You are on page 1of 11

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah SWT serta izin-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah yang memaparkan tentang Sejarah Indonesia, dengan pembahasan
tentang tokoh Tan Malaka sebagi Pahlawan Revolusi Indonesia yang terlupakan oleh
masyarakat bangsanya sendiri.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mengkajinya agar
dapat meningkatkan pengetahuan dalam bidang kesejarahan. Akhir kata, kesempurnaan
hanya milik Allah, saya menyadari banyak kesalahan-kesalahan dalam pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah ini kedepannya.

Bandung, 2 November 2010

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang Masalah 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 4
1.5 Sistematika Penulisan 4
BAB II TAN MALAKA “BAPAK REPUBLIK YANG TERLUPAKAN DAN
KARYA-KARYA BESARNYA”. 5
2.1. Tan Malaka “tokoh hidup yang terlupakan” 5
2.2. Tan Malaka “Nasionalis atau Komunis” 7
2.3. Tan Malaka dengan karya pemikirannya
8
BAB III KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
. Tan Malaka adalah seorang tokoh besar yang memiliki peran besar dalam sejarah
revolusi Indonesia. Para sejarawan menempatkan dia pada barisan “Tujuh Begawan Revolusi
Indonesia” (Soekarno, Hatta, Sjahrir Tan Malaka, Amir Sjaripudin, Jendral Sudirman, dan
A.H. Nasution.
Perjalanan Tan Malaka dalam revolusi Indonesia tergolong sangat dramatis.
Perjalanan hidupnya penuh ketegangan. Sosoknya diburu di berbagai Negara. Namanya
dicatut dan dipalsukan oleh orang-orang yang meminjam ketenarannya. Rudolf Mrazek
menyebut seorang Tan Malaka sebagai “Manusia Komplit”, yakni dia memiliki pemikiran
yang cerdas sekaligus sebagai seorang aktivis politik yang lincah. Muhammad Yamin
menyebutnya sebagai “Bapak Republik Indonesia” yang disamakan dengan Washington
yang merancang Republik Amerika Serikat sebelum merdeka, atas jasa besarnya nama
Washington diabadikan sebagai nama ibukota negaranya, sementara itu nama besar Tan
Malaka justru nyaris dilupakan oleh sejarah bangsanya. Selama 51 tahun perjalanan
hidupnya, Tan telah menjelajahi kurang lebih dari 21 tempat dan 11 negara dengan kondisi
sakit-sakitan serta pengawasan ketat dari agen-agen Interpol. Di mulai dari tanah
kelahirannya di Minangkabau, hingga berpetualang ke Belanda, Jerman, Inggris, Moskow,
Filipina, Burma, Beijing, Thailand, dan kembali lagi ke Indonesia untuk bergerilya ke
Banten, Jakarta, Surabaya, Purwokerto, dan Yogyakarta. Semua perjuangan dan pengorbanan
ini dilalui demi satu hal yakni sebuah kemerdekaan Indonesia.
Dalam Proses perjalanan hidupnya ini, Tan telah menghasilkan kurang lebih 23 karya
tulis dari buah pemikirannya yang turut menerangi obor revolusi. Dari sekian banyak buku
karya Tan Malaka ada 3 buah buku yang sangat fenomenal pengaruhnya terhadap kehidupan
berbangsa di Indonesia, diantaranya ialah Masa Aksi (Massa Actie), Gerpolek (Gerilya
Politik Ekonomi), dan Madilog (Materialime Dialektika Logika)
1.2 Rumusan masalah
Untuk menghindari terlalu melebarnya pembahasan dalam makalah ini, maka
pembahasan akan kami batasi dengan rumusan sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Tan Malaka dalam revolusi Indonesia?

