You are on page 1of 26

Tanggal praktikum : 3 Mei 2011

Preparat : Manitol Heksa-Asetat (1/2 PROSEDUR)

PUSTAKA

Fishnoi NK. 1982. Advanced Practical Organic Chemistry 1stedition. New Delhi:
Vikas Publishing House, PVT, Ltd. 333
Furniss BS, et al, 1978, Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th
Edition. 645-646
Diktat Praktikum Kimia Organik 2
http://www.wikipedia.org/wiki/Mannitol

1
PROSEDUR
(Vishnoi)

CH2.O.OC.CH3

Preparation 4. Mannitol hexa-acetate, (CH.O.OC.CH3)4

CH2.O.OC.CH3

Chemicals required. (i) Mannitol 4 gm, (ii) Acetic anhydride 24 ml, (iii)
Fused sodium acetate 4 gm.
Procedure. For the preparation of fused sodium acetate heat about 6 gm
crystalline sodium acetate in a nickel or porcelain dish over a small free flame. On
heating, the sodium acetate liquefies, some steam is evolved and the mass
solidifies. Heat the solidifies mass to melt the solid. The fused salt is then cooled
and removed from the dish by scratching with a knife. It is powdered and used for
the preparation.
In a 100 ml round bottom flask place 4 gm mannitol, 4 gms fused sodium
acetate and 24 ml acetic anhydride. Fit the flask with a reflux condenser and heat
gently on a sand bath for about 30-40 minutes when a clear solution is obtained.
Detach the condenser and pour the clear solution into 250 ml cold water with
stirring. Continue stirring when an oily layer separates which then solidifies into
colourless crystals. Allow to stand for 30 minutes, filter in a buchner funnel with
suction, wash with cold water and drain well. Recrystallised the crude mannitol
hexa-acetate, while still wet, from rectified spirit. The yield of pure colourless
mannitol hexa acetate. m.p. 120o, is 9,2 gm.

2
DASAR TEORI

Manitol

Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6-


hexane hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi. Manitol
adalah gula alkohol, yaitu, itu berasal dari gula oleh penurunan. Alkohol gula
lainnya termasuk xylitol dan sorbitol. Larutan berair manitol yang sedikit asam
dan kadang-kadang solusi seperti diperlakukan untuk meningkatkan pH.

Mannitol heksa-asetat merupakan hasil dari reaksi esterifikasi polialkohol


yaitu manitol dan anhidrida asetat dengan penambahan natrium asetat anhidrat.
Manitol merupakan karbohidrat polialkohol yang merupakan hasil hidrolisis dari
manosa atau yang disebut gula manna karena dipercaya merupakan gula yang
terdapat dalam manna.
Manitol adalah alkohol yang dibuat dari monosakarida manosa dan
galaktosa. Manitol terdapat di dalam nanas, asparagus, ubi jalar, dan wortel.
Secara komersial manitol diekstraksi dari sejenis rumput laut. Kedua jenis alkohol
ini banyak digunakan dalam industri pangan.

Manitol juga digunakan sebagai pemanis bagi penderita diabetes. Sejak


manitol memiliki positif larutan panas, digunakan sebagai pemanis dalam permen
"penyegar napas", efek pendinginan berkontribusi merasa segar. Rasa yang
menyenangkan dan mouthfeel dari manitol juga membuat populer eksipien untuk
tablet kunyah dan juga sebagai diuretik.

Sifat fisik manitol:


 Kenampakan
Serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, memiliki rasa manis dengan
tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan
sukrosa.. Manitol digunakan sebagai pemanis.

3
 Kelarutan

Kelarutan manitol dalam air 1 g : 5,5 ml dan dalam alkohol 1 g : 83 ml


sangat sukar larut di dalam alkohol) dan tidak larut hampir dalam semua
pelarut organik.

Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Manitol juga
mempunyai fungsi lain seperti Anti kempal (anticaking agent), pengeras (firming
agent), penegas cita rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk
tekstur, pendebu (dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener).
Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia,
tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar
glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.

