You are on page 1of 90

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia

mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri

yang ditunjang dengan teknologi yang telah maju dan modern. Salah

satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan

persaingan yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini

adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan supaya

terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian

diharapkan ada peningkatan kualitas serta kuantitas produksi untuk

mencapai keuntungan yang maksimal. (Imansyah, 2004)

Sehat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial

seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan

kesehatan lainnya melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk

berinteraksi dengan lingkungan serta pekerjaannya (Budiono, 2003).

Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat

atau aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja

dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,

mental, dan juga sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat

lingkungan perusahan tersebut, melalui usaha-usaha promotif,

preventif, dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-

gangguan kesehatan lainnya yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau

lingkungan kerja. Tidak adanya absentisme atau rendahnya angka


2

absentisme dan meningkatnya status kesehatan pekerja ini jelas akan

meningkatkan efesiensi, yang bermuara terhadap meningkatkan

keuntungan perusahaan. (notoatmodjo, 2005)

Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.

Kebutuhan itu bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan

sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena

ada sesuatu yang ingin dicapai dan orang berharap aktivitas kerja

yang dilakukannya akan membawakan suatu keadaan yang lebih

memuaskan dari sebelumnya. (Anoraga, 2001)

Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar yang ada misalnya

bising yang melebihi ambang batas, pencahayaan yang kurang atau

kadang terlalu berlebihan yang menyebabkan kesilauan, iklim kerja

yang tidak kondusif merupakan faktor yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak di

inginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara

dan ketulian permanen juga akan berdampak negatif lain seperti

gangguan komunikasi dan efek pada pekerjaan. (Hadian, 2000)

Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja

menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh

atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan

beban tambahan dari tenaga kerja, yang bisa menimbulkan kelelahan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya beban tambahan

lingkungan kerja yaitu: Faktor fisik (penerangan, kebisingan, vibrasi

mekanis, iklim kerja dan radiasi), Faktor kimia (gas, uap, debu, kabut
3

fume, asap, awan, cairan dan benda padat), Faktor biologi (tumbuhan

dan hewan), Faktor fisiologis (konstruksi mesin, sikap dan cara kerja),

dan Faktor psikologis (suasana kerja, hubungan antara pekerja atau

dengan atasan). (Depnaker, 2004)

Faktor fisik tersebut akan merugikan tenaga kerja apabila terjadi

ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan pada saat bekerja. Hal ini

biasanya terjadi pada lingkungan kerja yang panas sehingga tenaga

kerja yang terpapar panas suhu tubuhnya akan meningkat. Ini terjadi

karena adanya aliran panas dari lingkungan kerja yang suhunya lebih

tinggi ke tubuh tenaga kerja yang suhunya lebih rendah sampai dalam

keadaan seimbang. Kondisi lingkungan kerja yang mempunyai

kebisingaan melebihi 85 dBAA dapat mengganggu kesehatan pekerja

seperti ketulian progesif. World Health Organization (WHO) yang

dikutip oleh Hadian (2000) melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12%

penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk,

angka itu diperkirakan akan terus meningkat.

Disamping itu penerangan yang tidak baik akan menyebabkan

kerusakan pada alat penglihatan, dan semua itu akan menyebabkan

menurunnya konsentrasi dan kelelahan mental bagi para tenaga kerja.

(Depnaker, 2004)

Kelelahan (fatigue) merupakan salah satu risiko terjadinya

penurunan derajat kesehatan tenaga kerja. (Budiono, 2003)

menyatakan kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga

kerja dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan, sehingga akan


4

meningkatkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan dan akibat

fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja. Dari laporan survei di

Negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan

akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya prevalensi

kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja

jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000

pekerja di Negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan

hasil bahwa ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan

fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar

7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan. (hidayat, 2003)

Di Indonesia, khususnya di wilayah Kalimantan timur merupakan

salah satu daerah yang memiliki banyak sumberdaya batubara.

Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif di Indonesia

yang cukup besar cadangannya. PT Kaltim Prima Coal merupakan

salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

batubara. Coal Preparation Plant merupakan salah satu departemen

yang ada di PT Kaltim Prima Coal. Departemen ini merupakan pusat

pengolahan dan penyiapan batubara dari tambang sehingga

menghasilkan batubara yang sesuai dengan permintaan pembeli baik

dari segi fisik maupun kualitasnya. Dalam menjalankan fungsinya di

atas, departemen ini dilengkapi berbagai peralatan dan mesin-mesin

yang beroperasi setiap hari selama 24 jam terdiri dari 3 shift.


5

Pengangkutan dari stockpile yang melalui bawah tanah (tunnel)

atau biasa disebut ruang terbatas memiliki suhu yang relative tinggi

temperaturnya, pengukuran yang dilakukan di ruang terbatas pada 5

titik yang ada di dalamnya dibulan November 2009 terdapat hasil

sebagai berikut : titik 1 (28,8), titik 2 (29,3), titik 3 (29,8), titik 4 (28,6),

dan titik 5 (29,2), sehingga membuat orang yang bekerja di dalamnya

apabila terjadi kerusakan alat atau mesin merasa kurang nyaman

apalagi jika mesin pengangkutnya masih beroperasi maka selain

temperature suhu yang naik, pekerja juga terganggu oleh suara bising

dari mesin tersebut.

Kondisi penerangannya sendiri ada yang telah memenuhi standar

ada pula yang kurang seperti pengukuran yang dilakukan pada tahun

2002 oleh safety coordinator di crusher 5 diukur 3 titik, dan didapatkan

hasil pngukurannya yaitu : 183 lux, 192 lux dan 33 lux.

Kondisi dari ketidakstabilan lingkungan fisik yang berupa

kebisingan, getaran, penerangan tempat kerja dan juga iklim kerja

pada saat mereka melakukan pekerjaan membuat para pekerja

merasa menjadi cepat mengalami kelelahan. Hal ini menjadi dasar

minat mahasiswa untuk meneliti dengan tema “Hubungan Lingkungan

Fisik terhadap Kelelahan kerja pada karyawan Maintenance bagian

Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten

Kutai Timur Tahun 2010”.


6

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan Lingkungan Fisik tehadap kelelahan kerja

pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT. Kaltim

Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur Tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan Lingkungan Fisik terhadap kelelahan

kerja pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant

PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur Tahun

2010.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan kebisingan terhadap kelelahan

kerja pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation

Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2010.

b. Untuk mengetahui hubungan getaran terhadap kelelahan

kerja pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation

Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2010.

c. Untuk mengetahui hubungan penerangan terhadap

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal


7

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten

Kutai Timur Tahun 2010.

d. Untuk mengetahui hubungan iklim kerja terhadap kelelahan

kerja pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation

Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2010.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan

teori yang telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh

pengalaman langsung khususnya mengenai kesehatan dan

keselamatan kerja yang ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah.

2. Bagi Fakultas

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan

data dan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka

guna pengembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk mengetahui

seberapa besar tingkat kelelahan yang dialami karyawan

Maintenance bagian CPP PT.KPC Sangatta, serta sebagai bahan

pertimbangan untuk mengevaluasi adanya keluhan tenaga kerja dan

mencari alternatif pemecahan masalah yang ada.


8

Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan serta

penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk

meningkatkan derajat kesehatan kerja karyawan khususnya

Maintenance bagian Coal Preparation Plant PT KPC Sangatta.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lingkungan Fisik

Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat di lingkungan

kerja seperti kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi,

yang biasanya mempengaruhi tenaga kerja (Depnaker, 2004). Faktor

fisik yang diteliti dalam penelitian ini adalah kebisingan, getaran,

penerangan dan iklim kerja.

1. Kebisingan

Kebisingan merupakan masalah kesehatan yang selalu timbul,

baik pada industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil maupun

industri rumah tangga seperti penggergajian kayu, pande besi,

perajin kuningan serta aneka logam lainnya.

a. Pengertian Kebisingan

Menurut KEP.MENAKER NO:KEP-51/MEN/1999 yang

dimaksud dengan kebisingan adalah semua suara yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan

atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan menurut Fox


9

(1969), kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki atau

tidak diharapkan oleh seseorang. (Ramdan, 2007)

Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari

molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain

secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan

meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali. Media

yang dilalui mempunyai masa yang elastis sehingga

menghantarkan bunyi tersebut. Bunyi merambat melalui udara

dengan kecepatan sekitar 344 m/detik pada suhu 20oC dan

menimbulkan gelombang dengan sumber bunyi sebagai titik

pusat dan disebarkan secara radial membentuk bidang

gelombang (Salim, 2002).

Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia

terletak antara 16 hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat

pada rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang

paling berbahaya.

Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai

berikut:

1. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0- 16 Hz.

Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan

biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan.

Frekuensi <16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang

nyaman, lesu dan kadang-kadang perubahan penglihatan.


10

2. Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz,

merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga

manusia.

3. Ultra sonic, bila gelombang >20.000 Hz. Frekuensi di atas

20.000 Hz sering digunakan dalam bidang kedokteran,

seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan

katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi

mempunyai daya tembus jaringan cukup besar, sedangkan

suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar

oleh telinga manusia.

b. Jenis Kebisingan

Jenis kebisingan yang sering ditemui adalah:

1. Kebisingan continue dengan spectrum frekuensi yang

luas (steady state, wide band noise). Jenis kebisingan ini

dapat dijumpai misalnya pada mesin-mesin produksi, kipas

angin, dapur pijar dan lain-lain.

2. Kebisungan continue dengan spectrum frekuensi

sempit (steady state, narrow band noise). Jenis kebisingan

seperti ini dapat dijumpai pada gergaji sirkuler, katup gas

dan lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitent). Kebisingan

jenis ini dapat ditemukan misalnya pada lalu lintas darat,

suara kapal terbang dan lail-lain.


11

4. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise).

Jenis kebisingan seperti ini dapat ditemukan misalnya pada

pukulan mesin kontruksi, tembakan senapan, atau suara

ledakan.

5. Kebisingan impulsive berulang. Jenis kebisingan ini

dapat dijumpai misalnya pada bagian penempaan besi di

perusahaan besi. (Ramdan, 2007)

c. Pengaruh Kebisingan

Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri

terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena

dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan,

hilang efisiensi dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002). Lebih

dari itu (Wardhani, 2004), menyatakan pengaruh utama dari

kebisingan kepada kesehatan (efek fisiologis) adalah kerusakan

pada indra pendengar yang menyebabkan ketulian.

Disamping itu sumber kebisingan yang tinggi memiliki

pengaruh terhadap tenaga kerja, yaitu:

1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja

2) Mengganggu komunikasi atau percakapan antar

pekerja

3) Mengurangi konsentrasi

4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat

sementara maupun permanen


12

5) Tuli akibat kebisingan (Budiono, 2003).

Kebisingan mengakibatkan kerusakan pada indra-indra

pendengaran, hal ini dapat berbentuk ketulian progresif. Mula-

mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan

dapat pulih lagi dengan cepat sesudah berhenti bekerja di

tempat bising. Jika bekerja terus menerus di tempat dengan

tingkat kebisingan tinggi secara terus menerus maka berakibat

kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih lagi.

d. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan

memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja

sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya.

Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan

adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan

intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel

(dBAA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130

dBAA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang

lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan

noise dose meter (Depnaker, 2004)

Nilai ambang batas atau selanjutnya disingkat NAB

adalah besarnya tingkat suara dimana sebagian besar tenaga

kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/hari

atau 40 jam / minggu. Menurut KEPMENAKER NO : KEP-


13

51/MEN/1999 NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 dBAA,

sedangkan kebisingan yang melampaui NAB, waktu

pemajanannya ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.1.1.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan


Waktu pemajanan Intensitas kebisingan dalam
perhari dBAA
8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
7,5 103
Menit
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 Detik 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

2. Getaran

a. Pengertian getaran

Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur

dari benda atau media dengan arah bolak–balik dari kedudukan

keseimbangan. Getaran terjadi saat mesin atau alat di jalankan

dengan motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis

(Budiono, 2003).
14

Vibrasi adalah getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara

atau getaran mekanis, misalnya mesin atau alat-alat mekanis

lainnya. Getaran merupakan efek suatu sumber yang memakai

satuan ukuran hertz (Depkes, 2003). Getaran (vibrasi) adalah

suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari

tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation) akibat

getaran peralatan mekanis yang di pergunakan dalam tempat

kerja.