3
2. Bagaimana perjalanan hidup Tan Malaka dalam karya-karya besarnya?
3. Apa saja manfaat dari hasil pemikiran seorang Tan Malaka terhadap revolusi
Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Menjelaskan awal perjuangan revolusi Tan Malaka.
2. Menjelaskan kronologis perjalanan hidupnya dalam menciptakan pemikiran-
pemikiran yang brilian.
3. Menjelaskan bagaimana pemikiran seorang Tan Malaka dalam buku-bukunya.
4. Menjelaskan dampak dan manfaat dari pemikiran Tan Malaka dalam buku-bukunya
terhadap revolusi Indonesia..
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode studi literatur dari berbagai
sumber seperti buku, majalah dan sumber-sumber lain yang relevan.
1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II TAN MALAKA “BAPAK REPUBLIK YANG TERLUPAKAN DAN
KARYA-KARYA BESARNYA”.
2.1 Tan Malaka “tokoh hidup yang terlupakan”
2.2 Tan Malaka “Nasionalis atau Komunis”
2.3 Tan Malaka dengan karya pemikirannya
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
TAN MALAKA
“BAPAK REPUBLIK YANG TERLUPAKAN DAN KARYA-KARYA BESARNYA”

2.1. Tan Malaka “tokoh hidup yang terlupakan”


Siapa sebenarnya sosok dibalik nama Tan Malaka? Nama lengkapnya adalah Ibrahim
gelar Datoek Tan Malaka. Tahun kelahirannya, menurut Dr. Poeze, diduga pada tahun 1894
di Desa Pandan Gadang. Ia menjadi pelajar disebuah sekolah pendidikan guru. Karena
cerdas, kesempatan yang dia peroleh di Sekolah Rajo, Bukittinggi, tidak lepas dari
kecerdasan sebagaimana yang dikatakan guru Belandanya, Horensma, di sekolah guru
(Kweekschool) itu, “Rambut hitam buru yang bagus sekali, bermata hitam kelam seolah
memancarkan sesuatu.” Berkat gurunya ini pula Tan Malaka kemudian melanjutkan studi ke
negeri Belanda, di usia 17 tahun. Tan Malaka mendahului sekolah di negeri Belanda dari
pada Hatta, Sjahrir, Abdul Rifai, Ibrahim Taher, dan Abdul Muis. Di negeri penjajah itu, Tan
Malaka menyerap dan mempelajari ideologi yang menjadi titik awal perjuangan revolusinya
sampai akhir hayatnya, serta Negeri Belandalah, sebenarnya, yang membentuk wataknya,
yakni membaca, belajar, dan menderita. Selama dia menjalani studinya di Belanda, dia
menutupi kekurangan uang dengan mengajar bahasa bahasa Melayu, sambil berusaha
menyelesaikan studinya, dan berjuang melawan sakit bronchitis yang dideritanya, yang
bermula hanya karena tidak memiliki baju hangat ketika musim dingin.
Karens terjadinya Perang Dunia 1 di Eropa (1914-1918), Tan Malaka terhalang
pulang ke Tanah Air. Ia terpaksa hidup berdikari dan selama tahun-tahun itu ia berkenalan
dengan ideology sosialisme dan komunisme. Pada tahun 1920 Tan Malaka akhirnya pulang
ke Tanah Air dan menjadi guru di sebuah sekolah yang didirikan oleh perusahaan
perkebunan Eropa di Sumatra Timur. Pada Februari tahun 1921 Tan Malaka meminta
berhenti dan pindah ke Semarang di mana sebuah partai baru, yaitu Partai Komoenis
Indonesia (PKI) belum lama berdiri. Tan Malaka segera aktif menyelenggarakan pendidikan
cuma-cuma kepada anak-anak rakyat jelata, menulis pamphlet-pamflet, dan mendorong
berbagai pemogokan. Serta Tan Malaka juga mempunyai peran sebagai agilitator komunis
yang membuatnya dicurigai oleh polisi rahasia Hindia Belanda. Dalam keputusan gubernur

