,
seperti keyakinan numerologi atau hari-hari baik untuk melakukan aktivitas baik ritual
maupun non ritual, meyakini tentang makhluk-makhluk halus, serta berbagai ritual yang
telah memperoleh sentuhan ajaran Islam. Ada proses tarik menarik bukan dalam bentuknya
saling mengalahkan atau menafikan, tetapi adalah proses saling memberi dalam koridor
saling menerima yang dianggap sesuai. Islam tidak menghilangkan tradisi lokal selama
tradisi tersebut tidak bertentangan dengan Islam murni, akan tetapi Islam juga tidak
membabat habis tradisi-tradisi lokal yang masih memiliki relevansi dengan tradisi besar
Islam (&lt;i&gt;Islamic great tradition&lt;/i&gt;).&lt;br /&gt;Kajian yang dilakukan oleh
Bartholomew,&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-
islam-pedalaman/#_ftn5"&gt;[5]&lt;/a&gt; tentang Islam di Lombok Timur yang
dipresentasikan melalui jamaah masjid Al Jibril dan masjid Al-Nur, ternyata juga
menggambarkan bagaimana respon sosial jamaah masjid terhadap Islam yang berasal dari
tradisi besar tersebut. Pada masyarakat sasak yang semula bertradisi lokal yang dipengaruhi
oleh tradisi-tradisi Hindu, Budha dan animisme, ketika Islam datang kepadanya maka
direspon dengan cara yang berbeda meskipun berada dalam konteks lokalitasnya masing-
masing. Jamaah masjid Jibril yang dalam kehidupan sehari-harinya kental dengan tradisi
Islam yang bersentuhan dengan tradisi lokal dan jamaah masjid Al-Nur yang bertradisi lebih
puris, namun demikian tidak menimbulkan polarisasi hubungan keduanya. Mereka menerima
perbedaan itu bukan dalam kerangka untuk saling berkonflik, akan tetapi dapat mewujudkan
kesinambungan dalam dinamika hubungan yang harmonis. Masyarakat Sasak menerima
perbedaan dalam konteks &lt;i&gt;agree in disagreement.&lt;/i&gt; Itulah yang kemudian
dikonsepsikan sebagai kearifan sosial masyarakat Sasak.&lt;br /&gt;Tulisan Nur Syam,&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn6"&gt;[6]&lt;/a&gt; yang mengkaji Islam pesisir melalui tinjauan teori
konstruksi sosial, diperoleh gambaran bahwa Islam pesisir yang sering ditipologikan sebagai
islam murni, karena bersentuhan pertama kali dengan tradisi besar Islam, ternyata adalah
Islam yang kolaboratif, yaitu corak hubungan antara islam dengan budaya lokal yang
bercorak inkulturatif sebagai hasil konstruksi bersama antara agen (elit-elit lokal) dengan
masyarakat dalam sebuah proses dialektika yang terjadi secara terus menerus. Ciri-ciri Islam
kolaboratif adalah bangunan Islam yang bercorak khas, mengadopsi unsur lokal yang tidak
bertentangan dengan Islam dan menguatkan ajaran islam melalui proses transformasi secara
terus menerus dengan melegitimasinya berdasarkan atas teks-teks Islam yang dipahami atas
dasar interpretasi elit-elit lokal. Islam yang bernuansa lokalitas tersebut hadir&amp;nbsp;
melalui tafsiran agen-agen sosial yang secara aktif berkolaborasi dengan masyarakat luas
dalam kerangka mewujudkan islam yang bercorak khas, yaitu Islam yang begitu menghargai
terhadap tradisi-tradisi yang dianggapnya absah seperti ziarah kubur suci, menghormati
terhadap masjid suci dan sumur-sumur suci. Medan budaya tersebut dikaitkan dengan kreasi
para wali atau penyebar Islam awal di Jawa. Motif untuk melakukan tindakan tersebut adalah
untuk memperoleh berkah. Melalui bagan konseptual &lt;i&gt;in order to motif&lt;/i&gt;
atau untuk memperoleh berkah, ternyata juga penting dilihat dari bagan konseptual
&lt;i&gt;because motive&lt;/i&gt; atau orang pergi ke tempat keramat adalah disebabkan
oleh keyakinan bahwa medan-medan budaya tersebut mengandung sakralitas, mistis dan
magis. Namun demikian, keduanya tidak cukup untuk menganalisis tindakan itu, maka
diperlukan bagan konseptual &lt;i&gt;pragmatic motive&lt;/i&gt; yaitu orang pergi ke
medan budaya disebabkan oleh adanya motif pragmatis atau kepentingan yang mendasar di
dalam kehidupannya.&lt;br /&gt;Tulisan yang bernada membela terhadap Geertz juga
banyak. Di antaranya adalah tulisan Beatty.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn7"&gt;[7]&lt;/a&gt; Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan bahwa
Islam Jawa hakikatnya adalah Islam sinkretik atau paduan antara Islam, Hindu/Budha dan
kepercayaan animistik. Melalui pendekatan multivokalitas dinyatakan bahwa Islam Jawa
sungguh-sungguh merupakan Islam sinkretik. Corak Islam Jawa merupakan pemaduan dari
berbagai unsur yang telah menyatu sehingga tidak bisa lagi dikenali sebagai Islam.
Kenyataannya Islam hanya di luarnya saja, akan tetapi intinya adalah keyakinan-keyakinan
lokal. Melalui tulisannya yang bertopik “Adam and Eva and Vishnu: Syncretism in the
Javanese Slametan” digambarkan bahwa inti agama Jawa ialah slametan yang di dalamnya
terlihat inti dari ritual tersebut adalah keyakinan-keyakinan lokal hasil sinkresi antara Islam,
Hindu/Budha dan animisme.&lt;br /&gt;Meskipun menemukan konsep baru dalam jajaran
kajian agama-agama lokal, yaitu bagan konseptual “lokalitas”, tetapi Mulder&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn8"&gt;[8]&lt;/a&gt; tetap dapat dikategorikan sebagai kajian hubungan
antara Islam dan masyarakat dalam konteks sinkretisme. Ketidaksetujuan Mulder terhadap
Geertz, sesungguhnya merupakan perbedaan pandangan tentang Islam, Hindu/Budha dan
animisme itu bercorak paduan di antara ketiganya ataukah yang lain. Mulder sampai pada
kesimpulan bahwa hubungan itu bercorak menerima yang relevan dan menolak yang tidak
relevan. Ternyata yang dominan menyaring setiap tradisi baru yang masuk itu adalah unsur
lokal. Jadi ketika Islam masuk ke wilayah kebudayaan Jawa, maka yang disaring adalah
Islam. Ajaran Islam yang cocok akan diserap untuk menjadi bagian dari tradisi lokal
sedangkan yang tidak cocok akan dibuang. Itulah sebabnya Islam di Jawa hanya kulitnya
saja tetapi intinya adalah tradisi lokal tersebut. Kajian-kajian ini menggambarkan tentang
bagaimana cara pandang sarjana Barat tentang Islam di Indonesia, yang digambarkannya
sebagai Islam nominal, yaitu Islam yang hanya di dalam pengakuan dan bukan masuk ke
dalam keyakinan dan penghayatan.&lt;br /&gt;Tulisan lain yang juga menganggap Islam dan
masyarakat hanyalah nominal juga dijumpai dalam tulisan Budiwanti.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn9"&gt;[9]&lt;/a&gt; Meskipun bercorak kajian kualitatif, tetapi melalui
pendekatan fungsionalisme alternatif ditemui bahwa Islam sasak sesungguhnya Islam juga
hanya dalam coraknya yang khas yang lebih banyak mengadopsi unsur luar Islam yaitu
tardisi-tradisi dan keyakinan-keyakinan lokal, sedangkan ajaran Islam hanyalah dijadikan
sebagai pigura saja. Islam ini adalah Islam yang benar-benar berbeda dengan Islam Timur
Tengah. Jika Islam lainnya menekankan pada unsur keyakinan, ritual&amp;nbsp; dan etika
Islam, maka di sini hanya ditekankan pada dimensi yang sangat luar dari Islam, yaitu ritual
yang sangat elementer, &lt;i&gt;Islam Wetu Telu&lt;/i&gt;. Di tengah arus islamisasi yang
terus berlangsung tersebut, maka memunculkan tekanan dari &lt;i&gt;Islam Wetu
Limo&lt;/i&gt;, yang diprakarsai oleh gerakan dakwah Islam dari &lt;i&gt;Nahdlatul
Wathon.&lt;/i&gt; Gerakan dakwah ini semakin lama semakin mendesak terhadap Islam
tradisi lokal ke titik yang paling rendah, sehingga akan terdapat kemungkinan &lt;i&gt;Islam
Wetu Telu &lt;/i&gt;akan mengalami kemerosotan dalam jumlah di masa yang akan
datang.&lt;br /&gt;Islam di Indonesia memang mengalami pergulatannya sendiri. Di tengah
arus pergulatan tersebut, corak Islam memang menjadi bervariatif mulai dari yang sangat
toleran terhadap tradisi lokal maupun yang sangat puris dan menolak tradisi lokal. Gerakan-
gerakan Islam pun bervariasi dari yang bercorak tradisionalisme, post-tradisionalisme
sampai yang modernisme bahkan neo-modernisme. Corak keislaman&amp;nbsp; seperti itu
sebenarnya menjadikan wajah Islam di Indonesia menjadi semakin menarik untuk dicermati,
baik sisi sosiologisnya maupun antropologisnya.&lt;br /&gt;&lt;b&gt;Islam Pesisir versus
&amp;nbsp;Islam Pedalaman&lt;/b&gt;&lt;br /&gt;Islam datang ke Nusantara melalui pesisir
dan kemudian masuk ke pedalaman. Itulah sebabnya ada anggapan bahwa Islam pesisir itu
lebih dekat dengan Islam genuine yang disebabkan oleh adanya kontak pertama dengan
pembawa islam. Meskipun Islam yang datang ke wilayah pesisir, sesungguhnya sudah
merupakan Islam hasil konstruksi pembawanya, sehingga Islam yang pertama datang adalah
Islam yang tidak murni. Terlepas dari teori kedatangan Islam ke Nusantara dari berbagai
sumbernya, namun yang jelas bahwa Islam datang ke Nusantara ketika di wilayah ini sudah
terdapat budaya yang berciri khas. Islam yang datang ke Nusantara tentunya adalah Islam
yang sudah bersentuhan dengan tradisi pembawanya (da’i), seperti yang datang dari India
Selatan tentunya sudah merupakan Islam hasil penafsiran komunitas Islam di India Selatan
dimaksud. Demikian pula yang datang dari Gujarat, Colomander, bahkan yang bertradisi
Arab sekalipun.&lt;br /&gt;Bukan suatu kebetulan bahwa kebanyakan wali (penyebar Islam)
berada di wilayah pesisir. Sepanjang pantai utara Jawa dapat dijumpai makam para wali
yang diyakini sebagai penyebar Islam. Di Jawa Timur saja, jika dirunut dari yang tertua ke
yang muda, maka didapati makam Syeikh Ibrahim Asmaraqandi di Palang Tuban, Syeikh
Malik Ibrahim di Gresik, &amp;nbsp;makam Sunan Ampel di Surabaya, makam Sunan
Bonang di Tuban, makam Sunan Giri di Gresik, makam Sunan Drajad di Lamongan, makam
Wali Lanang di Lamongan, makam Raden Santri di Gresik dan makam Syekh Hisyamudin
di Lamongan. Makam para wali ini hingga sekarang tetap dijadikan sebagai tempat suci
yang ditandai dengan dijadikannya sebagai tempat untuk berziarah dengan berbagai motif
dan tujuannya.&lt;br /&gt;Secara geostrategis, bahwa para wali menjadikan daerah pesisir
sebagai tempat mukimnya tidak lain adalah karena mudahnya jalur perjalanan dari dan ke
tempat lain untuk berdakwah. Bisa dipahami sebab pada waktu itu jalur laut adalah jalur lalu
lintas yang dapat menghubungkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Sehingga tidak
aneh jika penyebaran Islam oleh Sunan Bonang sampai ke Bawean, Sunan Giri sampai ke
daerah Sulawesi, Lombok dan sebagainya. Jalur laut pada masa awal penyebaran Islam,
terutama laut Jawa telah mencapai puncaknya. Pada abad ke 12, jalur laut yang
menghubungkan Jawa, Sumatera, Malaka dan Cina, sudah terbangun sedemikian rupa.
Maka, para wali pun telah melakukan dakwahnya ke seluruh Nusantara melalui pemanfaatan
jalur laut tersebut.&lt;br /&gt;Islam pesisiran Jawa hakikatnya adalah Islam Jawa yang
bernuansa khas. Bukan Islam bertradisi Arabyang puris karena pengaruh gerakan
Wahabiyah, tetapi juga bukan Islam sinkretis sebagaimana cara pandang Geertz yang
dipengaruhi oleh Islam tradisi besar dan tradisi kecil. Islam pesisiran adalah Islam yang telah
melampaui dialog panjang dalam rentang sejarah masyarakat dan melampaui pergumulan
yang serius untuk menghasilkan Islam yang bercorak khas tersebut. Corak Islam inilah yang
disebut sebagai Islam kolaboratif, yaitu Islam hasil konstruksi bersama antara agen dengan
masyarakat yang menghasilkan corak Islam yang khas, yakni Islam yang bersentuhan
dengan budaya local. Tidak semata-mata islam murni tetapi juga tidak semata-mata Jawa.
Islam pesisir merupakan gabungan dinamis yang saling menerima dan memberi antara Islam
dengan budaya local.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftn10"&gt;[10]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Varian Islam pesisir
juga didapati di wilayah pesisir utara Jawa. Di pesisir Tuban bagian timur –tepatnya di
Karangagung, Kecamatan Palang—juga didapati corak pengamalan Islam yang puris.
Kelompok Muhammadiyah di desa ini cukup dominant dan bahkan jika dibandingkan
dengan wilayah Tuban lainnya, maka di desa inilah kekuatan Muhammadiyah bertumpu.
Jika pelacakan dilakukan ke arah timur di pesisir utara Lamongan, maka geliat Islam murni
juga semakin nampak. Di sepanjang pesisir utara Lamongan –kecamatan Brondong terus ke
timur sampai Gresik sebelah barat, maka dapat dijumpai Islam yang bertradisi puris.
Meskipun tidak seluruhnya seperti itu, namun memberikan gambaran bahwa corak Islam
pesisir, sesungguhnya sangat variatif. Wilayah pesisir Tuban ke barat, tampak didominasi
oleh Islam local. Dari Tuban ke barat sampai Demak, corak Islam local masih dominan.
Namun demikian juga bukan berarti bahwa di sana sini tidak dijumpai adanya pengamalan
Islam yang bercorak murni tersebut.&lt;br /&gt;Pada komunitas pesisir, &amp;nbsp;ada satu
hal yang menarik adalah ketika di suatu wilayah terdapat dua kekuatan hampir seimbang,
Islam murni dan Islam lokal, maka terjadilah tarikan ke arah yang lebih Islami terutama
yang menyangkut&amp;nbsp; istilah-istilah, seperti slametan yang bernuansa bukan
kesedihan berubah menjadi &lt;i&gt;tasyakuran&lt;/i&gt;, misalnya slametan kelahiran,
pindah rumah, mendapatkan kenikmatan lainnya, maka ungkapan yang digunakan bukan lagi
slametan tetapi &lt;i&gt;syukuran.&lt;/i&gt; Upacara memperingati kematian atau dulu
disebut &lt;i&gt;manganan kuburan&lt;/i&gt; sekarang diubah dengan ungkapan
&lt;i&gt;khaul.&lt;/i&gt; &lt;i&gt;Nyadran &lt;/i&gt; di Sumur sekarang berubah menjadi
sedekah bumi. Upacara petik laut atau &lt;i&gt;babakan&lt;/i&gt; di pantai disebut sedakah
laut. Upacara &lt;i&gt;babakan&lt;/i&gt; untuk menandai datangnya masa panen bagi para
nelayan. Dari sisi substansi juga terdapat perubahan. Jika pada masa lalu upacara
&lt;i&gt;nyadran&lt;/i&gt; di sumur selalu diikuti dengan acara &lt;i&gt;tayuban&lt;/i&gt;,
maka sekarang dilakukan kegiatan yasinan, tahlilan dan pengajian. Sama halnya dengan
upacara sedekah laut, jika dahulu hanya ada acara &lt;i&gt;tayuban&lt;/i&gt;, maka
sekarang ada kegiatan yasinan, tahlilan dan pengajian. Secara simbolik hal ini
menggambarkan bahwa ada pergerakan budaya yang terus berlangsung dan semakin
mendekati ke arah tradisi Islam.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn11"&gt;[11]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Suasana keagamaan yang berbeda tampak
pada suatu wilayah yang kecenderungan umum pelakunya adalah kebanyakan penganut NU.
Di desa-desa pesisir yang aliran keagamaannnya seperti itu, maka tampak bahwa
pengamalan beragamanya cenderung masih stabil, yaitu beragama yang bercorak lokalitas.
Jika terjadi perubahan pun kelihatannya sangat lambat. Akan tetapi satu hal yang pasti
bahwa upacara-upacara di medan budaya –sumur dan makam—sudah berubah menjadi lebih
islami. Hal itu juga tampak dari sederetan upacara ritual yang menampakkan wajah islam
secara lebih dominan, meskipun hal itu merupakan penafsiran atau hasil konstruksi yang
mempertimbangkan lokalitasnya.&lt;br /&gt;Islam pedalaman pun menggambarkan wajah
varian-varian yang menonjol. Kajian Nakamura (1983) dan Mulkhan (1999) tentang Islam
murni di wilayah pusatnya Jogyakarta maupun Islam murni di Wuluhan Jember tentunya
merupakangambaran varian Islam ketika berada di dalam lokus sosial budayanya.
Muhammadiyah yang merupakan gerakan keagamaan anti takhayul, bidh’ah dan churafat
(TBC) ketika berada di tangan kaum petani juga mengalami naturalisasi. Muhammadiyah di
Wuluhan juga menggambarkan fenomena seperti itu. Gerakan Muhammadiyah belumlah
tuntas, sehingga Muhammadiyah di tangan Petani juga memberikan gambaran bahwa belum
semua orang Muhammadiyah melakukan Islam sebagaimana penafsiran para elitnya tentang
Islam. Empat tipe penggolongan orang Muhammadiyah di Wuluhan yang dilakukan oleh
Mulkhan yaitu: Islam-Ikhlas yang lebih puris, Islam-Munu atau golongan Muhammadiyah-
NU yang orientasinya kurang puris dan ada lagi Islam-Ahmad Dahlan yang tidak melakukan
praktik bidh’ah tetapi membiarkan dan ada Islam-Munas atau Muhammadiyah-Nasionalisme
yang tidak mengamalkan ajaran Islam atau disebut juga Marmud atau Marhaenis-
Muhammadiyah.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-
dan-islam-pedalaman/#_ftn12"&gt;[12]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Di sisi lain, Nakamura juga
memberikan gambaran bahwa gerakan &lt;i&gt;tajdid&lt;/i&gt; yang dilakukan oleh
Muhammadiyah juga berada dalam proses terus menjadi dan bukan status yang mandeg. Di
dalam penelitiannya diungkapkan secara jujur bahwa islam diJawa ternyata tidak mandeg
atau sebuah peristiwa sejarah yang paripurna, akan tetapi peristiwa yang terus berlangsung.
Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang bercorak sosial dan agama sekaligus.
Muhammadiyah dalam pengamatannya ternyata tidak sebagaimana disangkakan orang
selama ini, yaitu gerakan keagamaan yang keras, eksklusif, fundamental, namun merupakan
gerakan yang berwatak inklusif, tidak mengedepankan kekerasan dan berwajah kerakyatan.
Nakamura memang melakukan penelitian tentang Muhammadiyah di pusatnya yang
memang menggambarkan corak keberagamaan seperti itu.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftn13"&gt;[13]&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;Dalam banyak hal, Islam pedalaman
memang menggambarkan corak varian yang bermacam-macam. Selain gambaran
Muhammadiyah sendiri yang juga terdapat varian-varian pengamalan keagamaannya, maka
di sisi lain juga menggambarkan watak keislaman yang sangat variatif. Corak Islam tersebut
misalnya dapat dilihat dari semakin semaraknya tradisi-tradisi lokal di era pasca reformasi.
Tradisi-tradisi yang pada masa lalu dianggap sebagai ritual, maka dewasa ini lebih dikemas
sebagai festival-ritual. Artinya bahwa upacara ritual tersebut dilaksanakan dengan tetap
mengacu kepada tradisi masa lalu, namun dikemas sebagai peristiwa festival yang bisa
menghadirkan nuansa budaya dan ekonomi. Tradisi Suroan di beberapa wilayah
Mataraman&amp;nbsp; dewasa ini, sungguh-sungguh telah masuk ke dalam wilayah festival
budaya. Memang masih ada ritual yang tetap bertahan sebagai ritual dan dilakukan dengan
tradisi sebagaimana adanya, sehingga coraknya pun tetap seperti semula. Tradisi itu antara
lain adalah upacara lingkaran hidup,&amp;nbsp; upacara hari-hari baik dan upacara
intensifikasi.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-
islam-pedalaman/#_ftn14"&gt;[14]&lt;/a&gt; Namun untuk upacara kalenderikal
kelihatannya telah memasuki perubahanyang mendasar, yaitu sebagai ritual-festival
dimaksud.&lt;br /&gt;Dalam banyak hal, tradisi Islam pesisir dan pedalaman memang
tidaklah berbeda. Jika pun berbeda hanyalah pada istilah-istilah yang memang memiliki
lokalitasnya masing-masing. Perbedaan ini tidak serta merta menyebabkan perbedaan
substansi tradisi keberagamaannya. Substansi ritual hakikatnya adalah menjaga hubungan
antara mikro-kosmos dengan makro-kosmos. Hubungan mana diantarai oleh pelaksanaan
ritual yang diselenggarakan dengan corak dan bentuk yang bervariasi.
&lt;i&gt;Nyadran&lt;/i&gt; laut atau sedekah laut bagi para nelayan hakikatnya adalah
upacara yang menandai akan datangnya masa panen ikan. Demikian&amp;nbsp; pula
upacara &lt;i&gt;wiwit&lt;/i&gt; dalam tradisi pertanian hakikatnya juga rasa ungkapan
syukur karena penen padi akan tiba. Upacara lingkaran hidup juga memiliki pesan ritual
yang sama. Upacara hari-hari baik dan intensifikasi hakikatnya juga memiliki pesan dan
substansi ritual yang sama. Dengan demikian, kiranya terdapat kesamaan dalam tindakan
rasional bertujuan atau &lt;i&gt;in order to motive&lt;/i&gt; bagi komunitas petani atau
pesisir dalam mengalokasikan tindakan ritualnya. Jika demikian halnya, maka perbedaan
antara tradisi Islam pesisir dengan tradisi Islam pedalaman hakikatnya hanyalah pada
struktur permukaan, namun dalam struktur dalamnya memiliki kesamaan. Atau dengan kata
lain, substansinya sama meskipun simbol-simbol luarnya berbeda.&lt;br
/&gt;&lt;b&gt;Kesimpulan&lt;/b&gt;&lt;br /&gt;Rivalitas pesisir dengan pedalaman
memang pernah terjadi dalam rentangan panjang sejarah Islam Jawa.&amp;nbsp; Namun
seiring dengan perubahan sosial-budaya-politik dalam kehidupan masyarakat,
&amp;nbsp;maka perbedaan itu tidak lagi didapatkan.&amp;nbsp; Dewasa ini, yang terjadi
hanyalah perbedaan dalam simbol-simbol performansinya, namun sesungguhnya memiliki
kesamaan dalam substansi. Perbedaan label ritual Islam, misalnya hanya ada dalam label
luarnya saja namun dalam substansinya memiliki kesamanaan.&lt;br /&gt;Islam baik
pesisiran maupun pedalaman, ternyata memiliki varian-varian yang unik. Varian itu anehnya
justru menjadi daya tarik karena masing-masing varian memiliki ciri khas yang bisa saja
tidak sama. Pada masyarakat petani bisa saja terdapat varian Islam murni meskipun selama
ini selalu dilabel bahwa Islam pedalaman itu Islam lokal. Demikian pula Islam pesisir yang
selama ini dilabel Islam murni ternyata juga terdapat Islam lokal yang menguat dan berdiri
kokoh.&lt;br /&gt;Dengan demikian, genuinitas atau lokalitas Islam hakikatnya adalah hasil
konstruksi sosial masyarakat lokal terhadap Islam yang memang datang kepadanya ketika di
wilayah tersebut telah terdapat budaya yang bercorak mapan. Islam memamg datang ke
suatu wilayah yang tidak vakum budaya. Makanya, ketika Islam datang ke wilayah tertentu
maka konstruksi lokal pun turut serta membangun Islam sebagaimana yang ada
sekarang.&lt;br /&gt;&lt;hr size="1" /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref1"&gt;[1]&lt;/a&gt; Periksa Ignaz Kleden, “Dari Etnografi ke Etnografi
tentang Etnografi: Antropologi Clifford Geertz dalam Tiga Tahap” dalam Clifford Geertz,
&lt;i&gt;After the Fact&lt;/i&gt;. (Jogyakarta: LKiS, 1998), ix-xxi &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref2"&gt;[2]&lt;/a&gt; Harsya W. Bachtiar, “Komentar” dalam Clifford
Geertz, &lt;i&gt;Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa&lt;/i&gt;. (jakarta: Balai
Pustaka, 1981).&lt;br /&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftnref3"&gt;[3]&lt;/a&gt; Mark R Woodward,
&lt;i&gt;Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan&lt;/i&gt;. (Jogyakarta: LKiS,
2001)&lt;br /&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-
dan-islam-pedalaman/#_ftnref4"&gt;[4]&lt;/a&gt; Muhaimin AG.,
&lt;i&gt;Islam&amp;nbsp; dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret dari Cirebon&lt;/i&gt;,
(Jakarta; Logos, 2001)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref5"&gt;[5]&lt;/a&gt; John Ryan Bartholomew, &lt;i&gt;Alif Lam Mim,
Kearifan Masyarakat Sasak.&lt;/i&gt; (Jogyakarta: Tiara wacana, 2001)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref6"&gt;[6]&lt;/a&gt; Nur Syam, “Islam Pesisir’ (Jogyakarta:&amp;nbsp;
LKIS, 2005)&lt;br /&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftnref7"&gt;[7]&lt;/a&gt; Andrew Beatty, “Adam and Eve
and Vishnu: Syncretism in The Javanese Slametan” dalam &lt;i&gt;The Journal of the Royal
Anthropological institut 2&lt;/i&gt; (June 1996).&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref8"&gt;[8]&lt;/a&gt; Niels Mulder, &lt;i&gt;Agama, Hidup Sehari-hari
dan Perubahan Budaya.&lt;/i&gt; (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref9"&gt;[9]&lt;/a&gt; Erni Budiwanti, &lt;i&gt;Islam Sasak, Islam Wetu
Telu versus Wetu Limo&lt;/i&gt;. (Jogyakarta; LkiS, 2000)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref10"&gt;[10]&lt;/a&gt; Periksa Nur Syam, &lt;i&gt;Islam Pesisir…
&lt;/i&gt;&lt;br /&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-
pesisiran-dan-islam-pedalaman/#_ftnref11"&gt;[11]&lt;/a&gt; Periksa Nur Syam,
&lt;i&gt;Islam Pesisir…&lt;/i&gt;&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref12"&gt;[12]&lt;/a&gt; Abdul Munir Mulkhan, &lt;i&gt;Islam Murni
Pada Masyarakat Petani&lt;/i&gt;. Jogyakarta: Bentang Budaya, 1999.&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref13"&gt;[13]&lt;/a&gt; Mitsuo Nakamura, &lt;i&gt;Bulan Sabit Muncul
dari Balik Pohon Beringin.&lt;/i&gt; (Jogyakarta: Gajah Mada Press, 1983)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/01/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman/#_ftnref14"&gt;[14]&lt;/a&gt; Upacara lingkaran hidup terdiri dari upacara
perkawinan sampai kematian. Upacara hari-hari baik seperti pindah rumah, bepergian, dan
membuat rumah dan sebagainya. Upacara intensifikasi seperti upacara penutupan tahun,
penerimaan tahun baru, upacara tolak balak dan sebagainya. Upacara-upacara ini dilakukan
secara intensif pada masyarakat Islam pedalaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tadjoer Rijal, &lt;i&gt;Tamparisasi Tradisi Santri Jawa&lt;/i&gt;. (Surabaya: Kampusiana,
2004) masih menggambarkan nuansa fenomena seperti itu. Demikian juga penelitian
Woodward, &lt;i&gt;Islam Jawa…, &lt;/i&gt; dan bahkan tulisan Geertz, &lt;i&gt;Abangan,
Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa&lt;/i&gt;… juga masih memiliki relevansi dengan
kecenderungan keberagamaan masyarakat Islam pedalaman hingga dewasa ini. Meskipun
dikhotomi Santri-Abangan sudah memudar, namun dalam segmen tradisi keberagamaan
masih dijumpai fenomena yang terus berlangsung.&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
5960833717298184292?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/5960833717298184292/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/islam-pesisiran-dan-islam-
pedalaman.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/596083371729818
4292'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/596083371729818
4292'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/islam-pesisiran-dan-islam-pedalaman.html'
title='Islam Pesisiran dan Islam Pedalaman'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
2014617263722687052</id><published>2010-10-17T00:19:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-17T00:19:23.330-07:00</updated><title
type='text'>Misteri Untung ; Yang Terbaik Lalu Terbalik</title><content type='html'>&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dinihari, 1 Oktober 1965, seperti kita ketahui, pasukan
Untung bergerak menculik tujuh jenderal Angkatan Darat. Malam itu Soeharto , menunggui
anaknya, Tommy, yang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Di
rumah sakit itu Kolonel Latief, seperti pernah dikatakannya sendiri dalam sebuah wawancara
berusaha menemui Soeharto.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam
perjalanan pulang, Soeharto seperti diyakini Subandrio dalam bukunya, sempat melintasi
kerumunan pasukan dengan mengendarai jip. Ia dengan tenangnya melewati pasukan yang
beberapa saat lagi berangkat membunuh para jenderal itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Adapun Untung, menurut Maulwi, hingga tengah malam pada 30
September 1965 masih memimpin pengamanan acara Presiden Soekarno di Senayan.
Maulwi masih bisa mengingat pertemuan mereka terakhir terjadi pada pukul 20.00. Waktu
itu Maulwi menegur Untung karena ada satu pintu yang luput dari penjagaan pasukan
Tjakra. Seusai acara, Maulwi mengaku tidak mengetahui aktivitas Untung
selanjutnya.&lt;/div&gt;&lt;span id="more-2960"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Ketegangan hari-hari itu bisa dirasakan dari pengalaman
Suhardi sendiri. Pada 29 September, Suhardi menjadi perwira piket di pintu gerbang Istana.
Tiba-tiba ada anggota Tjakra anak buah Dul Arief, peleton di bawah Untung, yang bernama
Djahurup hendak masuk Istana. Menurut Suhardi, tindakan Djahurup itu tidak diperbolehkan
karena tugasnya adalah di ring luar sehingga tidak boleh masuk. “Saya tegur
dia.”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada 1 Oktober pukul 07.00, Suhardi
sudah tiba di depan Istana. “Saya heran, dari sekitar daerah Bank Indonesia, saat itu banyak
tentara.” Ia langsung mengendarai jip menuju markas Batalion 1 Tjakrabirawa di Tanah
Abang. Yang membuatnya heran lagi, pengawal di pos yang biasanya menghormat
kepadanya tidak menghormat lagi. “Saya ingat yang jaga saat itu adalah Kopral Teguh dari
Banteng Raiders,” kata Suhardi. Begitu masuk markas, ia melihat saat itu di Tanah Abang
semua anggota kompi Banteng Raiders tidak ada.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Begitu tahu hari itu ada kudeta dan Untung menyiarkan susunan Dewan
Revolusi, Suhardi langsung ingat wajah sahabat masa kecilnya dan sahabat yang sudah
dianggap anak oleh ibunya sendiri tersebut. Teman yang bahkan saat sudah menjabat
komandan Tjakrabirawa bila ke Solo selalu pulang menjumpai ibunya. “Saya tak heran
kalau Untung terlibat karena saya tahu sejak tahun 1948 Untung dekat dengan PKI,”
katanya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kepada Oditur Militer pada 1966,
Untung mengaku hanya memerintahkan menangkap para jenderal guna dihadapkan pada
Presiden Soekarno. “Semuanya terserah kepada Bapak Presiden, apa tindakan yang akan
dijatuhkan kepada mereka,” jawab Untung.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Heru Atmodjo, Mantan Wakil Asisten Direktur Intelijen Angkatan Udara, yang
namanya dimasukkan Untung dalam susunan Dewan Revolusi, mengakui Sjam
Kamaruzzaman- lah yang paling berperan dalam gerakan tersebut. Keyakinan itu muncul
ketika pada Jumat, 1 Oktober 1965, Heru secara tidak sengaja bertemu dengan para
pimpinan Gerakan 30 September: Letkol Untung, Kolonel Latief, Mayor Sujono, Sjam
Kamaruzzaman, dan Pono. Heru melihat justru Pono dan Sjam-lah yang paling banyak
bicara dalam pertemuan itu, sementara Untung lebih banyak diam. “Saya tidak melihat
peran Untung dalam memimpin rangkaian gerakan atau operasi ini (G-30-S),” kata Heru saat
ditemui Tempo.&lt;/div&gt;******&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Hari
Selasa, pengujung tahun 1966. Penjara Militer Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Dua pria
berhadapan. Yang satu bertubuh gempal, potongan cepak berusia 39 tahun. Satunya bertubuh
kurus, usia 52 tahun. Mereka adalah Letnan Kolonel Untung Samsuri dan Soebandrio,
Menteri Luar Negeri kabinet Soekarno. Suara Untung bergetar. “Pak Ban, selamat tinggal.
Jangan sedih,” kata Untung kepada Soebandrio.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Itulah perkataan Untung sesaat sebelum dijemput petugas seperti ditulis
Soebandrio dalam buku Kesaksianku tentang G30S. Dalam bukunya, Soebandrio
menceritakan, selama di penjara, Untung yakin dirinya tidak bakal dieksekusi. Untung
mengaku G-30-S atas setahu Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor
Jenderal Soeharto.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;&lt;span style="color: magenta;"&gt;Keyakinan Untung bahwa ia
bakal diselamatkan Soeharto adalah salah satu “misteri” tragedi September-Oktober. Kisah
pembunuhan para jenderal pada 1965 adalah peristiwa yang tak habis-habisnya dikupas.
Salah satu yang jarang diulas adalah spekulasi kedekatan Untung dengan
Soeharto.&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Penasaran &lt;span style="color: red;"&gt;MISTERI
UNTUNG? &lt;/span&gt; &lt;img alt=";)" class="wp-smiley" src="http://s1.wp.com/wp-
includes/images/smilies/icon_wink.gif?m=1233870502g" /&gt; baca kisah lengkapnya
dengan &lt;a href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/03/misteri-untung-yang-
terbaik-lalu-terbalik.pdf"&gt;donlot disinih&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;h4 style="text-align:
justify;"&gt;&lt;span style="color: blue;"&gt;“kebenaran sejarah” hampir pasti tidak pernah
menjadi final. On going process, selalu?!&lt;/span&gt;&lt;/h4&gt;&lt;em&gt;Sumber tulisan
: Koran Tempo Edisi 5 Oktober 2009&lt;/em&gt;&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
2014617263722687052?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/2014617263722687052/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/misteri-untung-yang-terbaik-
lalu.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/201461726372268
7052'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/201461726372268
7052'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/misteri-untung-yang-terbaik-lalu.html'
title='Misteri Untung ; Yang Terbaik Lalu Terbalik'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
73076338244143368</id><published>2010-10-17T00:04:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-17T00:04:02.768-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title
type='text'>Beureueh, “Pemberontakan” dengan Sebab Klasik</title><content
type='html'>&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;CERITA ini bermula pada sebuah dokumen rahasia&lt;/span&gt;.&lt;/strong&gt;
Tak ada yang tahu isinya dengan persis. Di kalangan tentara Darul Islam Aceh-gerakan
pemberontakan yang mencuatkan nama Teungku Daud Beureueh sebagai ikon perlawanan
dari Serambi Mekah-ia hanya disebut sebagai “les hitam”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Sejarawan Belanda Cornelis van Dijk menyebutnya “daftar hitam”.
Selebihnya, dalam sengkarut revolusi yang membakar Tanah Jeumpa pada awal 1950-an, ia
bahan gunjingan yang hangat. Pengirimnya disebut-sebut adalah pemerintah Ali
Sastroamidjojo melalui Jaksa Tinggi Sunarjo, yang membawanya ke Medan. Tapi ada juga
yang menyebutnya warisan kabinet Sukiman. Yang terang, isinya menggambarkan puncak
perseteruan pemerintah Jakarta dengan rakyat Aceh:&lt;span id="more-
3194"&gt;&lt;/span&gt; &lt;span style="color: red;"&gt;J&lt;/span&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;em&gt;akarta berencana membunuh 300 tokoh penting Aceh-
sumber lain menyebut 190 tokoh-melalui sebuah operasi rahasia&lt;/em&gt;&lt;/span&gt;.
Keputusan ini diambil setelah Jakarta memastikan kawasan di ujung barat Sumatera akan
menggelar pemberontakan melawan pusat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tapi tak ada yang bisa memastikan keberadaan dokumen itu. Sejarawan Belanda
lainnya, B.J. Boland, dalam bukunya &lt;em&gt;The Struggle of Islam in Modern
Indonesia&lt;/em&gt;, menyebutkan sebetulnya surat itu tak pernah ada. “Desas-desus itu
diembuskan oleh politikus sayap kiri di Jakarta untuk menghantam gerakan Islam di Aceh,”
katanya. Secara tersirat Van Dijk menduga dokumen itu ada. “Daftar nama itu barangkali
sengaja dibocorkan dengan tujuan tertentu. Orang Aceh terkemuka merasa mereka mungkin
akan ditangkap dan, karena itu, memutuskan lari ke gunung,” kata Van
Dijk.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tapi Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo dalam rapat paripurna DPR pada 2 November 1953 menyangkal telah
menyusun daftar itu. Tak penting benar apakah dokumen itu ada atau tidak. Yang pasti,
rumor tentang rencana pembunuhan itu membuat pemberontakan Darul Islam di Aceh
menemukan momentumnya. Aktivis Darul Islam langsung pasang kuda-kuda. Teungku
Daud Beureueh, salah satu orang yang disasar oleh dokumen tersebut, segera mengacungkan
kapak perang. &lt;span style="color: red;"&gt;“Les hitam adalah bukti yang menimbulkan
kecurigaan kita bahwa pencetus peristiwa berdarah itu adalah permainan lawan-lawan politik
Teungku Daud Beureueh untuk menghancurkan beliau dan kawan-kawan,”&lt;/span&gt;
kata Nur el-Ibrahimy, menantu Beureueh sekaligus saksi sejarah Aceh yang kini berusia 94
tahun. Setelah itu, kita tahu, sembilan tahun Daud Beureueh memimpin sebuah gerakan
perlawanan dengan bendera Darul Islam. Gerakan itu menjadi pembuka kisah perlawanan
Aceh pasca-era kolonial-sesuatu yang hingga kini belum juga berakhir-dan memunculkan
Daud Beureueh, tokoh besar yang sulit dilupakan sejarah. “Les hitam” bukan satu-satunya
alasan mengapa peristiwa itu ada.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Membela Republik di masa perjuangan kemerdekaan, Daud Beureueh merasa
dikhianati Sukarno. Divisi X TNI di Aceh dibubarkan dan pada 23 Januari 1951 status
provinsi bagi Aceh dicabut. Ada yang menyebut kabinet Natsir yang melakukannya. Tapi
ada yang berpendapat itu hasil kabinet sebelumnya. Apa pun, yang terang Aceh dipaksa
lebur dalam Provinsi Sumatera Utara (lihat Di Bawah Kibaran Darul
Islam).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Van Dijk bercerita. Dua hari
setelah keputusan itu diambil, pemerintah Jakarta melantik Abdul Hakim menjadi Gubernur
Sumatera Utara dengan Medan sebagai ibu kota pemerintahan. Beureueh, yang saat itu
adalah gubernur jenderal yang meliputi kawasan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, bahkan tak
tahu perihal pengangkatan gubernur baru tersebut. “Semua surat yang dialamatkan ke
residen koordinator dikembalikan ke Medan tanpa dibuka atas perintah Daud Beureueh,”
tulis Van Dijk. Kesumat tak hanya muncul karena wewenang kekuasaan yang
dilanggar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Telah lama Aceh merasa
dipinggirkan penguasa Republik. Ekonomi rakyat tak diperhatikan, pendidikan morat-marit,
dan Jakarta dalam pandangan Beureueh hanya sibuk bertikai dalam sistem politik
parlementer. Dan yang terpenting, status otonomi khusus-yang memungkinan Aceh memiliki
sistem pemerintahan sendiri dengan asas Islam-tak kunjung dipenuhi Bung
Karno.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Itulah sebabnya Beureueh lalu
bergandengan tangan dengan Kartosoewirjo, pemimpin Darul Islam di Jawa Barat, yang
lebih dulu mengibarkan bendera perang. Tak jelas benar siapa yang lebih dulu “membuka
kata” untuk sebuah kongsi yang bersejarah ini. Menurut &lt;em&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;sebuah dokumen rahasia yang belakangan terungkap&lt;/span&gt;&lt;/em&gt;,
Beureueh dan orang kepercayaannya, Amir Husin al-Mujahid, pernah berunding dengan
Karto di Bandung pada 13 Maret 1953. Utusan Karto, Mustafa Rasyid, pernah pula dikirim
ke Aceh untuk membicarakan hal yang sama. Mustafa ditangkap tentara Indonesia ketika
kembali ke Jawa pada Mei 1953.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kemarahan Beureueh ini mendapat dukungan publik Aceh. Dalam kongres
ulama Aceh di Medan, yang dilanjutkan dengan kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh
(PUSA)-lembaga yang dipimpin oleh Beureueh-di Langsa, April 1953, menggumpallah
iktikad melawan Jakarta. Orang-orang Jawa dan Medan mereka sebut sebagai “kafir yang
akan merebut Aceh.” Sukarno mereka sebut sebagai presiden yang hanya akan memajukan
agama Hindu. Puncaknya adalah maklumat perang yang ditulis Beureueh pada September
1953. &lt;strong&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;“Dengan lahirnya proklamasi Negara
Islam Indonesia Aceh dan daerah sekitarnya, lenyaplah kekuasaan Pemerintah Pancasila di
Aceh,”&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt; demikian bunyi makmulat yang dikirim hingga ke desa-
desa.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Jakarta bukan tak bergerak. Sebelum
tentara dikirim, Sukarnolah yang mendatangi Aceh untuk mendinginkan suasana. Tapi,
seperti kunjungannya pada 1951, kunjungan menjelang perang berkobar itu disambut dingin.
Pengamat politik Herbert Feith dalam artikelnya di jurnal Pacific Affairs pada 1963 mencatat
betapa Sukarno tak berdaya disambut poster-poster antipresiden. &lt;strong&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;“Kami cinta presiden tapi lebih cinta agama,”
&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;begitu bunyi salah satu poster.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Wakil Presiden Hatta, yang punya latar belakang keislaman, relatif lebih
berhasil. Dalam kunjungan pada Juli 1953, ia berhasil berunding dengan Beureueh dan
pulang ke Jakarta dengan keyakinan bisa mengatasi keadaan. Tak seperti Sukarno, Hatta
adalah orang yang sejak awal percaya bahwa pemberontakan daerah hanya bisa diatasi
dengan menerapkan otonomi khusus dan federalisme. Tapi Hatta justru dikepung oleh kritik
politikus sekuler, terutama PKI. Hatta dianggap ceroboh karena telah menggunakan
pengaruhnya kepada Perdana Menteri Wilopo sehingga pemerintah tak mengambil tindakan
apa-apa menghadapi Aceh hingga 1953. Pertempuran akhirnya memang tak terhindarkan di
Aceh. Dan Daud Beureueh berdiri dalam pusaran konflik yang
berkepanjangan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dilahirkan di Beureueh,
Sigli, pada 1898, Muhammad Daud adalah lelaki yang tak pernah mengenal sekolah formal.
Ia mengecap pendidikan di beberapa pesantren di Sigli. Salah satunya milik Teungku
Muhammad Hamid-orang tua Farhan Hamid, anggota DPR asal Partai Amanat Nasional.
Pada usia 33 tahun, Daud mendirikan Madrasah Sa’adah Abadiah di Blang Paseh, Sigli.
Daud adalah ulama yang disegani. Majalah Indonesia Merdeka dalam terbitannya pada 1
Oktober 1953 menulis betapa Daud bisa menyihir orang dalam ceramahnya yang berjam-
jam di masjid.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tak hanya memukau, Daud
tak segan melontarkan kritik keras kepada mereka yang meninggalkan akidah Islam.
&lt;em&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;“Lidah Teungku Daud sangat enteng
mengeluarkan vonis haram dan kafir kepada orang yang tak disukainya ketika ia berkhotbah
di masjid, dalam rapat, atau di mana saja tempat yang dianggapnya
perlu,”&lt;/span&gt;&lt;/em&gt; tulis Indonesia Merdeka. Karena karismanya itu, Beureueh
dipercaya memimpin tentara Indonesia dalam pertempuran melawan Belanda. Beureueh juga
menjadi orang yang bisa menyatukan laskar-laskar perang di Aceh ketika mereka hendak
digabungkan menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Itulah sebabnya, meski ia tak mengenal sekolah, Wakil Presiden Muhammad
Hatta mengangkatnya menjadi gubernur militer dengan pangkat jenderal mayor tituler. Tapi
Daud bukankah tokoh tanpa kontroversi. Salah satu yang terpenting adalah kiprahnya dalam
PUSA-lembaga yang didirikannya pada 1939-terutama kaitannya dengan kaum uleebalang
yang didukung pemerintah Belanda.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Telah
lama sebetulnya ada hubungan yang tak harmonis antara kalangan ulama dan kaum pamong
praja di Aceh. Kalangan ulama menunding uleebalang hanya menjadi boneka penjajah.
Puncaknya adalah Perang Cumbok yang terkenal itu (lihat Cumbok, Sepotong Sejarah Gelap
Aceh). Van Dijk mencatat, menjelang revolusi Darul Islam 1953, perang dingin di antara
keduanya sudah terlihat. Pada 8 April 1951, kaum uleebalang membentuk Badan Keinsjafan
Rakjat (BKR). Secara resmi lembaga ini bertujuan menegakkan pemerintahan yang bersih.
Tapi, melihat statemen-statemen yang dikeluarkannya, jelas badan ini bertujuan menggugat
PUSA.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Badan Keinsjafan, misalnya,
meminta pemerintah pusat membersihkan panitia Pemilu 1955 dari “anasir-anasir” PUSA.
Kunjungan pejabat Jakarta ke Aceh masa itu kerap disambut oleh demonstrasi pendukung
keduanya. Salah satu poster yang dibentangkan BKR misalnya berbunyi, “‘Teungku Daud
Beureueh Pengisap Darah Rakyat’,” tulis Van Dijk. Van Dijk malah menuding gerakan
PUSA tak independen. Persenjataan PUSA ketika bertempur, misalnya, tak lain berasal dari
Jepang. Tapi tudingan ini dibantah El-Ibrahimy. Menurut dia, mereka berperang dengan
menggunakan sisa-sisa senjata milik Jepang yang disita rakyat. Menurut El-Ibrahimy,
serangan kepada Beureueh dan PUSA memang beragam. Tak hanya itu, gerakan kepanduan
milik PUSA, Kasysyafatul Islam, pernah disebut-sebut menerima bantuan 4.000 pakaian dari
Borsumij, sebuah perusahaan Belanda. “Bagaimana masuk akal kami menerima sumbangan
dari musuh?” tulis El-Ibrahimy dalam buku Teungku Daud Beureueh: Peranannya dalam
Pergolakan di Aceh.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pemberontakan Daud
Beureueh berlarut-larut: sebagian pimpinan DI/TII menjalin kontak dengan pusat dan turun
gunung, sementara itu rakyat lelah oleh perang. Pada 1961, ia menyerahkan diri kembali ke
pangkuan Republik, selepas menjalani pemberontakan yang panjang. Dalam surat-
menyuratnya dengan Kolonel M. Jassin, Panglima Kodam I Iskandar Muda, yang diutus
untuk membujuk Beureueh, ia menyatakan kesediaannya untuk turun gunung dengan lebih
dulu diberi kesempatan bermusyawarah dengan kalangan ulama. Ia bukan lagi pejabat,
bukan pemimpin pemberontak, tapi pengaruhnya tak menyusut banyak.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Awal Mei 1978, ia bahkan diasingkan ke Jakarta oleh
pemerintah Orde Baru untuk mencegah karismanya menggelorakan perlawanan rakyat Aceh.
Di Jakarta, meski dipinjami kendaraan pribadi dan biaya hidupnya ditanggung pemerintah,
Beureueh menderita. Kesehatannya merosot tajam. “Tak ada penyakit yang serius yang
diidap Teungku Daud kecuali penyakit rindu kampung halaman,” kata El-Ibrahimy. Ia tutup
usia di tanah Aceh pada 1987. Napasnya berhenti hanya dua tahun sebelum pemerintah
menetapkan Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM)-masa yang membuat luka di Tanah
Rencong kembali terbuka.&lt;/div&gt;&lt;em&gt;Sumber tulisan &lt;a
href="http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/08/18/LK/mbm.20030818.LK89642.i
d.html"&gt;Arsip Majalah Tempo Tahun 2003&lt;/a&gt;&lt;/em&gt;&lt;br /&gt;* Sumber
foto &lt;a href="http://kkrencong.wordpress.com/2009/01/06/tempo-
doeloe/"&gt;kkrencong.wordpress.com&lt;/a&gt;&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
73076338244143368?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/73076338244143368/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/beureueh-pemberontakan-dengan-
sebab.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/730763382441433
68'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/730763382441433
68'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/beureueh-pemberontakan-dengan-sebab.html'
title='Beureueh, “Pemberontakan” dengan Sebab Klasik'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
3370644559652696656</id><published>2010-10-17T00:01:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-17T00:01:46.338-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Arsip Nasional'/><title type='text'>Peran
“Ulama” Djawa Barat dalam Operasi “Pagar Betis”</title><content type='html'>&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Penumpasan DI/TII termuat dalam Rencana Pokok (RP) dan
Rencana Operasi (RO), sebagai berikut : pada tahun 1958 merupakan tahun kebangkitan
pemikiran Kodam III/Siliwangi ke arah pemulihan keamanan di Jawa Barat yang lebih
efektif dan efisien. Kemudian lahirnya konsep Perang Wilayah (sudah disahkan dengan
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 merupakan manifestasi dari Undang-undang Dasar 45,
pasal 30 ayat 1, yang menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam pembelaan negara. Sementara itu penelitian anti gerilya berjalan terus, dan
diantaranya keluarlah Rencana Pokok 211 (RP 211) yang berbunyi
&lt;b&gt;&lt;i&gt;“Membatasi gerak dari lawan”&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Menyesuaikan dengan mobilitas DI/TII, maka keluarlah pada
waktu itu Rencana Operasi 212 pada 1 Desember 1959. Kemudian bulan Pebruari 1961
dikeluarkan Rencana Operasi 2121 (RO 2121) yang merupakan percepatan dari RO 212,
isinya berupa kebijaksanaan bahwa pemulihan keamanan untuk wilayah Jawa Barat akan
diselesaikan dalam jangka waktu itu, hanya sampai tahun 1965. Tetapi dalam RO 2121
jangka waktu itu hanya sampai dengan tahun 1962.&lt;/div&gt;&lt;span id="more-
3535"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;h6 style="text-align: justify;"&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;b&gt;Peran Ulama Djawa Barat Pendukung Pagar
Betis&lt;/b&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h6&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada tahun
1956, para ulama di Priangan Timur, yang jadi basis utama gerakan DI/TII, mengambil
inisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan kalangan militer.&amp;nbsp; Atas prakarsa
kalangan militer, maka terbentuklah &lt;b&gt;Badan Musyawarah Alim Ulama&lt;/b&gt;
(BMAU) pada 18 Maret 1957 di Tasikmalaya. Prakarsa tersebut merupakan bagian dari
kebijakan Komandan Resimen 11 Galuh Letkol Syafei Tjakradipura dan Kepala Stafnya
Mayor Poniman. Resimen Galuh ini memiliki wilayah kerja Tasikmalaya dan Ciamis
(Priangan Timur).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;BMAU ini didirikan
setelah para ulama, wakil militer dan pemerintah mengadakan pertemuan di Gedung Mitra
Batik Tasikmalaya (kini, Toserba Yogya). Ulama yang hadir dalam pertemuan itu adalah
KH. Ruhiyat Rois Syuriah Nahdlatul Ulama Cabang Tasikmalaya (Pesantren Cipasung), KH
Ishak Farid (Pesantren Cintawana), KH Fathoni (Ciamis), KH Holil Dahu (Ciamis),
pengasuh Pondok Pesantren Jamanis, KH O. Hulaimi Ketua Tanfidziayah Nahdlatul Ulama
Tasikmalaya (Cikalang Tasikmalaya), KH R. Didi Abdulmadjid, KH. Burhan Sukaratu dan
KH.Didi Dzulfadli Kalangsari (Tasikmalaya). Hadir juga Mayor R. Mustari dari Rohis
(Perawatan Rohani Islam) Resimen Galuh. Selain itu ada juga Bupati Tasikmalaya dan
Bupati Ciamis serta wakil-wakil dari kepolisian dan beberapa partai politik. Pertemuan itu
mengambil sejumlah kesepakatan, dan yang ditunjuk memimpin BMAU itu adalah KH. R.
Didi Abdulmadjid sebagai Ketua dan KH. Irfan Hilmy sebagai Penulis. Akan tetapi tidak
diketemukan suatu dokumentasi dan keterangan bagaimana struktur dan personil
selengkapnya dari BMAU ini.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Salah satu
tujuan BMAU ini adalah untuk memulihkan stabilitas keamanan di Priangan Timur. BMAU
ini juga berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan pengajian, pendidikan, dan dakwah.
Dengan demikian, cikal-bakal Majelis Ulama bisa dinyatakan adalah BM-AU ini. Melalui
BMAU ini para ulama mewujudkan upaya menjaga keutuhan RI dengan jalur ishlah bainan
naas (perdamaian antara sesama manusia).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pertemuan alim ulama dan Pemerintah, sipil dan militer kemudian berlanjut
diadakan pula didaerah lain, seperti Konferensi Alim Ulama Militer se-Kresidenan Banten,
pertemuan Ulama Umaro Sumedang pada Juni 1958, Garut dan Bandung pada Juli
1958.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada 12 Juli 1958, Staf Penguasa
Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat mengeluarkan Pedoman Majelis Ulama, dinyatakan
Majelis Ulama berasas Islam dan mempunyai tujuan melaksanakan kerjasama dengan alat
negara Republik Indonesia dalam bidang tugasnya yang sesuai dengan ajaran Agama Islam.
Dan pada 11 Agustus 1958 mengeluarkan Instruksi No.32/8/PPD/1958 kepada Semua
Pelaksana Kuasa Perang Di Daerah Swatantra I Jawa Barat untuk membentuk
&lt;b&gt;Majelis Ulama &lt;/b&gt;didaerahnya masing-masing berdasarkan pada dan sesuai
dengan Pedoman terlampir, dan Pelaksana Kuasa Perang yang sudah terlebih dulu
membentuk Majelis tersebut supaya menyesuaikannya dengan Pedoman
ini.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sebagai peningkatan dan lebih
mengokohkan posisi Majelis Ulama, diselenggarakanlah &lt;b&gt;Konferensi Alim Ulama-
Umaro &lt;/b&gt;pada 7 9 Oktober 1958 bertepatan dengan 2 – 4 Rabi’ul Tsani 1377 H, di
Lembang Bandung, dengan sebuah Panitia Penyelenggara yang dipimpin Let.Kol. Omon
Abdurachman sebagai Ketua Umum, seorang Perwira TT III / Siliwangi. Konferensi ini
diselenggarakan pasti sudah, &lt;b&gt;untuk mengokohkan kebersamaan dalam menegakkan
NKRI&lt;/b&gt;. Juru bicara Resimen 11 Galuh dalam Pemandangan umumnya antara lain
mengemukakan “Setelah BMAU didirikan atas kebijaksanaan Komandan RI 11 disertai
C.PR.A.D-nya dan mendapat sambutan dan dukungan yang hangat daripada ulama make
segala kecurigaan, tekanan, fitnahan terhadap alim ulama lenyap dan timbul kerjasama yang
erat dan saling harga menghargai disegala lapangan”. Disampaikan pula bahwa: “Rapat Alim
Ulama Resimen Infantri 11 tanggal 3 Oktober 1958 di Staff Resimen Infantri 11 menyetujui
BMAU diganti manjadi MU”. Dan yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah keputusan
Konferensi Alim Ulama Militer se-Karesidenan Banten: “mengenai penempatan APRI dan
alat negara bersenjata lainnya, harus dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan
Agama didaerah mereka bertugas”, dan “mengenai para tahanan, terutama alim ulama, yaitu
supaya mendapat pelayanan dan perawatan yang layak dan segera dilakukan pemeriksaan
dengan care yang jujur dan adil”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Para
tokoh ulama itu pulalah yang kemudian terlibat dalam Konferensi Alim Ulama-Umaro
Daerah Swatantra I Jawa Barat di Lembang, Bandung pada 7-9 Oktober 1958. Konferensi
tersebut menghasilkan keputusan yang berkaitan dengan tiga persoalan pokok yang dihadapi
seat itu yakni (a) usaha menyempurnakan pemulihan keamanan dan pemeliharaannya, (b)
usaha menyempurnakan pembangunan dan (c) usaha penyempurnaan pendidikan dan
kebudayaan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam Konferensi Lembang
ini hadir memberikan Kata Sambutannya: Menteri Agama, &lt;b&gt;KH. Moh.
Ryas&lt;/b&gt;, Menteri Negara Urusan Kerjasama Sipil dan Militer, &lt;b&gt;KH.Wahib
Wahab&lt;/b&gt;, K.S.A.D. &lt;b&gt;Jenderal A.H. Nasution&lt;/b&gt;, Ketua Pengurus
Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat /Panglima Teritorium III / Siliwangi
&lt;b&gt;Kol.RA. Kosasih&lt;/b&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Diantara Keputusan Konferensi ini adalah penegasan “Menyetujui dan
Mempertahankan kebijakan Ketua Penguasa Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat dalam
membentuk Seksi Rohani dan Pendidikan beserta bagian-bagiannya (Lembaga
Kesejahteraan Ummat dan “Majelis Ulama”), sebagai badan Kerja Sama Ulama-Militer-
Umaro “.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Maka karenanya, personalia
dengan struktur yang ditetapkan oleh Staf Penguasa Perang Daerah Swatantra I Jawa Barat
No. 53/8/PPD/58 tanggal 22 Agustus 1958 bersama dengan Pedoman Majelis Ulama tanggal
12 Juli 1958, yang telah diuraikan dimuka, mendapat legitimasi yang sangat kuat, untuk
menghadapi situasi Jawa Barat pada kala itu.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dengan modal ini, yang selanjutnya ditempuh jalan gerakan
“Pagar Betis” menghadapi DI/TII, telah tercapai pemulihan keamanan di Jawa
Barat.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Jendral A.H.
Nasution adalah penggerak utama &lt;b&gt;“Rencana Dasar 2,1″&lt;/b&gt;, yaitu gagasan
yang mendasari : Musuh harus ditahan didaerah-daerah tertentu, dan aksi-aksi Republik
harus dipusatkan pada salah satu daerah ini sekaligus, dengan demikian pangkalan musuh
ditumpas satu demi satu. Itulah sebabnya, Divisi Siliwangi dengan dibantu Divisi
Diponegoro dan Brawijaya, -yang tentu tidak merupakan kekuatan yang cukup-, &lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;b&gt;&lt;i&gt;pada tahun 1960 seluruh penduduk sipil Jawa
Barat diturutsertakan dalam apresiasi, dan dibentuklah secara besar-besaran “Pagar
Betis”.&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Dalam gerakan “Pagar Betis” yang kadang-kadang berlangsung berhari-hari ini,
penduduk sipil membentuk garis maju berangsur-angsur, dengan satuan-satuan kecil tiga
sampai empat prajurit pada jarak-jarak tertentu, tidak terlalu jauh satu sama lain. Dalam
teori, pagar betis ini disokong satuan-satuan militer dibaris depan maupun dibaris belakang.
Prajurit dibarisan belakang merupakan semacam cadangan yang dapat digunakan pada
tempat-tempat yang sukar dimasuki digunakan taktik tidak dimasuki, tetapi
dikepung.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam praktek, Tentara
Republik kadang-kadang menggunakan “Pagar Betis” menjadi &lt;b&gt;“Perisai
Manusia”&lt;/b&gt;. Teknik lain yang digunakan, untuk memaksa pasukan DI/TII menyerah
adalah dengan menduduki sawah yang diduga dimiliki atau dikerjakan oleh kaum kerabat
mereka, agar panen tidak digunakan untuk memberi makan pasukan&amp;nbsp; DI/TII. Dari
proses inilah lahir adagium &lt;b&gt;&lt;i&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;” Siliwangi
adalah Jawa Barat dan Jawa Barat adalah
Siliwangi”.&lt;/span&gt;&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;&lt;i&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;
&lt;/span&gt;&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;Maka model atau pola hubungan antara Ulama-Umaro
yang dikembangkan di Jawa Barat ini kemudian menjadi salah satu prototipe model
hubungan ulama dan umaro pada tingkat nasional.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Maka pada tingkat nasional, pada 17 Rajab 1395 bertepatan dengan 26 Juli
1975, atas prakarsa kebijakan Pemerintah dan terapan Menteri Agama RI (Prof.Dr. H.A.
Mukti Ali), Prof. Dr. HAMKA dan tokoh Bangsa lainya, dibentuklah Majelis Ulama
Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional I di Jakarta, tanggal 21 – 27 Juli 1958
bertepatan dengan 11 – 17 Rajab 1395.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Majelis Ulama Jawa Barat yang sudah terbentuk jauh sebelumnya sudah barang
tentu turut memberikan saran dan pandangan pada pertemuan pembentukan MUI
itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;&lt;i&gt;Sumber Referensi:&amp;nbsp; Sejarah MUI Jawa
Barat&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img
width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
3370644559652696656?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/3370644559652696656/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/peran-ulama-djawa-barat-dalam-
operasi.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/337064455965269
6656'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/337064455965269
6656'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/peran-ulama-djawa-barat-dalam-operasi.html'
title='Peran “Ulama” Djawa Barat dalam Operasi “Pagar Betis”'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
7474333048643476484</id><published>2010-10-16T23:50:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-16T23:50:58.786-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Arsip Nasional'/><title
type='text'>Proklamasi</title><content type='html'>&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Asal kata Proklamasi adalah dari kata
“&lt;strong&gt;proclamatio&lt;/strong&gt;” (bhs. Yunani) yang artinya pengumuman
kepada seluruh rakyat. Pengumunan tersebut terutama pada hal-hal yang berhubungan
dengan ketatanegaraan. Proklamasi Kemerdekaan merupakan pengumumam kepada seluruh
rakyat akan adanya kemerdekaan.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pada umumnya kemerdekaan bagi suatu bangsa dimaksudkan untuk: &lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;a&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;. melepaskan diri dari
belenggu penjajahan bangsa lain; &lt;span style="color:
red;"&gt;&lt;strong&gt;b&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;. dapat hidup sederajat dengan bangsa-
bangsa lain yang telah merdeka dalam pergaulan antar bangsa di dunia internasional;
&lt;span style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;c&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;. mencapai
tujuan nasional bangsa.&lt;/div&gt;&lt;strong&gt;Membandingkan Teks Proklamasi (&lt;a
href="http://bahtiar.jeeran.com/archive/2005/8/112284.html"
target="_blank"&gt;ref&lt;/a&gt;)&lt;br /&gt;&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;INDONESIA&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/naskahproklamasitt.jpg"&gt;&lt;img
alt="" class="alignleft size-medium wp-image-3854" height="358"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/naskahproklamasitt.jpg?
w=298&amp;amp;h=358" title="Naskah Proklamasi" width="298" /&gt;&lt;/a&gt;P R O K
L A M A S I&lt;br /&gt;Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan
Indonesia.&lt;br /&gt;Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.&lt;br /&gt;Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 05&lt;br /&gt;Atas nama bangsa Indonesia.&lt;br
/&gt;Soekarno/Hatta&lt;br /&gt;Sumber : http://enda.goblogmedia.com/demi-
bangsa.html&lt;br /&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;span id="more-
3852"&gt;&lt;/span&gt;Teks Proklamasi Versi Pemuda
45&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;em&gt;“Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada, harus direbut oleh rakyat dari
orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”
&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;*Soekarni menyebut di dalam pertemuan di rumah Maeda, teks
Proklamasi yang dibuat pemuda tidak disetujui karena isinya terlalu keras. Bunyinya adalah
seperti di atas. Tentang teks proklamasi versi pemuda ditulis juga di dalam buku Adam
Malik, namun tidak dijelaskan siapa yang membuatnya. Barangkali Soekarni bersama
teman-teman Jawa timurnya yang ada di Jakarta. Mungkin juga Adam Malik atau dibuat
oleh Husein, wakil pemuda dari Bayah (Husein inilah ternyata Tan Malaka yang asli). (&lt;a
href="http://lomba.kompasiana.com/group/blog-kemerdekaan/2010/08/11/teks-proklamasi-
versi-pemuda/" target="_blank"&gt;Lihat disini&lt;/a&gt;)&lt;br
/&gt;&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;span style="color:
green;"&gt;&lt;em&gt;&lt;strong&gt;Teks Proklamasi Versi
BPUPKI&lt;/strong&gt;&lt;/em&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div
style="text-align: justify;"&gt;“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Bangsa Indonesia di zaman dahulu telah
mempunyai riwayat mulia dan bahagia, yang batas-batasnya meliputi seluruh kepulauan
Indonesia sampai ke Papua, malah melampaui ke daratan Asia sampai ke batas-batas tanah
Siam; negara merdeka, yang dalam perhubungan perdamaian dan persahabatan dengan
negara-negara merdeka di daratan Asia, menyambut tiap-tiap bangsa yang datang dengan
kemurahan hati.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Kedatangan bangsa-bangsa Barat di Indonesia, membawalah bencana
kepada bangsa Indonesia itu. Lebih dari tiga abad meringkuklah bangsa Indonesia di bawah
kekuasaan Belanda dengan haluan politik jahat: memecah-mecah persatuan kita, menghina,
menginjak-injak rasa kehormatan kita, menghina, menghisap-memeras kekayaan kita untuk
kepentingan bangsa Belanda sendiri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Perkosaan yang jahat itu tidak dapat persambungan dalam dunia seterusnya,
yang di dalamnya bertambah-tambah kehebatan perlombaan imperialisme Barat, berebut
kekayaan segenap dunia. Dan lama-kelamaan bangkitlah kembali dengan sehebat-hebatnya
semangat perlawanan bangsa Indonesia, yang memang tak pernah padam dan tak pernah
dipadamkan, dalam lebih 3 abad perkosaan oleh imperialisme Belanda itu. Sejarah
kolonialisme Belanda di Indonesa adalah sejarah berpuluh-puluh pemberontakan bangsa
Indonesia melawan imperialisme Belanda itu. Bergeloralah lagi di dalam kalbu bangsa
Indonesia tekad yang berkobar-kobar berbangkit kembali sebagai satu bangsa yang merdeka
dalam satu negara yang merdeka, melahirkanlah pergerakan teratur dalam bangsa Indonesia,
yang didasarkan atas cita-cita keadilan dan kemanusiaan, menuntut pengakuan hak
kemerdekaan tiap-tiap bangsa. Tidak tercegah, tidak tertahan tumbuhnya, meluas dan
mendalam pergerakan ini dalam segenap lapisan dan segenap barisan bangsa Indonesia,
betapa pun kerasnya, betapa pun buasnya betapa pun ganasnya kekuatan pemerintah
Belanda berikhtiar mencegah dan menindasnya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Di saat memuncaknya gelagat pergerakan itu yang seperti saat kelahiran anak
dari kandungan ibunya, maka Tuhan Yan Maha Kuasa telah membelokkan perjaanan riwayat
dunia, mengalih/memindahakn perimbangan kekuasaan di muka bumi, istimewa di daerah
Lautan Teduh, untuk membantu pembinaan kelahiran itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Tuntutan Dai Nippo Teikoku, bertentangan degnan tujuan-tujuan
imperialisme Barat, yaitu tuntutan hak kemerdekaan Asia atas dasar persamaan hak bangsa-
bangsa, serta politik yang dengan tegas dan tepat dijalankan olehnya, menuju pembangunan
negara-negara merdeka dan lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya, akhirnya
telah menyebabkan Dai Nipoon Teikoku menyatakan perang kepada Amerika Serikat dan
Inggris. Perang Asia Timur Raya ini, yang berkebetulan dengan saat memuncaknya
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesa dan pergerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia
yang lain, menjadilah sebagai puncak pertemuan perjuangan kemerdekaan segala bangsa
Asia di daratan dan di kepulauan Asia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Dengan mengakui dan menghargai tnggi keutamaan niat dan tujuan Dai Nipoon
Teikoku dengan Perang Asia Timur Raya itu, maka tiap-tiap bangsa dalam lingkungan Asia
Timur Raya atas dasar pembelaan bersama, wajiblah menyumbangkan sepenuhnya
tenaganya dengan tekad yang sebulat-bulatnya, kepada perjuangan bersama itu, sebagai
jaminan yang seteguh-teguhnya untuk keselamatan kemerdekaannya masing-
masing.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Maka sekarang, telah sampailah
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia kepada saat yang berbahagia, dengan selamat
sentausa menghantarkan rakyat Indonesia, adil dan makmur, yang hidup sebagai anggota
sejati dalam kekeluargaan Asia Timur Raya. Di depan pintu gerbang Negara Indonesia itulah
rakyat Indonesia menyatakan hormat dan terima kasih kepada semua pahlawan-pahlawan
kemerdekaannya yang telah mangkat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Atas
berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, berdasar atas segala alasan yang tersebut di atas itu,
dan didorong oleh keinginan luhur supaya bertangung-jawab atas nasib sendiri,
berkehidupan kebangsaan yang bebas, mulia, terhormat, maka rakyat Indonesia dengan ini:
&lt;span style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;MENYATAKAN
KEMERDEKAAN&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;* &lt;em&gt;Naskah ini tidak jadi dibacakan karena pada
dinihari 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno-Hatta, dkk., berkumpul di kediaman Marsekal
Maeda untuk membahas pernyataan kemerdekaan, tidak ada satu pun orang yang hadir
membawa naskah Pernyataan Kemerdekaan yang disusun di BPUPKI&lt;/em&gt;. (&lt;a
href="http://politikana.com/baca/2009/08/17/naskah-proklamasi-yang-asli.html"
target="_blank"&gt;ref&lt;/a&gt;)&lt;/div&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;&lt;strong&gt;Proklamasi Sjahrir&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Sjahrir&amp;nbsp; pernah menyiapkan sebuah teks
proklamasi yang sempat dibacakan oleh Dr. Soedarsono (ayah&amp;nbsp; Juwono
Soedarsono) di daerah Kosambi, Cirebon (sekarang di sekitar Rumah Sakit Gunung Jati
Cirebon), pada 16 Agustus 1945. Sjahrir menuliskan teks proklamasi pada 15 Agustus 1945,
dua hari lebih dulu dari teks proklamasi yang kita kenal sekarang. Teks itu sempat pula
beredar di tangan orang-orang yang pada malam 16 Agustus 1945 hadir dalam rapat
penyusunan teks proklamasi Proklamasi di rumah Laksamana Maeda.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Saat Soedarsono membacakan teks proklamasi, sekitar 150
orang memenuhi alun-alun Kejaksan. Sebagian besar anggota Partai Nasional Indonesia
Pendidikan. Cirebon memang merupakan salah satu basis PNI Pendidikan. (&lt;a
href="http://my.opera.com/Dayat1626/blog/show.dml/14040302"
target="_blank"&gt;ref&lt;/a&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Di buku
berjudul &lt;strong&gt;&lt;em&gt;“Ayahku Maroeto Nitimihardjo Mengungkap Rahasia
Gerakan Kemerdekaan”&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt; karangan Hadidjojo, anak Maroeto) di
sebuah ‘pengungsian’ bagi istri dan anaknya yaitu di desa Perapatan, sebelah barat
Palimanan, 30 km jauhnya dari Cirebon tempat dr.Soedarsono berasal. Dr.Soedarsono
meminta teks Proklamasi yang dibuat Sjahrir yang katanya dititipkan pada Maroeto. Namun
Maroeto menyatakan tidak ada.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Hingga
dr.Soedarsono menjadi berang dan berkata, “&lt;strong&gt;&lt;em&gt;Saya sudah
bersepeda 60 kilometer hanya untuk mendengar, Sjahrir tidak berbuat apa-apa. Katakan
kepada Sjahrir, saya akan membuat proklamasi di
Cirebon.”&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dan
akhirnya terkabarlah bahwa Proklamasi itu dibuat dan dibacakan oleh dr.Soedarsono pada
pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 di alun-alun Cirebon yang dihadiri sekitar 150 orang.
Sehari sebelum Soekarno membacakan Proklamasi di penggangsaan Timur 56
Jakarta.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Namun kisah yang dipaparkan
Maroeto berbeda dengan kisah yang diungkap oleh &lt;strong&gt;&lt;em&gt;Des
Alwi&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;, anak angkat Sjahrir. Menurutnya, teks proklamasi yang
dibacakan Soedarsono adalah hasil karya Sjahrir dan aktivis gerakan bawah tanah lainnya
yang melibatkan Soekarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis.
Penyusunan teks dilakukan di Asrama Prapatan Nomor 10, Jakarta, pada 13 Agustus 1945.
Asrama Prapatan kala itu sering dijadikan tempat nongkrong para anggota gerakan bawah
tanah.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ada sebaris teks
proklamasi yang diingat oleh Des Alwi yaitu : &lt;span style="color:
red;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;em&gt;“Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia karena kami tak mau dijajah dengan siapa pun
juga.&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Hal ini dikuatkan dalam sebuah buku berjudul
&lt;strong&gt;&lt;em&gt;Sjahrir&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt; yang dikarang oleh
&lt;strong&gt;&lt;em&gt;Rudolf Mrazek&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt; yang mengatakan
bahwa &amp;nbsp;teks proklamasi yang dibacakan oleh dr.Soedarsono diketik sepanjang
300 kata. Namun Sjahrir mengatakan kehilangan teks proklamasi yang
disimpannya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Waktu yang akan
membeberkannya, karena dokumentasi Proklamasi Cirebon 15 Agustus 1945 juga tak ada.
Maroeto juga ada menceritakan, di suatu kesempatan dr.Soedarsono selalu ketawa bila
tentang kisah Proklamasi di Cirebon itu ditanyakan, apalagi bila ditanyakan bunyi
proklamasinya. Bahkan dr.Soedarsono menceritakan bahwa &lt;strong&gt;&lt;em&gt;Mr.
Jusuf&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;, seorang anggota PKI lama yang beristrikan seorang wanita
Belanda juga membuat proklamasi di Indramayu, suatu kabupaten dekat Cirebon. Namun
dr.Soedarsono tidak menjelaskan kapan Mr. Jusuf membacakan proklamasinya. Bila hal ini
benar, maka Maroeto mengatakan bahwa di bulan Agustus 1945 ada 3 Proklamasi yang
dibacakan. (&lt;a href="http://lomba.kompasiana.com/group/blog-
kemerdekaan/2010/08/15/ternyata-ada-3-proklamasi-di-indonesia-kemerdekaan-bukan-
untuk-peragu/" target="_blank"&gt;ref&lt;/a&gt;)&lt;/div&gt;********&lt;br /&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;NII&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;&lt;strong&gt;&lt;em&gt;Bismillahirrahmanirrahim&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;&lt;br /
&gt;Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih&lt;br
/&gt;&lt;strong&gt;&lt;em&gt;Ashhadu alla ilaha illallah, wa ashhadu anna
Muhammadarrasulullah&lt;/em&gt;&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;Kami, Ummat Islam Bangsa
Indonesia&lt;br /&gt;MENYATAKAN :&lt;br /&gt;BERDIRINYA NEGARA ISLAM
INDONESIA&lt;br /&gt;Maka Hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu, ialah :
HUKUM ISLAM.&lt;br /&gt;Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !&lt;br /&gt;Atas
nama Ummat Islam Bangsa Indonesia&lt;br /&gt;IMAM NEGARA ISLAM
INDONESIA&lt;br /&gt;ttd&lt;br /&gt;S.M. KARTOSOEWIRJO&lt;br /&gt;Madinah –
Indonesia,&lt;br /&gt;12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949.&lt;br /&gt;Sumber :
http://members.tripod.com/DARUL_ISLAM/nii-prev.html&lt;br /&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;&lt;strong&gt;ACHEH&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM&lt;br /&gt;KEPADA BANGSA-BANGSA DI
DUNIA,&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kami bangsa Acheh Sumatra,
telah melaksanakan hak hak kami untuk menentukan nasib sendiri, dan melaksanakan tugas
kami untuk melindungi hak suci kami atas tanah pusaka peninggalan nenek moyang, dengan
ini menyatakan diri kami dan negeri kami bebas dan merdeka dari penguasaan dan
penjajahan regime asing Jawa di Jakarta.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tanah air kami Acheh, Sumatera, telah menjadi satu negara yang bebas,
merdeka dan berdaulat selama dunia terkembang, Belanda adalah penjajah asing yang
pertama datang mencoba menjajah kami ketika ia menyatakan perang kepada negara Acheh
yang merdeka dan berdaulat, pada 26 Mart 1873, dan melakukan serangan atas kami pada