Perkakas yang bergetar secara luas dipergunakan dalam

industri logam, perakitan kapal, dan otomotif, juga

dipertambangan, kehutanan, dan pekerjaan konstruksi. Perkakas

yang paling banyak digunakan adalah: bor pneumatik, alatalat ini

menghasilkan getaran mekanik dengan ciri fisik dan efeknya

merugikan yang berbeda. Pada perum perhutani sumber getaran

yang ada pada peralatan seperti band resaw, cross cut, log band

saw, planer, band saw, double cross cut, dan spindel moulder.

b. Jenis Getaran

Ada dua tipe vibrasi pada manusia yaitu : whole body

vibration (WBV) dan hand arm vibration (HAV). WBV

ditransmisikan ke tubuh melalui permukaan penyangga (kaki,

pantat, punggung, dsb). Seseorang yang mengemudikan

kendaraan dikenai WBV lewat pantat dan punggung. HAV

ditransmisikan ke tangan dan lengan, vibrasi tersebut terutama


15

dialami oleh operator held power tool. Sisem WBV masing-

masing dipelajari secara terpisah.

1) Terpapar terhadap WBV

Terpapar terhadap WBV dapat menyebabkan kerusakan

fisik permanen atau dapat terganggu system syarafnya.

Terpapar setiap hari oleh WBV selama bertahun-tahun dapat

menyebabkan kerusakan fisik serius, sebagai contoh iskhemik

lumbago yang mempengaruhi tulang belakang bagian bawah.

Selain itu system sirkulasi dan urologi juga akan terganggu.

Terpapar WBV juga dapat menganggu system saraf pusat.

Gejala dari gangguan ini biasanya tampak dalam bentuk

kelelahan, nsomnia dan sakit kepala.

2) Keterpaparan terhadap HAV

Terpapar setiap hari oleh HAV selama bertahun-tahun

dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen, sebagai

contoh kejadian “White finger syndrome” merupakan dampak

terpapar HAV yang merusak system persendian, system

persyarafan dan sirkulasi darah pada otot jari dan siku. Gejala

gatal-gatal, hilang control dan mati rasa basanya

mempengaruhi satu jari pada mulanya tetapi kelamaan akan

mempengaruhi jari-jari lain bila paparan HAV berlanjut.

(Ramdan, 2007)
16

c. Pengaruh Getaran

1) Getaran Seluruh Badan (whole body vibration)

Getaran pada seluruh tubuh atau umum (whole body

vibration) yaitu terjadi getaran pada tubuh pekerja yang

bekerja sambil duduk atau sedang berdiri dimana landasanya

yang menimbulkan getaran. Biasanya frekuensi getaran ini

adalah sebesar 5-20 Hz. Getaran seperti ini biasanya dialami

oleh pengemudi kendaraan seperti : traktor, bus, helikopter,

atau bahkan kapal. Efek pada organ tertentu bergantung pada

resonansi alamiah organ tersebut : dada (3-6 Hz), kepala (20-

30 Hz), rahang (100-150 Hz), dan seterusnya.

Disamping rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh

goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian,

telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan

osteoarthritis tulang belakang (Harrington, 2003).

Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran dibawah

frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan. Kontraksi statis ini

menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat

dengan bertambahnya panjang waktu reaksi. Rasa tidak enak

menjadi sebab kurangnya perhatian. Rangsangan-rangsangan

pada system retikuler di otak menjadi sebab mabuk.

Sebaliknya, frekuensi diatas 20Hz menyebabkan

pengenduran otot. Lain dari itu getaran-getaran frekuensi


17

tinggi 30–50Hz digunakan dalam kedokteran olah raga untuk

memulihkan otot sesudah kontraksi luar biasa.

2) Getaran pada Lengan Tangan (Tool Hand vibration)

Getaran setempat yaitu getaran yang merambat melalui

tangan akibat pemakaian peralatan yang bergetar,

frekuensinya biasnya antara 20-500 Hz. Frekuensi yang paling

berbahaya adalah pada 128 Hz, karena tubuh manusia sangat

peka pada frekuensi ini. Getaran ini berbahaya pada

pekerjaan seperti: Operator gergaji rantai, Tukang semprot,

potong rumput, Gerinda, Penempa palu.

Efeknya lebih mudah di jelaskan dari pada menguraikan

patofisiologinya, efek ini disebut sebagai sindrom getaran

lengan (HVAS) yang terdiri atas:

a. Efek vaskuler-pemucatan pada episodik buku jari

ujung yang bertambah parah pada suhu dingin (Fenomena

Raynoud).

b. Efek Neurologik buku jari ujung mengalami

kesemutan dan baal.

c. Efek bersifat progresif apabila ada pemanjanan

terhadap alat bergetar berlanjut dan dapat menyebabkan

dalam kasus yang parah.

d. Pengukuran Getaran
18

Pengukuran getaran yaitu :

1) Periksa jarum penunjuk, posisikan pada angka nol

2) Periksa baterai apakah dalam keadaan baik

3) Hubungkan penangkap getaran (vibration pick up)

dengan pengukur getaran (vibration meter)

4) Pasang penangkap getaran pada objek yang akan diukur

Percepatan hasil pengukuran dikalikan dengan g = 980

m/det². Ketepatan hasil pengukuran dikalikan dengan cm/det

Menurut KEPMENAKER NO : KEP-51/MEN/1999 Nilai ambang

batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1.2.1 NAB getaran untuk lengan dan tangan


Nilai percepatan pada frekuensi
Jumlah waktu
dominan
pemajanan per hari
Meter per detik kuadrat
kerja Gram
(m/det²)
4 jam dan kurang dari
4 0,40
8 jam
2 jam dan kurang dari
6 0,61
4 jam
1 jam dan kurang dari
8 0,81
2 jam
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Catatan : 1 gram = 9,81 m/det²

3. Penerangan

a. Pengertian Penerangan

Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat

kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang


19

diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif.

Penerangan dapat berasal dari cahaya alami dan buatan.

Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor

keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa

penyelidikaan mengenai hubungan antara produktivitas dengan

penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang

cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat

menghasilkan produksi maksimal dan penekanan biaya

(Sutaryono, 2002)

b. Jenis Penerangan

1) Penerangan langsung (direct lighting), hampir semua

cahaya didistribusikan ke bawah (90-100%), paling efisien

digunakan karena banyaknya cahaya yang mencapai

permukaan kerja adalah maksimum, namun sering

menimbulkan bayangan dan kesilauan (bila cahaya terlalu

kuat).

2) Penerangan semi langsung (semi-direct lighting),

distribusi cahaya diarahkan kebawah (60-90%)

3) General difuse, kurang lebih 40-60% cahaya diarahkan

kebawah dan 40-60% diarahkan keatas.

4) Semi-indirect lighting, 60-90% cahaya didistribusikan

kearah atas dan 10-40% kearah bawah, untuk itu nilai


20

pantulan dari langit-langit harus tinggi agar cahaya lebih

banyak yang dipantulkan kebawah.

5) Indirect lighting, distribusi cahaya katas 90-100%, tidak

menimbulkan bayangan dan kesilauan, tetapi mengurangi

efisiensi cahaya.

Adapun tipe penerangan yang dapat digunakan di

perusahaan adalah:

a. Penerangan umum (general lighting)

b. Penerangan lokal (localized general ligting)

c. Pengaruh Penerangan

Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada

tenaga kerja, yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya,

memperbesar kesempatan dengan hasil kualitas yang

meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan, memudahkan

pengamatan dan pengawasan, mengurangi ketegangan mata,

mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang

dikerjakan.

Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata,

memperpanjang waktu kerja, keluhan pegal didaerah mata dan

sakit kepala disekitar mata, kerusakan indra mata, kelelahan

mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan (Wardhani :

2004).

d. Pengukuran Penerangan
21

Pengukuran intensitas penerangan dilakukan dengan

menggunakan alat Luxmeter atau lightmeter. Alat ini bekerja

berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi energi listrik

oleh photo electric cell.

Berdasarkan peraturan pemerintah (1999) tentang

persyarataan kesehatan lingkungan kerja, yang dimaksudkan

dengan intensitas penerangan ditempat kerja dapat dilihat pada

tabel 2.1.3.1:

Tabel 2.1.3.1 Intensitas penerangan


Intensitas
Jenis Kegiatan Keterangan
Penerangan
(Lux)
Pekerjaan kasar & Ruang penyimpanan dan ruang
tidak terus menerus 100 peralatan yang memerlukan
pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar & 200 Pekerjaan dengan mesin dan
terus menerus perakitan kasar
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin
500 ruang kontrol, pekerjaan mesin
dan perakitan
Pembuatan gambar atau
Pekerjaan halus
1000 bekerja dengan mesin kantor,
pekerja pemeriksan
Tidak menimbulkan bayangan
Pekerjaan amat halus Mengukir dengan tangan,
1500
pemeriksaan pekerjaan mesin
dan perakitan yang halus
Tidak menimbulkan bayangan
Pekerjaan detail
3000 Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan yang sangat halus
Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998

4. Iklim Kerja

Negara Indonesia merupakan Negara tropis dengan ciri

utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi, kondisi awal


22

seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja

yang panas merupakan beban bagi tubuh ditambahn lagi apabila

pekerja harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat,

dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja.

Respon-respon fisiologis yang akan nampak jelas terhadap

pekerja dengan iklim kerja panas tersebut, seperti peningkatan

tekanan darah dan denyut nadi. Terdapat perbedaan peningkatan

tekanan darah pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar

panas, yang jelas sekali akan memperburuk kondisi pekerja. Selain

respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem termoregulator di

otak (hypotalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme

kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan

tujuan untuk mempertahankan suhu sekitar 36 C – 37 C. Namun

apabila paparan dibiarkan terus menerus akan menyebabkan

kelelahan (fatique) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini

tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya

efek ‘heat stress’ (erwin, 2004)

a. Pengertian Iklim Kerja

Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi

pada suatu lingkungan kerja. Nilai ambang batas untuk iklim

kerja adalah situasi iklim kerja yang oleh tenaga kerja masih

dapat dihadapi dalam pekerjaannya sehari-hari, tidak

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu


23

kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam

perminggu.

Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja,

kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi

pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak

sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan

kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan

produktivitas kerja. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang

Indonesia ialah berkisar 240C sampai 260C dan selisih suhu

didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 50C. Batas kecepatan

angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dtk.

Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap

oleh suatu system pengatur suhu (Thermoregulatory system).

Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan diantara panas

yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan

pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias

kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada

temperatur sekitar 24 derajat Celsius sampai 27 derajat Celsius

(Wigjosoebrata, 2003).

b. Macam Iklim Kerja

Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri

telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim


24

atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim keja panas dan

iklim kerja dingin.

1) Iklim kerja panas

Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan

kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin,

kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari

(Budiono, 2003).

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mengatur

keseimbangan suhu agar berada dalam keadaan yang

menetap (hemeotermis), fungsi ini dinamakan system

pengatur suhu (Thermoregulatory system) yang dijalankan

oleh hipotalamus. Suhu tubuh yang tetap jika panas yang

dihasilkan dengan pertukaran suhu antara tubuh dengan

lingkungan sekitar seimbang. Tubuh memproduksi panas

ditentukan oleh dari egiatan fisik, makanan, pengaruh

berbagai bahan kimia dan gangguan pada system pengatur

keseimbangan suhu tubuh misalnya penyakit infeksi. Tubuh

mengeluarkan panas bias melalui mekanisme konduksi,

konveksi, radiasi dan penguapan (evaporasi). (Ramdan, 2007)

a) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan

benda-benda sekitar dengan melalui sentuhan atau

kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh

apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan


25

akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-

benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.

b) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan

lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Pada

proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar

tubuh.

c) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang

elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang

dari sinar matahari.

d) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit

akan cepat menguap bila udara diluar badan kering dan

terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas

dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang

akhirnya suhu badan bisa menurun.

