Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Asy’ariyah merupakan salah satu nama dari beberapa nama corak pemikiran
dalam ilmu kalam, disebut Asy’ariyah sebagai nisbat kepada seorang yang pertama
kali memunculkan dan mengembangkan paham tersebut. Dialah Abu Hasan Ali bin
Ismail Al-Asy’ari yang lahir dari keturunan seorang yang dijadikan utusan
perdamaian dalam peperangan antara Ali dengan Muawiyah pada peristiwa tahkim 1.
Aliran Asy’ariyah ini juga yang disebut-sebut sebagai bagian dari aliran
Ahlussuinnah Wa al-Jama’ah yang menjadi aliran yang diikuti oleh mayoritas umat
Islam.
Aliran ini muncul selain untuk membela kaum “Mustadl’afin” yang menjadi
korban kaum Mutazilah karena berbeda pendapat tentang al-qur’an sebagai makhluk,
juga muncul sebagai aliran yang menentang aliran mutazilah (yang ditinggalkannya).
Di Indonesia, aliran ini diklaim oleh para kiai tradisional sebagai kelompok
yang selamat (al-firqt al-najiyah), meskipun banyak para cendikiawan muslim lebih
umat karena hanya banyak membahas tentang sepiritual dan akhirat belaka,
sementara umat yang ada di indonesia sampai sekarang ini mempunyai etos kerja
1
Hamka, Sejarah Baru Islam; Muhamad Mahzum, Studi Kritis Poeristiwa Tahkim, Pustaka Setia Hal.
43, 1999; A. Hanafi, Teologi Islam, Bulan Bintang, Jakart5a, 1974.
1
Makalah ini dibuat untuk membahas tentang aliran Asy’ariyah yang meliputi
Namanya Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, dilahirakan di kota bashrah
(irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M. Sejak kecilnya
sampai usia 40 tahun, dia belajar kepada seorang ulama yang mashur yaitu Abu Ali
al-Jubai (yang menjadi tokoh mutazilah). Karena kemahirannya, ia sering diutus oleh
menjauhkan diri dari pemikiran mutazilah itu dan berkiblat kepada pemikiran-
pemikiran fuqaha dan ahli hadits yang dipelopori oleh Imam Ahmad bin Hanbal,
padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majelis mereka dan tidak pernah pula
dari orang banyak di rumahnya selama lima belas hari, kemudian ia pergi ke mesjid
memeluk aliran mutazilah yang mempunyai paham bahwa al-qur’an itu makhluk dan
Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala kelak di hari kiamat dan lain sebagainya,
2
Prof. Dr. Imam Muhammad Abu zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam islam, hal. 190.
Logos.,1996
2
kemudian ia mengatakan sebagai berikut: “Saya tidak lagi mengikuti paham tersebut
Beberapa faktor yang menyebabkan keluarnya Abu Hasan Ali bin Ismail Al-
Asy’ari ini dari aliran mutazilah: Pertama, Setelah mengadakan perdebatan dengan
ahli hadits, dan Asy’ari sendiri merasa khawatir jika al-qur’an dan hadits akan
menjadi korban kaum mutazilah, Kedua, Kekhawatiran terhadap sikap ahli hadits
menjadi beku dan lemah karenanya, maka ia lebih baik mengambil jalan tengah
antara faham rasionalis (mutazilah) dan tekstualis (Ahl al-Hadits), Ketiga, Asy’ari
dengan gurunya yang juga pendiri mutazilah (Al-Jubai) tentang al-Ashalah wa al-
ashlah yang memperjelas setatus tiga orang manusia yaakni orang mukmin, orang
3
op cit, 104,1980
3
disiksa, maka Aku menjaga keselamatanmu dan ibumu sebelum engkau mencapai
usia baligh, Asy’ari berkata lagi jika orang kafir itu berkata “Ya Robbi engkau
mengetahui keadaan si kecil seperti mengetahui keadaanku, mengapa engkau tidak
menjaga kemaslahatannku seperti engkau menjaga anak kecil itu. Setelah itu,
tunduklah al-Jubai (diam tidak bisa menjawab)4.
Tokoh-tokoh Asy’ariyah
meningkat dan pesat, terutama setelah banyak yang jadi pengikutnya berdatangan dari
kalangan orang-orang terkemuka dan sekaligus menjadi tokoh dalam aliran tersebut.