hari itu juga, dengan dibantu oleh serdadu-serdadu sewaan Jawa, apa kesudahannya serangan
Belanda ini sudah tertulis pada halaman muka surat-surat kabar di seluruh dunia, surat kabar
London “Times” menulis pada 22 April, 1873:&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;“Suatu kejadian yang sangat menarik hati sudah diberitakan terjadi di kepulauan
Hindia Timur, satu kekuatan besar dari tentara bangsa Eropah sudah dikalahkan dan dipukul
mundur oleh tentara anak negeri… tentara negara Acheh, bangsa Acheh sudah mendapat
kemenangan yang menentukan. Musuh mereka bukan saja sudah kalah, tetapi dipaksa
melarikan diri”.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Surat kabar Amerika, “The
New York Times” pada 6 Mei 1873, menulis: “Peperangan yang berkubang darah sudah
terjadi di Acheh, kerajaan yang memerintah Sumatra Utara, tentara Belanda sudah
menyerang negara itu dan kini kita sudah mengetahui kesudahannya, serangan Belanda telah
dibalas dengan penyembelihan besar-besaran atas Belanda, jenderal Belanda sudah dibunuh,
dan tentaranya melarikan diri dengan kacau balau. Menurut kelihatan, sungguh-sungguh
tentara Belanda sudah dihancur leburkan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kejadian ini telah menarik perhatian seluruh dunia kepada kerajaan Acheh yang
merdeka dan berdaulat lagi kuat itu. Presiden Amerika Serikat, Ulysses S. Grant sengaja
mengeluarkan satu pernyataan yang luar biasa menyatakan negaranya mengambil sikap
neutral yang adil, yang tidak memihak kepada Belanda atau Acheh, dan ia meminta agar
negara-negara lain bersikap sama sebab ia takut perang ini bisa meluas.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Para hari 25 Desember (hari natal), 1873, Belanda menyerang
Acheh lagi, untuk kali yang kedua, dengan tentara yang lebih banyak lagi, yang terdiri dari
Belanda dan Jawa, dan dengan ini mulailah apa yang dinamakan oleh majalah Amerika
“Harper’s magazine” sebagai “perang seratus tahun abad ini”. Satu perang penjajahan yang
paling berlumur darah, dan paling lama dalam sejarah manusia, dimana setengah dari bangsa
kami sudah memberikan korban jiwa untuk mempertahankan kemerdekaan kami. Perang
kemerdekaan ini sudah diteruskan sampai pecah perang dunia ke-II, delapan orang nenek
dari yang menandatangani pernyataan ini sudah gugur sebagai syuhada dalam
mempertahankan kemerdekaan kami ini. Semuanya sebagai Wali Negara dan Panglima
Tertinggi yang silih berganti dari negara islam Acheh Sumatra.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Tetapi sesudah Perang Dunia ke-II, ketika Hindia Belanda
katanya sudah dihapuskan, tanah air kami Acheh Sumatra, tidaklah dikembalikan kepada
kami, sebenarnya Hindia Belanda belum pernah dihapuskan. Sebab sesuatu kerajaan tidaklah
dihapuskan kalau kesatuan wilayahnya masih tetap dipelihara -sebagai halnya dengan
Hindia Belanda, hanya namanya saja yang ditukar dari “Hindia Belanda” menjadi
“Indonesia” Jawa, sekarang bangsa Belanda telah digantikan oleh bangsa Jawa sebagai
penjajah, bangsa Jawa itu adalah satu bangsa asing dan bangsa seberang lautan kepada kami
bangsa Acheh-Sumatera. Kami tidak mempunyai hubungan sejarah, politik, budaya,
ekonomi dan geografi (bumi) dengan mereka itu. Kalau hasil dari penaklukan dan penjajahan
Belanda tetap dipelihara bulat, kemudian dihadiahkan kepada bangsa Jawa, sebagaimana
yang terjadi, maka tidak boleh tidak akan berdiri satu kerajaan penjajahan Jawa diatas tempat
penjajahan Belanda. tetapi penjajahan itu, baik dilakukan oleh orang Belanda, Eropah yang
berkulit putihm atau oleh orang Jawa, Asia yang berkulit sawo matang, tidaklah dapat
diterima oleh bangsa Acheh, Sumatera.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;“Penyerahan kedaulatan” yang tidak sah, illegal, yang telah dilakukan oleh
penjajah lama, Belanda, kepada penjajah baru, Jawa, adalah satu penipuan dan kejahatan
politik yang paling menyolok mata yang pernah dilakukan dalam abad ini: sipenjajah
Belanda kabarnya konon sudah menyerahkan kedaulatan atas tanah air kita Acheh,
Sumatera, kepada satu “bangsa baru” yang bernama “Indonesia”. Tetapi “Indonesia” adalah
kebohongan, penipuan, dan propaganda, topeng untuk menutup kolonialisme bangsa Jawa.
Sejak mulai dunia terkembang, tidak pernah ada orang, apalagi bangsa, yang bernama
demikian, di bagian dunia kita ini. Tidak ada bangsa yang bernama demikian di kepulauan
Melayu ini menurut istilah ilmu bangsa (ethnology), ilmu bahasa (philology), ilmu asal
budaya (cultural antropology), ilmu masyarakat (sociology) atau paham ilmiah yang lain,
“Indonesia” hanya merek baru, dalam bahasa yang paling asing, yang tidak ada hubungan
apa-apa dengan bahasa kita, sejarah kita, kebudayaan kita, atau kepentingan kita,
“Indonesia” hanya merek baru, nama pura-pura baru, yang dianggap boleh oleh Belanda
untuk menggantikan nama “Hindia Belanda” dalam usaha mempersatukan administrasi
tanah-tanah rampasannya di dunia Melayu yang amat luas ini, sipenjajah Jawapun tahu dapat
menggunakan nama ini untuk membenarkan mereka menjajah negeri orang di seberang
lautan. Jika penjajahan Belanda adalah salah, maka penjajahan Jawa yang mutlak
didasarkan atas penjajahan Jawa itu tidaklah menjadi benar. Dasar yang paling pokok dari
hukum internasional mengatakan: “Ex Injuria Jus Non Oritur”- Hak tidak dapat berasal dari
yang bukan hak, kebenaran tidak dapat berasal dari kesalahan, perbuatan legal tidak dapat
berasal dari illegal.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Meskipun demikian,
bangsa Jawa tetap mencoba menyambung penjajahan Belanda atas kita walaupun Belanda
sendiri dan penjajah penjajah barat lainnya sudah mundur, sebab seluruh dunia mengecam
penjajahan. Dalam masa tiga-puluh tahun belakangan ini kami bangsa Acheh, Sumatera,
sudah mempersaksikan betapa negeri dan tanah air kami telah diperas habis-habisan oleh
sipenjajah Jawa; mereka sudah mencuri harta kekayaan kami; mereka sudah merusakkan
pencaharian kami; mereka sudah mengacau pendidikan anak kami; mereka sudah
mengasingkan pemimpin-pemimpin kami; mereka sudah mengikat bangsa kami dengan
rantai kezaliman, kekejaman, kemiskinan, dan tidak peduli: masa hidup bangsa kami pukul
rata 34 tahun dan makin sehari makin kurang. Bandingkan ini dengan ukuran dunia yang 70
tahun dan makin sehari makin bertambah, sedangkan Acheh, Sumatera, mengeluarkan hasil
setiap tahun bagi sipenjajah Indonesia-Jawa lebih 15 milyar dollar Amerika yang semuanya
dipergunakan untuk kemakmuran pulau Jawa dan bangsa Jawa.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Kami, bangsa Acheh, Sumatera, tidaklah mempunyai perkara
apa-apa dengan bangsa Jawa kalau mereka tetap tinggal di negeri mereka sendiri dan tidak
datang menjajah kami, dan berlagak sebagai “Tuan” dalam rumah kami, mulai saat ini, kami
mau menjadi tuan di rumah kami sendiri; hanya demikian hidup ini ada artinya, kami mau
membuat hukum dan undang-undang kami sendiri; yang sebagai mana kami pandang baik;
menjadi penjamin kebebasan dan kemerdekaan kami sendiri; yang mana kami lebih dari
sanggup; menjadi sederajat dengan semua bangsa-bangsa di dunia; sebagaimana nenek
moyang kami selalu demikian, dengan pendek: Menjadi berdaulat atas persada tanah air
kampung kami sendiri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Perjuangan
kemerdekaan kami penuh keadilan, kami tidak menghendaki tanah bangsa lain- bukan
sebagai bangsa Jawa datang merampas tanah kami, tanah kami telah dikaruniai Allah
dengan kekayaan dan kemakmuran, kami berniat memberi bantuan untuk kesejahteraan
manusia sedunia, kami mengharapkan pengakuan dari anggota masyarakat bangsa-bangsa
yang baik, kami mengulurkan persahabatan kepada semua bangsa dan negara dari ke-empat
penjuru bumi.&lt;/div&gt;ATAS NAMA BANGSA ACHEH, SUMATERA, YANG
BERDAULAT.&lt;br /&gt;Tengku Hasan Muhammad Di TiroKetua, Angkatan Acheh,
Sumatera Merdeka dan Wali Negara.&lt;br /&gt;Acheh, Sumatera, 4 Desember
1976&lt;br /&gt;Sumber :
http://www.asnlf.com/asnlf_int/politics/declaration41276my.htm&lt;br /&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;RMS&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;Onafhankelijkheidsverklaring&lt;br /&gt;SURAT PROCLAMASI&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Memenuhi kemauan jang sungguh, tuntutan dan desakah
rakjat Maluku Selatan, maka dengan ini kami proklamir KEMERDEKAAN MALUKU
SELATAN, defacto de jure, jang berbentuk Republik, lepas dari pada segala perhubungan
ketatanegaraan Negara Indonesia Timur dan R.I.S., beralasan N.I.T. sudah tidah sanggup
mempertahankan kedudukannja sebagai Negara Bahagian selaras dengan peraturan2
Mutamar Den Pasar jang masih sjah berlaku, djuga sesuai dengan keputusan Dewan Maluku
Selatan tertanggal 11 Maret 1947, sedang R.I.S. sudah bertindak bertentangan dengan
keputusan2 K.M.B. dan Undang2 Dasarnja sendiri.&lt;/div&gt;Ambon, 25 April
1950&lt;br /&gt;PEMERINTAH MALUKU SELATAN&lt;br
/&gt;ONAFHANKELIJKHEIDS VERKLARING&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Ter voldoening aan de waarachtige wil, eis en aandrang van het Volk der Zuid-
Molukken, proclameren wij hierbij de ONAFHANKELIJKHEID de facto en de jure VAN
DE ZUID-MOLUKKEN met de politieke vorm van een Republiek, los van elke staatkundige
Verenigde Staten van Indonesië, op grond van het feit dat de deelstaat Oost Indonesië niet in
staat is zich als deelstaat te handhaven in overeenstemming met de regelingen van de Den
Pasar- Conferentie, welke nog wettig van kracht zijn, alsmede in overeenstemming met het
Besluit van de Zuid-Molukkenraad van 11 maart 1947, terwijl voorts de Regering van de
Verenigde Staten van Indonesië gehandeld heeft in strijd met R.T.C.-overeenkomsten en
haar grondwet.&lt;/div&gt;Ambon, 25 April 1950&lt;br /&gt;REGERING DER ZUID-
MOLUKKEN&lt;br /&gt;Sumber :
http://www.geocities.com/BourbonStreet/Square/7460/onaf.html&lt;br /&gt;&lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;strong&gt;PAPUA&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;PROKLAMASI&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kepada seluruh
rakyat Papua, dari Numbai sampai ke Merauke, dari Sorong sampai ke Balim (Pegunungan
Bintang) dan dari Biak sampai ke Pulau Adi.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Dengan pertolongan dan berkat Tuhan, kami memanfaatkan kesempatan ini
untuk mengumumkan pada anda sekalian bahwa pada hari ini, 1 Juli 1971, tanah dan rakyat
Papua telah diproklamasikan menjadi bebas dan merdeka (de facto dan de
jure ).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Semoga Tuhan beserta kita, dan
semoga dunia menjadi maklum, bah-wa merupakan kehendak yang sejati dari rakyat Papua
untuk bebas dan merdeka di tanah air mereka sendiri dengan ini telah
dipenuhi.&lt;/div&gt;Victoria, 1 Juli 1971&lt;br /&gt;Atas nama rakyat dan pemerintah
Papua Barat,&lt;br /&gt;Seth Jafet Rumkorem&lt;br /&gt;(Brigadir-Jenderal)&lt;br
/&gt;Sumber : http://w3.rz-berlin.mpg.de/~wm/PAP/GJA-bin-kejora.html&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat&lt;/span&gt; (&lt;a
href="http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Kemerdekaan_Amerika_Serikat"&gt;ref&lt;/a&
gt;)&lt;/strong&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/declaration-of-
independence1.jpg"&gt;&lt;img alt="" class="alignleft size-full wp-image-3855"
height="343" src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/declaration-of-
independence1.jpg?w=296&amp;amp;h=343" title="declaration-of-independence1"
width="296" /&gt;&lt;/a&gt;Deklarasi Kemerdekaan adalah suatu akta dari Kongres
Kontinental Kedua yang diadopsi pada 4 Juli 1776 yang menyatakan bahwa Tiga Belas
Koloni merdeka dari Britania Raya. Deklarasi ini, yang sebagian besar ditulis oleh Thomas
Jefferson, menjelaskan pembenaran atau justifikasi untuk melepaskan diri, dan merupakan
pengembangan dari Resolusi Lee tertanggal 2 Juli yang untuk pertama kalinya menyatakan
kemerdekaan AS. Salinan deklarasi ini ditandatangani oleh para delegasi pada 2 Agustus dan
saat ini dipamerkan di National Archives and Records Administration di Washington, D.C.
Deklarasi ini dianggap sebagai salah satu dokumen pendirian Amerika Serikat dan tanggal 4
Juli dirayakan sebagai Hari Kemerdekaan.&lt;/div&gt;&lt;h4 style="text-align:
justify;"&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;Adakah yang tau teks proklamasi negara-
negara di dunia yang lainnya ??&lt;/span&gt;&lt;/h4&gt;&lt;h5 style="text-align:
center;"&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;span style="color:
black;"&gt;&lt;strong&gt;Donlot Buku “&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/dewan-syariah-daulah-islam-
proklamasi-daulah-islam-irak.pdf" target="_blank"&gt;Proklamasi Daulah Islam
Irak&lt;/a&gt;” (PDF)&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h5&gt;&lt;div
class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
7474333048643476484?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/7474333048643476484/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/proklamasi.html#comment-form' title='0
Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/747433304864347
6484'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/747433304864347
6484'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/proklamasi.html'
title='Proklamasi'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
6352335639741754763</id><published>2010-10-16T23:48:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-16T23:48:18.558-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Murid
Tjokroaminoto di Peneleh</title><content type='html'>&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;RUMAH bercat putih di Jalan Peneleh, Surabaya, itu baru dikapur ulang. Di
bagian depan, pintu kayu jati dan dua jendela kecil yang mengapitnya pun baru dicat warna
hijau. Selebihnya, tak ada yang baru dari rumah yang dulu dimiliki Haji Oemar Said
Tjokroaminoto ini. “Lantainya saja masih dari semen,” kata Mariyun, ketua rukun tetangga
setempat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Rumah pendiri Sarekat Islam
yang punya banyak kamar itu pernah menjadi tempat indekos tokoh-tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia dari berbagai aliran, di antaranya Soekarno dan Semaoen, pendiri
Partai Komunis Indonesia. Soekarno pernah tinggal di salah satu kamar berlangit-langit
rendah di loteng.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tjokroaminoto memang
membuka pintu rumahnya untuk orang-orang muda yang tertarik pada pemikiran politiknya.
Salah satunya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, yang pindah ke Surabaya pada 1923,
selulus dari Europeesche Lagere School-sekolah dasar Eropa khusus untuk kalangan Eropa
dan yang berdarah Indo-Eropa, dengan pengecualian bagi pribumi berstatus sosial
tinggi.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Anak-anak pribumi yang
mengenyam pendidikan elite ini diharapkan bisa menjadi tenaga pembantu jika
disekolahkan ke lembaga pendidikan dokter, sekolah ahli hukum, atau sekolah pamong
praja. Ayah Sekarmadji, Kartosoewirjo, menginginkan anaknya yang saat itu berusia 18
tahun ini menjadi dokter.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dari
Europeesche Lagere School di Bojonegoro, ia dikirim ke Nederlandsch Indische Artsen
School atau Sekolah Dokter Hindia Belanda di Surabaya. Namun lulusan sekolah tingkat
dasar sepertinya baru bisa mengikuti pelajaran kedokteran setelah lulus kelas persiapan
selama tiga tahun.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Saat mengikuti kelas
persiapan itulah Kartosoewirjo mulai aktif di politik. Mula-mula ia bergabung ke Jong Java.
Organisasi ini pecah karena anggotanya yang lebih radikal memilih mendirikan gerakan
yang tak terlalu mengagungkan tradisi Jawa dan pemikiran Barat. Mereka mendirikan Jong
Islamieten Bond, yang lebih menyuarakan aspirasi Islam. Kartosoewirjo pun memilih hijrah
ke organisasi baru ini.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Menurut peneliti
sejarah Islam di Indonesia, Bahtiar Effendy, sikap radikal Kartosoewirjo itu memang sudah
“bawaan”. “Kartosoewirjo itu kan orang Cepu,” ujarnya. “Kalau kita bicara Cepu saat itu
kan abangan, bahkan kekiri-kirian.” Kartosoewirjo yang dikenal gila membaca ini
terpengaruh buku-buku aliran kiri dan antikolonialisme, yang kebanyakan dia peroleh dari
pamannya, Mas Marco Kartodikromo.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Marco adalah satu dari enam saudara kandung ayah Kartosoewirjo. Ia memilih
profesi wartawan dan menulis di berbagai media ketika itu, bahkan beberapa kali mendirikan
penerbitan sendiri. Marco sendiri sempat aktif di Sarekat Islam, tapi belakangan bergabung
dengan Partai Komunis Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Bagi
pemerintah kolonial, Marco tak ubahnya duri dalam daging. Ia rajin mengkritik secara
terbuka, bahkan tak ragu menyindir pejabat pemerintah, di antaranya penasihat Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Urusan Bumiputra, D.A. Rinkes.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Buku-buku Marco-lah yang membuat pemerintah Hindia Belanda
mencoret nama Kartosoewirjo dari Sekolah Dokter. Ia didepak pada 1927 lantaran kedapatan
memiliki bacaan komunis dan antikolonial.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Akibat “menganggur”, Kartosoewirjo malah mendapat banyak waktu luang
mendengarkan pidato-pidato Haji Oemar Said Tjokroaminoto. “Saya tertarik pada pidato-
pidatonya,” kata Kartosoewirjo kepada Panglima Tentara Islam Indonesia Ateng
Jaelani.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kartosoewirjo tak pernah masuk
pesantren. Ia mempelajari agama secara serabutan dari kiai-kiai yang ditemuinya. Saat
Sarekat Islam menggelar rapat akbar di Surabaya, Kartosoewirjo ikut serta. Bubar rapat,
anggota Sarekat pergi salat, juga Kartosoewirjo. Seusai sembahyang, Kartosoewirjo
mendekati Tjokroaminoto untuk menyatakan ingin menjadi murid. Ia
diterima.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kartosoewirjo kemudian mondok
di rumah Tjokroaminoto. Sebagai pengganti ongkos pemondokan, Karto “diminta bekerja di
surat kabar Fadjar Asia,” kata putra bungsu Kartosoewirjo, Sardjono. Kartosoewirjo juga
sempat menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. “Dia berguru soal Islam dan politik
kepada Tjokroaminoto,” kata Bahtiar Effendy.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Tjokroaminoto menggembleng muridnya itu di koran yang
banyak menulis tema antikolonial. Awalnya, Kartosoewirjo cuma korektor. Lalu pelan-pelan
dia naik pangkat menjadi redaktur, bahkan sampai ke tingkat pemimpin
redaksi.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Saat
mengasuh koran tersebut, Kartosoewirjo tidak cuma menulis soal kekejaman pemerintah
kolonial. Ia juga membahas soal Islam dengan bahasa yang keras. Dalam artikel yang
ditulisnya pada 1929, dia menyerukan agar orang Islam bersedia berkorban demi membela
agama Islam.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tak sekadar menulis,
Kartosoewirjo bergabung dengan Partai Sarekat Islam, organisasi yang dibentuk
Tjokroaminoto. Di partai itu, Kartosoewirjo selalu berada dalam faksi
nonkooperatif.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sampai titik ini, hidup
Kartosoewirjo mirip Mas Marco, pamannya. Bedanya: Marco komunis, Kartosoewirjo
mengikuti langkah Tjokroaminoto yang memilih Islam sebagai dasar
perjuangan.&lt;/div&gt;Pada 1929, “kursus” ilmu politik dan Islam di rumah Tjokroaminoto
rampung. Kartosoewirjo ditunjuk menjadi wakil Partai Sarekat Islam Indonesia di Jawa
Barat. Ia hijrah dari Surabaya ke Malangbong, Garut. Kota di Jawa Barat itu menjadi basis
Kartosoewirjo dalam memimpin Darul Islam&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img
width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
6352335639741754763?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/6352335639741754763/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/murid-tjokroaminoto-di-
peneleh.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/635233563974175
4763'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/635233563974175
4763'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/murid-tjokroaminoto-di-peneleh.html'
title='Murid Tjokroaminoto di Peneleh'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
7533165847508448412</id><published>2010-10-14T22:33:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:33:45.730-07:00</updated><title
type='text'>R.K.H. Abdullah Bin Nuh : Ulama Sejarawan dan Pelaku Sejarah</title><content
type='html'>&lt;img alt="kh-abdullah-bin-nuh" class="alignleft size-medium wp-image-
1806" height="300" src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2009/09/kh-abdullah-bin-
nuh.jpg?w=225&amp;amp;h=300" title="kh-abdullah-bin-nuh" width="225" /&gt;&lt;br
/&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;strong&gt;Anda adalah
saudaraku. Betapa keadaan anda dan apapun kebangsaan anda. Apapun bahasa anda dan
bagaimanapun warna kulit anda. Anda saudaraku walaupun anda tdk kenal aku dan tdk tahu
siapa bundaku. Walaupun aku tdk pernah tinggal serumah dgn anda dan belum pernah
seharipun hidup bersama anda dibawah satu atap langit.&lt;/strong&gt; &lt;/span&gt;
(&lt;strong&gt;Persaudaraan Islam : KH Abdullah bin
Nuh&lt;/strong&gt;)&lt;/blockquote&gt;Saat membaca buku &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2009/09/12/api-sejarah-buku-yang-akan-mengubah-
drastis-pandangan-anda-tentang-sejarah-indonesia/"&gt;API SEJARAH&lt;/a&gt;, di awal
“&lt;em&gt;sekapur sirih&lt;/em&gt;” perhatian saya tertuju pada sosok yang mengingatkan
saya pada dua hal, &lt;strong&gt;pertama&lt;/strong&gt; pada buku “&lt;em&gt;Minhajul
‘Abidin&lt;/em&gt;” (Menuju Mukmin Sejati) buku yang saya baca sejak masih SMA dan
&lt;strong&gt;kedua&lt;/strong&gt; “khobar” dari seseorang yang menyampaikan bahwa
guru dari Prof. Mansur SN adalah KH. Abdullah bin Nuh. Buku Minhajul ‘Abidin adalah
terjemahan KH. Abdullah bin Nuh yang merupakan karya monumental Imam Al-
Ghazali.&lt;span id="more-1805"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;Kiranya “khobar” tentang
guru Prof. Mansur SN adalah KH. Abdullah Bin Nuh terjawab oleh terbitnya buku API
SEJARAH (&lt;em&gt;Wallahu ‘alam&lt;/em&gt;). Di bagian “sekapur sirih” dituliskan :
&lt;em&gt;API SEJARAH, Buku Yang Akan Mengubah Pandangan Anda Tentang Sejarah
Indonesia. Hakikat judul buku ini, &lt;strong&gt;terinspirasi dari jiwa dan isi serta makna
judul aslinya&lt;/strong&gt;, Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan
Kesultanan Banten, tulisan R.K.H. Abdullah Bin Nuh.&lt;/em&gt; (hal x). Selanjutnya di
halaman xv dituliskan : &lt;em&gt;“Karya sejarah dari tulisan R.K.H. Abdullah bin Nuh,
perlu dihadirkan kembali kepada para pembacanya. Tidak dengan dituliskan kembali secara
utuh sama dengan yang lama, sebatas Kesoeltanan Banten. Melainkan penulis hadirkan
dengan melengkapi faktanya. disertai dengan penafsiran baru serta diperluas batasan
waktunya. Dengan nawaitu penulis yang demikian itu, hadirlah buku ini menjadi API
SEJARAH Buku Yang Akan Mengubah Pandangan Anda Tentang Sejarah
Indonesia”&lt;/em&gt;.&lt;br /&gt;&lt;h3&gt;&lt;strong&gt;Siapa KH. Abdullah bin Nuh ?
&lt;/strong&gt;&lt;/h3&gt;&lt;strong&gt;Raden Kiai Haji Abdullah bin Nuh&lt;/strong&gt;,
pembina Majlis Al Ghozali, Bogor, tidak hanya sosok ulama yang menguasai kitab kuning
semata. Melainkan juga sebagai pelaku sejarah sekaligus juga sebagai sejarawan yang
mampu menuliskan &lt;em&gt;Sejarah sebagai Ilmu – History as Written&lt;/em&gt;.
Analisisnya bertolak dari fakta dan data yang diangkat dari referensi buku-buku yang
didalamnya membahas &lt;em&gt;Sejarah sebagai peristiwa – History as Actually
Happened&lt;/em&gt;. Terlalu langka untuk kita jumpai perpaduan dua kemampuan yang
dimiliki oleh seorang Ulama dan pembina pesantren, sekaligus sebagai sejarawan yang
mampu memberikan koreksi terhadap kesalahan penulisan Sejarah Islam Indonesia dalam
penulisan Sejarah Indonesia.(hal i)&lt;br /&gt;Adalah wajar jika seorang Ulama mampu
menuliskan Islam sebagai ajaran. Seperti masalah Fiqih atau Tauhid. Namun, untuk
menuliskan &lt;em&gt;Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan
Banten&lt;/em&gt;, dan memberikan koreksi kesalahan penafsiran atau interpretasi penulisan
&lt;em&gt;Sejarah Masuknya Agama Islam Ke Indonesia&lt;/em&gt; yang telah dituliskan
oleh para penulis terdahulu, sangat langka. Ternyata R.K.H. Abdullah bin Nuh memiliki
kemampuan dan perhatiannya terhadap penulisan ulang – &lt;em&gt;reinterpretation and
rewrite&lt;/em&gt;, Sejarah Islam Indonesia sama seperti Haji Agus Salim, Prof.Dr. Buya
Hamka, Osman Raliby, dan Prof.Dr. Abubakar Atjeh. (hal i)&lt;br
/&gt;&lt;h3&gt;&lt;strong&gt;Kiprah Jejak R.K.H. Abdullah bin
Nuh&lt;/strong&gt;&lt;/h3&gt;Lahir di Cianjur, tepatnya di Kampung Bojong Meron pada
tahun 1324 H. atau lengkapnya tanggal 30 Juni 1905 M. Ayahnya Rd Mohamad Nuh bin
Idris lahir tahun 1879. Dikenal sebagai pendiri Madrasah Al I’anah Cianjur dan murid utama
KH Muhtar seorang guru besar di Masjidil Harom Makkah. Rd Mohamad Nuh bin Idris
Wafat tahun 1966. Sedangkan Ibunya bernama Raden Aisyah binti Rd. Muhammad
Sumintapura adalah seorang Wedana di Tasikmalaya di Zaman colonial Belanda.&lt;br
/&gt;Melihat kepada nasabnya, KH Abdullah bin Nuh itu putra dari KH Rd Nuh bin Rd H
Idris bin Rd H Arifin bin Rd H Sholeh bin Rd H Musyidin Nata Praja bin Rd Aria
Wiratanudatar V (Dalem Muhyiddin) bin Rd Aria Wiratanudatar IV(Dalem Sabiruddin) bin
Rd Aria Wiratanudatar III (Dalem Astramanggala) bin Rd Aria Wiratanudatar II (Dalem
Wiramanggala) bin Rd Aria Wiratanudatar I (Dalem Cikundul).&lt;br /&gt;Di usia
balitanya, KH Abdullah bin Nuh dibawa keluarganya bermukim di Makkah. Disana beliau
tinggal selama 2 tahun bersama Nyi Raden Kalifah Respati, nenek ayahnya yang kaya raya
di Cianjur dan ingin meninggal di Makkah. Mungkin, karena pengalaman di Makkah itulah
hingga dihati beliau tumbuh berkembang bakatnya untuk menjadi penyair dan sastrawan
Arab. Pasalnya seringkali beliau bercerita pada keluarganya tentang pedagang-pedagang
makanan pagi di Makkah yang menjajakan barang dagangan sambil berseru “El Batato Ya
Nas” . rupanya pengalaman itu cukup mendalam di relung hati beliau, sehingga pada saat-
saat tertentu beliau suka bernyanyi nyanyi kecil “El Batato Ya Nas…El Batato Ya Nas.”
Kalau di Indonesia, tak ubahnya seperti pedagang-pedagang yang ada di Jogya yang
menjajakan dagangannya sambil berseru “Gudege nggih den…. Gudege nggih
den”.&lt;br /&gt;Pulang di Makkah, Pendidikan formalnya diawali dari Madrasah Al I’anah
Almubarokah yang didirikan Ayahnya pada tahun 1912. Salah satu Mandrasah yang boleh
dibilang sebagai kawah candra dimuka bagi kelahiran para pahlawan dan sastrawan muslim
yang kebesaran namanya tidak hengkang digerus zaman.&lt;br /&gt;Sejak kecil, kecerdasan
dan ketajaman hati, KH Abdullah bin Nuh memang sudah terang keunggulan ilmunya. Di
usianya yang baru 8 tahun sudah mengusai bahasa Arab. Juara Al Fiah, sanggup menghafal
Al Fiah Ibnu Malik dari awal sampai akhir bahkan, dibalik dari akhir keawal. Selain belajar
di Al I’anah, beliau pun tidak henti-hentinya menggali dan menimba ilmu dari ayahnya. hal
itu pernah ungkapkannya kepada salah seorang muridnya. Kata Beliau : “Mama Mah Tiasa
Maca Ihya Teh Khusus Ti Bapak Mama”.&lt;br /&gt;Pada tahun 1918, Madrasah Al I’anah
melahirkan murid-murid pilihannya yang terdiri dari Rd. Abullah (KH Abdullah bin Nuh)
Rd. M Zen, Rd. Taefur Yusuf, Rd. Asy’ari, Rd. Akung dan Rd. M Soleh Qurowi. Ke 6 orang
murid yang bergelar dakhiliyyah itu diberangkatkan ke Pekalongan, mereka bermukim di
internat (Pondok pesantren) Syamailul Huda. yang dipimpinan oleh seorang Guru besar
Sayyid Muhammad bin Hasyim bin Tohir Al Alawi Al Hadromi, keturunan Hadrol Maut
yang tinggal di Jl. Dahrian (sekarang Jl. Semarang) Pekalongan. Di Syamailul Huda, Rd
Abdullah bin Nuh kecil mondok bersama 30 orang sahabat seniornya yang sudah terlebih
dahulu bermukim dan belajar disana. Mereka datang dari berbagai daerah. Ambon, Menado,
Surabaya, Malaysia bahkan ada juga yang dari Singapore.&lt;br /&gt;Tahun 1922, Sayyid
Muhammad bin Hasyim Hijrah ke Surabaya. KH Abdullah bin Nuh ikut diboyong, karena
Beliau merupakan salah seorang murid terbaik yang menjadi kesayangannya. Di Surabaya
Sayyid Muhammad bin Hasyim mendirikan “Hadrolmaut School”. Selain digembleng cara
mengajar, berpidato, memimpin dan lain-lain yang diperlukan, di “Hadromaut School”
itupun KH Abdullah bin Nuh diperbantukan untuk mengajar.&lt;br /&gt;Memasuki tahun
1925, KH Abdullah bin Nuh bersama 15 orang murid pilihan lainnya dibawa oleh Sayyid
Muhammad bin Hasyim ke Mesir dalam upaya memperdalam ilmu agama diperguruan
tinggi Mesir yang waktu itu hanya ada dua, yakni Jamiatul Azhar (syari’ah) dan Madrasah
Darul Ulum Al Ulya (Al-Adaab). Peristiwa itu bertepatan dengan didudukinya Kota
Mekkah Almukaromah oleh Wahabiyyin yang berbuntut dengan keluarnya Malik Husen
meninggalkan Makkah.&lt;br /&gt;Selama di Mesir, mula-mula tinggal di Syari’ul
Hilmiyyah, lalu berpindah ke Syari’ul Bi’tsah Bi Midanil Abbasyiah dan diperbantukan
menjadi khodam-khodam/tukang masaknya orang orang Yaman, sedangkan di Al Azhar, KH
Abdullah bin Nuh tidak belajar bahasa Arab lagi, karena memang sebelum berangkat kesana
Beliau sudah benar-benar pandai dan ahli, bahkan sudah mengusai pula berbagai bahasa
lainnya, disana Beliau hanya mempelajari dan memperdalam ilmu fiqih.&lt;br /&gt;Siang
malam KH. Abdullah bin Nuh nyaris tidak ada hentinya untuk belajar, usai belajar dari
Jami’atul Azhar, pulang kerumah hanya berganti pakaian, kemudian keluar lagi dengan
memakai pantolan, berdasi dan memakai torbus untuk mengikuti pengajian-pengajian diluar
Al Azhar. Mahasiswa Al Azhar mempunyai ciri khas yakni berjubah dan mengenakan
sorban yang dililitkan kepala (udeng).&lt;br /&gt;KH Abdullah bin Nuh belajar di Mesir
hanya 2 tahun, itupun dikarenakan putra gurunya yang beliau temani tidak merasa betah,
sedangkan Guru besar Sayyid Muhammad bin Hasyim pulang ke Hardomaut, akhirnya KH
Abdullah bin Nuh memutuskan untuk pulang ke Indonesia. (&lt;a
href="http://www.bogornews.com/mod.php?
mod=spot&amp;amp;op=viewarticle&amp;amp;artid=75"&gt;&lt;strong&gt;ref&lt;/strong&
gt;&lt;/a&gt;)&lt;br /&gt;&lt;h3&gt;&lt;strong&gt;Perjuangan KH. Abdullah Bin
Nuh&lt;/strong&gt;&lt;/h3&gt;Sekembalinya dari Mesir Tahun 1927. KH Abdullah bin Nuh
memulai karirnya sebagai Kyai dengan mengajarkan agama Islam. Diawali dari Cianjur dan
Bogor, Pernah tinggal di Ciwaringin kaum dan di Gang Kepatihan&lt;br /&gt;Selama di
Bogor beliau mengajar di Madrasah Islamiyyah yang didirikan oleh mama Ajengan Rd Haji
Mansyur dan juga mengajar para Mu’alim yang berada disekitar Bogor. Satu tahun tinggal di
Bogor, pindah ke Semarang, disana hanya dua bulan kemudian kembali lagi ke Bogor, untuk
melanjutkan perjalanannya ke Cianjur.Disana menjadi guru bantu di Madrasah Al
I’anah.&lt;br /&gt;Tahun 1930, untuk yang kedua kalinya KH Abdullah bin Nuh kembali ke
Bogor dan tinggal di Panaragan, pekerjaan beliau adalah mengajar para Kyai dan menjadi
korektor Percetakan IHTIAR (inventaris S.I). selama 4&lt;br /&gt;tahun bermukim di Bogor.
KH. Abdullah bin Nuh bersama Mama Ajengan Rd. H Mansur, mendirikan Madrasah PSA
(Penolong Sekolah Agama) yang berfungsi sebagai wadah pemersatu madrasah-madrasah
yang ada disekitar Bogor, ketuanya adalah Mama Ajengan Rd. H Mansur, sedangkan KH
Abdullah bin Nuh terpilih sebagai Ketua Dewan Guru/Direktur.&lt;br /&gt;Sejarah
mencatat, bahwa PETA lahir pada bulan Nopember 1943. tahun yang juga mencatat
kelahiran HIZBULLAH, dimana para alim Ulama pada saat itu banyak yang bergabung
menjadi anggota organisasi tersebut. Karena pada tahun yang sama pula, disana-sini para
alim ulama ditangkap oleh Dai Nippon, diantara Hadlorotnya Syekh Hasyim Asya’ari
pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng, beliau dipenjarakan di Bubutan, Surabaya.
Perlakuan serupa dialami pula oleh KH Zainal Mustofa, pimpinan Pondok Pesantren
Sukamanah, Tasik Malaya, Bahkan nasib KH Zainal Mustofa lebih menyakitkan lagi, konon
Beliau gugur disiksa Dai Nippon.&lt;br /&gt;Terpicu oleh peristiwa menggetarkan dan
membuat marah kalangan Alim Ulama itu. Menjelang akhir tahun 1943. KH Abdullah bin
Nuh terjun dikalangan militer, bergabung dengan Pembela Tanah Air PETA dengan pangkat
DAIDANCO. Banyak hal-hal mengerikan yang saat itu dapat disaksikan. Bangsa Indonesia
terus dibenturkan pada cobaan demi cobaan.&lt;br /&gt;Pemberontakan arek Suroboyo yang
terjadi pada tanggal 19 september menjadi awal langkah yang menyulut semangat
kepahlawan diseluruh tanah air. Sejalan dengan itu perjuangan KH Abdullah bin Nuh selaku
pemimpin Hizbullah dan BKR/TKR dikota Cianjur terus berlanjut hingga memasuki
pertengahaan tahun 1945.&lt;br /&gt;Pada tanggal 21 Ramdhan 1363 H atau 29 Agustus
1945M. di jakarta di bentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang juga merupakan
dilangsungkan sidang pertamanya. Ketua KNIP ditetapkan Mr Kasman Singodimodjo.
Seorang bekas Daidanco PETA Jakarta. Sedangkan KH Abdullah bin Nuh adalah salah satu
anggota diantaranya.&lt;br /&gt;Tanggal 4 Juni 1946 bertepatan dengan dialihkannya
Pemerintahan RI ke Jogyakarta. KH Abdullah bin Nuh hijrah ke Yogyakarta. Di Yogya tidak
berjuang dikalangan militer lagi, tetapi berjuang dikancah pendidikan. Ditengah pergolakan
politik dan masa-masa revolusi yang menegangkan, Beliau tampil sebagai Ulama dan
pejuang yang lihai membagi waktu, sempat mendirikan RRI Jogyakarta siaran bahasa arab
dan mendirikan STI (Sekolah Tinggi Islam/UII) bersama dengan KH. Abdul Kohar
Muzakkir.&lt;br /&gt;Kendati demikian sedikitpun tidak mengabaikan tugas ke Kyai-annya,
Beliau membuka beberapa pengajian disana. Salah seorang anak didiknya Ibu Mursyidah
dan Al-Ustadz Basyori Alwi telah berhasil membuka pesantren yang megah di Jl. Singosari
No 90 dekat kota malang, selain itu masih banyak lagi Asatidz tempaannya.&lt;br
/&gt;Desember 1948 Jogyakarta bezet (diduduki tentara Belanda). Tentara RI mundur teratur
dan melakukan perang gerilya bersama para seluruh petinggi dan masyarakat yang
berlangsung selama 6 bulan, terhitung dari bulan desember 1948 sampai dengan juni 1949.
Pada bulan Juni itulah tepatnya tanggal 5 juni 1949. KH. Abdullah bin Nuh menikah dengan
Ibu Mursyidah salah seorang putri didiknya yang telah disebukan tadi.&lt;br /&gt;Hingga
pertengahan tahun 1945 pasca diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno
dan Bung Hatta. KH Abdullah bin Nuh tetap melanjutkan perjuangannya dengan memimpin
barisan Hizbullah dan Badan Keamanan Rakyat BKR di kota Cianjur, bersama-sama dengan
barisan-barisan lainnya. Ibarat nyala obor yang tak padam ditiup pergeseran zaman.&lt;br
/&gt;Semangat KH Abdullah bin Nuh dalam upaya menghidupkan pendidikan agama islam
di era revolusi, terus berlanjut, Setelah melalui masa-masa sulit dari sebab pasang surutnya
gelombang perjuangan, pada tahun 1950, pindah ke Jakarta. Di Jakarta mengadakan
Lembaga Penyelidikan Islam yang berkantor dijalan Blora dengan beberapa sahabatnya, para
Kyai-Kyai dan Habaib di Jakarta, selain itu pun beliau ikut mengajar di Masjid mataram dan
kebayoran baru. Selama lebih kurang 20 tahun, KH Abdullah bin Nuh memilih Ibukota
Jakarta sebagai tempat pengabdianya.&lt;br /&gt;Tanpa pamrih beliau banyak mengajar ngaji
para asatidz (Mu’alimin), memimpin majlis-majlis ta’lim, menjabat selaku kepala seksi
bahasa Arab pada studio RRI Pusat dan aktif dalam kantor berita APB (Arabian Press Boar).
Serta pernah pula menjadi dosen UI bagian sastra Arab, menjadi pemimpin Majalah Pembina
dan ketua lembaga penyelidikan Islam. Kifrahnya tidak terbatas hanya diwilayah Jakarta
saja, karena pada tahun 1959 sebelum kepindahan ke Bogor, Beliau telah aktif memimpin
beberapa pengajian yang ada di kota Bogor, diantaranya. Majlis Ta’lim Sukaraja, Majlis
Ta’lim Babakan Sirna, Majlis Ta’lim gang Ardio dan Majlis Ta’lim Kebon Kopi.&lt;br
/&gt;Baru kemudian pada tanggal 20 Mei 1970, KH Abdullah bin Nuh hijrah bersama
Istrinya ke Bogor. Di Bogor beliau mendirikan majlis-majlis Ta’lim. Majlis Ta’lim yang
didirikan dan menjadi asuhannya adalah. Al-Ghazaly (Kota Paris), Al-Ihya (Batu Tapak), Al
Husna (Layungsari), Nurul Imdad (Babakan Fakultas), dan terakhir Nahjussalam (Sukaraja).
Kesemua majlis itu merupakan tempat pengabdiannya setelah usianya lanjut, tiada hari bagi
beliau tanpa kuliah shubuh. Hari Senin sampai dengan Kamis di Majlis Ta’lim Al Ihya, hari
Jum’at sampai Ahad di Al Ghazaly sedangkan Ahad siang ba’da dzuhur di Nahjussalam
Sukaraja.&lt;br /&gt;&lt;strong&gt;Kuasai Bahasa Arab &lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;Keahlian
utama yang dianugrahkan Allah SWT pada KH Abullah bin Nuh adalah mengusai bahasa
Arab, baik yang berbentuk prosa, puisi maupun dalam berbicara, mengajar, menulis dan
berceramah. Bahasa Arab yang keluar dari lisan beliau amat fasih dan menarik, bukan saja
bagi para Kyai dan sahabat-sahabatnya di Indonesia yang mengerti dan memahami bahasa
Arab, tetapi bangsa Arab pun mengaguminya.&lt;br /&gt;Pegawai-pegawai kedutaan dari
negeri Arab banyak yang senang bergaul dengan beliau, mereka tertarik oleh bahasa Arab
yang dilafadz-kannya, termasuk para duta besar. Bahkan sesudah pindah ke Bogor pun
masih ada beberapa duta besar yang bersilaturahhmi ke Al Ghazaly hanya untuk beramah
tamah dan mendengar tutur katanya yang menarik hati.&lt;br /&gt;Oleh karena kefasihannya
dalam menggunakan bahasa Arab, pada saat umroh tahun 1979, Abdullah bin Nuh
berkenalan dengan seorang pejabat tinggi Yordan, kemudian diundangnya untuk berceramah
di Amman Yordan. Hingga akhirnya yang mulia Amir Hasan adik Raja Yordan memberi bea
siswa untuk Mustofa salah seorang putranya dan kawan-kawannya belajar di Yordan
University.&lt;br /&gt;Tulisan KH Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab pun sangat
menarik, buku-buku yang dikarang sepanjang hidupnya sebanyak 26 judul. Tidak sedikit
kenalannya di Timur Tengah yang menyuruh anak-anaknya supaya menghafal salah satu
tulisan Abdullah bin Nuh yang berjudul ” Persaudaraan Islam” Yang ditulisnya pada tahun
1925 ketika mengajar di Hadramaut School.&lt;br /&gt;Bahasa Arab yang dikusai KH
Abdullah bin Nuh betapa menjadi suatu pesona yang banyak menarik sahabat karib dan juga
para Habaib. Bahkan, semasih tinggal di jalan Pasabean 66, almarhum Habib Abdullah
Alatas (ayah Habib Alatas Menteri Luar Negeri Era Orde Baru) sering silaturahhmi
kerumah Abdullah bin Nuh hingga larut malam. Dari keahliannya itu pula KH Abdullah bin
Nuh memimpin siaran bahasa Arab di RRI, mengajar di Universitas Indonesia, memimpin
majalah berbahasa Arab APB (Arabian Press Board) mengadakan Academi Bahasa Arab di
Menteng Raya (Cikini) dan mengajar KH Abdullah Syafe’i, KH Abdu Rosyid dan Dr Hj
Tuti Alawiyah.&lt;br /&gt;Disamping mengusai bahasa Arab dalam bentuk prosa, KH
Abdullah bin Nuh pun ahli menggubah Sya’ir dalam bahasa Arab. Sya’ir-sya’iir
karangannya dihimpun dalam suatu buku atau diwan. Sayangnya, diwan itu kini tidak
ketahuan lagi dimana rimbanya, Dulu Diwan itu pernah dipinjam oleh salah seorang bekas
muridnya di STI yang akan menempuh ujian di Al Azhar (Cairo) untuk melengkapi
disertasinya, kembali ke Indonesia murid beliau tersebut menjadi rektor IAIN. Tetapi diwan
itu?. Wallaahu a’lamu.&lt;br /&gt;Selain ketanah suci untuk haji dan umroh, KH Abdullah
bin Nuh pun pernah beberapa kali melawat ke luar negeri, seperti ke Australia, Malaysia,
Singapore, India, Iran, Yoradan dan Mesir. Kepergian KH Abduillah bin Nuh ke Makkah
yang terakhir ialah pada tahun 1983. Kondisi kesehatannya sudah sangat menurun, Beliau
ingin beristirahat di Sukaraja. Kebetulan di Gang Ardio Tanah Sewa punya hibah tanah dari
almarhum H Jamhur. Tanah itu dijualnya dan membeli tanah serta membangun rumah di
Sukaraja. Keluarganya pernah juga tinggal disana, tetapi tidak lama kemudian pindah lagi ke
Al-Ghazaly&lt;br /&gt;Sekembalinya dari Makkah, kondisi dan kesehatannya semakin
menurun, apa lagi setelah anak yang dibanggakannya Dr Aminah meninggal setahun
sebelumnya. Beliau kerap berkata sendirian ” &lt;em&gt;Mien..bukan mama tidak ridho,
tetapi mama ingat saja”.&lt;/em&gt; Ternyata itu adalah merupakan isyarat untuk
keluarganya, karena tidak berselang lama Abdullah bin Nuh mangkat menyusul anak
tercintanya.&lt;br /&gt;KH Abdullah bin Nuh wafat menjelang magrib pada hari Senin
tanggal 3 Robi’ul awwal 1987 di rumah Al Ghazaly Jl Cempaka No 6 Kota Paris Bogor.
Dimakamkan keesok harinya di Sukaraja berdampingan dengan anak kebanggaannya Dr
Aminah. Almarhum meninggalkan seorang istri dan sepuluh anak. (&lt;a
href="http://www.mail-
archive.com/urangsunda@yahoogroups.com/msg60008.html"&gt;&lt;strong&gt;ref&lt;/stron
g&gt;&lt;/a&gt;)&lt;br /&gt;&lt;strong&gt;Karya-karyanya&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;Karya
tulis R.K.H. Abdullah bin Nuh yang terkenal adalah &lt;strong&gt;Kamus Indonesia-Arab-
Inggris&lt;/strong&gt; yang disusun bersama Oemar Bakry. Karya-karyanya yang ditulis
dalam bahasa Arab antara lain adalah &lt;em&gt;al-Alam al-Islami &lt;/em&gt;(Dunia
Islam), &lt;em&gt;Fi Zilal al-Ka’bah al-Bait al-Haram&lt;/em&gt; (Di Bawah Lindungan
Ka’bah), &lt;em&gt;La Taifiyata fi al-Islam&lt;/em&gt; (Tidak Ada Kesukuan Dalam
Islam), &lt;em&gt;Ana Muslim Sunniyyun Syafi’iyyun&lt;/em&gt; (Saya Seorang Islam
Sunni Pengikut Syafi’i), &lt;em&gt;Mu’allimu al-‘Arabi&lt;/em&gt; (Guru Bahasa Arab),
dan &lt;em&gt;al-Lu’lu’ al-Mansur &lt;/em&gt;(Permata yang bertebaran). Adapun
karangannya yang ditulis dalam bahasa Indonesia adalah &lt;strong&gt;Cinta dan Bahagia,
Zakat Modern&lt;/strong&gt;, &lt;strong&gt;Keutamaan Keluarga Rasulullah
Saw.&lt;/strong&gt;, dan &lt;strong&gt;Sejarah Islam di Jawa Barat Hingga Zaman
Keemasan Banten &lt;/strong&gt;serta sebuah buku berbahasa Sunda
&lt;strong&gt;Lenyepaneun&lt;/strong&gt; (Bahan Telaah Mendalam). Adapun karya
terjemahan dari kitab Imam al-Ghazali adalah &lt;em&gt;Minhaj al-Abidin &lt;/em&gt;
(Jalan Bagi Ahli Ibadah), &lt;em&gt;Al-Munqiz Min al-Dalal &lt;/em&gt;(Pembebas dari
Kesesatan), dan &lt;em&gt;al-Mustafa li ManLahu Ilm al-Ushul &lt;/em&gt;(Penjernihan
bagi Orang yang Memiliki Pengetahuan Ushul) (&lt;a
href="http://sundaislam.wordpress.com/2008/02/01/kiai-haji-abdullah-bin-
nuh/"&gt;&lt;strong&gt;ref&lt;/strong&gt;&lt;/a&gt;)&lt;br
/&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;Namun anda
adalah saudaraku… &lt;span style="color: red;"&gt;karena anda adalah seorang
Muslim&lt;/span&gt;. Setelah itu aku tak peduli apakah anda org Eropa, India, Turki, atau
Cina. Bangsa Barat atau Timur. Atau apa saja yg anda kehendaki. Karena ini merupakan
penggolongan2 sederhana yg tdk berarti bagiku setelah kurenungkan
dalam2.&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color:
green;"&gt;Anda saudaraku. Karena kita bersama-sama menyembah Tuhan yg Satu.
Mengikuti Rasul yg satu. Menghadap kiblat yg satu. Dan terkadang kita berkumpul
disebuah padang yg luas, yaitu padang Arafah. Kita sama2 lahir dari hidayah Allah.
Menyusu serta menyerap syariat Nabi Muhammad SAW. Kita sama2 bernaung dibawah
langit kemanusiaan yg sempurna. Dan sama2 berpijak pada bumi kepahlawanan yg utama.
(&lt;a href="http://aneshusen.multiply.com/journal/item/15"&gt;Persaudaraan Islam : R.K.H.
Abdullah bin
Nuh&lt;/a&gt;)&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;strong&gt;Ref
:&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;ol&gt;&lt;li&gt;&lt;strong&gt;API
SEJARAH&lt;/strong&gt;, Buku Yang Akan Mengubah Drastis Pandangan Anda Tentang
Sejarah Indonesia, Ahmad Mansur Suryanegara, Penerbit Salamadani, Bandung, Juli
2009&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Tapak Jejak Ulama Legendaris KH. Abdullah Bin Nuh, &lt;a
href="http://www.bogornews.com/mod.php?
mod=spot&amp;amp;op=viewarticle&amp;amp;artid=75"&gt;Bogornews&lt;/a&gt;&lt;/li&
gt;&lt;li&gt;SEKELUMIT TENTANG KH ABDULLAH bin NUH, &lt;a
href="http://idjatnika.multiply.com/journal/item/11/SEKELUMIT_TENTANG_KH_ABDUL
LAH_bin_NUH"&gt;I Djatnika&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;ULAMA TATAR SUNDA 6,
&lt;a href="http://www.mail-
archive.com/urangsunda@yahoogroups.com/msg60008.html"&gt;milis urang
sunda&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;PERSAUDARAAN ISLAM Prosa Dahsyat KH.
Abdullah bin Nuh, &lt;a
href="http://aneshusen.multiply.com/journal/item/15"&gt;Mubahidin &amp;amp; Konspirasi
Purba&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Kiai Haji Abdullah bin Nuh , &lt;a
href="http://sundaislam.wordpress.com/2008/02/01/kiai-haji-abdullah-bin-nuh/"&gt;Pustaka
Sunda Islam&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img
width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
7533165847508448412?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/7533165847508448412/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/rkh-abdullah-bin-nuh-ulama-
sejarawan.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/753316584750844
8412'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/753316584750844
8412'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/rkh-abdullah-bin-nuh-ulama-sejarawan.html'
title='R.K.H. Abdullah Bin Nuh : Ulama Sejarawan dan Pelaku
Sejarah'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
6063702741484835029</id><published>2010-10-14T22:22:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:23:57.640-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Jejak
Militan Jenderal Soedirman</title><content type='html'>&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/panglima-besar-
soedirman.jpg"&gt;&lt;img alt="" class="alignleft size-full wp-image-3889" height="271"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/panglima-besar-soedirman.jpg?
w=200&amp;amp;h=271" title="Panglima Besar Soedirman" width="200"
/&gt;&lt;/a&gt;Saat usianya masih 31 tahun &lt;a
href="http://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman" target="_blank"&gt;Soedirman
&lt;/a&gt;sudah menjadi seorang jenderal, beliau bukan jenderal akademik tetapi
jenderal karena prestasi. Melalui Konferensi TKR tanggal 12 Nopember 1945, ia terpilih
menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Nama
Panglima Besar yang disandang oleh&amp;nbsp; Soedirman bukanlah berasal dari
pemerintah, melainkan datang dari para pimpinan pasukan yang berkumpul di
Yogyakarta, 12 November 1945, untuk memilih satu dari mereka yang menjadi pemimpin
tentara. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945,&amp;nbsp; pangkat Jenderal diberikan
padanya lewat pelantikan Presiden.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;span id="more-3882"&gt;&lt;/span&gt;Pengabdian Panglima Besar
Soedirman hanya bagi kemerdekaan bangsanya &lt;i&gt;“ Tentara kita jangan sekali–kali
mengenal sifat menyerah kepada siapa pun juga, yang akan menjajah dan menindas kita
kembali”&lt;/i&gt;. Inilah sikap patriotik sang Panglima Besar. Komitmen pada janji
membela bangsa dan negara tanpa kenal menyerah. Prinsip–prinsip ini dapat dilihat pada
salah satu kata–kata mutiara Jenderal Besar Soedirman berikut : &lt;i&gt;“ Jangan sekali–
kali diantara tentara kita ada yang menyalahi janji, menjadi pengkhianat nusa, bangsa dan
agama, harus kamu sekalian senantiasa ingat bahwa tiap–tiap perjuangan tentu memakan
korban, tetapi kamu sekalian telah bersumpah ikhlas mati untuk membela nusa, bangsa dan
agamamu, sumpah wajib kamu tepati, sekali berjanji sekali kita tepati”&lt;/i&gt; (Asren
Nasution, 2003)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Panglima Besar Jenderal
Sudirman mengingatkan, &lt;i&gt;“ Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah
mempertahankan kedaulatan Negara dan menjaga keselamatannya, sudah cukup kalau
tentara memegang teguh kewajiban ini. Lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang
teguh” &lt;/i&gt;(Jogjakarya 27 Mei 1945).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Apa yang diperankan oleh Jenderal Besar Soedirman selama karir militernya
memberikan data konkret mengenai militansi yang tinggi dan patriotisme yang begitu kental.
Ia rela meninggalkan sang isteri tercinta dan keluarganya, bahkan rela menahan sakit
dengan melawan nasihat dokter, walau ia tahu bahwa hal ini dapat mengancam jiwanya.
Dengan bahasa yang mantap Jenderal Besar Soedirman mengatakan :&lt;i&gt; &lt;b&gt;“
Kalau dizaman damai, saya akan menuruti nasihat dokter, tetapi kalau seperti sekarang ini,
zaman perang, diharap maaf saja”&lt;/b&gt;&lt;/i&gt; (Asren Nasution, 2003: 155). Hal
tersebut terungkap dalam dialog Jenderal Besar Soedirman dengan dokter pribadi beliau,
yaitu Dr. Suwondo, ketika sang Jenderal ingin bergerilya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Hasil perundingan Roem-Royen&amp;nbsp; mendapat reaksi keras dari
berbagai pihak di Indonesia, terutama dari pihak TNI.&amp;nbsp; Panglima Besar Angkatan
Perang Republik Indonesia Jenderal Soedirman pada tanggal 1 Mei 1949 mengeluarkan
amanat yang ditujukan kepada komandan-komandan kesatuan memperingatkan agar mereka
tidak turut memikirkan perundingan, karena akibatnya hanya akan merugikan pertahanan
dan perjuangan.&amp;nbsp; Ada 10 butir amanah Jendaral Soedirman&amp;nbsp; antara lain
:&lt;/div&gt;&lt;ol&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Tunaikan sumpah dan tugas
kewajiban sebagai prajurit negara Republik Indonesia, yang sanggup menjamin keamanan
dan keselamatan nusa dan bangsanya.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Jagalah
persatuan dalam tentara, sehingga dalam tentara kita dapat menjadi utuh satu dan merupakan
satu bentuk yang kokoh kuat dalam menghadapi apapun.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Peliharalah
dengan tulus ikhlas taat disiplin dalam tentara kita.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;Dan saat musuh merajalela di daerah kita, jangan sekali–kali para komandan
turut memikirkan akan datangnya perundingan, karena akibatnya hanya akan merugikan
pertahanan dan perjuangan belaka.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Ingat dan
insyaflah, bahwa penderitaan pahit semenjak 19 Desember 1948 itu disebabkan karena
sebagian besar para pemimpin kita, baik sipil maupun militer, sama–sama terpikat oleh
perundingan, sehingga mereka lupa bahwa Belanda telah bersiap–siap lengkap di depan
pintu kita.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Soal perundingan, serahkan
sepenuhnya kepada pucuk pimpinan yang bertanggungjawab atas keselamatan angkatan
perang seluruhnya.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Saya telah bersiap lengkap
dengan syarat dan usal-usul yang saya ajukan pada pemerintah kita, syarat dan usul–usul
mana saya sesuaikan dengan semangat dan jiwa perjuangan tentara kita dan rakyat pada
dewasa ini pula mengingat serta memperhatikan suara–suara dari pada komandan–komandan
terutama yang langsung memimpin pertempuran.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;Jangan bimbang dalam menghadapi macam-macam penderitaan, karena
semakin dekat cita–cita kita tercapai, makin berat penderitaan yang harus kita
alami.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Percaya dan yakinlah, bahwa
kemerdekaan sesuai negara yang didirikan diatas timbunan/runtuhan korban jiwa/harta
benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia sipa
pun.&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Berjuang terus, saya tetap memimpin
kamu sekalian. Tuhan insya Allah melindungi perjuangan suci kita (Asren Nasution, 2003:
153-154).&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tanggal 7 Mei 1949
ditandatangani pernyataan bersama Roem-Van Royen untuk menyelesaikan konflik
bersenjata di meja perundingan (KMB). Usai sudah perang antara Republik Indonesia dan
Belanda. Panglima Soedirman memasuki kota Yogya lagi dari desa Ponjong tanggal 9 Juli
1949, setelah berfoto bersama dengan pembawa tandu terakhir yang dipakai menyeberangi
Kali Opak dekat Piyungan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sudirman
merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada
prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan
bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam
membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika
Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad
ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan
memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang
dilahirkan oleh revolusi negeri ini. Lima tahun mengabdi sebagai Panglima Besar
sampai akhir hayatnya&amp;nbsp; meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34
tahun. Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang
dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan
sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Soedirman adalah salah seorang&amp;nbsp; tokoh pejuang 45 yang telah
mendarma-baktikan jiwa raga dan kemampuan yang dimilikinya untuk keluhuran cita-cita
bangsa. Perjalanan hidupnya telah menimbulkan kesan yang mendalam dalam sejarah Perang
Kemerdekaan Indonesia. Maka kiranya sepakatlah kita jika amal baktinya itu diabadikan
dan dikomunikasikan. Jangan sampai terhapus oleh lampaunya waktu.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
center;"&gt;&lt;b&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;i&gt;“Kemewahan adalah
permulaan keruntuhan. Kesenangan melupakan tujuan. Iri hati merusak Persatuan.
Keangkaramurkaan menghilangkan
kejujuran”&lt;/i&gt;&lt;/span&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
center;"&gt;&lt;b&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;i&gt; (Amanat Jenderal
Soedirman).&lt;/i&gt;&lt;/span&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;&lt;i&gt;Referensi&lt;/i&gt;&lt;/b&gt;&lt;/div&gt;&lt;ol&gt;&lt;li&g
t;Nasution, Asren. 2003. &lt;i&gt;Religiositas TNI: Refleksi Pemikiran dan Kepribadian
Jenderal Besar Soedirman&lt;/i&gt;. Jakarta: Kencana.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.biografiindonesia.com/ensiklopedi/s/sudirman/index.shtml"
target="_blank"&gt;Jenderal Soedirman (1916-1950) &lt;/a&gt;Panglima dan Jenderal
Pertama RI&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a href="http://www.facebook.com/notes/panglima-besar-
jenderal-soedirman/pesan-panglima-besar-jenderal-besar-soedirman/45521086562"
target="_blank"&gt;Pesan Panglima Besar Jenderal Besar
Soedirman&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a href="http://www.tni.mil.id/news.php?
q=dtl&amp;amp;id=113012006122892" target="_blank"&gt;Nasution, Asren. MENJAGA
NETRALITAS TNI DALAM PILPRES 2009&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div
class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
6063702741484835029?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/6063702741484835029/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/jejak-militan-jenderal-
soedirman.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/606370274148483
5029'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/606370274148483
5029'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/jejak-militan-jenderal-soedirman.html'
title='Jejak Militan Jenderal Soedirman'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
4899821591692109905</id><published>2010-10-14T22:18:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:18:29.205-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title
type='text'>Kartosoewirjo</title><content type='html'>&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/bachtiar-
effendi1.jpg"&gt;&lt;img alt="" class="alignleft size-full wp-image-4067" height="250"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/bachtiar-effendi1.jpg?
w=167&amp;amp;h=250" title="bachtiar-effendi1" width="167" /&gt;&lt;/a&gt;Oleh :
&lt;span style="color: #ff3300;"&gt;&lt;strong&gt;Bahtiar Effendy ;
&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;em&gt;Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Jakarta&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;SEKARMADJI Maridjan Kartosoewirjo adalah tokoh menarik. Dari segi nama,
penilaian subyektif saya mengatakan figur ini tidak memiliki Islamic credential yang kuat.
Demikian pula jika dilihat dari sisi penampilan. Potret dirinya, seperti tampak dalam buku
Cornelis van Dijk yang berjudul Darul Islam, tidak mengesankan sebagai santri dalam
perspektif Clifford Geertz. Foto itu bahkan lebih tampak berkarakter
abangan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kesan “nonsantri” ini diperkuat
dengan asal-usul sosialnya yang berspektrum priayi-abangan. Ayahnya adalah, menurut Van
Dijk, “mantri penjual candu, seorang perantara dalam jaringan distribusi candu siap pakai
yang dikontrol dan diusahakan pemerintah”. Dan sekolahnya pun sekuler: Inlandsche School
der Tweede Klasse, HIS, ELS, dan kemudian NIAS-sekolah dokter Jawa.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Menariknya, warna nonsantri itu tidak muncul dalam
pembicaraan mengenai Kartosoewirjo. Sebaliknya, figur ini justru dikenal sebagai bagian
penting dari pergerakan Islam, khususnya dalam kaitannya dengan gagasan dan eksperimen
negara Islam.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Di Indonesia, wacana dan
karya kesarjanaan tentang negara Islam sering dikaitkan dengan aspirasi ideologis dan
politis “golongan agama”-yang kemudian bermetamorfosis menjadi partai Islam. Ini karena
mereka, sebagaimana tecermin dalam perdebatan di Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (1945) dan Sidang Konstituante (1956-1957), ingin
menjadikan Islam sebagai dasar negara.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Meski demikian, Kartosoewirjolah yang berasal-usul sosial nonsantri itu, yang
menyatakan sikap politiknya secara lebih tegas: memaklumkan berdirinya Negara Islam
Indonesia melalui gerakan Darul Islam. Sementara golongan agama atau partai Islam
“hanya” berani mengusulkan Islam sebagai dasar negara, Kartosoewirjo tanpa ragu memilih
mendeklarasikan negara Islam.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Terlepas
dari soal nama, penampilan, dan asal-usul keluarga yang “bukan santri”, kehidupan
Kartosoewirjo tidak kosong dari warna Islam. Setidaknya dia pernah dekat dengan H.O.S.
Tjokroaminoto-bapak penggerak nasionalisme Indonesia melalui Sarekat Islam. Berbeda
dengan Soekarno atau Semaoen-Darsono yang juga menjadikan Tjokroaminoto sebagai
mentor, Kartosoewirjo bahkan pernah bergabung dengan PSII dan Masyumi. Dia juga
melatih pemuda-pemuda dalam lembaga Suffah yang dibangunnya.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Atas dasar itu dapatlah dikatakan bahwa Islamic credential
yang disandang Kartosoewirjo lebih bersifat institusional daripada substansial.
Kartosoewirjo barangkali memang tidak memiliki pengetahuan tentang Islam sedalam
Wachid Hasyim, Mohammad Natsir, atau Isa Anshari. Lagi-lagi menurut Van Dijk, substansi
Islam diperolehnya secara otodidak melalui buku-buku berbahasa Belanda, yang dia
dapatkan dari kiai-kiai Malangbong, seperti Yusuf Tauziri dan Ardiwisastra-
mertuanya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Barangkali sadar akan hal ini,
yaitu keterbatasan mengenai keluasan dan kedalaman Islam, Kartosoewirjo tidak bersedia
membuang waktu untuk menggali dasar-dasar teologi tentang perlunya negara Islam. Dan
memang, Negara Islam Indonesia yang dia proklamasikan pada 7 Agustus 1949 lebih
merupakan reaksi politis daripada agama atas situasi yang berkembang waktu
itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Deliar Noer, misalnya, percaya bahwa
gerakan Darul Islam muncul karena Kartosoewirjo-yang ketika itu “memimpin sebagian
kekuatan bersenjata umat di daerah Jawa Barat”-tidak setuju dengan Persetujuan Renville.
Inti persetujuan itu adalah ditariknya kekuatan bersenjata Indonesia, termasuk Hizbullah dan
Sabilillah, dari daerah yang dianggap dikuasai Belanda.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tapi sebenarnya, di luar Persetujuan Renville, ada faktor lain yang
menyebabkan kelahiran Negara Islam Indonesia, seperti berdirinya Negara Pasundan ciptaan
Belanda pada Maret 1948 dan-ini barangkali yang paling menentukan-jatuhnya
pemerintahan RI di Yogyakarta pada Desember 1948 karena aksi polisional
Belanda.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam konteks seperti itu, kental
warna kebencian terhadap kolonialisme Belanda dalam kaitannya dengan berdirinya Negara
Islam Indonesia. Bahwa kemudian Kartosoewirjo memberi makna jihad dalam reaksinya
terhadap perkembangan keadaan, hal itu merupakan sesuatu yang
lumrah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Gagasan mengenai jihad
memberikan dimensi lain, nilai tambah, dalam perang melawan Belanda-walaupun harus
pula disadari, dalam tradisi masyarakat agraris yang masih sangat tradisional, belum tentu
pemahaman tentang jihad memiliki kedalaman makna teologis. Bisa saja jihad dimengerti
dalam konteks mesianistik-menghadirkan juru selamat yang diridhoi Tuhan. Bukankah,
sekali lagi menurut Van Dijk, Kartosoewirjo juga dilukiskan sebagai pemimpin yang
memiliki kekuatan mistik, lengkap dengan keris dan pedangnya-Ki Dongkol dan Ki
Rompang?&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tentu, kualitas yang dimiliki
Kartosoewirjo tidak unik, tidak hanya ada pada dirinya sendiri. Sejak awal abad ke-20
sampai sekarang, pejuang negara Islam tidak selalu berasal dari kalangan muslim yang-
dalam kerangka antropologis masyarakat Indonesia-disebut santri. Di belahan dunia lain,
pejuang negara Islam itu ada yang berasal-usul seperti Kartosoewirjo, setidaknya jebolan
perguruan tinggi sekuler, bukan madrasah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Ini artinya, seperti tampak dalam sejarah pergerakan Darul Islam di Indonesia,
gagasan mengenai negara Islam tidak mesti muncul karena kesadaran keagamaan. Ide itu
bisa juga lahir sebagai respons atas perkembangan keadaan.&lt;/div&gt;&lt;div
class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
4899821591692109905?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/4899821591692109905/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/kartosoewirjo.html#comment-form' title='0
Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/489982159169210
9905'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/489982159169210
9905'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/kartosoewirjo.html'
title='Kartosoewirjo'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
8724476257911421951</id><published>2010-10-14T03:01:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:09:54.386-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Abdul
Qahhar Mudzakkar Sang Patriot Pejuang Islam</title><content
type='html'>&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; “Sejak awal Proklamasi 17 Agustus 1945
sampai penyerahan kedaulatan hadiah Belanda pada kahir tahun 1949, dan sampai pada saat
buku kecil ini saya tulis, saya adalah salah seorang dari banyak pejuang kemerdekaan
Indonesia” (Abdul Qahhar Mudzakkar – dalam tulisannya “Konsepsi Negara
Indonesia”)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Abdul Qahhar Mudzakkar lahir pada tanggal 24 Maret
1921 di Desa Lanipa – Distrik Ponrang, kabupaten Luwu yang terletak di pantai barat Teluk
Bone, Sulawesi Selatan. Beliau adalah seorang keturunan Bugis Luwu, dilahirkan sebagai
anak kedua dari tiga belas orang bersaudara dan juga sebagai anak laki-laki pertama dari
pasangan Malinrang dengan Hajjah Kessa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah tamat sekolah
dasar pada tahun 1934 di Lanipa, Abdul Qahhar melanjutkan ke Standaard School
Muhammadiyah di Palopo selama 4 tahun. Sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga
cukup mampu, Abdul Qahhar oleh orang tuanya pada tahun 1937 dikirim ke Solo – Jawa
Tengah, untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Mu’allimin
Muhammadiyah.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut cerita dari teman-teman dan juga orang
terdekatnya, disamping cerdas, pemberani dan memiliki sifat-sifat yang unik, sejak masa
kecil di sekolah dan di luar sekolah, Abdul Qahhar sudah tampil bakat-bakat
kepemimpinannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam buku karangannya : BENTUK NEGARA
KHILAFAH DALAM ISLAM pada halaman 113, Abdul Qahhar Mudzakkar menguraikan
arti namanya :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Abdul artinya :
hamba, budak — Qahhar artinya : Tuhan Yang Maha Gagah Perkasa — Mudzakkar artinya
jantan, bersifat jantan. Jadi Abdul Qahhar Mudzakkar, berarti Hamba Allah yang bersifat
jantan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menjelang usia 18 tahun Abdul Qahhar Mudzakkar menikah
dengan Siti Walinah Harjo Sudiro binti Abdulla, “puteri solo” berusia dua tahun lebih muda
dari padanya dan sangat dicintai. Dari hasil perkawinan pasangan Abdul Qahhar dengan Siti
Walinah, mereka dikaruniai oleh Nya enam orang putera dan puteri.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kemudian untuk memperkenalkan keluarganya kepada kedua orang tua dan keluarga
besar di Sulawesi, ia bersama istri, anak dan ibu mertuanya kembali ke Sulawesi dan
beberapa saat berada di Palopo. Disamping menjalankan tugas sebagai seorang guru oleh
kawan-kawannya Abdul Qahhar dipercaya untuk memimpin organisasi pandu
Muhammadiyah yang bernama Hisbul Wathan. Ia menekuni fungsi itu sampai Jepang
mendarat pada tahun 1942.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tatkala pendudukan Jepang. Abdul
Qahhar bersama Yusuf Samma berkesempatan bekerja pada Nippon Dohobu di Makasar.
Akan tetapi karena “iri hati” atu “kecemburuan” dari pihak-pihak tertentu di dalam pekerjaan
ini ia mendapat banyak rintangan. Pada awalnya ia dituduh mencuri emas milik Jepang, akan
tetapi setelah melalui pemeriksaan dan penyiksaan yang berat yang dilakukan Jepang ternyata
tuduhan itu tidak dapat terbukti. Maka untuk menutupi rasa malu kalangan bangsawan,
akhirnya tuduhan berubah dengan dituduh mengadakan permusuhan dengan bangsawan maka
Abdul Qahhar dikenakan hukuman adat yang dinamakan ri paopangi tana, yaitu berarti
hukuman seumur hidup tidak boleh menginjak Luwu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada bulan Mei
1943 Abdul Qahhar bersama istri dan anak-anaknya berangkat ke Jawa dan tinggal kembali
di Solo dan membuka usaha dagang bersama teman-teman yang kebanyakan dari Palopo
sebuah perusahaan dengan nama “Usaha Semangat Muda”. Berkat keuletannya serta
didampingi istri yang cerdik dan penuh semangat, usaha ini berjalan dengan baik.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Tetapi sebagaimana juga yang direncanakan sejak awal kembali dari
Sulawesi yaitu untuk meningkatkan perjuangan melawan penjajahan dan juga untuk
memperluas usaha dagangnya, Abdul Qahhar bersama keluarga kemudian berangkat ke
Jakarta dan Jawa Barat. Di Bandung dan Batavia ia bergabung dengan Haji Idrus membuka
usaha pembakaran kapur.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Di Jakarta Abdul Qahhar berhasil
mendirikan “Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS)”, akan tetapi ada juga pemuda
Sulawesi lainnya yang mendirikan organisasi Angkatan Pemuda Sulawesi (APIS), maka
akhirnya kedua organisasi tersebut dilebur menjadi organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia
Sulawesi (KRIS), yang dilengkapi dengan laskar. Abdul Qahhar diangkat menjadi Sekretaris
Umum KRIS dan Komandan Laskar KRIS.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada waktu sebagai
komandan laskar, Abdul Qahhar banyak bergaul bersama pemuda-pemuda,
komandan/anggota laskar pejuang dan tokoh politik lainnya. Dalam buku “Konsepsi Negara
Demokrasi Indonesia” halaman 7 diceritakan tentang keterlibatan Abdul Qahhar dalam
peristiwa Lapangan Ikada 19 September 1945. Di halaman itu tertulis :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; “Di Lapangan Ikada Jakarta, pada tanggal 19
September 1945 pada waktu Bung Karno dan Bung Hatta didesak oleh rakyat untuk
berpidato, sekian puluh ribu rakyat penduduk Jakarta dan Barisan Pemuda yang ada di
Lapangan Ikada pada waktu itu, tidak seorangpun yang sanggup berdiri di muka mobil Bung
Karno untuk melepasakan Bung Karno dan Bung Hatta dari kepungan bayonet tentara
Jepang, kecuali Abdul Qahhar Mudzakkar seorang diri dengan sebilah golok di tangan
dengan tekad dan nekat mengundurkan tentara Jepang yang sudah penuh membajiri mobil
Bung Karno dan Bung Hatta dengan bayonet terhunus”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada masa
revolusi fisik, untuk lebih dekat dengan kesatuan pertahanan, Abdul Qahhar kemudian pindah
dari Jakarta ke Yogyakarta dimana Markas Besar Tentara berada, yaitu dibawah pimpinan
langsung Panglima Besar Jenderal Soedirman. Di kota Yogyakarta tersebut Abdul Qahhar
kemudian mendirikan BKI (Batalyon Kesatuan Indonesia) dan ia terpilih sebagai
komandannya dengan pangkat pertamnya Mayor. Dalam menjalankan tugas ini, ia
didampingi oleh wakil komandannya yaitu Mayor Abu Bakar, seorang bekas PETA.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 24 Maret 1946 Panglima Besar Jenderal Soedirman memberi
perintah dan surat mandat kepada Letnan Kolonel Abdul Qahhar Mudzakkar untuk
membentuk devisi Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi. Langkah pertama dalam
melaksanakan tugas tersebut, Abdul Qahhar menyusun basis induk kesatuan dan markas staf
operasionalnya yang terletak di jalan Trimargono-Yogyakarta. Letnan Kolonel Abdul Qahhar
Mudzakkar sebagai komandannya, kapten Andi Mattalata menjadi kepala staf, kapten Usman
Jafat staf I, kapten Saleh Lahade staf II, Dungga Staf III dan kapten Abdul Gani staf IV.
Satuan resimennya diberi nama Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS) –
Resimen Hasanuddin.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Untuk membantu para pejuang di wilayah
Indonesia Timur yang sedang mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Letnan
Kolonel Abdul Qahhar sebagai komandan TRIPS merangkap sebagai komandan KGS
(Kesatuan Grup Seberang), pada tahun 1946 awal mengirimkan ekspedisi tenaga pejung dari
Jawa ke Sulawesi dan juga ke daerah-daerah Indonesia Timur lainnya. Sehingga di Sulawesi
pada tahun 1947 sudah terorganisir empat batalyon pejuang yang dipimpin oleh Kaso Abdul
Gani, Andi Selle, Andi Sose dan Arief Rate.&amp;nbsp; Di awal tahun 1948 metode
pengiriman tidak lagi berombongan tetapi dilakukan perorangan, berdua atau dalam
kelompok kecil.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sesudah Belanda menyerahkan kedaulatannya
kepada Republik Indonesia Serikat hasil dari KMB 27 Desember 1949, sebagaimana halnya
dengan pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Soekarno yang sibuk menertibkan struktur
pemerintannya, demikian juga yang terjadi diwadah tentara nasional dipimpin KASAD I,
yang mengkoordinir kegiatannya di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) selalu
mengadakam reorganisasi dan rasionalisasi anggota-anggotanya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Atas
tuntutan anggota-anggota dari Kesatuan Gerilyawan Sulawesi Selatan (KGSS), Letkol Abdul
Qahhar mengusulkan kepada pemerintah agar laskar pejuang kemerdekaan Sulawesi menjadi
Brigade Hasanuddin. Tetapi karena pemerintah dipengaruhi dan ditekan oleh pihak tertentu
yang telah dikuasai dan didominasi oleh bekas KNIL, usulan tersebut tidak diperhatikan
bahkan tidak dilayani dengan baik.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 30 Maret 1950,
bekas serdadu-serdadu penjajah Belanda (KNIL) Sulawesi di bawah pimpinan kapten Andi
Azis diterima secara resmi sebagai Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ketika pada tanggal 5 April 1950 di Makasar – Sulawesi
Selatan, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para bekas serdadu KNIL di bawah
pimpinan A. Azis yang baru beberapa hari diresmikan sebagai APRIS. Maka dengan alasan
pemebrontakan tersebut komandan tertinggi tentara/MBAD menempuh jalan dan cara untuk
mengirim ekspedisi pasukannya dari Jawa ke Sulawesi. Mereka yang dikirim itu sebagian
besar terdiri dari tentara-tentara yang terlibat dalam pemberontakan di Madiun.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Setelah pemberontakan A.Azis yang berlangsung tidak lama dapat