Terhadap paparan cuaca kerja panas, secara fisiologis

tubuh akan berusaha menghadapinya dengan maksimal,

dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang

membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam

menyesuaikan dengan lingkungan panas maka timbul

keluhan-keluhan sepert kelelahan, heat Cramps, Heat

exhaustion, dan Heat stroke.

a) Heat Fatique adalah gangguan pada kemampuan

motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi

lambat, kurangt waspada terhadap tugas.


26

b) Heat cramps / kejang panas ialah kekejangan otot

yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah

sampai dibawah tingkat kritis. (Ramdan, 2007)

c) Heat exhaustion, biasanya terjadi karena cuaca yang

sangat panas terutama bagi mereka yang belum

beradaptasi tehadap udara panas. Penderita biasanya

keluar keringat banyak tetapi suhu badan normal atau

subnormal, tekanan darah menurun, denyut nadi lebih

cepat.

d) Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas

yang sangat hebat, sehingga suhu badan naik, kulit kering

dan panas (Budiono, 2003).

Tingkat kerja cenderung mengatur sendiri, yakni pekerja

akan secara volunter menurunkan tingkat pekerjaannya bila

dia merasakan panas berlebihan, kecuali untuk pemadaman

kebakaran dan pekerjaan penyelamatan, karena tekanan

psikologik akan mengatasi kondisi normal.

Faktor luar seperti kadar kelembaban dan angin akan

mempengaruhi tahanan pakaian terhadap aliran panas.

Pakaian yang lembab akan mempunyai tahanan yang lebih

rendah. Kecepatan aliran udara yang lebih tinggi akan

cenderung mengempiskan pakaian, mengurangi

ketebalannya dan ketahanannya juga. Sementara pada

pakaian yang teranyam terbuka, angin dapat mengilangkan


27

lapisan udara hangat yang ada di dalam. Kecuali jika

dipergunakan sebagai pelindung bahaya kimia atau bahaya

lainnya. Isolasi perorangan cenderung mengatur sendiri,

orang menambah atau membuang lapisan pakaian sesuai

dengan perasaan kenyamanannya.

Lama pemajanan dapat beragam sesuai dengan jadwal

kerja atau istirahat, lebih baik dengan masa istirahat yang

diambil dalam lingkungan yang kurang ekstrem (Harrington,

2005).

Orang-orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi

dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29-30OC dengan

kelembaban sekitar 85 – 95 %. Aklimatisasi terhadap panas

berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada

seseorang selama seminggu pertama berada di tempat

panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa

pengaruh tekanan panas.

2) Iklim kerja dingin

Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja

dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi

semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan

seseorang. Sedangkan pengaruh suhu ruangan sangat

rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit


28

yang terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot dan

frostbite.

Penderita chilblains pada bagian tubuh yang terkena

menunjukkan tanda yang khas yaitu membengkak, merah,

panas, dan sakit dengan diselingi gatal. Chilblains diderita

oleh seorang pekerja sebagai akibat bekerja ditempat yang

cukup dingin dalam waktu yang lama. Disamping itu, faktor

makanan (defisiensi gizi) juga akan berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit tersebut.

Trenhc foot adalah kerusakan anggota-anggota badan

terutama kaki, akibat kelembaban atau dingin walaupun suhu

masih diatas titik beku. Awalnya kaki kelihatan pucat, nadi

tidak teraba dan nampak pucat. Pada saat itu si sakit merasa

kesemutan, kaku dan kaki berat. Stadium ini diikuti tingkat

hyperthermis yaitu kaki membengkak, merah dan sakit.

Frostbite adalah akibat suhu yang sangat rendah dibawah

titik beku. Kondisi penderita sama seperti yang mengalami

penyakit trench foot, namun stadium akhir penyakit frostbite

adalah gangrene.

Perbedaan antara ketiga penyakit diatas adalah cacat

menetap pada frostbite serta cacat sementara pada penyakit

chilblains dan trench foot.

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim

kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang “fit”


29

dan penggunaan pakaian pelindung yang baik. Disamping itu,

pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik

(Budiono, 2003)

c. Pengukuran Iklim Kerja

Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan

pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan

mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Hiperkes,

2004)

Indeks suhu bola basah didalam atau diluar ruangan tanpa

panas radiasi :

ISBB : 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

Alat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer

untuk mengukur suhu basah, themometer kata untuk menguku

kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu

radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan

questemt digital. Adapun standar Nilai Ambang Batas (NAB)

iklim kerja adalah 28°C (Kep.Men no.51/Men/1999).

Menurut KEPMENAKER NO:KEP-51/MEN/1999 nilai ambang

batas iklim kerja indeks suhu bsah dan bola (ISBB) yang

diperkenankan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1.4.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja


Pengaturan waktu kerja ISBB (C)
setiap jam Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Ringan Sedang Berat
30

Istirahat
Bekerja Terus
- 30,0 26,7 25,0
menerus (8 jam/hari)
75% kerja 25% 30,6 28,0 25,9
50% 50% 31,4 29,4 27,9
25% 75% 32,2 31,1 30,0

B. Kelelahan

Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah

bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat

subyektif. Lelah merupakan suatu perasaan.

1. Pengertian Kelelahan

Banyak definisi tentang kelelahan kerja yang telah

dikemukakan, namun secara garis besar dapat dikatakan bahwa

kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan,

yang secara umum terjadi pada setiap individu yang telah tidak

sanggup lagi melakukan aktivitasnya. (Santalaksana, 1979 dalam

Eraliesa, 2008). Lelah merupakan suatu perasaan yang mempunyai

arti tersendiri dan sifatnya subjektif bagi setiap orang.

Adapun beberapa teori kelelahan kerja yakni :

a. Kelelahan kerja merupakan proses menurunnya efisiensi,

performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan

fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus

dilakukan. (wignjosoebroto, 2000)

b. Kelelahan kerja (job burnout) adalah sejenis stress yang

banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam


31

pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya,

seperti perawatan kesehatan, pendidikan, kepolisian,

keagamaan dan sebagainya. Konsekuensi kelelahan kerja

adalah memburuknya hubungan si pekerja dengan rekan kerja

lainnya. Suatu studi mengenai kesehatan mental pekerja

menemukan bahwa orang-orang yang mengalami perasaan

tidak simpatik terhadap kliennya atau konsumen yang

dilayaninya kepada rekan kerjanya dapat menciptakan suatu

atmosfir negative diantara satuan kerja tersebut. Pekerja yang

mengalami kelelahan kerja juga akan sering tidak masuk kerja

dan mengambil waktu istirahat. (wignjosoebroto, 2000)

c. Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaita pada tiga

gejala yang saling berhubungan yaitu : perasaan lelah,

perubahan fisiologis dalam tubuh (syaraf dan otot tidak

berfungsi dengan baik atau idak secepat pada keadaan normal

yang disebabkan oleh perubahan kimiawi setelah bekerja) dan

menurunnya kapasitas kerja. (barnes 1980 dalam Eraliesa,

2008)

d. Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan stress

sebelumnya yang mengakibatkan melemahnya kembali fungsi

dan kinerja, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya

mengganggu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan

menurunnya kesiagaan kerja dan meningkatnya sensasi

ketegangan. (silaban, 1996 dalam Eraliesa, 2008)


32

e. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang

menyebabkan penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan

kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja

dan berpengaruh terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982 dalam

Eraliesa, 2008)

f. Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya

perasaan lelah dan penurunan kesiagaan, persepsi yang

lambat dan lemah yang bersifat kronis atau merupakan

penurunan kinerja dan mental atau psikososial. (grandjen, 1985

dalam Eraliesa, 2008)

g. Menurut Setyawati 1985, yang dikutip oleh Wignjoseobroto

2000 bahwa secara umum kelelahan kerja merupakan keadaan

yang dialami tenaga kerja yang dapat mengakibatkan

penurunan vitalitas dan produktivitas kerja.

h. Kelelahan kerja dianggap sebagai memuncaknya kondisi

psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun

khemis yang berlebiha sehingga orang harus beristirahat.

(kartono, 1994 dalam Eraliesa, 2008)

i. Kelelahan juga dapat diartikan sebagai suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih

lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan.

(suma’mur 1996)
33

Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan

efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan

oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan

visual)

b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan syaraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai

faktor secara menetap

Menurut (Nurmianto, 2003) kelelahan kerja akan menurunkan

kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya

kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan

kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static

muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama

akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri

otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis

pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan

semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan

menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan

memberikan istirahat yang cukup.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan

adalah suatu faktor dari kelelahan. Menurut (Tarwaka, 2004)


34

kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar

terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian

terjadilah pemulihan setelah istirahat.Kelelahan (fatigue)

merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu

kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

bekerja (Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan

kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat

pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

2. Jenis Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu

berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi:

1) Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot adalah tremor pada otot atau perasaan

nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang

dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan

kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan

otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon

tertentu. Manusiapun menunjukkan respon yang sama

dengan proses yang terjadi pada percobaan diatas. Irama

kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode

aktivitas secara terus menerus.


35

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya

tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut

kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan

tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga

pada makin rendahnya gerakan (Budiono, 2003).

2) Kelelahan umum

Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh (Tarwaka,

2004), biasanya kelelahan umum ditandai dengan

berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya

adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya

kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status

kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan

dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang

sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi

pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40%

dari tenaga aerobik. Pengaruhpengaruh ini seperti

berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan

lelah.

Menurut (Budiono, 2003), gejala umum kelelahan adalah

suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh.

Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena

munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah


36

untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya

terasa berat dan merasa mengantuk.

b. Berdasarkan waktu terjadi kelelahan

1) Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu

organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan

datangnya secara tiba-tiba.

2) Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi

sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-

kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, seperti

perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya

emosi. Selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti

meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum,

meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala,

perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak

jantung yang tidak normal, dan lain-lain (Budiono, 2003).

c. Berdasarkan penyebab kelelahan

1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang

disebabkan karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti

penerangan, kebisingan, panas dan suhu.

2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh

hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau

perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti


37

suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun

dengan atasan (Depnaker, 2004).

Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih

seperti haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis

merupakan alat pelindung alami sebagai ndikator bahwa

keadaan fisik dan psikis seseorang menurun.

Beberapa jenis kelelahan umum menurut (Budiono, 2003)

adalah:

1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya

mata.

2) Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau

besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan

yang bersifat mental dan intelektual.

4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya

salah satu bagian dari sistem psikomotorik.

5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi

efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

6) Kelelahan Siklus hidup sebagai bagian dari irama

hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.

3. Penyebab Kelelahan
38

Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari,

kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu

beban kerja, beban tambahan dan faktor individu.

a. Beban Kerja

Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada

tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab

(Depkes, 1991). Beban kerja yang melebihi kemampuan akan

mengakibatkan kelelahan kerja.

Tabel.2.2.3.1 klasifikasi beban kerja menurut jenis kelamin


Beban kerja Jenis Macam pekerjaan
kelamin
Kerja kantor, dokter, guru, perawat, ahli hukum,
Laki-laki
pramuniagan, pengangguran
Ringan
Kerja kantor, pekerjaan rumah tangga (dengan
Perempuan
menggunakan mesin), guru, perawat, dokter
Industri ringan, mahasiswa, buruh bangunan,
Laki-laki
petani (dengan menggunakan mesin), nelayan
Sedang
Industri ringan, pekerjaan rumah tangga (tanpa
Perempuan
menggunakan mesin), mahasiswi, pramuniaga
Petani (tanpa mesin), kuli, kerja tambang,
Laki-laki
Berat tukang kayu (tanpa mesin), dan tukang besi
Perempuan Petani (tanpa mesin), penari, atlit
Laki-laki Tukang kayu (tanpa mesin), tukang besi
Berat sekali
Perempuan Buruh bangunan
Sumber : Iwan M.Ramdan, 2007
b. Beban Tambahan

Menurut Depkes RI, 1991 beban tambahan merupakan

beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja.

Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan kerja yang

memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Lingkungan

kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah: iklim kerja,

kebisingan, penerangan, jenis kelamin, umur, status gizi, lama

tidur dan kondisi kesehatan.