5
jendral Belanda, ia dikenakan hubungan pembuangan, Tan Malaka memilih negeri Belanda
sebagai tempat pengasingannya pada Maret 1922. Dalam pengasingan politiknya ia memulai
petualangan di Amsterdam dan Rotterdam, diteruskan menuju Berlin, berlanjut ke Moskow,
di kota Moskow ini pada November 1922, Tan Malaka menghadiri Kongres Internasional
Partai-partai Komunis (Kominfrom), ia kemudian diangkat sebagai Wakil Kominfrom untuk
seluruh wilayah Asia Tenggara. Perjalanan Tan Malaka berlanjut ke Kanton, Hongkong,
Manila, Shanghai, Amoy, dan beberapa desa dipedalaman Tiongkok, sebelum dia
menyelundup ke Rangon, Singapura, dan Penang. Maka dimulailah hasil pengembaraannya
selama 20 tahun, ia diburu oleh polisi rahasia di Manila, Hongkong, Bangkok, Singapura,
dan ibu kota lainya sebelum ia kembali ke Tanah Air pada 1942 setelah militer Jepang
menguasai Asia Tenggara.
Selama masa itu, Tan menggunakan 13 nama rahasia dan sekurang-kurangnya tujuh
nama samaran. Di Manila dia dikenal sebagai Elias Fuentes dan Estahislau Rivera,
sedangkan di Shanghai dia dikenal dengan nama Ossario. Ketika menyelundup ke Burma, dia
mengubah namanya menjadi Oong Soong Lee. Di Singapura, ketika menjadi guru bahasa
Inggris, dia bernama Tan Ho Seng. Pelarian dan penyamaran itu dimungkinkan, salah
satunya dia menguasai bahasa-bahasa setempat dengan baik. Ketika dia ditangkap di Manila
pada Agustus 1927, Koran Amerika, Manila Bulletin, menulis, “Tan Malaka, seorang
Bolsyewik Jawa, ditangkap. Dia berbicara dengan berbagai macam bahasa: Belanda,
Inggris, Jerman, Prancis, Tagalog, Tionghoa, dan Malayu.”
Yang penting dalam periode pengasingan ini ialah sebuah brosur yang ditulis dan
diterbitkan pada 1924 dalam bahasa Belanda “Naar de Republiek Indonesia” dan
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Menuju Republik Indonesia”. Meskipun
brosur itu terpaksa harus diselundupkan ke Indonesia dan beredar secara terbatas, namun
dampaknya di kalangan pergerakan kebangsaan amat besar. Untuk pertama kalinya konsep
“Republik Indonesia” dicanangkan. Brosur Naar de Republiek Indonesia, sudah ditulis
Kanton, Cina, pada 1925, tiga tahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda.
Ada sebuah dilemma yang dihadapi Tan Malaka yang menyebabkan dia tidak
menjadi seseorang dalam arus utama revolusi pada republik yang baru ini. Ia adalah seorang
tokoh yang terkenal sekaligus tidak terkenal. Nama besarnya hanya dikenal lewat karya-
karya yang dia tulis selama berada di luar negeri. Tetapi nama Tan Malaka lebih banyak
diperbincangkan sebagai sosok yang misterius dipenuhi oleh mitos. Ia tidak lagi memiliki

6
relasi politik yang luas dan erat, baik pada kelompok “kolaborator”, terlebih pada kelompok
“bawah tanah” pimpinan Sjahrir.
Akhirnya pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari, Tan Malaka gugur, hilang tidak
tentu rimbanya, mati tidak tentu kuburnya ditengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela
Proklamasi” di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No.
53, yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963, menetapkan bahwa Tan
Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional. Namun, sejak era Orde Baru, nama
Tan Malaka dihapus dalam pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah.Gelar pahlawan
nasional itu tidak pernah dicabut. Tetapi, dalam buku teks sejarah dia tidak boleh disebut.
Menurut istilah seorang peneliti departemen ssosial, Tan Malaka menjadi “off the record”
dalam sejarah Orde Baru. Rezim Orde Baru menganggap Tan Malaka sebagai tokoh partai
yang dituduh terlibat pemberontakan. Hal tersebut merupakan kebodohan Rezim Orde Baru.
Dalam fakta dan kenyataannya Tan Malaka justru menolak pemberontakan PKI 1926/1927
sebagaimana ditulisnya dalam Naar de Republiek Indonesia, dia sama sekali tidak terlibat
dalam peristiwa Madiun 1948. Bahkan dalam berbagai peristiwa, Murba berserbangan
dengan PKI.