diselesaikan, selanjutnya komandan tentara bekas KNIL menyia-nyiakan bahkan memusuhi
patriot pejuang kemerdekaan Sulawesi yang tergabung dalam kesatuan KGSS.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Dominasi bekas KNIL di tubuh tentara nasional MBAD pasca wafatnya
Panglima Besar Jenderal Soedirman telah menggeser peran Letkol Abdul Qahhar Mudzakkar
di Sulawesi khususnya, umumnya di Indonesia Timur dimana beliau sebagai Koordinator
Kesatuan Gerilyawan Seberang (KGS) yang meliputi Kalimantan, Bali, Kepulauan
Nusatenggara, Sulawesi dan Kepulauan Maluku.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jadi Korban Bekas
KNIL&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Penulisan sejarah
mengenai pergolakan Abdul Qahhar Mudzakkar telah mengantarkan beberapa anak manusia
untuk menjadikan dirinya sebagai pakar atau ahli, diantaranya pakar ilmu sejarah, pakar ilmu
politik, antropologi, psychology, ahli strategi perang/kemiliteran atau lainnya. Tetapi juga
tidak jarang orang menulis sejarahnya dengan cara memutar balik dan memanipulasi, sekedar
untuk memenuhi selera atau pesan sponsor dari penulisnya. Mereka menulis sejarah Abdul
Qahhar Mudzakkar hanya dengan tujuan untuk membingunkan orang-orang Indonesia yang
mempunyai pemikiran yang sama dengannya, khususnya membingungkan umat Islam.
Tujuan penulisan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang yang pada masa itu tidak
mengerti peristiwa sebenarnya, akan tetapi berusaha mengikuti jejak langkah perjuangan
Abdul Qahhar Mudzakkar dkk.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah Abdul Qahhar merupakan
bahan thesis, disertasi maupun rujukan untuk membuat suatu tulisan. Akan tetapi terhadap
peristiwa pergolakan dan pemikirannya, tidak seorangpun diantara cendikiawan sekuler, yang
berkeinginan menggali sejarah perjuangannya secara utuh dan jujur. Tidak satupun diantara
mereka yang berusaha mencoba melihat dari sisi lain, bahwa Abdul Qahhar Mudzakkar
adalah korban kelicikan, ketidak adilan serta korban dari akal busuk dan pengkhianatan kaki
tangan kolonial Belanda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Barangkali wajar jika sampai terjadi,
penulisan sejarah mengenai perjuangan Abdul Qahhar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia
dimanipulasikan. Karena pada masa sejarah kehidupan Abdul Qahhar, ada juga seorang
jenderal yang sangat berkuasa sempat mengeluh mengenai penulisan sejarah perjuangan yang
tidak benar: “ Kolonel Supolo, kepala Humas MPRS menguraikan debatnya dengan kolonel
Drs. Nugroho pada waktu melengkapi museum ABRI, dimana peran saya tidak ikut
digambarkan. Bahkan dalam hal peran di MPRS selaku ketuanya tidak dihadirkan, walaupun
ke-empat wakil ketuanya ditampilkan. Katanya kepala pusat sejarah ABRI ini, berterus
terang bahwa ia terpaksa berbuat demikian “atas perintah”. (lihat di Nasution, Memenuhi
panggilan tugas, jilid 8 )&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dalam menyusun kabinet pemerintahan R.I pertama, negara belum memiliki
kelengkapan tentara. Pembentukan kesatuan pertahanan bersenjata bermula dari BKR (Badan
Keamanan Rakyat) kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), kemudian
menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia), setelah itu menjadi Angkatan Perang Republik
Indonesia/Serikat (APRI/S) dan pada akhirnya berkembang menjadi Tentara Nasional
Indonesia (TNI).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam situasi kesatuan angkatan perang republik
secara resmi belum berdiri, situasi ini merupakan suatu kesempatan yang baik bagi bekas
serdadu-serdadu KNIL atau Het KNIL ( Het Koninklijk Nederland Indische Leger) yaitu
organisasi kesatuan serdadu kerajaan Belanda untuk memanfaatkan. Apalagi dengan KMB
yang diakhiri oleh istilah penyerahan kedaulatan, para bekas KNIL dapat secara aman
meng”infiltrasi secara resmi” kedalam tubuh kesatuan tentara republik Indonesia. Barangkali
menurut anggapan para bekas KNIL, TNI lebih cenderung merupakan singkatan dari Tentara
Nederland Indonesia, oleh karena itu wadah tentara nasional harus lebi mengutamakan
kepentingan bekas serdadu-serdadu kolonial Belanda Het KNIL.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Situasi Indonesia yang baru saja merdeka, yang juga diidukung oleh hasil dari
keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akirnya berasil mengumpulkan pejuang dan
pengkhianat bangsa untuk bersama-sama berada dalam satu wadah. Kebersamaan mereka itu
tidak hanya saja didalam pemerintahan sipil saja, akan tetapi juga terutama terjadi dalam
instansi yang sangat penting yaitu pada angkatan bersenjata.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pusat
kesatuan tentara Indonesia pada waktu itu membawahi lima devisi, diantaranya teritorial
Jawa Barat – divisi Siliwangi komandannya A.H Nasution, teritorial Jawa Tengah – divisi
Diponegoro komandannya Gatot Subroto, teritorial Jawa Timur – divisi Brawijaya
komandannya Sungkono dan dua teritorial lainnya di Sumatera&amp;nbsp; komandannya
adalah Simbolon dan Kawilarang. Dengan membaca nama-nama komandan divisi tersebut,
secara jelas dapat diketahui bahwa wadah tentara nasional pada waktu itu telah di dominasi
oleh perwira-perwira berlatar belakang pendidikan akademi militer (yang didirikan oleh
penjajah Belanda).&amp;nbsp; Sedangkan kekuatan pertahanan untuk wilayah Indonesia
bagian timur; dikoordinir oleh Kesatuan Gerilyawan Seberang (KGS) yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Abdul Qahhar Mudzakkar. Wilayah kekuatan pertahanan dan penyerangan
KGS meliputi Kalimantan, Bali, Kepulauan Nusatenggara, Sulawesi dan Kepulauan
Maluku.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang
Republik Indonesia pergi selama-lamanya, bekas serdadu-serdadu penjajah Belanda yang
pada awalnya telah menggeser dan melumpuhkan komandan-komandan Laskar di Jawa Barat
( pada umumnya berlatar belakang Kiai/Ulama), selanjutnya berhasil merebut
posisi&amp;nbsp; yang sangat menentukan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Bekas KNIL di MBAD itu, kemudian merasa bebas menggeser para patriot pejuang
kemerdekaan. Dan tampil sebagai orang yang paling berjasa dalam dunia kemiliteran di
Indonesia.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Let.Kol. Abdul Qahhar, seorang yang pada masa revolusi
kemerdekaan bertugas langsung dibawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman, serta
tidak melalui pendidikan militer penjajah Belanda. Pada akhirnya, setelah Indonesia
mendapat kedaulatan hadiah Belanda (KMB), ia kemudian menjadi korban dari penghianat-
penghianat bangsa yang berkumpul dalam wadah tentara nasional. Awalnya ia ditekan karena
MBAD telah dikuasai dan didominasi bekas KNIL, “sebagai seorang perwira dari Angkatan
Perang tidak dipercayai oleh pimpinan Angkatan Perang sehingga menjadi perwira
“nganggur” dan perwira tidak mempunyai “tanggung jawab” (- salinan surat Abdul Qahhar
Mudzakkar)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Konferensi Meja Bundar (KMB)&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sesuai dengan keputusan KMB pada tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan Belanda
menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya negara Indonesia yang
pada awalnya sesuai dengan UUD 1945 sebagai negara kesatuan, telah berakhir dan berubah
menjadi Negara Federal yang bernama Republik Indonesia Serikat (R.I.S)&amp;nbsp; yang
merupakan federasi negara-negara BFO dan RI-Yogyakarta.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sikap
Abdul Qahhar Mudzakkar terhadap hasil KMB beliau tulis dalam buku kecil “Konsep Negara
demokrasi Indonesia – Koreksi Pemikiran Politik Pemerintahan Soekarno” halaman 16 : ”
….. tindakan khianat golongan Soekarno menjalankan politik kompromi, mengadakan
perundingan dengan pihak Belanda pada masa meluas dan memuncaknya semangat
perlawanan rakyat diseluruh kepulauan Indonesia, yang dipatahkan sekaligus dengan
perjanjian Linggarjati tahun 1947, Perjanjian Renville tahun 1948, yang pada akhirnya
dihancur leburkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, yang
menghasilkan pemberian kedaulatan hadiah Belanda dengan syarat “tanpa Irian Barat”, yang
mempunyai rentetan akibat-akibat buruk seperti yang kita lihat sekarang, maka S.M.
Kartosoewirjo seorang politicie berkwalitet tinggi, dan seorang Pemimpin Ulung Islam
Revolusioner di Jawa Barat, bangkit mempelopori golongan Pejuang Islam revolusioner
Indonesia menentang dan memberi perlawanan tegas kepada pemerintahan R.I Soekarno,
serta mengumumkan proklamasi berdirinya Negara&amp;nbsp; Islam Indonesia pada tarich
12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949. Proklamasi S.M Kartosoewirjo itu diikuti dan didukung
oleh golongan Pejuang Islam Revolusioner di Sulawesi, di Aceh dan di kepulauan Indonesia
lainnya, dari barat sampai timur Indonesia”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Akibat adanya KMB
dengan segala keputusannya, tidak hanya mempengaruhi pemerintahan sipil saja, tetapi juga
berpengaruh pada permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam masalah pertahanan
(tentara) negara. Terpaksa harus diadakan peleburan, wadah pejuang-pejuang Republik
Indonesia bergabung menjadi satu dengan aparat warisan Belanda KNIL secara mudah tanpa
persyaratan dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Sementara (APRIS) atau APRI yang
kemudian pada akhirnya APRI/S berubah menjadi TNI.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Abdul Qahhar
Mudzakkar termasuk kelompok yang tidak setuju dengan KMB bersama-sama Jenderal
Soedirman. Ia tidak menyetujui berlanjutny dominasi ekonomi penjajah; karena itu ketika
diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia memerintahkan kepada anggota pasukannya
untuk bergerak sebagai protes ketidak setujuan mereka. Peristiwa tersebut yang kemudian
dikenal dengan Peristiwa Masamba Affair, yaitu suatu peristiwa yang telah membuktikan
kepada dunia bawah wilayah Indonesia bagian Timur tidak sebagaimana menurut keterangan
Belanda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Akibat persetujuan KMB, tentang penyerahan
kedaulatan maka bentuk negara Indonesia tidak lagi merupakan negara kesatuan sebagaimana
yang dicita-citakan bangsa Indonesia, tetapi berbentuk federal yang kita kenal dengan nama
Republik Indonesia Serikat (R.I.S).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah kedaulatan oleh Belanda
diserahkan, R.I.S yang belum mencapai umur satu tahun, telah banyak disibukan dengan
berbagai persoalan; antara lain : serdadu-serdadu Belanda masih juga belum ditarik mundur
dari Indonesia, dibeberapa daerah terjadi pergolakan dengan berbagai alasan dan sebab,
dipusat terjadi kegoncangan kabinet, pecahnya dwi tunggal Soekarno-Hatta, masuknya PKI
dalam kabinet dan lembaga-lembaga lainnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam bukunya yang
berjudul “Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia” Abdul Qahhar Mudzakkar menyatakan ”
karena Undang-undang Dasar 1945 tidak memiliki dasar negara yang kuat, yang dapat
mempersatukan golongan suku bangsa Indonesia yang banyak, dengan agama dan
kebudayaannya sendiri-sendiri, maka proklamasi 17 Agustus 1945 itu turut menjadi “catur
persaingan ideologi” dari masing-masing golongan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Untuk mencegah
dan mengatasi timbulnya suatu keadaan yang tidak diharapkan, pada tanggal 3 April 1950
Moh. Natsir yang pada masa itu sebagai Ketua Umum Masyumi dalam sidang parlemen R.I.S
secara gigih mengajukan mosi integral, yang dikenal dengan “Mosi Integral Natsir“.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Dalam mosi integral Natsir itu : mengajurkan kepada pemerintah supaya
mengambil inisiatif penyelesaian soal-soal yang hangat sebagai akibat perkembangan politik
dengan cara integral dan program tertentu.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Kalau kita baca, naskah Mosi Integral Natsir
tersebut sebenarnya sama sekali tidak memuat ajakan untuk kembali ke negara kesatuan.
Bahkan, dalam pidatonya Natsir berkali-kali menegaskan bahwa mosinya tidak berhubungan
dengan kontroversi tentang negara kesatuan dan negara federal. Natsir menegaskan bahwa
pihaknya “menjauhkan diri dari pembicaraan soal unitarisme dan federalisme.” Sebenarnya
yang diperjuangkan Natsir melalui mosinya itu adalah “persatuan bangsa,” bukan “negara
kesatuan.” Persatuan (integration) menyangkut sikap (kejiwaan) setiap warga negara untuk
merasa terikat dalam satu ikatan sebagai satu bangsa, sedangkan negara kesatuan (unitarisme)
adalah konsep struktur ketatanegaraan yang biasanya dibedakan dengan negara serikat
(federalisme).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sebagai kelanjutan “mosi integral”, diadakan
perundingan antara delegasi R.I.S yang dipimpin oleh Prof. Soepomo dengan delegasi R.I
yang dipimpin oleh Abdul Hakim dengan kesepakatan : ” Menyetujui dalam waktu
sesingkatnya bersama-sama melaksanakan Negara kesatuan, sebagai jelmaan daripada
Republik Indonesia, berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945″.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada
tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan DPR dan Senat RIS menetapkan
berakhirnya Republik Indonesia Serikat dan menandatangani piagam terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan pada tanggal 17 Agustus 1950 Republik
Indonesia secara resmi terbentuk kembali sebagai Negara Kesatuan RI.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sementara itu di Sulawesi Selatan, sejak penyerahan kedaulatan dari Belanda (pasca
KMB), terjadi pergolakan antara KGSS (Kesatuan Gerilyawan Sulawesi Selatan) dengan
APRI/S yang didominasi oleh eks serdadu KNIL. Bulan Februari 1950 Staf APRIS yang
terdiri dari Kolonel Simatupang, Kolonel A.H. Nasution, dan Kolonel Hidayat menolak
mengakui 5 batalyon teritorial Hasanuddin, dimana anggotanya terdiri dari bekas gerilyawan
patriot pejuang dari : Bali, kepulauan Nusatenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang
pada masa revolusi dibawah KGS/Komando Gurp Seberang yang dipimpin oleh Abdul
Qahhar Mudzakkar.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada saat pemerintah belum memberikan
jawaban atas permintaan KGSS untuk diakui sebagai anggota TNI; pada tanggal 30 Maret
1950 A.H Nasution sebagai penguasa MBAD telah menerima dan meresmikan bekas
batalyon KNIL di Makassar dibawah pimpinan kapten Andi Azis menjadi bagian
APRI/S.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 5 April 1950, dengan alasan untuk
mempertahankan kekuasaan negara boneka Belanda Negara Indonesia Timur N.I.T, komando
Andi Azis yang baru diterima menjadi APRI/S melakukan pemberontakan. Dengan alasan itu
Nasution mengirim ekspedisi pasukan ke Sulawesi dimana anggota ekspedisinya terdiri dari
tentara komunis Jawa ( yang terlibat pemberontakan Madiun 48).&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Pasukan ekspedisi yang tergabung dalam batalyon Worang ini, tidak dapat mendarat di
Sulawesi, karena mendapat ancaman dari bekas serdadu KNIL yang baru bergabung dalam
APRI/S. Justru pemberontakan Andi Azis berhasil dilumpuhkan oleh anggota-anggota KGSS
yang sejak awal sudah berada di Sulawesi dan menjaga keamanan rakyat Sulawesi dengan
semangat dan disiplin yang tinggi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 1 Juli 1950 telah
terjadi perdebatan sengit antara Kawilarang (Komandan TT-VII) dengan Abdul Qahhar
sebagai Staf MBAD dalam penyelesaian masalah dengan anggota KGSS. Perdebatan itu
berujung dengan sikap dan tindakan Abdul Qahhar yang mencabut sendiri tanda pangkat
Letnan Kolonel TNI-nya dihadapan Kawilarang sebagai wujud pembelaan kepada KGSS,
setelah Kawilarang dengan sewenang-wenang mengeluarkan keputusan untuk melucuti dan
membubarkan KGSS. Dan selanjutnya sejak tanggal 2 Juli 1950 Abdul Qahhar Mudzakkar
menghilang dan menggabungkan diri dengan teman-teman seperjuangannya dalam organisasi
KGSS.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Mengenai peristiwa ini dalam buku Al-Chaidar ” Pemikiran
Politik Proklamator Negara Islam Indonesia”, dituliskan :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Usul KGSS itu ditolak oleh Kawilarang dalam
suatu pertemuan dengan Abdul Qahhar Mudzakkar pada tanggal 1 Juli 1950. Kemudian
Kawilarang mengeluarkan pengumuman untuk membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan, dan pada hari yang sama melarang semua kegiatan yang berkaitan dengan
pembentukan organisasi gerilya baru, menurut Kawilarang, karena masa integrasi pejuang ke
dalam Tentara telah berakhir. Pada Agustus Kawilarang menyatakan, 70% pejuang telah
memasuki Tentara, dan hanya 30% yang menolak melakukan demikian, kemudian dia
memperingatkan terhadap yang belakangan ini Tentara akan bertindak.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Ketika mendengar reaksi Kawilarang atas usul-
usul yang dibawanya, Kahar Muzakkar menyatakan mengundurkan diri dari Tentara dan
menyerahkan lencananya kepada panglima. Beberapa hari kemudian dia masuk hutan. Dalam
kenyataan yang sesungguhnya, dia diculik KGSS, atas prakarsa Andi Sose, walaupun
mungkin sekali Andi Sose bertindak demikian berdasarkan perintah, atau setidak-tidaknya
dengan persetujuan Abdul Qahhar Mudzakkar diam-diam.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Abdul Qahhar Mudzakkar mengintruksikan para
pejuang lain untuk mengabaikan larangan yang dikeluarkan oleh Kawilarang tentang KGSS.
Oleh karena itu KGSS terus berfungsi walaupun sekarang sebagai organisasi ilegal. Seluruh
keadaan menjadi lebih ironis, beberapa bulan ketegangan berkelanjutan dengan pertempuran-
pertempuran antara pasukan TNI dengan pasukan Abdul Qahhar Mudzakkar.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 18 Agustus 1950 (setelah R.I.S menjadi NKRI), dua puluh dua
organisasi yang terdiri dari partai politik dan organisasi masa di Sulawesi Selatan
menyampaikan suatu resolusi kepada pemerintahan untuk tidak menggunakan kekerasan
didalam mencari jalan penyelesaian dengan patriot pejuang kemerdekaan yang tergabung
dalam KGSS dibawah pimpinan Abdul Qahhar Mudzakkar. Tetapi komandan-komandan TT-
VII beserta stafnya yang berasal dari Menado, selalu berusaha menggagalkan setiap usaha
menyelesaikan masalah tuntunan KGSS, sehingga ini menunjukan perwira TNI bekas KNIL
menutup kesempatan untuk melakukan perundingan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Moh Natsir
(yang sejak bulan September 1950 sebagai perdana menteri pertama dari NKRI) pada tanggal
10 Oktober 1950, ia membentuk panitia antar departemen yang ditugaskan untuk
menyelesaikan masalah gerilyawan di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Mr. Ma’moen
Soemadipradja. Hasil perundingan antara Mr. Ma’moen dengan pihak gerilyawan disepakati
bahwa semua gerilyawan akan diterima menjadi Korps Cadangan Nasional (CTN). Pada
tanggal 13 November 1950 Kabinet Natsir mengeluarkan keputusan pemerintah bahwa para
gerilyawan Sulawesi diterima sebagai anggota TNI.&lt;br /&gt;Korps Cadangan Tentara
(CTN)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 25 Maret 1951, akhirnya tibalah hari yang lama
dinanti-nantikan:&amp;nbsp; pembentukan resmi Persiapan Brigade Hasanuddin sebagai
bagian dari Korps Cadangan Nasional Tentara Republik. Pada hari ini juga Abdul Qahhar
Mudzakkar meninggalkan tempat persembunyiannya. Suatu upacara khusus untuk
menyambutnya diadakan di Maros: sebanyak lima sampai enam ribu orang telah berkumpul
untuk menyaksikan dia bersama prajurit-prajuritnya memasuki kota pukul tujuh malam hari.
Salawati Daud dan Abdul Qahhar Mudzakkar&amp;nbsp; sendiri yang bicara kepada
pasukan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Abdul Qahhar Mudzakkar dalam pidatonya, yang
berlangsung kira-kira setengah jam, secara panjang lebar membicarakan tuduhan-tuduhan
yang dilemparkan kepadanya bahwa ia terlalu ambisius, ia masuk hutan semata-mata untuk
melanjutkan tujuannya, dan ia sengaja melarut-larutkan perundingan agar terjamin
pengukuhan pangkatnya sebagai letnan kolonel. Walaupun banyak orang yang percaya, dia
dan Saleh Sjahban “haus pangkat dan kedudukan”, disangkalnya tuduhan-tuduhan ini dengan
mengemukakan, walaupun kenyataan membuktikan ia memiliki “kursi-kursi besar, meja-
meja besar, dan telah menghadapi orang-orang penting “di masa lampau, semuanya ini
bukanlah satu-satunya tujuan hidupnya. Saya dicurigai sangat mendambakan pangkat letnan
kolonel, tetapi pangkat letnan kolonel ini yang didesakkan kepada saya”, ditegaskannya,
sambil menambahkan, bila ada orang yang menginginkan mengambil alih pimpinan Brigade
Hasanuddin, mereka dipersilakan maju ke depan dan melakukan keinginan itu; hanya saja dia
tidak sudi menyerahkan tugas ini kepada mereka yang telah membakari rumah-rumah rakyat
yang tidak berdosa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Namun amat disayangkan adanya pembentukan
Korps Cadangan Nasional pada bulan Maret sama sekali tidak berarti, pejuang-pejuang
muslim Abdul Qahhar Mudzakkar telah menjadi prajurit biasa dari Tentara Republik.
Penggabungan resminya direncanakan pada bulan Agustus. Tetapi antara Maret dan Agustus
1951 terjadi serangkaian insiden yang mengakibatkan perpecahan baru lagi antara Tentara
dan Abdul Qahhar Mudzakkar. Pertentangan baru ini pada akhirnya menuju keretakan
terbuka dan tak terdamaikan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam minggu-minggu sebelum hari
yang telah ditetapkan untuk integrasi resmi Korps Cadangan Nasional, pertentangan intern
yang pertama di kalangan pengikut-pengikut Abdul Qahhar Mudzakkar terjadi ketika Andi
Selle memihak Pemerintah dalam persoalan apakah integrasi Korps Cadangan Nasional
Sulawesi Selatan akan dilakukan batalyon demi batalyon atau tidak.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Penggabungan Batalyon Bau Masseppe Andi Selle ke dalam Tentara sebagai Batalyon
719 pada 7 Agustus 1951 hanyalah memperbesar pertentangan antara Abdul Qahhar
Mudzakkar dan Tentara, selanjutnya. Namun tidak seluruh Batalyon Bau Masseppe
mengikuti komandannya, melainkan sebagian dari padanya dengan Hamid Gali dan Usman
Balo sebagai pemimpin-pemimpin utamanya dan tetap setia kepada Abdul Qahhar
Mudzakkar.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah terjadi sedikit pertempuran dengan para pengikut
Andi Selle mereka mengundurkan diri ke bagian lain Pare-pare dan membentuk batalyon
baru, yang dipimpin Hamid Gali. Tidak pula hubungan-hubungan antara Kahar Muzakkar
dan Andi Selle putus sama sekali, dan pada waktunya hubungan antara keduanya membaik
lagi. Bahar Mattaliu menyebut Andi Selle sebagai salah satu sumber pokok senjata Abdul
Qahhar Mudzakkar, dan benar-benar dikatakannya: “Ini berarti, bahan-bahan mentah terus
dikirimkan Kahar kepada Andi Selle yang membayarya dengan pelor, senjata berat dan
ringan, dan dengan pakaian seragam tentara”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam menghadapi
perjuangan Abdul Qahhar Mudzakkar, Tentara Republik berusaha menghadapinya dengan
melakukan serangkaian operasi militer. Terutama sekali pada tahun-tahun mula kerusuhan
dengan mengajak kesatuan-kesatuan pejuang yang merasa tidak puas dengan Abdul Qahhar
Mudzakkar untuk menyerah. Dan mengenai hal yang akhir ini, Tentara Republik mengambil
sedikit keuntungan dari adanya perselisihan antar pejuang sendiri. Pertikaian ini bisa muncul
karena sebagian ambisi dan dendam pribadi, sebagian lagi karena perbedaan ideologi
mengenai jalan yang harus ditempuh dalam perlawanannya terhadap Pemerintah
Republik.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bertepatan waktunya dengan ketika Pemerintah
menganjurkan penyelesaian “politik psikologis”, Abdul Qahhar Mudzakkar memperkuat
posisinya. Dalam masa inilah dilakukan pembaharuan hubungan antara dia dan
Kartosoewirjo. Hubungan pertama antara mereka telah dilakukan Agustus tahun sebelumnya,
ketika Abdul Qahhar Mudzakkar masuk hutan. Pada waktu itu Abdul Qahhar Mudzakkar
didesak melalui perantaraan Bukhari, ketika itu wakil ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia
(GPII), dan Abdullah Riau Soshby, salah seorang tampuk pimpinan Tentara Islam Indonesia
di Jawa Barat, untuk membentuk “Komandemen TII” untuk Sulawesi. Kartosoewirjo secara
pribadi mengirimkan sepucuk surat kepada Abdul Qahhar Mudzakkar yang menawarkan
kepadanya pimpinan Tentara Islam Indonesia di Sulawesi beberapa bulan
kemudian.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Secara resmi tawaran ini diterima Abdul Qahhar
Mudzakkar pada 20 Januari 1952. Demikianlah ia menjadi panglima Divisi IV Tentara Islam
Indonesia, yang juga disebut Divisi Hasanuddin. Syamsul Bachri diangkat menjadi Gubernur
Militer Sulawesi Selatan. Dalam sepucuk surat tanggal yang tersebut di atas yang ditulis
Abdul Qahhar Mudzakkar dalam menerima pengangkatannya, dinyatakan bahwa ia sendiri
merasa berterima kasih dan menjunjung tinggi kepercayaan yang diperlihatkan Kartosoewirjo
kepadanya dengan keputusan mengangkatnya menjadi panglima Tentara Islam Indonesia
untuk Sulawesi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bersamaan dengan itu dinyatakannya, tak dapat
sepenuhnya ia mengabdikan diri, karena berbagai keadaan yang mungkin merintanginya
dalam setiap tindakan yang diambilnya sebagai panglima Tentara Islam. Selanjutnya
dikemukakannya, dari lima batalyon yang dipimpinnya beberapa di antaranya meliputi
kelompok bukan Muslim yang dipengaruhi ide-ide Komunis. Dilanjutkannya dengan
menyatakan, dia ingin memulai suatu revolusi Islam sejak 16 Agustus 1951, dan segala
sesuatunya telah direncanakan bersama komandan-komandan bawahan Saleh Sjahban dan
Abdul Fatah, tetapi yang belakangan ini ternyata tidak teguh pendiriannya sehingga rencana
itu gagal. Dia dirintangi, katanya, oleh kekuatan yang lebih perkasa dengan pengaruh yang
lebih besar dalam masyarakat, yaitu “kaum feodalis dan rakyat banyak”. Mengenai penduduk
Islam di Sulawesi Selatan menurut pendapatnya “diperlukan waktu untuk menanamkan dan
memupuk semangat Islam yang sejati dalam diri mereka”. Dalam sebuah surat jawaban pada
27 Februari, Kartosoewirjo mendesak Abdul Qahhar Mudzakkar melakukan segala upaya
untuk menjadikan rakyat “bersemangat Islam” dan “bersemangat Negara Islam”, serta
melanjutkan melakukan apa saja yang dianjurkan syariat Islam di masa perang.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Walaupun ada pengangkatannya sebagai panglima daerah Tentara Islam
Indonesia Abdul Qahhar Mudzakkar untuk sementara tidak mau menggunakan nama ini bagi
pasukan-pasukannya. Pada bulan Maret 1952 sesungguhnya pasukannya diberinya nama
Tentara Kemerdekaan Rakyat (TKR). Baru pada 7 Agustus 1953, tepat empat tahun sesudah
proklamasi Negara Islam Kartosoewirjo, Abdul Qahhar Mudzakkar mempermaklumkan
bahwa daerah Sulawesi dan daerah-daerah sekitarnya (yaitu Indonesia Timur lainnya,
termasuk Irian Barat) menyatakan bagian dari Negara Islam Indonesia. Bersamaan dengan ini
ia menamakan pasukannya Tentara Islam Indonesia.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Bulan Agustus 1953 merupakan awal peristiwa
penting dan bersejarah bagi kehidupan patriot pejuang Sulawesi dan Abdul Qahhar
Mudzakkar sendiri. Setelah melalui perjalanan yang panjang, dikhianati ole kawan maupun
lawan dan terjadi kristalisasi kepentingan-kepentingan para pendukung perjuangan. Tiga
tahun lamanya pimpinan tertinggi patriot pejuang KGSS bertafakur-berichtiar dan
bermusyawarah bersama sebelum memutuskan arah perjuangan selanjutnya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Kalau pada mulanya mereka hanya menyelematkan nasib gerilyawan
pejuang kemerdekaan dari pengkhianatan yang dilakukan oleh komandan TNI bekas KNIL,
membela hak-hak dan membela nasib saudara/kawan, terutama nasib para pejuang dari
daerah-daerah. Memperjuangkan nasib rakyat Sulawesi yang menjadi korban karena disia-
siakan serta ditelantarkan oleh pemerintah akibat dari kekuatan militer yang berada ditangan
para bekas KNIL. Maka sejak bulan Agustus 1953 daratan Sulawesi dinyatakan sebagai
daerah de facto NII. Dimana pejuang Islam Revolusioner menegakkan pemerintahan Islam
yang menjalankan hukum Islam bedasarkan Al-Qur’an dan Hadist Shahih.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Abdul Qahhar Mudzakkar memilih mengkonsentrasikan diri dalam
perjuangan sebagai seorang muslim, menjalani kehidupan sebagai hamba Allah mengikuti
jejak perjuangan yang dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW dalam menjalankan
risalah agama di bumi ini. Mereka yang bersama dengan Abdul Qahhar, pada akhirnya
menemukan, bahwa tidak ada jalan lain dan tiada pilihan lain, bagi penganut agama Islam,
harus menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai pegangan hidup yang utuh. Tidak ada
keraguan, tidak ada ketakutan, dan juga tidak ada perasaan derita dalam perjalanan
menegakan Ad-Dien.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ketika zamannya Abdul Qahhar Mudzakkar,
rakyat Sulawesi Selatan digolongkan dalam dua golongan, pertama pejuang yang terdiri dari
rakyat/masyarakat yang tidak dibedakan apakah mereka berasal dari aristokrat atau warga
biasa. Dimana salah seorang dari anggota keluarganya yang kadang-kadang adalah
kakek/nenek, ayah/ibu, kakak, adik, mantu, ipar atau mertua mereka dlsb yang memang sejak
awal benci dan melawan penindasan penjajah Belanda, mereka itu mengikat diri dalam suatu
kesatuan untuk berjuang melawan penjajahan, karena itu mereka dinamakan patriot atau
pejuang. Sedangkan yang lainnya yaitu mereka yang berkhianat dan bekerja sama dengan
Belanda, mereka ini mengkhianati bangsa dan negaranya sendiri, sebagai KNIL. Sedangkan
golongan lain daripada itu, adalah yang tidak menjadi perhitungan karena mereka tidak
memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri masyarakat Sulawesi yang dikenal akan kejujuran, ketegasan
dan keberaniannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno
tercatat sebagai perlawanan terpanjang dalam sejarah TNI di Sulawesi. Sebenarnya ia
menaruh harapan yang sangat besar pada Soekarno. Ia berharap Soekarno mengawal
Indonesia menjadi sebuah negara berdasarkan Islam, yang akan mengantarkannya pada
kebesaran.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam sebuah suratnya untuk Soekarno, ia mengutarakan
hal tersebut. “Bung Karno yang saja muliakan. Alangkah bahagia dan Agungnja Bangsa Kita
dibawah Pimpinan Bung Karno, jika sekarang dan sekarang djuga Bung Karno sebagai
Pemimpin Besar Islam, Pemimpin Besar Bangsa Indonesia, tampil ke muka menjeru
Masjarakat Dunia yang sedang dipertakuti Perang Dunia III, dipertakuti kekuasaan Nuklir,
kembali kedjalan damai dan perdamaian jang ditundjukkan oleh Tuhan dalam segala
Adjarannja jang ada di dalam kitab sutji Al Qur’an….”&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tapi sayang,
seruan Kahar Muzakkar seperti gaung di dalam sumur. Harap tak bertemu, malah petaka
yang dituai. Kahar Muzakkar menjemput ajalnya di tangan tentara Divisi Siliwangi yang
dikirim khusus menghabisi gerakannya. Kematiannya semakin menambah panjang daftar
para pejuang yang dikhianati oleh sejarah bangsanya sendiri. (ref/sabili)&lt;br /&gt;Piagam
Makalua&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam konperensi para pimpinan kaum gerilyawan sebelum
dinyatakan Sulawesi sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII), oleh Kahar Muzakkar
sebetulnya telah disusun suatu konstitusi Negara Republik Islam Indonesia (NRII), atau,
disebut juga Republik Islam Indonesia (RII). Konstitusi ini dikenal luas belakangan sebagai
Piagam Makalua, menurut nama tempat konperensi penyusunan tersebut dilangsungkan, di
Makalua.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Piagam Makalua adalah salah satu dokumen yang masih
ada, yang dapat memberikan setidak-tidaknya sekadar pandangan mengenai sifat gerakan
Kahar Muzakkar. Satu pamflet lain yang ditulis Kahar Muzakkar sendiri berjudul Tjatatan
Bathin Pedjoang Islam Revolusioner. Dokumen-dokumen ini pertama-tama membuktikan,
dibandingkan dengan gerakan Darul Islam di Jawa Barat, Kahar Muzakkar lebih berat
menekankan pada organisasi sosial dan ekonomi negara. Dokumen-dokumen Darul Islam
Sulawesi memuat lebih banyak, dan lebih teliti mengenai pasal-pasal yang mengatur
kehidupan sosial dan ekonomi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bukti kedua yang timbul dari bahan-
bahan ini adalah bahwa Darul Islam pimpinan Kahar Muzakkar bertujuan menciptakan ragam
masyarakat sama derajat, dan dalam beberapa hal masyarakat puritan. Ingin menghilangkan
semua sisa norma sosial tradisional, membayangkan landreform yang sederhana, dan
bertujuan melenyapkan perbedaan-perbedaan dalam kekayaan pribadi pada umumnya. Tetapi
kekurangan pengalaman dan bimbingan yang tepat menjadikan sebagian besar peraturan yang
bermaksud baik ini jadi tak berarto di dalam prakteknya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kahar
Muzakkar berusaha melenyapkan praktek-praktek tradisional di Sulawesi Selatan dengan
menanggulangi jebakan-jebakan luarnya. Demikianlah Piagam Makalua berusaha
menghapuskan penggunaan gelar atau kehormatan sengaja atau tidak sengaja. Sesuai dengan
itu pengunaan gelar-gelar seperti Andi, Daeng, Gede-Bagus, Tengku, dan Raden dilarang.
Dalam kegiatannya untuk menegakkan persamaan, dia juga melarang penggunaan gelar khas
Islam seperti Haji, demikian pula kata-kata umum yang digunakan untuk menghormat,
seperti Bapak atau Ibu. Kata-kata ini juga dicap feodal.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Selanjutnya
Piagam Makalua menyatakan perang terhadap semua orang turunan bangsawan atau
aristokrat yang tidak mau membuang gelarnya, demikian pula terhadap kelompok-kelompok
mistik fanatik. Sebagian Piagam Makalua ditujukan pada pengaturan perkawinan. Beberapa
ketentuanyang relevan sangat jelas dan mudah dipahami.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Demikianlah
piagam ini menentukan setiap orang yang melanggar hukum Islam tentang pergaulan sosial
dan tentang hubungan-hubungan antara kedua jenis kelamin untuk dituntut. Lalu terdapat
peraturan-peraturan yang dibuat untuk membatasi biaya perkawinan. Sebaliknya, peraturan-
peraturan yang lain lebih menimbulkan kesan aneh bila dibaca permulaan. Begitulah, mereka
yang menentang poligami akan dituntut dan tak satu pun usul perkawinan boleh ditolak
kecuali pelamar adalah anak-anak, impoten, penderita penyakit menular, atau keji
wataknya&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bagian piagam ini yang mengatur cara hidup dan hak-hak
milik para Mujahidin (pejuang dalam jalan Allah) dan keluarganya dalam proses revolusi,
membuktikan sejelas-jelasnya akan cita-cita persamaan kaum pemberontak. Pembelian dan
pemilikan ternak dan tanah, demikian pula kedai, pabrik, kendaraan sewaan, perahu layar,
dan sebagainya dilarang, kecuali dengan izin organisasi revolusioner. Pasal ini kemudian
memungkinkan titik awal pelaksanaan landreform yang sederhana. Cara pelaksanaannya
kemudian dinyatakan lebih terperinci oleh Kahar Muzakkar.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bagian
lain dari bab yang sama membicarakan pemilikan harta benda pribadi oleh Pejuang-pejuang
Islam revolusioner dan keluarganya. Demikianlah mereka dilarang memiliki atau memakai
emas dan permata, mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan mahal seperti wol atau
sutera, menggunakan minyak rambut, pemerah bibir atau bedak, dan memakan makanan atau
minuman yang dibeli di kota yang dikuasai musuh, seperti susu, coklat, mentega, keju,
daging atau ikan kalengan, biskuit, gandum, gula tebu, dan teh. Bila barang-barang ini
dengan sah telah dalam penguasaan pemilik yang sekarang, maka organisasi revolusioner
akan membeli atau meminjamnya: bila sebaliknya barang-barang ini diperoleh melalui
penipuan moral, maka barang ini akan disita.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ketika mendengar
keluhan-keluhan rakyat dan menyaksikan krisis moral dan kecenderungan anak buahnya
terhadap kesenangan dan hidup mewah, segera Kahar Muzakkar menempuh gerakan
sosialisme primitif. Gerakannya mulai 1 Maret 1955, dan direncanakan berlangsung enam
bulan, dan selama masa ini prajurit-prajurit Kahar Muzakkar dan keluarga mereka harus
menyerahkan semua milik yang dianggap Kahar Muzakkar bersifat mewah atau berlebihan.
Emas dan intan gosokan harus dipinjamkan kepada pemerintah militer, yang akan mengubah
barang-barang ini menjadi uang tunai melalui pedagang-pedagang terpercaya di kota-
kota.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dengan uang yang terkumpul lewat cara ini akan dibeli senjata
dan keperluan yang lain-lain. Semua orang yang menyerahkan emas dan intannya akan diberi
ganti rugi segera setelah keadaan menjadi stabil. Peraturan ini juga berlaku bagi arloji tangan,
yang hanya diperkenankan untuk keperluan militer, lampu gas, dan radio, yang hanya
diperkenankan terdapat di bangunan-bangunan militer atau pemerintah. Selanjutnya
ditetapkan, satu keluarga tidak boleh menyimpan lebih dari Rp 30 sebulannya. Sementara itu
pakaian prajurit dan keluarganya juga mengalami pembatasan-pembatasan yang keras, dan
Kahar Muzakkar mendesak mereka untuk menyerahkan semua pakaian yang berlebih dari
jumlah maksimal yang ditentukan kepada rakyat yang lebih membutuhkannya, atau kalau
tidak menjualnya kepada pemerintah bentukannya&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dipatuhinya secara
ketat peraturan-peraturan ini tampaknya menimbulkan akses-akses tertentu. Diisyaratkan
pula, tak seorang pun yang tahu apakah senjata dan kebutuhan perang yang lain
sesungguhnya dibeli dengan hasil-hasil dari barang-barang yang diserahkan rakyat tadi.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pada tahun itu pula ketika direncanakan akan berlangsung revolusi moral,
diselenggarakan sebuah konperensi oleh Bahar Mattaliu di Wanua Waru yang belakangan
berhasil menyusun Program Islam Revolusioner. Salah satu persoalan yang disetujui di sini
adalah poligami harus dipropagandakan. Konperensi juga dihadiri seorang wakil gerakan
Darul Islam pimpinan Daud Beureuh di Aceh. Dalam usahanya memberikan ini kepada
gagasannya, Kahar Muzakkar mulai mendirikan poliklinik-poliklinik, sekolah-sekolah,
rumah-rumah sakit, dan akademi ilmu sastra. Agar akademi ini memperoleh bahan-bahan
yang diperlukannya, pasukannya menggedor perpustakaan di Majene, dan menurut laporan
ada sekitar 2.500 buku judul lenyap. Kemudian gerombolan Kahar melakukan penculikan
para tenaga medis untuk dipaksa bekerja di poliklinik-polikliniknya&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sesungguhnya, Kahar Muzakkar adalah seorang muslim yang saleh. Meski ada kalanya
kalangan non-muslim yang menjadi korban serangan gerombolannya, dan hal ini biasanya
banyak dipersoalkan, tampaknya orang yang bersangkutan hanya dibunuh bila mereka
melawan para pemberontak dan menolak memberikan makanan dan informasi kepada
mereka. Pada umumnya orang-orang sipil, muslim dan non-muslim dipandang sama,
diperlakukannya dengan baik. Demikianlah dilaporkan, bahwa gerombolan-gerombolan di
bawah pimpinan Kahar Muzakar masih menghormati hak-hak kemanusiaan, dan dilaporkan
pula, “…yang menjadi kenyataan ialah gerombolan-gerombolan melakukan tekanan pada
orang-orang muslim agar mematuhi suruhan Tuhan dan sembahyang lima kali sehari …”
(ref)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saat-saat Terakhir&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tahun 1957 Kaso
Abdul Gani sebagai seorang kepercayaan NII/TII Sulawesi Selatan yang berkedudukan di
luar negeri, meresmikan pembentukan Pemegang Kuasa Organisasi (PKO) di luar negeri.
Setahun kemudian Syamsul Bachri pada waktu itu menjabat selaku penglima Divisi I/Divisi
Hasanuddin, oleh Abdul Qahhar Mudzakkar ditugaskan juga untuk keluar negeri. Disamping
bertugas untuk mendampingi Kaso Abdul Gani di PKO, ia juga diberi kepercayaan untuk
mengemban tugas-tugas khusus.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ide Abdul Qahhar Mudzakkar untuk
mengirim belajar putera-puteri Sulawesi keluar negeri, telah membuktikan bahwa Qahhar
Mudzakkar memiliki cita-cita dan berusaha agar tidak terputus mata rantai perjuangan yang
sedang dilakukannya waktu itu. Dan diantara yang telah dikirim keluar negeri untuk belajar
ialah tiga anak kandungnya sendiri (anak-anak dari istri keduanya/ Corry van
Stenus).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Mengenai masalah penugasan Syamsul Bachri keluar negeri,
bukanya tidak mungkin Abdul Qahhar Mudzakkar juga berfikir akan altenatif, yaitu
bagaimana jika seandainya terjadi sesuatu yang menimpa pada dirinya. Kemungkinan ia
memiliki harapan bahwa perjuangan dapat dilanjutkan dibawah pimpinan seorang ahli perang
sekaliber Syamsul Bachri. Oleh karenanya pada waktu itu dalam situasi yang masih
memungkinkan, diantara mereka selaku pimpinan perjuangan dengan berat harus
berpisah.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dua hari sebelum keberangkatan Syamsul Bachri untuk
melaksanakan tugasnya keluar negeri, Andi Masse Jaya menemui Syamsul Bachri di Suasua-
Sulawesi Tenggara, yaitu daerah dimana Syamsul Bachri menjalankan tugasnya selaku
komandan batalyon 40.00. Dalam pertemuan tersebut, Andi Masse menitikan air mata haru
atas rencana kepergian tugas Syamsul Bachri dan dengan sedih ia menyatakan :&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;“Apa yang akan terjadi pada diri kami, setelah saudara berangkat keluar
negeri? Saudara adalah seorang yang menjadi tumpuan kekuatan dalam kesatuan perjuangan,
tempat dimana dapat mendiskusikan sesuatu yang dibutuhkan”.&lt;br /&gt;Cease Fire Yang
Menuntut Banyak Korban&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Akhir 1961 sampai menjelang 1962,
sekalipun banyak komandan pasukan ditugaskan keluar dan juga banyak yang keluar atas
kehendak sendiri, namun kekuatan dan pertahanan mujahid NII/TII tidak berkurang, bahkan
daya tempur mereka semakin meninggi. Hal ini terbukti serta terlihat ketika pihak tentara
dibawah komando bekas KNIL memerintahkan kepada pasukannya melakukan operasi untuk
menghancurkan mereka.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Operasi yang mula-mula dilakukan terhadap
mereka adalah operasi Guntur yang dipimpin oleh Andi Sose selaku komandan dan Mayor
Majid Yunus sebagai kepala staf. Pada akhir operasi Guntur, meskipun tidak dikatakan gagal,
tetapi dapat dinyatakan sebagai suatu operasi yang tidak memberikan hasil sebagaimana yang
diharapkan oleh para komandan bekas KNIL. Oleh karena itu kemudian dilanjutkan dengan
operasi Kilat, operasi ini dipimpin sendiri oleh Deputi wilayah Indonesia Timur, namun
rupanya operasi kilat ini juga tidak banyak memberikan hasil.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada
waktu itu NII/TII sedang menguasasi keadaan dan telah memperluas pengaruhnya, dimana-
mana rakyat memberi dukungan yang kuat dan sepenuhnya. Disaping itu juga terdapat
kekuatan yang tersembunyi, yaitu mujahid yang menyusup dan berada dalam tubuh TNI
sendiri. Sehingga semua itu telah membuat pasukan dibawah komando Yusuf dalam keadaan
panik karena melihat ada bahaya yang setiap saat mengancam. Dalam situasi demikian,
Abdul Qahhar Mudzakkar mengirim utusannya kepada Presiden Soekarno agar penyelesaian
masalah di Sulawesi Selatan dan Tenggara diselesaikan secara persaudaraan dan tidak
menggunakan kekerasan secara militer. Soekarno menerima usulan tersebut, melanjutkan
permasalahannya kapada Jenderal Nasution sebagai penguasa Angkatan Darat.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Tidak beberapa kemudian terjadilah “cease fire” diantara dua kekuatan
bersenjata. Pada tanggal 12 November 1961, Abdul Qahhar Mudzakkar mengeluarkan
pernyataan cease fire, yang dilakukan dalam jamuan makan di pos komando (posko) Kodam
XIV di Bone.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Selama cease fire, ternyata Yusuf cs melakukan
tindakan politik adu domba diantara sesama TII terutama terhadap para pimpinannya serta
bujuk rayu kepada para komandan gerilyawan dngan harta, kemewahan dan pangkat serta
janji -janji jabatan yang menggiurkan. Akhirnya disebabkan karena tingkah polah Yusuf,
kemudian Abdul Qahhar Mudzakkar membatalkan gencatan senjata dan memerintahkan
kepada seluruh gerilyawan untuk kembali kepada posnya masing-masing.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pembatalan gencatan senjata yang dilakukan Abdul Qahhar, segera dibalas
oleh Yusuf, dengan mengadakan serangan-serangan. Operasi tersebut mereka namankan
sebagai Operasi Tumpas. Dan yang kemudian berlanjut dengan pertempuran-pertempuran
yang tidak henti-hentinya, sampai berakhir pada tanggal 3 Februari 1965.&lt;br /&gt;Akhir
Jihad Seorang Mujahid&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Bertepatan dengan hari raya Idhul Fitri, pada 1
Syawal atau tanggal 13 Februari 1965, tiga buah peluru yang ditembakan oleh seorang
prajurit yang patuh mendengar perintah atasannya telah menembus dada Abdul Qahhar
Mudzakkar.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada hari berbahagia bagi ummat Islam diseluruh dunia,
telah Syahid seorang hamba Allah yang bernama Abdul Qahhar Mudzakkar. Peluru yang
membunuh Abdul Qahhar Mudzakkar itu, adalah peluru prajurit yang taat pada
komandannya, sekalipun komandan tertingginya itu adalah bekas serdadu penjajah KNIL,
yang tidak mampu menerima jika ajaran Islam menjadi berjaya di negeri-Nya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Abdul Qahhar Mudzakkar sebagai salah seorang diantara hamba Allah yang
berusaha untuk mentaati perintah-Nya, takut kepada siksa-Nya dan taqwa kepada-Nya.
Semua yang telah dilakukan dan dijalaninya insya Allah adalah sarana untuk menang dan
beruntung dihari mendatang.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Abdullah Ashal dalam wawancara yang
ditulis di majalah Hidayatullah edisi 09/th XII Januari 2001, beliau menyatakan :&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; ” Bapak meninggal tanggal 3 Februari
1965, bertepatan dengan hari lebaran. Saya sudah berumur 21 tahun. Mayatnya diangkat dari
sungai Lasolo, memakai helikopter, tanggal 5 Februari, hari Jum’at, dibawa ke Makassar. Sya
tinggal di Jakarta, kemudian menuju ke Makassar bersama dengan Mayor Jenderal Moersid
(perwira dari Mabes AD). Pak Moersid ini teman Bapak sewaktu tahun 1950-an. Saya lalu
menuju kerumah Bapak Ali Abdullah. Setelah Sholat Jum’at saya diantar ke rumah Bapak
Andi Patawali. Disana saya memperoleh informasi bahwa Bapak ada di RS Pelomonia.
Datang rombongan CPM yang mencari anak Qahhar. Saya ditunjuk, dibawa ke kantor CPM
Kodam XIV/Hasanuddin. Disana ternyata telah berkumpul kakak saya Siti Farida, ipar Andi
Sumange Patman dan paman saya Amir Tambas. Kami berempat kemudian diberi
kesempatan untuk melihat mayat bapak di RS Pelomonia. Benar saat itu mayatnya sudah
telanjang. Lukanya ada di bagian dada kalau tidak salah ada 3 luka bekas peluru. Saat itu
kami yakin bahwa itu memang Bapak, mirip ketika saya melihatnya tahun 1961. Kami
kemudian dihadapkan ke Kolonel Solihin GP, diberi nasehat bahwa Qahhar sudah meninggal.
You anak-anaknya ngak usah ikut-ikutan, kalu sekolah ya sekolah saja”.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sesungguhnya Mujahid tak pernah mati….&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;********&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Catatan : Sebagian besar tulisan ini diambil dari buku “Profil Abdul Qahhar
Mudzakkar : Patriot Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia dan Syahid NII/TII, Erli
Aqamuz (Siti Maesaroh), Yayasan Al-Abrar, Rotterdam-Holland, 2001. Cetakan pertama di
terbitkan oleh Yayasan Al-Abrar Ciputat Tangerang Maret 2007.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Erli
Aqamuz (Siti Maesaroh) adalah putri bungsu dari Asy-Syahid Abdul Qahhar Mudzakkar
dengan Hajjah Erlina Anwar (alm). Lahir pada tanggal 15 April 1949 di kota Solo. Menikah
dengan Abdul Wahid Kadungga seorang aktivis Islam pendiri Young Muslim Asociation in
Europe sebuah wadah yang menampung pemuda-pemuda Muslim di Eropa.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Referensi :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
Profil Abdul Qahhar Mudzakkar : Patriot Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia dan
Syahid NII/TII, Erli Aqamuz (Siti Maesaroh), Yayasan Al-Abrar, Rotterdam-Holland,
2001.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Pengantar Pemikiran Politik
Proklamator Negara Islam Indonesia : S.M. Kartosoewirjo, Fakta dan Data Sejarah, Al
Chaidar, Jakarta, Darul Falah, 1999.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Kahar
Mudzakkar dan Pemberontak Yang Mendua : Syafaruddin Usman MHD&lt;div
class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
8724476257911421951?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/8724476257911421951/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/abdul-qahhar-mudzakkar-sang-
patriot.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/872447625791142
1951'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/872447625791142
1951'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/abdul-qahhar-mudzakkar-sang-patriot.html'
title='Abdul Qahhar Mudzakkar Sang Patriot Pejuang Islam'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
4616974516437323714</id><published>2010-10-14T21:59:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:08:14.040-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title
type='text'>Tamasya Sejarah Bersama Bung Hatta</title><content
type='html'>&lt;h3&gt;&lt;span style="color: magenta;"&gt;Bung Hatta : Iwan
Fals&lt;/span&gt;&lt;/h3&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;i&gt;&lt;b&gt;&lt;span style="color:
green;"&gt;Tuhan terlalu cepat semua&lt;br /&gt;Kau panggil satu-satunya yang
tersisa&lt;br /&gt;Proklamator tercinta…&lt;br /&gt;Jujur lugu dan bijaksana&lt;br
/&gt;Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa&lt;br /&gt;Rakyat Indonesia…
&lt;/span&gt;&lt;/b&gt;&lt;/i&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;b&gt;&lt;span
style="color: teal;"&gt;Hujan air mata dari pelosok negeri&lt;br /&gt;Saat melepas engkau
pergi…&lt;br /&gt;Berjuta kepala tertunduk haru&lt;br /&gt;Terlintas nama seorang
sahabat&lt;br /&gt;Yang tak lepas dari namamu…&lt;br /&gt;Terbayang baktimu, terbayang
jasamu&lt;br /&gt;Terbayang jelas… jiwa sederhanamu&lt;br /&gt;Bernisan bangga,
berkapal doa&lt;br /&gt;Dari kami yang merindukan orang&lt;br /&gt;Sepertimu…
&lt;/span&gt;&lt;/b&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;JIKA
masih hidup, dan diminta melukiskan situasi sekarang, Mohammad Hatta hanya akan perlu
mencetak ulang tulisannya 48 tahun lalu: “Di mana-mana orang merasa tidak puas.
Pembangunan tak berjalan sebagaimana semestinya. Kemakmuran rakyat masih jauh dari
cita-cita, sedangkan nilai uang makin merosot. “Perkembangan demokrasi pun telantar
karena percekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban sehingga
memicu pergolakan daerah. Tentara merasa tak puas dengan jalannya pemerintahan di
tangan partai-partai.” Hampir tidak ada yang perlu diubah-kalimat demi kalimat, kata demi
kata.&lt;/div&gt;&lt;span id="more-3000"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Krisis politik, ekonomi, dan konstitusi. Krisis serupa yang ditulis Hatta itu
kini menghantui Indonesia lagi, setengah abad setelah Megawati Sukarnoputri menyimpan
boneka mainannya, Amien Rais tak lagi bermain gundu, dan Jenderal Endriartono Sutarto
menukar ketapel karetnya dengan senapan M-16. Tidak ada yang baru di kolong langit, kata
orang. Sejarah adalah repetisi pengalaman-pengalaman. Tapi, jika Indonesia terperosok ke
lubang hitam yang sama secara telak, mungkin karena bangsa ini tidak benar-benar belajar
dari sejarah yang benar. “Belajarlah dari sejarah”. Sukarno mengatakan hal itu. Soeharto
bicara yang sama.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Masalahnya adalah
sejarah yang mana. Sejarah, apa boleh buat, telah lama menjadi ladang perebutan ideologi
dan kepentingan. Dan Hatta adalah seorang pecundang, yang kalah, dalam perebutan itu.
Pada 1960-an, tulisan Hatta berjudul Demokrasi Kita itu dinyatakan sebagai bacaan
terlarang. Buya Hamka, pemimpin majalah Pandji Masjarakat yang memuat tulisannya,
dipenjarakan. Sementara itu, pemerintah Orde Baru menyusutkan citranya sekadar sebagai
“Bapak Koperasi”-citra sempit yang mengerdilkan keluasan pikirannya. Dan kini, setelah
lebih dari satu abad kelahirannya, sebagian besar pikiran Hatta masih tercampak dalam
buku-buku penghuni sudut sempit perpustakaan berdebu. Tapi, makin dilupakan, pikiran
Hatta makin jernih dan nyaring kedengarannya. Lihatlah bagaimana Demokrasi Kita tetap
relevan setelah sekian lama. Di situ Hatta menawarkan keseimbangan menghadapi situasi
resah di awal kemerdekaan. Seperti sekarang, Indonesia setengah abad lalu menawarkan
optimisme yang diwarnai euforia politik dan kebebasan. Namun, Proklamasi 1945, mirip
dengan reformasi 1998, ternyata juga menjadi pembuka &lt;a
href="http://itempoeti.com/2009/05/kotak-pandora-dan-pemilu-2009/"&gt;“kotak
Pandora”&lt;/a&gt; seperti dikisahkan dalam mitos Yunani Kuno.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Gajah pergi meninggalkan gading. Tapi ia tak memilih
bagaimana gading itu diukir. Generasi datang dan pergi, membentuknya, menatahnya, dan
menimbang-nimbangnya. Mungkin mencampakkannya. Seorang besar memperoleh arti
karena beribu-ribu orang yang tak dikenal datang sebelumnya, bersamanya,
sesudahnya.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;span
style="color: green;"&gt;Dua puluh tahun sebelum “Demokrasi Terpimpin” dan “Orde
Baru”, Bung Hatta-lah yang pada bulan Juni 1945 itu memperingatkan akan kemungkinan
lahirnya “negara kekuasaan” dengan retorika “keamanan nasional”. Sebab itu kau usulkan
agar hak-hak asasi ditegakkan. Tiga puluh tahun sebelum tentara Indonesia dikirim untuk
“mengambil” Timor Timur, Bung Hatta juga suara yang paling pagi memperingatkan akan
bahaya “imperialisme” dari diri sendiri. Kenapa, Bung? Kau bukan ahli nujum. Tapi
mungkin karena nasionalisme-mu, seperti nasionalisme&amp;nbsp; Si Buruh Loyok, adalah
suara solidaritas.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Ketika wafat pada 1980, Hatta meninggalkan “30 ribu judul buku” dalam
perpustakaan pribadi, sebagai warisannya yang termahal. Integritas dan kesederhanaan hidup
menjadikannya mutiara yang langka di antara deretan pemimpin Indonesia masa kini
maupun lampau. Tapi dia lebih langka lagi sebagai negarawan yang menulis. Dengan begitu
luas sumbangannya, dan begitu bernas pikirannya, adakah cara lebih baik untuk&amp;nbsp;
memahami tokoh besar Bangsa Indonesia Bung Hatta kecuali dengan membaca kembali
buku-bukunya? Dengan mengikuti tamasya sejarahnya?&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align:
center;"&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;b&gt;Sedikit tamasya sejarah Bung Hatta
silaken &lt;/b&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h3&gt;&lt;h3 style="text-align: center;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/03/tamasya-sejarah-bersama-
hatta.pdf"&gt;DONLOT DISINI !!&lt;/a&gt; &lt;span style="color: green;"&gt;Semoga
bermanfaat&lt;/span&gt;&lt;/h3&gt;&lt;span style="display: block; text-align: center;"&gt;
&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: center;"&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;Catatan : 14 Maret 2010 bertepatan dengan wafatnya Bung Hatta 30 tahun yang
lalu atau tepatnya 14 Maret 1980… kami berdo’a, Semoga arwahnya diterima di sisi Allah
SWT.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
4616974516437323714?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/4616974516437323714/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tamasya-sejarah-bersama-bung-
hatta.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/461697451643732
3714'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/461697451643732
3714'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tamasya-sejarah-bersama-bung-hatta.html'
title='Tamasya Sejarah Bersama Bung Hatta'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
4813034859661799252</id><published>2010-10-14T22:01:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:07:48.587-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Bung
Sjahrir Pemikir Yang Tersingkir</title><content type='html'>&lt;small&gt; &lt;/small&gt;
&lt;br /&gt;&lt;div class="postcomments"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/05/bung-sjahrir-pemikir-yang-
tersingkir/#comments" title="Komentar pada Bung Sjahrir Pemikir
Yang Tersingkir"&gt;16&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="entry"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/sutan-sjahrir.gif"&gt;&lt;img alt=""
class="alignleft size-medium wp-image-3117" height="300"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/sutan-sjahrir.gif?
w=255&amp;amp;h=300" title="Sutan Sjahrir" width="255" /&gt;&lt;/a&gt;&lt;br
/&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sjahrir adalah &lt;i&gt;a man of
paradox&lt;/i&gt; dalam berbagai arti. Tubuhnya kecil dengan tinggi tidak mencapai satu
setengah meter, 145 sentimeter, dan berat badan hanya 45,5 kilogram. Namun di sana
tersimpan energi dahsyat. Inteligensinya mengagumkan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Namun atau sebenarnya justru karena inteligensinya yang besar itu dia
meninggalkan studinya di Leiden, Belanda, tanpa berminat sedikit pun untuk
menyelesaikannya, sebagaimana Hatta dan kawan-kawannya yang lain. Tentang ini, dengan
enteng dia hanya berkata bahwa seorang pemegang titel itu hanya “pemegang titel sahadja”,
tidak lebih dari itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Namun pandangan
Sjahrir jauh melampaui masalah sepele ijazah. Sjahrir menukik tajam ke dalam soal ilmu dan
keilmuan ketika dia memberikan jawaban yang paling serius dalam Indonesische
Overpeinzingen (IO)&lt;span id="more-3110"&gt;&lt;/span&gt;: “Lama-kelamaan saya
tahu bagaimana membebaskan diri dari perbudakan ilmu resmi (de slavernij van de offici le
wetenschap). Otoritas ilmiah tidak terlalu berarti bagiku secara batin. Dengan begitu seolah-
olah jiwaku semakin bebas, tidak ada nama besar dan tenar, yang resmi maupun tidak resmi,
yang menguasai pikiranku untuk membutakanku dengan kehebatannya dan membuang atau
membantai semua kegiatan orisinalku…. Yang lebih penting bagiku adalah bagaimana tiba
pada kebenaran harmonis dan pribadi sifatnya” (IO, 29 Desember 1936). Secara utiliter
seolah-olah dia katakan: pengetahuan tidak berguna kalau tidak menjadi kebenaran yang
bisa diserap dan diolah masing-masing orang. Di luar itu, ilmu hanya sekadar kumpulan
kaidah dan abstraksi yang tak bermanfaat.(&lt;i&gt;DANIEL
DHAKIDAE&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;SJAHRIR&lt;/b&gt; adalah satu dari Tujuh Begawan Revolusi
Indonesia. Ketujuh orang ini-Soekarno, Hatta, Sjahrir, Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka,
Sudirman, dan A.H. Nasution-dalam kadar berbeda menentukan arah dan produk revolusi.
Republik Indonesia pada zaman revolusi, dengan demikian, bukan merupakan akibat dari
proses sosial yang impersonal dan tak terhentikan, melainkan hasil interaksi ribuan orang
dan organisasi, kelompok angkatan bersenjata dan badan perjuangan, politikus nasional dan
lokal, idealisme dan oportunisme, patriotisme dan banditisme, pahlawan dan pengecut.
Semua ingar-bingar itu berakhir dengan ajaib: pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda
pada Desember 1949.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ketujuh pemimpin
ini dengan caranya masing-masing berkontribusi bagi jalannya revolusi. Setelah revolusi,
mereka mengalami peruntungan berbeda, aliansi berbeda, dan perimbangan kekuatan
berbeda. (&lt;i&gt;HARRY POEZE&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;DALAM sejarah Indonesia, Sutan Sjahrir adalah eksponen utama garis
ideologis yang dapat disebut perpaduan antara tradisi sosial demokrasi dan liberalisme.
Sebagai sosial demokrat, ia merupakan tokoh gerakan buruh yang andal pada 1930-an, dan
menaruh perhatian amat besar terhadap masalah pendidikan rakyat. Liberalismenya terlihat
antara lain dalam perhatiannya yang besar pula terhadap masalah perlindungan hak-hak
individu dari tirani negara. Tak mengherankan bila ia menjadi musuh besar fasisme, baik
yang berasal dari luar maupun dalam negeri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tidaklah mengejutkan bahwa ideologi yang diperjuangkan Sutan Sjahrir
mengalami rintangan pada masa Demokrasi Terpimpin maupun Orde Baru yang otoriter.
Tetapi, Indonesia sekarang adalah negara demokrasi, bahkan negara demokrasi yang paling
tegak di seluruh Asia Tenggara mengingat beberapa perkembangan anti-demokratis di
Filipina, dan terutama Thailand, belakangan ini. Sebagai negara demokrasi, barangkali kita
berharap menemukan para ahli waris garis ideologi yang diperjuangkan oleh Sutan Sjahrir di
antara berbagai kekuatan politik yang sekarang bersaing secara bebas dan terbuka untuk
memimpin Indonesia. (&lt;i&gt;VEDI R. HADIZ&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;M. Chatib Basri menyatakan :” SUTAN Sjahrir seperti sebuah
kekecualian bagi zamannya. Mungkin ia terlalu di depan bagi masanya. Ketika nasionalisme
adalah tungku yang memanggang anak-anak muda dalam elan kemerdekaan, Sjahrir justru
datang dengan sesuatu yang mendinginkan. Bagi Sjahrir, kemerdekaan nasional tidak final.
Tujuan akhir dari perjuangan politiknya adalah terbukanya ruang bagi rakyat untuk
merealisasi dirinya, untuk memunculkan bakatnya dalam kebebasan. Tanpa halangan. Bagi
Sjahrir, kemerdekaan adalah sebuah jalan menuju cita-cita itu. Itu sebabnya Sjahrir
menganggap nasionalisme harus tunduk kepada kepentingan demokrasi.”&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dalam sebuah esai yang penting Sjahrir menuntut agar demi
perjuangan, seseorang harus bebas dari perasaan-perasaan yang menghalangi orang berpikir
jujur sesuai dengan kebutuhan perjuangan. Pikiran dan tindakan hendaknya “tidak dikuasai
oleh unsur psikologis, melainkan oleh hukum akal budi dan otak yang sanggup berpikir dan
bertindak menurut keadaan dan perubahan”. Tampaknya ada dialektik antara Sjahrir dan
kebudayaan masyarakatnya, dan tuntutan Sjahrir mungkin hanya separuh benar. Dia lupa
bahwa akal harus memperhatikan perasaan, rasio perlu menimbang psikologi, dan logika
bertugas menerangi yang irasional. Kalau tidak, dialektik itu akan menelan korban, dan,
tragisnya, korban itu tak lain dari diri Sjahrir sendiri, dengan meninggalkan sosial-demokrasi
bagaikan yatim piatu. (&lt;i&gt;Ignas Kleden&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align:
center;"&gt;&lt;span style="color: teal;"&gt;Edisi Lengkap Sajian Majalah Tempo tentang
Sutan Sjahrir bisa diunduh disini &lt;/span&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/peran-besar-bung-kecil-biografi-
sjahrir.pdf"&gt;Peran Besar Bung Kecil&lt;/a&gt;&lt;small&gt; &lt;/small&gt;
&lt;/h3&gt;&lt;div class="postcomments"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/05/bung-sjahrir-pemikir-yang-
tersingkir/#comments" title="Komentar pada Bung Sjahrir Pemikir
Yang Tersingkir"&gt;16&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="entry"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/sutan-sjahrir.gif"&gt;&lt;img alt=""
class="alignleft size-medium wp-image-3117" height="300"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/sutan-sjahrir.gif?
w=255&amp;amp;h=300" title="Sutan Sjahrir" width="255" /&gt;&lt;/a&gt;&lt;br
/&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sjahrir adalah &lt;i&gt;a man of
paradox&lt;/i&gt; dalam berbagai arti. Tubuhnya kecil dengan tinggi tidak mencapai satu
setengah meter, 145 sentimeter, dan berat badan hanya 45,5 kilogram. Namun di sana
tersimpan energi dahsyat. Inteligensinya mengagumkan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Namun atau sebenarnya justru karena inteligensinya yang besar itu dia
meninggalkan studinya di Leiden, Belanda, tanpa berminat sedikit pun untuk
menyelesaikannya, sebagaimana Hatta dan kawan-kawannya yang lain. Tentang ini, dengan
enteng dia hanya berkata bahwa seorang pemegang titel itu hanya “pemegang titel sahadja”,
tidak lebih dari itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Namun pandangan
Sjahrir jauh melampaui masalah sepele ijazah. Sjahrir menukik tajam ke dalam soal ilmu dan
keilmuan ketika dia memberikan jawaban yang paling serius dalam Indonesische
Overpeinzingen (IO)&lt;span id="more-3110"&gt;&lt;/span&gt;: “Lama-kelamaan saya
tahu bagaimana membebaskan diri dari perbudakan ilmu resmi (de slavernij van de offici le
wetenschap). Otoritas ilmiah tidak terlalu berarti bagiku secara batin. Dengan begitu seolah-
olah jiwaku semakin bebas, tidak ada nama besar dan tenar, yang resmi maupun tidak resmi,
yang menguasai pikiranku untuk membutakanku dengan kehebatannya dan membuang atau
membantai semua kegiatan orisinalku…. Yang lebih penting bagiku adalah bagaimana tiba
pada kebenaran harmonis dan pribadi sifatnya” (IO, 29 Desember 1936). Secara utiliter
seolah-olah dia katakan: pengetahuan tidak berguna kalau tidak menjadi kebenaran yang
bisa diserap dan diolah masing-masing orang. Di luar itu, ilmu hanya sekadar kumpulan
kaidah dan abstraksi yang tak bermanfaat.(&lt;i&gt;DANIEL
DHAKIDAE&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;b&gt;SJAHRIR&lt;/b&gt; adalah satu dari Tujuh Begawan Revolusi
Indonesia. Ketujuh orang ini-Soekarno, Hatta, Sjahrir, Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka,
Sudirman, dan A.H. Nasution-dalam kadar berbeda menentukan arah dan produk revolusi.
Republik Indonesia pada zaman revolusi, dengan demikian, bukan merupakan akibat dari
proses sosial yang impersonal dan tak terhentikan, melainkan hasil interaksi ribuan orang
dan organisasi, kelompok angkatan bersenjata dan badan perjuangan, politikus nasional dan
lokal, idealisme dan oportunisme, patriotisme dan banditisme, pahlawan dan pengecut.
Semua ingar-bingar itu berakhir dengan ajaib: pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda
pada Desember 1949.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ketujuh pemimpin
ini dengan caranya masing-masing berkontribusi bagi jalannya revolusi. Setelah revolusi,
mereka mengalami peruntungan berbeda, aliansi berbeda, dan perimbangan kekuatan
berbeda. (&lt;i&gt;HARRY POEZE&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;DALAM sejarah Indonesia, Sutan Sjahrir adalah eksponen utama garis
ideologis yang dapat disebut perpaduan antara tradisi sosial demokrasi dan liberalisme.
Sebagai sosial demokrat, ia merupakan tokoh gerakan buruh yang andal pada 1930-an, dan
menaruh perhatian amat besar terhadap masalah pendidikan rakyat. Liberalismenya terlihat
antara lain dalam perhatiannya yang besar pula terhadap masalah perlindungan hak-hak
individu dari tirani negara. Tak mengherankan bila ia menjadi musuh besar fasisme, baik
yang berasal dari luar maupun dalam negeri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tidaklah mengejutkan bahwa ideologi yang diperjuangkan Sutan Sjahrir
mengalami rintangan pada masa Demokrasi Terpimpin maupun Orde Baru yang otoriter.
Tetapi, Indonesia sekarang adalah negara demokrasi, bahkan negara demokrasi yang paling
tegak di seluruh Asia Tenggara mengingat beberapa perkembangan anti-demokratis di
Filipina, dan terutama Thailand, belakangan ini. Sebagai negara demokrasi, barangkali kita
berharap menemukan para ahli waris garis ideologi yang diperjuangkan oleh Sutan Sjahrir di
antara berbagai kekuatan politik yang sekarang bersaing secara bebas dan terbuka untuk
memimpin Indonesia. (&lt;i&gt;VEDI R. HADIZ&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;M. Chatib Basri menyatakan :” SUTAN Sjahrir seperti sebuah
kekecualian bagi zamannya. Mungkin ia terlalu di depan bagi masanya. Ketika nasionalisme
adalah tungku yang memanggang anak-anak muda dalam elan kemerdekaan, Sjahrir justru
datang dengan sesuatu yang mendinginkan. Bagi Sjahrir, kemerdekaan nasional tidak final.
Tujuan akhir dari perjuangan politiknya adalah terbukanya ruang bagi rakyat untuk
merealisasi dirinya, untuk memunculkan bakatnya dalam kebebasan. Tanpa halangan. Bagi
Sjahrir, kemerdekaan adalah sebuah jalan menuju cita-cita itu. Itu sebabnya Sjahrir
menganggap nasionalisme harus tunduk kepada kepentingan demokrasi.”&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dalam sebuah esai yang penting Sjahrir menuntut agar demi
perjuangan, seseorang harus bebas dari perasaan-perasaan yang menghalangi orang berpikir
jujur sesuai dengan kebutuhan perjuangan. Pikiran dan tindakan hendaknya “tidak dikuasai
oleh unsur psikologis, melainkan oleh hukum akal budi dan otak yang sanggup berpikir dan
bertindak menurut keadaan dan perubahan”. Tampaknya ada dialektik antara Sjahrir dan
kebudayaan masyarakatnya, dan tuntutan Sjahrir mungkin hanya separuh benar. Dia lupa
bahwa akal harus memperhatikan perasaan, rasio perlu menimbang psikologi, dan logika
bertugas menerangi yang irasional. Kalau tidak, dialektik itu akan menelan korban, dan,
tragisnya, korban itu tak lain dari diri Sjahrir sendiri, dengan meninggalkan sosial-demokrasi
bagaikan yatim piatu. (&lt;i&gt;Ignas Kleden&lt;/i&gt;)&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align:
center;"&gt;&lt;span style="color: teal;"&gt;Edisi Lengkap Sajian Majalah Tempo tentang
Sutan Sjahrir bisa diunduh disini &lt;/span&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/04/peran-besar-bung-kecil-biografi-
sjahrir.pdf"&gt;Peran Besar Bung
Kecil&lt;/a&gt;&lt;/h3&gt;&lt;/div&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
4813034859661799252?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/4813034859661799252/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/bung-sjahrir-pemikir-yang-
tersingkir.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/481303485966179
9252'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/481303485966179
9252'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/bung-sjahrir-pemikir-yang-tersingkir.html'
title='Bung Sjahrir Pemikir Yang Tersingkir'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
2083367430286808259</id><published>2010-10-14T22:03:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T22:03:53.879-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Jalan
Kehidupan M. Natsir (Donlot Biografinya)</title><content type='html'>&lt;h4 style="text-
align: justify;"&gt;&lt;span style="color: #3366ff;"&gt;&lt;i&gt;Sudah lebih dari setengah
abad lalu Pak Natsir mengingatkan bahwa demokrasi sekuler dapat berujung pada berbagai
musibah kemanusiaan. Tanpa intervensi wahyu, manusia dapat terperangkap pada dorongan
nafsu hewaniah dan meluncur ke arah anarki, chaos atau faudhau. Pak Natsir amat
memahami teori dan praktek demokrasi, tetapi sekaligus melihat dengan jernih
keterbatasannya. &lt;span style="color: red;"&gt;Theodemokrasi adalah demokrasi yang
dibimbing oleh kebenaran wahyu. (M. Amien Rais)&lt;br
/&gt;&lt;/span&gt;&lt;/i&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h4&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Bangsa Indonesia, seperti halnya bangsa lain, tidak melahirkan banyak
negarawan sekalipun memproduksi banyak politikus. Menurut sebuah kasus, negarawan
adalah seorang yang memanfaatkan kepemimpinan politiknya secara arif dan waskita tanpa
dibarengi kesetiaan sempit.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sebuah teori
kepemimpinan mengatakan negarawan adalah seorang yang memiliki wawasan dan moral
yang jernih, konsistensi, persistensi, kemampuan berkomunikasi dan berjiwa besar. &lt;span
style="color: red;"&gt;&lt;b&gt;Pak Natsir memiliki itu
semua&lt;/b&gt;&lt;/span&gt;.&lt;/div&gt;&lt;span id="more-
2919"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Indonesia
sekarang seakan-akan hidup di sebuah lingkaran setan yang tak terputus: regenerasi
kepemimpinan terjadi, tapi birokrasi dan politik yang bersih, kesejahteraan sosial yang lebih
baik, terlalu jauh dari jangkauan. Natsir seolah-olah wakil sosok yang berada di luar