39

4. Akibat Kelelahan

Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja

fisik yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta

memerlukan konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan

kelelahan fisiologis dan disertai penurunan keinginan untuk bekerja

yang disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan timbulnya

perasaan lelah. (Setiarto, 2002)

Kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan kewaspadaan,

konsentrasi dan ketelitian sehingga menyebabkan terjadinya

kecelakaan. Menurut Budiono, 2003 : kelelahan kerja dapat

mengakibatkan penurunan produktivitas. Jadi kelelahan kerja dapat

berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan

persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau

dorongan untuk bekerja, menurunnya efisiensi dan kegiatan-

kegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan

kecelakan kerja dan terjadi penurunan poduktivitas kerja.

5. Pengukuran Kelelahan

Menurut (Tarwaka, 2004), pengukuran kelelahan dapat

dilakukan dengan berbagai cara yaitu:

a. Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang

dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu.


40

Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas

pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan

material, dan lain-lain.

b. Pencatatan perasaan subyektif kelelahan kerja, yaitu dengan

cara Kuesioner Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2).

c. Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan

Electroenchepalography (EEG).

d. Uji psiko-motor (psychomotor test), dapat dilakukan dengan

cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor

dengan menggunakan alat digital reaction timer.

e. Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah

satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian

dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon

Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan

untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan alat waktu reaksi (reaction timer) dan kuesioner alat

ukur perasaan kelelahan kerja.

C. Waktu Reaksi

Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas

rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi.

Biasanya waktu reaksi adalah jangka waktu dari pembuatan rangsang


41

sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan

tertentu.

Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh

(Tarwaka, 2004) waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu

respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut

laporan Setyawati L (1996) yang dikutip oleh (Tarwaka, 2004) dalam

uji waktu reaksi ternyata stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima

oleh reseptor daripada stimuli suara.

Menurut Grandjean (1985) yang dikutip oleh (Setiarto, 2002),

proses penerimaan rangsangan terjadi karena setiap rangsang yang

datang dari luar tubuh akan melewati sistem aktivitas, yang kemudian

secara aktif menyiagakan korteks bereaksi. Dalam hal ini sistem

aktivasi retrikulasi befungsi sebagai distributor dan amplifier sinyal-

sinyal tersebut. Pada keadaan lelah secara neurofisiologis, korteks

cerebri mengalami penurunan aktivasi, terjadi perubahan pengarahan

sehingga tubuh tidak secara cepat menjawab sinyal-sinyal dari luar.

Kelelahan dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range

waktu reaksi sebagai berikut :

1. Normal : waktu reaksi 30,0 – 240,0 mili detik

2. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 - <410,0 mili

detik

3. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi >410,0 – <580,0 mili

detik
42

4. Kelelahan Kerja Berat KKB) : waktu reaksi >580,0 mili detik (Tim

Hiperkes, 2004: 12)

D. Kerangka Teori

Intensitas lamanya
Masalah-masalah fisik:
upaya fisik dan
Tanggung jawab
psikis
Kecemasan
Masalah lingkungan konflik
kerja :
Tingkat
Kebisingan Nyeri dan penyakit
kelelahan
Getaran lainnya
Penerangan
Iklim Kerja
Gizi / Nutrisi
Irama detak jantung

PEYEMBUHAN

Sumber: A.M. Sugeng Budiono, 2003

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional, dimana data tentang

variabel bebas dan terikat diperoleh melalui pengamatan, pengukuran

dan pencatatan. Rancangan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Cross Sectional study.


43

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 23 agustus 2010 sampai

tanggal 13 oktober 2010 di wilayah kerja maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta Kabupaten Kutai

Timur Provinsi Kalimantan timur.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi yang digunakan yaitu tenaga

kerja Maintenance bagian Coal Preparation PlantPT. Kaltim Prima

Coal Sangatta yang terdiri dari 45 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2002). Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini, digunakan teknik Total Sampling dimana semua

populasi yang ada dijadikan sebagai sampelnya sebanyak 38

orang.

D. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Variabel Bebas

Lingkungan Fisik
Kebisingan Kelelahan
Getaran Kerja
Penerangan
Iklim Kerja
44

Faktor Fisik :
1. Kebisingan
2. Penerangan
3. Iklim Kerja

E. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja Maintenance

bagian Coal Preparation PlantPT.KPC Sangatta

2. Ada hubungan getaran dengan kelelahan kerja Maintenance

bagian Coal Preparation PlantPT.KPC Sangatta

3. Ada hubungan penerangan dengan kelelahan kerja Maintenance

bagian Coal Preparation PlantPT.KPC Sangatta

4. Ada hubungan iklim kerja dengan kelelahan kerja Maintenance

bagian Coal Preparation PlantPT.KPC Sangatta

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen :

a. Kebisingan

b. Getaran

c. Penerangan

d. Iklim Kerja

2. Variabel Dependen : Kelelahan Kerja


45

G. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Ukuran Skala


(1) (2) (3) (4)
Variabel bebas
Kebisingan Bunyi yang tidak dikehendaki Bising > NAB (85 dBAA pemajanan Skala:
karena tidak sesuai dengan konteks 8 Jam perhari) Ordinal
ruang dan waktu sehingga dapat Tidak Bising < NAB (85 dBAA
menimbulkan gangguan terhadap pemajanan 8 Jam perhari)
kenyamanan dan kesehatan manusia.
Diukur dengan Sound level meter KEP.MENAKER NO:KEP-
51/MEN/1999
Getaran Suatu faktor fisik yang menjalar ke Melebihi NAB > NAB (4 m/det² Skala:
tubuh manusia, mulai dari tangan pemajanan 8 Jam perhari) Ordinal
sampai keseluruh tubuh turut bergetar Tidak melebihi NAB < NAB (4
(oscilation) akibat getaran peralatan m/det² pemajanan 8 Jam perhari)
mekanis yang di pergunakan dalam
tempat kerja KEPMENAKER NO : KEP-
Diukur dengan Vibrasimeter 51/MEN/1999
Peneranga Jumlah penyinaran pada suatu Baik jika <NAB (200 lux) Skala:
n bidang kerja yang diperlukan untuk Kurang jika >NAB (200 lux) Ordinal
melaksakan kegiatan secara efektif. KEPMENAKER NO : KEP-
Diukur dengan Luxmeter 51/MEN/1999
Iklim Kerja Suatu kombinasi dari suhu udara, Baik jika <NAB (25,0) Skala:
kelembaban udara, kecepatan gerakan Kurang >NAB (25,0) Ordinal
udara dan suhu radiasi pada suatu
lingkungan kerja.
Diukur dengan Questemt digital KEPMENAKER NO:KEP-
51/MEN/1999
Variabel Terikat
Kelelahan Aneka keadaan yang disertai 15.0-240.0 mili detik = normal Skala:
Kerja penurunan efisiensi dan ketahanan >240.0-<410.0 mili detik = Ordinal
dalam bekerja. kelelahan kerja ringan
Diukur dengan reaction timer >410.0-<580.0 mili detik =
Kelelahan kerja sedang
580.00 mili detik = kelelahan kerja
berat
(Hiperkes, 2004)
H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sound level meter

Merupakan alat untuk mengukur intensitas kebisingan. Adapun

cara melakukannya adalah:

a. Pilih selektor pada posisi fast untuk jenis kebisingan kontinyu

dan slow untuk jenis kebisingan impulsive


46

b. Pilih selektor range intensitas kebisingan

c. Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2

menit, dengan kurang lebih 6 kali pembacaan dengan jarak

mundur 3 meter dari sumber bising setelah itu kekanan 3 meter

dan kekiri juga 3 meter, dilakukan lagi langkah tadi

kebelakangnya lagi sampai 3 kali jadi pengukuran pas berumlah

6, kanan 3 kali dan kiri 3 kali. Hasil pengukuran adalah angka

yang ditunjukkan pada monitor

d. Catat hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan sesaat

dengan rumus

e. Hasil yang sudah didapat dibandingkan dengan standar

kebisingan yaitu 85 dBAA per 8 jam pemajanan

2. Vibration Meter E081228 (SN 12479)

Merupakan alat untuk mengukur getaran.

a. Periksa jarum penunjuk, posisikan pada angka nol

b. Periksa baterai apakah dalam keadaan baik

c. Hubungkan penangkap getaran (vibration pick up)

dengan pengukur getaran (vibration meter)

d. Pasang penangkap getaran pada objek yang akan diukur

3. Digital Light meter 407026

Merupakan alat untuk mengukur intensitas penerangan, dapat

dilakukan dengan cara:


47

a. Tekan tombol power

b. Bagi ruang kerja menjadi beberapa titik pengukuran dengan

jarak antar titik sekitar 1 meter

c. Lakukan pengukuran dengan tinggi light meter kurang lebih 85

cm diatas lantai, dan posisi photo cell horisontal dengan lantai

d. tekan record untuk menyimpan data selama pengukuran (1-2

menit), lalu tekan recall untuk melihat penerangan tertinggi,

terendah dan rata-rata.

e. Catat hasil pengukuran yang rata-rata lalu bandingkan dengan

standar penerangan

4. Questemt ° 34 197-007E

Merupakan alat untuk mengukur iklim kerja, adapun cara yang

dapat dilakukan adalah:

a. Tekan tombol power

b. Tekan tombol °C/oF untuk menentukan suhu yang digunakan

c. Tekan tombol globe untuk menentukan suhu bola

d. Tekan tombol dryBulb untuk mendapat suhu bola kering

e. Tekan tombol wetBulb unuk mendapat suhu bola basah

f. Tekan tombol WetBulb Globle Termometer (WBGT) untuk

mendapatkan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

g. Catat hasil yang dibaca pada display

h. Tekan tombol power untuk mematikan


48

i. Diamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu tombol

untuk waktu adaptasi

j. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar iklim kerja yaitu

28°C.

5. Reaction timer L77

Merupakan alat untuk mengukur tingkat kelelahan berdasarkan

kecepatan waktu reaksi terhadap rangsang cahaya. Prinsip kerja

dari alat ini adalah memberikan rangsang tunggal berupa signal

cahaya atau suara yang kemudian direspon secepatnya oleh

tenaga kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja

yang mencatat waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal

tersebut. Adapun cara mengukur adalah sebagai berikut:

a. Hidupkan alat dengan sumber tenaga (listrik/baterai)

b. Hidupkan alat dengan menekan tombol on/off

c. Reset angka penampilan sehingga menunjukkan angka “0,000”

dengan menekan tombol “0”

d. Pilih rangsang bunyi dengan menekan tombol “suara”

e. Subyek yang akan diperiksa diminta menekan tombol yang

berbentuk seperti mouse pada komputer dan diminta

secepatnya menekan tombol setelah mendengar bunyi dari

sumber rangsang

f. Untuk memberikan rangsang, pemeriksa menekan tombol

pemeriksa
49

g. Setelah diberi rangsang, subyek menekan tombol maka pada

layar akan menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan

“mili detik”.

h. Pemeriksan diulangi sampai 20 kali

i. Data yang dianalisa (diambil rata-ata) yaitu skor hasil 10 kali

pengukuran ditengah (5 kali pengukuran diawal dan diakhir

dibuang) karena 5 kali pengukuran diawal sebagai penyesuaian

dan 5 kali pengukuran diakhir biasanya responden sudah bosan

j. Setelah selesai pemeriksaan matikan alat dengan menekan

tombol on/off pada off dan lepaskan dari sumber tenaga.

k. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali, di awal dia datang

kerja dan 4 jam setelah bekerja.

l. Hasil pengukuran akhir di kurangi pengukuran awal, setelah itu

dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan yaitu:

1) Normal : waktu reaksi 150,0 – 240,0 mili detik

2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 -

<410,0 mili detik

3) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi >410,0–

<580,0 mili detik

4) Kelelahan Kerja Berat KKB): waktu reaksi > 580,0 mili detik.

6. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja

Merupakan kuesioner untuk mengetahui perasaan lelah yang

merupakan gejala subyektif yang dialami tenaga kerja. KAUPK2


50

yang dipakai berdasarkan beberapa penelitian yang telah

dimodifikasikan untuk mempermudah pengukuran kelelahan. Untuk

item dengan kriteria ya sering, jarang, dan tidak pernah. Masing-

masing mempunyai skor 2, 1, dan 0. Makin tinggi skor makin tinggi

tingkat kelelahan kerja. Adapun klasifikasinya adalah:

0 - 11 = Normal

12 - 23 = Kelelahan kerja ringan

24 - 45 = Kelelahan kerja sedang

> 45 = Kelelahan kerja berat. (sugiono, 2002)

Tes perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective self rating

tes) dari Industrial Fatique Research Committee (IFRC) Jepang,

merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur

tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar

pertanyaan yang terdiri dari:

10 pertanyaan mengenai pelemahan kegiatan

1) Berat dikepala

2) Lelah diseluruh badan

3) Berat dikaki

4) Sering menguap

5) Pikiran kacau

6) Merasa ngantuk
51

7) Ada beban pada mata

8) Gerakan canggung dan kaku

9) Berdiri tidak stabil

10) Ingin berbaring

10 pertanyaan mengenai pelemahan motivasi

1) Susah berfikir

2) Lelah untuk berbicara

3) Gugup

4) Tidak berkonsentrasi

5) Sulit untuk memusatkan perhatian

6) Mudah lupa

7) Kepercayaan diri berkurang

8) Cemas

9) Sulit mengontrol sikap

10) Tidak tekun dalam pekerjaan

10 pertanyaan tentang gambaran pelemahan fisik

1) Sakit dikepala

2) Kaku dibahu

3) Nyeri di punggung

4) Sesak nafas

5) Haus

6) Suara serak
52

7) Pening

8) Spasme dikelopak mata

9) Tremor pada anggota badan

10) Kurang sehat

7. Pengolahan Data

Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti,

maka analisis data merupakan suatu langkah penting dalam

penelitian. Data yang sudah terkumpul tidak berarti apa-apa bila

tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis data. Yang dimaksud

metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah

terkumpul untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan

tujuan dan kerangka konsep penelitian. Setelah semua data

terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data

dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing : Dilakukan setelah mendapatkan data yang

dikumpulkan dengan tujuan untuk mengoreksi data bila terjadi

kesalahan atau kekurangan data dapat diteliti

b. Koding : Pemberian kode pada data sehingga memudahkan

pengelompokan

c. Entry : Memasukkan data yang telah dilakukan koding kedalam

program SPSS

d. Tabulasi : Mengelompokkan data sesuai dengan variabel Data

diolah dan dianalisis dengan teknik analisis kuantitatif. Untuk


53

pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan dengan manual

atau melalui proses komputerisasi.

I. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya

adalah menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Dilakukan pada masing-masing variabel yaitu mendiskripsikan

tentang pengukuran kebisingan, pengukuran getaran, pengukuran

penerangan, pengykuran iklim kerja, pengukuran kelelahan kerja

dan kusioner Alat Ukur Perasan Kelelahan kerja juga hasil

angket/ kuesioner yang disajikan dalam bentuk data. Analisis yang

digunakan meliputi analisis persentase.

2. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan dengan uji

kendall’s yaitu digunakan untuk mencari hubungan dan menguji

hipotesis antara dua variabel atau lebih, bila datanya berbentuk

ordinal atau ranking. (Sugiono, 2005) Kelebihan metode ini bila

digunakan untuk menganalisis sampel berukuran lebih dari 10 dan

dapat dikembangkan untuk mencari koefisien korelasi parsial.


54

Dengan uji kendall’s dapat diketahui arah hubungannya.

Tanda negatif (-) menunjukkan adanya arah hubungan yang

berlawanan, yang berarti semakin buruk faktor fisik semakin

sedikit orang yang mengalami kelelahan, sedangkan tanda positif

menunjukkan arah hubungan yang sama, artinya semakin buruk

faktor fisik semakin banyak responden yang mengalami kelelahan.

Untuk mengetahui faktor resiko yang ditimbulkan maka dapat

diperoleh dari Odds Ratio, yang artinya orang yang berada pada

daerah faktor fisik buruk berisiko mengalami kelelahan seberapa

kali daripada orang yang berada pada daerah faktor fisik baik, dan

sebaliknya orang yang berada pada daerah lingkungan fisik baik

tidak berisiko mengalami kelelahan kerja dibanding orang yang

berada pada daerah faktor fisik buruk.

Asumsi yang digunakan pada uji kendall yaitu :

a. Ukuran koefisien korelasi yaitu -1 sampai 1

b. Data terdiri dari sampel acak Bivariat berukuran n, (Xi, Yi)

dengan I = 1, 2, 3, ….. n

c. Skala pengukuran sekurang-kurangnya ordinal

Metode yang digunakan pada analisis koefisien korelasi rank

kendall yang diberi notasi τ adalah sebagai berikut :

a. Beri ranking pada variabel X dan Y

b. Susun objek sehingga rangking X untuk subjek itu wajar yaitu 1,

2, 3, …n.
55

c. Amati ranking Y dalam urutan yang bersesuaian dengan ranking

X yang ada dalam urutan wajar kemudian tentukan jumlah

angka pasangan concordant (Nc) dan jumlah angka pasangan

discordant (Nd)

d. Statistik uji yang digunakan :


Nc – Nd
τ=
N (N – 1)
2
Keterangan : τ = koefisien korelasi rank Kendall

Nc = jumlah angka pasangan concordant

Nd = jumlah angka pasangan discordant

N = ukuran sampel.

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi rank Kendall

apabila N > 10, distribusi yang digunakan adalah distribusi normal.

τ
z=
2 (2N + 5)

√ 9 N (N – 1)

Keterangan :

Ho ditolak apabila Pvalue dengan acuan nilai z kurang dari nilai

signifikanssi (α). (Khotimah, 2007)


56

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PT Kaltim Prima Coal merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak di bidang pertambangan batubara. PT Kaltim Prima Coal

didirikan di Indonesia dan merupakan perseroan terbatas yang

pada awalnya dimiliki bersama oleh British Petrolem dari Inggris

(BP) dan Corzinc Rio Tinto Australian Limited (CRA) dari Australia
57

dengan masing-masing memegang saham sebesar 50%, akan

tetapi saat ini saham telah beralih, 70% dimiliki oleh PT Bumi

Resources Tbk dan 30% dimiliki oleh Tata Power Ltd. PT Kaltim

Prima Coal mempunyai lisensi untuk melakukan eksplorasi dan

pertambangan batubara berdasarkan kontrak karya batubara

dengan kosensi seluas 90.706 ha.

Coal Preparation Plant merupakan bagian integrasi dari rantai

pertambangan batubara. Departemen ini merupakan pusat

pengolahan dan penyiapan batubara dari tambang sehingga

menghasilkan batubara yang sesuai dengan permintaan pembeli

baik dari segi fisik maupun kualitasnya. Di departemen Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal, khusunya pada crushing

plant terdiri dari beberapa unit, yaitu bak penampung (hopper),

mesin pengumpan (feeder), mesin penghancur (crusher), dan belt

conveyor, dimana semua dari unit tersebut saling terhubung dan

hasil dari integrasi kesemuanya sangatlah penting untuk

memaksimalkan keefektifan plant.

Dalam menjalankan fungsinya diatas, departemen ini dilengkapi

berbagai peralatan dan mesin-mesin yang beroperasi setiap hari

selama 24 jam dan pekerjanya sendiri ada yang bekerja tiap hari

dari jam 07.00 sampai jam 16.00, ada pula yang bekerja shift, untuk

maintenance terdiri dari 2 orang fabrikasi dan 2 orang mekanik di

tiap shift, pada shift pagi dari jam 06.30-14.30, shift sore dari jam

14.30-22.30 serta shift malam dari jam 22.30-06.30. Dalam kegiatan


58

produksi sehari-hari, semua unit produksi dipelihara secara teratur

oleh seksi pemeliharaan (maintenance) dan seksi rekayasa

(engineering) apabila diperlukan.

Tugas dari mekanikal maintenance yaitu melakukan perawatan

terhadap semua equipment baik yang ada di plant maupun yang

ada di workshop dan laboratorium yang bersifat perbaikan

mekanikal, structural ataupun pekerjaan piping. Bagian elektrikal

maintenance bertugas untuk melakukan perawatan terhadap semua

equipment di plant dan di workshop yang bersifat perbaikan

elektrikal. Sedangkan bagian planning dan scheduling bertugas

menyusun perencanaan pekerjaan perawatan (schedule

Maintenance) baik jenis pekerjaan, waktu maupun tenaga kerja

serta biaya yang diperlukan dengan cara membuat work order.

Bagian engineering bertugas mengawasi dan menganalisa kuallitas

dari pekerjaan perawatan baik elektrikal maupun mekanikal dan

juga melakukan perencanaan modifikasi pada equipment atau

penambahan alat bila diperlukan, biasa disebut special project.

Untuk mendukung pekerjaan perawatan di Coal Preparation

Plant, terdapat workshop untuk mekanik dan workshop untuk

elektrik. Workshop ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk

mempermudah dan memperlancar pekerjaan, termasuk adanya

gudang penyimpanan komponen atau spareparts. Workshop

maintenance dibagi kedalam 4 area yaitu: area untuk fabrikasi

lengkap dengan peralatan pengelasan, area untuk overhaul dan


59

assembling, area untuk pekerjaan machining, dan area untuk

pekerjaan pelumasan.

Pemprosesan batubara yang ada di CPP di mulai dari

pemasukan batubara ke hopper lalu ke feeder-breaker selanjutnya

ke crusher dan pada akhirnya melewati stacking conveyor yang

berakhir di stockpile, dari stockpile ini tidak berhenti begitu saja akan

tetapi dibawahnya terdapan lubang-lubang (chute) yang

menurunkan batubara yang akan diangkut ke surge bin yang pada

akhirnya dari surge bin ini dibawa ke tanjung bara dengan

menggunakan conveyor yang bernama over land conveyor yang

panjangnya mencapai 13,2 km hingga sampai di tanjung bara, ada

juga yang dari stockpile diangkut menggunakan truck ke tanjung

bara.

2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi kelompok

umur, masa kerja dan indeks massa tubuh.

a. Distribusi Umur

Umur adalah umur responden sesuai dengan hasil

wawancara yang telah dilakukan, ditunjukkan pada tabel

dibawah ini:

Tabel.4.1.2.1 Distribusi kelompok umur responden


Umur (tahun) frekuensi Persentase (%)
20-29 13 28,9
30-39 10 22,2
60

40-49 13 38,9
50-55 9 20
jumlah 45 100
Sumber : data Primer

Berdasarkan dari tabel 4.1.2.1 diketahui bahwa dari 45

sampel yang ada, proporsi kelompok umur terbanyak terdapat

pada umur 20-29 tahun sebanyak 13 orang dengan persentase

28,9% dan umur 40-49 tahun sebanyak 13 orang juga dengan

persentase 28,9% dari total sampel. Proporsi umur terkecil

adalah 50-55 tahun yaitu sebanyak 9 orang dengan persentase

20% dari total sampel responden yang diteliti.

b. Distribusi masa kerja

Masa kerja adalah lamanya responden telah bekerja.

Adapun distribusi masa kerja adalah sebagai berikut:

Tabel.4.1.2.3 Distribusi masa kerja


Masa kerja (tahun) Frekuensi Persentase (%)
1-5 15 33,3
6-10 9 20
11-15 2 4,4
16-20 17 37,9
21-25 2 4,4
Jumlah 45 100
Sumber : data primer

Berdasarkan tabel distribusi 4.1.2.3 dapat diketahui bahwa

masa kerja terlama yaitu 21-25 tahun dengan frekuensi

sebanyak 2 orang dengan persentase 4,4%. Masa kerja dengan

frekuensi tertinggi yaitu 16-20 tahun sebanyak 17 orang dengan


61

persentase 37,9% dan frekuensi terendah yaitu pada masa kerja

11-15 dan 21-25 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase

4,4%.

c. Distribusi IMT (indeks massa tubuh)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan karakteristik

responden dari segi proporsional atau idealnya tubuh. Tabel berikut

merupakan gambaran indeks massa tubuh dari responden.

Tabel.4.1.2.5 Distribusi indeks massa tubuh


IMT Frekuensi Persentase (%)
Normal 18,5 – 25 36 80
Kelebihan berat badan ringan 4 9
>25-27
Kelebihan berat badan tingkat 5 11
berat >27
Jumlah 45 100
Sumber : data primer

Dari tabel distribusi indeks massa tubuh 4.1.2.5, hampir

keseluruhan IMTnya normal dengan frekuensi sebanyak 36

orang dengan persentase 80% dari total sampling, sedangkan

sisanya indeks massa tubuhnya lebih dengan frekuensi untuk

kelebihan berat badan tingkat ringan sebanyak 4 responden

dengan persentase 9% dan frekuensi untuk kelebihan berat

badan tingkat berat sebanyak 5 orang dengan persentase 11%

dari total sample yang ada.