Proses pembuatan manitol juga melalui proses rekristalisasi. Kebanyakan


produk organik hasil reaksi organik tidak diperoleh murni tetapi mengandung
hasil samping atau pengotor yang harus dihilangkan. Jika hasil reaksi berupa
padatan, maka harus dimurnikan dengan proses rekristalisasi. Dimana larutan
panas yang mengandung hasil reaksi didinginkan secara perlahan-lahan dan kristal
dari produk yang sudah dimurnikan diendapkan secara perlahan dan selektif.
Pengotor tidak larut dalam pelarut atau dihilangkan secara absorbsi menggunakan
norit. Pemilihan pelarut sangat penting untuk rekristalisasi. Pelarut yang akan
digunakan adalah pelarut dimana produk reaksi akan sangat larut (larut sempurna)
pada temperatur tinggi, tetapi akan sedikit larut pada temperatur kamar atau
temperatur rendah. Apabila pelarut dapat melarutkan produk reaksi baik dalam
suhu tinggi maupun suhu rendah atau suhu kamar, maka sebagian besar produk
akan terbawa pelarut sehingga produk murni yang dihasilkan semakin sedikit.
Dalam pemilihan pelarut, harus dihindari pelarut yang titik didihnya lebih tinggi
dari titik leleh produk yang direkristalisasi karena pada situasi ini padatan akan
meleleh dalam pelarut, sehingga ketika dingin pengotor akan ikut mengkristal
bersama zat murni.

4
Anhidrida asetat

Anhidrida asetat dapat dibuat dengan cara menggabungkan dua molekul


asam etanoat dan menghilangkan sebuah molekul air diantara kedua molekul
tersebut.

Sifat-sifat fisik anhidrida asetat:


 Kenampakan
Cairan tidak berwarna dengan bau yang sangat mirip dengan asam cuka
(asam etanoat). Bau ini timbul karena anhidrida etanoat bereaksi dengan uap
air di udara (dan kelembaban dalam hidung) menghasilkan asam etanoat
kembali.
 Kelarutan dalam air
Anhidrida etanoat tidak bisa dikatakan larut dalam air karena dia bereaksi
dengan air menghasilkan asam etanoat. Tidak ada larutan cair dari anhidrida
etanoat yang terbentuk.
 Titik didih
Anhidrida etanoat mendidih pada suhu 140°C. Titik didih cukup tinggi
karena memiliki molekul polar yang cukup besar sehingga memiliki gaya
dispersi van der Waals sekaligus gaya tarik dipol-dipol.

Anhidrida asam asetat, (Nama IUPAC: etanoil etanoat) dan disingkat


sebagai Ac2O, adalah salah satu anhidrida asam paling sederhana. Rumus
kimianya adalah (CHCO)2O. Senyawa ini merupakan reagen penting dalam
sintesis organik. Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya

5
dengan kelembapan di udara membentuk asam asetat. Anhidrida asetat dihasilkan
melalui reaksi kondensasi asam asetat, 25% asam asetat dunia digunakan untuk
proses ini. Selain itu, anhidrida asetat juga dihasilkan melalui reaksi asetil klorida
dengan natrium asetat

H3C-C(=O)Cl + H3C-COO− Na+ → Na+Cl− + H3C-CO-O-CO-CH3

Anhidrida asetat mengalami hidrolisis dengan pelan pada suhu kamar,


membentuk asam asetat. Ini adalah kebalikan dari reaksi kondensasi pembentukan
anhidrida asetat

(CH3CO)2O + H2O → 2CH3COOH

Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk sebuah
ester dan asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol membentuk etil asetat dan
asam asetat.

(CH3CO)2O + CH3CH2OH → CH3COOCH2CH3 + CH3COOH

Reaksi esterifikasi karbohidrat (manitol) dengan anhidrida asam


menghasilkan suatu polyester. Poliester adalah suatu kategori polimer yang
mengandung gugus fungsional

Etanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol dimanfaat sebagai pelarut,
campuran makanan (intoxicant), dan sintesis bahan kimia lain.

6
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter.

Sifat-sifat fisik etanol:


 Kenampakan
Cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia
terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak
dapat terlihat pada cahaya biasa. Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni
sangat higroskopis, ia akan menyerap air dari udara. Penambahan beberapa
persen etanol dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air secara
drastis. Campuran etanol dengan air yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah
terbakar dan mudah menyala. Campuran yang kurang dari 50% etanol juga
dapat menyala apabila larutan tersebut dipanaskan terlebih dahulu
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus
hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat
berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih
sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang
sama.
 Kelarutan
Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam
banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida,
magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan
natrium bromida. Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam
etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut
dalam senyawa nonpolar, meliputi kebanyakan minyak atsiri dan banyak
perasa, pewarna, dan obat.
 Indeks refraksi
Indeks refraksi etanol adalah 1,36242 (pada λ=589,3 nm dan 18,35 °C).