lingkaran itu. Ia bersih, tajam, konsisten dengan sikap yang diambil,
bersahaja.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dalam buku Natsir, 70 Tahun
Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, George McTurnan Kahin, Indonesianis asal
Amerika yang bersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu, bercerita tentang
pertemuan pertama yang mengejutkan. Natsir, waktu itu Menteri Penerangan, berbicara apa
adanya tentang negeri ini. Tapi yang membuat Kahin betul-betul tak bisa lupa adalah
penampilan sang menteri. ”Ia memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah
saya lihat di antara para pegawai pemerintah mana pun,” kata Kahin.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dia melihat sendiri Natsir mengenakan jas bertambal.
Kemejanya hanya dua setel dan sudah butut. Kahin, yang mendapat info dari Haji Agus
Salim mengenai sosok Natsir, belakangan tahu bahwa staf Kementerian Penerangan
mengumpulkan uang membelikan pakaian supaya bos mereka terlihat pantas sebagai seorang
menteri.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Mohammad Natsir hidup ketika
persahabatan lintas ideologi bukan hal yang patut dicurigai, bukan suatu pengkhianatan.
Natsir pada dasarnya antikomunis. Bahkan keterlibatannya kemudian dalam Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), antara lain, disebabkan oleh kegusaran pada
pemerintah Soekarno yang dinilainya semakin dekat dengan Partai Komunis Indonesia.
Masyumi dan PKI, dua yang tidak mungkin bertemu. Tapi Natsir tahu politik identitas tidak
di atas segalanya. Ia biasa minum kopi bersama D.N. Aidit di kantin gedung parlemen,
meskipun Aidit menjabat Ketua Central Committee PKI ketika itu.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Dipa Nusantara Aidit, Ketua Comite Central Partai Komunis
Indonesia, adalah musuh ideologis nomor satu Mohammad Natsir. Aidit memperjuangkan
tegaknya komunisme di Indonesia. Natsir sebaliknya. Tokoh Masyumi itu menginginkan
negara dijalankan di atas nilai-nilai Islami. Pertentangan ini membuat keduanya sering
berdebat keras di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante. Tapi, di luar
sidang, keduanya bersahabat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Inilah sosok
multikultural Natsir yang dikenang dengan bangga oleh orang-orang dekatnya. ”Dia tak
punya handicap berhubungan dengan golongan nonmuslim,” ujar Amien Rais. Setelah
menyelesaikan studi doktoral di Universitas Chicago pada 1984, Amien yang bekas Ketua
Majelis Permusyawaratan Rakyat ini sering menjadi teman ngobrol Natsir. ”Saya kira Pak
Natsir banyak menyerap kearifan H.O.S. Tjokroaminoto,” ujar Amien.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Soal hubungan dengan Aidit, Natsir banyak bercerita kepada
Yusril Izha Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang. Tatkala masih kuliah di Jakarta, Yusril
amat dekat dengan Natsir. Menurut Yusril, Natsir sering tak bisa mengendalikan emosi
ketika berdebat dengan Aidit di parlemen. ”Pak Natsir bilang, rasanya dia ingin menghajar
kepala Aidit dengan kursi,” kata Yusril.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tapi, hingga rapat selesai, tak ada kursi yang melayang ke kepala Aidit. Malah,
begitu meninggalkan ruang sidang, Aidit membawakannya segelas kopi. Keduanya lalu
ngerumpi tentang keluarga masing-masing. Itu terjadi berkali-kali. ”Kalau habis rapat tak
ada tumpangan, Pak Natsir sering dibonceng sepeda oleh Aidit dari Pejambon,” Yusril
menambahkan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Mohammad Natsir, sosok
artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam berpolitik, kita tahu,
akhirnya tak bisa menghindar dari konflik keras dan berujung pada pembuktian tegas antara
si pemenang dan si pecundang. Natsir bergabung dengan PRRI/Perjuangan Rakyat Semesta,
terkait dengan kekecewaannya terhadap Bung Karno yang terlalu memihak PKI dan
kecenderungan kepemimpinan nasional yang semakin otoriter. Ia ditangkap, dijebloskan ke
penjara bersama beberapa tokoh lain tanpa pengadilan.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt;&lt;h4
style="text-align: justify;"&gt;&lt;span style="color: #3366ff;"&gt;&lt;i&gt;Hidupnya tak
terlalu berwarna. Apalagi penuh kejutan ala kisah Hollywood: perjuangan, petualangan,
cinta, perselingkuhan, gaya yang flamboyan, dan akhir yang di luar dugaan, klimaks.
Mohammad Natsir menarik karena ia santun, bersih, konsisten, toleran, tapi teguh
berpendirian. &lt;/i&gt;&lt;i&gt;Satu teladan yang
jarang.&lt;/i&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h4&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;span style="color:
red;"&gt;&lt;b&gt;”Kalau aku nanti mati, kalian ikuti Pak Natsir.” &lt;/b&gt;&lt;span
style="color: black;"&gt;Wasiat &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;Kartosoewirjo kepada para
pengikutnya. &lt;span style="color: red;"&gt;&lt;span style="color: black;"&gt;
&lt;/span&gt;&lt;span style="color: black;"&gt; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;br
/&gt;&lt;b&gt;Majalah Tempo&lt;/b&gt; Edisi 21/XXXVII/14 – 20 Juli 2008, Mengupas
lengkap tentang Jalan Kehidupan M. Natsir dari Lembah Gumanti sampai kiprahnya di DDII
dan Kelompok Petisi dalam “Politik M. Natsir ditengah dua rezim”. Selengkapnya:&lt;br
/&gt;&lt;h3 style="text-align: center;"&gt;“&lt;span style="color: red;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/02/biografi-m-natsir.pdf"&gt;Donlot
Jalan Kehidupan M. Natsir”&lt;/a&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h3&gt;*&lt;i&gt;Sumber gambar
&lt;a href="http://masoedabidin.blogspot.com/"&gt;Dakwah Buya Masoed
Abidin&lt;/a&gt;&lt;/i&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
2083367430286808259?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/2083367430286808259/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/jalan-kehidupan-m-natsir-
donlot.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/208336743028680
8259'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/208336743028680
8259'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/jalan-kehidupan-m-natsir-donlot.html'
title='Jalan Kehidupan M. Natsir (Donlot Biografinya)'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
3242050968521018977</id><published>2010-10-14T21:56:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-14T21:56:11.958-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title
type='text'>PUTERA FAJAR</title><content type='html'>Pengantar Penyunting:&lt;br
/&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Rangkaian cerita di bawah ini diterjemahkan dan
disadur oleh Dini S. Setyowati, dari sebuah buku berbahasa Jerman berjudul &lt;span
style="color: red;"&gt;“Indonesien ’65 – Anatomie eines Putchs”,&lt;/span&gt; oleh dua
pengarang Jerman (Republik Demokrasi Jerman ketika itu) yang lebih suka anonim, yang
diterbitkan oleh &lt;em&gt;Militaerverlag der Deutchen Demokratischen Republik
&lt;/em&gt;(1975; 295 hal.). Terjemahan ini dipersembahkan bagi kaum muda Indonesia
agar mengenal lebih banyak lagi sejarah bangsanya. Tidak semua data yang ditulisnya
andal, tetapi analisis dan cara pandang yang ditawarkannya bisa merupakan masukan yang
berharga.&lt;br /&gt;Selamat membaca.&lt;br /&gt;Redaksi&lt;br /&gt;——-&lt;br
/&gt;&lt;em&gt;Dini S. Setyowati&lt;/em&gt;: (dari milis&lt;a href="http://www.mail-
archive.com/siarlist@minipostgresql.org/info.html"&gt; siarlist&lt;/a&gt; )
&lt;/div&gt;&lt;h3 style="text-align: center;"&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;PUTERA
FAJAR&lt;/span&gt;&lt;/h3&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;SUATU pagi, dalam
bulan Agustus tahun 1965. Seorang laki-laki setengah umur berdiri di teras Istana Merdeka.
Sebuah map yang diapitnya,dia rapatkan ke dada seolah ingin menenangkan hatinya yang
berdebar-debar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Itulah Kastur Rekso.
Teman sekuliah Presiden Sukarno, sejak ketika mereka bersama-sama belajar di THS
(Technische Hooge School – sekarang ITB) di Bandung. Sejak pergaulannya dengan Karno
ketika itu – begitulah ia biasa menyapa akrab Sukarno, baik di bangku kuliah maupun di
kamar kos yang mereka huni bersama – ia masih sering bertemu dengannya. Sekedar untuk
mengobrol dan mengenang romantika masa muda mereka. Tapi selama itu selalu terjadi di
warung atau rumah makan murahan. Tidak seperti kali ini. Di Istana Merdeka yang megah,
dan tidak dengan Karno kawan satu kos, tapi dengan Bung Karno sebagai Presiden!
&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kastur Rekso sendiri masih tetap bekerja
sebagai guru di salah satu SMA dan hidup sederhana. Sedangkan Karno, sesuai dengan cita-
citanya yang telah ia dengar ketika indekos pada Keluarga Sanusi, telah mencapai tujuannya.
Yaitu menjadi pemimpin bangsa Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pagi hari ini, sesudah sekian lama saling berpisah, Kasto menjadi tamu
terhormat Bung Karno Bapak Presiden. Baru kemarin malam ia tiba di ibukota, naik kereta
api Bandung – Jakarta yang berjejal penuh sesak. Kesan pertama melihat suasana ibukota
membuat Kasto kaget. Sepanjang jalan yang dilaluinya tampak kotor dan terbengkelai.
Suramnya Jakarta tak tertutupi oleh kemegahan beberapa gedung hotel dan kantor dinas.
Begitu pula beberapa patung monumental, dan puncak monumen nasional yang dipoles
dengan warna emas kemilau, tidak berhasil memperindah suasana. Adanya patung-patung itu
terasa semu, di tengah bertebarannya iklan-iklan yang meneriakkan merk pasta gigi dan
sabun.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Perasaan aneh timbul ketika ia
menyusur jalanan lebar seperti Jalan Thamrin. Di balik kemegahan mengintai kekumuhan.
Juga manusia manusianya. Di tengah kesimpangsiuran dan kepadatan terasa anonimitas
belaka.&lt;/div&gt;&lt;span id="more-3241"&gt;&lt;/span&gt;&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Suasana yang monoton dan kelabu ini terkadang pecah oleh
keramaian jalanan yang tiba-tiba: Barisan-barisan demonstrasi para pemuda dalam pakaian
warna-warni meneriakkan yel-yel “Hidup Bung Karno! Hidup Republik Indonesia! Ganyang
Malaysia! Hidup Nasakom!”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Kasto
mengenal demonstrasi semacam itu. Di seluruh negeri terlihat suasana yang terasa
dipaksakan seperti itu. Baginya semuanya itu tampak seperti dagelan. Tapi ia tidak berani
menyatakan pendapatnya secara terang-terangan. Yang jelas slogan-slogan yang diteriakkan
para demonstran itu tidak menyuarakan problem masyarakat yang sebenarnya: ekonomi
yang terpuruk, harga pangan yang melambung, dan kesejahteraan yang
merosot.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Rasa takut terhadap masa depan
dan ketidakpuasan terhadap haluan kebijakan pemerintah yang hanya meneriakkan slogan-
slogan nasionalis. Terasa seluruh negeri berada dalam suasana tegang, yang suatu ketika
pasti akan meletus menjadi satu bencana.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tapi bukan untuk itu Kasto datang ke Jakarta. Juga bukan hal-hal politik aktual
yang hendak dibicarakannya dengan Presiden Bung Karno. Selama duapuluh tahun terakhir,
sebagai guru, ia mengajar sejarah nasional dan bahasa Indonesia. Jabatannya itu telah
memberi peluang baginya untuk menyusun sebuah naskah yang diberinya judul “Sejarah
Bangsa Indonesia”. Dengan penuh ketekunan dikumpulkannya bahan bahan, dan setiap
waktu luang dipakainya untuk menyusun semuanya itu menjadi sebuah naskah. Kurang lebih
satu setengah tahun ia bekerja untuk itu.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Satu bendel tebal beberapa ratus halaman telah dikirimnya kepada Presiden
Sukarno untuk dinilai. Tentu bukan sekedar untuk mencari restu dan kesetujuan Bung Karno
untuk naskahnya itu, tapi terutama untuk mendengar pendapat Bung Karno. Apakah cocok
apa yang telah ditulisnya itu dengan pengalaman Bung Karno, sahabatnya yang sangat
dihormatinya itu. Bagaimanapun juga, di mata Kasto, Bung Karno adalah pelopor besar
dalam sejarah bangsanya.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;Dari pengalaman selagi masih di bangku kuliah,
Bung Karno rajin mempelajari sejarah, dan selalu menjadi teman diskusi yang objektif dan
berpandangan jernih. Sekarang Kasto ingin tahu, apakah Bung Karno yang sekarang masih
juga Kusno yang dikenalnya dahulu. Si Guru dari Bandung ini merasa agak ciut hatinya
ketika seorang perwira pengawal istana datang menjemputnya, di sebuah losmen murahan
tempat ia menginap.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Ketika daun pintu jati dibukakan, ia masuk di sebuah ruangan yang luas. Kasto
duduk di depan akuarium yang besar. Seperti tanpa disadarinya sendiri, ia berdiri dan
membungkuk, mengamati ikan-ikan emas besar-besar di akuarium. Mereka berenang
bermalas-malas, bermandi cahaya matahari pagi yang perlahan-lahan mulai memenuhi
ruangan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ternyata di sinilah tempat
Presiden Sukarno sarapan. Sebuah meja panjang sudah siap, ditutup dengan bermacam-
macam hidangan makan pagi. Mulai dari nasi goreng, sayur lalapan dan lele goreng.
Santapan sederhana yang dihidangkan dalam perabotan makan terbikin dari porselen mahal.
Gelas-gelas kristal gemerincing, dan sendok serta garpu perak yang berkilauan oleh sinar
pagi. Kecuali hidangan Indonesia tersedia juga hidangan ala Barat: roti, mentega, keju, jam,
dan kue-kue.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Beberapa gadis berseragam
masuk, membawa gelas-gelas besar berisi kopi dan teh. Sesudah mengaturnya di atas meja,
sekali lagi ditelitinya apakah semuanya sudah lengkap, mereka mundur dari ruangan. Berdiri
menunggu di pintu masuk.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Suasana masih
terlalu pagi. Udara terasa sejuk. Presiden masih sibuk sembahyang subuh. Ruang sarapan
yang luas ini mulai dipenuhi tamu-tamu. Memang sudah menjadi kebiasaan Presiden, setiap
pagi berlangsung acara temu-wicara-sarapan bersama para tokoh pemerintahan, diplomat
luar negeri dan para wartawan dalam dan luar negeri. Hadir juga beberapa pemimpin partai
politik, di samping para menteri secara bergiliran dan teratur. Malahan juga para seniman,
pelukis pematung dan penulis, baik dari dalam maupun luar negeri. Temu wicara sambil
sarapan itu lalu menjadi sebuah diskusi yang hidup tentang segala aspek permasalahan.
Biasanya diskusi ini berlangsung sampai dua jam, atau terkadang lebih, bergantung pada
tamu yang datang dan agenda Presiden pada hari itu. Baru sesudah berdiskusi panjang lebar
tentang situasi dalam dan luar negeri, Presiden memulai kesibukan hari
kerjanya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Juga pada pagi hari ini. Tamu
yang datang cukup banyak. Tapi yang mencolok di mata Kasto sangat banyaknya tamu yang
berseragam militer. Juga termasuk para penjaga istana. Hanya tukang kebon dan pekerja
dapur barangkali tidak. Mereka bukan saja berseragam militer, tapi juga bersenjata lengkap.
Kasto tahu Indonesia memang menjalankan politik “dwifungsi” untuk ABRI. Para perwira
tinggi menduduki jabatan tinggi di bidang politik dan ekonomi. Gejala sudah tampak, pada
jabatan aparat birokrasi negara pun, militer merajalela.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Presiden sendiri selalu memakai pakaian seragam. Teringat oleh Kasto sewaktu
revolusi fisik. Dalam salah satu pidatonya pernah beliau mengucapkan, bahwa bangsa
Indonesia harus bisa memakai pakaian seragam. Yaitu, kata beliau, untuk memperlihatkan
kepribadian bangsa yang memberontak terhadap bangsa-bangsa yang sekian lama telah
menjajah, dan memperbudak bangsa-bangsa jajahan sebagai “inlander-inlander yang bodoh”.
Tapi apakah sekarang masih perlu begitu? Kasto bertanya-tanya dalam
hati.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Akhirnya Presiden masuk ruangan
dengan langkah-langkah yang gagah. Semua orang yang ada di situ berdiri dan memberi
hormat. Presiden menghampiri mereka dan menyalami satu demi satu. Kasto kembali
terheran-heran melihat pakaian Presiden dalam suasana setengah resmi pagi ini. Kemeja
putih dan celana abu-abu dari bahan katun, agak lebar, sehingga terlihat sederhana dan
santai. Satu-satunya yang tak ketinggalan tentu saja kupiah hitamnya yang khas itu.
Meskipun wajah beliau kelihatan segar sehabis mandi dan bercukur rapih, tapi tak bisa
menyembunyikan kelelahan yang diakibatkan oleh fisiknya yang sakit. Sudah lama diketahui
Presiden mengidap penyakit ginjal yang agak parah. Beliau pernah dioperasi, sehingga
tinggal satu ginjal saja yang berfungsi, dan ini pun sekarang sudah mulai sakit
pula.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Selama Presiden menyalami, dan
terkadang sambil menepuk bahu tamu-tamunya – beberapa tamu wanita dikecup keningnya
– di belakang terus mengiringi dua wanita pengawal yang cantik-cantik dan berpakaian
seragam Cakrabirawa. Dengan pandangan tajam mereka mengawasi suasana. Pada pinggang
mereka bergantung pistol dan pentungan karet. Seperti semua anggota pasukan kawal
Cakrabirawa, baik laki-laki maupun perempuan, mereka telah dilatih secara istimewa. Bukan
saja dalam kemahiran menembak, tapi juga ilmu bela diri seperti karate dan judo. Begitu
juga kepada mereka juga diajar tatacara pergaulan diplomatik, bahkan sampai pada
keterampilan menyiapkan jamuan koktil.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;“Nah, ini dia!” Seru Presiden ketika berhadapan dengan Kasto Rekso. Langsung
ia menyalami dan memeluknya. Sambil masih menggenggam tangan Kasto, Presiden
memperkenalkannya pada semua yang hadir. “Dia ini salah seorang sobatku yang paling
lama. Kasto Rekso, guru dari Bandung. Kami pernah bersama-sama kuliah, bersusah payah
bersama, berbagi periuk nasi dan tikar bersama, dan … kalau aku tak salah ingat juga
mengejar satu gadis bersama! Ha-ha-ha!” Beliau tertawa dan Kasto menundukkan kepala.
Malu melihat para tamu mengangguk angguk sambil tersenyum.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Sementara itu Presiden melanjutkan. “Bandung! Kota yang
indah penuh kenangan. Ketika itu kami masih sangat muda. Waktu menghadapi penuh
kesulitan. Jalannya perjuangan masih lama untuk ditempuh. Tapi kami berani
menghadapinya. Sahabatku ini memutuskan untu melakukan pekerjaan yang tidak gampang
tapi mulia. Yaitu menyusun karangan Sejarah Bangsa Indonesia, yang akan segera
diterbitkannya.”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Presiden berpaling ke
Kasto, dan berkata pelan. “Tulisanmu sudah kubaca. Nanti kita bicarakan bersama. Memang
banyak yang ingin kuceritakan.” Berkata demikian sambil mendorong Kasto duduk di salah
satu kursi, di sekeliling meja panjang itu. Sarapan pagi dimulai. Para tamu mengikuti gaya
Presiden yang “main comot” saja. Presiden sendiri tak banyak makan. Mencicipi sedikit nasi
goreng, sepotong roti toast, minum kopi tubruk hitam kesukaannya. Tapi di sela-sela itu
juga diminumnya satu sendok madu berwarna kuning emas dari sebuah lodong besar di
depan tempat duduknya. Konon madu ini dikirim dari Saudi Arabia sebagai salah satu di
antara obat-obat yang harus diminumnya.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Sambil makan Kasto mendengarkan pembicaraan yang berlangsung antara para
tamu. Seorang jenderal mengabarkan tentang sebuah insiden yang terjadi di perbatasan
Brunei. Seorang pengusaha perlente memuji-muji mesin yang tahan hawa lembab produksi
sebuah perusahaan asing. Tiba-tiba Presiden membanyol. Beliau memang suka, di tengah-
tengah pembicaraan serius, tiba-tiba melontarkan lelucon.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Sukarno memang seorang yang berperangai santai dan penuh humor.
Pribadi yang spontan dengan gaya yang tidak dibikin-bikin, dan dengan pancarannya yang
memikat. Siapa yang melihat ketika beliau sedang duduk dan ngobrol santai, tidak bisa tidak
akan terpesona oleh karismanya. Sama seperti ketika orang mendengar dan melihat beliau
sedang berpidato di depan lautan massa dengan suaranya yang
menggelegar.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;“Memang! Ia benar-benar
Penyambung Lidah Rakyat. Seorang pemimpin besar yang dilahirkan oleh Indonesia.”
Berkata Kasto dalam hati, sambil memandangi Presiden yang masih terus bergurau dengan
para tamu. “Dia tahu benar tentang daya kekuatan kata-kata, sehingga bisa membuat
manusia tak berdaya melawan daya tariknya. Ia memiliki kemampuan menyampaikan hal-
hal yang rumit secara sederhana, dan selalu mencoba mencari jalan keluar dari persoalan
dengan jelas. Orang ini mampu mempesona, baik ketika sedang ngobrol santai, maupun
ketika di depan massa yang gegap gempita mendengarkan pidato pidatonya yaang berapi-
api. Bukan begitu saja Sukarno menerima sebutan Penyambung Lidah Rakyat. Tapi ini
mencerminkan penghargaan rakyat yang paling tinggi kepadanya, yang timbul dari kecintaan
rakyat kepadanya.”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sepanjang proses
penyusunan karangannya, kenangan Kasto pada masa muda bersama Sukarno, merupakan
pertolongan dan pendorong yang sangat besar. Sosok “Bung Karno” tidak bisa dipisahkan
dengan derap langkah revolusi Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;strong&gt;***&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;strong&gt;&lt;span
style="color: green;"&gt;Catatan : Tulisan ini terdiri dari 12 halaman, untuk melanjutkan
membacanya klik nomor halaman selanjutnya dibawah tulisan
ini.&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt; (&lt;em&gt;&lt;span style="color: red;"&gt;RUGI KALO
TIDAK BACA
SELURUHNYA&lt;/span&gt;&lt;/em&gt;)&lt;/div&gt;&lt;strong&gt;Halaman:&lt;/strong&
gt; 1 &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/2/"&gt;2&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/3/"&gt;3&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/4/"&gt;4&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/5/"&gt;5&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/6/"&gt;6&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/7/"&gt;7&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/8/"&gt;8&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/9/"&gt;9&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/10/"&gt;10&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/11/"&gt;11&lt;/a&gt; &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-
fajar/12/"&gt;12&lt;/a&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
3242050968521018977?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/3242050968521018977/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/putera-fajar.html#comment-form' title='0
Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/324205096852101
8977'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/324205096852101
8977'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/putera-fajar.html' title='PUTERA
FAJAR'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
8960383480176063592</id><published>2010-10-14T21:49:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T21:51:58.198-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Tokoh Nasional'/><title type='text'>Tan
Malaka : Revolusioner Kesepian</title><content type='html'>&lt;small&gt; &lt;/small&gt;
&lt;br /&gt;&lt;div class="entry"&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/tan.jpg"&gt;&lt;img alt=""
class="alignleft size-full wp-image-4085" height="200"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/tan.jpg?w=320&amp;amp;h=200"
title="tan" width="320" /&gt;&lt;/a&gt;Dr Alfian menyebut Tan Malaka sebagai
revolusioner kesepian. Mungkin tidak berlebihan. Tan Malaka memang pejuang kesepian
dalam arti sesungguhnya. Sekitar 20 tahun (1922-1942) Tan Malaka hidup dalam
pembuangan, tanpa didampingi teman seperjuangan. Beberapa kali dia harus meringkuk di
penjara negara imperialis saat berada di Filipina dan Hong Kong, serta selama dua setengah
tahun dipenjarakan tanpa pengadilan oleh pemerintah republik yang ia cita-
citakan.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Hampir seabad lampau, pada
1912, gelar Datuk Tan Malaka disematkan kepada remaja bernama
Ibrahim.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Ibra dilahirkan di sebuah surau-
juga dijadikan tempat tinggal-yang cuma beberapa langkah dari rumah gadang. Kini surau
itu tidak ada. Tanah tempat surau itu berdiri telah menjadi sawah.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Tak ada catatan resmi dan meyakinkan ihwal tanggal lahir
Tan Malaka. Satu-satunya penulis yang lengkap menyebut waktu kelahirannya, yakni 2 Juni
1897, adalah Djamaluddin Tamim, teman seperjuangan Tan, dalam Kematian Tan Malaka.
Ayah Tan, Rasad, berasal dari puak Chaniago, sedangkan ibunya, Sinah, berpuak Simabur.
Ibra adalah sulung dari dua bersaudara. Adiknya bernama Kamaruddin, enam tahun lebih
muda daripada sang kakak.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;span
id="more-4083"&gt;&lt;/span&gt;Ibra adalah potret bocah lelaki Minangkabau. Gemar
sepak bola, main layang-layang, dan berenang di sungai. Selepas magrib dia mengaji, lalu
tidur di surau. Anak lelaki, begitu kelaziman setempat, segan menginap di rumah ibunya.
“Ibra seorang anak pemberani, bandel, dan nekat, tapi tak pernah meninggalkan
sembahyang. Ia hafal Quran,” kata Zulfikar, mengenang kesaksian
Kamaruddin.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada 1907 Ibra terdaftar di
Fort de Kock.&amp;nbsp; Rudolf Mrazeck, penulis buku Tan Malaka, menyebut Fort de
Kock adalah rantau pertama Ibra. Para tetua kampung melepasnya. Merantau adalah jiwa
masyarakat Minangkabau. Seorang perantau diyakini bakal membawa nilai-nilai kebaikan
yang ada di dunia luar sana. Sistem matrilineal, juga adat anak lelaki yang tidur di luar
rumah, adalah sebagian instrumen yang mendorong lelaki yang beranjak dewasa segera
“terusir” dari kampung.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Di sepanjang
hidupnya, Tan telah menempuh pelbagai royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi
Bolsyewik, hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, lelaki
kelahiran Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 ini merupakan tokoh pertama
yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek
Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad
Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan
pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia
Merdeka (1933).&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Buku Naar de Republiek
dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh
pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang
bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa
Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhan yang
memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran
menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung
Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;W.R. Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan
kalimat “Indonesia tanah tumpah darahku” ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami
bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk “Khayal Seorang Revolusioner”. Di situ
Tan antara lain menulis, “Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri…. Kewajiban
seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya.”&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Di seputar Proklamasi, Tan menorehkan perannya yang penting. Ia
menggerakkan para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), 19
September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap
proklamasi kemerdekaan yang waktu itu belum bergema keras dan “masih sebatas catatan di
atas kertas”. Tan menulis aksi itu “uji kekuatan untuk memisahkan kawan dan lawan”.
Setelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang kian berani dan gencar.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Kehadiran Tan di Lapangan Ikada menjadi cerita menarik
tersendiri. Poeze bertahun-tahun mencari bukti kehadiran Tan itu. Sahabat-sahabat Tan,
seperti Sayuti Melik, bekas Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo, dan mantan Wakil
Presiden Adam Malik, telah memberikan kesaksian. Tapi kesaksian itu harus didukung bukti
visual. Dokumen foto peristiwa itu tak banyak. Memang ada rekaman film dari Berita Film
Indonesia. Namun mencari seorang Tan di tengah kerumunan sekitar 200 ribu orang dari
pelbagai daerah bukan perkara mudah.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Poeze mengambil jalan berputar. Ia menghimpun semua ciri khas Tan dengan
mencari dokumen di delapan dari 11 negara yang pernah didatangi Tan. Tan, misalnya,
selalu memakai topi perkebunan sejak melarikan diri di Filipina (1925-1927). Ia cuma
membawa paling banyak dua setel pakaian. Dan sejak keterlibatannya dalam gerakan buruh
di Bayah, Banten, pada 1940-an, ia selalu memakai celana selutut. Ia juga selalu duduk
menghadap jendela setiap kali berkunjung ke sebuah rumah. Ini untuk mengantisipasi jika
polisi rahasia Belanda, Jepang, Inggris, atau Amerika tiba-tiba datang menggerebek. Ia
memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sepanjang
89 ribu kilometer-dua kali jarak yang ditempuh Che Guevara di Amerika
Latin.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Satu lagi bukti yang mesti dicari:
berapa tinggi Tan sebenarnya? Di buku Dari Penjara ke Penjara II, Tan bercerita ia dipotret
setelah cukur rambut dalam tahanan di Hong Kong. “Sekonyong-konyong tiga orang
memegang kuat tangan saya dan memegang jempol saya buat diambil capnya. Semua
dilakukan serobotan,” ucap Tan. Dari buku ini Poeze pun mencari dokumen tinggi Tan dari
arsip polisi Inggris yang menahan Tan di Hong Kong. Eureka! Tinggi Tan ternyata 165
sentimeter, lebih pendek daripada Soekarno (172 sentimeter). Dari ciri-ciri itu, Poeze
menemukan foto Tan yang berjalan berdampingan dengan Soekarno. Tan terbukti berada di
lapangan itu dan menggerakkan pemuda.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Tan tak pernah menyerah. Mungkin itulah yang membuatnya sangat kecewa
dengan Soekarno-Hatta yang memilih berunding dan kemudian ditangkap Belanda. Menurut
Poeze, Tan berkukuh, sebagai pemimpin revolusi Soekarno semestinya mengedepankan
perlawanan gerilya ketimbang menyerah. Baginya, perundingan hanya bisa dilakukan
setelah ada pengakuan kemerdekaan Indonesia 100 persen dari Belanda dan Sekutu. Tanpa
itu, nonsens.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Sebelum melawan Soekarno,
Tan pernah melawan arus dalam kongres Komunisme Internasional di Moskow pada 1922.
Ia mengungkapkan gerakan komunis di Indonesia tak akan berhasil mengusir kolonialisme
jika tak bekerja sama dengan Pan-Islamisme. Ia juga menolak rencana kelompok Prambanan
menggelar pemberontakan PKI 1926/1927. Revolusi, kata Tan, tak dirancang berdasarkan
logistik belaka, apalagi dengan bantuan dari luar seperti Rusia, tapi pada kekuatan massa.
Saat itu otot revolusi belum terbangun baik. Postur kekuatan komunis masih ringkih.
“Revolusi bukanlah sesuatu yang dikarang dalam otak,” tulis Tan. Singkat kata, rencana
pemberontakan itu tak matang.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Penolakan
ini tak urung membuat Tan disingkirkan para pemimpin partai. Tapi, bagi Tan, partai
bukanlah segala-galanya. Jauh lebih penting dari itu: kemerdekaan nasional Indonesia. Dari
sini kita bisa membaca watak dan orientasi penulis Madilog ini. Ia seorang Marxis, tapi
sekaligus nasionalis. Ia seorang komunis, tapi kata Tan, “Di depan Tuhan saya seorang
muslim” (siapa sangka ia hafal Al-Quran sewaktu muda). Perhatian utamanya adalah
menutup buku kolonialisme selama-lamanya dari bumi Indonesia.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Berpuluh tahun namanya absen dari buku-buku sejarah; dua-
tiga generasi di antara kita mungkin hanya mengenal samar-samar tokoh ini. Majalah Tempo
Edisi 25/37 11 Agustus 2008 mengungkap kembali riwayat kemahiran orang revolusioner
ini. Sebagaimana kita mengingat bapak-bapak bangsa yang lain: &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/29/putera-fajar/" target="_blank"&gt;Bung
Karno&lt;/a&gt;, &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/03/11/tamasya-sejarah-
bersama-bung-hatta/" target="_blank"&gt;Bung Hatta&lt;/a&gt;, &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/05/bung-sjahrir-pemikir-yang-tersingkir/"
target="_blank"&gt;Sjahrir&lt;/a&gt;, &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/02/27/jalan-kehidupan-m-natsir-donlot-
biografinya/" target="_blank"&gt;Mohammad Natsir&lt;/a&gt;, dan lainnya.&lt;br
/&gt;&lt;h4 style="text-align: center;"&gt;Selengkapnya silahken unduh di
sini&lt;/h4&gt;&lt;h4 style="text-align: center;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/08/bapak-republik-yang-dilupakan.pdf"
target="_blank"&gt;Bapak Republik Yang Dilupakan&lt;/a&gt;&lt;/h4&gt;Temukan juga
buku-buku online Tan Malaka disini :&lt;br /&gt;&lt;ul&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1924-Menuju.htm"
target="_blank"&gt;Menuju Republik Indonesia&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/AksiMassa/index.htm"
target="_blank"&gt;Massa Actie&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/Madilog/index.htm"
target="_blank"&gt;Madilog&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-Gerpolek.htm"
target="_blank"&gt;Gerpolek&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1921-SISemarang.htm"
target="_blank"&gt;SI Semarang 1921&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1926-SemangatMuda.htm"
target="_blank"&gt;Semangat Muda&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1945-ManifestoJakarta.htm"
target="_blank"&gt;Manifesto Djakarta&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1945-Politik.htm"
target="_blank"&gt;Politik&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1945-Rencana.htm"
target="_blank"&gt;Rencana Ekonomi Berjuang&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1945-Muslihat.htm"
target="_blank"&gt;Muslihat&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1946-Thesis.htm"
target="_blank"&gt;Thesis&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-Islam.htm"
target="_blank"&gt;Islam Dalam Tinjauang Madilog&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-Pandangan.htm"
target="_blank"&gt;Pandangan Hidup&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;&lt;a
href="http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-Proklamasi.htm"
target="_blank"&gt;Proklamasi 17 Agustus 1945, Isi dan
Penjelasannya&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;/div&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
8960383480176063592?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/8960383480176063592/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tan-malaka-revolusioner-
kesepian.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/896038348017606
3592'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/896038348017606
3592'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tan-malaka-revolusioner-kesepian.html'
title='Tan Malaka : Revolusioner Kesepian'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
6490984651540742979</id><published>2010-10-14T04:23:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-14T04:23:37.983-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title
type='text'>Tausyiah Buya Natsir tentang Kaderisasi</title><content type='html'>&lt;table
border="0" cellspacing="5"&gt;&lt;tbody&gt;&lt;tr&gt;&lt;td align="justify"&gt;Ada satu
pepatah yang mengatakan :&lt;br /&gt;”Sesuatu yang bathil tapi teratur rapi, bisa
mengalahkan barang yang hak tapi centang perenang”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Zaman terus
beredar, babakan pentas bisa beralih, pemainnya bisa berganti. jalan cerita sudah wajar pula
menghendaki peralihan babak dan penggantian pemain sesuatu waktu. Memang itulah yang
menjadi latar belakang pikiran kita, dalam usaha pembinaan umat yang akan lebih panjang
umurnya dari pada usia seseorang pemimpin sesuatu waktu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Maka
yang tidak boleh tidak kita lakukan sebagai suatu "conditiosine quanon", ialah meletakkan
dasar bagi kontinuiteit aqidah dan qaidah, diatas mana khittah harus
didasarkan.&lt;/td&gt;&lt;/tr&gt;&lt;tr&gt;&lt;td&gt;&amp;nbsp;&lt;/td&gt;&lt;td&gt;&am
p;nbsp;&lt;/td&gt;&lt;/tr&gt;&lt;/tbody&gt;&lt;/table&gt;&lt;div align="justify"&gt;Satu-
satunya jalan itu, ialah ;&lt;/div&gt;&lt;div
align="justify"&gt;&lt;ol&gt;&lt;li&gt;Membimbing dan mempersiapkan tunas-tunas muda
dari generasi yang akan menyambung permainan di pentas
sejarah.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Mempersiapkan jiwa mereka, melengkapkan pengetahuan dan
pengalaman mereka, mencetuskan api cita-cita mereka, menggerakkan dinamik mereka,
menghidupkan "zelf - disiplin" mereka yang tumbuh dari Iman dan
Taqwa.&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;br /&gt;Bukanlah itu suatu pekerjaan yang cukup hanya
dikerjakan sambil lalu, sekedar pengisi-pengisi waktu yang kebetulan berlebih.&lt;br
/&gt;Tempo-tempo ini adalah pekerjaan yang "masuk agenda", yang untuknya harus
disediakan waktu, harus dilakukan dengan sadar dan pragmatis.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Dalam rangka ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Apa
yang kita lihat dan rasakan dalam "keadaan" sekarang ini, cukuplah kiranya menjadi
peringatan bagi kita, betapa pentingnya meletakkan "dasar jiwa" bagi para calon pemimpin
umat.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Banyak orang yang tadinya bertolak dari rumah dengan niat
dan semboyan hendak menegakkan panji-panji "kalimat ilahi", akan tetapi lantaran dasar
yang tidak kuat ditengah perjalanan, tertempuh jalan yang disebut "tujuan menghalalkan
semua cara".&lt;br /&gt;Lupa mereka bahwa panji-panji Kalimat Allah itu tidak dapat
berkibar bila dalam perjalanan dia terus diinjak-injak oleh kaki yang membawanya
sendiri.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Diperlukan "opsir lapangan" yang bersedia dan pandai
berkecimpung di tengah-tengah umat. Kalaupun dihajatkan sarjana-sarjana, yang diperlukan
bukan semata-mata sarjana yang "melek buku" tetapi "buta masyarakat".&lt;br
/&gt;Sedangakan kemahiran membaca "kitab masyarakat" itu tidak dapat diperoleh dalam
ruang kuliah dan perpustakaan semata-mata.&lt;br /&gt;Oleh karena itu mereka perlu di-
introdusir ke tengah-tengah umat dan turut aktif bersama-sama menghadapi dan mencoba
mengatasi persoalan dari kehidupan umat dipelbagai bidang.Sehingga mereka dapat
merasakan denyutan jantung umat, dan lambat laun berurat pada hati umat itu.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Makin pagi makin baik ......,&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ini proses sebenarnya
yang mestilah ditempuh daripada mengandalkan "salon politik" yang menjadikan pemimpin
amateur&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Maka ditengah-tengah masyarakat yang hidup itulah dapat
berlaku proses "timbang terima" secara berangsur-angsur, antara yang akan pergi dan yang
akan menyambung, patah tumbuh hilang berganti. Sebab kesudahannya, yang dapat
mencetuskan "api" ialah batu api juga.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pencapaian yg diharapkan
yaitu terbentuknya susunan hidup berjama'ah yang diredhai Allah yang dituntut oleh
"syari'at" Islam, sesuai dengan Adat basandi Syara' dan Syara' nan basandi Kitabullah. Ini
nawaitu kita dari semula. Kita jagalah agar api nawaitu jangan padam atau berubah di tengah
jalan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;ul&gt;&lt;li&gt;hidup dan memberi hidup, (ta'awun) bukan
falsafah berebut hidup;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;tanggung jawab tiap-tiap anggota masyarakat
atas kesejahteraan lahir batin dari masyarakat sebagai keseluruhan dan sebaliknya (takaful
dan tadhamun);&lt;/li&gt;&lt;li&gt;keragaman dan ketertiban yang bersumber kepada
disiplin jiwa dari alam, bukan lantaran penggembalaan dari
luar;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;ukhuwwah yang ikhlas, bersendikan Iman dan Taqwa
;&lt;/li&gt;&lt;li&gt;keseimbangan (tawazun) antara kecerdasan otak dan kecakapan tangan,
antara ketajaman akal dan ketinggian akhlak, antara amal dan ibadah, antara ikhtiar dan
do'a;&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;/div&gt;&lt;br /&gt;Ini wijhah yang hendak di tuju.&lt;br
/&gt;Ini shibgah yang hendak di pancangkan ;&lt;br /&gt;"rasa berpantang putus
asa,&lt;br /&gt;bertawakkal dalam melakukan kewajiban sepenuh hati,&lt;br /&gt;dengan
tekad tidak terhenti sebelum sampai,&lt;br /&gt;yang ditujukan kepada keridhaan Allah
jua".&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Semoga Bermanfaat !&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
6490984651540742979?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/6490984651540742979/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tausyiah-buya-natsir-tentang-
kaderisasi.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/649098465154074
2979'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/649098465154074
2979'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tausyiah-buya-natsir-tentang-kaderisasi.html'
title='Tausyiah Buya Natsir tentang Kaderisasi'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
3054947992963531489</id><published>2010-10-14T03:29:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T03:29:32.421-07:00</updated><title
type='text'>Refleksi Pemikiran &amp; Perjuangan M.Natsir</title><content
type='html'>Oleh : &lt;span style="font-family: 'Tahoma','sans-serif'; font-size: 9pt;"&gt;Ir.
Nizar Dahlan, M.Si. &lt;/span&gt;&lt;br /&gt;Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS : Ali Imran:104&lt;br
/&gt;Sejarah seolah olah telah melupakan mantan Menteri Penerangan, mantan Perdana
Menteri Republik Indonesia dan mantan Ketua Umum Partaai Politik Islam Masyumi,
Mohammad Natsir (1908-1993). Apa jasa Natsir terhadap bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, bagaimana model politiknya dan manfaat menelusuri kehidupan
M.Natsir bagai tidak penting lagi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Siapa Mohammad Natsir ?&lt;br
/&gt;Mohammad Natsir adalah seorang negarawan Muslim, Ulama intelektual, pembaharu
dan politisi Muslim Indonesia yang pengaruhnya melintasi lima benua. M.Natsir lahir pada
tanggal 17 Juli 1908 di Alahan Panjang Sumatera Barat suku Chaniago dengan gelar Datuk
Sinaro Panjang dan wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 85 tahun. Natsir memulai pendidikan
sejak usia delapan tahun yaitu saat memasuki HIS (Hollands Inloudse School) yang didirikan
oleh H.Abdullah Ahmad tahun 1915 di Padang. Di sekolah ini Natsir hanya beberapa bulan
karena dipindahkan oleh ayahnya ke HIS pemerintah di kota Solok dan disinilah ia mulai
berinteraksi dengan sistem kolonial. Lulus HIS tahun 1923, ia melanjutkan ke MULO
(Middle bare Uitgebreid Larfer Onder Weys) di Padang. Di sini ia menjadi aktivis Pandu
dari Joung Islamiten Bond (JIB) cabang Padang. Tahun 1927 ia lulus dan pindah ke
Bandung untuk melanjutkan ke AMS (Algemme Middlebare School) ia banyak belajar ilmu
pengetahuan dari barat dan mempelajari filsafat Romawi, Yunani dan Eropa. Pada usia 21
tahun Natsir sudah menguasai bahasa Belanda, Arab, Perancis, Inggris dan Latin.&lt;br
/&gt;Percikan Pemikiran M.Natsir : Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.&lt;br /&gt;Natsir
dikenal sebagai tokoh yang memiliki pemikiran sangat tinggi terhadap pendidikan. Setamat
AMS, meskipun terbuka peluang baginya untuk melanjutkan pendidikan dengan bea siswa
dari Pemerintah Belanda ke Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta atau Sekolah Tinggi Ekonomi
di Belanda, Natsir memilih berkiprah di dunia pendidikan dengan mendirikan Sekolah
Pendidikan Islam (Pendis). Bagi Natsir, pendidikan merupakan persoalan yang sangat
penting. Maju mundurnya suatu bangsa bergantung kepada pelajaran dan pendidikan yang
berlaku dalam bangsa tersebut. Ia berpendapat; tak ada satupun bangsa yang terbelakang
menjadi maju melainkan sesudah mengadakan perbaikan pendidikan. Bangsa Jepang
menurutnya tidak akan maju manakala mereka tidak pernah membuka pintu untuk orang-
orang pintar dan ahli-ahli dari negara lain yang akan memberikan ilmu pengetahuan kepada
pemuda-pemuda mereka disamping mengirim pemuda-pemudanya ke luar negeri untuk
mencari ilmu dan pendidikan. Lebih khusus Natsir berpendapat; pendidikan harus didasari
oleh Tauhid yang tersimpul dalam dua kalimat syahadat, tujuannya adalah mendidik anak-
anak agar sanggup memenuhi syarat-syarat penghidupan manusia yaitu drajat yang setinggi-
tingginya sesuai dengan keyakinan kaum Muslimin.&lt;br /&gt;M.Natsir berpendapat, Islam
bukanlah semata-mata suatu agama, tapi adalah suatu pandangan hidup yang meliputi soal-
soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Karena Islam, menurutnya adalah agama yang
sangat menghormati akal manusia dan menyuruh agar manusia menyelidiki keadaan alam
dan berguru kepada alam. Islam mewajibkan umatnya baik laki-laki maupun perempuan
untuk menuntut ilmu dan menghormati mereka yang punya ilmu. Islam melarang orang
untuk bertaqlid buta. Islam menggembirakan pemeluknya supaya selalu berusaha, membuat
inisiatif dalam hal keduniaan yang memberi manfaat bagi masyarakat banyak.&lt;br
/&gt;Sebagai ulama intelektual, Natsir meninggalkan warisan antara lain Fiqhud da'wah,
Capita Selecta, dan kebudayaan Islam. Selain itu M. Natsir juga dikenal sebagi seorang guru
bangsa, Pendidik umat, mujahid dakwah, dan seorang alim ( ulama intelektual ).&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;NATSIR dan NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ( NKRI )
&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sebagai negarawan, Natsir dikenang karena jasanya memulihkan
Republik Indonesia menjadi Negara Kesatuan dengan "membubarkan" Republik Indonesia
Serikat ( RIS ) hasil Konferensi Meja Bundar ( KMB ) . Gagasan cerdas Natsir memulihkan
NKRI melalui MOSI INTEGRAL, dilakukan Natsir melalui pendekatan yang sangat
manusiawi kepada fraksi - fraksi yang paling kiri sampai paling kanan, tanpa satu orang atau
satu kelompokpun yang merasa kehilangan muka. Natsir telah membubarkan RIS dan
memulihkan NKRI dengan cara - cara yang sangat bermartabat.&lt;br /&gt;Kebesaran Natsir
melintasi lima benua sampai akhir hayatnya, Natsir bukan saja Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, tetapi juga Wakil Presiden Muktamar Alam Islam, dan anggota Majelis
Ta'sisi Rabithah Alam Islami. Beliau adalah sosok ulama politisi terdepan, dan seorang
negarawan terkemuka.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;MODEL POLITIK MOHAMMAD
NATSIR&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut Natsir, dalam perjuangan politik, orang harus
pandai - pandai menimbang - nimbang sesuatu. selain harus ada prinsip yang harus dipegang
teguh, terdapat pula ruang untuk berkompromi atas dasar saling memberi dan menerima.
Keanekaragaman dalam masyarakat menurutnya merupakan sunnatullah. Kemajemukan baik
dari segi etnik, agama maupun aliran politik tidaklah menjadi halangan untuk membangun
kerjasama yang harmonis atas kepentingan besama. Masyarakat yang majemuk menurut
natsir memerlukan kalimatun sawa yakni titik temu bersama. Baginya politik adalah sebuah
seni yang memerlukan kehalusan, keindahan tersendiri. Kita harus mencapai sasaran tanpa
lawan - lawan merasa terkalahkan, politik haruslah ditundukan pada etika yang tinggi.
Dengan cara itu keinginan untuk berkuasa sendiri dan menghabisi orang - orang yang tak
sepaham dengan menghalalkan segala cara harus dihindari.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;POLITIK
LUAR NEGERI BEBAS-AKTIF KABINET NATSIR&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;M.Natsir
adalah pribadi yang sederhana. Jauh dari kecintaan terhadap harta benda. bahkan ketika
menjadi menteri penerangan beliau pergi ke kantor dengan menaiki sepeda ( ngontel ) dan
memakai baju dengan tambalan. dibalik kesederhanaannya, M. Natsir merupakan sosok
manusia yang memiliki ide cemerlang dalam bidang politik yang sampai saat ini masih
belum tergantikan, yaitu pemikirannya tentang kebijakan luar negri Indonesia yang bebas
aktif. Istilah ini dimunculkan Natsir saat beliau menjadi Perdana menteri.&lt;br /&gt;Ketika
ditanya oleh parlemen mengenai politik luar negeri bebas yang akan dikembangkannya,
Natsir menjelaskan bukan politik bebas yang pasif, tetapi politik bebas yang aktif. Banyak
orang lupa, politik luar negeri bebas aktif adalah politik luar negeri Natsir, yang masih terus
dipakai oleh berbagai kabinet, jauh sesudah natsir tidak lagi menjadi perdana menteri. Politik
luar negeri bebas aktif Kabinet Natsir berbeda dengan mengayuh diantara dua karangannya
Mohammad Hatta yang lebih dekat kepada Politik luar negeri yang netral. &lt;br
/&gt;--------------------------------------&lt;br /&gt;&lt;em&gt;Dapat dilihat pula pada catatan
penulis di&lt;/em&gt; &lt;a href="http://www.facebook.com/photo.php?
pid=106802&amp;amp;id=100000615428785#%21/note.php?note_id=302262558060"
target="_blank"&gt;SINI&lt;/a&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
3054947992963531489?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/3054947992963531489/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/refleksi-pemikiran-perjuangan-
mnatsir.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/305494799296353
1489'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/305494799296353
1489'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/refleksi-pemikiran-perjuangan-mnatsir.html'
title='Refleksi Pemikiran &amp; Perjuangan M.Natsir'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
683888170626798701</id><published>2010-10-14T03:14:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T03:14:31.187-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title type='text'>MOSI
INTEGRAL M. NATSIR dan Kawan - kawan</title><content type='html'>Disadur oleh
&lt;span style="font-family: 'Tahoma','sans-serif'; font-size: 9pt;"&gt;Ir. Nizar Dahlan, M.Si.
&lt;/span&gt;)&lt;br /&gt;&lt;em&gt;Pidato Mohammad Natsir di Parlemen Sementara
Republik Indonesia Serikat, 3 April 1950, tentang Pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia &lt;/em&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saudara Ketua, &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam
menentukan sikap fraksi saya terhadap mosi ini , fraksi adalah terlepas dari soal " apakah
kami dapat menerima oper semua keterangan - keterangan yang tercantum dalam mosi atau
tidak " juga menjauhkan diri dari pada pembicaraan unitarisme dan federalisme dalam
hubungan mosi ini, sebab pusat persoalannya tidak ada hubungannya dengan hal - hal itu,
akan tetapi jauh di lapangan lain. &lt;br /&gt;Pembicara - pembicara yang mendahului saya,
sudah dengan panjang lebar mengemukakan hal ini. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Orang yang setuju dengan mosi ini tidak usah berarti, bahwa orang itu unitaris, orang
federalispun mungkin juga dapat menyetujuinya. sebab soal ini sebagai mana saya katakan,
bukan soal teori struktur negara unitarisme atau federalisme, akan tetapi soal menyelesaikan
hasil dari perjuangan kita masa lampau yang tetap masih menjadi duri dalam daging. Tiap -
Tiap orang yang meneliti jalan persengketaan Indonesia - Belanda, tentu akan mengetahui
bagaimana riwayat timbulnya Negara Sumatera Timur ( NST ). dan bagaimana fungsinya
NST itu. Walaupun bagaimana juga ditimbang, ditinjau dan dikupas, tetapi rakyat dalam
perjuangannya melihat struktur itu sebagai bekas alat lawan untuk meruntuhkan Republik
Indonesia. Maka inilah yang menimbulkan reaksi dari pihak rakyat. Bukan soal teori
unitarisme dan federalisme. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kejadian - kejadian yang bergolak di
NST sekarang bukan suatu hal yang kunsmatig atau dibikin - bikin akan tetapi adalah satu
akibat yang tidak dapat dielakan dan yang harus kita selesaikan dengan Konferensi Meja
Bundar ( KMB ) sebagai hasil perundingan dengan Belanda dahulu. &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Orang bisa berkata, bahwa semua mosi atau resolusi dari rakyat dan demonstrasi -
demonstrasi yang telah berlaku di NST itu menurut Juridischevor nya belum dapat dianggap
sebagai suatu manifestasi dari kehendak rakyat. tapi coba, apakah akibatnya jikalau mosi ini
ditolak lantaran dianggap prestisennya belum cukup? ia akan berarti pancingan bagi rakyat
untuk menghebat dalam demonstrasi. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saya teringat pada Pidato
presiden pada pembukaan Sidang Parlemen ini. Beliau berkata, bahwa dalam satu tahun ini
kita tetap konstisionil. kita akan menuruti apa yang disebut dalam konstitusi dan tidak akan
menyimpang dari konstitusi. Akan tetapi menyimpang dari padanya, jikalau keadaan
memaksa. hal ini diperlihatkan oleh rakyat. dan diartikannya jika keadaan bisa, tidak
memaksa, tidak memberikan jalan baginya untuk mencapai cita - citanya, maka
diciptakannya keadaan yang memaksa dengan segala akibatnya yang dipikul oleh rakyat itu
sendiri. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Barangkali di dalam meninjau mosi ini Pemerintah merasa
khawatir, kalau - kalau mosi ini akan mengakibatkan suatu bentrokan. akan tetapi menolak
dan mematikan mosi ini berarti memperhebat apa yang telah terjadi. Oleh karena itu
letakkanlah titik berat dari mosi ini pada apa yang disebut dalam keputusan, yaitu supaya
Pemerintah Republik Indonesia Serikat ( RIS )menempuh jalan biasa dengan
kebijaksanaanya untuk menyelesaikan persoalan ini. Jikalau pemerintah menganggap bahwa
jika pekerjaan itu dengan sekaligus dan serentak dijalankan, akan menimbulkan bermacam -
macam kekacauan, maka bagi Pemerintah cukup terbuka jalan mengadakan Undang -
Undang Darurat untuk mengadakan peralihan, sehingga RIS dapat bertindak tidak
membiarkan rakyat di NST bergolak, dan diberikan kepada mereka kesempatan untuk
menyelesaikan soalnya sendiri. Maka dalam pasal - pasal yang ada dalam undang - undang
darurat itu terbuka jalan bagi pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan dengan sebaik -
baik nya. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saudara ketua, Izinkanlah saya sekarang berbicara terlepas
atau tidak terlepas dari pada soal unitarisme atau federalisme, akan tetapi dalam hubungan
yang lebih besar mengenai mosi ini. sebagai hendak mengemukakan sedikit pemandangan
mengenai dasar dari pada kejadian - kejadian yang kita hadapi sekarang, dari mulai
kedaulatan diserahkan kepada kita, baik kiranya kalau kita terlebih dahulu melihat posisinya
mosi ini di dalam, hubungan yang lebih besar. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Takkala Konstitusi
Sementara ditandatangani dan diratifisir, umumnya orang, baik pemerintah ataupun
parlemen menganggap bahwa Konstitusi itu dan struktur - srtuktur negara dengan segala
sifat - sifat yang baik dan cacat - cacat yang ada di dalam nya, dapat dipakai sebagai dasar
pemerintahan sementara sampai Konstituante yang akan datang. &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Akan tetapi rupanya jalan sejarah menghendaki lain. segera sesudah penyerahan
kedaulatan , di daerah timbul pergolakan. apa yang terpendam dan tertekan selama beberapa
tahun yang lalu dalam hati rakyat, sekarang meluap dan meletus dengan berupa demonstrasi
dan resolusi untuk merombak segala apa yang dirahasiakan oleh rakyat sebagai restan -
restan dari struktur kolonial di daerahnya, terutama di daerah Republik di pulau Jawa,
Sumatera dan Madura. Ini semua tidak mengherankan, akan tetapi adalah memang
pembawaan riwayat perjuangan yang inherent dengan cara penyelesaian persengketaan
Indonesia - Belanda yang diakhiri dengan KMB. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Soal - soal yang
harus dihadapi oleh negara kita yang muda ini sekaligus bertimbun- timbun dihadapan kita.
Soal kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, yang sudah begitu lama menderita, soal
demoratistering pemerintahan, soal pembangunan ekonomi, soal keamanan, ketentraman dan
1001 macam soal lain- lain lagi, semuanya urgent dan harus dipecahkan dengan segera. kita
bisa menyusun prioritasnya menurut pendapat kita masing - masing, akan tetapi yang sudah
terang ialah, pemecahan soal yang satu bersangkut paut dengan yang lain, tidak dapat di
pisah - pisah. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Usaha kemakmuran rakyat, penjaminan keamanan,
tidak dapat berjalan selama belum ada ketentuan politik dalam negri. Politiekerust ini tidak
dapat diciptakan selama masih ada duri - duri dalam daging. yang dirasakan oleh rakyat,
yang walaupun kedaulatan sudah ditangan kita, tapi kita masih berhadapan dengan struktur -
struktur kolonial serta alat alat politik pengepungan yang diciptakan oleh Van Mook di
daerah-daerah. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam menghadapi pergolakan untuk melenyapkan
duri-duri dalam daging itu orang terbentur kepada Konstitusi Sementara, lebih lekas dari
yang disangka tadi nya. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pikiran terombang ambing antara : &lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;a. Kehendak akan tetap bersikap " Konstitusionil " &lt;br /&gt;b.Desakan
untuk keluar Konstitusi dari lubang lubang yang ada dalam Konstitusi itu sendiri. &lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Inisiatif terlepas dari tangan pemerintah. tak ada konspirasi untuk
menghadai soal ini dalam jangka yang tertentu. Semboyan yang ada hanyalah :' Terserah
kepada kemauan rakyat '. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Rakyat bergolak dimana-mana. Hasilnya
hujan resolusi dan mosi. parlemen menerima dan tinggal mengoperkan semuanya itu kepada
Pemerintah dengan tambahan Argumentasi juridis dan lain - lain, dan kalau perlu dengan
citaten dan encyclopedia. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dengan begitu pemerintah lambat laun
terdesak kepada posisi yang defensif. lalu pemerintah terpaksa menyesuaikan diri setapak
demi setapak dengan undang - undang darurat sebagai legalisasi. Dan setiap kali ada '
persesuaian dalam hal ini ' , Saudara ketua, Parlemen dan Pemerintahan merasa 'berbahagia'
lantaran ada persesuaian itu. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;dalam pada itu pintu kebahagiaan bagi
rakyat belum kunjung kelihatan. jalan pikiran tetap kabur dan samar. Dikaburkan oleh
begrips verwarring, berkacaunya beberapa pengertian seperti berkacaunya pengertian
unitarisme dan federalisme dalam masyarakat, yang bukan lantaran federalisme atau
unitarisme itu sendiri, sebagai bentuk struktur negara akan tetapi lantaran kabur dan
bercampur aduknya pengertian - pengertian itu dengan sentimen anargonisme, sebagai
warisan dari persengketaan Indonesia - Belanda. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kekacauan pikiran
melumpuhkan jalannya usaha pembangunan kemakmuran rakyat. Dengan begini kita tidak
terlepas dari satu Vicieusecirkel yang tidak tentu dimana ujungnya. Saya bertanya
bagaimana mengartikan, "Terserah Kehendak Rakyat itu"? apakah itu menyerahkan kepada
rakyat untuk mengadu tenaga mereka didaerah , untuk memperjuangkan kehendak mereka di
tempat masing - masing dengan segala akibat - akibat nya dan eksesnya? habis itu lantas
kita mengkonstatir dan melegalisir hasil dari pergolakan itu? &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saya
sekali lagi bertanya sampai berapa langkah kesediaan hanyut seperti ini? apakah sampai kita
terbentur kepada satu batu karang nanti? Tidak, Saudara Ketua, bukan begitu semestinya,
tapi sikap macam sekarang, saya kuatir pemerintah lambat laun akan hanyut kepada jurusan
itu. pemerintah yang timbul dari rakyat dan yang terdiri dari pemimpin perjuangan
kemerdekaan sendiri, tentu tahu benar-benar dan sudah dapat merasakan, apa yang hidup
dalam keinginan rakyat itu. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Hanya dengan mengambil inisiatif
kembali, yang telah dilepaskan oleh Pemerintah selama ini, dapat diterapkan bahwa
pemerintah terlepas dari defensinya seperti sekarang. Dengan begitulah mungkin timbul satu
iklim pikiran yang lebih segar, yang akan dapat melahirkan elan nasional yang baharu,
bebas dari bekas persengketaan - persengketaan yang lama. &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Berhubung dengan ini saya ingin memajukan satu mosi kepada pemerintah yang
bunyinya demikian : &lt;br /&gt;Dewan Perwakilan Rakyat Sementara RIS dalam rapatnya
tanggal 3 April 1950 menimbang sangat perlunya penyelesaian yang integral dan pragmatis
terhadap akibat - akibat perkembangan politik yang sangat cepat jalanya pada waktu yang
akhir- akhir ini. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;MEMPERHATIKAN : &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Saudara - saudara rakyat dari berbagai daerah, dan mosi - mosi Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai saluran dari suara-suara rakyat itu, untuk melebur daerah - daerah Belanda
dan menggabungkannya ke dalam Republik Indonesia. Kompak untuk menampung segala
akibat-akibat yang tumbuh karenanya, dan persiapan- persiapan untuk itu kita harus diatur
begitu rupa, dan menjadi program politik dari pemerintah yang bersangkutan dan dari
Pemerintah RIS. Politik pengleburan itu membawa pengaruh besar tentang jalannya politik
umum di dalam negeri dari pemerintah di seluruh Indonesia &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;MEMUTUSKAN : &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menganjurkan kepada Pemerintah supaya
mengambil inisiatif untuk mencari penyelesaian atau sekurang - kurangya menyusun suatu
konsepsi penyelesaian bagi soal - soal yang hangat ang tumbuh sebagai akibat
perkembangan politik diwaktu yang akhir - akhir ini dengan cara integral dan program yang
tertentu. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jakarta , 3 April 1950 &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;M. Natsir -
Soebadio Sastrasatomo - Hamid Algadri - Ir. Sukiman - K. Werdojo - Mr.A.M.Tambunan -
Ngadiman Hardjosubroto - B. Sahetapy Engel - Dr. Tjokronegoro - Moch. Tauchid - Amelz -
H. Siradjuddin Abbas.&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
683888170626798701?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/683888170626798701/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/mosi-integral-m-natsir-dan-kawan-
kawan.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/683888170626798
701'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/683888170626798
701'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/mosi-integral-m-natsir-dan-kawan-
kawan.html' title='MOSI INTEGRAL M. NATSIR dan Kawan -
kawan'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
2174255712053990824</id><published>2010-10-14T02:48:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T02:48:43.394-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title type='text'>Catatan
Sejarah Syarekat Islam (Bag-2)</title><content type='html'>&lt;h5 style="text-align:
justify;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color: green;"&gt;&lt;em&gt;lanjutan dari &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/18/catatan-sejarah-syarekat-islam/"
target="_blank"&gt;bagian
1&lt;/a&gt;&lt;/em&gt;&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/h5&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;” Dan manakala kamu diberi posisi (politik) di muka bumi
(haruslah) menegakan sholat, membayar zakat, memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar. Dan kepunyaan Allah-lah hasil terakhir dari segala peristiwa” (&lt;/em&gt;QS
Surat Al-Hajj : 41)&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Langkah strategis yang dilakukan Tjokroaminoto, menampakkan hasil yang luar
biasa. Beberapa tahun sejak kemunculannya di panggung politik, telah menggoncangkan
seluruh lapisan masyarakat dan membuat panik para pejabat Belanda dalam menghadapi
gelombang tuntutan perubahan diberbagai aspek kehidupan. Perkembangan situasi politik
yang terus berkembang positif, cenderung berpihak kepadanya. Berbagai lapisan masyarakat
mengerang menuntut kebebasan, persamaan hak, dan pemerintahan mandiri. Dengan kata
lain Tjokroaminoto telah mengintegrasikan potensi dan komponen bangsa, menuju suatu
jaman baru yaitu era kemerdekaan.&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/09/sarekat_islam_si_in_kaliwoengoe.jpg"
&gt;&lt;img alt="" class="alignleft size-full wp-image-4234" height="164"
src="http://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/09/220px-
collectie_tropenmuseum_groepsportret_tijdens_een_ledenvergadering_van_de_sarekat_islam
_si_in_kaliwoengoe_tmnr_60009089.jpg?w=220&amp;amp;h=164"
title="Sarekat_Islam_(SI)_in_Kaliwoengoe" width="220" /&gt;&lt;/a&gt;Thomas McVey
dalam &lt;em&gt;The Rise of Indonesian Communism&lt;/em&gt;, menyatakan bahwa
periode tahun 1918, kalangan Sarekat Islam memberikan perhatian ekstra kepada perjuangan
bidang ekonomi, menyusul situasi ekonomi yang buruk pasca Perang Dunia I. Dan pada
tahun tersebut di Dewan Rakyat, SI menyerukan kepada pemerintah untuk mengurangi lahan
penanaman tebu dan memberi tempat bagi penanaman padi untuk mengatasi bahaya
kelaparan. Ini juga merupakan sebab bagi petani dan pekerja lain untuk memperkeras
tuntutan mereka melalui serikat-serikat mereka agar hidup mereka lebih diperhatikan untuk
diperbaiki.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-
syarekat-islam-bag-2/#_ftn1"&gt;[1]&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;span id="more-4232"&gt;&lt;/span&gt;S.M. Kartosuwirjo dalam brosur
hijrah memberikan &lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/28/pergerakan-
partai-sjarikat-islam-sebagai-levend-organisme/"&gt;analisis kuatitatif&lt;/a&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn2"&gt;[2]&lt;/a&gt; terhadap pergerakan S.I untuk masa waktu 1912 – 1923 sebagai
&lt;em&gt;Zaman Qauliyah, &lt;/em&gt;dengan ciri-ciri&lt;/div&gt;&lt;ul&gt;&lt;li
style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt;Zaman pertama PSII mengalami hidup
Hissy&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt;Orang hanya
mementingkan keperluan dunia&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Pergerakan pada waktu itu hidup sebagai tangga untuk mencari
keuntungan kebendaan.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Tidak sadar dan tidak insaf akan Islam dan ke-Islaman
sejati&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt;Mementingkan
suara daripada kelakuan&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Menghargakan kulit daripada
isi&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;h5&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color:
#003300;"&gt;Periode 1923 – 1930&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/h5&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Penangkapan dan penahanan terhadap Tjokroaminoto selama
tujuh bulan, melenyapkan kepercayaan kalangan Sarekat Islam terhadap pemerintah
Belanda. Sebagai akibatnya pada tahun 1923 M berkembang tentang sikap terhadap
Volksraad. Ide pemikiran yang digagas oleh Agus Salim tentang &lt;span style="text-
decoration: underline;"&gt;sikap hijrah&lt;/span&gt; yang diartikan non kooperatif
(NONKO). Sumber pemikiran ini mengadopsi dari ajaran Mahatma Gandhi ‘SWADESHI’
(independen/mandiri: suatu gerakan yang menganjurkan agar menggunakan sumber
kekuatan sendiri). Jadi SI (PSIHT) berkembang 2 (dua) yakni Cooperatif dan
NonCooperatif.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada kongres Sarekat
Islam yang diselenggarakan di Madium, di samping memutuskan bahwa CSI dirubah
menjadi Partai Sarekat Islam, juga dibicarakan mengenai kemungkinan PSI tidak akan
berpartisipasi dalam &lt;em&gt;Voksraad&lt;/em&gt;. Kongres CSI yang
berlangsung&amp;nbsp; 17-20 Pebruari 1923 di Madiun ini&amp;nbsp; menghasilkan
keputusan-keputusan penting antara lain :&lt;/div&gt;&lt;ol&gt;&lt;li&gt;Menetapkan
disiplin partai terhadap P.K.I.&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Menetapkan sikap Non-Cooperation
terhadap Pemerintahan Belanda&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Mengganti SI menjadi Partai Syarikat
Islam Hindia Timur&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Memperbaharui formulir Bai’at.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn3"&gt;[3]&lt;/a&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada
kongres tersebut Agus Salim menyinggung masalah politik non-koperasi yang dijalankan
Mahatma Gandhi di India dengan gerakan &lt;em&gt;Swadeshi &lt;/em&gt;nya, beliau
kemudian menyarankan agar politik ini diterapkan untuk melawan pihak Belanda. Partisipasi
PSI dalam &lt;em&gt;Volksraad&lt;/em&gt; menurut kongres itu tergantung dari kemauan
pihak Belanda untuk mengembalikan nama baik Tjokroaminoto. Kalangan Sarekat Islam
menganggap bahwa pembebasan Tjokroaminoto tidaklah cukup untuk mengembalikan
citra&amp;nbsp; ketuanya, oleh sebab itu sebagai kompensasi yang dapat diterima oleh
Sarekat Islam adalah pengangkatan Tjokroaminoto di
&lt;em&gt;Volksraad&lt;/em&gt;.&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn4"&gt;[4]&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada tahun
1926 Bung Karno (Soekarno) dikeluarkan dari SI/PSIHT, karena terbukti mempunyai
ideologi Marhaenisme&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-
sejarah-syarekat-islam-bag-2/#_ftn5"&gt;[5]&lt;/a&gt; dan kemudian lahirlah PNI.
Perkenalan Bung Karno dengan HOS Tjokro sejak Soekarno mondok (Kost) di rumah HOS
Tjokro yang pada saat itu menyediakan pemondokan bagi siswa-siswa yang bersekolah
MULO, HBS dan MTS&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-
sejarah-syarekat-islam-bag-2/#_ftn6"&gt;[6]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Arena politik yang diciptakan oleh pergerakan nasional sejak tahun 1927 terisi
oleh forum-forum yang diciptakan oleh rapat-rapat umum, kongres-kongres, dan pelbagai
bidang kegiatan ekonomi dan sosial. Media massa kemudian mengkomunikasikan segala
kegiatan itu secara luas kepada khalayak ramai. Dalam hal ini sangat menonjolkan peranan
non-kooperasi, khususnya PNI dan kemudian Partindo dan PNI Baru. Proses yang terjadi
ialah pendidikan politik dan sosialisasi politik bagi anggota partai. Dengan demikian
terjadilah proses pemahaman dan penyadaran terhadap konsep-konsep yang berhubungan
dengan masalah kebangsaan, kerakyatan,kemerdekaan, swadaya, swadesi dll. Secara khusus
Soekarno memasukan konsep &lt;strong&gt;Marhaenisme, sosio-nasionalisme dan sosio-
demokrasi. &lt;/strong&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada tahun
1929 PSIHT dirubah menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan definitif nama
tersebut secara resmi lewat Kongres Nasional 1930.&amp;nbsp; Sesungguhnya mulai
nampak betul sifat, maksud dan tujuan Partai S.I. Indonesia ketika sudah ditetapkan
&lt;strong&gt;Program Asas&lt;/strong&gt;nya (&lt;em&gt;Beginsel-program&lt;/em&gt;)
yang pertama-tama dan Program Pekerjaan (&lt;em&gt;Program van Actie)&lt;/em&gt; di
dalam Kongresnya tahun 1917 di Jakarta (Betawi), yang kemudian Program asas dan
Program Pekerjaan itu diubah di dalam Kongres di Kota Mataram (Yogyakarta) pada tahun
1920 dan akhirnya di ubah lagi di dalam Kongres di Mataram pada tahun 1930, yang mana
Program asas itu ditambah dalam dan luas fahamnya, dan Program Pekerjaan yang biasanya
hanya berlaku buat beberapa tahun saja lamanya diganti menjadi Program Tandhim
(Program Perlawanan) berisikan persandaran pergerakan, jalan atau haluan, dan daya upaya
yang harus dilakukan untuk mencapai maksud. Program Tandhim ini&amp;nbsp;
kekuatannya hampir sama kekalnya sebagai Program Asas.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;S.M.K&amp;nbsp; memberikan analisis kuatitatif terhadap pergerakan S.I
untuk masa waktu 1923 – 1930 sebagai &lt;em&gt;Zaman Fi’liyah, &lt;/em&gt;dengan ciri-
ciri :&lt;/div&gt;&lt;ul&gt;&lt;li&gt;Terjun dalam hidup
Ma’nawy&lt;/li&gt;&lt;li&gt;Menuntut sebanyak-banyaknya amal&lt;/li&gt;&lt;li
style="text-align: justify;"&gt;Orang yang masih hidup pada zaman pertama, yang tak
pandai mengikuti gelombang zaman, dari dirinya sendiri mulai ketinggalan. Ada yang keluar