3. Analisis Univariat
62

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

memperoleh gambaran dari tiap-tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian dan data yang dianalisis merupakan data yang berasal

dari hasil dan distribusi setiap variabel.

a. Kebisingan

Menurut KEP.MENAKER NO:KEP-51/MEN/1999 yang

dimaksud dengan kebisingan adalah semua suara yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan

atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan menurut Fox

(1969), kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki atau

tidak diharapkan oleh seseorang. (Ramdan, 2007)

Berdasaskan hasil pengukuran kebisingan dengan

menggunakan sound level meter pada beberapa lokasi di Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal , disapatkan hasil

sebagai berikut:

Tabel.4.1.3.1 hasil pengukuran kebisingan di PT Kaltim


Prima Coal bagian Coal Preparation Plant
No Lokasi Intensitas NAB Ket
bising
1 Crusher 1
Breaker 90,2 85 >NAB
Crusher 89,8 >NAB
2 Crusher 2
Breaker 91,2 85 >NAB
Crusher 90,2 >NAB
3 Crusher 3
Beraker 83,9 <NAB
85
Crusher 88,5 >NAB
Lantai dasar 89,7 >NAB
4 Crusher 4 85
Breaker 92,2 >NAB
63

Crusher 86,8 >NAB


Lantai dasar 91,2 >NAB
5 Crusher 5
Breaker 89,3 85 >NAB
Crusher 90 >NAB
6 Crusher 6
85
Breaker 90.3 >NAB
7 Tunnel 1
Tail end 88,2 >NAB
Stockpile 1 96,4 >NAB
Stockpile 2 89,2 85 >NAB
Emergency 90,7 >NAB
Stockpile 3 91,2 >NAB
Head end 88,8 >NAB
8 Tunnel 2
Tail end 84,4 <NAB
Stockpile 4 86,6 >NAB
Stockpile 5 87,9 >NAB
85
Stockpile 6 90,1 >NAB
Stockpile 7 90,2 >NAB
Stockpile 8 88,6 >NAB
Head end 87,6 >NAB
9 Wash plant
Lantai 2 89,2 >NAB
85
Lantai 1 88,5 >NAB
Lantai dasar 84,8 <NAB
10 Fabrikasi 107,6 85 >NAB
11 Mekanik 99,2 85 >NAB
12 Office 74,4 85 <NAB
Sumber : data primer

Data yang tertera dalam tabel 4.1.3.1 menunjukkan bahwa

sebagian besar lokasi-lokasi yang ada di Coal Preparation

Plant kebisingannya melebihi nilai ambang batas (NAB),

dengan nilai kebisingan tertinggi yaitu pada area mekanik

dengan nilai kebisingan sebesar 107,6 dBA dan nilai kebisingan

terendah yaitu pada Office dengan nilai kebisingan sebesar

74,4 dBA.

b. Getaran
64

Vibrasi adalah getaran, dapat disebabkan oleh getaran

udara atau getaran mekanis, misalnya mesin atau alat-alat

mekanis lainnya. Getaran merupakan efek suatu sumber yang

memakai satuan ukuran hertz (Depkes, 2003). Getaran (vibrasi)

adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai

dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation)

akibat getaran peralatan mekanis yang di pergunakan dalam

tempat kerja.

Tabel.4.1.3.2 hasil pengukuran getaran di PT Kaltim Prima


Coal bagian Coal Preparation Plant
Waktu
Percepatan
No Lokasi Pengukuran NAB Ket
(m/s²)
(5-10-10)
1 Crusher 1 09.30-09.50 1,25 1,15 >NAB
2 Crusher 3 10.30-10.50 0,62 1,15 <NAB
3 Crusher 4 13.40-14.00 0,20 1,15 <NAB
4 Crusher 6 08.25-08.45 0,51 1,15 <NAB
5 Tunnel 1 09.00-09.20 0,32 1,15 <NAB
6 Washing plant 10.53-11.13 0,09 1,15 <NAB
7 Fabrikasi 13.12-13.32 0,11 1,15 <NAB
8 Mekanik 08.00-08.20 0,10 1,15 <NAB
9 Office 10.05-10.25 0,07 1,15 <NAB
Sumber : data primer

Tabel 4.1.3.2 menunjukkan hasil pengukuran getaran pada

beberapa lokasi yang ada di Coal Preparation Plant PT Kaltim

Prima Coal . Hampir keseluruhan lokasi yang ada di coal

preparation masih dalam batas yang normal untuk melakukan

pekerjaan dengan kisaran waktu 6 jam 30 menit waktu normal

kerja yang telah dikurangi dengan jam istirahat, hanya ada 1

loaksi yang diatas nilai ambang batas (NAB) dengan nilai


65

tertinggi yaitu 1,25 m/s² yang berada di crusher 1 dan nilai

terendah yaitu 0,07 m/s² yang berada di Office.

c. Penerangan

Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan di tempat

kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif.

Penerangan dapat berasal dari cahaya alami dan buatan.

Tabel.4.1.3.3 Hasil pengukuran penerangan di PT Kaltim


Prima Coal bagian Coal Preparation Plant
No Lokasi Waktu Pengukuran Intensitas Penerangan
1 Crusher 1 23-09-10
Breaker 07.20-07.22 300
Crusher 07.23-07.25 305
2 Crusher 2 23-09-10
Breaker 07.26-07.28 308
Crusher 07.29-07.31 306
3 Crusher 3 23-09-10
Breaker 07.40-07.42 346
Crusher 07.44-07.46 342
4 Crusher 4 23-09-10
66

Breaker 07.50-07.52 348


Crusher 07.53-07.55 350
5 Crusher 5 23-09-10
08.15-08.17 300
6 Crusher 6 23-09-10
09.00-09.02 382
7 Tunnel 1 27-09-10
Tail end 10.01-10.03 90
Stockpile1 10.03-10.06 76
Stockpile2 10.07-10.09 85
Emergency 10.10-10.12 65
Stockpile3 10.13-10.15 72
Head end 10.16-10.18 81
8 Tunnel 2 27-09-10
Tail end 13.20-13.22 67
Stockpile 4 13.23-13.25 110
Stockpile 5 13.26-13.28 83
Stockpile 6 13.29-13.31 78
Stockpile 7 13.32-13.34 76
Stockpile 8 13.35-13.37 70
Head end 13.38-13.40 86
9 Wash Plant 23-09-10
10.30-10.32 325
10.35-10.37 304
10.38-10.40 215
10 Fabrikasi 27-09-10
08.02-08.04 220
11 Mekanik 27-09-10
08.05-08.07 209
12 Office 27-09-10
08.15-08.17 215
Sumber : data primer

Berdasarkan tabel 4.1.3.3 didapatkan hasil pengukuran

penerangan tertinggi sebesar 350 lux yang berada di area

crusher 4 dan pengukuran penerangan terendah terdapat pada

area tunnel 1 dengan intensitas penerangannya sebesar 65 lux.

d. Iklim kerja

Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi di


67

lingkungan Coal Preparation Plant dan karyawan maintenance

yang terpapar.

Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja dengan parameter

indeks suhu basah dan bola (ISBB) di Coal Preparation Plant PT

Kaltim Prima Coal dengan menggunakan questemp, didapatkan

hasil sebagai berikut :

Tabel.4.1.3.4 Hasil pengukuran iklim kerja dengan


menggunakan indeks suhu basah dan bola di PT Kaltim
Prima Coal bagian Coal Preparation Plant
DB
WB GT RH
No Lokasi A WBGT
(°C) (°C) (%)
(°C)
Crusher 1
1
32,2 27 36,6 29,9 70
Crusher 2
2
31,8 26,9 37 29,9 62
Crusher 3
3
32,7 26,9 38 30,2 56
Crusher 4
4
31,3 26,3 37 29,6 60
5 Crusher 5
Breaker 31,5 26,7 33,9 28,9 67
68

Crusher 32,6 27,6 34 29,5 55


Crusher 6 30,3
6
32,8 27,5 36,8 57
Tunnel 1
Tail end 30,8 29 33,3 30,3 90
Stockpile1 31,4 31,3 32,4 31,6 98

7 Stockpile2 31,3 31 32,5 31,5 98


Emergenc 31,2 30,1 32,3 30,8 92
y 31,1 29,3 31,8 30,5 87
Stockpile3 30,6 28,9 31,4 29,65
Head end
Tunnel 2
Tail end 30,4 29,3 31,8 30,1 76
Stockpile 4 31,8 29,8 33,2 30,1 78
Stockpile 5 32,2 27,6 32,6 29,1 82
8
Stockpile 6 32,6 28,9 32,8 30,1 86
Stockpile 7 31,8 27,5 31,2 28,6 88
Stockpile 8 32,6 29,2 31,8 30 86
Head end 30,6 30 33,2 31 88
9 Wash plant
Lantai 2 31,9 26,1 39 30 57
Lantai 1 31,7 25,7 35,2 28,6 58
Lt. Dasar 31,2 25,8 33,8 28,2 61
1
Fabrikasi
0 29,4 26,1 30,7 27,5 78
1
Mekanik
1 29,7 26,3 30,5 27,6 75
1
Office
2 26,1 21,4 28,6 23,6 46
Sumber : Data Primer

Tabel 4.1.3.4 menunjukkan hasil pengukuran iklim kerja

dengan parameter indeks suhu basah dan bola (ISBB), pada

bagian Coal Preparation Plant hampir keseluruhan mengalami

keadaan tidak normal atau diatas nilai ambang batas (NAB) yang

telah ditentukan oleh Kep.Menaker no.51 tahun 1999 tentang

iklim kerja ISBB yaitu dengan 75% waktu kerja dan 25% istirahat

dan beban kerja berat yaitu 25,9oC. Titik pengukuran dengan

hasil ISBB tertinggi pada bagian tunnel 1 di area stockpile 1


69

o
adalah 31,6 C dengan kelembaban 98%, sedangkan titik

pengukuran dengan hasil terendah dan dibawah nilai ambang


o
batas (NAB) yaitu pada office adalah 23,6 C dengan

kelembaban 46%.

e. Kelelahan kerja

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai dengan

penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja serta

lambatnya merespon suatu keadaan yang dapat disebabkan

oleh kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan

visual), kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh

lingkungan yang monoton, kelelahan oleh lingkungan kronis

terus menerus sebagai faktor secara menetap.

Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan kerja dengan

menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja

(KAUPK2) yaitu kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

sejauh mana tingkat perasaan kelelahan dari individu,

didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1.3.5 hasil pengukuran kelelahan kerja


menggunakan Kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja.
No Nama jml No Nama jml
1 ariyadi 26 24 rosid r 11
2 erwin 6 25 anang nc 18
3 prakawiyanto 23 26 irwan 29
4 riska maria 16 27 pande 24
5 witoherdinawan 19 28 supar 15
6 madia 24 29 maurits 27
7 tri sapto w 5 30 sudirman 14
8 handoko 12 31 tommy s 36
70

9 kristian 32 32 esron toding 20


10 m. yanuar h 13 33 abdul k.zailani 26
11 bambang j.a 24 34 agus siswanto 25
12 abdul kadir 15 35 hermansyah 22
13 nikol jenniper 32 36 hasan 15
14 tholib 43 37 kaharudin 41
15 agus cahyono 16 38 fransiska 17
16 amir hamzah 18 39 rafiudin 23
17 wahyudin kide 19 40 khusaini 6
18 sutarso 22 41 ribut w 35
19 sahri pohan 30 42 jhonny m 15
20 ahmad m 26 43 mansur 19
21 asis arianto 31 44 wigit y.w 28
22 maryanto 30 45 prijadi 28
23 parjono 44
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.1.3.5 mengenai pengukuran menggunakan

kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja didapatkan hasil

bahwa dari 45 responden yang mengisi KAUPK2, nilai terendah

dengan kriteria normal adalah 5 dan untuk nilai tertinggi dengan

kriteria kelelaha kerja sedang yaitu 45. Kuesioner ini

dimaksudkan untuk mengetahui kenyamanan saat mereka

bekerja.

Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran kelelahan kerja

dengan menggunakan alat pengukur kelelahan yaitu reaction

timer yaitu diukur pada saat responden sebelum dan sesudah

bekerja, didapatkan hasil beda reaksi pengukuran sebagai

berikut :

Tabel.4.1.3.6 hasil pengukuran beda reaksi kelelahan kerja


pada karyawan maintenance PT Kaltim Prima Coal bagian
Coal Preparation Plant tahun 2010
No. Res Beda reaksi No. Res Beda reaksi
44 151,22 5 269,35
71

12 151,60 29 274,83
16 152,58 38 278,01
26 155,97 41 278,85
27 158,53 1 283,53
21 158,67 36 293,21
18 171,99 11 303,95
9 173,04 3 312,78
33 176,48 24 313,46
7 177,81 45 332,51
34 178,51 23 344,67
43 212,93 28 355,73
6 238,72 8 361,81
25 245,06 17 363,68
30 259,58 22 364,22
13 260,44 37 413,04
35 261,28 20 414,25
4 262,57 42 444,74
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.1.3.6 mengenai pengukuran beda reaksi

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal didapatkan hasil bahwa

dari 36 responden, beda reaksi tertinggi yaitu 444,74 milidetik

dalam artian mengalami kelelahan kerja sedang, dan beda

reaksi terendan yaitu 151,22 milidetik dalam artian kelelahan

responden normal.

Perbedaan responden antara pembagian kuesioner yang

berjumlah 45 responden dengan pada saat pengukuran

kelelahan kerja yangt hanya berjumlah 36 responden

dikarenakan ada beberapa responden yang cuti, ada pula yang

off karena ikut shift, peneliti tidak dapat menunggu untuk

mengukur mereka dikarenakan keterbatasan waktu peminjaman

alat di hiperkes sehingga responden yang tidak masuk pada hari

pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan reaction timer


72

tetap dimasukkan datanya sampai sejauh dia terlibat dalam

pengukuran yang dilakukan oleh peneliti.

Tabel.4.1.3.7 distribusi kelelahan kerja pada bagian Coal


Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal tahun 2010

Kelelahan kerja Frekuensi Persentase


Normal 13 36,1
Kelelahan kerja ringan (KKR) 20 55,6
Kelelahan kerja sedang (KKS) 3 8,3
Jumlah 36 100
Sumber : data primer

Dari tabel 4.1.3.7 pengklasifikasian kelelahan kerja,

didapatkan hasil bahwa responden yang masih dalam tahap

normal sebanyak 13 responden dengan persentase 36,1 dan

untuk responden yang mengalami kelelahan kerja ringan

sebanyak 20 responden dengan persentase 55,6, sedangkan

sisanya sebanyak 3 responden dengan persentase 8,3

mengalami kelelahan kerja sedang. Jumlah pada pengukuran

dengan meggunakan reaction timer tidak sama dengan awal

yang berjumlah 45 responden dan saat pengukuran hanya 36

responden, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu

penelitian menggunakan reaction timer dan juga adanya

responden yang jadwal shiftnya off serta beberapa responden

yang cuti saat pengukuran sehingga tidak sempat diukur

kelelahan kerjanya menggunakan reaction timer.

4. Analisis Bivariat
73

Analisis bivariat ini digunakan untuk mencari hubungan variabel

bebas dan variabel terikat. Dalam hal ini adalah mencari hubungan

lingkungan fisik (kebisingan, getaran, penerangan dan iklim kerja)

terhadap kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

a. Hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja

Menurut KEP.MENAKER NO:KEP-51/MEN/1999 yang

dimaksud dengan kebisingan adalah semua suara yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan

atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan menurut Fox

(1969), kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki atau

tidak diharapkan oleh seseorang. (Ramdan, 2007)

Analisis hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada

karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim

Prima Coal Sangatta

Tabel.4.1.4.1 hubungan kebisingan terhadap kelelahan kerja


pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant
PT Kaltim Prima Coal Sangatta
Correlations

kelelahan
kerja kebisingan
Kendall's tau_b kelelahan kerja Correlation Coefficient 1,000 ,246(*)
Sig. (2-tailed) . ,036
N 36 36
kebisingan Correlation Coefficient ,246(*) 1,000
Sig. (2-tailed) ,036 .
N 36 36
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
74

Angka koefisien korelasi adalah 0,246 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,036<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

ditolak dengan artian ada hubungan kebisingan dengan

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal sangatta dan hubungan

kedua variabel sangat signifikan, artinya hubungan antara

kebisingan dengan kelelahan kerja sangat erat. Koefisien

korelasi bertanda (+) artinya hubungannya searah sehingga ada

kecenderungan karyawan yang terpapar bising memiliki tingkat

kelelahan yang lebih tinggi dibandingan dengan orang yang

terpapar kebisingan rendah. Tanda * menunjukkan bahwa

koefisien korelasi tersebut signifikan pada taraf kepercayaan

95%.

b. Hubungan getaran dengan kelelahan kerja

Vibrasi adalah getaran, dapat disebabkan oleh getaran

udara atau getaran mekanis, misalnya mesin atau alat-alat

mekanis lainnya. Getaran merupakan efek suatu sumber yang

memakai satuan ukuran hertz (Depkes, 2003). Getaran (vibrasi)

adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai

dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation)


75

akibat getaran peralatan mekanis yang di pergunakan dalam

tempat kerja.

Tabel.4.1.4.2 hubungan getaran terhadap kelelahan kerja


pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant
PT Kaltim Prima Coal Sangatta

Correlations

kelelahan
kerja getaran
Kendall's tau_b kelelahan kerja Correlation Coefficient 1,000 ,083
Sig. (2-tailed) . ,485
N 36 36
getaran Correlation Coefficient ,083 1,000
Sig. (2-tailed) ,485 .
N 36 36

Angka koefisien korelasi adalah 0,083 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,485>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

gagal ditolak artinya tidak ada hubungan getaran dengan

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

c. Hubungan penerangan dengan kelelahan kerja

Tabel.4.1.4.3 hubungan penerangan terhadap kelelahan


kerja karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant
PT Kaltim Prima Coal Sangatta

Correlations

kelelahan
kerja penerangan
Kendall's tau_b kelelahan kerja Correlation Coefficient 1,000 ,054
Sig. (2-tailed) . ,643
N 36 36
penerangan Correlation Coefficient ,054 1,000
76

Sig. (2-tailed) ,643 .


N 36 36

Angka koefisien korelasi adalah 0,054 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,643>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

gagal ditolak artinya tidak ada hubungan penerangan dengan

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

d. Hubungan iklim kerja dengan kelelahan kerja

Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban

udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi

dari keempat faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh

tubuh yang disebut tekanan panas (Ramdan, 2007).

Analisis hubungan iklima kerja ISBB dengan kelelahan kerja

pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT

Kaltim Prima Coal Sangatta.

Tabel.4.1.4.4 hubungan iklim kerja terhadap kelelahan kerja


karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT
Kaltim Prima Coal Sangatta

Correlations

kelelahan
kerja iklim kerja
Kendall's tau_b kelelahan kerja Correlation Coefficient 1,000 ,306(**)
Sig. (2-tailed) . ,009
N 36 36
iklim kerja Correlation Coefficient ,306(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,009 .
N 36 36
77

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Angka koefisien korelasi adalah 0,306 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,000<0,05 atau bahkan leboh kecil dari 0,01

maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak artinya ada hubungan

iklim kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan maintenance

bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

Tanda ** menunjukkan bahwa koefisien korelasi tersebut

signifikan pada taraf kepercayaan 99%.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian (kuesioner dan pengukuran),

pengolahan serta analisis data yang telah dilakukan, maka

pembahasan dari hasil yang telah didapatkan adalah sebagai berikut :

1. Kebisingan terhadap kelelahan kerja karyawan

maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima

Coal
78

Dalam penelitian ini ada perbedaan cara pembacaan

pengukuran antara yang digunakan oleh peneliti dengan yang

biasanya dilakukan oleh perusahaan.

Diperusahaan, nilai kebisingan yang didapatkan dari tiap tempat

langsung dibaca hasilnya, sedangkan peneliti menggunakan rumus

(10log(10 pangkat (nilai kebisingan dibagi 10) + 10 pangkat .......

sampai titik terakhir dalam 1 lokasi) sehingga terdapat selisih nilai

antara pembacaan pengukuran yang dilakukan oleh perusahaan

dengan pembacaan pengukuran yang dilakukan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman yang pernah

diajarkan di kampus.

Hasil pengukuran yang dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan uji kendall’s mendapatkan angka koefisien korelasi

sebesar 0,246 dengan probabilitas 0,036<0,05 yang berarti bahwa

Hipotesis penelitian (Ha) diterima yaitu ada hubungan kebisingan

dengan kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

Kebisingan berpengaruh terhadap kelelahan kerja karena dari

kebisingan tersebut dapat menganggu komunikasi sehingga

apabila seseorang berada pada kebisingan diatas NAB maka orang

tersebut harus bersuara lebih keras dari biasanya untuk

berkomunikasi dengan rekannya, hal tersebut menguras tenaga,

selain itu orang yang diajak berkomunikasi juga sama, mereka juga

membutuhkan konsentrasi lebih untuk mendengarkan ucapan dari


79

rekannya sehingga mereka mampu menyelesaikan pekerjaannya,

hal ini lama-lama akan membuat konsentrasi mereka berkurang.

Kebisingan diatas 85dBA bersifat menganggu kenyamanan

kerja, berpengaruh buruk terhadap komunikasi dan tidak

menguntungkan terhadap efisiensi. Disamping itu kebisingan dapat

menganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental

menurun.

Efek yang ditimbulkan bising juga menganggu persarafan

otonom, yaitu meningkatnya tekanan darah, percepatan denyut

jantung, pengerutan pembuluh darah kulit, bertambah cepatnya

metabolisme, menurunnya aktifitas pencernaan ddan

bertambahnya tegangan otot, sehingga dapat mempercepat

kelelahan kerja. (suma’mur : 1999)

Pengukuran kebisingan yang dilakukan pada lokasi kerja

karyawan maintenance adalah 12 tempat dan didapatkan hasil

yang hampir keseluruhan diatas Nilai ambang batas (NAB) sebesar

85 dBA. Untuk penghitungan dengan menggunakan uji kendall’s

tau b sendiri, nilai kebisingan di lokasi yang melebihi NAB telah

dikurangi dengan keefekifan dari penggunaan ear plug yaitu

sebesar 32dBA artinya jika kebisingan di salah satu lokasi

didapatkan hasil 107,6dBA maka dikurangi dengan nilai keefektifan

ear plug, sehingga hasil akhir dari kebisingan tersebut sebesar

75,6dBA, hasil tersebut baru dimasukkan untuk dihubungkan

dengan kelelahan kerja. Hal ini dilakukan sebagai pengakuratan


80

dari hasil penelitian karena keterbatasan waktu yang seharusnya

menggunakan noise pro yang digunakan oleh responden selama

sehari dia bekerja untuk mengukur intensitas kebisingan yang

diterima individu.

Selain itu, pada kebisingan yang tertinggi saat pengukuran yaitu

sebesar 107,6 dBA maka responden boleh terpajan kebisingan

tersebut selama kurang lebih 1,88 menit dan kebisingan ini bisa

bertambah intensitasnya mengingat lokasi pengukurang kebisingan

ini berada di area fabrikasi yang kebsingannya bersifat impulsif dan

tiap pekerjaan yang dilakukan hampir keseluruhan menimbulkan

kebisingan sehingga apabila hendak melakukan suatu kegiatan di

area fabrikasi hendaknya selain memperhatikan job safety analysis,

responden juga hendaknya memperkirakan apakah seberapa lama

pekerjaan tersebut kira-kira akan berlangsung dan seberapa besar

intensitas kebisingan yang akan mereka terima sebagai akibat dari

pekerjaan yang mereka lakukan, sehingga apabila intensitas

kebisingannya jauh melebihi NAB maka responden hendaknya

memakai ear muff sekaligus ear plug untuk meminimalisir intensitas

kebisingan yang akan mereka terima.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Atik Muftia

(universitas negeri semarang) yang berjudul Hubungan Antara

Faktor Fisik Terhadap Kelelahan Kerja Karyawan Produksi Bagian

Selektor Di Pt.Sinar Sosro Unggaran Semarang dimana salah satu

faktor fisiknya adalah kebisingan juga menunjukkan hasil ada


81

hubungan yang kuat antara kebisingan dengan kelelahan. Hasil

odds ratio sebesar 84,000, ini berarti karyawan yang berada di

daerah kebisingan lebih dari normal memiliki resiko mengalami

kelelahan kerja sebanyak 84,000 kali daripada karyawan yang

berada di daeran tidak bising.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa

(universitas negeri semarang) yang berjudul Pengaruh Kebisingan

Terhadap Kelelahan Pada Tenaga Kerja Industri Pengolahan Kayu

Brumbung Perum Perhutani Semarang juga menunjukkan hasil

yang relatif sama yaitu, hasil uji statistik yang dia lakukan

menunjukkan bahwa kebisingan berpengaruh terhadap kelelahan.