2.2 Tan Malaka “Nasionalis atau Komunis?”


Manusia Tan Malaka adalah contoh pemimpin yang berjuang dan melahirkan gagasan
bernas utuk kesejahteraan bangsa tanpa pamrih. Secara sosiologis, Tan Malaka bukanlah
seorang komunis, tetap perantau yang telah dibekali dasar keislaman yang kuat dari alam
Minangkabau. Sebagai perantau berpendidikan, ia berpikir dinamis, selalu mempertanyakan
dan mencari gagasan baru untuk bangsanya yang sedang dijajah. Mempertanyakan adalah
melalui kritik tentang apa di luar logika dan kepatutan, dan karena itu pula Tan Malaka
sangat percaya kepada kekuatan dialektika berpikir persoalan kemasyarakatan dapat
dipecahkan dengan baik.
Meskipun sempat memimpin Partai Komunis Indonesia pada 1921, Tan Malaka
justru menolak pemberontakan PKI Madiun pada 1926/1927. Di lain hal tentang komunis dia
menolak kebijakan Komunis Internasional (Kominfrom) di Moskow. Sejak 1920-an Moskow
tampak lebih memanfaatkan Kominfrom sebagai kepentingan hegemoni internasional Uni
Soviet dari pada kepentingan perjuangan kaum nasionalis. Kominfrom bahkan mencurigai
Pan-Islamisme sebagai pessing internasionalnya, hal itu sesuatu yang tidak biss ditetima oleh

7
Tan Malaka.
Maka jelas terlihat bahwa warna nasionalisme dalam diri Tan Malaka jauh lebih
kental dari pada fanatisme pada ideologi komunis. Meskipun tidak menyembunyikan
pendirian marxisnya, Tan Malaka memilih mengabdikan diri dan intelektualitasnya sebagai
nasionalisme sejati yang ikut merajut gagasan tentang Menuju Republik Indonesia itu.
Pemikirannya lebih dini dari pada Mohammad Hatta yang menulis Indonesia Vrije
(Indonesia Merdeka) sebagai pledoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928).
Kemudian juga Soekarno yang menulis MIM (Menuju Indonesia Merdeka, 1933).
Tan Malaka tidak hanya bicara, tetapi membuktikannya langsung, dia bukan lah
seorang pemimpin yang flamboyan dan gagah di podium, Tan konsekuen dengan sikapnya
yang tidak mempercayai politik kompromi (Diplomasi) yang dijalankan Hatta dan Sjahrir
yang hanya menguntungkan Belanda. Dari bukti-bukti karyanya Tan Malaka adalah seorang
nasionalis sejati dan bukanlah seorang fanatik komunis, dan sifat marxinya bukan hanya
dirinya pejuang revolusi Indonesia yang berpaham marxis melainkan para pejuang seperti
Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lain-lain dalam memerdekakan bangsa Indonesia.

2.3 Tan Malaka dengan karya pemikirannya


Sampai kematiannya yang tragis sebagai tumbal revolusi, lebih dari 20 tahun hidup Tan
Malaka dihabiskan untuk merantau di negeri lain. Dari agen Kominfrom untuk Asia
Tenggara sampai free agent untuk dirinya sendiri. Dari seorang pedagog tulen dengan
jaminan financial hingga hidup sebagai orang yang merdeka.
Dalam Proses tersebut, Tan Malaka telah menghasilkan 23 karya tulis yang turut
menerangi obor revolusi. Diantaranya ialah, Parlemen atau Soviet, SI Semarang dan
Onderwijs, Semangat Muda, Naar de Republiek Indonesia, Massa Actie, Manifesto Bangkok,
Aslia Bergabung, Madilog, Muslihat, Islam Dalam Tinjauan Madilog, Dari Penjara ke
Penjara, Pandangan Hidup,Kubandel di Kaliurang, dll.
Dari sekian banyak karya besar Tan Malaka, salah satu karya Tan Malaka yang
dianggap sebagai opus magnum-nya adalah buku Madilog yang ditulis selama delapa bulan
dengan rata-rata tiga jam penulisan setiap hari di persembunyiannya disekitar Cililitan,
Jakarta. Buku ini menguraikan tentang tiga soal yang menjadi pokok pemikirannya selama
tahun-tahun pembuangannya, dengan bahan-bahan studi yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit, akan tetapi sebagian naskas harus dibuang untuk menghindari pemeriksaan Jepang.