karena sukanya, ada pula yang terpaksa dikeluarkan, karena tak pandai mencukupkan wajib,
yang menjadi tuntutan zaman kedua&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;strong&gt;
&lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;strong&gt; &lt;/strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;h5&gt;&lt;span
style="color: #003300;"&gt;&lt;strong&gt;Periode&amp;nbsp; 1930
-1936&lt;/strong&gt;&lt;/span&gt;&lt;/h5&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Mengenai masalah-masalah organisasi, tahun 1933 mencatat suatu penyelesaian
struktur partai; juga dasar partai yang dihasilkan dalam tahun ini dianggap sebagai sesuatu
yang telah sempurna dan tidak diubah-ubah lagi sampai masa merdeka. Struktur pimpinan
pusat yang dibagi dua : Dewan Partai yang terbentuk oleh kongres partai atau Majelis
Tahkim, dan Lajnah Tanfidziyah yang bertanggung jawab kepada Dewan Partai dalam masa-
masa antara dua kongres&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-
sejarah-syarekat-islam-bag-2/#_ftn7"&gt;[7]&lt;/a&gt; &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn8"&gt;[8]&lt;/a&gt;.&lt;strong&gt; &lt;/strong&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;Pada tahun 1933 inilah disaat struktur partai telah sempurna, Dr.
Soekiman termasuk salah seorang elit pengurus di PSII&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn9"&gt;[9]&lt;/a&gt; , karena tidak bisa dipertanggung jawabkan secara administratif
dibidang keuangan, ia diskorsing dan dipecat dari kepengurusan. dan mendirikan PII (Partai
Islam Indonesia).&amp;nbsp; Alasan pemecatan Dr. Soekiman, Surjopranoto beserta empat
orang lainnya yang merupakan pengurus PSII adalah ketidak sejalanan dalam menyelesaikan
permasalahan organisasi&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-
sejarah-syarekat-islam-bag-2/#_ftn10"&gt;[10]&lt;/a&gt;. Terlepas dari latar belakang ini,
namun kemudian ia (Dr Soekiman) memisahkan diri dari PSII dan mendirikan gerakan
politik baru yang bernama “PII” (Partai Islam Indonesia), pada tahun 1933
M.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Di tahun 1927 Dr. Soekiman pernah
memberikan dukungan kepada Soekarno dalam mewujudkan persatuan yang bersifat
sementara&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-
syarekat-islam-bag-2/#_ftn11"&gt;[11]&lt;/a&gt;. Ketidak sejalanan dalam hal ideologis
jelas terlihat saat Dr. Soekiman Cs mendirikan PII&amp;nbsp; yang bermula dari beberapa
cabang PSII yang tidak setuju atas keputusan pemecatan Soekiman Cs membentuk suatu
panitia yang bernama Persatuan Islam Indonesia, dengan dasar
&lt;strong&gt;Islam&lt;/strong&gt;, &lt;strong&gt;Nasionalisme&lt;/strong&gt;, dan
&lt;strong&gt;Swadaya&lt;/strong&gt;. Panitia ini mencari kerjasama dengan PSII Merdeka
yang merupakan fraksi Yogyakarta yang memutuskan hubungan dengan pimpinan pusat
membentuk Partai Islam Indonesia (Partii). Tujuan Partii adalah untuk mencapai Indonesia
merdeka berdasarkan Islam&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn12"&gt;[12]&lt;/a&gt;. PII ini di Sumatera mendapat dukungan kuat dari dari bekas
anggota Permi yang dibubarkan Belanda pada tahun 1936. Pembetukan Permi pada tahun
1930 oleh tokoh dan murid sekolah Thawalib berusaha menyatukan dasar Islam dengan
Nasionalisme&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-
syarekat-islam-bag-2/#_ftn13"&gt;[13]&lt;/a&gt;, sejalan dengan dasar
PII.&lt;/div&gt;&lt;blockquote&gt; &lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt;Pada
tahun 1934 M HOS Cokroaminoto sebagai bapak politik bangsa Indonesia dan pendiri SI
yang kemudian menjadi PSII berpulang ke rahmatullah/
wafat.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;/blockquote&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Perkembangan politik dalam tubuh PSII menemukan gagasan baru pergerakan
Islam yaitu dengan lahirnya paradigma politik islam “&lt;strong&gt;Sikap Hijrah”
&lt;/strong&gt;dalam konteks metode gerakan. Munculnya gagasan “Sikap Hijrah” di tahun
1923, Pada mulanya tidaklah begitu jelas dalam partai itu sendiri apakah itu disebut non-
kooperasi ataupun hijrah. Mulanya Salim sendiri menganggap kedua nama itu sama, ketika
ia berkata bahwa &lt;em&gt;swadesi &lt;/em&gt;akan menghasilkan “Hijrah yaitu non-
kooperasi”. Dan ini diartikannya sebagai suatu sikap untuk “ menjauhkan diri dari urusan
pemerintah”. Kemudian ia membedakan istilah ini ketika dikatakan bahwa “faham non-
kooperasi dalam PSI (SI) diganti dengan faham hijrah”. Maksudnya bahwa sikap menolak
kerjasama dengan pihak lain yaitu Belanda diganti menjadi “bekerjasama menyusun diri,
menyebuahkan suara dan mempersatukan buatan di dalam kalangan sendiri pada seluruh
padang kehidupan pergaulan: sosial, ekonomi dan politik”. Hijrah tidak sama dengan
mentalitet pasif melainkan merupakan sikap “aktif’&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn14"&gt;[14]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Paradigma
baru yang bisa memperjelas pemahaman tentang hijrah dapat kita lihat dalam Brosur Sikap
Hijrah PSII. &lt;strong&gt;Sikap Politik &lt;/strong&gt;PSII seringkali disebut “Sikap
Hijrah”, padahal sesungguhnya “Sikap Politik” itu hanyalah salah satu bagian dari Sikap
Hijrah. Sehingga pendirian PSII dalam Bagian Politik yaitu Politik Islam adalah &lt;span
style="text-decoration: underline;"&gt;Sikap Hijrah di dalam Politik, dan Sikap Politik di
dalam Hijrah.&lt;/span&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn15"&gt;&lt;span style="text-decoration: underline;"&gt;&lt;span style="text-
decoration: underline;"&gt;[15]&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Paradigma Islam dalam metode gerakan politik Sikap Hijrah
tersebut diangkat/dibahas melalui Kongres PSII tingkat Nasional ke XXII di Batavia tanggal
8 Juli 1936 – 12 Juli 1936 M tema pokok tentang metode/pola Perjuangan Politik Islam :
CO(Cooperatif), NONCO(Non Cooperatif) atau Pola Hijrah. Beberapa keputusan pokok dan
strategis adalah&lt;/div&gt;&lt;ul&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Presiden PSII terpilih adalah :
Abikoesno.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt;Sekjen
merangkap wakil adalah : SMK Kartosoewirjo, dan dengan tugas amanat Kongres membuat
Brosur Hijrah.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Kongres memutuskan, menetapkan bahwa : Sikap Hijrah merupakan
Pola Perjuangan PSII.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;S.M.K&amp;nbsp; memberikan
analisis kuatitatif terhadap pergerakan S.I untuk masa waktu 1930 –…&amp;nbsp; sebagai
&lt;em&gt;Zaman I’tiqodiyah, &lt;/em&gt;dengan ciri-ciri :&lt;br /&gt;&lt;ul&gt;&lt;li
style="text-align: justify;"&gt; &lt;em&gt;Hidup Ma’any&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li
style="text-align: justify;"&gt;&lt;em&gt; Sadar dan Insaf akan kehidupan, tahu akan
kewajiban, amal sholeh yang sebanyak-banyaknya.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;li style="text-
align: justify;"&gt;&lt;em&gt; Sementara orang yang masih memegang kehidupan kedua,
mulai ketinggalan dalam langkahnya, dan jika mereka itu tidak lekas-lekas menyesuaikan
dirinya dengan syarat-syarat hidup yang ketiga ini, tentulah tidak akan menyusul saudara-
saudaranya yang sudah hidup di dalam zaman ketiga
itu.&lt;/em&gt;&lt;/li&gt;&lt;/ul&gt;&lt;h5&gt;&lt;strong&gt;&lt;span style="color:
#003300;"&gt;Periode&amp;nbsp; 1936-
1939&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/h5&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tokoh
PSII Agus Salim yang berada pada kubu mempertahakan sikap CO/NONCO pada kongres
PSII ke XXII 1936 bahkan memiliki pandangan untuk kooperasi dengan pemerintahan
Belanda didasarkan atas pertimbangan bahwa pada waktu itu telah timbul Nazi Jerman I,
Fasis Italia dan Fasisme Jepang yang menyulut Perang Dunia II, karena itu bagi Agus Salim
perlu kerjasama dengan Belanda untuk menolak Fasisme&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn16"&gt;[16]&lt;/a&gt; , maka dengan keputusan : Sikap Hijrah PSII (hasil suara
terkuat). Pada tahun 1937 (setahun setelah kongres) ia (Agus Salim) keluar dari PSII baru
dengan nama BPPSII (Badan Penyadar Partai Syarikat Islam Indonesia)&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn17"&gt;[17]&lt;/a&gt;.&amp;nbsp; Selain Agus Salim, Tokoh Penyadar lainnya
adalah A.M. Sangaji, Sabirin dan Mohammad Roem&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn18"&gt;[18]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada
Kongres ke-23 tanggal 19 –23 Juli 1937 di Bandung, dihasilkan keputusan untuk mencabut
pemecatan atas diri anggota-anggota yang dalam tahun 1933 sudah dikeluarkan dari PSII
yang membentuk PII (Parii) dan memberikan kesempatan kepada mereka itu masuk ke PSII
kembali. Sebelum PII di dirikan kembali, Pengurus PSII menerima surat dari DR. Sukiman,
Wali Al-Fatah , K.H. Mansur dll yang menerangkan, bahwa mereka itu akan masuk PSII
kalau partai ini :&lt;/div&gt;&lt;ol&gt;&lt;li style="text-align: justify;"&gt;Mau melepaskan
&lt;strong&gt;asas hijrah &lt;/strong&gt;sebagai asas perjuangan dan hijrah hanyalah
&lt;strong&gt;taktik&lt;/strong&gt; perjuangan&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;PSII hanya mengurus masalah aksi politik (pekerjaan sosial dan ekonomi
haruslah diserahkan kepada perkumpulan yang lain-lain)&lt;/li&gt;&lt;li style="text-align:
justify;"&gt;Mencabut disiplin partai yang sudah dilakukan terhadap
Muhammadiyah.&lt;/li&gt;&lt;/ol&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;PSII membalas
surat ini dengan menolak permintaan itu; hanya disiplin partai terhadap Muhammadiyah
yang bisa dibicarakan kembali.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Atas
Penolakan usulan Dr. Sukiman Cs oleh PSII, maka pada awal Desember 1938 di Solo
didirikan kembali PII (Partai Islam Indonesia)&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn19"&gt;[19]&lt;/a&gt;. Ketuanya mula-mula adalah R.M. Wiwoho (Anggota Dewan
Rakyat, pemimpin Jong Islamieten Bond). Selanjutnya partai ini bergabung dengan
GAPPI&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-
islam-bag-2/#_ftn20"&gt;[20]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pada Kongres yang ke-24 PSII diadakan pada tanggal 30 Juli – 7 Agustus 1938
di Surabaya. Oleh S.M. Kartosuwiryo dijelaskan, bahwa ‘Hijrah” yang jadi sikap politik
partai itu haruslah jangan diartikan sama dengan non-kooperasi yang diadakan oleh partai-
partai lain terhadap Pemerintahan. Ia menunjukan bahwa sikap non-kooperasi itu adalah
suatu sikap yang negatif; sikap hijrah itu adalah suatu sikap yang positif dan bersifat
pembangun”. Sebab katanya, hijrah itu sesungguhnya suatu sikap penolakan, akan tetapi
disamping itu dijalankan usaha dengan sekukat-kuatnya untuk membentuk kekuatan hebat,
yang menuju kepada Darul Islam”&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn21"&gt;[21]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Pada tahun
1938 M terjadi situasi baru, sebuah tuntutan politis bagi bangsa Indonesia, untuk membuat
pemerintahan sendiri terdiri dari unsur unsur kekuatan politik /organisasi-organisasi massa
yang ada, lahir wadah organisasi tersebut, yakni : ‘GAPPI’. Abikoesno sebagai
pimpinan/presiden partai; Telah menggabungkan PSII ke dalam wadah nasional tersebut.
Berarti tidak konsisten terhadap keputusan Kongres dan mengkhianati amanat ummat. Yang
termasuk anggota GAPPI selain PSII Abi Koesno adalah : Parindra, Gerindo, Pasundan,
Persatuan Minahasa dan PII serta PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia) yang terdiri dari Budi Utomo, Pasundang, Serikat Sumatra, Serikat Ambon,
Timors Verbonds, Partai Serikat Selebes, Partai Indonesia dan PNI Baru (Moh. Hatta)&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn22"&gt;[22]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Tujuan
GAPPI adalah mempersatukan semua partai politik Indonesia Raya. Dasar aksinya adalah
hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang bersendikan demokrasi menuju cita-cita bangsa
Indonesia&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-
islam-bag-2/#_ftn23"&gt;[23]&lt;/a&gt;.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pada tahun 1939 M tepatnya Januari “39 S.M. Kartosoewirjo menolak
bergabung dengan GAPPI dan menyatakan dengan tegas tetap konsisten terhadap amanat
kongres, Commited dengan sikap Hijrah PSII, maka secara resmi SMK menyatakan keluar
dari PSII yang telah berintegrasi dengan GAPPI melalui kongres PSII tahun 1939, dimana
dalam pidatonya sempat menyatakan : ‘‘bahwa sikap hijrah melahirkan kekuatan luar biasa
untuk mewujudkan Darul Islam’ dengan didukung oleh 7 cabang lahirlah Komite Pembela
Kebenaran PSII (KPK PSII). Dari pihak PSII Abikoesno mengeluarkan pemecatan kepada
SMK melalui Kongres PSII 1940 M.&amp;nbsp; Perlu diketahui bahwa akhir tahun 1938
atau sebulan sebelum Kongres PSII tahun 1939, SMK telah mendirikan lembaga Suffah
(pusat pendidikan kaderisasi gerakan). Pada bulan Maret 1940 M di Malangbong/Jawa
barat, KPK PSII dengan mendapat dukungan 21 cabang PSII mengadakan rapat dan
menyatakan kebulatan tekad : ‘melanjutkan politik Hijrah’ (Brosur
Hijrah).&lt;/div&gt;&lt;h4 style="text-align: justify;"&gt;&lt;strong&gt;&lt;span
style="color: #003300;"&gt;Penutup&lt;/span&gt;&lt;/strong&gt;&lt;/h4&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Kemampuan menegakan yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar merupakan prasyarat tegaknya tata sosiopolitik yang berorientasi pada
keadilan.&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-
islam-bag-2/#_ftn1"&gt;[24]&lt;/a&gt; Ibnu Taimiyah dalam &lt;em&gt;as-Siyasa asy-
Syar’iyyah &lt;/em&gt; (gagasan Ibnu Taimiyah abad-13) menulis : &lt;em&gt;“Wilayah
(Organisasi Politik) bagi persoalan (kehidupan sosial) manusia merupakan keperluan agama
yang terpenting. Tanpa topangannya, agama tidak akan tegak kokoh. Dan karena Allah SWT
mewajibkan kerja amar ma’ruf nahi munkar, dan menolong pihak yang
teraniaya.&amp;nbsp; Semua yang Dia wajibkan tentang jihad, keadilan dan menegakan
hudud , tidak mungkin sempurna kecuali dengan kekuatan dan kekuasaan&lt;/em&gt;“. Dr.
Abdul Karim Zaidan menyimpulkan pendapat Ibnu Taimiyah : &lt;strong&gt;“Maka
menegakan Daulah Islamiyah merupakan perkara yang wajib untuk melaksanakan hukum-
hukum syariat.”&lt;/strong&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftn2"&gt;[25]&lt;/a&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;Dengan
memberikan landasan Islam pada organisasi SDI kemudian berubah menjadi Syarekat Islam
atau selanjutnya Partai Syarekat Islam Indonesia , maka pemikiran politik pada
pendahulu&amp;nbsp; memberikan refresentasi terhadap pemikiran yang Quranis.
Organisasasi yang didirikan tidak dilandasi oleh etnis kesukuan, warna kulit, strata sosial
masyarakat dll tetapi oleh Islam yang &lt;em&gt;rahmatan lil alamiin. &lt;/em&gt;Spirit para
pendahulu inilah yang mesti di tauladani oleh generasi sekarang dalam kiprah sosial apapun
juga.&lt;em&gt;&lt;br /&gt;&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Sumber gambar :&amp;nbsp;
wikiwak.com&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;em&gt;Referensi lainnya selain dalam catatan footnote ada &lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/referensi/"
target="_blank"&gt;disini&lt;/a&gt;&lt;br /&gt;&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;hr size="1"
/&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-
islam-bag-2/#_ftnref1"&gt;[1]&lt;/a&gt; Ibid, hal. 211 &lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-
syarekat-islam-bag-2/#_ftnref2"&gt;[2]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Sebagai levend organisme
(satu tubuh yang hidup),&amp;nbsp; Pergerakan Party Sjarikat Islam Indonesia menjalani
berbagi-bagi hidup dalam perbagai zaman, Hidup PSII (dalam ukuran kualitas bukan
kuantitas) itu melalui ketiga tingkat , menurut harkat derajat orang-orang yang tergabung di
dalam pergerakan itu.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref3"&gt;[3]&lt;/a&gt; H.O.S. Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangan, Amelz, Bulan
Bintang (Jilid 1) &lt;strong&gt;Untuk diketahui bunyi bai’at PSII adalah sbb.:&lt;/strong&gt;
&lt;strong&gt;&lt;br /&gt;&lt;/strong&gt;&lt;em&gt;Asyhadu allailaha illallah wa asyhadu
anna –Muhammadan rasulullah&lt;/em&gt;&lt;em&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/em&gt;&lt;em&gt;Wallahi. Demi Allah !, sesungguhnya saya masuk menjadi
anggota Partai Syarikat Islam Indonesia dengan ikhlas dan suci hati, tidak karena sesuatu
keperluan diri saya sendiri, atau karena megharapkan pertolongan dalam suatu perkara dari
sebelum saya menjadi anggota.&lt;/em&gt;&lt;br /&gt;&lt;em&gt;Selama-lamanya saya
akan meninggikan Agama Islam diatas segala apa-apa yang dapat saya pikirkan, maka saya
akan tetap mengerjakan segala perintah Allah dan perintah Rasul Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya&lt;/em&gt;&lt;br /&gt;&lt;em&gt;Saya hendak mengusahakan diri dengan
sekuat-kuat ketakutan saya kepada Allah Ta’ala dan dengan sekuat-kuat fikiran dan tenaga
saya hendak menyampaikan maksud Partai Syarikat Islam Indonesia dan sekali-kali tidak
akan membuat bencana atau khianat atas Partai Syarikat Islam
Indonesia.&lt;/em&gt;&lt;br /&gt;&lt;em&gt;Saya hendak memperhatikan dan menurut
dengan sungguh-sungguh ketentuan-ketentuan Peraturan Dasar dan keputusan-keputusan
Majelis Tahkim Partai Syarikat Islam Indonesia dan selalu membela Partai Syarikat Islam
Indonesia dari pada bencana fihak mana saja.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-
align: justify;"&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-
syarekat-islam-bag-2/#_ftnref4"&gt;[4]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Neratja 1 Maret 1923, menulis
bahwa Partai Sarekat Islam tidak segera memutuskan hubungan dengn pemerintah, tetapi
memutuskan bahwa ia hanya dapat diwakili dalam &lt;/em&gt;&lt;em&gt;volksraad oleh
Tjokroaminoto, suatu pertanda betapa pahitnya perasaan partai terhadap penahanan
Tjokroaminoto.&amp;nbsp; Kemudian sebagai bentuk kekecewaan partai terhadap sikap
pemerintah yang telah menahan Tjokroaminoto, diperlihatkan oleh Agus Salim dengan
mempergunakan bahasa Melayu dalam pidatonya di &lt;/em&gt;&lt;em&gt;Volksraad, hal
itu merupakan kejadian pertama kalinya di dalam sidang Dewan. Beliau menyatakan bahwa
penunjukkan jokroaminoto sebagai anggota &lt;/em&gt;&lt;em&gt;Volksraad&lt;/em&gt;
dianggap sebagai suatu kemestian agar dapat dibersihkan nama Ketua Sarekat Islam yang
menurutnya telah dinodai orang karena penahahan itu. Ia pun menyatakan kemungkinan
politik non koperasi dengan pihak pemerintah, karena pengawasan menurutnya dapat
dilakukan di luar &lt;em&gt;Volksraad. Neratja&lt;/em&gt; 17 November 1923, dalam
Deliar Noer, op.cit. .hal. 150.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref5"&gt;[5]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Menurut pandangan Soekarno jalan untuk
menghadapi kolonialisme dengan kapitalisme tidak lain adalah dengan menggerakan massa
yang paling menderita sebagai korban sistem kolonial. Maka dari itu ideologi Nasionalisme
sewajarnya mencakup aksi massa dari Rakyat menjadi sosio-nasionalisme.
(Sartono)&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref6"&gt;[6]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Dalam HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangan
ditulis bahwa Raden Aju Tjokroaminoto (Istri Pak Tjokro) menyediakan rumahnya di
Surabaya sebagai pondokan (kost) yang diisi lebih dari duapuluh orang yang juga berfungsi
sebagai induk semang. Mereka yang pernah mondok dirumah HOS Tjokroaminoto
diantaranya : Soekarno, Alimin, Moesodo (dikenal Moeso), Hermen Kartowisastro,
Abikoesno dan banyak lagi.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Pada saat HOS bepergian mempropagandakan Sarekat Islam, biasanya seorang-
dua orang diantara mereka mendapat giliran untuk diajak serta dianataranya Soekarno dan
Abikoesno yang sering kebagian. Didalam bukunya “Sarinah” yang terbit di Yogya (1947),
Bung Karno memuji-muji Tjokroaminoto. Ketika bertemu Moeso pada&amp;nbsp; 13
Agustus 1948 Bung Karno Mengakui bahwa beliau adalah Muridnya
Tjokroaminoto.&lt;/div&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref7"&gt;[7]&lt;/a&gt; Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3S,
Jakarta&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref8"&gt;[8]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;&lt;strong&gt;Kedudukan dan fungsi Kongres :
&lt;/strong&gt;Dalam perjalanan pergerakan politik terutama SI selanjutnya PSII, Kongres
memiliki arti yang sangat penting. Kita akan melihat konseptualisasi gerakan politik yang
menyangkut (a). Mata rantai politik dan masyarakat (Umat) (b). tingkah laku politik (c).
konsensus mengenai struktur politik.&amp;nbsp; Setidaknya pengkajian dalam teori sosio-
politik meliputi – &lt;/em&gt;&lt;em&gt;sosialisasi politik – partisipasi politik – rekrutmen
politik dan &lt;/em&gt;&lt;em&gt;komunikasi politik terlihat dan terbuktikan pada apa yang
terjadi dalam kongres.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;Kongres yang dilakukan oleh gerakan politik&amp;nbsp; islam (SI) sejak awal
berdiri sampai berubah menjadi PSII di tahun 1930 dan selanjutnya pekembangan sampai
tahun 1939 memiliki arti penting terhadap tampak nyatanya sifat, maksud dan tujuan
gerakan. Keputusan-keputusan kongres secara organisatoris bukan hanya menunjukan
sebagai gerakan politik yang modern tetapi secara substansial melahirkan perkembangan
gerakan politik ke arah kesempurnaan. Cita-cita &lt;em&gt;bathiniyah&lt;/em&gt; yang
telah di ikrarkan sejak berdirinya SDI bahwa Islam adalah &lt;em&gt;Rahmatan lil Alamin
&lt;/em&gt; terus “dikayuh”&amp;nbsp; sampai di tahun 1936 memiliki komitmen ideologis
yang disepakati sebagai amanat ummat bahwa gerakan politik&amp;nbsp; islam PSII dalam
konteks metode gerakannya adalah berpola Sunnnaturrosul yaitu Hijrah.&lt;/div&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;Tumbuh nyatanya sifat, maksud dan tujuan gerakan politik
islam tersebut secara &lt;span style="text-decoration: underline;"&gt;indah dan
elegan&lt;/span&gt; adalah hasil dari legitimasi kongres sebagai media Musyawarah Ummat
Islam Bangsa Indonesia. Sehingga cita-cita &lt;em&gt;batiniyah &lt;/em&gt; pada pendiri
dan pendahulu gerakan politik&amp;nbsp; islam membuahkan cita-cita
&lt;em&gt;i’tiqodiyah &lt;/em&gt;yang siap untuk dibela dan diperjuangkan oleh mereka
yang konsisten dan commited terhadap amanat umat dan keputusan
Kongres.&lt;/div&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref9"&gt;[9]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Dr. Soekiman pada Kongres PSII Januari 1930
diangkat menjadi Ketua Muda PSII sementara Ketua Ladjnah Tanfidhyah adalah A.M.
Sangadji. HOS Tjokroaminoto sebagai Ketua Dewan Partai dengan anggota Agus Salim,
Surjopranoto dan 4 orang lain).&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref10"&gt;[10]&lt;/a&gt; AK. Pringgodigdo&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref11"&gt;[11]&lt;/a&gt; Rifkecf&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref12"&gt;[12]&lt;/a&gt; Deliar Noer&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref13"&gt;[13]&lt;/a&gt; Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional,
Grafity&lt;br /&gt;&lt;a href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-
sejarah-syarekat-islam-bag-2/#_ftnref14"&gt;[14]&lt;/a&gt; Deliar Noer, Gerakan Modern
Islam di Indonesia, hal 159-160&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref15"&gt;[15]&lt;/a&gt; Brosur Sikap Hijrah PSII&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref16"&gt;[16]&lt;/a&gt; Mukayat, &lt;em&gt;Haji Agus Salim, &lt;/em&gt;Dep.
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1985, hal 51&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref17"&gt;[17]&lt;/a&gt; Barisan Penyadar PSII ini bertujuan untuk menyadarkan
Partai bahwa kehendak jaman sudah berubah (???)&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref18"&gt;[18]&lt;/a&gt; Deliar Noer, Gerakan Modern Islam.&lt;br /&gt;&lt;div
style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref19"&gt;[19]&lt;/a&gt; &lt;em&gt;Para pimpinan PII banyak dari kalangan
Muhammadiyah dan JIB. Kongres pertama pada tanggal&amp;nbsp; 11 April 1940 di Yogya
melahirkan pengurus besar terdiri dari : Dr. Soekiman sebagai Ketua, Wiwoho, K.H.
Hadikusumo, Wali Al-Fatah, Farid Ma/ruf, H.A.Hamid, Dr. Kartono. A. Kahar Muzakir, Mr.
Kasmat. Sedang K.H. Mansur sebagai Penasihat.&lt;/em&gt;&lt;/div&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref20"&gt;[20]&lt;/a&gt; AK. Pringgodigdo, Hal 147-148&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref21"&gt;[21]&lt;/a&gt; A.K. Priggodigdo&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref22"&gt;[22]&lt;/a&gt; AK. Pringgodigdo, Hal 162.&lt;br /&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref23"&gt;[23]&lt;/a&gt; Ibid&lt;br /&gt;&lt;div style="text-align: justify;"&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref1"&gt;[24]&lt;/a&gt; QS Surat Al-Hajj : 41 :&lt;em&gt;” Dan manakala kamu
diberi posisi (politik) di muka bumi (haruslah) menegakan sholat, membayar zakat,
memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Dan kepunyaan Allah-lah hasil
terakhir dari segala peristiwa”&lt;/em&gt;.&lt;/div&gt;&lt;a
href="http://serbasejarah.wordpress.com/2010/09/19/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2/#_ftnref2"&gt;[25]&lt;/a&gt; DR. Syafii Ma’arif. Hal 190. 1996&lt;div class="blogger-
post-footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
2174255712053990824?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/2174255712053990824/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
2.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/217425571205399
0824'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/217425571205399
0824'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-2.html'
title='Catatan Sejarah Syarekat Islam (Bag-2)'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
5301042633515045755</id><published>2010-10-14T02:43:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-14T02:43:15.081-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title type='text'>Catatan
Sejarah Syarekat Islam Bag 1</title><content type='html'>Pengantar :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Akar kesadaran politik umat Islam pada masa modern di Indonesia adalah dengan
bangkitnya SI (Syarekat Islam) sebelum Perang Dunia I yang merupakan transformasi dari
Sarekat Dagang Islam (SDI).&amp;nbsp; Lahirnya SDI bukanlah satu kebetulan dalam
sejarah (an historical accident) yang tidak dilatar belakangi oleh kesadaran yang dalam dan
panjang. Kelahiran SDI dapat dikatakan sebagai suatu keharusan sejarah (an historical
necessity) bagi perjalanan politik umat Islam Indonesia.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Guna
melengkapi wawasan sejarah umat Islam khususnya pergerakan Syarekat Islam yang oleh
serba sejarah telah dimuat beberapa tulisan diantaranya : (1) Sang raja tanpa mahkota : hidup
dan perjuangan HOS Tjokroaminoto (2) The Grand Old Man : Jalan Perjuangan H. Agus
Salim (3) Cita Dasar Pergerakan Syarekat Islam dan (4) Pergerakan Sjarikat Islam sebagai
Levend Organisme. Di bulan september ini dimana bulan bersejarah bagi Sjarikat Islam,
Serba sejarah mencoba menulis kembali beberapa catatan perjalanan pergerakan Sjarikat
Islam sebagai bahan bagi memahami dan menumbuhkan kesadaran akan arti penting
pendalaman sejarah bagi generasi kini dalam menatap masa depan. Semoga berkenan …
&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;******************&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada bulan Mei 1912
seorang tokoh yang kelak akan menjadi ‘ruh’ pergerakan yaitu Oemar Said Tjokroaminoto[1]
bergabung atas undangan H.Samanhudi.&amp;nbsp; Oemar Said pada saat itu dikenal
sebagai seorang yang radikal, anti feodalisme dan anti penjajah. Beliau dikenal sebagai
seorang yang menentang kebiasaan-kebiasaan yang ada, menganggap sama dan sederajat
dengan bangsa manapun, beliau tidak mau menghormat-hormat terhadap pejabat, bangsawan
apalagi terhadap kaum penjajah. Di samping memiliki sikap yang demikian, Tjokroaminoto
mempunyai keinginan kawan sebangsanya memiliki sikap yang demikian.[2]&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Anggaran Dasar baru Syarekat Islam bagi seluruh Indonesia disusun
Tjokroaminoto, kemudian pada bulan september 1912 diajukan surat permohonan agar
Sarekat Islam diakui kedudukannya sebagai badan hukum.[3] Anggaran dasar baru
menyebutkan bahwa tujuan Sarekat Islam adalah memajukan semangat dagang bangsa,
memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan faham-
faham keliru mengenai agama Islam.[4]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kehadiran Tjokroaminoto di
SI merupakan dimulainya babak baru dalam organisasi pergerakan Indonesia. Orientasi
gerakan berubah, dari orientasi sosial ekonomi menjadi organisasi yang berorientasi sosial
politik[5]. Perubahan nama dari SDI menjadi Sarekat Islam[6], merupakan indikasi
transformasi organisasi dari yang berlatar belakang ekonomi kepada politik.[7]. SI sebagai
gerakan politik pada sejak tahun 1912 juga dikemukakan oleh John Ingleson dalam ‘Jalan
Kepengasingan’ yang menyatakan bahwa pada tahun 1912, ia merupakan partai poltik Islam
yang terkemuka dan selama beberapa tahun menjadi partai modern satu-satunya pada masa
kolonial[8].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 26 Januari 1913, diadakan Kongres I
Sarekat Islam di Surabaya. Ribuan orang datang berbondong-bondong, jalan-jalan menuju
Taman Kota di mana kongres diselenggarakan penuh sesak oleh orang. Ketua H. Samanhudi
disambut besar-besaran, di stasiun beliau disambut dengan korps musik dan dibopong
beramai-ramai menuju mobil jemputan. Menurut laporan Asisten Residen Kepolisian pada
tanggal 12 Pebruari, menyebutkan bahwa massa yang hadir pada saat itu ditaksir antara
delapan sampai sepuluh ribu orang.[9]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kongres tersebut dipimpin oleh
Tjokroaminoto dan pada kongres itu beliau menyatakan bahwa Sarekat Islam bertujuan: “…
Membangun kebangsaan, mencari hak-hak kemanusiaan yang memang sudah tercetak oleh
Allah, menjunjung derajat yang masih rendah, memperbaiki nasib yang masih jelek dengan
jalan mencari tambahan kekayaan”.[10]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kemudian pada tanggal 23
Maret tahun yang sama, kongres ke II dilaksanakan di Solo. Pada kongres itu H. Samanhudi
terpilih sebagai ketua dan Tjokroaminoto sebagai wakil. Kongres tersebut dipimpin oleh
Tjokroamonoto.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sarekat Islam bagai aliran setrum tegangan tinggi
yang menghentakkan seluruh syaraf kesadaran kaum muslimin bangsa Indonesia untuk
segera mendobrak penjara-penjara yang telah mengurung seluruh eksistensi mereka berabad-
abad.&amp;nbsp; Semangat perlawanan yanag muncul di mana-mana dipandang oleh Korver
sebagai gerakan emansipasi kalangan Sarekat Islam, suatu cita-cita yang dihayati oleh para
pemimpinya. Gerakan emansipasi tersebut meliputi:&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;a. Penolakan
akan berbagai prasangka negative dan diskriminasi terhadap golongan pribumi.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pada kongres di Bandung, Tjokroaminoto menyatakan: “…merupakan tugas
Sarekat Islam untuk memprotes kata-kata dan perbuatan yang bermaksud merendahkan ‘de
Inlandsche onderdanen’ …rakyat yang berdiam di desa-desa atau kampung-kampung terus
menerus di sebut de kleine man (wong cilik), apakah sebutan ini sesungguhnya tepat?”
“Tidak!, ucapan seperti itu atau pandangan –pandangan yang demikian sudah tidak pantas
lagi didengar oleh suatu bangsa yang sedang mulai berevolusi dan yang sedang mulai
meningkatkan dirinya!”.[11]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;b.&amp;nbsp;&amp;nbsp; Penilaian
yang positif terhadap identitas diri sebagai bangsa&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Identitas diri
meliputi masalah keagamaan, seperti ungkapan yang melarang atau mengingkari agama
sendiri, yaitu agama Islam. Harian Kaoem Muda pada tahun 1915 mengecam suatu
perkawinan antara putri seorang Bupati dengan seorang Perwira Eropa yang tidak menganut
agama Islam.[12]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kemudian identitas kebangsaan, seperti kecaman
dan kritikan pedas yang dilancarkan terhadap orang Indonesia yang meminta persamaan
status hukum dengan orang Eropa. Hal demikian dianggap sebagai pengkhiahat dan
merendahkan bangsanya sendiri. Selama masih ada orang demikian yang merasa sok
berlagak, apakah sesungguhnya yang dapat kita harapkan dari orang Eropa. Demikian tulis
harian Kaoem Moeda.[13] Identitas diri yang juga didengungkan adalah sebagai bagian dari
bangsa Asia dengan suatu anggapan akan hancurnya peradaban Barat disusul dengan
bangkitnya Asia sebagai kekuatan yang pernah memimpin dunia.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;c.&amp;nbsp;&amp;nbsp; Cita-cita menentukan nasib sendiri dan politik.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Masalah tuntutan persamaan hak-hak politik secara gamblang dan terang-
terangan diucapkan, dimulai ketika pemerintah Belanda bermaksud membentuk milisi pada
tahun 1914. Tjokroaminoto dalam bulan september 1914, menolak rencana pembentukan
milisi apabila tidak disertai perbaikan dengan perluasan hak-hak politik rakyat. Beliau juga
berjanji (yang menurut Korver ‘janji samar-samar’) apabila Jawa diserang, SI tidak akan
memberikan bantuan kepada agresor.[14] Kemudian R. Ahmad mengemukakan bahwa SI
menolak dengan keras terhadap rencana pembentukan milisi rakyat, sebelum Indonesia
merdeka dan tidak mempunyai hak bicara menentukan perang dan damai, pada saat ini
Indonesia masih dianggap sebagai ‘barang’ dan tidak mungkin ‘barang’ dapat
mempertahankan diri, para pemiliknyalah yang harus mempertahankan barang. Sinar Jawa
menulis bahwa mempertahankan tanah air adalah baik, tetapi pemerintah hendaklah
memerintah rakyatnya dengan baik dan mengakhiri penindasan yang dilakukannya;bangsa
Indonesia harus lebih dulu disamakan derajatnya dengan bangsa-bangsa lain.[15]&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;G.J. Hazeu (Penasihat untuk Urusan Bumiputra) menyatakan bahwa
kesadaran politik dan cita-cita otonomi bagi pemimpin-pemimpin SI semakin tumbuh dan
bahwa sikap ini dengan cepat meluas pada anggata-anggotanya.[16]&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Fakta-fakta tersebut menunjukkan kesadaran politik seluruh lapisan masyarakat bahwa
bangsa Indonesia tidak boleh pasif menerima nasib dijajah oleh kolonial Belanda tetapi harus
bangkit menetukan nasibnya sendiri berhasil dilakukan SI.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tahun
1915, Sarekat Islam telah memiliki 500 000 anggota,[17] dan enam tahun kemudian yaitu
tahun 1921 anggotanya telah mencapai dua juta[18] orang serta telah terbentuk cabang-
cabang SI di seluruh provinsi di Indonesia kecuali Irian Barat.[19]&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kongres Nasional Pertama di Bandung, dihadiri oleh seluruh cabang Sarekat Islam yang
meliputi&amp;nbsp; Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. Kongres yang bersifat
nasional ini bukan hanya pertama bagi Sarekat Islam, tetapi juga merupakan kejadian
pertama kali dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia. Hal ini tidak sekedar
mencerminkan bahwa Sarekat Islam telah tersebar ke seluruh penjuru tanah air (yang kelak
menjadi batas-batas kekuasaan wilayah Indonesia), tetapi juga mencerminkan suatu usaha
yang sadar dari para pemimpin SI untuk menyebarkan dan menegakkan cita-cita
nasionalisme dengan Islam sebagai ajaran yang dianggap dasar dalam pemikiran tersebut.
[20]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kata ‘nasional’ diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk
pertama kalinya. Menjelaskan kata ‘nasional’ Tjokroaminoto berkata bahwa ia merupakan
suatu usaha untuk meningkatkan seseorang pada tingkat&amp;nbsp; natie …usaha pertama
kali untuk berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya agar orang-
orang Indonesia diberikan hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah-masalah
politk.[21] Kemudian dalam pidatonya Beliau mengemukakan lebih spesifik mengenai
bagaimana seharusnya hubungan antara Indonesia dengan Belanda, sebagai berikut:&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; “Tidaklah layak Hindia –Belanda
diperintah oleh Holand, Zoals een landheer zijn percelen beheert (sebagai tuan tanah yang
menguasai tanah-tanahnya). Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan
yang diberikan makanan hanya disebabkan oleh susunya. Tidaklah pada tempatnya untuk
menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud
mengambil hasilnya.&amp;nbsp; Keadaan yang sekarang yaitu negri kita diperintah oleh
suatu Staten-General yang begitu jauh tempatnya nun di sana…dan pada saat ini tidaklah lagi
dapat dipertanggung jawabkan bahwa penduduknya terutama penduduk pribumi, tidak
mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut
nasibnya sendiri….Tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang
dan peraturan untuk kita tanpa partisipasi kita, mengatur hidup kita tanpa kita”.[22]&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Korver menyatakan bahwa Kongres SI merupakan kesempatan pertama
dalam sejarah Indonesia yang memungkinkan manusia Indonesia dari berbagai bagian
kepulauan Indonesia bersama-sama melaksanakan politik dan bertukar fikiran mengenai
bermacam-macam permasalahan.[23]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Berdasarkan kenyataan di atas,
maka di Indonesia pada awal abad ke XX tahun 1915 M Sarekat Islam satu-satunya
organisasi gerakan politik yang telah berhasil dan mampu menggerakan kesadaran politis dan
menyelenggarakan kongres tingkat nasional I (pertama) di Bandung/Jawa Barat .Setelah
melaksanakan Kongres Nasional pertama di Bandung, kemudian disusul Kongres Nasional II
(1917).[24]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kongres Nasional ke II diselenggarakan di Jakarta
melahirkan Program asas dan program Tandzim. Keterangan Asas (Pokok) mengemukakan
kepercayaan Centraal Sarekat Islam bahwa: “Agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal
persamaan derajat manusia…dan bahwasannya itulah sebaik-baiknya agama buat mendidik
budi pekertinya rakyat…Partai juga memandang agama sebagai sebaik-baiknya daya upaya
yang boleh dipergunakan agar jalannya budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama
budi pekerti….dan memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan
rakyat…di atas jalannya pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya akan
boleh mendapat kasa pemerintah sendiri (Zelf bestuur).[25]&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sesungguhnya mulai menampak betul-betul sifat, maksud dan tujuan “Syarikat Islam”
ialah ketika sudah ditetapkan Program-Asas[26] (Beginsel-program) dan Program-
Pekerjaannya (Program van Actie) di dalam Kongresnya pada tahun 1917 di Batavia
(DJakarta). Maksud Pergerakan S.I : akan menjalankan Islam dengan seluas-luas dan
sepenuh-penuhnya, supaya kita mendapat suatu Dunia Islam yang sejati dan bias menurut
kehidupan Muslim yang sesungguh-sungguhnya[27].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Program kerja
dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya
dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan
menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga
menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang
pendidikan, SI menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di
sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, SI menuntut dihapuskannya segala peraturan dan
undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut
pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu
hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai
juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere
landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang
menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang
keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang
dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian SI menuntut pemerintah untuk memerangi
minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak
serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah
poliklinik dengan gratis.[28]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam Kongres Nasional Ke II ini
terlihat bahwa dalam tubuh SI ada kubu baru yang menyusup (infiltrasi) sehingga menjadi
konflik antara kubu Islam versus kubu Komunis . (SI Cabang Semarang) dan dalam Kongres
Nasional tahun 1919 terjadi puncak konflik . Komunisme pertama kali diperkenalkan oleh
Hendricus Josephus Fransiscus Marei Sneevliet. Dia memulai karirnya sebagai seorang
penganut mistik Katholik tetapi kemudian dia beralih ke ide-ide sosial demokratis
revolusioner. Sneevliet datang ke Hindia pada ahun 1913 setelah mengalami masa ramai dan
penuh angin topan di SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) dan gerakan-gerakan
buruh yang mempunyai hubungan dengan SDAP, kemudian dia menjadi simpatisan SDP
(Sociaal Demokratische Partij), perintis Partai Komunis, pecahan SDAP. Dia kemudian
bertindak sebagai agen Komunis Internasional (Komintern) di China dengan nama samaran
G. Maring. Kemudian dia menetap di Surabaya selama dua bulan dan menjadi pemimpin
redaksi Handelsblad, kemudian menjadi sekretaris Kamar Dagang di Semarang. [29] Di
Semarang Sneevliet mendirikan VSTP (Vereeniging Spoor en Tramwegpersoneel) Serikat
Buruh dan Trem sebuah gerakan radikal dimana ia kelak bertemu dengan Semaun, sebelum ia
memprakarsai berdrinya ISDV (Indsche Sociaal Democratische Vereniging) bersama Ir.
Adolf Baars.[30] Partai kecil beraliran kiri ini dengan cepat akan menjadi partai komunis
pertama di Asia yang berada di luar Uni Soviet.[31] Sejak datang ke Hindia dia sanga tertarik
dengan gerakan-gerakan buruh, untuk menjalin hubungan dengan gerakan politik Indonesia,
ia mulai menerbitkan Het Vrije Woord (Kata yang bebas). Anggota ISDV pada mulanya
hampir seluruhnya orang Belanda, kemudian sekitar tahun 1914-15 partai ini menjalin
persekutuan dengan Insulinde (Kepulauan Indonesia), sebuah partai yang didirikan tahun
1907 dan setelah tahun 1913 menerima sebahagian besar anggota Indische Partij yang
berkebangsaan Indo-Eropa yang radikal.[32] Tetapi organisasi ini bukanlah merupakan media
ideal bagi ISDV untuk meraih rakyat sebagai basis utamanya, oleh sebab itu ISDV mulai
berpaling ke SI.[33] Pemimpin-pemimpin muda SI yang radikal di tarik oleh Sneevliet dan
Baars ke ISDV dan dimatangkan dalam arti sosialis-revoluioner. Orang terpenting dari
kelompok ini adalah Semaoen yang sangat berjasa bagi organisasi SI cabang semarang
melalui garis sosialis.[34], juga Alimin di Batavia (Jakarta)[35].&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sebelum diselenggarakan Kongres Nasional SI Pertama di Bandung, sejumlah aktivis
ISDV bangsa pribumi sudah bergerak secara aktif di SI dan Semaun hadir pada saat itu.[36]
Deliar Noer menyatakan bahwa tujuan ISDV ialah memancing rakyat banyak untuk
memperoleh dukungan-dukungan kepemimpinan mereka dalam rangka pergerakan rakyat
pada umunya. Mereka merasa cukup apabila kepercayaan rakyat terhadap Sarekat Islam
goncang. Sebagaimana yang dikatakan Adolf Baars,“…Kami tahu…perdebatan ini telah
menyebabkan kebingungan yang besar di kalangan orang-orang Indonesia…dan bahwa
masalah ini banyak diperkatakan. Dengan itu saja, tujuan kita pun telah berhasil”.[37]
Kegiatan ISDV di dalam lingkungan Sarekat Islam mengoncangkan partai seperti dalam
masalah-masalah Indie Weerbaar, Volksraad dan perburuhan.[38] Para pemimpin SI yang
anti komunis menaruh curiga bahwa kegiatan-kegiatan ISDV mendapat sokongan dari pihak
pemerintah Belanda dalam rangka usaha untuk mencegah pengikut partai yang tumbuh cepat
dan hal ini telah menyebabka timbulnya ketakutan di kalangan orang Belanda. Abdul Moeis
menulis bahwa Sneevliet seolah-olah dikirim dengan sengaja oleh pemerintah Belanda untuk
memecah gerakan rakyat yang merupakan bahaya besar bagi tanah air Belanda.[39]&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pengaruh kiri ke dalam Sarekat Islam semakin bertambah besar, jumlah
anggota SI Semarang berkembang pesat mencapai 20.000 orang pada tahun 1917 dan di
bawah pengaruh Semaoen mengambil garis keras anti kapitalis yang kuat. Cabang ini
semakin hari semakin lantang menyerang SI terutama masalah Indie Weerbaar dan Volksrad
sebagaimana telah dijelaskan, dan dengan sengit menyerang kepemimpinan Central Sarekat
Islam, terutama terhadap Salim dan Moeis.[40]Pada bulan November 1918 Sneevliet
dibuang, sementara Adolf Baars pulang pada bulan Maret 1919. Kepergian pemimpin-
pemimpin Belanda menjadikan Semaoen dan Dharsono yang terkenal mahir dalam teori,
tampil sebagai pemimpin. Fokus policy-nya adalah hubungan dengan Sarekat Islam, dalam
hal ini masalah infiltrasi untuk menancapkan pengaruh dalam SI.[41] Pada tahun 1918,
Semaoen terpilih sebagai pengurus pusat CSI. Pada masa itu SI cenderung terwarnai oleh
pentolan-pentolan ISDV,[42] kegiatan pun bergeser kemasalah-masalah perburuhan. Pada
kongres SI tahun 1918 disetujui mengenai pemogokan-pemogokan buruh yang teratur untuk
memperbaiki nasib, mencari keadilan dan melawan pebuatan sewenang-wenang (dan) akan
memajukan ikhtiar kaum buruh buat memperbaiki nasib, mencari keadilan dan melawan
perbuatan sewenang-wenang itu untuk menegakkan keadilan dan untuk menghapuskan
tindakan-tindakan sesuka hati.&amp;nbsp; Partai&amp;nbsp; juga akan&amp;nbsp;
membantu pemogokan–pemogokan. Pada kongres tahun 1919 partai memberikan pengarahan
tentang cara-cara mogok, dimana pemogokan hanya dilakuakan apabila cara-cara damai tidak
berhasil dan apabila menurut perhitungan kemenangan dapat diraih oleh pihak buruh.
Pemogokan pada mulanya harus dibatasi pada suatu tempat, kemudian diperluas ketempat
lain dan pada akhirnya seluruh Tanah Air, bergantung kepada perlu tidaknya tekanan
ditingkatkan sebagai sokongan terhadap tuntuan pekerja.[43]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada
Kongres Nasional SI ke VII Oktober 1921 di Surabaya tersebut SI Merah (Komunis) secara
organisatoris dikeluarkan dari tubuh SI. Kubu Komunis Yang dikeluarkan dari kubu SI (SI
Putih) tahun 1921 menjadi PKHT dan pada tahun 1924 M menjadi PKI. Berontak tahun 1926
dan 1927 di Sumatra, 1948 di Jawa/Madiun, 1965 G30S di Jakarta.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Komunisme bagi Sarekat Islam seperti duri dalam daging, semenjak awal datangnya
faham ini membidik SI sebagai sasaran untuk mensosialisasikan ide-idenya. Sarekat Islam
yang berbasis rakyat kecil, adalah lahan subur bagi komunisme. Ketika Sun Yat Sen
memimpin revolusi cina, Lenin sangat terkesan dan menaruh harapan besar bagi
perkembangan komunisme di Asia.&amp;nbsp; Oleh sebab itu Lenin memerintahkan kontak
yang lebih dekat dengan gerakan emansipasi di Timur khususnya negeri-negeri yang
dipengaruhi Hinduisme. Perkembangan yang ‘menggembirakan’ komunisme di Asia
digambarkan lewat ungkapan Lenin yang dicatat oleh G. Sinovjet dalam Die Weltpartei des
Leninismus: “Apa yang terjadi di Barat memang sangat penting, tetapi apa yang terjadi di
Timur lebih penting, karena membuka jalan untuk berreovolusi”.[44] Revolusi Rusia
(revolusi Bolsjewik),&amp;nbsp; pada tahun 1917, memberikan dorongan kaum komunis
diseluruh dunia untuk menyusun langkah-langkah menuju revolusi dunia.&amp;nbsp; Pada
tahun 1918 SDAP&amp;nbsp; mentransformasikan dirinya menjadi Parati Komunis
Belanda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Upaya-upaya untuk mengeluarkan orang-orang Komunis
diprakarsai oleh Agus Salim dan Moeis yang memandang bahwa perbedaan antara yang
terjadi adalah perbedaan prinsip. Oleh sebab itu Komunisme merupakan tantangan utama
bagi Sarekat Islam dalam bidang ideologi.&amp;nbsp; Neratja edisi 18 Oktober 1921
memuat tulisan Agus Salim yang menyatakan bahwa tindakan disiplin haruslah juga diambil
terhadap PKI (Partai Komunis India; maksudnya Hindia) karena hal ini sangat perlu untuk
menegakkan dasar partai, yaitu Islam. Panetrasi dassar-dasar bukan Islam mengakibatkan
partai melemah. Kemudian Salim berkeyakinan bahwa tidak perlu mencari isme-isme lain
yang akan mengobati pergerakan, obatnya ada dalam asasnya sendiri, asas yang lama dan
kekal yang tidak dapat dimubahkan orang sunggupun sedunia memusuhi dengan permusuhan
lain atau tazim, asas itu adalah Islam.&amp;nbsp; Segala kebajikan yang terdapat dalam
suatu isme, ada dalam Islam dan sesuatu kecelaan atau kenistaan dalam suatu isme tidak
terdapat dalam Islam.[45]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kongres Nasional VII digelar di Surabaya
dihadiri oleh 36 cabang SI.[46] Tjokroaminoto tidak hadir pada kongres tersebut, sehubungan
dengan penahanan yang dilakukan pemerintah Belanda dengan tuduhan bahwa
Tjokroaminoto telah memberikan keterangan palsu dalam kasus afdeiling B.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Seamoen dan Tan malaka berusaha mempengaruhi keputusan sidang agar
tidak menyetujui kebijakan disiplin partai, melalui pidatonya yang masing masing diberi
waktu lima menit. Pada pidatonya Tan malaka menyatakan sebagai berikut :&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;“Saya telah mengemukakan berbagai hal yang sama-sama ada pada PKI dan
CSI. Saya menunjuk persatuan antara kalangan Muslimin di Kaukasus, Persia, Bukhara dan
daerah-daerah lainnya dengan kaum Bolsycwik. Persatuan dengan kaum buruh Islam itu
dianggap oleh kaum kapitalis Inggris sebagai suatu bahaya bagi penindasannya. Itulah
sebabnya&amp;nbsp; Pemerintah Inggris sampai minta dua kali dengan sangat kepada
pemerintah Soviet&amp;nbsp; menghentikan propagandanya di negara-negara Islam. Ini
menggambarkan betapa sadarnya&amp;nbsp;&amp;nbsp; kaum Islam di luar&amp;nbsp;
Hindia dan benar-benar memahami siapa kawan dan siapa lawan mereka di dunia ini.
Dikongres saya minta pemimpin-pemimpin CSI membujuk anggotanya supaya tidak mau
menerima disiplin partai.”[47]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tahun 1921 M&amp;nbsp; HOS
Cokroaminoto ditangkap dan ditahan oleh Belanda. Penahanan terhadap Tjokroamnoto
terjadi dilatarbelakangi peristiwa-peristiwa kerusuhan di Toli-toli, Sulawesi yang
mengakibatkan ditangkapnya&amp;nbsp; Moeis dengan tuduhan telah Mengadakan
provokasi terhadap masyarakat Sulawesi. Kemudian kejadian berdarah di Cimareme pada
tanggal 7 Juli 1919.[48]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada pemeriksaan mengenai kasus tersebut
terungkap suatu organisasi rahasiah bernama Sarekat Islam Afdeling-B. Beberapa pengurus
SI, seperti Sosrokardono dituduh terlibat dalam perkara tersebut.[49] Kemudian
Tjokroaminoto ditangkap pada bulan September 1921 dengan tuduhan memberikan
keterangan palsu pada pengadilan Sosrokardono. Tjokroaminoto dibebaskan pada bulan April
1922.[50]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Penangkapan serta penahanan terhadap Tjokro ini
mendapat reaksi keras bahkan dari kalangan pers Belanda dan Dewan Rakyat yang
menyatakan bahwa tuduhan itu adalah rekayasa dengan tujuan memfitnah.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Bersambung bagian 2….&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[1] R.M.H Oemar Said
Tjokroaminoto lahir di Desa Bakur (Ponorogo/Madiun) pada tanggal 16 Agustus 1882 anak
kedua dari keluarga R.M. Tjokroamiseno (Bupati Kletjo (Madiun), Kakeknya R.M. Adipati
Tjokronegoro pernah menduduki jabatan-jabatan penting diantaranya sebagai bupati di
Ponorogo. Oleh karena jasanya pada negeri, ia dianugrahi bintang jasa Ridder der
Nederlansche Leeuw. R.M. Adipati Tjokronegoro adalah putera seorang Ulama yang
bernama Kiai Bagoes Kasan Besari yang memiliki pondok pesantren di Desa Tegal Sari,
Kabupaten Ponorogo, Karesidenan Madiun, Jawa Timur yang kemudian memperistri seorang
putri dari Susuhunan II. Dengan perkawinannya itu, dia menjadi keluarga Keraton Surakarta.
Tjokroaminoto menjalani pendidikan terakhirnya adalah O.S.V.I.A di Magelang pada usia 19
Th sebuah pendidikan untuk anak-anak priyai. (Sumber Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup
dan Perjuangannya Jilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952 dan Anhar Gonggong, H.O.S
Tjokroaminoto, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[2] Pada tanggal 13 mei 1912 tiga orang delegasi Sarekat Islam Solo
mengunjungi Surabaya untuk keprluan organisasi dan&amp;nbsp; menemui Tjokroaminoto
agar beliau bergabung dengan organisasi untuk memperkuat jajaran pengurus SI. Pada saat
itu Tjokroaminoto sedang bekerja pada sebuah perusahaan Gula di luar kota Surabaya.
Menurut keterangan yang diperolrh Deliar Noer, para pemimpin SI di Solo membayar ganti
rugi perusahaan dimana Tjokroaninoto bekerja agar kontrak kerjanya diputus dan kemudian
menjamin sepenuhnya nafkah hidup apabila beliau mau bergabung dengan SI&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[3] Beberapa alasan yang menyebabkan SI mengajukan pengakuan badan
hukum, antara lain: Pertama agar SI mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan
hukum perdata. Kedua, pengakuan badan hukum dianggap sebagai persetujuan resmi
pemerintah terhadap perkumpulan yang bersangkutan (banyak pegawai renda pemerintah
yang bersimpati tidak berani masuk SI karena takut ditindak oleh para atasan mereka).
Ketiga, sulit bagi suatu perkumpulan yang tidak diakui untuk mengadakan rapat (Peraturan
Kepolisian Umum Untuk Hindia Belanda menetapkan bahwa perkumpulan yang tidak diakui
sebagai badan hukum memerlukan izin tertulis dari Penguasa setempat untuk mengadakan
rapat atau berarti tidak boleh mengadakan rapat). Korver, 1985 hal 29-30.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[4] Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Dian Rakyat,
Jakarta:1994.&amp;nbsp; hal.6&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[5] Lihat Mansur:1995, hal 142;
Dalam penerbitan Kementrian penerangan Republik Indonesia PEPORA No. 8 dengan judul
Kepartaian di Indonesia, mengenai PSII dikemukakan sebagai berikut: “Sekalipun pada saat
itu banyak perhimpunan lainnya di lapangan sosial ekonomi, tetapi SDI&amp;nbsp; adalah
pertama-tama yang menginjak lapangan politik. Nama SDI diganti dengan SI (Sarekat Islam)
saja. Ringkasnya pada tahun 1911 SDI bergerak di lapangan sosial ekonomi. Satu tahun
kemudian,&amp;nbsp; tahun 1912 namanya berobah menjadi SI dan geraknyapun trang-
terangan di lapangan politik.” Dalam A. Ghani, hal 7.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[6] Perubahan
nama dari SDI ke SI, menurut Abdul Azis Thaba, MA. Dalam Islam dan Negara terjadi pada
tanggal 11 November 1911 dalam suatu pertemuan di Solo, hal.142.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;
[7] Abdul Azis MA.1996, hal 141.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[8] Dalam Abdul Azis Thaba MA,
1996 hal 141.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[9] Korver, hal.22&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[10] Utusan
Hindia , 7 Maret 1912; Dalam Deliar Noer, hal 126&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[11]
Korver,op.cit. hal 50&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[12] POKT (Persoverzicht in het Koloniaal
Tidjschrift) 5 (1916) hal 86, dalam Korver, op.cit. hal 54.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[13] Korver,
op.cit, hal 54&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[14] Korver, op.cit. hal 57&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[15]
Korver, op.cit. hal 58&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[16] Korver,op.cit. hal 60&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;[17] Menurut Korver jumlah anggota SI seluruhnya pada periode 1912-16 ditaksir
sekitar 700.000 anggota&amp;nbsp;&amp;nbsp; dengan 180 cabang. Korver, op.cit. hal 195.
Lihat juga Priggodigdo, op.cit. hal 7, menyatakan jumlah anggota SI sampai tahun 1916
mencapai 800.000 anggota.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[18]
Pringgodigdo,&amp;nbsp;&amp;nbsp; op.cit. hal 6 menyatakan bahwa jumlah SI&amp;nbsp;
pada tahun 1919 mencapai 2 juta orang.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[19]Cabang-cabang SI
sampai tahun 1916 telah dibuka di: Banten (1914) yaitu: Serang, Labuan dan Rangkasbitung.
Jakarta (1913), meliputi: Jakarta, Tangerang, Jatinegara dan Bogor. Priangan, meliputi:
Bandung, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Tasik Malaya, Cikalong Kulon, Majalaya dan
Manonjaya. Cirebon: Cirebon, Indramayu, Ciamis, Majalengka, Kuningan,
Jatibarang,Karangampel dan Losarang. Tegal (1913): Tegal, Pemalang, Brebes dan
Patarukan. Banyumas (1913): Banjarnegara, Purbolinggo, Cilacap, Sukaraja dan Purwokerto.
Pekalongan (1913) : Pekalanongan dan Batang. Bagelan (1913): Wonosobo, Kutoarjo,
Purworejo, Gombong dan Kebumen. Kedu (1913): Parakan, Muntilan, Tumanggung dan
Magelang. Semarang (1912): Kdus, Demak, Purwodadi, Semarang, Sukaraja, Salatia,
Kendal, Ambarawa, Pati, Jepara, Godong dan Kaliwungu. YogyakartaSurakarta(1912):
Surakarta, Sragen, Boyolali, Klaten, Batureno, Karanganyar, Delanggu dan Selo.
RembangMadiun (1912): Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan dan Pacitan. Kediri (1913):
Kediri, Tulungagung, Gurah, Blitar, Pare, Nganjuk, Kertosono, Padangan dan Wlingi.
Surabaya (1912): Surabaya, Sidoarjo, Jombang Mojokerto, Gresik, Sidayu dan Babad.
MaduraPasuruan (1913): Malang, Bangil, Kapanjen dan Pasuruan. Probolinggo (1914):
Probolinggo, Kraksaan, Paiton, Lumajang dan Gading. Besuki (1913): Banyuwangi, Jember,
Situbondo, Bondowoso, Besuki dan Kalisat. Bali (1915): Jembrana. Distrik Lampung (1914):
Telukbetung, Sukadan, Kota Bumi, Mangala, Aji Kagungan dan Negara Tulung Bawang.
Bengkulu (1914): Bengkulu dan Kroe. Palembang (1915): Palembang, Muara Enim, Lahat,
Tebing Tinggi, Pagar Alam, Muara Bliti, Pulau Panggung, Menanga, Burai dan Batu Raja.
Jambi (1916): Jambi, Muara Tembesi, Muara Tebo, Bangko dan Sarulangun Jambi. Riau
(1914) : Indragiri. Sumatra Barat (1916) : Padang. Tapanuli (1916): Sibolga Padang
Sidempuan, Barus dan Gunung Sitoli.&amp;nbsp; Sumatra Timur (1914): Medan, Labuan
Bilik, Serdang, Langkat, Tanjung Balai dan Tebing Tinggi. Aceh (1915): Kota Raja, Singkel
dan Sinabang. Kalimantan (1913): Samarinda dan Banjarmasin. Kalimantan Tenggara
(1914): Negara, (1913): Yogyakarta dan Kretek. (1913): Rembang, Bojonegoro, Tuban,
Cepu, Sidorejo, Blora, Randublatung, Jatirogo, Lasem dan Singgahan. (1913): Sepanjang,
Sampang, Sapudi, Bangkalan, Sumenep, Pamekasan dan Prenduan. Kendangan, Barabai,
Pasir, Kota Baru, Pleihari, Martapura, Muara Tewe, Alibiyu, Amuntai, Rantau, Sampit,
BakumpaiParingin, Klua, Balikpapan, Tenggarong, Kota Waringin dan Tabalong.
Kalimantan Barat (1915): Pontianak dan Sulawesi (1914): Ujung Pandang (Makasar) dan
Donggala. Korver, Op. Cit. Hal 227-230.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[20] Lihat Deliar Noer, op.
Cit. Hal 126&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[21] Idem&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[22] Deliar Noer, op,
cit hal 126-127. Lihat juga Korver op.cit hal 58-59. Mansur, op.cit hal 200.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[23] Korver op.cit hal 270&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[24] Dari berbagai
literatur, penulis menemukan bahwa kongres yang I (pertama) diselenggarakan di Bandung
pada tahun 1916. Pendapat tersebut dikemukakan sebagai berikut: Mansur, dalam buku
‘Menemukan Sejarah, 1996, hal 192 dan198. Deliar Noer, dalam Gerakan Modern Islam di
Indonesia, edisi terjemah,1982, hal 126,142, kongres ke II tahun 1917. Ape Korver, op. Cit
hal 59, 63. Pringgodigdo, dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, hal 7, sedangkan
Kongres Nasional ke II diselenggarakan di&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Jakarta 20-27
Oktober 1917 dan ke III di Surabaya 29 September-6 Oktober 1918.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;
[25] Deliar Noer, op. cit, hal 127.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[26] Program Asas ini konon
didikte oleh Rosululloh dalam mimpi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[27] Tafsir Program-Asas
P.S.I.I , hal 3 dan 4.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[28] Deliar Noer, op.cit, hal 128-129&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[29] Harry A. Poeze, Tan Malaka-Pergulatan menuju Republik, Jakarta,
1988, hal 165. Lihat juga, Korver, op,&amp;nbsp; cit, hal 6. Deliar Noer, hal 136. Ricklefs,
hal 260&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[30] Harry A. Poeze, op, cit, hal 165.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;
[31] Ricklefs, op.cit, hal260.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[32] Riklefs, op. cit hal 261. Deliar Noer
menyebutka bahwa ISDV awalnya dihuni oleh orang-orang Indo-Eropa yang tidak bersifat
Komunis, tetapi kemudian organisasi ini mempopagandakan ide Sosialis dan mengubah
dirinya menjadi perkumpulan Komunis setelah brhasilnya Revolusi Rusia.op. cit hal 136.
Lihat juga A.Poeze, op, cit hal 166.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[33] Pringgodidgo menyatakan
bahwa usaha-usaha yang dilakukan ISDV dalam rangka merekrut anggota memakai
organisasi lain sebagai perantara. Karena dia sendiri tidak bisa bersandar pada rakyat umum.
Anggota-anggota orang Belanda mendekati serdadu-serdadu Belanda (Sneevliet), serdadu-
serdadu Angkatan Laut (Bansteder) dan Pegawai Negri sipil didekati oleh A.Baars, sementara
anggota-anggota bangsa Hindia disusupkan ke SI untuk mendekati rakyat (Semaun). Op. cit.
Hal 28.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[34] Poeze, op, cit hal 166.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[35]
Alimin, lahir 1889 adalah generasi permulaan dari kaum komuis Indonesia selain Muso,
Ngadiman dan Sardjono. Alimin memasuki Budi Utomo dan Saerkat Islam. Tahun 1910
muncul Insulinde yang merupakan organ sayap kiri Budi Utomo. Aliminlah penanggung
jawab majalah kepunyaan Insulinde di Batavia dan merupakan anggota Komite Pimpinan
Sarekat Islam. Ia kemudian menjadi pimpinan Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda
yang terbentuk tahun 1914 dan menjadi Sekjennya di Batavia. Setelah Persatuan Demokrat
berubah menjadi Partai Komunis Indonesia tahun 1923, Bulan Desember 1924 ia diangkat
menjadi anggota pimpinan PKI. Setelah gagal dalam pemberontakan akhir tahun 1926- awal
1927, Alimin beserta Muso tak bisa kembali ke Indonesia setelah sebelum pemberontakan ia
ditugaskan untuk meminta nasehat Intenationale. Setelah mengalami berbagai peristiwa ia
balik ke Moskow. Partai Komunis dilarang. (Prisma No.8 Tahun 1979, Hal 50)&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[36] A.Poeze, op, cit hal 166.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[37] Deliar Noer, op.
cit hal 134.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[38] Infiltrasi yang dilakukan oleh ISDV mengakibatkan
gerakan SI berubah, yang tadinya berpusat pada usaha menanamkan kesadaran politik dan
ekonomi nasional terhadap rakyat, setelah ada serangan dari pihak Semaoen dkk. Maka para
pemimpin SI berkonsentrasi menghadapi serangan ini agar cita-cita pergerkan tetap dalam
jalur yang benar. Mansur, op. cit. Hal 251. Lihat juga Pringgodigdo yag ,enyatakan pengaruh
ISDV membuat SI cenderungnke kiri, di samping pengaruh sifat penjajahan yang ber arti
oleh bangsa untuk bangsa asing. Op.cit. hal. 8-9.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[39] Deliar Noer, op.
cit. Hal 136.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[40] Ricklefs, op. cit. Hal 263.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Serangan balasan dilakukan Agus Salim dalam Neratja edisi 1 Oktober 1917,
menulis:&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;“Adalah suatu kaum yang harus kita jauhkan dari pada
pergerakan kita, suatu kaum yang hendak menerbitkan perceraian antara bangsa kita yaitu
kaum yang hendak membagi bangsa kita atas‘kaum pekerja’ dengan ‘kaum bermodal’. Kaum
itu alah kaumnya membatalkan hak milik, yang memakai nama ‘socialist’yang dibangunkan
dan dikembangkan dalam ngri ini oleh tuan-tuan Seneevliet, Baars dan lain-lain….kaum
socialist itu membuta tuli saja hendak memindhkan sengketa dan perselidihan di rumah
tangganya (Eropa) ke Tanah Air kita,padahal suatu pun tidak ada sebabnya bagi kita akan
bersebgketa atau berselisih dalam rumah tangga kita”. Deliar Noer, hal. 133&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;[41] Sejak Revolusi Rusia pada tahun 1917, ISDV menjadi badan Komunis yang nyata.
Pada akhir tahun 1917, ISDV telah menghimpun 3.000 orang sedadu dan kelasi ke dalam
sovie-soviet, terutama di pelabuhan Surabaya. Lhat Ricklefs, op..cit. hal 265.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[42] Meminjam istilah Pringgodigdo yang menyatakan bahwa SI pada masa
itu ‘bergeser ke kiri’. Pengaruh pentolan ISDV, juga tercermin dalam Anggaran dasar CSI
sebagai sala h satu dasarnya yaiu perjuangan menentang kapitalisme berdosa. Pringgodigdo,
op. cit. Hal. 8, 28. Lihat juga Ricklefs, hal 262-263, A. Poeze, op.cit. hal 167.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[43] Deliar Noer, op. cit. Hal. 135.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[44] Dalam
Mansue, op. cit. Hal 215.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[45] Dalam Deliar Noer, op. cit hal 138-
139&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[46]Berkurangnya jumlah peserta yang hadir pada kongres ini
dibanding kongres-kongres sebelumnya,&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; sebahagian
disebabkan kesukaran keuangan (seringnya kongres diadakan dengan sendirinya merupakan
beban yang berat bagi para anggota dalam hal keuangan). Disamping itu reaksi represip
Pemerintah Belanda dalam menghadapi kecenderungan kekerasan politik yang terjadi pada
saat itu, menyebabkan para pendukung partai merasa tertekan dan takut. Faktor&amp;nbsp;
lain yang sangat berpengaruh adalah konflik elit partai yang menjurus pada hal-hal yang
bersifat pribadi, telah turut pula merenggangkan ikatan kepemimpianan terhadap pengikut
massa pengikut yang mulai mempertanyakan hubungan mereka terhadap partai. Hal ini juga
suatu bukti bahwa, penetrasi golongan Komunis yang beroperasi sejak tahun 1914 telah
berhasil memecah kekuatan SI. Lihat Deliar Noer, op cit&amp;nbsp; hal 141&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[47] Total waktu brbicara bagi golongan komunis pada kongres ini adalah
15 menit, lima menit untuk Semaoen, lima mnit untul Tan Malaka dan lima menit untuk
wakil komunis cabang selain Semarang.Hal ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya
dimana golongan Komunis bebas berbicara tanpa dibatasi waktu dan materinya. Sebelum
naik ke mimbar ketua panitia mengingatkan kepada pihak Komunis untuk tidak melakukan
propaganda Komunis. A.Poeze,op.cit.hal 205.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[48] Peristiwa
Cimareme terjadi ditengah-tengah ancaman kelaparan yang mengancam pulau Jawa, untuk
mengatasi bahaya kelaparan tersebut Pemerintah Belanda mengambil kebijakan untuk
mengambil beras dari para petani dengan jumlah tertentu. Tetapi dalam tehnis pengambilan
beras tersebut tidaklah sesuai dengan ketentuan, melainkan sesuai dengan para pejabat
setempat yang berbua sewenag-wenang. Bahkan pengambilan beras seringkali tidak memakai
tanda terima, sehingga penyerahan beras dilakukan beberapa kali.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Haji Hasan seorang penduduk berusia 86 tahun, menolak meyerahkan jatah beras
dengan alasan jatah beras tersebut untuk menghidupi sejumlah orang yang harus diberi
makan. Pada bulan April dia memohon kepada pemerinah untuk mengurangi jumlah padi
yang harus diserahkan, tetapi Bupati menolak dan mengutus Wedananya untuk tetap
mengambil berdasarkan jumlah yang telah ditentukan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada tanggal 7
Juli 1919, datanglah Wedana dan para pamongnya. Haji Hasan bersama keluarga dan warga
setempat berbaris dengan pakaian putih dan menolak menyerahkan padi, kemudian Wedana
melaporkan hal ini kepada Residen dan Bupati bahwa masyarakat di kampung Cimareme
mau menyerang para Pejabat Pemerintah. Tidak lama kemudian datanglah Residen dengan 30
orang polisi, kemudian Bupati yang juga datang menyita keris dan baju Haji Hasan dan
warganya. Karena Haji Hasan dan Warganya tidak mau beranjak dan membubarkan
barisannya, Residen menyuruh polisi untuk menembak barisan tersebut. Maka empat orang
tewas seketika, 20 orang luka berat, 30 petani ditangkap serta sebahagian lain berhasil
melarikan diri. Lihat Deliar Noer, op.cit.hal 215-216. Ricklefs, op.cit. hal 263.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;[49] Sosrokardono, Sekretaris CSI pada masa itu dituduh berpartisipasi
dalam suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk melakukan kejahatan (maksudnya
Afdeling-B, pen.). Diadili di Cianjur pada bulan November 1920, kemudian dijatuhi
hukuman 4 tahun penjara. M.C. Ricklefs, berpendapat bahwa&amp;nbsp; Sosrokardono lah
yang mendirikan Afdeling B atau Seksi B atau Sarekat Islam B suatu cabang revolusioner,
pada tahun 1917. Ricklefs juga menyatakan bahwa penangkapan terhadap kasus Afdeling B,
selain Sosrokardono ditangkap juga Alimin dan Muso dimana pada saat mereka adalah orang
ISDV yang disusupkan ke SI. Pada tahun 1923, Sosrokardono dibebaskan, kemudian bersama
Alimin dan Muso bergabung dengan PKI. Pada harian Kemajuan Hindia edisi 30 Agustus
1924 memuat berita bahwa Sosrokardono menaruh dendam kepada Tjokroaminoto dan
bersama PKI menuduh beliau sebagai orang Pengecut. Ricklegs, op.cit. hal. 264,271. Noer,
op.cit.hal. 218.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[50] Robert Van Niel, ‘Development of the Indonesian
Elite in the Early Twentieth Century’, Desertasi Ph.D, Cornel Unversity,1954. Menyatakan
fihak Belanda bertahan pada pendapat bahwa Afdeling-B adalah sebuah
organisasi&amp;nbsp; rahasiah yang mempunyai tujuan untuk menggulingkan pemerintahan
atau mau membunuh semua orang Eropa dan Cina. Sementara itu Neratja, edisi 24 Februari
1919 melaporkan mengenai sebuah pengumuman yang dikeluarkan oleh Central Sarekat
Islam bahwa orang yang bernama Haji Ismail, Pemimpin Afdeling-B, pernah menjadi Ketua
SI Manonjaya pada tahun1914. Afdeling B didirikan pada tahun 1917 oleh Haji Ismail
dengan menempatkan para anggotanya pada disiplin keras. Kemudian pada tanggal 24
Februari 1919 Haji Ismail Mendatangi Tjokroaminoto dan menyatakan kesediannya dia dan
para pengikutnya untuk menerima intruksi dari CSI. Tjokroaminoto, selakku Presiden CSI
menolak tawaran tersebut disebabkan tidak mengetahui bentuk dari Afdeling B tersebut.
Kemudian Neratja, edisi 29 November 1919 memuat laporan G.A.J. Hazeau, Penasihat
Masalah-masalah Bumiputra, yang menyatakan bahwa Haji Hasan adalah musuh SI. Dalam
Deliar Noer, op. cit. hal. 217.&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
5301042633515045755?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/5301042633515045755/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-
1.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/530104263351504
5755'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/530104263351504
5755'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/catatan-sejarah-syarekat-islam-bag-1.html'
title='Catatan Sejarah Syarekat Islam Bag 1'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
3166141194716865554</id><published>2010-10-14T02:35:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-14T02:37:34.650-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Islam'/><title
type='text'>RIWAYAT RINGKAS PERJUANGAN KEMERDEKAAN SELAMA 4