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang
berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang

7
terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan
berkutat pada gugus hidroksilnya.

Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat secara mengkristalkan


kembali dari cairan pelarut atau campuran pelarut, melarutkan kristal dalam
pelarut panas (atau campuran pelarut) kemudian mendinginkan kembali larutan
secara perlahan sampai terbentuk kristal yang murni.

Metode rekristalisasi :

1. Rekristalisasi langsung dari pelarut (tunggal atau campuran)


2. Rekristalisasi dengan cara penguapan pelarut
3. Rekristalisasi dengan cara presipitasi

4. Rekristalisasi atas dasar reaksi asam dan basa

Senyawa-senyawa organik padat , jika diisolasi dari hasil reaksi, jarang


diperoleh hasil yang murni. Biasanya terdapat kotoran-kotoran/ terkontaminasi
dengan sejumlah kecil hasil samping.

Tujuan rekristalisasi :

1. Menghilangkan kotoran yang dihasilkan selama reaksi baik mekanis maupun


fisis.

2. Mendapatkan kristal yang bagus.

Tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya,


yaitu :
1. Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan
kepolarannya adalah petroleum eter ( n-heksan , toluene, kloroform, aseton,
etil asetat, etanol, methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi
suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat
tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.

8
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas
dengan volum sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik
jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila
digunakan kombinasi dua pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut
yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut
yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan
beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring.
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor
yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan
untuk memisahkan zat – zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam
larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat,
biasanya digunakan corong Buchner.
4. Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kadang –
kadang pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan ( seed )
yang berupa kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah
dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang
diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner.
Kemudian kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator Melarutkan zat
yang belum murni ke dalam pelarut yang cocok pada atau dekat titik didihnya.
6. Menyaring larutan panas dari partikel-partikel/ kotoran-kotoran/ bahan yang
tidak larut
7. Pendiaman larutan panas menjadi dingin, sehingga terbentuk kristal
8. Pemisahan kristal dari larutan induk

9. Pengeringan

Untuk meningkatkan efisiensi rekristalisasi, perlu :


1. Pemilihan pelarut yang cocok

9
2. Pengeringan zat hasil rekristalisasi

3. Penghilangan warna : animal charcoal (karbon aktif)

Pemurnian kristal biasanya diperoleh dengan kristalisasi dengan pelarut


yang cocok / campuran pelarut.

Adapun saran – saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda


kristalisasi adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu.
2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh.
3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan
pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung
merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali
lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan
pelarut biasanya bukan masalah sederhana

5. Kalau mungkin harganya murah, tidak beracun dan tidak mudah terbakar.

Contoh campuran pelarut :


 Alcohol- air
 Alkohol benzene
 Benzena-petroleum eter
 Aseton-petroleum eter
 Eter-pentane

 Asam asetat glacial-air

Jika diinginkan kristal yang kecil, larutan jenuh yang panas diaduk dan
didinginkan secara cepat dalam penangas es . Jika dikehendaki kristal yang besar
larutan jenuh didinginkan pada temperature kamar.

10
Kadang-kadang zat dari larutan yang supersaturated sukar dikristalkan,
disebabkan oleh adanya sedikit tar atau zat kental yang bertindak sebagai koloid
pelindung. Ini dapat diatasi dengan :
1. Dinding labu digores pelan-pelan dengan batang pengaduk glas sehingga
terbentuk inti kristal
2. Dipancing dengan sedikit larutan yang didinginkan pada lapisan tipis sehingga
terbentuk inti kristal → dicampurkan.
3. Pendinginan pada campuran pendingin (es dan garam,dll)
4. Penambahan bahan pecahan CO2 padat

5. Jika semua cara di atas tidak berhasil, dapat dimasukkan lemari es untuk
periode tertentu.

Jika ada dua/lebih pelarut sama-sama cocok untuk rekristalisasi maka


dipilih yang tidak beracun, tidak mudah terbakar dan murah. Apabila butuh
pelarut yang mudah menguap cukup banyak dengan refluks.

Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat-


zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan
untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami,
sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumen spektroskopi seperti
UV, IR, NMR, dan MS.

Sebagai metode pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang


panjang seperti destilasi. Walaupun beberapa metode yang lebih rumit telah
dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian
sebab kemudahannya ( tidak perlu alat khusus ) dan karena keefektifannya. Ke
depannya rekristalisasi akan tetap metode standart untuk memurnikan padatan.
Metode ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang
cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk
mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan
didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun
bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan pengkristal karena
konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.

11
Walaupun rekristalisasi adalah metode yang sangat sederhana, dalam
prakteknya bukan berarti mudah dilakukan.

TUJUAN PRAKTIKUM

Memahami reaksi esterifikasi karbohidrat

12
ALAT DAN BAHAN

A. ALAT

1. Labu alas bulat

2. Pendingin balik

3. Gelas piala

4. Corong Buchner dan labu hisap

5. Pengaduk

6. Gelas ukur

7. Labu Erlenmeyer

8. Pipet tetes

B. BAHAN (1/2 PROSEDUR)

1. Manitol 2g

2. Anhidrida asetat 12 ml

13
3. Na asetat anhidrat 2g

4. Etanol 20ml

5. Air dingin 125 ml

REAKSI

O
CH2OH
O CH2 O C CH3
HO C H O
O CH3 C O C H
O + 6 CH3 C
CH3 C OH
HO C H
+ 6 O CH3 C O C H O
H C OH CH3 C C
H O C CH3
O O
H C OH
H C O C CH3
CH2OH CH2 O C CH3
O

Manitol Anh asetat Manitol hexa acetat as. asetat

14
CARA KERJA (1/2 PROSEDUR)

1. Di dalam labu alas bulat 100 mL dimasukkan manitol sebanyak 2 gram,


Na asetat anhidrat 2 gram, dan anhidrida asetat 12 mL sambil digoyang.
2. Pendingin balik dipasang dan labu dipanaskan dengan tangas udara selama
30-40 menit sampai cairan menjadi jernih.
3. Cairan dalam labu dituang ke dalam gelas piala yang berisi pecahan es
sambil diaduk-aduk sampai terbentuk kristal tak berwarna, dibiarkan
selama 30 menit.
4. Kristal di saring dengan corong buchner dan dicuci dengan air dingin.
5. Kristal direkristalisasi dengan pelarut etanol
6. Hasil berupa senyawa manitol heksa-asetat dikeringkan dalam oven,
kemudian ditimbang.

15
SKEMA KERJA

Manitol 2g + Na asetat anhidrat 2g +12 ml anhidrida asetat, masukkan ke da

Masukkan batu didih ke dalam labu alas bulat yang berisi campuran l

Direfluks dalam penangas udara selama 30-40 menit sampai cairan m


sambil digoyang

Cairan jernih dalam labu dituang ke dalam 125 ml air es, diaduk sampai terbentuk kristal, tak

Saring dengan corong buchner dan labu hisap dan dicuci dengan air dingin

Lakukan REKRISTALISASI

Kristal dilarutkan dalam 15 ml etanol yang telah dipanaskan di mag

Dinginkan sampai terbentuk kristal

Saring dengan corong buchner dan labu hisap

Keringkan kristal hasil

Timbang berat manitol heksa asetat yang diperoleh

Tentukan titik leleh dengan tabung thiele

16
GAMBAR PENGGUNAAN DAN PEMASANGAN ALAT

17
18
19
HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PRAKTIKUM
Hasil teoritis : 4,6 gram
Titik lelehnya : 120o C
Hasil praktis : 4 gram
Persentase hasil : 86,95 %

B. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini pembuatan manitol heksa asetat dilakukan dengan
cara mencampurkan 2 gram manitol, 2 gram leburan Na asetat, dan 12 ml
anhidrida asetat ke dalam labu alas bulat 100ml dengan penambahan batu
didih di dalamnya. Batu didih diperlukan untuk mengatur suhu didih, supaya
sirkulasi udara menjadi teratur sehingga tidak terjadi bumping.

Pada saat pemanasan di tangas udara perlu dipasang pendingin (refluks).