Di Irak dan di wilayah-wilayah Islam bagian barat, madzhab ini dikenal sebagai
menguatkan pandangan atau pola pikir Asy’ari, bahkan sebagian mereka berpegang
teguh pada pendapatnya secara panatik, bukan hanya mengenai kesimpulan yangh
dan kesimpulannya 5
Al-Baqilani ( 403 H)
Namanya Abu Bakar Muhammad bin Tayyib, diduga dia seorang yang
murid yang mempunyai kecerdasan otak yang luar biasa, simpatik dan mempunyai
banyak jasa dalam pengembangan keagamaan, bukunya yang terkenal ialah At-
Tamhid yang berarti pengantar atau pendahuluan, dalam buku tersebut banyak
4
Ali Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh al-firaq al-Islamiyyah, hal. 222, mengutip dari Thabaqat al-
Syafi’iyyah al-kubra, karya as-Subuki,II:250
5
op cit, hal 203
4
mengulas tentang hal-hal yang perlu dipelajari sebelum memasuki Teologi Islam,
diantaranya tentang jauhar (atom). Menurut dia alam ini tidak lain hanyalah
kumpulan benda-benda tunggal -- atom yaitu bagian yang tidak dapat dibagi-bagi
lagi. Akan tetapi atom tersebut baru ada sesudah dibubuhi dengan aradh. Jisim yaitu
Jauhar adalah suatu hal yang mungkin, artinya bisa wujud dan bisa tidak
wujud, seperti halnya dengan ‘aradh yang menempel padanya, dan demikian pula
jisim yang terdiri dari jauhar-jauhar itu. Kesemuanya ini diciptakan oleh Tuhan dan
penciptaaan ini terus menerus ada, artinya kalau Tuhan berhenti dan tidak
lawannya mati, baik lawannya buruk, siang lawannya malam dan seterusnya. Dua
Al-Juwaini
Nama aslinya ialah Abdul Ma’ali bin Abdillah, di lahir di kota Naisabur
(iran), setelah besar dia pergi ke kota mu’askar dan akhirnya tinggal di kota
Baghdad, Ilmu yang digeluti olehnya meliputi ilmu Ushul fiqh dan Teologi Islam.
Dia mengikuti jejak Al-Baqillani dan Asy’ari dalam menjungjung tinggi alam
kekuasaan pikiran.
6
op cit, hal. 111
5
Dalam satu karyanga Al-Irsyad, dia berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan itu
terbagi kepada dua bagian yaitu sifat Nafsiyah dan Ma’nawiyah. Sifat Nafsiyah ialah
sifat Itsbat (positif), yang termasuk kepada sifat Nafsiyah ini ialah sifat qidam,
karena suatu ilat yang ada pada dzat, seperti sifat berkuasa (Qadirun)7
Asy’ariyah, terutama dalam bidang pemikiran Islam, Fiqh, Ushl fiqih, Ilmu Kalam
dan Tashawwuf yang disertai dengan buku-bukunya yang sangat terkenal. Dalam hal
Ilmu kalam, ia masih tetap setia kipada pokok-pokok persoalan yang dibahas oleh
oleh Al-Ghazali ini ialah logika aristotels. Hal itu tergambar dalam karya-karyanya
Ilmi al-I’tiqad (Jalan tengah dalam Ilmu kepercayaan) dan ar-Risalah al-Qudsiyyah
Pada mulanya ajaran atau aliran Asy’ariyah ini tidak diakui sebagai aliran
Ahlussunnah, sebab dianggap telah menyimpang dan sesat (bid’ah), sehingga banyak
seorang menteri bernama Nidzamul Mulk (w. 485 H) yang mendirikan dua sekolah
7
op cit, hal. 113
6
terkenal di Naisabur dan Baghdad, dia menetapakan bahwa teologi dan ajaran yang
boleh diajarkan hanyalah aliran Asy’ariyah, dan sejak itulah aliran Asy’ariyah
bangkit kembali (selain menjadi teologi resmi negara, aliran ini menjadi masuk
Pada perkembangannya, Asy’ariyyah ini dimulai sejak Abu Hasan Ali Al-
aliran Asy’ariyah ini, di daerah Samarkand muncul suatu aliran teologi yang
mempunyai tujuan dan maksud yang sama dengan Asy’ariyyah untuk menentang
aliran mutazilah. Aliran ini dipinpin oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w.
944 M)9
Mansur Al-Maturidi berada di tempat yang jauh dari pusat perselisihan. Kendati
Sampai sekaarang ini, kedua aliran tersebut bergabung menjadi satu yang
Kendati aliran Adsy’ariyaah dianut oleh umat Islam Sunni, sementara Maturidiyah
dianut oleh umat Islam yang bermadzhab dalam fiqihnya kepada Imam Hanafi.
8
Prof. Dr. Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah dan Perbandingan, Hal. 9, 1972.
9
Ibid, hal. 8.
10
Op Cit, Hal. 210.