TAHUN (1945-1949)</title><content type='html'>&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;&lt;m:smallfrac m:val="off"&gt; &lt;m:dispdef&gt; &lt;m:lmargin
m:val="0"&gt; &lt;m:rmargin m:val="0"&gt; &lt;m:defjc m:val="centerGroup"&gt;
&lt;m:wrapindent m:val="1440"&gt; &lt;m:intlim m:val="subSup"&gt; &lt;m:narylim
m:val="undOvr"&gt; &lt;/m:narylim&gt;&lt;/m:intlim&gt; &lt;/m:wrapindent&gt;
&lt;/m:defjc&gt;&lt;/m:rmargin&gt;&lt;/m:lmargin&gt;&lt;/m:dispdef&gt;&lt;/m:smallfrac
&gt;&lt;/div&gt;&lt;br /&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="text-align:
justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;1.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Daripada ikhtisar
yang dilampirkan bersama tulisan ini, kiranya sekalian pembaca dapat melihat dan
mengetahui serta mengukur sendiri, betapa grafik perjuangan kemerdekaan nasional, selama
4 tahun bulat ini.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;2.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Mula pertama, ketika
revolusi nasional lagi berkobar dan menggelora di seluruh Indonesia, seakan-akan telah
masuk dalam pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang
sejati.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-
align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;3.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Pada waktu itu
segenap lapisan masyarakat ikut serta. Tidak hanya yang memang asli “Pejuang
kemerdekaan” dimasa yang sudah, ketika dizaman kolonial Belanda dahulu hingga
pendudukan Jepang. Tetapi juga segala macam pengkhianat bangsa dan penjual agama, yang
karena sengaja atau karena tidak disengajakan oleh pihak penjajah, ikut berjuang!!!
&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align:
justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;4.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Kemudian sekarang
juga kita dapat menyaksikan siapakah golongan dan pihak serta orang-orang yang berjuang
dengan sesungguhnya, Pejuang sejati, dan siapakah Pejuang
palsu.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-
align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;5.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Tiap-tiap kali revolusi
nasional hendak menggelora dan menyapu sampah-sampah masyarakat, tiap-tiap kalinya itu
dihambat, dihalangi dan dirintangi oleh berbagai-bagai ranjau dan penghalang, dari pihak
Belanda penjajah, baik yang ada dalam tubuhnya pemerintah Belanda sendiri maupun yang
sudah masuk meresap dalam darah daging dan jantungnya pemerintah Republik
Indonesia.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;6.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Dalam riwayat yang
amat tragis, memilukan dan menyedihkan itu, maka berkali-kali “bahtera republik” terdampar
atas batu karang yang amat curam sekali. “Berkat” usaha diplomasi, yang dilakukan oleh jago
jago alias pemimpin republik! Itulah makanan yang dijanjikan “Belanda”, yang berisi racun
bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;7.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Naskah Linggarjati
bernatijahkan “repot” dan “rewel.” Tetapi lumayan, untuk menaikkan Syahrir di atas
panggung “politik kolonial”. Biar negera dan Rakyat rugi dlohir dan bathin tapi Syahrir yang
“kecil” itu menjadi “tuan besar”, cukuplah sudah agaknya. Yang lebih mentakjajubkan lagi,
sebagian besar lapisan masyarakat menyetujui NASKAH LINGGARJATI itu, dengan karena
kecerdikan tipu daya yang propagandistis, yang dihambur-hamburkan oleh pihak republik
sendiri.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-
align: justify;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br
/&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Istilah “International
minded” (baca: internasional maindid) menjadi alasan yang maha penting. Hanya benteng
Republik Indonesia “marhum” dan Masyumi serta keluarganya yang berani terang-terangan
menyatakan “tidak setudju” kepada NASKAH LINGGARJATI itu, tetapi tetap
loyal.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;8.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Naskah Renville lebih
tidak berharga lagi daripada Naskah Linggarjati, yang memang sudah amat merosot nilainya
itu. Baik dipandang dari sudut politik, maupun ditinjau dari sudut militer. Walaupun
NASKAH RENVILE ini merupakan harga pembelian negara yang amat rendah sekali, tetapi
toh didalam kalangan yang Khusus. Sjarifuddin masih juga mendapat penghargaan yang
pantas, sebagai “tengkulak negara” dan agen “imperialis Belanda”. Sayang umurnya pendek.
Ya sayang! Kata manusia yang picik! Karena pada zaman “peristiwa Madiun” terakhir, ia
telah pulang ke laknatullah. Riwayat tengkulaknya tidak memanjang, lebih daripada
umurnya.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-
family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;1)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Daerah Republik,
yang sejak NASKAH LINGGARJATI hanya meliputi Jawa dan Sumatera Saja, maka dengan
NASKAH RENVILE lebih merosot lagi, sampai batas “demarkasi Van
Mook”.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;2)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Luar daripada itu,
merupakan tanah pendudukan, alias persiapan jajahan.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-
family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;3)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Pemimpin-pemimpin
didaerah pendudukan, baik yang nasional, yang Islam ataupun haluan lainnya, melarikan diri
menuju ibu-kota republik (Djogdjakarta Adi Ningrat), sambil meninggalkan Rakyat, pengikut
dan handai taulannya.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;4)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Sebagian lagi, masuk
kekota-kota pendudukan (Bandung, Djakarta, dll., sebagainya) untuk “cari-selamat”. Ada
yang terus dan terlanjur menjadi “Belanda-hitam”, dan ada pula yang passif. Itu semuanya
karena propaganda Belanda “menakut-nakuti” dan mengancam, walaupun katanya ada
“ampunan” atau amnesti. Maklum penakut ..... sebelum dikejar, sudah lari tunggang-
langgang!&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;5)&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Tetapi walaupun
betapa pula halnya, dengan adanya Naskah Renville dan kekhianatan Amir Sjarifuddin
menjual negara dan Rakyat, maka wajiblah kita panjatkan syukur kehadlirat Ilaahi. Sebab
karena NASKAH RENVILE dan khianatnya Amir Sjarifuddin-lah, maka Ummat Islam
Bangsa Indonesia didaerah pendudukan, terutama di Jawa sebelah barat, lebih chusus lagi di
Priangan dan Cirebon, sebagai pelopornya, terpaksa bangkit dan bergerak, angkat sendjata
melawan penjajahan durdjana.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;6)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Sekali lagi,
Alhamdulillah, karena kalau Amir Sjarifuddin tidak berchianat dan menjual negara, rupanya
–begitulah hitungan manusia– Ummat Islam akan tetap tidur nyenyak dan ..… Wallahu
‘alam!&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-
align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;9.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Taktik dan politik
Belanda yang bernatijahkan NASKAH RENVILE, baik dengan memasukkan “agen-
agennya” kedalam tubuh Republik, maupun dengan kekerasan dan keganasannya, yang
merupakan aksi polisionil pertama, rupanya dianggap sebagai “percobaan” (steekpruf) untuk
menentukan sikap dan pendiriannya dimasa mendatang.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;10.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;Kedalam digalau dengan penyakit “pembangunan”,
sedang dari luar diserang dengan pukulan yang hebat, ialah Aksi Polisionil Kedua, maka
dalam sekejap mata Pemerintah Republik jatuh ditangan Belanda.&lt;/span&gt;&lt;span
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Setelah ditawan, dengan cara yang halus, Pemerintah
Republik tidak jemu-jemunya melagukan nyanyian-nyanyiannya yang sudah amat tidak
aktuil itu, ialah membuat rundingan diplomasi.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Maka mau ataupun tidak mau, benteng Indonesia yang
gagah perkasa itu, karena kalah silatnya dengan singa Belanda, terpaksa diikat lehernya,
walaupun memakai rantai mas, dan kemudian masuk dalam salah satu kandang dalam Kebon
Binatang Modern, yang bernamakan “Negara Indonesia Serikat” atau “Republik Indonesia
Serikat.” Kalau perlu, dan tidak malu, boleh ganti lain “nama.”&lt;/span&gt;&lt;span
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;11.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Inilah gambaran proses dan natijah, yang tumbuh daripada Statement
Rum-Royen, yang dilangsungkan pada tanggal 7 Mei 1949, jam 17.00
itu.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;12.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Dengan adanya Statement Rum-Royen itu, maka Rum telah
menyelesaikan tugasnya:&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;1)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Atas nama Republik,
khusus Bung Karno dan Bung Hatta, yang pada dewasa akhir-akhir ini memang tidak tahu
malu lagi, menjual negara sampai habis, obral besar-besaran, sehingga mulai ditanda-
tanganinya Statement Rum-Royen itu, maka hilang-musnahlah Kedaulatan Republik
Indonesia, yang sejak beberapa waktu memang berangsur-angsur diserahkan kepada Belanda
sang penjajah.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;2)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Sebagai wakil
Masyumi, wakil Ummat Islam ..…sungguh amat memalukan sekali! Kalau dulu, zaman
Naskah Linggarjati Masyumi mati-matian “anti-Naskah-Linggarjati”, sekarang: wakil
Masyumi dalam kabinet dan Wakil Ummat Islam sendiri yang dapat giliran terakhir: menjual
negara sampai habis ledis.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;3)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Sungguhpun
peristiwa yang amat tragis itu amat memilukan hati Rakyat kita, ter-utama Ummat Islam
Bangsa Indonesia, tetapi dibalik itu wajiblah kita bersyukur kehadlirat
Ilaahi;&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;a.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;bahwa di balik
kerugian yang amat besar itu, dalam pandangan nasional, tetapi bagi Ummat Islam Bangsa
Indonesia adalah semuanya itu menjadi salah satu syarat dan sebab akan turunnya Kurnia
Ilaahi yang maha-besar ialah: Proklamasi Berdirinya Negara Islam Indonesia.
Dan&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 1in; text-align: justify; text-
indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;b.&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;bahwa segala sesuatu
itu sungguh-sungguh berputar karena qudrat iradat Allah semata-mata, Allahu Akbar. Tiada
sesuatu di luar-Nya.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;13.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Semoga Allah berkenan menjauhkan kita daripada pengulangan
“lembaran hitam” daripada riwayat Diponegoro, riwayat pertentangan Khalifah ‘Ali dan
Mu’awiyah, dan riwayat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, selama 4 tahun ini,
dan lain-lain riwayat yang natijahnya menjatuhkan harkat derajat dan kedudukan sesuatu
Bangsa dan Ummat. Insya Allah, amin.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;“Sebodoh-bodoh keledai, tidaklah ia jatuh atas batu, dimana ia mulai
pertama jatuh!”&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;14.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Karena Republik Indonesia sejak hari tanggal tersebut di atas sudah
menjadi negara bagian atau negara boneka, bahkan mungkin juga agak kurang daripada
derajat yang sesudah itu, maka perlulah kami menyatakan beberapa peringatan, kalau-kalau
masih ada jalan untuk menaikkan sebagian daripada Ummat yang terseret daripada jalan yang
benar, yang sudah jatuh, kepada jalan kemuliaan.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Dengan karena Tolong dan Kurnia Allah punya
hendaknya.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="text-align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;1)&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Kepada saudara-
saudara kaum republikeinen!&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Kalau saudara-saudara masih mempunyai semangat
berjuang dan hasrat melanjutkan perjuangan kemerdekaan: ikutilah langkah kita melakukan
tugas suci, menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia!
&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"
style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;2)&lt;span
style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Kepada Ummat Islam
Bangsa Indonesia!&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Khususnya di sini kami harapkan kepada sdr. kita yang
tertipu atau ditipu atau yang memberi kesempatan (untuk –pen.) ditipu, baik oleh pihak lawan
(Belanda penjajah) maupun oleh pihak kawan sendiri (pemimpin-pemimpin Republik dan
pemimpin-pemimpin Masyumi)!&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Walaupun sudah terlalu amat terlambat, ‘ibarat “nasi
sudah hampir menjadi bubur”, tetapi bagi saudara-saudara yang masih hendak menegakkan
Kalimatullah &lt;i&gt;–li ‘ilai kalimatillah–&lt;/i&gt; Insya Allah masih ada jalan terbuka
yang dilapangkan Allah bagi melakukan wajib suci, sepanjang hukum-hukum suci, yang
dikurniakan Allah, dengan pedoman Kitabullah dan Sunnatin-Nabi
Saw.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-
align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Karena
Allah semata-mata, bagi memelihara kesucian Agama dan kepentingan Negara, maka kami
memberanikan diri, menyerukan kepada saudara-saudara sekalian: Marilah kita bersama-
sama melangkah melakukan tugas wajib yang maha-suci menggalang Negara Kurnia Allah,
Negara Islam Indonesia! Insya Allah, hanya itu Sajalah jalan yang menjamin keselamatan
seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia, dlohir maupun bathin, didunia hingga diakhirat
kelak! Amin.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;3)&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV" style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Tentang hal ini,
kepada saudara-saudara kaum Republikkeinen dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, yang
tertipu atau ditipu.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Periksalah sekali lagi Maklumat Imam No. 6, yang ditulis
pada awal-permulaan Belanda melakukan aksi Polisionilnya yang kedua, 22 Safar 1368/23
Desember 1948!!! Camkanlah baik-baik!!&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent:
-0.25in;"&gt;&lt;span style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;15.&lt;span style="font: 7pt &amp;quot;Times New
Roman&amp;quot;;"&gt;&amp;nbsp; &lt;/span&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Dengan ini, maka dalam 4 tingkatan masa perjuangan (fase) selesailah
sudah perjuangan kemerdekaan nasional, yang diusahakan selama 4 tahun
itu.&lt;/span&gt;&lt;span style="font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Tegasnya: kini Republik Indonesia telah kembali kepada
derajat sebelum proklamasi, yakni: derajat nol besar.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div
class="MsoListParagraphCxSpLast" style="text-align: justify;"&gt;&lt;span lang="SV"
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;br /&gt;Inna lillahi wa inna ilaihi radji'un!&lt;/span&gt;&lt;span
style="font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoNormal" style="text-
align: justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img
width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
3166141194716865554?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/3166141194716865554/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/riwayat-ringkas-perjuangan-
kemerdekaan.html#comment-form' title='0 Komentar'/><link rel='edit'
type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/316614119471686
5554'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/316614119471686
5554'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/riwayat-ringkas-perjuangan-
kemerdekaan.html' title='RIWAYAT RINGKAS PERJUANGAN KEMERDEKAAN
SELAMA 4 TAHUN (1945-1949)'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
699783370525146587</id><published>2010-10-13T23:00:00.000-
07:00</published><updated>2010-10-13T23:00:45.408-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Sejarah Sunda'/><title
type='text'>TENTANG KAWALI</title><content type='html'>&lt;div style="text-align:
justify;"&gt;TENTANG KAWALI&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah perpindahan ibu kota Sunda
tentu memiliki alasan yang masuk akal, sangat terkait dengan pengembangan wilayah dan
keamanan negara. Ketika masa Citraganda memang diwilayah Kawali sudah lebih maju
dibandingkan Pakuan, hingga pusat pemerintahan pada periode berikutnya dialihkan ke
Kawali, sedangkan Pakuan menjadi kerajaan daerah.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tradisi
perpindahan ibukota terjadi pula pada masa Purnawarman di Tarumagara dan Tarusbawa
pada masa awal pemerintahannya. Namun peristiwa ini ada juga yang mengaitkan dengan
sifat masyarakat Sunda yang agraris - sangat theis dan percaya terhadap kekuatan alam dan
penciptanya, sehingga perpindahan ibukota dari satu daerah kedaerah lainnya tak dapat
dilepaskan dari adanya petunjuk sebagaimana didalam peristiwa spiritualnya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Seringnya suatu masyarakat berpindah-pindah demikian didalam
masyarakat modern sering ditafsirkan sebagai masyarakat nomaden, terutama ketika
membandingkan masyarakat Sunda di Sukabumi Selatan, tepatnya di Cipta Gelar, namun
yang perlu dipahami dalam masalah pemerintahan Sunda adalah latar belakang
perpindahannya bukan hanya melihat sifatnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pusat pemerintahan
yang berpindah-pindah bagi generasi sesudahnya berakibat sulitnya melacak peninggalan
masa lalu, seolah-olah ‘urang sunda’ tidak memiliki karya besar, sangat rentan untuk
dinisbikan, terutama ketika daerah tersebut sudah ‘kalindih’ kegiatan ekonomi atau menjadi
daerah pemukiman, seperti yang dialami situs Rancamaya dan Kota Bogor.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kesulitan demikian berakibat pula banyaknya spekulasi tentang siapa yang pernah
berkuasa didaerah tersebut. Misalnya, muncul spekulasi tentang kekuasaan Erlangga yang
konon sampai menguasai tatar Sunda. Kerentatan terhadap kondisi diatas juga dapat
dirasakan ketika membaca buku dalam versi lainnya, terutama klaim yang menyatakan bahwa
tanah Sunda dibagian barat pernah menjadi bagian dari kekuasaan Sriwijaya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pertama, klaim adanya kekuasaan Erlangga diketahui setelah diketemukan
Prasasti Cibadak di sungai Citatih, diperkirakan dibuat pada abad ke 15. Dalam kenyataannya
Prasasti tersebut menjelaskan tentang Sri Jayabupati, raja Sunda yang ke-20. Kebetilan ia
beristrikan putri Darmawangsa dari Jawa Timur, sehingga ia pun diberi gelar yang mirip
dengan gelar yang diberikan kepada Erlangga.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kedua, klaim tentang
kekuasaan Sriwijaya di hubungkan dengan peninggalan purbakala yang berada di pesisir
Banten. Daerah tersebut sampai saat ini masih diteliti tentang kaitannya dengan
Salakanagara. Dalam sejarah Sunda, Salakanagara dianggap sebagai awal dari kerajaan yang
berada di tatar Sunda, namun jika menyangkut masalah Pulasari, maka tidak dapat pula
dilepaskan dari eksisteni raja Pajajaran terakhir.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Perpindahan pusat
pemerintahan yang akhirnya menyulitkan pencarian jejak masa lalu, dialami juga ketika
mencari jejak&amp;nbsp; muasal Sumedang. Padahal Sumedang lebih akhir dibandingkan
kerajaan Sunda lainnya. Sampai saat ini sangat sulit menetapkan pusat-pusat
pemerintahannya, kecuali yang saat ini digunakan sebagai Museum Prabu Geusan
Ulun.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Para akhli sejarah dalam menafsirkan sejarah Sunda
menyimpulkan bahwa antara Sunda dengan Galuh pada tahun 1333 sampai dengan tahun
1482 masehi sangat terkait erat dengan Kawali. Pakuan pada masa itu sudah menjadi kerajaan
daerah, sedangkan Galuh fungsinya dianggap sudah berakhir. Hal tersebut akibat perkawinan
antara keturunan Sunda dengan Galuh. Kesamaran demikian terjadi pula ketika Sunda
beribukota di Kawali. Namun Galuh dinyatakan benar-benar dinyatakan hancur pada masa
penyerangan Syarif Hidayat ke Talaga.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada abad ke-14 di timur
muncul kota baru yang makin mendesak kedudukan Galuh dan Saunggalah, yaitu Kawali
yang berlokasi sangat strategis karena berada di tengah segitiga Galunggung, Saunggalah dan
Galuh. Sejak abad XIV Galuh dan Sunda kerap disangkut pautkan dengan Kawali, bahkan
dua orang Raja Sunda dipusarakan di Winduraja (sekarang bertetangga desa dengan
Kawali).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Para penguasa Kawali&lt;br /&gt;Kisah pemindahan ibukota
Sunda terjadi pada masa Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340) dan berakhir pada masa
kekuasaan Jayadewata, karena pada tahun 1482 masehi ia memindahkan kembali ibukotanya
ke Pakuan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Para penguasa Sunda di Kawali memiliki nama yang
harum dan sangat dikenal masyarakat. Mungkin hal ini akibat dari sifat masyarakatnya
Kawali dan sekitarnya yang homogen dibanding dengan masyarakat Pakuan, sehingga berita
lisan pun dapat praktis diteruskan kegenerasi beikutnya. Hal yang berbeda dengan
masyarakat di wilayah Pakuan cenderung heterogen dan memiliki kegiatan ekonomi yang
relatif tinggi dibandingkan &lt;br /&gt;Kawali, sehingga agak kurang peduli, atau dapat
dikatakan sangat sedikit yang peduli terhadap masalah sejarahnya dimasa lalu.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Penguasa Kawali yang terkenal, yaitu Lingga Buana, Niskala Wastu
Kencana dan Jaya Dewata. Didalam sejarah lisan, ketiga raja ini kerap dikaitkan dengan
masalah sejarah masa lalu di tatar Sunda. Seolah-olah Sunda tidak memiliki raja lainnya
selain yang ketiga penguasa ini. Selain itu, banyak dari keturunannya yang juga menjadi
tokoh dalam kisah yang lain.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah ketiga raja dimaksud adakalanya
pacaruk satu dengan lainnya. Masyarakat sulit membedakan, adakalanya ketiganya diistilah
dengan sebutan Prabu Silihwangi. Memang ketiganya memiliki nama dan kesejarahannya
yang Wangi (harum), sesuai dengan gelarnya, yakni Prabu Wangi ; Prabu Wangisutah ; dan
Prabu Silihwangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pusat Pemerintahan Sunda sampai tahun 1482 tetap
berada di Kawali. Bisa disebut bahwa tahun 1333 - 1482 adalah Jaman Kawali. Didalam
sejarah pemerintahan di Jawa Barat di sebut-sebut Kawali pernah menjadi pusat
pemerintahan Sunda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Nama Kawali diabadikan di dalam dua buah
prasasti batu peninggalan Prabu Raja Wastu yang tersimpan di "Astana Gede " Kawali.
Prasasti tersebut menegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan
keratonnya yang disebut Surawisesa dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" yang berarti
keraton yang memberikan ketenangan hidup.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada abad ke-14 di
timur muncul kota baru yang makin mendesak kedudukan Galuh dan Saunggalah, yaitu
Kawali. Lokasi Kawali berada di wilayah yang strategis, karena berada di tengah segitiga
Galunggung, Saunggalah dan Galuh. Sejak abad XIV ini Galuh selalu disangkut pautkan
dengan Kawali, bahkan dua orang Raja Sunda dipusarakan di Winduraja (sekarang
bertetangga desa dengan Kawali).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Gejala pengalihan pusat
pemerintahan sudah nampak pada masa pemerintahan Prabu Ragasuci (1297 - 1303). Ketika
naik tahta menggantikan ayahnya (Prabu Darmasiksa), ia tetap memilih Saunggalah sebagai
pusat pemerintahan, karena ia sendiri sebelumnya telah lama berkedudukan sebagai raja di
timur. Tetapi pada masa pemerintahan puteranya, yakni Prabu Citraganda, Pakuan menjadi
pusat pemerintahan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ragasuci bukan putera mahkota karena
kedudukanya itu dijabat kakaknya Rakeyan Jayadarma. Menurut Pustakan Rayarajya i Bhumi
Nusantara parwa II sarga 3, Jayadarma adalah menantu Mahisa Campaka di Jawa Timur
karena ia berjodoh dengan Dyah Singamurti alias Dyah Lembu Tal. Mereka berputera Sang
Narararya Sanggaramawijaya atau lebih dikenal dengan nama Raden Wijaya (lahir di
Pakuan). Karena Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih
lama di Pakuan. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam Babad
Tanah Jawi, Wijaya disebut pula Jaka Susuruh dari Pajajaran yang kemudian menjadi Raja
Majapahit yang pertama. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan putera mahkota
karena Wijaya berada di Jawa Timur.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Darmasiksa kemudian
menunjuk putera Prabu Ragasuci sebagai calon ahli warisnya yang bernama Citraganda.
Permaisuri Ragasuci adalah Dara Puspa (Puteri Kerajaan Melayu) adik Dara Kencana isteri
Kertanegara.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Citraganda tinggal di Pakuan bersama kakeknya. Ketika
Prabu Darmasiksa wafat, untuk sementara ia menjadi raja daerah selama 6 tahun di Pakuan
(ketika itu Raja Sunda dijabat ayahnya di Saunggalah). Dari 1303 sampai 1311, Citraganda
menjadi Raja Sunda di Pakuan, ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Prabu Lingga Dewata (putera Citraganda) mungkin berkedudukan di Kawali. Yang
pasti, Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340), menantunnya sudah berkedudukan di Kawali.
Sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap berada di Kawali. Bisa disebut bahwa tahun
1333 - 1482 adalah Jaman Kawali. Didalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat mengenal
adanya lima orang raja.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Nama Kawali terabadikan dalam dua buah
prasasti batu peninggalan Prabu Raja Wastu yang tersimpan di "Astana Gede " Kawali.
Prasasti tersebut menegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan
keratonnya yang disebut Surawisesa dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton
yang memberikan ketenangan hidup).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti&lt;br /&gt;Kesejarahan
Sunda di Kawali dikukuhkan dengan bukti otentik yang dimuat dalam Prasasti Kawali 1 yang
terletak di Astana Gede. Prasasti ini diyakini merupakan tanda kehadiran Wastu Kencana. Isi
Prasasti tersebut, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti Kawali 1 :&lt;br /&gt;00
nihan tanpa kawa-&lt;br /&gt;Li nu siya mulia tanpa bha-&lt;br /&gt;Gya parebu raja
wastu&lt;br /&gt;Mangadeg di kuta kawa-&lt;br /&gt;Li nu mahayu na kadatuan&lt;br
/&gt;Surawisesa nu margi sa-&lt;br /&gt;Kuliling bdayeuh nu najur sagala&lt;br /&gt;Desa
aya ma nu pa(n) deuri pakena&lt;br /&gt;Gawe rahhay pakeun heubeul ja-&lt;br /&gt;Ya
dina buana 00&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(yang berada di kawali ini adalah yang mulia pertapa
yang berbahagia Prabu Raja Wastu yang bertahta di Kawali, yang memperindah keraton
Surawisesa, yang membuat parit (pertahanan) sekeliling ibu kota, yang mensejahterakan
(memajukan pertanian) seluruh negeri. Semoga ada (mereka) yang kemudian membiasakan
diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti Kawali 1
tentu tidak bisa dipisahkan dari Prasasti Kawali Ke 2. Isinya mengenai nasehat Prabu Wastu
Kencana kepada para penerusnya. Prasasti tersebut sangat akrab disebuat Wangsit atau
Wasiat Wastu Kencana.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti Kawali 2 :&lt;br /&gt;Aya
ma&lt;br /&gt;nu ngeusi bha-&lt;br /&gt;gya kawali ba-&lt;br /&gt;ri pakena kere-&lt;br
/&gt;ta bener&lt;br /&gt;pakeun na(n)jeur&lt;br /&gt;na juritan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;
[semoga ada (mereka) yang kemudian mengisi (negeri) Kawali ini dengan kebahagiaan
sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam
perang].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti tersebut merupakan wasiat dari Niskala Wastu
Kancana kepada para penerusnya agar dapat mempertahankan Kawali dengan cara berbuat
kebajikan kepada warganya. Wasiat ini benar-benar memiliki makna yang universal.
Mungkin jika diterapkan dalam teori kepemimpinan dapat memberikan arah yang jelas
tentang sosok pemimpin dalam melaksanakan amanahnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kawali
dalam Naskah Carita Ratu Pakuan yang ditulis oleh kai Raga dari Srimanganti – Cikuray
diistilah sebagai “dalem si pawindu hurip” atau keraton yang memberikan ketenangan hidup.
Cuplikan dari Carita Ratu Pakuan tersebut, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Dicariatekun Ngambetkasi&lt;br /&gt;Kadeungeun sakamaruan&lt;br /&gt;Bur payung
agung nagawah tugu&lt;br /&gt;Nu sahur manuk sabda tunggal&lt;br /&gt;Nu deuk mulih ka
Pakuan&lt;br /&gt;Saundur ti dalem timur&lt;br /&gt;Kadaton wetan buruhan&lt;br /&gt;Si
mahut putih gede manik&lt;br /&gt;Maya datar ngaranna&lt;br /&gt;Sunijalaya
ngaranna&lt;br /&gt;Dalem Sri Kencana Manik&lt;br /&gt;Bumi ringit cipta ririyak&lt;br
/&gt;Di Sanghyang Pandan Larang&lt;br /&gt;Dalem si Pawindu Hurip&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Nama kraton “sipawindu hurip” jika dikaitkan dengan prasasti Kawali disebut
Surawisesa. Prasasti Kawali 1 ini yang sebenarnya merupakan bukti otentik bahwa Sunda
pernah beribukota di Kawali.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kawali sebagai pusat pemerintahan
Sunda ditegaskan pula didalam Pustaka Nusantara II/2, dengan kalimat :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Katatwa pratista Sang Prabu Wastu Kancana haneng Surawisesa kadatwan.
Pinaka kithagheng rajya Kawali wastanya. Ring usama nira mangadeg dumadi mahaprabu
rikung juga”&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(Persemayaman Sang Prabu Wastu Kancana adalah
keraton Surawisesa. Ibukota kerajaannya bernama Kawali. Pada masa sebelumnya, ayahnya
pun bertahta sebagai maharaja di situ).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari adanya Prasasti Kawali 1,
para ahli sejarah Sunda kuna pada umumnya bersepakat, bahwa : “Dengan demikian
pengertian Galuh dan Sunda antara 1333 – 1482 Masehi harus dihubungkan dengan Kawali
walaupun di Pakuan tentu ada seorang penguasa daerah. Keraton Galuh sudah ditinggalkan
atau fungsinya sebagai tempat kedudukan pemerintah pusat sudah berakhir”. (RPMSJB, buku
ketiga, hal. 32).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Penguasa Kawali yang terkenal, yaitu Lingga Buana,
Niskala Wastu Kencana dan Jaya Dewata. Didalam sejarah lisan, ketiga raja ini kerap
dikaitkan dengan masalah sejarah masa lalu di tatar Sunda. Seolah-olah Sunda tidak memiliki
raja lainnya selain yang ketiga penguasa ini. Selain itu, banyak dari keturunannya yang juga
menjadi tokoh dalam kisah yang lain.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Wangi&lt;br /&gt;Prabu
Maharaja terkenal karena ia tokoh utama didalam peristiwa Bubat. Ia Gugur di medan Bubat
yang jauh dari kampung halamannya. Ia pun dilambangkan sebagai ksatria sekaligus
penguasa Sunda yang ajeg kana pamadegana, memiliki harga diri dan dijadikan anutan
penting dalam cara-cara orang Sunda mempertahankan haknya. Setelah gugur di medan
Bubat masyarakat Sunda memberinya gelar Prabu Wangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Lingga
Buana dkisahkan di dalam Fragmen Carita Parahyangan. Sekalipun tidak terlalu banyak,
namun telah menunjukan bahwa ia tokoh utama yang terlibat peristiwa Bubat. Isi dari
Fragmen tersebut, sebagai berikut :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku
musibat, Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae
perang di Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Niskala Wastu Kancana&lt;br /&gt;Raja Kawali
lainnya yang terkenal adalah Niskala Wastu Kencana, ia putra dari Lingga Buana atau Prabu
Maharaja. Pada saat peristiwa Bubat ia baru berumur sembilan tahun, sehingga tidak ikut
rombongan Sunda ke Majapahit. Pasca gugurnya Prabu Wangi, Kawali dikuasakan kepada
Sang Bunisora, pamannya yang terkenal ketaatannya terhadap agama, sehingga Bunisora
dikenal pula sebagai Rajaresi, penulis Carita Parahyangan memberi gelar Satmata, yakni
gelar keagamaan tingkat kelima dari tujuh tingkat keagaaman yang dianut penguasa Sunda
waktu itu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Niskala Wastu Kancana banyak dibimbing tentang masalah
kenegaraan dan keagaamaa, sehingga ia tumbuh menjadi orang bijaksana dan banyak disukai
masyarakat. Niskala Wastu Kancana menggantikan posisi Bunisora pada usia yang 23 tahun,
dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastu Kancana atau Praburesi Buana tunggadewata, dalam
naskah yang paling muda ia disebut Prabu Linggawastu putra Prabu Linggahiyang.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Karya besar yang dipersembahkan untuk generasi sesudahnya diabadikan
dalam dua buah prasasti yang terletak di Kawali. Prasasti inilah yang sangat membantu
generasi sesudahnya untuk mengenal keberadaan Sunda di Kawali. Niskala Wastu Kancana
juga melekat dihati masyarakat akan kesalehan sosialnya. Masyarakat Sunda mengenal ajaran
atau nasehat yang ia berikan, kemudian dikenal dengan sebutan Wangsit (Wasiat) Wastu
Kancana, kemudian ia pun dikenal dengan sebutan Prabu Wangisutah.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Prabu Niskala Wastu Kancana dicerirtakan didalam Fragmen Carita Parahyangan,
sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana,
nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran
hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna,
lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas.
Batara Guru di Jampang.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu
boga hak diangkat jadi ratu.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka
Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu
ngasuh.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati. Dukun-dukun kalawan tengtrem
ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan, ngabagi-bagi
leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya karewelanana, para bajo
ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman
pangayom jagat.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Ngukuhan angger-angger raja, ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja
taya wates wangenna.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun
sanghiang Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata&lt;br /&gt;Penguasa Sunda di Kawali yang paling banyak
dikisahkan masyarakat dalam bermacam versi, adalah Jayadewata. Pada masa mudanya lebih
dikenal dengan sebutan Sang Pamanah Rasa, putera Dewa Niskala. Kemudian ia
memindahkan pusat pemerintahan Sunda kembali ke Pakuan.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Jayadewata mewarisi tahta ayahnya di Galuh (Dewa Niskala), dalam kapasitasnya
sebagai penguasa Galuh bergelar Prabu Guru Dewataprana. Kemudian ia pun mewarisi tahta
mertuanya di Pakuan. Gelar Sri Baduga Maharaja yang ia sandang di peroleh karena ia
mewaris dua kerajaan, yakni Sunda dengan Galuh. Sumber utama tentang keberadaan Sri
Baduga Maharaja berasal dari prasasti Kabantenan dan Batutulis Bogor. Namun kisah
Jayadewata jauh lebih terkenal dalam cerita masyarakat dengan gelar Prabu Silihwangi.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Kisah Jayadewata di tulis didalam Fragmen Carita Parahyangan, sebagai
berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Diganti ku Prebu, putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di
Rancamaya, lilana jadi ratu tilupuluhsalapan taun.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana
henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler,
Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Teu ngarasa aman soteh mun lakirabi dikalangan jalma rea, di lantarankeun ku
ngalanggar Sanghiang Siksa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah ketiga raja tersebut adakalanya
pacaruk satu dengan lainnya. Masyarakat sulit membedakan, adakalanya ketiganya diistilah
dengan sebutan Prabu Silihwangi. Memang ketiganya memiliki nama dan kesejarahannya
yang Wangi (harum), sesuai dengan gelarnya, yakni Prabu Wangi ; Prabu Wangisutah ; dan
Prabu Silihwangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pusat Pemerintahan Sunda sampai tahun 1482 tetap
berada di Kawali. Bisa disebut bahwa tahun 1333 - 1482 adalah Jaman Kawali. Didalam
sejarah pemerintahan di Jawa Barat di sebut-sebut Kawali pernah menjadi pusat
pemerintahan Sunda.(***)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;TIGA PRABU WANGI&lt;br /&gt;Lingga
Dewata berkuasa di Pakuan pada tahun 1311 – 1333 masehi. Lingga Dewata diperkirakan
menjadi raja peralihan yang memindahkan pusat kerajaan Sunda ke Kawali, karena ia di
makamkan di Kikis. Kemudian digantikan oleh Ajiguna Wisesa dengan gelar Prabu Ajiguna
Linggawisesa (1333 - 1340) disebut-sebut sebagai raja Sunda pertama yang berkedudukan di
Kawali.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ajiguna Linggawisesa adalah menantu dari Lingga Dewata
yang menikah dengan Dewi Uma Lestari atau Ratu Santika. Didalam versi lainnya
disebutkan suami dari adik Lingga Dewata, yang menikah dengan Ratna Uma Lestari,
putrinya Prabu Citraganda. Tentang muasal Ajiguna Wisesa kurang terlacak, jika dikaitkan
dengan Suryadewata, putranya yang menjadi leluhur Talaga, mungkin pula ia berasal dari
daerah Talaga.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari pernikahannya dengan Dewi Uma Lestari
melahirkan dua orang putra, yakni Ragamulya dan Suryadewata. Ragamulya menggantikan
Ajiguna Linggawisesa. Dalam Carita Parahyangan disebut Sang Aki Kolot. Ragamulya
bernama nobat Prabu Ragamulya Luhur Prabawa, bertahta dari tahun 1340 – 1350 masehi,
sedangkan Suryadewata menjadi raja daerah Talaga, dan dikenal sebagai leluhur Talaga,
namun ia wafat ketika sedang berburu, dan dimakamkan di Wanaraja (Garut), sehingga ia
diberi gelar Sang Mokteng Wanaraja.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Ragamulya Luhur
Prabawa mempunyai dua orang putra, yakni Linggabuana dan Bunisora. Kelak keduanya
menjadi raja di Kawali dan memiliki nama yang harum dalam sumbangsihnya terhadap
perjalanan sejarah di tatar Sunda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Raja-raja Kawali yang
terkenal&lt;br /&gt;Penguasa Kawali yang banyak dikisahkan, yaitu Lingga Buana (Prabu
Wangi), Niskala Wastu Kencana (Prabu Wangisutah) dan Jaya Dewata (Prabu Silihwangi).
Didalam sejarah lisan, ketiga raja ini kerap dikaitkan dengan masalah sejarah masa lalu di
tatar Sunda. Seolah-olah Sunda tidak memiliki raja lainnya selain ketiga penguasa ini, dan
menggunakan nama gelar “Wangi”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tentang penggunaan nama
“Wangi” sempat menjadi perdebatan dikalangan para sejarawan. Istilah wangi diberikan
kepada raja-raja Sunda yang dianggap masyarakat mengharumkan Sunda. Disisi lain,
masyarakat merasa kurang ajar (calutak) jika menyebutkan nama asli dari rajanya, sehingga
mereka lebih nyaman menggunakan nama kehormatannya, seperti nama ‘Wangi”. Perdebatan
demikian terjadi dalam mencari : siapakah raja Sunda yang bergelar Prabu
Silihwangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut Yoseph Iskandar (2005) : “Prof. Dr. Syatrohaedi
bersikeras mengemukakan pendapatnya, bahwa Mahaprabu Niskala Wastu Kencana itulah
yang yang lebih tepat sebagai tokoh Prabu Siliwangi. Karena Sang Mahaprabu merupakan
Silih = pengganti keterkenalan dan keharuman nama Prabu Wangi yang di Palagan Bubat.
Hanya raja sekaliber Prabu Wangi yang layak dijuluki Prabu Silih Wangi atau Prabu
Siliwangi.” (hal.212)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Perdebatan lainnya dalam mencari keaslian
Siliwangi terjadi ketika Purbatjaraka pada tahun 1921 menafsirkan didalam bukunya “De
Batoe-toelis bij Buitenzorg”, bahwa Sri Baduga Maharaja yang tercantum dalam prasasti
Batutulis Bogor adalah raja yang gugur di Bubat. Sehingga dari tahun 1921, pelajaran Sejarah
disekolah-sekolah mengisahkan tentang Gugurnya Sri Baduga Maharaja di Bubat pada tahun
1357 masehi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pendapat Purbatjaraka dikritik oleh Saleh
Danasasmita, : karena penyebutan Sri Baduga sebagai Prabu Siliwangi yang gugur di palagan
Bubat terlalu dipaksakan, bertentangan dengan Kropak 406 Carita Parahyangan dan
Pararaton, pada peristiwa Bubat, Sri Baduga belum lahir, bahkan Wastu Kancana baru
berumur sembilan tahun. (Ibid. Hal.224)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Perdebatan mereda setelah
Saleh Danasasmita (1981–1984) meluruskan bacaan Prasasti Batutulis Bogor, yang sejalan
dengan maksud dari naskah Pustaka Nagara Kretabhumi parwa 1 sarga 4. Kandungan naskah
tersebut berisi, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Raja Pajajaran Winastatwan ngaran Prabhuguru Dewataprana muwah winastwan
ngaran Sri Baduga Maharaja Ratuhaji ing Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata putra ning
Rahyang Dewa Niskala. Rahyang Dewa Niskala putra ning Rahyang Niskala Wastu
Kancana. Rahyang Niskala Wastu Kancana putra Ning Prabu Maharaja
Linggabhuanawisesa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[Raja Pajajaran dinobatkan dengan gelar
Prabuguru Dewataprana dan dinobatkan lagi dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratuhaji di
Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, putra Rahiyang Niskala Wastu Kancana. Tahiyang
Wastu Kancana putra Prabu Linggabuanawisesa] (ibid 226).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Saat ini
memang tak dapat dipungkiri, bahwa ketiga raja Sunda tersebut berhak menyandang nama
“Wangi”, yakni Prabu Wangi, Prabu Wangisutah dan Prabu Silihwangi, masing-masing
untuk gelar Sri Maharaja, Prabu Niskala Wastukancana dan Sri Baduga Maharaja.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Prabu Wangi&lt;br /&gt;Linggabuana menggantikan Ragamulya (Aki
Kolot), dengan nama nobat Prabu Lingga Buana (1350 – 1357) atau disebut juga Prabu
Maharaja alias Prabu Wangi. Didalam Pustaka Nagara Kretabhumi parwa 1 sarga 4 disebut
Prabu Maharaja Linggabhuanawisesa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Linggabuana dinobatkan pada
tanggal 14 bagian terang bulan Palguna tahun 1272 saka, bertepatan dengan tanggal 22
Februari 1350 masehi. Sebelum menggantikan posisi ayahnya, ia pernah menjabat sebagai
adipati selama tujuh tahun dibawah perintah Sang Ajiguna, kakeknya. Kemudian ia pun
menjadi Mahamantri merangkap sebagai putra mahkota selama dua tahun dibawah perintah
Ragamulya, ayahnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Linggabuana disebut Prabu Maharaja, karena
dianggap menguasai seluruh tatar Sunda yang sama dengan kekuasaan Purnawarman. Ia
terkenal sebagai tokoh utama didalam peristiwa Palagan Bubat yang gugur jauh dari
kampung halamannya. Prabu Maharaja dilambangkan sebagai ksatria sekaligus penguasa
Sunda “nu ajeg kana pamadegannana”, memiliki harga diri dan dijadikan anutan penting
dalam cara-cara orang Sunda mempertahankan haknya. Setelah gugur di Palagan Bubat
masyarakat Sunda memberinya gelar Prabu Wangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Linggabuana
beristrikan Dewi Lara Lisning, ia memperoleh empat orang putra-putri. Putri sulungnya
diberi nama Citraresmi, oleh kakeknya diberi nama Dyah Pitaloka. Ia dipersunting oleh Prabu
Hayam Wuruk, namun didalam Pasunda Bubat ia gugur dengan cara belamati. Putra yang
kedua dan ketiga dari Linggabuana meninggal pada usia satu tahun. Putra yang keempat
diberi nama Niskala Wastu Kencana yang lahir pada tahun 1348 masehi.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Linggabuana dengan putrinya Dyah Pitaloka dikisahkan di dalam Fragmen
Carita Parahyangan. Sekalipun tidak terlalu banyak, namun telah menunjukan bahwa ia tokoh
utama yang gugur pada peristiwa Bubat. Isi naskah tersebut, sebagai berikut :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di
Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Wangi digantikan oleh Mangkubumi
Suradipati atau Prabu Bunisora alias Kuda Lalean. Hal tersebut dikarenakan Niskala Wastu
Kancana, putra Prabu Wangi masih berumur sembilan tahun.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Bunisora bertahta pada tahun 1357 sampai dengan 1371 masehi, bergelar Prabu Batara
Guru Pangadiparamarta Janadewabrata, sejak masa muda tekun memperdalam ilmu
keagaaman. Penulis Carita Parahyangan memberinya gelar Satmata, yaitu sebutan untuk
tingkatan kelima dari tujuh tingkatan keagamaan pada waktu itu. Karena kesalehannya pula
maka ia dijuluki Batara Guru di Jampang. Bunisora dimakamkan di Geger Omas.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Sang Bunisora didalam cerita Galuh dikisahkan, bahwa ia ayah dari
Bratalegawa, seorang pengusaha yang terkenal. Bratalegawa dikenal sebagai penganut agama
Islam pertama di Galuh, sehingga mendapat Gelar Haji Purwa Galuh (Haji pertama di
Galuh). Banyak kisah dari ketutrunannya yang kemudian menjadi pemuka agama di daerah
Jawa Barat. Mungkin spirit dan kesungguhan menekuni masalah keagamaan yang diciptakan
Sang Bunisora ini mendorong keturunannya untuk menekuni agamanya masing-
masing.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Wangisutah&lt;br /&gt;Ketika terjadi Pasunda Bubat
usia Wastu Kancana baru 9 tahun dan ia satu-satunya ahli waris Prabu Maharaja yang masih
hidup. Setelah pemerintahan di jalankan pamannya yang sekaligus juga mertuanya (Sang
Bunisora), Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23
tahun.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sebelum menjadi raja Sunda, Wastukancana mengembara
kedaerah Lampung. Ia bertemu dengan seorang putri penguasa Lampung, yakni Lara Sakti,
kemudian dijadikannya sebagai permaisurinya yang pertama. Dari perkawinannya lahir Sang
Haliwungan yang bernama nobat Prabu Susuktunggal.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Permaisuri
yang kedua dari Wastukancana adalah Mayangsari, puteri sulung Sang Bunisora atau
Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinan ini lahir Ningrat Kancana, setelah menjadi
penguasa Galuh bergelar Prabu Dewa Niskala.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Niskala Wastu
Kancana banyak dibimbing tentang masalah kenegaraan dan keagaamaa, sehingga tumbuh
menjadi orang bijaksana dan banyak disukai masyarakat. Niskala Wastu Kancana
menggantikan posisi Bunisora pada usia yang 23 tahun, dengan gelar Mahaprabu Niskala
Wastu Kancana atau Praburesi Buana tunggadewata, dalam versi naskah yang paling muda
menyebutnya Prabu Linggawastu putra Prabu Linggahiyang.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Keharuman nama Wastu Kancana membawa pada penafsiran dari versi yang berbeda,
bahwa : Mahaprabu Niskala Wastu Kancana itulah yang lebih tepat sebagai tokoh Prabu
Silihwangi. Karena Sang Mahaprabu merupakan silih (pengganti) keterkenalan dan
keharuman nama Prabu Wangi yang gugur di palagan Bubat. Hanya raja sekaliber Prabu
Wangi yang layak dijuluki Prabu Silih Wangi atau Prabu Siliwangi.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Karya besar yang dipersembahkan untuk generasi sesudahnya diabadikan dalam dua
buah prasasti yang terletak di Kawali. Prasasti tersebut sangat membantu generasi sesudahnya
untuk mengenal keberadaan kerajaan Sunda di Kawali.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Wastu
Kancana juga melekat dihati masyarakat akan kesalehan sosialnya. Masyarakat Sunda
mengenal ajaran atau nasehat yang ia berikan, berupa uraian tentang kebajikan dan
kesejahteraan sejati sebagai mana yang terkandung di dalam ajaran Siksa Kanda Ng
Karesyan, kemudian dikenal dengan sebutan “Wangsit (Wasiat) Wastu Kancana”. Mungkin
karena ajarannya ini pula yang kemudian mendapat gelar Prabu Wangisutah. Wastu Kencana
didalam alur Sejarah Sumedang dan Galuh, disebutkan juga sebagai leluhur Pangeran Santri
dan Pucuk Umum Sumedang.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Niskala Wastu Kancana
dicerirtakan didalam Fragmen Carita Parahyangan, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu
tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade
ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
*&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
*&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Sanajan umurna ngora keneh,
tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh,
Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak
diangkat jadi ratu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
-&amp;nbsp;&amp;nbsp; Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu
dituladna oge makuta anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta
lampah nu hilang ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh
ku nu ngasuh.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati. Dukun-dukun kalawan tengtrem
ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan, ngabagi-bagi
leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya karewelanana, para bajo
ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom
jagat.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Ngukuhan angger-angger raja, ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja taya
wates wangenna.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Sang
Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang
Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Setelah Wastu Kancana wafat pada tahun 1475, kerajaan Sunda
dipecah dua diantara Susuktunggal (Pakuan) dan Dewa Niskala (Galuh) dengan kedudukan
yang sederajat. Namun politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar
cucu Wastu Kencana, sebagaimana dilakukannya melalui pernikahan putra Dewa Niskala
(Jayadewata) dengan putri Susuktunggal (Kentring Manik Mayang Sunda).&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Prabu Silihwangi&lt;br /&gt;Penguasa Sunda di Kawali yang kemudian
mengalihkan pusat pemerintahannya ke Pakuan dan paling banyak dikisahkan masyarakat
dalam bermacam versi, adalah Jayadewata. Seolah-olah petilasan dari raja Sunda atau
“Karuhun” Urang Sunda manapun tidak lengkap jika tidak dikaitkan dengan kebesaran nama
Prabu Silihwangi. Demikian pula dalam kisah-kisah yang bermuara dari hasil penelitian
sejarah. Tak kurang yang berpendapat bahwa ia adalah tokoh penting yang terlibat di Palagan
Bubat. Selain itu, ada juga yang menafsirkan bahwa Prabu Siliwangi tersebut adalah Niskala
Wastu Kancana.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Didalam versi sejarah yang dicaruk dengan masalah
keagamaan, Prabu Siliwangi digambarkan sebagai raja Pajajaran terakhir yang dikejar kejar
putranya yang bernama Kian Santang. Padahal ketika ia masih bertahta di Pakuan, Pajajaran
masih ajeg, sekalipun ekspansi yang dilakukan para saudagar Islam sudah mulai merebak di
tatar Sunda, sehinga ia pun dikisahkan mengeluarkan suatu amanah yang dikenal “Wangsit
Siliwang”. Didalam versi sejarah resmi mencatat, bahwa raja Pajajaran terakhir bukanlah
Prabu Siliwangi, melainkan Ragamulya Suryakencana, yang bertahta tanpa mahkota dan
wafat di Pulasari, Pandeglang.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata pada masa mudanya lebih
dikenal dengan sebutan Sang Pamanah Rasa, putera Dewa Niskala. Kemudian ia mewarisi
tahta ayahnya di Galuh (Dewa Niskala), dalam kapasitasnya sebagai penguasa Galuh bergelar
Prabu Guru Dewataprana. Kemudian ia pun mewarisi tahta mertuanya di Pakuan. Gelar Sri
Baduga Maharaja yang ia sandang di peroleh karena ia mewaris dua kerajaan, yakni Sunda
dengan Galuh.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sumber utama tentang keberadaan Sri Baduga
Maharaja berasal dari prasasti Kabantenan dan Batutulis Bogor. Namun kisah Jayadewata
jauh lebih terkenal dalam cerita masyarakat dengan gelar Prabu Siliwangi.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Kisah Jayadewata di tulis didalam Fragmen Carita Parahyangan, sebagai
berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Diganti ku Prebu, putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di
Rancamaya, lilana jadi ratu tilu puluh salapan taun.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana
henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler,
Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Teu ngarasa aman soteh mun lakirabi dikalangan jalma rea, di lantarankeun ku
ngalanggar Sanghiang Siksa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata sampai pada
tahun 1482 masih memusatkan kegiatan pemerintahan Sunda di Kawali. Bisa disebut bahwa
tahun 1333 - 1482 adalah Jaman Kawali, selanjutnya pusat pemerintahannya di pindahkan ke
Pakuan. Didalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat di sebut-sebut Kawali pernah menjadi
pusat pemerintahan Sunda.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Nama Kawali diabadikan di dalam dua
buah prasasti batu peninggalan Prabu Raja Wastu yang tersimpan di "Astana Gede " Kawali.
Prasasti tersebut menegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan
keratonnya yang disebut Surawisesa dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" yang berarti
keraton yang memberikan ketenangan hidup.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;TRAGEDI
BUBAT&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;umuli pasunda-bubat. Bhre prabhu ayun ing putri ring
Sunda.&lt;br /&gt;Patih Madu ingutus angundangeng wong Sunda.&lt;br /&gt;Ahidep wong
Sunda yan awarawarangana.&lt;br /&gt;Teka ratu Sunda maring Majapahit,&lt;br /&gt;sang
ratu Maharaja tan pangaturaken putri.&lt;br /&gt;Wong Sunda kudu awiramena tingkahing
jurungen.&lt;br /&gt;Sira patihing Majapahit tan payun yen wiwahanen-&lt;br /&gt;reh sira
rajaputri makaturatura.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tulisan diatas merupakan kisah tentang
tragedi bubat, dimuat dalam Berita Pararathon. Kitab ini menyebutnya Pabubat atau Pasunda
Bubat. Pemilihan Istilah “Tragedi” dalam Pabubat bagi para penyusun sejarah memiliki
alasan yang masuk akal. Peristiwa Bubat sebenarnya lebih tepat disebut sebagai lakon yang
menyedihkan (tragedi) ketimbang disebutkan perang, mengingat dalam Pabubat raja Sunda
tidak berniat berperang dan hanya mengantarkan putrinya untuk dinikahkan, maka wajar jika
tidak menyiapkan pasukan perang yang kuat, dan hanya membawa rombongan pengantin.
Sementara pihak lawan sudah merencanakan peristiwa ini, bahkan benar-benar
mempersiapkan, sehingga peperangan pun terjadi di wilayah Majapahit secara tidak
seimbang.&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tragedi Bubat diawali dari
perselisihan Kerajaan Sunda dengan Majapahit, ketika itu Majapahit masih dibawah
pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dan patihnya yang terkenal Gajah Mada, sedangkan
dipihak Sunda yang bertahta waktu itu adalah Prabu Maharaja Linggabuana. Sedangkan
Bubat dikenal dari nama suatu daerah daerah yang terletak di wilayah Jawa Timur, sebelah
utara Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut Berita dari Nusantara II/2 halaman 62,
dikisahkan gugurnya Prabu Linggabuana beserta para ksatria Sunda, sebagai berikut
:&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;‘Selanjutnya dikisahkan, pada tanggal 13 bagian terang bulan Badra
tahun 1279 Saka Sang Prabu Maharaja Sunda gugur di Bubat di negeri Majapahit. Saat itu
Sang Prabu Maharaja bermaksud menikahkan putrinya yaitu Sang Retna Citraresmi atau
Dyah Pitaloka dengan Bre Prabu Majapahit yang bernama Sri Rajasanagara’.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Tragedi Bubat dikisahkan pula di dalam beberapa sumber, seperti Kidung
Sunda ; Kidung Sundayana ; Carita Parahyangan ; Kitab Pararathon ; dan Pustaka Nusantara.
Saat ini sudah terbit novel yang bersifat hiburan untuk sekedar memuaskan keingintahuan
para pembaca, sekaliapun ada novel yang jauh dari spirit kasundaan, namun buku tersebut
laku keras. Konon mengisahkan Gajah Mada tidaklah lengkap jika tidak mencantumkan
Palagan Bubat, bahkan dalam versi lain, peristiwa ini dapat efektif dijadikan mesin cuci bagi
keharuman nama Gajah Mada.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Seorang pakar Belanda bernama Prof
Dr.C.C.Berg, menemukan beberapa versi Kidung Sunda, disusun dengan menggunakan
bahasa Jawa Pertengahan, berbentuk tembang (syair). Dua di antaranya pernah dibicarakan
dan diterbitkannya, yaitu Kidung Sunda dan Kidung Sundayana (Perjalanan Urang Sunda)
yang berasal dari Bali.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Di Bali Kidung Sundayana di kenal dengan
nama Geguritan Sunda. Mungkin karena Berg orang Belanda, dan pada masa lalu banyak
menyebar luaskan kepada khalayak, maka masalah Bubat pernah disebut-sebut sebagai upaya
Belanda untuk memecah belah Indonesia. Tapi dokumen lainpun selain Kidung Sundayana
atau Geguritan Sunda ditemukan pula, seperti dalam naskah Pararathon dan Pustaka
Nusantara. Bahkan sekalipun hanya satu alinea, Carita Parahyangan memuat, sebagai
berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu
tujuh taun, lantaran keuna ku musibat, Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede
pameulina.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Urang rea asalna indit ka Jawa,
da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Kidung Sunda atau Kidung Sundayana dibuat sebagai upaya dan niat baik
Prabu Hayam Wuruk untuk menyesalkan masalah bubat. Hayam Wuruk mengirimkan utusan
(darmadyaksa) dari Bali yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan
pernikahannya. Melalui perantara Sang Darmadyaksa kemudian Hayam Wuruk
menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati,
pengganti Raja Sunda. Pada kesempatan itu pula dijanjikan, bahwa : peristiwa bubat akan
dimuat dalam Kidung Sunda (Sundayana). Semua bertujuan untuk diambil
hikmahnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Hubungan Sunda dengan Majapahit&lt;br /&gt;Didalam
Pustaka Nusantara II diterangkan bahwa permaisuri Darmasiksa adalah putri keturunan
Sanggramawijayot tungga warman, penguasa Sriwijaya yang bertahta pada tahun 1018
sampai dengan 1027 masehi. Dari perkawinannya lahir dua orang putra, yakni Rakeyan
Jayagiri atau Rakeyan Jayadarma dan Sang Ragasuci atau Rakeyan Saunggalah, dikenal pula
dengan sebutan Sang Lumahing Taman.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Rakeyan Jayadarma
dinikahkan dengan putri Mahisa Campaka dari Tumapel Jawa Timur, bernama Dyah Lembu
Tal, sedangkan putranya yang kedua, yakni Ragasuci dijodohkan dengan Dara Puspa, putri
Trailpkyaraja Maulibusanawar-madewa, dari Melayu. Dara Kencana, kakak dari Dara Puspita
diperistri oleh Kertanegara, raja Singosari. Dari posisi campuran perkawinan pada waktu itu
sunda dapat memposisikan diri sebagai penengah pada setiap terjadi perselisihan antara
Sumatra dan Jawa Timur.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Hubungan kekerabatan Sunda dengan
Majapahit dimuat pula dalam naskah lain. Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara
parwa II sarga 3 : Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Dharmasiksa Raja Sunda, adalah menantu
Mahisa Campaka dari Jawa Timur. Rakeyan Jayadarma berjodoh dengan putrinya Mahisa
Campaka yang bernama Dyah Singamurti alias Dyah Lembu Tal. Mahisa Campaka adalah
anak dari Mahisa Wong Teleng, yang merupakan anak dari Ken Angrok, raja Singosari dari
Ken Dedes.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari pernikahan Rakeyan Jayadarma denga Dyah Lembu
Tal di Pakuan, memiliki putra yang bernama Sang Nararya Sang ramawijaya atau lebih
dikenal dengan nama Raden Wijaya. Dengan demikian Raden Wijaya adalah turunan ke 4
dari Ken Angrok dan Ken Dedes, sekaligus putra Rakeyan Jayadarma.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Dikarenakan Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih
lama di Pakuan. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Raden Wijaya
setelah dewasa menjadi senapati Singasari, pada waktu itu diperintah oleh Kertanegara,
hingga pada suatu ketika ia mampu mendirikan negara Majapahit. Raden Wijaya didalam
Babad Tanah Jawi dikenal juga dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran, karena ia lahir di
Pakuan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari alur kesejarahan tersebut, Raden Wijaya di Sunda
dikenal sebagai Cucu dari Prabu Darmasiksa, Raja sunda yang ke-25, ayah Rakeyan
Jayadarma. Dalam Pustaka Nusantara III dikisahkan, bahwa : Darmasiksa masih
menyaksikan Raden Wijaya, cucunya mengalahkan Jayakatwang, raja Singasari. Kemudian
dengan taktis ia mampu menyergap dan mengusir keluar Pasukan Kublay Khan dari Jawa
Timur. Empat hari pasca pengusiran pasukan Cina, atau pada 1293 M, Raden Wijaya
dinobatkan menjadi raja Wilwatika dengan gelar Kertarajasa Jayawardana.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Hubungan Darmasiksa dengan Raden Wijaya ditulis di dalam Pustaka
Nusantara III, tentang pemberian nasehat Darmasiksa kepada Raden Wijaya, cucunya. Ketika
itu Raden Wijaya berkunjung ke Pakuan dan mempersembahkan hadiah kepada kakeknya.
Nasehat tersebut, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Haywa ta sira kedo athawamerep
ngalindih Bhumi Sunda mapan wus kinaliliran ring ki sanak ira dlahanyang ngku wus
angemasi. Hetunya nagaramu wus agheng jaya santosa wruh ngawang kottaman ri puyut
katisayan mwang jayacatrum, ngke pinaka mahaprabu. Ika hana ta daksina sakeng Hyang
Tunggal mwang dumadi seratanya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ikang Sayogyanya rajya Jawa
lawan rajya Sunda paraspasarpana atuntunan tangan silih asih pantara ning padulur. Yatanyan
tan pratibandeng nyakrawati rajya sowangsowang. Yatanyan siddha hitasukha. Yan rajya
Sunda duh kantara, wilwatika sakopayana maweh carana ; mangkana juga rajya Sunda ring
Wilwatika.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(Janganlah hendaknya kamu menggangu, menyerang dan
merebut Bumi Sunda karena telah diwariskan kepada Saudaramu bila kelak aku telah tiada.
Sekalipun negaramu telah menjadi besar dan jaya serta sentosa, aku maklum akan keutamaan,
keluar biasaan dan keperkasaan mu kelak sebagai raja besar. Ini adalah anugrah dari Yang
Maha Esa dan menjadi suratan-Nya. –&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sudah selayaknya kerajaan
Jawa dengan kerajaan Sunda saling membantu, bekerjasama dan saling mengasihi antara
anggota keluarga. Karena itu janganlah beselisih dalam memerintah kerajaan masing-masing.
Bila demikian akan menjadi keselamatan dan kebahagiaan yang sempurna. Bila kerajaan
Sunda mendapat kesusahan, Majapahit hendaknya berupaya sungguh-sungguh memberikan
bantuan ; demikian pula halnya Kerajaan Sunda kepada Majapahit).&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Memang, ketika masa Raden Wijaya, hubungan Sunda dengan Majapahit sangat baik
dan tanpa percekcokan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pinangan Prabu Hayam Wuruk&lt;br
/&gt;Peristiwa Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk untuk mempersunting putri Dyah
Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut
setelah beredar lukisan sang putri di Majapahit yang dilukis secara diam-diam oleh Sungging
Prabangkara, seniman lukis pada masa itu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah demikian sama
dengan yang dimuat di dalam salah satu Novel tentang Bubat. Dyah Pitaloka di gambar atas
perintah keluarga keraton Majapahit, bertujuan untuk mengetahui paras Sang Putri. Namun
dalam novel itu pula nama Dyah Pitaloka menjadi rusak, karena dikisahkan jatuh cinta
kepada pelukisanya. Saya kurang memahami tujuan pembuat novel ini, apakah ia
menyamakan kepiawaian pelukis istana tersebut dengan Leonardo Da Vinci yang berhasil
membuat teka-teki atas lukisan Monalisa ?. atau ibarat pepatah “ngaleng bari
neke” ?.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pengurasakan citra Dyah Pitaloka tak hanya itu saja, di dalam
nover lain dikisahkan pula bahwa Dyah Pitaloka telah memadu kasih dengan Gajah Mada.
Ketika Sang Mada belum menjadi Mahapatih. Namun tetntunya sangat sulit dipahami versi
hiburan ini, terutama jika dihubungan denga waktu berdarmawisatanya Sang Mada ke tatar
Sunda, sehingga sempat cinta lokasi dengan Dyah Pitaloka. Namun kita pun akhirnya harus
memaklumi, karena novel itu pun harus laku, sehingga perlu ada kejuatan lain dari pada yang
lain, seolah-olah ada berita baru yang harus diketahui khalayak.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Alasan yang mungkin dapat masuk akal dipaparkan oleh penulis sejarah Pajajaran,
yakni Saleh Danasasmita dan penulis naskah Perang Bubat, yakni Yoseph Iskandar. Kedua
penulis sejarah ini menyebutkan, bahwa niat pernikahan itu untuk mempererat tali
persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Urang Sunda masih merasa
saudara dengan urang Majapahit,. Karena Raden Wijaya yang menjadi pendiri Majapahit,
dianggap masih keturunan Sunda. Pernikahan demikian dianggap wajar dimasa lalu, sama
seperti yang dilakukan raja-raja sebelumnya. Seperti hubungan Galuh dengan Kalingga
dijaman Wretikandayun, yang menikahkan Mandiminyak, putranya dengan Parwati, Putri
Ratu Sima.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Niat Prabu Hayam Wuruk untuk memperistri Dyah
Pitaloka telah direstui keluarga kerajaan, sehingga tak lagi ada masalah dengan status kedua
kerajaan, kecuali untuk melangsungkan pernikahan. Selanjutnya Hayam Wuruk mengirim
surat lamaran kepada Maharaja Linggabuana dan menawarkan agar upacara pernikahan
dilakukan di Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tawaran Majapahit tentunya masih
dipertimbangkan, terutama oleh Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Pertama, masalah
lokasi atau tempat pernikahan. Pada waktu itu adat di Nusantara menganggap tidak lajim jika
pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Kedua, ada dugaan alasan
ini merupakan jebakan diplomatik Gajah Mada yang saat itu sedang melebarkan
kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.
Namun Linggabuana hanya melihat adanya rasa persaudaraan dari garis leluhurnya, sehingga
ia memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit. Rombongan kerajaan kemudian
berangkat ke Majapahit, dan ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kegamangan Prabu Hayam Wuruk&lt;br /&gt;Melihat Raja Sunda datang ke Bubat
beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit, maka timbul niat
lain Gajah Mada untuk menaklukan Kerajaan Sunda. Niat tersebut untuk memenuhi
sumpahnya yang dikenal dengan nama Sumpah Palapa. Pada masa itu seluruh kerajaan di
Nusantara sudah ditaklukkannya kecuali kerajaan sunda, maka timbulah niatnya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Gajah Mada dalam melaksanakan maksud tersebut membuat alasan, bahwa
kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri
Kerajaan Sunda kepada Majapahit. ini di sampaikan kepada Prabu Hayam Wuruk, Gajah
Mada pun mendesak, agar Hayam Wuruk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin,
tetapi sebagai tanda takluk negeri Sunda kepada Majapahit. Dari hal itu diharapkan agar
Sunda mau mengakui superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri
menurut Kidung Sundayana menjadi bimbang. Ia terjebak dalam dilema, antara cinta dan
perlunya mentaati saran Gajah Mada. Disisi lain, Gajah Mada adalah Mahapatih yang paling
diandalkannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa selanjutnya dikisahkan didalam Kidung
Sunda, dalam bentuk Sinom, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * ‘Maka prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke
Bubat menuruti saran patih Gajah Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat lainnya,
terperanjat mendengar hal ini, namun mereka tidak berani melawan.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Sedangkan di Bubat sendiri, mereka sudah
mendengar kabar burung tentang perkembangan terkini di Majapahit. Maka raja Sunda pun
mengirimkan utusannya, patih Anepakěn untuk pergi ke Majapahit. Beliau disertai tiga
pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah patih Gajah Mada. Di
sana beliau menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak pulang dan mengira prabu Hayam
Wuruk ingkar janji. Mereka bertengkar hebat karena Gajah Mada menginginkan supaya
orang-orang Sunda bersikap seperti layaknya vaza-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja
terjadi pertempuran di kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang pandita
kerajaan. Maka berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi tahu bahwa keputusan terakhir
raja Sunda akan disampaikan dalam tempo dua hari.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kegagalan Diplomatik&lt;br /&gt;Ketika mengetahui adanya keraguan dari pihak
Majapahit, maka raja Sunda pun mengirimkan utusannya, patih Anepakěn untuk pergi ke
lingkungan keraton Majapahit disertai tiga pejabat lainnya dan 300 orang pasukan. Mereka
langsung datang ke rumah patih Gajah Mada. Di sana menyatakan bahwa Raja Sunda akan
bertolak pulang jika niat Gajah Mada dilanjutkan. Raja Sunda mengira bahwa Hayam Wuruk
ingkar janji.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Utusan itu bertengkar hebat karena Gajah Mada
menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap seperti layaknya vaza-vazal Majapahit.
Dalam kisah tersebut diceritakan pula dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan kerajaan
Sunda yang kecewa, setelah mendengar, bahwa kedatangan mereka (sunda) dianggap hanya
untuk memberikan tanda takluk dan mengakui keunggulan Majapahit, bukan karena
undangan untuk menikahkan seperti janji sebelumnya. Akhirnya pertengkaran ini ditengahi
oleh Smaranata, seorang pandita kerajaan. Kemudian pulanglah utusan Sunda ke
pasanggrahan Bubat, dengan meninggalkan pesan, Raja Sunda akan memberi kabar dalam
waktu dua hari tentang syarat yang disampaikan Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kemarahan utusan sunda dikisahkan dalam Kidung Sunda, dengan menggunakan
bahasa Jawa pertengahan :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Ih
angapa, Gajah Mada, agung wuwusmu i kami, ngong iki mangkw angaturana sira sang
rajaputri, adulurana bakti, mangkana rakwa karěpmu, pada lan Nusantara dede Sunda iki,
durung-durung ngong iki andap ring yuda.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Abasa lali po kita nguni duk kita aněkani jurit,
amrang pradesa ring gunung, ěnti ramening yuda, wong Sunda kagingsir, wong Jipang
amburu, praptâpatih Sunda apulih, rusak wadwamu gingsir.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Mantrimu kalih tinigas anama Lěs Beleteng
angěmasi, bubar wadwamu malayu, anânibani jurang, amurug-murug rwi, lwir patining
lutung, uwak setan pating burěngik, padâmalakw ing urip.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Mangke agung kokohanmu, uwabmu lwir
ntuting gasir, kaya purisya tinilar ing asu, mengkene kaharěpta, tan pracura juti, ndi sasana
tinutmu gurwaning dustârusuh, dadi angapusi sang sadubudi, patitânêng niraya atmamu
těmbe yen antu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dalam bahasa Sunda :&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; "Hé Gajah Mada,
naon maksudna anjeun gedé bacot ka kami? Kami mah rék mawa Rajaputri, sedeng anjeun
kalah miharep kami mawa upeti kawas ti Nusantara. Kami mah béda. Kami urang Sunda, can
kungsi éléh perang.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
Kawas nu poho baé sia baheula, nalika anjeung keur perang di wewengkon pagunungan.
Perang campuh diuudag urang Jipang. Terus patih Sunda datang deui sahingga pasukan dia
mundur.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
Mantri sia nu dua nu ngaranna Les jeung Beleteng dikadék nepi ka paéh. Pasukan sia bubar
jeung kalabur. Aya nu labuh ka jurang sarta ti kakarait kana cucuk rungkang. Maranéhna
paéh kawas lutung, owa, jeung setan, lalumengis ménta hirup.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