Pendingin balik (bola) digunakan untuk membantu supaya tidak menguap
dikarenakan sifat anhidrida asetat yang mudah menguap. Selama pemanasan,
pendingin dan labu digoyang-goyang supaya cairan di dalam labu menjadi
homogen. Refluks dan pemanasan dilakukan selama 30-40 menit sampai
diperoleh larutan jernih. Pada pemanasan digunakan tangas udara karena titik
didihnya tidak terlalu tinggi (1200C) karena tangas udara suhu yang dicapai
berkisar antara 800-2000C. Selama pemanasan tidak menggunakan termometer
karena yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi hanya 1200C. Hal ini berbeda
dengan reaksi sulfonasi yang membutuhkan termometer untuk mengukur suhu
yang tinggi yaitu 180-1900C.

Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi tersebut


dapat dilihat di mekanisme reaksi, dengan penjelasan sebagai berikut :

20
o Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol
dengan anhidrida asam. Dalam hal ini manitol berperan sebagai poli
alkohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan anhidrida asetat
sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah manitol heksa
asetat. Gugus asetil ( CH3CO– ) berasal dari anhidrida asetat,
sedangkan gugus R-nya berasal dari manitol. Hasil samping reaksi ini
adalah asam asetat. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari
reaksi manitol dan anhidrida asetat adalah asam asetat. Jadi, dapat
dikatakan reaksi akan berhenti setelah manitol habis karena adanya Na
asetat ini.
o Kemudian larutan tersebut dimasukkan dalam 125 ml air es disertai
dengan pengadukan sampai membentuk padatan tidak berwarna lalu
disaring untuk memisahkan manitol dari pengotornya. Air es ini
berfungsi untuk mempercepat terbentuknya kristal kasar. Tetapi tentu
saja, manitol yang dihasilkan belum benar – benar murni. Untuk itu
dilakukanlah rekristalisasi.

o Rekristalisasi pada manitol dilakukan dengan menambahkan 20 ml


etanol yang sudah dipanaskan sebelumnya. Pada rekristalisasi ini
hanya menggunakan 1 macam pelarut dikarenakan sudah memenuhi
syarat rekristalisasi.
o Pemanasan etanol dilakukan di atas hot plate tetapi bukan di atas api
bebas dikarenakan sifat etanol yang mudah terbakar dan juga
digunakan erlenmeyer yang ditutup dengan corong dan kapas basah
untuk menghindari penguapan etanol.
o Setelah itu campuran dipanaskan dengan memasukkan magnetic bar ke
dalamnya. Setelah dipanaskan, campuran dimasukkan di bak es (ice
bath) sampai terbentuk kristal. Kristal disaring dengan corong buchner
yang dihubungkan labu hisap. Kristal ini merupakan kristal murni.
Kemudian manitol heksa asetat ditimbang kembali dan hasil yang
didapat adalah 4 gram. Hasil yang kami dapat tidak sesuai dengan hasil

21
teoritis yaitu 4,6 gram. Hal ini dikarenakan ada sedikit serpihan yang
tertinggal di kertas saring, erlenmeyer maupun bertebaran.

HASIL DISKUSI

1. Apa gunanya Na asetat? Jelaskan mengapa yang digunakan adalah yang


anhidrat?
Na asetat berfungsi sebagai katalisator yang membantu manitol agar dapat
lebih mudah bereaksi dengan anhidrida asetat membentuk senyawa ester. Na
asetat yang digunakan anhidrat karena jika mengandung air maka senyawa
ester tersebut akan terhidrolisis kembali menjadi senyawa yang mengandung
alkohol dan asam karboksilat lagi. Sedangkan fungsi Na asetat ini sebagai
katalisator, kalau mengandung air pada waktu direaksikan maka tidak akan
terjadi reaksi esterifikasi.Tujuan penggunaan anhidrida supaya reaksinya
irreversible.