8
Naskah buku ini praktis ditulis hanya berdasarkan ingatan setalah bacaan dihafal diluar
kepala dengan teknik pons asinorums (jembatan keledai)
Ketiga konsep pemikirannya adalah materialisme, dialektika, dan logika.
Materialisme diperkenalkannya sebagai paham tentang materi sebagai dasr terakhir alam
semesta. Logika dibutuhkan untuk menerapkan sifat-sifat materi berdasarkan prinsip identitas
atau prinsip non-kontradiksi, dengan prinsip logika berbunyi: A tidak sama dengan yang
bukan A. Sebaliknya, dialektika menunjukan peralihan dari satu identitas ke identitas lain.
Madilog adalah sebuah solusi, inilah sebuah presentasi ilmiah melalui serangkaian
proses berpikir dan bertindak secara materialistis, dialektis, dan logis dalam mewujudkan
sebuah tujuan secara sistematis dan struktural. Segala dinamika permasalahan duniawi dapat
terus dikaji dan diuji sedalam-dalamnya dengan menggunakan sains yang batas-batasnya
dapat ditangkap oleh panca indra manusia. Namun, lebih dari sekedar itu, Madilog juga
sebagai perantauan dari seorang Tan Malaka yang berlatar belakang budaya Minangkabau.
Ini terjabarkan ke dalam dua sense of extreme urgency point pemikiran Tan Malaka demi
membumikan Madilog dalam ranah Indonesia. Madilog lahir melalui sintesis pertentangan
pemikiran diantara dua kubu aliran filsafat, yaitu Hagel (tesis, antitesis, dan sintetis) dan
Marx-Angel (matter).
Sebagai sintetis hasil perantauannya, Madilog merupakan sebuah manifestasi symbol
kebebasan berpikit Tan Malaka.Madilog bukanlah dogma yang biasanya harus ditelan begitu
saja tanpa reserve. Menurut dia, justru kaum dogmatislah yang cenderung mengkaji hafalan
sebagai kaum yang bermental budak/pasif yang sebenarnya. Disinilah filsafat idealisme dan
materialisme ala Barat dan konsep rantau diseintesiskan Tan Malaka.
Lembar demi lembar Madilog ditulisnya dalam suasana kemiskinan, penderitaan, dan
kesepian yang begitu ekstrem. Namun Madilog-lah yang menjadi puncak totalitas kualitas
orisinal terbaik Tan Malaka yang dikumpulkannya di Haarlem, Belanda (1913-1919), sampai
kelahiran buah pemikirannya di Rawajati (1943).

9
BAB III
KESIMPULAN

TAN MALAKA, adalah seorang legenda revolusioner bansa Indonesia. Perjalanan


hidupnya penuh ketegangan, penderitaan, dan kesepian. Sosoknya diburu diberbagai Negara,
dan nama besar ketokohannya dipalsukan oleh orang-orang yang meminjam ketenarannya.
Rudolf Mrazek menyebutnya sebagai manusia kompit; pemikir yang cerdas sekaligus aktivis
politik yang lincah. Sedangkan Muhammad Yamin menyebutnya sebagai Bapak Republik
Indonesia dan namanya disejajatkan dengan Washington yang merancang Republik Amerika
Serikat sebelum merdeka.
Tan Malaka adalah seorang nasionalis sejati dan bukanlah seorang fanatik komunis,
dan sifat marxinya bukan hanya dirinya pejuang revolusi Indonesia yang berpaham marxis
melainkan para pejuang seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lain-lain dalam memerdekakan
bangsa Indonesia
Tan Malaka telah menghasilkan 23 karya tulis yang turut menerangi obor revolusi.
Diantaranya ialah, Parlemen atau Soviet, SI Semarang dan Onderwijs, Semangat Muda,
Naar de Republiek Indonesia, Massa Actie, Manifesto Bangkok, Aslia Bergabung, Madilog,
Muslihat, Islam Dalam Tinjauan Madilog, Dari Penjara ke Penjara, Pandangan
Hidup,Kubandel di Kaliurang, dll.
Salah satu karya besarnya adalah Madilog, yang dimaksudkan sebagai cara berpikir
kaum ploretar Indonesia. Cara berpikir berdasarkan materialistis (kebendaan yang nyata),
dialektika (pergerakan dan pertentangan), dan logika.

10
DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Kholid O. (2010). Mengenang Sang Legenda Tan Malaka & Sjahrir. Bandung: Sega
Arsy.

Malaka, Tan. (1999). Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika). Jakarta: Pusat Data
Indikator.

Goenawan, Mohamad. “Republik dalam Mimpi Tan Malaka”. Tempo (11-17 Agustus 2008)

Hidayat, Rizal Adhytia. “Madilog; Sebuah Sintesis Perantauan”. Tempo (11-17 Agustus
2008)

11

You might also like