7
Metode Kalam dan Doktrin Ajaran Asy’ariyyah
Meskipun Asy’ari telah keluar dan menentang dari aliran mutazilah, tetapi
tetap saja masih mempunyai bekas pemikiran mutazilah yang mendampinginya dalam
gerak dan coarak pemikirannya. Dengan demikian pemakaian akal pikiran dan
sampai ia menentang keras terhadap mereka yang tidak mau mengguanakan akal
pikirannya dalam soal agama dan ketika membicarakan masalah yang tidak peranah
Al-Asy’ari mengemukakan bahwa sifat-sifat Tuhan sama abadinaya dengan dia, dan
bahwa sifat-sifat Tuhan ini sama sekali tidak termasuk di dalam dzat-Nya, pun tidak
berada di luar dzat-Nya, begitu pula terhadap kebebasan berkehendak (Free will)
berpendapat bahwa semua perbuatan diatur oleh Tuhan dan manusia tidak
memaksanya untuk melakukan apa saja yang telah diatur-Nya untuk dilakukan oleh
terhadap perbuatannya.
bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidak sak lagi, telah diatur oleh yang maha
kuasa, namun manusia pun mempunyai sedikit kuasa yang memungkinkannya dapat
8
menyelesaikan perbuatan-perbuatan sesuai dengan aturan yang telah digariskan
Tuhan. Setiap perbuatan, sebelumnya telah diatur oleh Tuhan agar dapat dilaksanakan
oleh manusia sesuai dengan kemampuan atau kemahirannya, sehingga pekerjaan itu
selesai. Oleh karena itu, diketahui bahwa sumber perbuatan bukan dari manusia,
kemampuan.11
“heterodoksi” dan “ortodoksi”. Pada awalnya, dia dan para pengikutnya ditentang
oleh kedua aliran itu, baik oleh orang-orang mutazilah maupun oleh Muslim
ortodoks. Para pengikut dari keempat madzhab pertamanya menaruh curiga terhadap
pola pikir ini, bahkan seorang pengikut Abu Hanifah yang menjadi pendiri Dinasti
Saljuk yaitu Sultan Tughril mengusir semua pengikut Asy’ari dari kerajaanya. Dan
menterinya yang menjadi seorang pengikut Mutazilah yaitu Abu Nashr Manshur
pernah menyiksa banyak ulama dari golongan Asy’ari, meskipun penyiksaan ini
lebih setia terhadap sumber-sumber Islam sendiri seperti Kitab Allah dan Sunah Nabi
daripada penalaran kaum Mutazilah dan para Failasuf. Meskipun mereka ini
semuanya, dalam analisa terakhir harus dipandang secara sebenarnya tetap dalam
11
Dr. Muzaffaruddin Nadvu Pemikiran Muslim dan Sumbernya, hal. 56, 1984
12
Ibid, hal. 57.
9
lingkaran Islam, namun yang mereka bangun, mereka sangat banyak menggunakan
argumen yang logis dan dialektis ia peroleh dari latihan dan pendidikannya sendiri
Mutazilah tersebut dan bergabung sekaligus mendukung Ahli Hadits yang dipelopori
oleh Ahmad bin Hanbal, yang bertindak sebagai pemegang bendera ortodoksi,
demikian, Al-Asy’ari tidak mungkin melepaskan diri sepenuhnya dari metode logis
dan dialektis, yang kali ini ia gunakan justru untuk mendukung dan membela paham
Ahl al-Hadits.
