Professional Documents
Culture Documents
KEBIJAKAN EKSPOR
Kebijakan ekspor didasarkan pada Program Perencanaan Nasional (Propenas) dan Rencana
Jangka panjang dan Menengah (RJPM) yang pelaksanaannya dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, peraturan Presiden dan peraturan Menteri. Penetapan kebijakan ekspor
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat mengingat bahwa kebijakan tersebut terkait dengan
perjanjian internasional, jangkauan operasional bersifat nasional yang memerlukan koordinasi
antar instansi terkait tingkat nasional maupun lembaga internasional. Kebijakan ekspor disusun
dalam rangka peningkatan daya saing, menjamin kepastian usaha dan kesinambungan bahan
baku industri di dalam negeri, mendukung tetap terpeliharanya kelestarian lingkunganjsumber
daya alam dan yang menyangkut Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, Lingkungan dan Moral
Bangsa (K3LM) serta adanya perjanjian internasional. Kebijakan ekspor ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Perdagangan.
Kebijakan Impor bertujuan untuk melindungi industry di dalam negeri dari persaingan barang-
barang impor. Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan berbagai instrumen, baik yang
berbentuk tarif maupun non tarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan dengan tidak menggunakan
tarif disebut non-tariff barriers. Hambatan yang termasuk ke dalam hambatan non-tarif, antara
lain kuota, subsidi, diskriminasi harga, larangan impor, premi, dan dumping.
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff
barrier).
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang – barang
produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor dari
luar negeri, dengan cara menarik / mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor
yang masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk
yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan
internasional (Dr. Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier)
sebagai berikut :
Dumping adalah pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor yang dijual
kepada negara pengimpor, dibandingkan dengan harga normal yang diberlakukan di pasaran
domestik (negara pengekspor). Sedangkan barang dumping adalah barang yang diimpor dengan
tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor.
Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah suatu bentuk
diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda
atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar
tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut.
Dumping merupakan salah satu dari strategi dalam merebut persaingan pasar luar negeri yaitu
dengan cara diskriminasi harga. Diskriminasi harga, menurut Ida Bagus Wyasa Putra, ada tiga
alasan yaitu pertama, untuk mengembangkan pasar, dengan cara memberikan insentif melalui
pemberlakukan harga yang lebih rendah kepada pembeli pasar yang dituju. Kedua, adanya
peluang, pada kondisi pasar yang memungkinkan penentuan harga secara lebih leluasa, baik di
dalam pasar ekspor maupun impor. Ketiga, untuk mempersiapkan kesempatan bersaing dan
pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik dengan cara memanfaatkan strategi penetapan
harga yang lebih baik dan progresif.
Umumnya motif suatu negara pengekspor yang melakukan dumping adalah merebut pangsa
pasar bagi produknya di negara-negara tujuan ekspor. Ketika harga barang yang diekspor lebih
rendah dari harga barang yang sama di negara tujuan ekspor maka tentunya ini akan
menguntungkan negara pengeskpor karena secara rasional produknya akan digemari di negara
luar negeri dan ini akan memberikan multiplier yang positif dan besar bagi perekonomian negara
pengekspor.
Namun praktek dumping merupakan praktek perdagangan yang tidak fair, karena bagi negara
pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang
sejenis dalam negeri. Dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya
jauh lebih murah daripada barang di dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis yang
diproduksi di dalam negeri kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang
sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan
kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Kartel
Istilah karte.J terdapat da1am beberapa bahasa seperti "cartel" dalam bahasa Inggris dan "kartel"
dalam bahasa Belanda. "Cartel" disebut juga "syndicate" yaitu suatu kesepakatan (tertulis)
antara beberapa perusahaan produsen dan lain-lain yang sejenis untuk mengatur dan
mengendalikan berbagai hal, seperti harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, dengan tujuan
menekan persaingan dan meraih keuntungan.
Selanjutnya menurut Winardi kartel itu merupakan gabungan atau persetujuan (conventie)
antara pengusaha-pengusaha yang secara yuridis dan ekonomis berdiri sendiri. Untuk mencapai
sasaran; peniadaan sebagian atau seluruh persaingan antar pengusaha, untuk dapat menguasai
pasar, hat mana biasanya tujuan pembentukan kartel, diperlukan syarat bahwa kartel mencakup
bagian terbesar dari badan. badan usaha yang ada, dengan ketentuan bahwa mereka menggarap
pasaran yang bersangkutan.
Berdiri sendirinya badan.badan usaha tersebut, membedakan kartel dengan bentuk.bentuk trust
dan konsern. Hal tersebut tetap dipertahankan sekalipun kerjasama pada penjualan demikian
jauh hingga dibentuk suatu kantor penjualan bersama (gemeinschappelijk - verkoopkantoor)
yang membagi pesanan-pesanan menurut ketentuan- ketentuan yang ditetapkan atas badan-badan
usaha yang menjadi anggota.
Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk
membatasi suplai dan kompetisi. Berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir
semua negara. Walaupun demikian, kartel tetap ada baik dalam lingkup nasional maupun
internasional, formal maupun informal. Berdasarkan definisi ini, satu entitas bisnis tunggal yang
memegang monopoli tidak dapat dianggap sebagai suatu kartel, walaupun dapat dianggap
bersalah jika menyalahgunakan monopoli yang dimilikinya. Kartel biasanya timbul dalam
kondisi oligopoli, dimana terdapat sejumlah kecil penjual.