Ayeuna sia gedé sungut. Bau sungut sia kawas kasir, kawas tai anjing. Ayeuna kahayang sia
teu sopan sarta hianat. Nuturkeun ajaran naon salian ti hayang jadi guru nu ngabohong jeung
milampah rucah. Nipu jalma budi hadé. Mun paéh, roh sia bakal asup naraka!" &lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Di pasanggarahan Bubat, raja Sunda setelah mendengar kabar terakhir
adanya rencana Gajah Mada, ia tidak bersedia berlaku seperti layaknya seorang vazaal. Ia
pun dihadapkan pada posisi yang dilematis, antara perlunya merajut duduluran dengan
pentungnya mempertahankan harga diri, kemudian raja Sunda memberikan putusan “Demi
membela kehormatan, rela gugur seperti seorang ksatria, lebih baik mati dari pada hidup
tetapi dihina orang lain”. Mendengar putusan Sang Raja, serentak para bawahannya berseru
mereka akan mengikutinya dan membela sampai titik darah penghabisan.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Kemudian raja Sunda menemui istri dan anaknya dan menyatakan niatnya.
Ia memerintahkan agar istri dan anaknya (Dyah Pitaloka) pulang. Tetapi mereka menolak dan
bersikeras ingin tetap menemani sang raja dan menyambut serangan Majapahit.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Perang Bubat&lt;br /&gt;Terjadinya suatu peperangan biasanya didahului
dengan kegagalan diplomatik. Demikian juga pada peristiwa Bubat. Masalahnya semakin
meruncing ketika Hayam Wuruk sendiri menurut Kidung Sundayana disebutkan bimbang
atas permasalah tersebut. Wajar jika Hayam Wuruk merasa ragu, karena Gajah Mada adalah
Mahapatih yang paling diandalkannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sebelum Prabu Hayam Wuruk
memberikan putusan, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukan bhayangkara ke
Pesanggrahan Bubat. Lantas ia pun mengancam Linggabuana untuk mengakui hegemoni
Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak
tekanan itu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa dan dialog tersebut digambarkan, sebagai
berikut :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; [...], yan kitâwĕdîng pati, lah age marĕka, i jĕng sri naranata, aturana jiwa bakti,
wangining sĕmbah, sira sang nataputri.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Wahu karungu denira sri narendra, bangun runtik ing ati, ah kita potusan,
warahĕn tuhanira, nora ngong marĕka malih, angatĕrana, iki sang rajaputri.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Monng kari sasisih
bahune wong Sunda, rĕmpak kang kanan keri, norengsun ahulap, rinĕbateng paprangan,
srĕngĕn si rakryan apatih, kaya siniwak, karnasula angapi&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[ [...], jika
engkau takut mati, datanglah segera menghadap Sri Baginda (Hayam Wuruk) dan haturkan
bukti kesetianmu, keharuman sembahmu dengan menghaturkan beliau sang Tuan Putri. -
Maka ini terdengar oleh Sri Raja (Sunda) dan beliau menjadi murka: “Wahai kalian para
duta! Laporkan kepada tuanmu bahwa kami tidak akan menghadap lagi menghantarkan Tuan
Putri!” - “Meskipun orang-orang Sunda tinggal satu tangannya, atau hancur sebelah kanan
dan kiri, tiada akan ‘silau’ beta!”. Sang Tuan Patih juga marah, seakan-akan robek telinganya
mendengarkan (kata-kata pedas orang Majapahit.]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Terjadilah
peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah
besar, melawan Linggabuana dengan pasukan yang sangat kecil, terdiri dari pengawal
kerajaan (Balamati) dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu
berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri dan pejabat kerajaan Sunda.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Didalam pertempuran tersebut ada seorang perwira Sunda yang pura-pura
mati. Setelah suasana agak reda lantas ia memberitahukan peristiwa terakhir itu kepada ratu
dan putri Sunda di perkemahan. Selanjutnya ratu dan putri Sunda melakukan mati bela.
Sedangkan istri para perwira Sunda menyongsong ke medan perang. Dihadapan jenazah
suaminya merekapun melakukan mati - bela.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa ini diabadikan
didalam Kidung Sunda, dengan Pupuh II (Durma), digambarkan :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Dua pihak geus sariaga. Utusan Majapahit dikirim ka pakémahan Sunda kalawan
mawa surat nu eusina pasaratan ti Majapahit. Pihak Sunda nolak kalawan ambek sahingga
perang moal bisa dicegah deui.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Pasukan Majapahit disusun ku barisan prajurit biasa di hareup, terus tukangeunana
para pangagung karaton, Gajah Mada, sarta Hayam Wuruk jeung dua pamanna
pangtukangna.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Perang campuh lumangsung, ngabalukarkeun loba pisan prajurit Majapahit nu tiwas,
tapi tungtungna ampir sadaya pasukan Sunda tiwas digempur bébéakan ku pasukan
Majapahit. Anepakén tiwas ku Gajah Mada, sedengkeun raja Sunda tiwas ditelasan ku
bésanna sorangan, raja Kahuripan jeung Daha. Hiji-hijina nu salamet nyaéta Pitar, perwira
Sunda nu pura-pura tiwas di antara pasoléngkrahna mayit prajurit Sunda. Lajeng anjeunna
nepungan ratu jeung putri Sunda. Aranjeunna kalintang ngarasa sedih, lajeng nelasan manéh,
sedengkeun para istri perwira Sunda arangkat ka médan perang lajeng narelasan manéh
hareupeun mayit para salakina&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp;
&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut Berita Nusantara II/2, peristiwa tersebut terjadi pada hari
selasa – Wage sebelum tengah hari. Semua orang Sunda yang dibubat itu telah binasa. Tak
ada seorangpun yang tersisa. Adapaun para pembesar yang gugur di Palagan Bubat,
adalah :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; RakeyanTumenggung Larang Ageng, Rakean Mantri Sohan, Yuwamantri (mantri
muda), Gempong Lotong, Sang Panji Melong Sakti, Ki Panghulu Sura, Rakean Mantri Saya,
Rakean Rangga Kaweni, Sang Mantri Usus, yaitu bhayangkara sang prabu, Rakeyan Senapati
Yuda Sutrajali, Rakean Juru Siring, Ki Jagat Saya Patih Mandala Kidul, Sang Mantri Patih
Wirayuda, Rakean Nakoda Braja yang menjadi panglima laut Sunda, Ki Nakoda Bule
pemimpin Jurumudi kapal perang kerajaan. Ki Juruwastra, Ki Mantri Sabrang Keling, Ki
Mantri Supit Kelingking. Lalu Sang Prabu Maharaja Linggabuana ratu Sunda dan rajaputri
Dyah Pitaloka bersama pengiringnya. &lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
*&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pasca Palagan&lt;br /&gt;Berita Nusantara II/2
mengisahkan, Prabu Hayam Wuruk tiba bersama pengiringnya dan Gajah Mada di Bubat.
Kemudian ia meneliti dan memperhatikan mayat orang-orang Sunda satu demi satu. Ketika
matanya tertatap sesosok mayat, ia melihat Sang Putri telah terbujur kaku, maka sangatlah
luka hatinya. Ia terisak menahan tangis. Kemudian semua mayat itu dimasukan kedalam
bandusa (peti mati) dan diberi tulisan yang memuat nama masing-masing.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa ini dilukiskan dengan pilu didalam Kidung Sunda, sebagai
berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Sireñanira tinañan, unggwani sang rajaputri,
tinuduhakěn aneng made sira wontěn aguling, mara sri narapati, katěmu sira akukub, perěmas
natar ijo, ingungkabakěn tumuli, kagyat sang nata dadi atěmah laywan.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Wěněsning muka angraras, netra duměling
sadidik, kang lati angrawit katon, kengisning waja amanis, anrang rumning srigading, kadi
anapa pukulun, ngke pangeran marěka, tinghal kamanda punyaningsun pukulun, mangke
prapta angajawa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Sang tan sah
aneng swacita, ning rama rena inisti, marmaning parěng prapta kongang mangkw atěmah
kayêki, yan si prapta kang wingi, bangiwen pangeraningsun, pilih kari agěsang, kawula
mangke pinanggih, lah palalun, pangdaning Widy angawasa.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Palar-palarěn ing jěmah, pangeran sida
kapanggih, asisihan eng paturon, tan kalangan ing duskrěti, sida kâptining rawit, mwang rena
kalih katuju, lwir mangkana panapanira sang uwus alalis, sang sinambrama lěnglěng amrati
cita.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Sangsaya lara kagagat,
pětěng rasanikang ati, kapati sira sang katong, kang tangis mangkin gumirih, lwir guruh ing
katrini, matag paněděng ing santun, awor swaraning kumbang, tangising wong lanang istri,
arěrěb-rěrěb pawraning gělung lukar.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; (Maka ditanyalah dayang-dayang di
manakah gerangan tempat Tuan Putri. Diberilah tahu berada di tengah ia, tidur. Maka
datanglah Sri Baginda, dan melihatnya tertutup kain berwarna hijau keemasan di atas tanah.
Setelah dibuka, terkejutlah sang Prabu karena sudah menjadi mayat.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Pucat mukanya mempesona, matanya sedikit
membuka, bibirnya indah dilihat, gigi-giginya yang tak tertutup terlihat manis, seakan
menyaingi keindahan sri gading. Seakan-akan ia menyapa: “Sri Paduka, datanglah ke mari.
Lihatlah kekasihnda (?), berbakti, Sri Baginda, datang ke tanah Jawa.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Yang senantiasa berada di pikiran ayah dan ibu,
yang sangat mendambakannya, itulah alasannya mereka ikut datang. Sekarang jadinya malah
seperti ini. Jika datang kemarin dulu, wahai Rajaku, mungkin hamba masih hidup dan
sekarang dinikahkan. Aduh sungguh kejamlah kuasa Tuhan!&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; * Mari kita harap wahai Raja, supaya berhasil
menikah, berdampingan di atas ranjang tanpa dihalang-halangi niat buruk. Berhasillah
kemauan bapak dan ibu, keduanya.” Seakan-akan begitulah ia yang telah tewas menyapanya.
Sedangkan yang disapa menjadi bingung dan merana)&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu
Hayam Wuruk keluar dari tenda Sang Putri. Dari kejauhan nampak berkibar dua panji, yakini
panji kerajaan Majapahit dan Sunda. Ia pun menugaskan Sang Patih Gajah Mada untuk
menyelenggarakan upacara kematian secara kebesaran esok harinya. Ketika semua mayat
dimandi sucikan dan diperabukan, tampak ribuan penduduk dari daerah sekitarnya memenuhi
lapangan, menyaksikan dengan penuh haru. Kelak di Sunda dibuat patung pribadi Sang
Maharaja. Selanjutnya Hayam Wuruk memerintahkan para darmayaksa untuk menemui
Bunisora dan mengirimkan surat untuk memintakan maaf atas peristiwa Bubat. Hayam
Wuruk berjanji pula, tidak akan pernah terjadi lagi Majapahit menyakiti hati Urang Sunda
untuk yang kedua kalinya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tentang Prabu Hayam Wuruk dan Gajah
Mada, memang ada kelanjutannya dalam Kidung Sunda, dalam Pupuh III (Sinom), dalam
bahasa Sunda, sebagai berikut :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp;&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Prabu Hayam Wuruk ngarasa hariwang nempo perang ieu. Anjeunna lajeng angkat ka
pakémahan putri Sunda, sarta mendakan putri Sunda geus tiwas. Prabu Hayam Wuruk kacida
nalangsa ku hayangna ngahiji jeung putri Sunda ieu.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Satutasna ti éta, dilaksanakeun upacara pikeun ngadungakeun para arwah. Teu lila ti
kajadian ieu, Hayam Wuruk mangkat ku rasa nalangsa nu kacida.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Sanggeus anjeunna dilebukeun sarta sadaya upacara geus réngsé, paman-pamanna
ngayakeun sawala. Aranjeunna nyalahkeun Gajah Mada kana kajadian ieu, sarta mutuskeun
rék néwak sarta nelasan Gajah Mada. Nalika aranjeunna datang ka kapatihan, Gajah Mada
geus sadar yén wancina geus datang. Gajah Mada maké sagala upakara (kalengkepan)
upacara lajeng milampah yoga Samadi, sahingga anjeunna ngaleungit (moksa) ka
(niskala).&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Raja Kahuripan jeung Daha, nu sarupa jeung “Siwa jeung Buda”, mulang ka nagarana
séwang-séwangan, sabab mun cicing di Majapahit teu weléh kasuat-suat ku kajadian
ieu.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Versi lainnya dimuat dalam Pustaka Nusantara II/2, yakni : Akibat peristiwa Bubat itu
Prabu Hayam Wuruk sakit lama karena menyesal. Keluarga Kerajaan Majapahit seperti ayah,
ibu dan adik-adik PrabuHayam Wuruk meyakini bahwa nama buruk Majapahit akibat
peristiwa bubat. Yang menyebabkan Sri Rajasanagara sakit parah itu adalah prakarsa Sang
Mangkubumi Gajah Mada. Mereka memutuskan bahwa sang Mangkubumi harus ditangkap.
Tetapi rencana tersebut dapat diketahui sehingga ketika pasukan Bhayangkara kerajaan
datang di puri Gajah Mada, sang mangkubumi telah lolos tanpa seorang pun mengetahui
tempat persembunyiannya. Baru beberapa tahun kemudian setelah Prabu Hayam Wuruk
mempersunting puteri raja Wengker, Ratu Ayu Kusumadewi, ia memberi ampun kepada sang
Mangkubumi dan mengundangnya untuk menepati jabatannya yang semua.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Kemudian ada juga versi yang menjelaskan, bahwa akibat peristiwa Bubat ini hubungan
Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri tetap menjabat
Mahapatih sampai wafatnya (ada juga yang menyatakan moksa), pada tahun 1364 M. Namun
didalam Pustaka Nusantara II/2, dijelaskan, bahwa : akibat peristiwa Bubat itu Prabu Hayam
Wuruk sakit lama karena menyesal. Keluarga Kerajaan Majapahit seperti ayah, ibu dan adik-
adik PrabuHayam Wuruk meyakini bahwa nama buruk Majapahit akibat peristiwa bubat.
Yang menyebabkan Sri Rajasanagara sakit parah itu adalah prakarsa Sang Mangkubumi
Gajah Mada. Mereka memutuskan bahwa sang Mangkubumi harus ditangkap. Tetapi rencana
tersebut dapat diketahui sehingga ketika pasukan Bhayangkara kerajaan datang di puri Gajah
Mada, sang mangkubumi telah lolos tanpa seorang pun mengetahui tempat
persembunyiannya. Baru beberapa tahun kemudian setelah Prabu Hayam Wuruk
mempersunting puteri raja Wengker, Ratu Ayu Kusumadewi, ia memberi ampun kepada sang
Mangkubumi dan mengundangnya untuk menepati jabatannya yang semua.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Persitiwa Bubat terjadi pada hari Selasa – Wage sebelum tengah hari. Semua urang
Sunda yang datang di pasangrahan Bubat dibinasakan. Tak seorang pun yang tersisa. Tetapi
Bumi Sunda tidak pernah dapat dikuasai Majapahit.&amp;nbsp; Karena hasrat Majapahit
untuk menaklukan Sunda tak pernah dapat terlaksana.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sedemikian
kokohnya harga diri Urang Sunda. Semoga generasi penerusnya memiliki “pamadegan” yang
sama. Teu lali kana purwadaksina, kalawan mibanda ajen diri salaku teureuh para ksatria
Sunda. Karena suatu bangsa menjadi tidak ada artinya jika tidak memiliki harga diri dan jati
diri. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;PASCA BUBAT&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pasca tragedi Bubat
dikisahkan dalam versi Berita Nusantara II/2. Menurut buku ini, “Prabu Hayam Wuruk tiba
bersama pengiringnya dan Gajah Mada di Bubat. Kemudian ia meneliti dan memperhatikan
mayat orang-orang Sunda satu demi satu. Ketika matanya tertatap sesosok mayat, ia melihat
Sang Putri telah terbujur kaku, maka sangatlah luka hatinya. Ia terisak menahan tangis.
Kemudian semua mayat itu dimasukan kedalam bandusa (peti mati) dan diberi tulisan yang
memuat nama masing-masing”. (RPMSJB, Jilid ketiga hal, 35)&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Adapun nama-nama para kesatria Sunda yang gugur di Bubat, sebagai berikut :&lt;br
/&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; RakeyanTumenggung Larang Ageng, Rakean Mantri Sohan, Yuwamantri
(mantri muda), Gempong Lotong, Sang Panji Melong Sakti, Ki Panghulu Sura, Rakean
Mantri Saya, Rakean Rangga Kaweni, Sang Mantri Usus, yaitu bhayangkara sang prabu,
Rakeyan Senapati Yuda Sutrajali, Rakean Juru Siring, Ki Jagat Saya Patih Mandala Kidul,
Sang Mantri Patih Wirayuda, Rakean Nakoda Braja yang menjadi panglima laut Sunda, Ki
Nakoda Bule pemimpin Jurumudi kapal perang kerajaan. Ki Juruwastra, Ki Mantri Sabrang
Keling, Ki Mantri Supit Kelingking. Lalu Sang Prabu Maharaja Linggabuana ratu Sunda dan
rajaputri Dyah Pitaloka bersama pengiringnya. &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Hayam Wuruk
keluar dari tenda Sang Putri. Dari kejauhan nampak berkibar dua panji Majapahit dan Sunda.
Ia pun menugaskan untuk menyelenggarakan upacara kematian secara kebesaran esok
harinya. Ketika semua mayat dimandi sucikan dan diperabukan, tampak ribuan penduduk
dari daerah sekitarnya memenuhi lapangan, menyaksikan dengan penuh haru.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Selanjutnya Hayam Wuruk memerintahkan para darmayaksa dan utusan
dari setiap agama menemui Sang Bunisora (adik kandung Parbu Maharaja), untuk
mengirimkan surat berisi permintaan maaf atas peristiwa Bubat. Hayam Wuruk berjanji pula,
tidak akan pernah terjadi lagi Majapahit menyakiti hati Urang Sunda untuk yang kedua
kalinya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut versi yang dimuat dalam Pustaka Nusantara II/2,
dikisahkan, :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Sakweh ing amtya, tanda senapati, wadyabala, kuwandha raja, dolaya manacitta
mapan Bhre Prabhu wilwatika i sedeng gering ngenes, Marga nira gering, karena kahyun ira
masteri lawan Dyah Pitaloka tan siddha.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Akibat peristiwa
Bubat itu Prabu Hayam Wuruk sakit lama karena menyesal. Keluarga Kerajaan Majapahit
seperti ayah, ibu dan adik-adik Prabu Hayam Wuruk meyakini bahwa nama buruk Majapahit
akibat peristiwa bubat. Yang menyebabkan Sri Rajasanagara sakit parah itu adalah prakarsa
Sang Mangkubumi Gajah Mada. Mereka memutuskan bahwa sang Mangkubumi harus
ditangkap. Tetapi rencana tersebut dapat diketahui sehingga ketika pasukan Bhayangkara
kerajaan datang di puri Gajah Mada, sang mangkubumi telah lolos tanpa seorang pun
mengetahui tempat persembunyiannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Baru beberapa tahun
kemudian setelah Prabu Hayam Wuruk mempersunting puteri raja Wengker, Ratu Ayu
Kusumadewi, ia memberi ampun kepada sang Mangkubumi dan mengundangnya untuk
menepati jabatannya yang semua. Ada juga versi lain yang menjelaskan, bahwa akibat
peristiwa Bubat ini hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah
Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai wafatnya (ada juga yang menyatakan moksa),
pada tahun 1364 M.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Keteguhan Janji&lt;br /&gt;Hayam Wuruk
memang telah meminta maaf dan berjanji untuk tidak lagi menyerang Sunda, namun sebagai
antispasi dan kewaspadaan, Mangkubumi Bunisora masih belum merasa yakin atas janji yang
disampaikan Hayam Wuruk. Ia tidak mau terjadi lagi peristiwa seperti Bubat, pura-pura
diajak bersaudara namun diperih pati.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sebagai bentuk kewaspadaan,
Sang Bunisora menyiagakan angkatan perang dan angkatan lautnya. Armada Sunda
ditempatkan di tungtung Sunda, yaitu di kali Brebes (Cipamali) yang menjadi perbatasan
Sunda dengan Majapahit. Namun Hayam Wuruk menepati janjinya dan tidak menyerang
Sunda untuk yang kedua kalinya. Konon kabar, janji ini dibuktikan pula, ketika Prabu Hayam
Wuruk hendak melakukan ekspedisi ke Sumatera, ia terlebih dahulu memberi kabar kepada
Hyang Bunisora bahwa kapal-kapal Majapahit akan melewati perairan Sunda.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Pentaatan Raja-raja Sunda terhadap perjanjian ini juga diwariskan&lt;br
/&gt;untuk tidak berniat menyerang Majapahit. Hal ini dibuktikan oleh raja Sunda untuk
tidak menyerang Majapahit, ketika terjadi perang Paregreg (1453-1456 M), yaitu peristiwa
perebutan tahta Majapahit oleh para keturunannnya. Pada masa perang Paregreg Kawali
sudah berada dibawah kekuasaan Wastu Kancana, putra Linggabuana.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Demikian pula pada masa sesudahnya. Ketika itu Majapahit dipimpin Prabu Kertabumi
atau Brawijaya V, pada tahun 1478 kalah perang dari Demak dan Girindrawardana, banyak
keluarga keraton Majapahit mengungsi ketimur, yakni ke Panarukan, Pasuruan, Blambangan
dan Supit Udang. Gelombang para pengungsi ada juga yang menuju ke barat, ke daerah
Galuh dan Kawali. Rombongan yang terkahir ini di pimpin oleh Raden Baribin, mereka
disambut dengan senang hati oleh Dewa Niskala. Raden Baribin kemudian di jodohkan
dengan Ratu Ayu Kirana, putri Prabu Dewa Niskala. Putri ini adiknya Banyakcatra atau
Kamandaka, bupati Galuh di Pasir Luhur dan Banyakngampar bupati Galuh di Dayeuh
Luhur.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Mitos atau larangan.&lt;br /&gt;Pada masa tersebut, tahta
Sunda di Kawali sudah diwarikan kepada Dewa Niskala. Sayangnya Dewa Niskala dianggap
‘ngarumpak dua larangan’ dengan cara menikahi seorang rara hulanjar dan istri larangan
salah satu rombongan para pengungsi.&amp;nbsp; Hal tersebut ditentang oleh lingkungan
kerabat Galuh, termasuk oleh saudara seayah, yakni Prabu Susuktunggal (raja Sunda di
Pakuan). Prabu Susuktunggal merasa bahwa keraton Surawisesa telah dinodai, sehingga
Susuktunggal mengancam akan memutuskan segala hubungan kekerabatannya dengan Galuh.
Mungkin ancaman demikian tidak berakibat menakutkan jika disampaikan oleh kerabat biasa,
namun lain halnya jika disampaikan oleh seorang raja Sunda yang sederajat dengan Dewa
Niskala, sehingga wajar jika kemudian terjadi ketegangan.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Ketegangan diantara kedua keturunan Wastu Kancana tersebut berakhir ketika para
pemuka kerajaan mendesak keduanya untuk mengundurkan diri. Sebagai bentuk kompromi
keduanya harus menyerahkan tahtanya kepada Jayadewata, yakni putra Dewa Niskala dan
sekaligus menantu Susuktunggal. Pada masa itu Jayadewata telah menduduki jabatan sebagai
Putra Mahkota Galuh, sedangkan di Sunda diangkat sebagai Prabu Anom.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Dari adanya peristiwa tersebut tentunya mengandung hikmah yang cukup
besar, karena adanya peristiwa ini maka pada tahun 1482 M, kerajaan Sunda warisan Wastu
Kencana tersebut bersatu kembali dibawah pemerintahan Jayadewata, untuk kemudian pusat
pemerintahan Sunda beralih ke Pakuan, Jayadewata sendiri dikemudian hari lebih dikenal
dengan sebutan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Terakhir&lt;br /&gt;Kisah Bubat tidak hanya dituliskan oleh sejarawan Belanda,
melainkan juga oleh sejarawan lokal, seperti buku Kidung Sundayana, serta sejarah lisan
yang diceritakan secara turun temurun. Kisah Bubat juga menciptakan beberapa mitos,
seperti tentang hulanjar, larangan laki-laki keturunan keraton Galuh untuk menikahi dengan
perempuan keluarga Majapahit, atau ketiadaan nama jalan yang sesuai dengan nama negara
para pelaku sejarah. Namun mitos tersebut sedikit demi mulai luntur. Perkawinan antar suku
(bahkan antar bangsa dan antar agama) dianggap hal yang wajar, masalah hulu lanjar pun
secara moralitas masih dilarang jika tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku umum.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Suatu kisah yang dikisahkan atau dari kepandaian penulis dalam
memaparkan suatu peristiwa adakalanya mampu merubah paradigma pembaca. Tak salah jika
suatu buku dinyatakan sebagai sumber ilmu, karena ia mampu merubah pemikiran para
pembaca. Demikian pula tentang penulisan sejarah Tragedi Bubat, banyak versi yang
berkembang. Dari yang benar-benar menceritakan latar belakang suatu peristiwa, maupun
tulisan yang bersifat rekaan, karena tak iklas tokohnya berlacak buruk,, termasuk untuk
tujuan komersil, maka sangat bijaksana jika referensi buku dan kesejarahan yang dipelajari
tidak cukup hanya dari satu sumber.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tragedi Palagan Bubat telah
menciptakan motivasi bagi para penulis pasca proklamasi untuk menciptakan keutuhan
negara sebagai suatu kesatuan wilayah Indonesia yang kuat, dan dijauhkan dari sifat sentimen
kesukuan. Hal ini bisa terlaksana jika satu pihak tidak merasa mendominasi sejarahnya
terhadap pihak lain. Upaya yang paling radikal (mengakar) dilakukan pula ketika beberapa
pihak menyatakan bahwa Tragedi Bubat itu tidak pernah ada, buku yang mengisahkan
Palagan Bubat, seperti Kidung Sundayana disinyalir diciptakan untuk memecah belah bangsa
Indonesia, bahkan dibuat oleh orang Belanda yang menginginkan terjadinya perpecahan
dikalangan Bumi Putra.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pendapat dan penafsiran demikian mungkin
perlu dikaji kembali, karena cepat atau lambat kebenaran tersebut akan terkuak. Sejarah tidak
akan pernah dapat dihapuskan dan akan di uji sesuai kemampuan setiap generasi dalam
mengungkap kesejatian sejarahnya. Tak perlu juga malu untuk mengungkapkan jika kupasan
sejarah tersebut dibuat dalam koridor yang ada didalam bingkai ke Indonesiaan. Karena
apapun masalahnya, Indonesia sebagai suatu bangsa telah memiliki perjalanan sejarahnya.
Dari semua itu kita bisa bercermin, tentang mana yang baik dan perlu dilanjutkan dan mana
yang buruk dan perlu ditinggalkan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;AMANAT WASTU
KANCANA&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu Kancana adalah
putera Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di Palagan Bubat pada tahun 1357. Wastu
Kancana adalah satu-satunya ahli waris Linggabuana yang masih hidup, karena ketiga
saudaranya telah wafat.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ketika terjadi Pasunda Bubat usia Wastu
Kancana baru 9 tahun dan ia satu-satunya ahli waris Prabu Maharaja yang masih hidup.
Setelah pemerintahan di jalankan pamannya yang sekaligus juga mertuanya (Sang Bunisora),
Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja Sunda di Kawali pada tahun 1371 dalam usia 23
tahun.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Niskala Wastu Kancana banyak dibimbing dan diajarkan
masalah kenegaraan dan keagaamaan, oleh Sang Bunisora. Ajaran tentang kesejatian hidup
yang kemudian dikenal masyarakat sebagai Wasiat (wangsit) Kancana tentunya tidak terlepas
dari pengaruh bimbingan Sang Bunisora, yang memang dikenal sebagai rajaresi. Di dalam
Carita Parahyangan ia diberi gelar Satmata. Salah satu Wali yang diberi gelar Satmata dalam
Babad Tanah Jawi adalah Sunan Giri.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut Kropak 630, tingkatan
batin manusia dalam keagamaan adalah acara, adigama, gurugama, tuhagama, satmata,
suraloka, dan nirawerah. Satmata adalah tingkatan kelima dan tahap tertinggi bagi seseorang
yang masih ingin mencampuri urusan duniawi. Setelah mencapai tingkat keenam (suraloka),
orang sudah sinis terhadap kehidupan umum. Pada tingkatan ketujuh (nirawerah) padamlah
segala hasrat dan nafsu, seluruh hidupnya pasrah kepada Hiyang Batara Tunggal - Tuhan
Yang Maha Esa. (Yosef Iskandar : 2005).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peranan Sang Bunisora
tersebut membentuk pribadi Wastu Kancana menjadi orang yang bijak dan religius. Penulis
Carita Parahyangan menguraiakan bahwa :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&
amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; “Sanajan umurna
ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut
ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas.” (Sekalipun umurnya masih muda
namun perilakunya seperti yang sudah banyak pengalaman, sebab ratu taat kepada Satmata,
mentaati pengasuh nya, Hyang Bunisora, yang mendiang di Gegeromas). &lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Penulis Carita Parahyangan mengisahkan Kehidupan Wastu
Kancana, dan bagaimana rakyat mencintainya. Uraian tersebut seolah-olah memuji-muji
perilakunya, bahkan dapat dijadikan contoh generasi penerusnya. Tulisan dalam Carita
Parahyangan tersebut, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; Aya deui putra Prebu, kasohor
ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma.
Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah. -
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh
ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di
Jampang. Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai. --&amp;nbsp; Batara guru di Jampang
teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak diangkat jadi ratu. --
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta anggoan
Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka Nusalarang,
daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh. -- Mana sesepuh
kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun palaturan karesianana
ngamalkeun purbatisti purbajati. Dukun-dukun kalawan tengtrem ngayakeun perjangjian-
perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan, ngabagi-bagi leuweung jeung
sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya karewelanana, para bajo ngarasa aman
lalayaran nurutkeun palaturan ratu. -- Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya
dina genggaman pangayom jagat. --&amp;nbsp; Ngukuhan angger-angger raja, ngadeg di
sanghiang linggawesi, puasa, muja taya wates wangenna. -- Sang Wiku kalawan ajen
ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang Watangageung. Ku lantaran
kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pada masa
Wastu Kancana ada peristiwa yang cukup penting, yakni peristiwa Perang Paregreg ;
masuknya pengaruh islam ke Tatar Sunda yang di bawa oleh Bratalegawa atau Haji Purwa
Galuh, putra Sang Bunisora, dan tibanya Laksmana Ceng Ho di Pelabuhan Cirebon. Didalam
rombongan tersebut terdapat Syekh Hasanudian yang kemudian turun di Karawang serta
mendirikan Pesatren Quro.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Wasiat Wastu Kancana.&lt;br
/&gt;Keberadaan Wastu Kancana di Kawali ditegaskan dalam dua buah prasasti. Hal ini
sekaligus juga menunjukan adanya eksistensi kerajaan Sunda di Kawali. Prasasti di Astana
Gede dimaksud memuat, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti Kawali 1
:&lt;br /&gt;00 nihan tanpa kawa-&lt;br /&gt;Li nu siya mulia tanpa bha-&lt;br /&gt;Gya
parebu raja wastu&lt;br /&gt;Mangadeg di kuta kawa-&lt;br /&gt;Li nu mahayu na
kadatuan&lt;br /&gt;Surawisesa nu margi sa-&lt;br /&gt;Kuliling bdayeuh nu najur
sagala&lt;br /&gt;Desa aya ma nu pa(n) deuri pakena&lt;br /&gt;Gawe rahhay pakeun
heubeul ja-&lt;br /&gt;Ya dina buana 00&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(yang berada di kawali ini
adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Raja Wastu yang bertahta di Kawali, yang
memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit [pertahanan] sekeliling ibu kota, yang
mensejahterakan [memajukan pertanian] seluruh negeri. Semoga ada [mereka] yang
kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Prasasti Kawali 1 tentu tidak bisa dipisahkan dari Prasasti Kawali Ke 2. Intinya
menjelaskan sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prasasti Kawali 2 :&lt;br /&gt;Aya
ma&lt;br /&gt;nu ngeusi bha-&lt;br /&gt;gya kawali ba-&lt;br /&gt;ri pakena kere-&lt;br
/&gt;ta bener&lt;br /&gt;pakeun na(n)jeur&lt;br /&gt;na juritan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;
[semoga ada (mereka) yang kemudian mengisi (negeri) Kawali ini dengan kebahagiaan
sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam
perang].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Isi dari prasasti kedua ditafsirkan para ahli sejarah Sunda
sebagai Wangsit (Wasiat) Wastu Kencana, ditujukan kepada generasi sesudahnya. Wasiat ini
berisi tentang wasiat agar selalu berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu) dan kesejahteraan
yang sejati (pakena kereta bener), konon perbuatan ini jika dilaksanakan dapat menjadikan
sumber kejayaan dan kesentausaan segenap manusia. Wasiat di dalam prasasti yang kedua
memiliki makna yang universal. Mungkin jika diterapkan dalam teori kepemimpinan dapat
memberikan arah yang jelas bagi perilaku pemimpin dalam melaksanakan amanah sehingga
dapat dicintai rakyatnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Pokok - pokok ajaran kesejahteraan sejati
diuraikan didalam kropak 632 dan 630, dikenal dengan sebutan naskah Siksa Kanda Ng
Karesyan. Naskah tersebut sama dengan ajaran tentang tetekon hirup yang dikenal dalam
yang dianut Batari Hyang – pembuat parit Galunggung, bahkan masih dijadikan ajarannya
resmi pada jaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan
Pajajaran.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Menurut RPMSJB, salah satu kunci ke arah kesejahteraan
sejati itu dalam kropak 630 lembar 26 dan 27 diuraikan sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu,&lt;br /&gt;pepet byakta warta manah,&lt;br
/&gt;mana kreta na bwana,&lt;br /&gt;mana hayu ikang jagat kena twah ning janma
kapahayu.&lt;br /&gt;Kitu keh, sang pandita pageuh kapanditaanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang
wiku pageuh di kawikuanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang ameng pageuh di kaamenganna, kreta
;&lt;br /&gt;sang wasi pageuh dikawalkaanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang wong tani pageuh di
katanianna, kreta ;&lt;br /&gt;sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang
gusti pageuh di kagustianna, kreta ;&lt;br /&gt;sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta
;&lt;br /&gt;sang masang pageuh di kamasanganna, kreta ;&lt;br /&gt;sang tarahan pageuh di
katarahanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang disi pageuh di kadisianna, kreta ;&lt;br /&gt;sang rama
pageuh di karamaanna, kreta ;&lt;br /&gt;sang prebu pageuh di kaprebuanna, kreta.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Ngun sang pandita kalawan sang dewarata pageuh ngretakeun ing bwana,
nya mana kreta lor kidul wetan sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa, pahi
manghurip ikang sarwo janma kabeh.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(Teguhkan, kukuhkan batas-
batas kebenaran, penuhi kenyataan niat baik dalam jiwa, maka sejahteralah dunia, maka
sentosalah jagat ini sebab perbuatan manusia yang penuh kebajikan.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Demikianlah hendaknya. Bila pendeta teguh dalam tugas nya sebagai pendeta, akan
sejahtera ; Bila wiku teguh dalam tugasnya sebagai wiku akan sejahtera ; Bila manguyu teguh
dalam tugasnya sebagai akhli gamelan, akan sejahtera ; Bila paliken teguh dalam tugasnya
sebagai akhli seni rupa, akan sejahtera ; Bila ameng teguh dalam tugasnya sebagai pelayan
biara, akan sejahtera ; Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejahtera ;
Bila wasi teguh dalam tugasnya sebagai santi, akan sejahtera ; Bila ebon teguh dalam
tugasnya sebagai biarawati, akan sejahtera ; Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai
pendeta, akan sejahtera ; Demikian pula bila walka teguh dalam tugasnya sebagai pertapa
yang berpakaian kulit kayu, akan sejahtera ; Bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani,
akan sejahtera ; Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejahtera ; Bila
euwah teguh dalam tugasnya sebagai penunggu ladang, akan sejahtera ; Bila gusti teguh
dalam tugasnya sebagai pemilik tanah, akan sejahtera ; Bila menteri teguh dalam tugasnya
sebagai menteri, akan sejahtera ; Bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat,
akan sejaktera ; Bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka, akan sejahtera ;
Bila tarahan teguh dalam tugasnya sebagai penambang penyebrangan, akan sejahtera ; Bila
disi teguh dalam tugasnya sebagai ahli obat dan tukang peramal, akan sejahtera ; Bila rama
teguh dalam tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejahtera ; Bila raja (prabu) teguh dalam
tugasnya sebagai raja, akan sejahtera.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Demikian seharusnya pendeta
dan raja harus teguh membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahteralah di utara barat
dan timur, diseluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan
seluruh umat manusia). [Jilid Ketiga, hal 39]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Inti ajaran Siksa Kanda
Ng Karesyian sebagaimana yang dimuat di dalam kropak 630 memberikan arti bahwa Jika
setiap manusia berpegang teguh kepada kebenaran dan menjalankan kewajiban sesuai dengan
tugasnya masing-masing maka akan mencapai kesejahteraan sejati. Kesejahteraan sejati
dimaksud meliputi kejehteraan batin dan kesejahteraan lahir. Kesejahteraan batin jika
manusia tidak mengingkari kebenaran, sedangkan kesejahteraan lahir dapat diperoleh jika
dalam menjalankan tugasnya dilakukan dengan cara yang jujur dan bersungguh-sungguh.
Itulah yang di wasiatkan Wastu Kancana kepada generasi sesudahnya.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Wasiat tentang kesejahteraan lahir mengandung pula konsep tentang bagaimana
manusia harus teguh dan memiliki dedikasi dibidang keahliannya. Konsep dan visi Wastu
Kancana menurut hemat saya lebih maju dari praktek kenegaraan sekarang. Saat ini banyak
orang yang bukan negarawan mengurusi masalah negara, para ahli agama banyak yang terjun
menjadi politikus, banyak politikus jadi pedagang, banyak kaum pedagang jadi penentu
kebijakan negara. Semuanya menyebabkan kerancuan dan menjauhkan bangsa dari
kesentosaan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Mungkin perlu direnungkan kembali tentang nilai-nilai
luhur yang dinasehatkan Wastu Kancana. Nilai-nilai tersebut pernah menjadi jati diri urang
Sunda. Hal nya sama dengan Naskah Darma Pitutur yang dimuat dalam korpak 630. Intinya
mengajarkan, bahwa bertanyalah kepada ahlinya, serta serahkanlah suatu persoalan kepada
ahlinya masing-masing. Tentang masalah keagamaan maka tanyakanlah kepada ahli agama –
masalah perniagaan bertanyalah kepada ahli niaga – masalah kenegaraan bertanyaan kepada
negarawan. Janganlah ahli agama turut campur memaksakan kehendak untuk mengurus
negara - tukang dagang ikut-ikutan menentukan kebijakan politik, karena semua itu bukan
bidangnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Demikian seharusnya ahli agama dan raja harus teguh
membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahteralah di utara - barat dan timur, diseluruh
hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan seluruh umat
manusia.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Terakhir marilah kita renungkan Wasiat tersebut sebagai
kearifan masa lalu. Karena : ada dahulu ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa
kini. Bila tidak ada masa silam maka tiada masa kini. Ada tonggak tentu ada batang. Bila tak
ada tonggak tentu tidak ada batang. Bila ada tunggulnya tentu ada catangnya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Hana nguni hana mangke –&lt;br /&gt;Tan hana nguni tan hana mangke –
&lt;br /&gt;Aya ma baheula hanteu teu ayeuna –&lt;br /&gt;Henteu ma baheula henteu teu
ayeuna –&lt;br /&gt;Hana tunggak hana watang –&lt;br /&gt;Hana ma tunggulna aya tu
catangna.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kembali Ke Pakuan&lt;br
/&gt;Niskala Wastu Kencana memiliki dua orang putra dari istri yang berbeda. Keduanya
mewarisi tahta yang sederajat, yakni Sunda di Galuh dan Sunda di Pakuan. Setelah Wastu
Kancana wafat pada tahun 1475, kerajaan Sunda dipecah, Sunda Galuh yang berpusat di
Keraton Surawisesa diperintah oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala
sedangkan Sunda Pakuan yang berpusat di Keraton Sri Bima diperintah oleh Sang
Haliwungan dengan gelar Prabu Susuktunggal (Pakuan).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Tantang
penobatan Susuktunggal di Pakuan menurut Atja dan Ekadjati (1989:142), sebagai berikut :
“setelah ayahnya wafat Prabu Susuktunggal menjadi raja di Pakuan&amp;nbsp; Pajajaran
yang berdiri sendiri, hingga tahun 1482 Masehi. Dengan demikian baginda berkuasa 100
tahun lamanya. Ia wafat pada usia 113 tahun”, sedangkan Dewa Niskala, didalam buku yang
sama dijelaskan, bahwa : “Prabu Niskala Wastu Kancana, pada tahun 1371 menikah dengan
Dewi Mayangsari, putri bungsu Prabu Suradipati (Bunisora), putri itu baru berusia 17 tahun.
Salah seorang putranya ialah Sang Ningratkancana. Pada usia 23 tahun dinobatkan menjadi
raja wilayah Garut dengan nama abhiseka Prabu Dewaniskala. Baginda menjadi rajamuda
pada ayahnya hingga 1475 masehi”. (Yoseph Iskandar - hal. 230).&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Pembagian tahta Sunda sama sekali tidak memutuskan hubungan kekerabatan keturunan
dari Wastu Kencana, bahkan politik kesatuan wilayah dibangun telah membuat jalinan
perkawinan antar putra-putri keduanya yang masih terbilang sebagai cucu Wastu Kencana.
Hal ini sebagaimana dilakukannya melalui pernikahan Jayadewata, putra Dewa Niskala
dengan Kentring Manik Mayang Sunda, putri Susuktunggal.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Hubungan perkawinan dilakukan juga oleh para keturunan Sang Bunisora dengan
keturunan Wastu Kencana. Dua orang putra Wastu Kancana menikah dengan putri Giri
Dewata alias Ki Gedeng Kasmaya putra Sulung Bunisora yang menikah dengan Ratya Kirana
puteri Ganggapermana raja daerah Cirebon Girang. Oleh karena itu Ki Gedeng Kasmaya
menjadi penguasa tersebut menggantikan mertunya.(RPMSJB Jilik ketiga, hal 50).&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Ngarumpak Larangan&lt;br /&gt;Kisah penyatuan kerajaan Sunda warisan
Wastu Kancana tidak terlepas dari adanya peristiwa di Galuh. Pada masa tersebut, tahta
Sunda di Kawali sudah diwariskan kepada Dewa Niskala, dan ia di anggap ngarumpak
larangan yang berlaku di keraton Galuh. Mungkin pada waktu dikatagorikan dengan
pelanggaran moral.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Masalah moralitas di wilayah Galuh sangat
mewarnai perubahan jalannya sejarah Sunda, ditenggarai dari kisah Smarakarya
Mandiminyak (Amara) dengan Pwah Rababu, istri Sempakwaja yang membuahkan perebutan
tahta Galuh. Kisah selanjutnya adalah Kisah Dewi Pangrenyep. Didalam versi cerita
tradisional, seperi pantun dan babad, kisah ini diabadikan didalam lalakon Ciung Wanara.
Demkian pula didalam kisah Dewa Niskala yang dianggap ngarumpak tabu keraton dengan
cara menikahi putri hulanjar dan sekaligus istri larangan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari masing-
masing kisah tersebut sebenarnya dapat disimpulkan, bahwa keraton Galuh memiliki tradisi
yang sangat menghormati moralitas, pada masa itu diatur dalam suatu bentuk etika hidup dan
kenegaraan, yang disebut Purbatisti – Purbajati, bahkan memiliki sanksi yang tegas,
dikucilkan dari lingkungan atau diturunkan dari tahtanya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Keyakinan
dan ketaatan Keraton Galuh demikian menjadikan suatu hal yang lumrah ketika nyusud
kagirangna, karena Cikal Bakal Galuh adalah Kendan yang didirikan oleh Resi Manikmaya,
resi sekaligus penguasa. Pada periode berikutnya para keturunan Galuh menciptakan
keseimbangan dengan membentuk negara Galunggung sebagai negara agama (kabataraan)
yang memiliki kekuatan untuk mengontrol perilaku penguasa Galuh. Ketaatan Galuh
terhadap Galunggung nampak pula ketika masa Demunawan menginisiasi Perjanjian Galuh,
sehingga pada periode berikutnya sangat wajar, ketika Dewa Niskala dipaksa untuk
mengundurkan diri karena dianggap ngarumpak larangan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah akhir
dari suatu kerajaan di pulau Jawa tentunya hampir sama, antara lain melahirkan mitos-mitos
yang terkait dengan kondisi sang raja atau keluarganya. Misalnya, munculnya mitos tentang
Sabda Palon di Majapahit dan Wangsit Siliwangi di Pajajaran. Kedua mitos tersebut
ditafsirkan sedemikian rupa dan ditautkan dengan kondisi kekinian, pada akhirnya
melahirkan paradigma tentang akan munculnya Ratu Adil.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Mitos
selanjutnya yang muncul juga dikaitkan dengan kisah Ratu Kidul yang sangat melegenda.
Didalam RPMSJB menjelaskan, bahwa : Bondan Kejawan, putra Kertabumi dari selirnya,
Wandan Bondr Cemara, mengungsi ke Mataram. Ia kemudian memperistri Nawangwulan
ratu Mataram yang juga disebut Ratu Kidul. Dari perkawinan ini lahir Ratu Angin-angin atau
Ratu Kidul yang kelak diperistri oleh Sutawijaya pendiri kerajaan Mataram”. (Jilid Ketiga,
hal 51).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Memang agak sulit melacak kebenarannya, mengingat hanya
beredar di kalangan masyarakat tradisional dalam bentuk sejarah lisan, pantun atau babad
yang sarat dengan simbol-simbol, masih perlu ditafsirkan. Namun biarlah masalah tersebut
hidup terus. Paling tidak dapat menjelaskan adanya ikatan sejarah dan benang merah antara
masa kini dengan kearifan masa lalu.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa Dewa Niskala didalam
sejarah resmi sangat terkait pula dengan eksodusnya keluarga Keraton Majapahit ke Kawali,
pasca huru hara di Majapahit yang menjatuhkan Brawijaya V. Pada masa tersebut Majapahit
mendapat serangan beruntun dari Demak dan Girindrawardana. Keluarga keraton Majapahit
mengungsi ke Pasuruan, Blambangan dan Supit Udang, namun tak kurang pula yang
mengungsi ke Kawali disebelah barat Majapahit.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah pelarian
keluarga keraton Majapahit yang menuju wilayah Galuh tiba di Kawali. Mereka dipimpin
oleh Raden Baribin, saudara seayah Prabu Kretabhumi. Mereka disambut dengan senang hati
oleh Dewa Niskala. Raden Baribin kemudian di jodohkan dengan Ratu Ayu Kirana, putri
Prabu Dewa Niskala. Putri ini adiknya Banyakcatra atau Kamandaka, bupati Galuh di Pasir
Luhur dan Banyakngampar bupati Galuh di Dayeuh Luhur.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Sayangnya Dewa Niskala dianggap ‘ngarumpak larangan’ karena menikahi seorang rara
hulanjar dan istri larangan (wanita terlarang) dari salah satu rombongan para pengungsi. Rara
hulanjar sebutan untuk wanita yang telah bertunangan. Masalah hulanjar sama halnya dengan
aturan di Majapahit, yakni perempuan yang masih bertunangan dan telah menerima
Panglarang, tidak boleh diperistri kecuali tunangannya telah meninggal dunia atau
membatalkan pertunangannya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Wanita terlarang (Istri larangan) di
dalam tradisi Sunda pada masa itu ada tiga macam. Hal ini sebagaimana rujukan dari Carita
Parahyangan dan Siksa Kandang Karesian, yaitu : (1) gadis atau wanita yang telah dilamar
dan lamarannya diterima, gadis atau wanita terlarang bagi pria lain untuk meminang dan
mengganggu, (2) Wanita yang berasal dari Tanah Jawa, terlarang dikawin oleh pria Sunda
dan larangan tersebut dilatar belakangi peristiwa Bubat, dan (3) ibu tiri yang tidak boleh
dinikahi oleh pria yang ayahnya pernah menikahi wanita tersebut. (Ekadjati – 2005 :
hal.196)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sejatinya suatu larangan akan ditaati jika mengandung
sanksi, karena suatu larangan tanpa sanksi hanya bersifat himbauan maka tidak memiliki alat
pemaksa. Demikian pula di dalam hukum adat, seseorang akan dikenakan sanksi jika ia
melanggar keseimbangan adat, dalam hal ini ada ketentuan adat yang dilanggar Dewa
Niskala, yakni Purbatisti Prbajati (tradisi) keraton Galuh yang selalu diamanatkan oleh Wastu
Kencana dan leluhur sebelumnya.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Peristiwa pernikahan Dewa Niskala
dengan hulanjar atau istri larangan, serta akibat dari perbuatannya tetsebut diabadikan oleh
penulis Carita Parahyangan, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi ratu
tujuh taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Hal yang sama dituliskan pula di dalam Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa parwa
1 sarga 3, sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; //sang ningrat kancana / a-&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Thawa prabhu dewa niskala/&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Madeg ratu ghaluh pakwan&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Ing (1397-1404) ikang ca-&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Kakala//lawasnya/pitung warca/&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Mapan sira kawilang sang sa-&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Lah mastri lawan wanodya&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Sakeng wilwatikta/&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp;
&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(Sang Ningrat Kancana atau Prabu Dewa Niskala, menjadi ratu Galuh
Pakuan pada tahun 13897-1404. Lamanya 7 tahun. Karena ia terhitung bersalah memperistri
gadis (hulanjar) dari Majapahit) [Yoseph Iskandar – hal 321].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu
Susuktunggal merasa bahwa keraton Surawisesa telah dinodai, sehingga mengancam untuk
memutuskan segala hubungan kekerabatan dengan Galuh. Ancaman demikian tidak berakibat
menakutkan jika disampaikan oleh kerabat biasa, namun lain halnya jika disampaikan oleh
seorang raja Sunda yang sederajat dengan Dewa Niskala, sehingga wajar jika kemudian
terjadi ketegangan.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Prabu Susuktunggal didalam kisah dan versi
lainnya memang tak ada ‘cawadeun’, bahkan penulis Carita Parahyangan memiliki kesan
yang sangat baik, ia mencatatkan sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Enya kieu, mimiti Sang Resi Guru boga anak Sang Haliwungan, nya eta Sang
Susuktunggal nu ngomean pakwan reujeung Sanghiang Huluwesi, nu nyaeuran Sanghiang
Rancamaya.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Tina Sanghiang Rancamaya aya nu kaluar.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; "Ngaran kula Sang Udubasu, Sang Pulunggana, Sang Surugana, ratu hiang
banaspati."&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Sang Susuktunggal, enya eta nu nyieun pangcalikan Sriman Sriwacana Sri Baduga
Maharajadiraja, ratu pakwan Pajajaran. Nu kagungan kadaton Sri bima - untarayana madura -
suradipati, nya eta pakwan Sanghiang Sri Ratudewata.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Titinggal Sang Susuktunggal, anu diwariskeunana tanah suci, tanah hade, minangka
bukti raja utama.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Lilana ngadeg ratu saratus taun.&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
*&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ketegangan diantara kedua keturunan Wastu Kancana
tersebut berakhir ketika para pemuka kerajaan mendesak keduanya untuk mengundurkan diri.
Sebagai bentuk kompromi keduanya harus menyerahkan tahtanya kepada Jayadewata, yakni
putra Dewa Niskala dan sekaligus menantu Susuktunggal. Pada masa itu Jayadewata telah
menduduki jabatan sebagai Putra Mahkota Galuh, sedangkan di Sunda diangkat sebagai
Prabu Anom.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari adanya peristiwa tersebut tentunya mengandung
hikmah yang cukup besar, karena peristiwa ini maka pada tahun 1482 M kerajaan Sunda
warisan Wastu Kencana tersebut bersatu kembali dibawah pemerintahan Jayadewata, dengan
sebutan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;DARI KAWALI
KE PAKUAN&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Kisah penyatuan kembali kerajaan Sunda menurut
versi sejarah resmi terjadi akibat perselisihan penguasa Galuh dengan Sunda yang cenderung
memutuskan hubungan kekerabatan keraton Surawisesa dan Pakuan. Hal tersebut dipicu oleh
Dewa Niskala yang dianggap melanggar larangan dengan menikahi Hulanjar dan istri
larangan. Untung saja Wastu Kancana sebelumnya telah mempersiapkan Jayadewata,
cucunya untuk meneruskan tahta Sunda. Jika saja tidak dipersiapkan dimungkinkan
hubungan Sunda dengan Galuh akan kembali sebagai hubungan sebelum dilakukannya
perjanjian Galuh di Purasaba.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata pada waktu itu masih
berposisi sebagai Putra Mahkota Sunda Kawali dan sebagai Prabu Anom di Pakuan. Gelar
Prabu Anom berdasarkan pada garis kekerabatan setelah menikah dengan putrinya Prabu
Susuktunggal, yakni Kentring Manik Mayang Sunda. Sedangkan Putra Mahkota karena ia
putra dari Dewa Niskala.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata sebelumnya melakukan
pernikahan dengan dua cucu Wastu Kancana lainnya, yakni Ambetkasih, putri Gedeng
Sindang Kasih dan Subanglarang, putra Gedeng Tapa. Pada masa itu ia masih dikenal dengan
sebutan Sang Pamanah Rasa,&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Lalampahan Jayadewata di Cirebon
ditafsirkan para sejarawan untuk menimba ilmu kenegaraan dan mendapat pengalaman lain
sebagai bekal dikemudian hari. Kisah Sang Pamanah Rasa di dalam cara mendapatkan
Ambetkasih di Sindangkasih misalnya, digambarkan sejarawan tradisional dengan sangat
dramatis, bagaimana ia dapat mengalahkan Amuk Murugul yang sakti mandraguna dalam
suatu lomba tanding satria, ia pun menyamar dengan nama Keukeumbing Rajasunu. Kisah ini
dapat ditemukan dalam cerita pantun yang syarat dengan simbol-simbol. Namun dalam dunia
nyata memang kedua tokoh benafr adanya. Amuk Murugul kemudian Menjadi raja Singapura
(Cirebon) sedangkan Sang Pamanah Rasa menjadi raja Pajajaran.&lt;br /&gt;&lt;br
/&gt;Didalam kisah lainnya Subanglarang adalah Santriwati dari Pondok Quro Karawang,
dari pernikahan tersebut lahir Walangsungsang. Putra dari Subanglarang kemudian menjadi
penyebar agama Islam di Cirebon. Namun didalam naskah Wangsakera, Walangsungsang
dianggap cucu dari Jayadewata.&amp;nbsp; Dari epos sejarah ini banyak kisah dalam
bermacam versi, Misalnya dikisahkan Jayadewata (Prabu Siliwangi) dikejar-kejar putranya
supaya pindah ageman, bahkan tak kurang yang mengidentifisir Walangsungsang sebagai
Kian Santang. Kekeliruan identifikasi ini berhenti sejenak setelah para penafsir mengalihkan
nama Kian Santang kepada Sunan Rokhmat yang dimakamkan di Godok Garut, namun kisah
ageman Prabu Siliwangi sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang
menarik.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Rupanya kebesaran nama Prabu Siliwangi memang sangat
menarik untuk diperbincangkan, tak pernah habis-habisnya, karena masyarakat tradisional di
Jawa Barat seolah-olah tidak mau melepaskan kisah raja-raja Sunda jika tidak mengaitkan
dengan nama Prabu Siliwangi. Akibatnya banyak versi dan banyak kisah, seolah-olah Prabu
Siliwangi adalah raja Sunda seluruh jaman dan tokoh untuk semua kisah serta versinya.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata adalah penguasa Sunda di Kawali yang kemudian mengalihkan
pusat pemerintahannya ke Pakuan. Pada masa muda lebih dikenal dengan sebutan Sang
Pamanah Rasa, putera Dewa Niskala, yang mewarisi tahta ayahnya di Galuh. Sebagai raja
Sunda di Galuh ia bergelar Prabu Guru Dewataprana. Kemudian mewarisi tahta mertuanya di
Pakuan dengan gelar Sri Baduga Maharaja.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sumber utama tentang
keberadaan Sri Baduga Maharaja berasal dari prasasti Kabantenan dan Batutulis Bogor.
Namun kisahnya jauh lebih terkenal dalam cerita masyarakat dengan gelar Prabu
Siliwangi.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;i&gt;Saleh Danasasmita (1981-1984) menterjemaahkan
Prasasti Bogor, sebagai berikut :&lt;br /&gt;OO wang na pun ini sakakala, prebu ratu purane
pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana diwastu diyadingan sri baduga maharaja
ratu haji pakwan pajajaran sri sang ratu dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diya anak
rahyang dewa niskala sa(ng) sidamoka di gunatiga, i(n)cu rahyang niskala wastuka(n)cana
sa(ng) sidamoka ka nusa larang, ya siya nu nyiyan sakakaia gugunungan ngabalay nyiyan
samida, nyiyan sanghayang talaga rena mahawijaya, ya siya pun OO i saka, pandawa (m)
bumi OO&lt;/i&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Terjemaahan&lt;br /&gt;[Semoga selamat. Ini
tanda peringatan bagi prabu ratu suwargi. Ia dinobatkan dengan gelar Prabuguru
Dewataprana; dinobatkan (lagi) ia dengan gelar Sri Baduga Maharaja ratu penguasa di
Pakuan Pajajaran Sri Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) di Pakuan. Dia
anak Rahiyang Dewata Niskala yang mendiang ke Nusalarang. Dialah yang membuat tanda
peringatan berupa gunung-gunungan, mengeraskan jalan dengan batu, membuat (hutan)
samida, membuat telaga Rena Mahawijaya, Ya dialah (yang membuat semua itu). (Dibuat
dalam (tahun) 1455.].&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jika dicermati dari Prasasti Bogor, Jayadewata
diistrenan sebagai raja Sunda dua kali, yakni di Kawali dengan gelar Prabuguru Dewataprana
dan di Pakuan dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Berita yang sama di muat dalam naskah
Pustaka Negara Kretabhumi parwa 1 sarga 4 halaman 47, sebagai berikut :&lt;br
/&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Raja Pajajaran winstwan ngaran Prabhuguru Dewataprana muwah winastwan
ngaran Cribaduga Maharaja Ratuhaji ing Pakwan Pajajaran Cri Sang Ratu Dewata putra ning
Rahiyang Dewa Niskala Wastu Kencana. Rahyang Niskala Wastu Kancana putra ning Prabhu
Maharaja Linggabhuanawicesa.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;[Raja Pajajaran dinobatkan dengan
gelar Prabhuguru Dewataprana dan dinobatkan lagi dengan gelar Sri Baguga Maharaja
Ratuhaji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, putra rahiyang Niskala Wastu Kancana.
Rahiyang Niskala Wastu Kancana putra Prabu Maharaja Linggabuanawisesa]. (Yoseph, hal.
226)&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Dari dua kali pengangkatannya tersebut tentunya membuahkan
tandatanya, namun dapat terjawabkan jika diketahui bahwa Jayadewata sebelum diistrenan
jadi raja Sunda ia menyandang gelar (jabatan) Putra mahkota (rajaputra) di Galuh dan Prabu
Anom di Pakuan. Gelar putra mahkota karena memang ia putra dari Dewa Niskala sedangkan
Prabu Anom karena ia menikah dengan rajaputri Pakuan, putrinya Prabu Susuktunggal, yakni
Kentring Manik Mayang Sunda. Kisah pengangkatannya di dua kerajaan tersebut adalah
suatu bentuk kompromi yang tekait dengan ketegangan penguasa Galuh dengan Sunda. Hal
tersebut diinisiasikan oleh para pemuka kerajaan untuk menjaga harmoni antara Galuh
dengan Sunda. Kisah pelantikan Jayadewata di abadikan dalam Carita Ratu Pakuan yang
disusun oleh Kai Raga dari Srimanganti (Cikuray).&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata
bertahta memerintah wilayah kerajaan Sunda (Galuh dan Sunda, kemudian disebut Pajajaran)
pada tahun 1404 sampai dengan 1443 saka, atau pada tahun 1482 sampai dengan 1521
masehi. Pajajaran dimasa pemerintahannya mencapai puncaknya. Menurut penulis Carita
Parahyangan “disebabkan melaksanakan pemerintahan yang berdasarkan purbatisti purbajati,
tidak pernah kedatangan musuh kuat atau musuh halus. Tentram disebelah utara, selatan,
barat dan timur”.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana
ngukuhan purbatisti purbajati, mana henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh
lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler, Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa
aman.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata memiliki banyak gelar, diantaranya gelar Sri
Baduga Maharaja Ratu (H)aji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, namun yang sering
disebut-sebut oleh para sejarawan adalah Sang Pamanah Rasa, Sri Baduga Maharaja dan
Prabu Siliwangi. Masyarakat di tatar Sunda merasa teu wasa untuk menyebut gelarnya,
bahkan ada yang menganggap tidak sopan, sehingga dalam cerita Pantun dan Babad lebih
dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Suatu gelar yang diberikan kepada raja Sunda yang
berjasa besar, yakni Prabu Wangi, diberikan kepada Prabu Maharaja yang gugur dalam
palagan Bubat dan Prabu Wangisuta, gelar untuk Prabu Niskala Wastu Kancana.&lt;br
/&gt;&lt;br /&gt;Alasan lain tentang nama Sri Baduga disebut Siliwangi, menurut
Wangsakerta karena dalam hal kekuasaan ia menggantikan Prabu Wangi (Linggabuana) dan
Prabu Wangisuta (Wastu Kancana). Dalam Kertabahumi 1/5 h. 22/23 ditegaskan, :&lt;br
/&gt;&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; “Cri Baduga Maharaja atyantakaweh yasa nira ring nagara Sunda. Swabhawa
Matangyan sira pramanaran Prabu Ciliwangi mapan sira sumilihaken kacakrawrtyan Sang
Prabhu Wangi ya ta sang mokteng Bubat lawan Sang Prabhu Wangisuta ya ta sang mokteng
Nusalarang”&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;(Sri Baduga Maharaja sangat banyak jasanya terhadap
negeri Sunda. Kekuasaanya seolah-olah tidak berbeda dengan Sang Prabu Maharaja yang
gugur di Bubat. Itulah sebabnya ia digelari Prabu Siliwangi karena menggantikan
pemerintahan Sang Prabu Wangi yaitu yang gugur di Bubat dan Sang Prabu Wangisuta yaitu
mendiang di Nusa Larang) [RPMSJB, Jilid Keempat, h. 3]&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Penulis
Carita Parahyangan menyebutnya dengan nama Sang Ratu Jayadewata. Kisah tersebut,
sebagai berikut :&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Diganti ku Prebu, putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di
Rancamaya, lilana jadi ratu tilu puluh salapan taun.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *
·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp
;nbsp; Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana
henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler,
Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.&lt;br
/&gt;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp; *&amp;nbsp; &lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Jayadewata
sampai pada tahun 1482 masih memusatkan kegiatan pemerintahan Sunda di Kawali. Bisa
disebut bahwa tahun 1333 - 1482 adalah Jaman Sunda Kawali, selanjutnya pemerintahan di
pindahkan ke Pakuan. Didalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat di sebut-sebut Kawali
pernah menjadi pusat pemerintahan Sunda. Tentunya berhubungan dengan Prasasti Kawali
yang menegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan keratonnya yang
disebut Surawisesa dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" yang berarti keraton yang
memberikan ketenangan hidup.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;Sumber Bacaan :&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah) - Jilid 1, Edi S. Ekadjati,
Pustaka Jaya, Bandung, Cet Kedua – 2005&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3, Tjetjep, SH
dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Yoseph Iskandar. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa), Geger Sunten,
Bandung – 2005.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Yosep Iskandar, Perang Bubat, Naskah bersambung Majalah Mangle, Bandung,
1987.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Yus Rusyana – Puisi Geguritan Sunda : PPPB, 1980&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Tjarita Parahjangan, Drs.Atja, Jajasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung-
1968.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Sejarah Bogor (Bagian 1), Saleh Danasasmita. Pemda DT II Bogor.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; pasundan.homestead.com - Sumber : Salah Dana Sasmita, Sejarah Bogor, 24
September 2008.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Galuh, 5 April 2010.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; wikipedia.org/wiki/Kawali, tanggal 5 April 2010.&lt;br
/&gt;·&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;&amp;nbsp;
&amp;nbsp; Sumber lain.&lt;br /&gt;&lt;br /&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-
footer"&gt;&lt;img width='1' height='1'
src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
699783370525146587?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/699783370525146587/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tentang-kawali.html#comment-form' title='0
Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/699783370525146
587'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/699783370525146
587'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/tentang-kawali.html' title='TENTANG
KAWALI'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry><entry><id>tag:
blogger.com,1999:blog-7972699422989074953.post-
6517244858174274889</id><published>2010-10-13T22:38:00.001-
07:00</published><updated>2010-10-13T22:39:55.162-07:00</updated><category
scheme='http://www.blogger.com/atom/ns#' term='Arsip Nasional'/><title
type='text'>BANDUNG LAUTAN API</title><content type='html'>&lt;m:smallfrac
m:val="off"&gt; &lt;m:dispdef&gt; &lt;m:lmargin m:val="0"&gt; &lt;m:rmargin
m:val="0"&gt; &lt;m:defjc m:val="centerGroup"&gt; &lt;m:wrapindent
m:val="1440"&gt; &lt;m:intlim m:val="subSup"&gt; &lt;m:narylim
m:val="undOvr"&gt;&amp;nbsp;&lt;/m:narylim&gt;&lt;/m:intlim&gt;&lt;/m:wrapindent&gt
;&lt;/m:defjc&gt;&lt;/m:rmargin&gt;&lt;/m:lmargin&gt;&lt;/m:dispdef&gt;&lt;/m:smallfrac
&gt;&lt;br /&gt;&lt;m:smallfrac m:val="off"&gt;&lt;m:dispdef&gt;&lt;m:lmargin
m:val="0"&gt;&lt;m:rmargin m:val="0"&gt;&lt;m:defjc
m:val="centerGroup"&gt;&lt;m:wrapindent m:val="1440"&gt;&lt;m:intlim
m:val="subSup"&gt;&lt;m:narylim m:val="undOvr"&gt;
&lt;/m:narylim&gt;&lt;/m:intlim&gt; &lt;/m:wrapindent&gt;
&lt;/m:defjc&gt;&lt;/m:rmargin&gt;&lt;/m:lmargin&gt;&lt;/m:dispdef&gt;&lt;/m:smallfrac
&gt;&lt;br /&gt;&lt;div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align:
justify;"&gt;&lt;span lang="DE" style="color: black; font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;&lt;/span&gt;&lt;span lang="DE" style="color: black; font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;BANDUNG
LAUTAN API&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="MsoNormal" style="text-align:
justify;"&gt;&lt;br /&gt;&lt;span lang="DE" style="color: black; font-family:
&amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-serif&amp;quot;;"&gt;Pada bulan
September-Oktober 1945 terjadi bentrokan fisik antara pemuda, TKR, dan rakyat Bandung
dengan tentara Jepang dalam usaha pemindahan markas Jepang, antara lain di Gedung PTT,
pabrik senjata dan mesiu di Kiaracondong, yang puncaknya terjadi di Heetjanweg, Tegalega.
Pada tanggal 9 Oktober 1945, bentrokan fisik dengan pihak Jepang dapat diselesaikan dengan
damai. Pemuda, TKR, dan rakyat Bandung berhasil mendapatkan senjata mereka dan
kemenangan ada di pihak rakyat Bandung. Namun bersamaan dengan itu, datanglah tentara
Sekutu memasuki kota Bandung (21 Oktober 1945) sebanyak 1 brigade dipimpin Mc Donald
Divisi India ke 23, dengan dikawal Mayor Kemal Idris dari Jakarta. &lt;/span&gt;&lt;span
lang="SV" style="color: black; font-family: &amp;quot;Calibri&amp;quot;,&amp;quot;sans-
serif&amp;quot;;"&gt;Peranan Sekutu sebagai wakil kolonial Belanda segera menimbulkan
ketegangan dan bentrokan dengan rakyat Bandung. Insiden-insiden kecil yang menjurus pada
pertempuran sudah tidak dapat dihindari lagi. Pada tanggal 24 November 1945, TKR,
pemuda, dan rakyat yang dipimpim oleh Arudji Kartasasmita sebagai komandan TKR
Bandung memutuskan aliran listrik sehingga seluruh kota Bandung gelap gulita dengan
maksud mengadakan serangan malam terhadap kedudukan Sekutu. Sejak saat itu,
pertempuran terus berkecamuk di Bandung. Karena merasa terdesak, pada tanggal 27
November 1945 Sekutu memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat Sutarjo
ditujukan kepada seluruh rakyat Bandung agar paling lambat tanggal 29 November 1945
pukul 12 unsur bersenjata RI meninggalkan Bandung Utara dengan jalan kereta api sebagai
garis batas dermakasinya. Tetapi sampai batas waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak
mematuhinya. Maka sejak saat itu, Sekutu telah menganggap bahwa Bandung telah terbagi
menjadi 2 bagian dengan jalan kereta api sebagai garis batasnya. Bandung bagian utara
dianggap milik Inggris, sedangkan Bandung Selatan milik Republik. Mulailah tentara Sekutu
yang terdiri dari tentara Inggris, Gurkha, dan NICA meneror penduduk di bagian Utara jalan
kereta api. Mereka menghujani tembakan ke kampung-kampung dengan membabi buta.
Kekalahan Republik dalam mempertahankan Gedung Sate/PTT membawa korban 7 orang
meninggal dunia sebagai pahlawan. Pertempuran di UNPAD pada tanggal 1 Desember, Balai
Besar K.A., dan Stasiun Viaduct pada 3 Desember menjadi saksi atas ketahanan bangsa
Indonesia. Sepanjang bulan Desember 1945 sampai Januari 1946, pertempuran masih
berlangsung dengan jalan kereta api sebagai garis demarkasinya. Titik utamanya: Waringin,
Stasiun Viaduct, dan Cicadas. Demikian pertempuran di Fokkerweg berlangsung selama 3
hari 3 malam. Pada tanggal 2 Januari 1946, konvoi Inggris dari Jakarta yang terdiri dari 100
truk tiba di Bandung. Bantuan dari Jakarta selalu mengalir untuk membantu pertahanan
Sekutu yang ada di Bandung, sementara di pihak Republik bantuan pun tak kunjung henti
dari berbagai daerah. Sekutu merasa tidak aman karena selalu mendapat serangan dari TKR,
pemuda, dan rakyat Bandung. Pada tanggal 24 Maret 1946, Sekutu mengeluarkan ultimatum
lagi kepada bangsa Indonesia yang masih mempunyai atau menyimpan senjata, bahwa pada
malam minggu harus sudah meninggalkan seluruh Bandung. Dengan demikian, garis
demarkasi yang telah dibuat itu tidak digunakan lagi. Ultimatum itu berakhir sampai tengah
malam Senin 24-25 Maret 1946. Secara lisan, pihak Sekutu meminta untuk mengawasi
daerah dengan radius 11 km sekitar Bandung. TKR dan pasukan lainnya meminta waktu 10
hari karena penarikan TKR dalam waktu singkat tidak mungkin, namun tuntutan itu tidak
disetujui. Dengan demikian, pertempuran sulit untuk dihindarkan. Ribuan orang mulai
meninggalkan kota Bandung. Bulan Februari sampai Maret 1946, Bandung telah berubah
menjadi arena pertempuran. Seperti yang diberitakan Kantor Berita ANTARA: “Berita yang
diterima siang hari ini menyatakan sebagai berikut: Bandung menjadi lautan api. Gedung-
gedung dari jawatan-jawatan besar hancur, di antaranya kantor telpon, kantor pos, jawatan
listrik. Sepanjang jalan Pangeran Sumedang, Cibadak, Kopo, puluhan rumah serta pabrik gas
terbakar. Semua listrik, penerangan di daerah Bandung putus, yakni Banjaran, Ciperu, dan
Cicalengka. Yang masih berjalan hanya listrik penerangan daerah Pengalengan. Lebih lanjut
dikabarkan, bahwa Inggris mulai menyerang pada tanggal 25 Maret pagi, sehingga terjadi
pertempuran sengit yang masih berjalan sampai saat dibikinnya berita ini” (Sumber: Berita
ANTARA, 26 Maret 1946).. Bandung sengaja dibakar oleh tentara Republik. Hal ini
dimaksudkan agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana sini asap hitam
mengepul membumbung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang
sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa
Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik
Sekutu. TKR bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda
Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut
dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun
ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal
di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak
saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduiduk dan kosong
dari tentara. Tetapi api masih membumbung masih membakar Bandung. Kini Bandung
berubah menjadi lautan api. Rakyat berduyun-duyun meninggalkan Bandung Selatan untuk
mengungsi ke desa-desa. Sekutu tetap melancarkan serangan-serangan tapi jauh di utara
ditujukan ke selatan. Sampai saat itu, hanya 16.000 orang pribumi yang tinggal di Bandung
Utara, padahal sebelumnya daerah itu berpenduduk 100.000
jiwa.&lt;/span&gt;&lt;/div&gt;&lt;div class="blogger-post-footer"&gt;&lt;img width='1'
height='1' src='https://blogger.googleusercontent.com/tracker/7972699422989074953-
6517244858174274889?l=raksasunda.blogspot.com' alt='' /&gt;&lt;/div&gt;</content><link
rel='replies' type='application/atom+xml'
href='http://raksasunda.blogspot.com/feeds/6517244858174274889/comments/default'
title='Poskan Komentar'/><link rel='replies' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/bandung-lautan-api.html#comment-form'
title='0 Komentar'/><link rel='edit' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/651724485817427
4889'/><link rel='self' type='application/atom+xml'
href='http://www.blogger.com/feeds/7972699422989074953/posts/default/651724485817427
4889'/><link rel='alternate' type='text/html'
href='http://raksasunda.blogspot.com/2010/10/bandung-lautan-api.html' title='BANDUNG
LAUTAN API'/><author><name>Raksa
Bumi</name><uri>http://www.blogger.com/profile/12194220152426893418</uri><email>n
oreply@blogger.com</email><gd:extendedProperty
xmlns:gd='http://schemas.google.com/g/2005' name='OpenSocialUserId'
value='07881832096843135801'/></author><thr:total>0</thr:total></entry></feed>
PENTADBIRAN MUKIM
 