bagi kaum Al-Hadits pada umumnya, sehingga ia merasa perlu membela diri melalui
risalahnya yang sangat penting, Istihsan al-Khaudl fi ‘Ilm al-Kalam (Anjuran untuk
mendalami Ilmu Kalam) yakni Ilmu Logika, sehingga Ilmu Logika yang formal ini
dipelajari oleh orang-orang muslim dari Arstoteles, yang selanjutnya disebut dengan
13
Dr. Nurchollish Madjid, Islam Doktrin dan Paeradaban (Sebuah Telaah Kritis tentang Keimanan,
Kemanusiaan dan Kemoderenan), Hal. 272, 1995
10
hadits dan sunnah ialah mereka mengakui adanya Allah, para malaikat, kitab-kitab
dan rasul-rasul dan semuanya yang datang dari sisi Allah dan yang dituturkan oleh
tokoh-tokoh yang terpercaya berasal dari Rasulullah, tanpa menolak sedikitpun juga
dalam Al-Qur’an surat 20 ayat 5, Dia yang maha kuasa bertahta di atas singasana ,
dan bahwa dia mempunyai dua tangan tanpa bagaimana (bila kaifa) sebagaimana
mempunyai kedua mata, tanpa bagaimana (bila kaifa) dan dia itu mempunyai wajah
sebagaimana difirmankan dalam (Q.S. 55:27) “Dan tetap kekalah wajah Tuhanmua
keburukan di bumi ini kecuali dengan kehendak Allah, dan segala sesuatu terjadi
karena kehendak Allah, sebagaimana dalam firman-Nya (Q. S. 81:29) bahwa manusia
pasti akan terjadi dan apapuna tidak dikehendaki Allah maka tidak akan terbukti”
mengasihi mereka sehingga membuat mereka menjadi beriman; tetapi Dia tidak
brkehendak untuk membuat dia menjadi shaleh, tidak mengasihi mereka sehingga dia
menjadi orang yang beriman, melainkan Dia berkehendak bahwa mereka itu kafir
dan ketentuan Allah (Qadar) Allah, dan mereka (ahlusunnah) itu beriman kepada
Qodla dan Qadar Allah itu, yang baik maupun yang buruk. Mereka juga percaya
bahwa mereka tidak mempunyai manfaat dan madarat pada diri mereka sendiri,
kebutuhan kepada Allah dalam setiap waktu dan keperlun dalam setiap keadaan.14
terhadap seorangpun dari kaum muslimin karena sesuatu dosa yang dikerjakannya,
seperti mencuri, berzina meminum minuman keras (dosa-dosa besar) seperti kaum
menjadi kafir. Menurut Asy’ari, bahwa kelak Allah akan mengeluarkan suatu kaum
dari neraka setelah meneraima ujian disebabkan syafaat yang diberiakn oleh Nabi
Muhammad.
14
Abu Hasan Ali ibn Ismail Al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Edisi
Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Maktabat al-Nahdlat al-Mishriyyah, 1969 H. 345.
12
keagungan Allah, bukan sebagai khalifah yang dapat dengan leluasa untuk menikmati
terbagi kepada dua bagian (Maknawiyah dan Nafsiyah) yang dipelopori oleh Al-
Juwaini dengan argumentasi yang logis dan dialektis, seolah-olah tidak mungkin
untuk dibantah. Sehingga membatasi umat manusia untuk berkembang dalam daya
kritisnya dan akan terlena dalam istilah “tawakkal”, karena apa yang mereka perbuat
Keadaan seperti inilah yang melahirkan sikap realisme dalam politik Suni,
sehingga mereka tidak berani keritis terhadap tokohnya atau pigurnya, bahkan
mendorong untuk mempunyai sifat apatis dan mendorong untuk tumbuh suburnya
kultus. Tetapi dalam hal ini, kesalahan tidak terletak pada paham (aliran), melainkan
kesalahan berada pada bagaimana cara memahami aliran atau paham tersebut, karena
Aliran ini pada awalnya dimunculkan dengan sifat kekritisan seorang murid terhadap
Disamping itu pula, pembebanan (Taklif) bagi manusia, seperti wajib beriman
Nya sama sekali tidak berdaya, lebih lanjutnya dikaitkan dengan pahala dan ancaman
Allah, dan pada akhirnya melahirkan umat yang terlena dalam bayangan hidup yang
13
Maka pantaslah dan tidak terlalu salah, jika para ilmuwan atau cendikiawan
tujuan ingin membangkitkan kembali bangsa indonesia dari sikap patalisme dan
apatisme, dengan menawarkan kembali pola pikir atau metodologi mutazilah seperti
Dari pembahasan tentang aliran Asy’ariyah ini, bisa diambil sutu kesimpulan
bahwa Asy’ariyah mempunyai pola pikir yang diwarnai oleh pola pikir kaum
Mutazilah, karena mau tidak mau dia sendiri pada mulanya sebagai seorang Mutazili.
masyarakat awam terjadi distorsi, yang pada akhirnya menimbulkan suatu kesan
Aliran Asy’ariyah ini telah memberikan warna pada aqidah sebagian besar
umat Islam. Secara politis, ajaran Asy’ariyah ini mempunyai implikasi terhadap
lahirnya corak pemikiran realisme. Teapi ketika dihadapkan kepada masyarakat yang
awam ajaran ini mengaalami distorsi dan menimbulkan sifat fatalistis dalam mnjalani
kehidupan dan apatis terhadap perilaku pigur atau pemimpin mereka, lebih jauh lagi
14
Dalam ajarannya, aliran Asy’ariyah ini mempunyai ajaran pokok yaitu tentang
akidah, dimana Tuhan diposisikan sebagai yang serba maha secara mutlak, artinya
Daftar Pustaka
Al-Asy’ari, Abu Hasan Ali Bin Ismail, Maqalat al-Islamiyyin aw al-Ikhtilaf al-
Mushallin, Maktabat al_nadhat al-Mishriyyah, 1954
M. Abu zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, Logos 1996
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Terhadap
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan, Paramadina, 1995
15