Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
2.1.1. Apendiks
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).
2.1.2. Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering ( Arif Mansjoer dkk, 2000 hal 307 ).
2.1.4. Apendiktomi
Apendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan
prosedur atau pendekatan endoskopi.
2.2. Anatomi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch ( analog
dengan Bursa Fabricus ) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10cm ( kisaran 3-15cm ) dengan diameter 0,5-1cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Basis appendiks terletak di bagian postero medial caecum, di bawah katup
ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks verviformis disangga oleh mesoapendiks ( mesenteriolum ) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.Apendikularis ( cabang a.ileocolica). orificiumnya terletak
2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
( Wim de Jong, 2004 )
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria ( oto longitudinal dan sirkuker ) dan serosa.
Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan
lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal,
2.3. Fisiologi
2.4. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks,
dan cacing askaris terdapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolyca. ( Wim de Jong, 2004 )
2.5. Patologi
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 - 48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah
dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
2.6.2. Tanda
Ditentukan oleh posisi dari apendiks dan apakah apendiks mengalami ruptur.
Tanda – tanda vital memperlihatkan takikardi ringan atau kenaikan temperatur 10C.
Posisi yang nyaman bagi pasien adalah posisi seperti fetus atau terlentang dengan
tungkai ditarik, terutama tungkai kanan. Gerakan posisional menyebabkan nyeri.
Apendiks anterior memberikan nyeri tekan maksimum, kekakuan otot ( defense
muskular ), dan nyeri lepas pada titik McBurney ( sepertiga jarak dari spina iliaka
anterior superior ke umbilikus ). Hiperestesa kutaneus mungkin dapat ditemukan dini
dalam daerah yang dipasok oleh saraf spinalis kanan T10, T11, T12. Tanda Rovsing (
2.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz ( 2002 ), Catzel ( 1995 ), Hartman ( 1994 ), antara
lain :
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang
penting adalah :
a. Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri viseral ) yang beberapa
waktu kemudian menajalar ke perut kanan bawah
b. Muntah oleh karena nyeri viseral
c. Panas ( karena kuman yang menetap di dinding usus )
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis,
tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan
cairan.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurut Mansjoer, 2000 :
a. Sebelum operasi
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
3. Rehidrasi
4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan
c. Pasca Operasi
1. Observasi TTV
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selam pasien dipuasakan
5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan
2.9. Komplikasi
1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson 1994 :
a. Perforasi
b. Peritonitis
c. Infeksi Luka
d. Abses intra abdomen
e. Obstruksi intestinum
2. Menurut Arif Mansjoer, 2000 :
Apendisitis adalah penyakit yang jarang meredea dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai
kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena
perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut. ( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
2.10. Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada
30% kasus apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa
2.11. Pencegahan
Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.