Institusi Penghulu adalah sebuah institusi yang tertua di Negara ini kerana ia telah wujud sejak
Pemerintahan Raja-Raja Melayu hingga sekarang, tetapi peranannya telah berubah dari semasa
ke semasa mengikut peredaran zaman. Oleh itu, generasi Penghulu yang ada sekarang perlu
memainkan peranan mereka dalam menentukan Institusi Penghulu ini tetap kekal hingga ke
akhir zaman. 

PERANAN PENGHULU SEBELUM DAN SELEPAS KEMERDEKAAN: 

Institusi Penghulu Zaman Pemerintahan Raja-Raja Melayu: 


Perlantikan: Dilantik oleh Raja/Pembesar mengikut keturunan. 

Tugas: 

1. Memungut cukai 
2. Menjaga keamanan 
3. Mendamaikan pergaduhan 
4. Menyediakan buruh 

PERANAN PENGHULU DI ZAMAN BRITISH: 

Perlantikan Penghulu dibuat oleh Sultan. 

Tugas: 

1. Menjaga undang-undang kerajaan di mukim (kepentingan British). 


2. Mengutip cukai dengan menyimpan 10% untuk kegunaan sendiri. 
3. Mendamaikan perkelahian anak buah. 
4. Menjaga keselamatan. 
5. Mengadili kesalahan-kesalahan yang kurang penting. 

PERANAN PENGHULU SELEPAS MERDEKA: 

Lantikan oleh Suruhanjaya Awam Negeri. 

Tugas: 

1. Ketua Pentadbiran Mukim 


2. Perantaraan kerajaan dengan rakyat 
3. Menjalankan tugas yang diarahkan oleh Pegawai Daerah dan Penolongnya. 
4. Mengawasi kerja-kerja Ketua Kampung. 
5. Membantu Pentadbir Tanah. 
6. Mengawas perlakuan dan pelanggaran adat dan agama. 
7. Mengawasi kejadian jenayah. 
8. Menggalakkan perpaduan penduduk. 
9. Menguruskan hal-hal berkaitan harta pusaka kecil. 
10. Lain-lain perkara dalam mukim. 
PERANAN PENGHULU MASA KINI: 

Fungsi Penghulu berubah, sesuai dengan kehendak pembangunan dan pembaharuan


Perkhidmatan Awam. Tugas-tugas sedia ada dikekalkan dan ditambah dengan tugas-tuigas
berkaitan pembangunan. Mulai awal tahun 90'an, Pejabat Penghulu diletakkan dibawah bahagian
Pembangunan Pejabat Daerah serta melaksanakan kehendak-kehendak Pekeliling Pentadbiran
Kemajuan Pentadbiran Permodenan Perkhidmatan Awam manakala peranan dan tanggungjawab
Penghulu disesuaikan dengan matlamat organisasi kearah Budaya Kerja Cemerlang.

Penghulu Mukim mentadbir keseluruhan mukim, menghadiri mesyuarat- mesyuarat di peringkat


daerah, dibantu oleh dua orang Penolong Penghulu. Kerja-kerja dijalankan mengikut
pembahagian tugas yang telah ditentukan. Dalam melicinkan jentera pentadbiran, semua
penghulu bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kampung-kampung yang dipecahkan untuk
selenggaraan dan perhatian sewajarnya. 

PUSAT PENTADBIRAN MUKIM DI DAERAH MANJUNG 

MUKIM SITIAWAN: 

Mukim Sitiawan terletak di dalam daerah Manjung. Ditadbirkan oleh tiga orang Penghulu dan
seorang kerani. Mukim ini mempunyai keluasan 331.5 kilometer persegi, dengan bilangan
penduduk seramai 95,920 orang (mengikut Banci Penduduk dan Perumahan Malaysia 2000)
terdiri dari kaum Melayu, India dan Cina. 

Mukim Sitiawan merupakan mukim terbesar di daerah Manjung. Ia bersempadankan dengan


mukim Beruas dan mukim Bota (Perak Tengah) di sebelah utara, mukim Pengkalan Bharu di
sebelah barat, mukim Lekir di sebelah selatan dan mukim Lumut di sebelah timur. Keadaan
bentuk muka bumi rata dan pamah, sesuai sekali dengan tanaman kelapa sawit, kelapa dan
mempelam. 

Mukim Sitiawan mempunyai 13 orang ketua kampung, 13 buah jawatankuasa keselamatan dan
kemajuan kampung (JKKK), 8 orang pengerusi Kampung Baru. Mukim ini mempunyai dua orang
ahli Parlimen (Parlimen Lumut dan Beruas), 5 ADUN (Sitiawan, Pantai Remis, Pasir Panjang,
Pengkalan Bharu dan Pangkor). 

Mukim Sitiawan merupakan tempat perniagaan dan perdagangan, dimana terdapat beberapa
buah pusat membeli belah dan 11 buah hotel. Selain itu pusat pentadbiran daerah semuanya
tertumpu di mukim Sitiawan. 

Penghulu Mukim mengawasi Kg. Sg.Wangi, Kg. Sitiawan, Kg. Changkat Chermin, Kg. Telok
Penchalang, Kg. Sungai Ramai manakala Penolong Penghulu mengawasi Kg. Pasir Panjang, Kg.
Dato' Seri Kamaruddin, Kg. Ayer Tawar, Kg. Banjar dan Kg. Serdang. 

MUKIM LUMUT: 

Mukim Lumut merupakan salah satu daripada lima mukim dalam daerah Manjung. Ia
bersempadankan mukim Pengkalan Bharu di bahagian utara, Selat Melaka di bahagian barat dan
selatannya dan mukim Sitiawan di bahagian timur. Kawasan pentadbiran mukim Lumut ini
merangkumi hingga ke Pulau Sembilan. 

Mukim Lumut terbahagi kepada 10 buah kampung induk iaitu 6 di tanah besar dan 4 di Pulau
Pangkor, mempunyai 10 buah JKKK pula bagi membantu pelaksanaan pentadbiran mukim Lumut
khasnya dan daerah amnya. 

Mukim Lumut ditadbir oleh dua orang Penghulu Mukim dimana seorang ditempatkan di tanah
besar (Pejabat Penghulu Mukim Lumut, Jalan Telok Muruh) manakala seorang lagi ditempatkan
di Pulau Pangkor (Pejabat Penghulu, Pangkor). 

Mukim Lumut terletak dalam kawasan Parlimen Lumut dan dua kawasan Dewan Undangan
Negeri iaitu DUN Pasir Panjang dan DUN Pangkor. 
Pusat Pentadbiran: 

(1) Pejabat penghulu Mukim Lumut, Jalan Telok Muruh, Lumut 

Pejabat ini mula beroperasi pada 1.1.1993 setelah mengalami perpindahan sebanyak 2 kali.
Pejabat yang pertama terletak di tepi pantai Lumut dan kemudian berpindah ke 77S, Jalan
Mustafa Al-Bakri, Lumut yang kini menjadi Pejabat Hutan. 

(2) Pejabat Penghulu Pangkor, Jalan Pasir Bogak, Pangkor 

Pejabat ini juga merupakan pejabat baru dimana sebelumnya terletak di tepi pantai jalan Sg.
Pinang berhampiran Jeti Pangkor. Ditadbir oleh seorang Penghulu Mukim dan dibantu oleh dua
orang Ketua Kampung iaitu Ketua Kampung Sg. Pinang dan Ketua Kampung Teluk Kecil. Ahli
JKKK bagi Kg. Teluk Kecil, Pangkor Selatan adalah seramai 14 orang manakala bagi Kampung
Sg. Pinang Besar adalah seramai 13 orang. 

Disebabkan kedudukan mukim ini sebagai destinasi pelancongan di rantau ini, pembangunan
akan terus dilaksanakan dengan konsep bersepadu. Projek-projek pelancongan bercorak
pelancongan akan diseimbangkan dengan pembangunan masyarakat seluruhnya dari segi cara
hidup dan persekitaran sosial, keperluan fizikal dan psikologi, kemudahan kesihatan dan
pendidikan, kemudahan asas dan taman rekreasi hinggalah kepada usaha-usaha meningkatkan
taraf hidup orang-orang miskin. 

MUKIM PENGKALAN BHARU: 

Mukim ini bersempadankan Larut Matang dan Selama di sebelah utara dan Mukim Beruas di
sebelah timur, di sebelah barat Mukim Lumut manakala di sebelah selatan pula ialah Selat
Melaka. Luas kawasan mukim ini ialah kira-kira 256.4 kilometer persegi. 

Mukim Pengkalan Baharu terletak di kawasan Parlimen Beruas dan dibawah Ahli Dewan
Undangan Pantai Remis dan Pengkalan Baharu. Mukim Pengkalan Baharu ditadbir oleh seorang
Penghulu Mukim dan dibantu oleh seorang Kerani Penghulu. Ketua-Ketua Kampung (12 orang)
dan oleh Ahli JKKK memainkan peranan bersama membantu Penghulu didalam melaksanakan
pembangunan mukim. 

Pejabat Penghulu Mukim Pengkalan Baharu pada mulanya disekalikan dengan Rumah Kediaman
Penghulu, iaitu di rumah kediaman No. 294 S Jalan Pengkalan Baharu. Pada tabun 1985 pejabat
penghulu dipindahkan ke bangunan lama Dewan Orang Ramai Pengkalan Baharu yang terletak
berhampiran dengan Rumah Penghulu. Akhir sekali pada tahun 2002 pihak kerjaan negeri telah
membina sebuah bangunan pejabat penghulu yang baru bernilai RM173,000.00 dan digunapakai
sehingga sekarang. 

MUKIM LEKIR: 

Bersempadan dengan Mukim Sitiawan di utara, Hilir Perak di selatan, Selat Melaka di barat dan
Perak Tengah di timur. Ia terletak di laluan destinasi pelancongan ke Lumut dan Pangkor dan
mempunyai keluasan 137.3 km persegi. 

Pejabat Penghulu Lekir pada mulanya terletak di Batu 8, dan berpindah ke Batu 10 pada tahun
1991. Perpindahan ini disebabkan Pejabat Penghulu terlibat dengan pembinaan laluan Lebuhraya
Kampong Koh - Kayan. 

Terdapat tiga orang kakitangan di Pejabat Penghulu, iaitu Penghulu Mukim, Penolong Penghulu
dan seorang Kerani Penghulu. Dalam melaksanakan kemajuan dan pembangunan mukim,
Penghulu-penghulu ini dibantu oleh enam orang ketua kampung dan JKKK. Kampung-kampung
tersebut ialah Kampong Pasir Pandak, Kampong Batu 8, Kampong Batu 10, Kampong Sungai
Tiram, Kampong Batu 14, dan Kampong Kayan. 

MUKIM BERUAS: 
Mukim Beruas terletak di utara daerah Manjung, mempunyai keluasan 19,174 hektar atau
119.36 kilometer persegi. Mukim ini bersempadankan dengan daerah Kuala Kangsar di sebelah
utara, daerah Perak Tengah di sebelah timur, di sebelah barat bersempadankan dengan mukim
Pengkalan Bharu dan di sebelah selatan bersempadankan dengan mukim Sitiawan. 

Mukim Beruas terletak di tengah-tengah perjalanan di antara Taiping-Lumut-Ipoh-Kuala


Kangsar. Jarak perjalanan mengikut jalanraya dari Ipoh ialah 57 km, dari Taiping 55 km, dari
Kuala Kangsar 50 km, dari Lumut 50 km dan dari Pantai Remis sejauh 22 km. 

Pejabat Penghulu Mukim Beruas ini terletak di dalam Pekan Beruas. Mukim ini ditadbir oleh dua
orang penghulu. 

You might also like