Hal ini ditunjukkan dari uji korelasi pearson dengan nilai r:0,655,

p:0,003 dengan α:0,01 berarti Ha diterima atau ada hubungan yang

signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Berdasarkan uji

regresi didapatkan hasil R square sebesar 0,428 yang berarti

bahwa kebisingan menyebabkan kelelahan sebesar 42,8% dan

sisanya kelelahan disebabkan oleh faktor lain.

Kelelahan dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang nyaman

dalam bekerja disamping kapasitas tenaga kerja itu sendiri dan

jenis pekerjaannya. Lingkungan kerja yang kurang nyaman dapat

memicu timbulnya kelelahan kerja pada tenaga kerja. Kebisingan

dapat menganggu pekerjaan dan menyebabkan kesalahan karena

tingkat kebisingan yang kecilpun dapat menganggu konsentrasi

(pratama, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa


82

perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas,

keluhan yang disampaikan merupakan gejala kelelahan.

2. Getaran terhadap kelelahan kerja karyawan

maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima

Coal

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

getaran dengan kelelahan kerja karyawan maintenance bagian

Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta, dimana

angka koefisien korelasi adalah 0,083 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,485>0,05 sehingga Ho gagal ditolak.

Walaupun getaran dapat mempengaruhi kelelahan kerja dilihat

dari nilai koefisien korelasi yang positif yang berarti semakin besar

intensitas getaran yang diterima maka tingkat kelelahannya akan

semakin tinggi, akan tetapi untuk pengukuran di area coal

preparation plant sendiri hampir seluruh lokasi yang telah diukur

oleh peneliti, memiliki intensitas getaran yang diterima oleh

responden relatif kecil, dari pengukuran di 9 lokasi di bagian coal

preparation plant, hanya terdapat 1 lokasi yang nilai getarannya

melebihi nilai ambang batas (NAB) sehingga sangat kecil pula

pengaruhnya terhadap kelelahan kerja.

Pengukurannya sendiri menggunakan whole body fibration

dengan memposisikan responden pada keadaan berdiri dengan

asumsi keefektifan waktu mereka bekerja selama 6 jam 30 menit,


83

waktu tersebut didapat dari waktu kerja mereka selama 8 jam

dikurangi dengan waktu coffe break selama 30 menit dan waktu

istirahat siang selama 1 jam, dari pengukuran intensitas getaran di

lokasi-lokasi yang ada di area coal preparation plant yang di bawah

nilai ambang batas serta keadaan responden yang tidak selalu

berada di lokasi-lokasi tersebut menyebabkan tingkat kelelahan

kerja yang diakibatkan oleh getaran sangat kecil.

Pada abstrak penelitian yang dilakukan oleh yohanes joko

supriyadi dengan judul getaran, kebisingan, pengetahuan K3 dan

kelelahan kerja pengemudi taksi air (klotok) di banjarmasin

didapatkan hasil bahwa sumbangan efektif terbesar terhadap

kelelahan kerja adalah paparan getaran sebanyak 31,21%. Getaran

dari peralatan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang

berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Pengaruh

paparan getaran dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

3. Penerangan terhadap kelelahan kerja karyawan

maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima

Coal

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

penerangan terhadap kelelahan kerja pada karyawan maintenance

bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta,

dimana angka koefisien korelasi adalah 0,054 dengan melihat nilai


84

probabilitas (sig) 0,643>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

gagal ditolak artinya tidak ada hubungan penerangan dengan

kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

Tidak adanya hubungan penerangan dengan kelelahan kerja

dikarenakan walaupun koefisien korelasinya positif, dalam arti jika

penerangannya melebihi standar maka orang tersebut akan

semakin beresiko mengalami kelelahan kerja yang semaikin tinggi.

Dalam hal ini, penerangan yang mereka terima memang rata-rata

diatas nilai ambang batas, akan tetapi karena mereka sudah

terbiasa bekerja pada daerah terbuka yang disinari oleh matahari

pada siang hari yang notabene seluruh lokasi yang sumber

penerangnnya berasal dari sinar matahari pasti penerangannya

diatas NAB tetapi akibat dari penyesuaian mereka pada saat

bekerja dibawah sinar matahari sehingga penerangan yang

melebihi NAB dari sinar matahari tersebut tidak begitu berpengaruh

terhadap mereka, sinar matahari sendiri tidak menimbulkan

kesilauan jika kita tidak menegadahkan mata kita ke atas dan juga

jika tidak ada benda semacam kaca yang memantulkan sinar

matahari ke mata.

Selain penerangan dari sinar matahari yang melebihi NAB, ada

pula lokasi-lokasi seperti di area tunnel yang penerangannya

dibawah standar juga tidak begitu mempengaruh tingkat kelelahan

dari para pekerja, hal ini kemungkinan besar karena pada saat
85

pengukuran kelelahan kerja menggunakan reaction timer, para

responden yang terpapar penerangan yang dibawah standar hanya

sejenak untuk mengecek area tunnel tanpa melakukan pekerjaan

yang membutuhkan waktu lama berada dalam tunnel sehingga

penerangan dibawah standar di tunnel tersebut sangat kecil

efeknya terhadap kelelahan responden ketika mereka melakukan

pengukuran kelelahan kerja.

Penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Riski cahya aryanti

(universitas negeri semarang) dengan judul hubungan antara

intensitas penerangan dan suhu udara dengan kelelahan mata

karyawan pada bagian administrasi di PT.hutama karya wilayah

semarang menunjukkan hasil berdasarkan perhitungan chi-square

dengan taraf signifikan 0,05 dan nilai p sebesar 0,011 (p<0,05)

dengan kefisien kontingensi sebesar 0,351 yang artinya ada

hubungan yang signifikan antara penerangan dengan kelelahan

mata.

4. Iklim kerja terhadap kelelahan kerja karyawan

maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima

Coal

Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,

kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat

pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari

pekerjaannya. (Ramdan, 2007)


86

Dalam penelitian ini, pengukuran iklim panas sesuai dengan

keadaan iklim di Indonesia yaitu tropis. Peneliti mengukur keadaan

lingkungan iklim kerja panas dihubungkan dengan kelelahan kerja

yang dialami oleh karyawan maintenance bagian Coal Preparation

Plant PT Kaltim Prima Coal yang terpapar panas.

Menurut Suma’mur 1996 dalam (susanto, 2010), panas

sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara

terus menerus dihasilkan dalam tubuh yang dikeluarkan ke

lingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan

pembentukan panas, maka tubuh mengadakan usaha pertukaran

panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara

konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi

Hasil uji kendals tau b yang telah disajikan pada tabel 4.1.4.4

didapatkan angka koefisien korelasi adalah 0,306 dengan

probabilitas (sig) 0,000<0,05 yang artinya bahwa hipotesis

penelitian diterima yaitu ada hubungan yang signifikan iklim kerja

terhadap kelelahan kerja pada karyawan maintenance bagian Coal

Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal Sangatta.

Iklim kerja sangat mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang

karena jika iklim kerjanya semakin naik dan melebihi standar yang

ada maka akan membuat para pekerja merasa tidak nyama karena

gerah dan hal ini dapat mengakibatkan pekerja tidak begitu bisa

berkonsentrasi dibandingkan ketika mereka berada di area yang

iklim kerjanya normal, penurunan konsentrasi merupakan tanda-


87

tanda dari kelelahan kerja, dari hal ini kita dapat menyimpulkan jika

iklim kerja semakin tinggi dapat mengakibatkan konsentrasi

responden akan semakin berkurang, sehingga semakin konsentrasi

responden itu berkurang maka semakin tinggi pula tingkat

kelelahan dari responden.

Pada penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Atik Muftia

(Universitas Negeri Semarang) yang berjudul Hubungan Antara

Faktor Fisik dengan Kelelahan Kerja Karyawan Produksi Bagian

Selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang dimana salah satu

faktor fisiknya adalah iklim kerja juga menunjukkan hasil tidak ada

hubungan antara iklim kerja terhadap kelelahan kerja pada

karyawan. Hasil analisis data p = 0,569 > α, yang artinya tidak

berhubungan antara iklim kerja terhadap kelelahan kerja. Hal

tersebut juga dikarenakan aklimatisasi karyawan produksi bagian

selektor di PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang.

Hasil penelitian Andi Susanto yang berjudul hubungan iklim kerja

terhadap kelelahan kerja pada tenaga kerja bongkat muat di

koperasi TKBM Samudera sejahtera Pelabuhan Samarinda

didapatkan Hasil chi square berdasar analisis dengan p = 0,471

(lebih besar dari α = 0,05) yang aritinya bahwa hipotesis penelitian

ditolak yaitu tidak berhubungan antara iklim kerja terhadap

kelelahan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Koperasi TKBM

Samudera Sejahtera Pelabuhan Samarinda.


88

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Ika Pulung (FKM

Unair) yang meneliti tentang perbedaan efek fisiologis pada

pengerajin manik desa Plumpogambang sebelum dan sesudah

bekerja di lingkungan kerja panas menunjukkan adanya hubungan

perbedaan iklim kerja ISBB terhadap kelelahan kerja. Hal ini

dikarenakan peneliti hanya ingin menunjukkan bahwa ada

perbedaan dari waktu kerja sebelum dan sesudah terpapar panas.

Peneliti (Ika Pulung) tidak mengambil hasil beda reaksi sebelum

dan sesudah bekerja seperti pada penelitian ini. Peneliti mengukur

tekanan darah sebelum dan sesudah bekerja sehingga hasil

didapatkan berbeda antara sebelum dan sesudah bekerja.

BAB V
KESIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan

maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim Prima Coal ,

maka dapat disimpulkan bahwa :


89

1. Ada hubungan kebisingan terhadap kelelahan kerja pada

karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim

Prima Coal Sangatta. Hal ini didukung oleh hasil uji kendall’s tau b

yang diperoleh koefisien korelasi adalah 0,246 dengan nilai

probabilitas (sig) 0,000<0,05.

2. Tidak ada hubungan getaran dengan kelelahan kerja pada

karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim

Prima Coal Sangatta. Hal ini didukung oleh hasil uji kendall’s tau b

dengan koefisien korelasi adalah 0,083 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,485>0,05. Hal ini disebabkan nilai dari getaran

yang ada di beberapa lokasi di Coal Preparation Plant di bawah

nilai ambang batas

3. Tidak ada hubungan penerangan dengan kelelahan kerja

pada karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT

Kaltim Prima Coal Sangatta. Hal ini didukung hasil uji kendal[‘s tau

b dengan koefisien korelasi adalah 0,164 dengan melihat nilai

probabilitas (sig) 0,167>0,05.

4. Ada hubungan iklim kerja terhadap kelelahan kerja pada

karyawan maintenance bagian Coal Preparation Plant PT Kaltim

Prima Coal Sangatta. Hal ini didukung oleh hasil uji kendal’d tau b

dengan koefisien korelasi adalah 0,306 dengan probabilitas (sig)

0,000<0.05.

B. Saran
90

1. Apabila nilai kebisingan telah jauh melebihi nilai ambang batas,

sebaiknya menggunakan ear plug juga ear plug untuk

meminimalisir intensitas kebisingan yang diterima.

2. Diperlukan beberapa alternatif seperti penambahan fan terutama di

tunnel demi pengurangan suhu yang ada di dalam tunnel serta

demi kenyamanan pekerja saat mereka bekerja di dalam tunnel.

You might also like