2. Mengapa harus dimasukkan ke dalam air es?


Air es ditambahkan setelah semua manitol bereaksi dengan anhidrida asetat.
Air es ini berfungsi untuk mempercepat terbentuknya kristal kasar.
3. Bagaimana pembuatan β-glukosa penta asetat?
a. Gerus 4 g Na-asetat anhidrous dan 5 g α-D-glukosa ad homogen di dalam
lumpang.
b. Masukkan campuran tersebut ke dalam labu alas bulat 200 ml.
c. Tambahkan 27 g (25 ml, 0,26 mol) anhidrida asetat, pasang pendingin
double. Dan panaskan di atas water bath sampai larutan jernih diperoleh,
kocok campuran tersebut.
d. Lanjutkan pemanasan 2 jam setelah larutan jernih diperoleh dan
campurkan hasil reaksi ke 250 ml pecahan-pecahan es.
e. Diamkan 1 jam, sambil diaduk sampai terbentuk kristal.
f. Saring kristalnya, cuci dengan air digin dan rekristalisasi (menggunakan
metanol/etanol) sampai kristal murni diperoleh dengan titik leleh 1310-
1320C.

22
Prosedur asli Sumber : BS Furniss (645-646)
Grind together in a porcelain mortar 4g of anhydrous sodium acetate and 5
g (0,028 mol) of dry α-D-dlucose and placed the powdered mixture in a
200-ml round-buttomed flask. Add 27 g(25 ml,0,26 mol) of acetic
anhydride,attach a double surface condenser and heat on aboiling water
bath until a clear solutin is obtained (1),shaking the mixture from time to
time. Continue heating for a further 2 hours after a clear solution has been
obtained and then pour the reaction mixture on to 250 ml of crushed ice.
Allow to stand for 1 hour,stirring occasionally to break up the solidlumps
which separate. Filter on the crystals,wash well with cold water and
recrystallise from industrial spirit (or from methanol or ethanol)until the
purified material has m.p. 131-132˚C. [α]18 + 4.0˚(c 4,5 in CHCl3). The
yield is 6,2 g(56%).
Conversion of β-into α-d-glucose penta-acetate. Add 0,5 g og anhydrous
zinc chloride rapidly to 25 ml of acetic anhydride in a 100-ml round-
bottomed flask,fitted with a Liebig condenser,and heat on a boiling water
bath to dissolve the solid. Add 5 g of pure β-D-glucose penta-acetate,
continue heating for 30 minutes,pour the mixture onto ice and purify the
solid which separates as described above. The effectiveness of the
conversion may be monitored by t.l.c on silica gel plates using
cyclohexane/acetone (7:3) and locating the two closely running spots by
immersing the developed and dried plate in a tank of iodine vapour.
Note. (1) It is dangerous to scale up this experiment without modifying the
preparative procedure. If 50 g of glucose is to be acetylated,a 2-litre round-
bottomed flask should be fitted with two wide-bore Liebig considers in
series,and a large vessel filled with ice-water should be readily available to
plunge the reaction flask into,should the vigorous reactin which ensues on
heating need controlling. Wth a scale using 100 g of glucose a procedure
involving the addition of a α-d-glucose to a preheated sodium acetate-

23
acetic anhydic mixture at such rate as to keep the mixture under reflux but
without the reacton getting out of control has been described

3.

CH2OH
HO
O
HO + +
Na
HO

OH
α – D - glukopiranosa Anhidrida asetat Na asetat

CH2
O

β – D – glukopiranosa - pentaasetat

24
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan


beberapa hal, yaitu sebagai berikut :

1. Hasil kristal yang didapatkan adalah 4 gram.


2. Katalisator yang digunakan Na asetat anhidrida bersifat anhidrat supaya reaksi
tetap berjalan ke kanan atau tidak irreversible.
3. Reaksi pembentukan manitol heksa asetat adalah reaksi esterifikasi.

4. Proses rekristalisasi ini hanya menggunakan 1 macam pelarut dikarenakan


sudah memenuhi syarat rekristalisasi, yaitu kristal kasar manitol itu sudah
dapat larut sempurna dengan penambahan etanol pada temperatur tinggi, dan
akan mengkristal pada temperatur rendah.
5. Penggunaan air es ini berfungsi untuk mempercepat proses terbentuknya
kristal.
6. Ice bath yang digunakan dalam praktikum ini berfungsi untuk mempercepat
proses terbentuknya kristal dari larutan.
7. Pemasangan dan penggunaan alat harus secara tepat agar didapat hasil yang
baik.
8. Kerjasama dan ketelitian dari masing-masing praktikan sangat mempengaruhi
hasil akhir yang didapatkan.

TANDA TANGAN PRAKTIKAN

25
(Meriyanti Sofyan/1080085) (Ratna Anggraeni/1080147)

26

You might also like