You are on page 1of 129

KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH

PENDIDIKAN MENENGAH

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERENCANAAN PARTISIPATORI
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007


tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa
ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial,
Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan
kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai
lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan
telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan
untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala
sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di
setiap daerah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi
diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini
atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat
diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita
dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta, November 2007


Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D


NIP. 130 783 511

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR ................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................ 1
B. Dimensi Kompetensi ............................................... 3
C. Kompetensi ............................................................. 3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi ........................... 4
E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat .................... 4
F. Alokasi Waktu.......................................................... 6

BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN


PENGEMBANGAN SEKOLAH ................................... 7
A. Visi Pendidikan Nasional ......................................... 8
B. Misi Pendidikan Nasional......................................... 8
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional ..... 9
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan .............................. 9
E. Peran Serta Masyarakat .......................................... 10
F. Standar Nasional Pendidikan .................................. 11

BAB III PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL


PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH ...... 15
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah . 15
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan
Sekolah ................................................................... 19
C. Model-Model Alternatif Perencanaan
Pengembangan Sekolah ......................................... 23
D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana
Di Sekolah ............................................................... 31

ii
BAB IV MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/
MADRASAH ............................................................... 36
A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah ................ 36
B. Evaluasi Diri ............................................................ 47
C. Rencana Implementasi Pengembangan (RIP) ......... 61

BAB V RENCANA OPERASIONAL ....................................... 64


A. Pengertian Rencana Operasional ............................ 64
B. Komponen-Komponen Renop ................................. 64

BAB VI PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA


ACUAN KEGIATAN ................................................... 77
A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekola ........ 77
B. Penyusunan Kerangka Acuan atau Term of
Reference (TOR) Kegiatan ...................................... 94

DAFTAR RUJUKAN .................................................................. 102

iii
DAFTAR GAMBAR

hal
Gambar 3.1. Hubungan antara Premis, Tujuan, dan
Rencana .................................................... 18
Gambar 3.2. Kerangka Umum Proses Perencanaan...... 20
Gambar 3.3. Model Dasar Perencanaan
Pengembangan Sekolah ........................... 26
Gambar 3.4. Model Perencanaan-Tindakan Tahap
Permulaan bagi Perencanaan
Pengembangan Sekolah .......................... 28
Gambar 3.5. The Three-Strand Concurrent Model untuk
Perencanaan Pengembangan Sekolah .... 29

iv
DAFTAR TABEL

hal
Tabel 3.1. Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok,
Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam
Proses Perencanaan Pengembanga ......... 20
Tabel 4.1. Matrik MacMillan........................................ 61
Tabel 5.1. Cotoh Penyajian Indikator Kinerja.............. 71
Tabel 5.2. Contoh Kegiatan dan Investasi .................. 73
Tabel 5.3. Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-
Kegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana 75
Tabel 5.4. Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop ...... 76
Tabel 6.1. Matrik permasalahan, alternatif
pemecahaan, dan program yang diusulkan 87
Tabel 6.2. Indikator Keberhasilan ............................... 89
Tabel 6.3. Program dan Penjadwalan ........................ 91
Tabel 6.4. Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan
Program/Sub-Program .............................. 92
Tabel 6.5. Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut
Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi 93
Tabel 6.6. Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil
yang diharapkan ........................................ 97
Tabel 6.7. Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk
Beberapa Komponen Anggaran ................ 98
Tabel 6.8. Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru 99
Tabel 6.9. Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan .......... 100

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menetapkan manajemen berbasis sekolah (school based
managemen) sebagai prinsip utama yang harus dipegang taguh
dalam pengelolaan semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 49 ayat (1) pada
Peraturan Pemerintah ini menyatakan: “Pengelolaan satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.”
Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen berbasis
sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga menetapkan bahwa proses
pengambilan keputusan di tingkat satuan pendidikan juga harus
sejalan dengan nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya
pengambilan keputusan harus dilakukan dengan melibatkan pihak-
pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terwadahi dalam
Dewan Pendidik dan Komite Sekolah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-
bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan
dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu.
Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat
Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan

1
bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan
pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar
prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan
mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi
Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja
Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah
harus harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan di atas
mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan
pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang
sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya.
Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun
hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua
pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan
akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah
tersebut pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya.
Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang
bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat
konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang
menempatkan hasil evaluasi diri sebagai titik awal usaha
pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen
utama dalam proses pengembangan sekolah, dan peningkatan mutu
sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan
itu.

2
Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses perencanaan akan
menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam
kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem
perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap
sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar
utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Kepala sekolah adalah sosok kunci yang menentukan
terwujudnya berbagai standar pengelolaan satuan pendidikan
sebagaimana disebutkan di atas. Kompetensi kepala sekolah di
bidang perencanaan dan pengambilan berbagai keputusan strategis
menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk itu
kepala sekolah harus mampu membangun kemandirian sekolah
melalui penguatan kompetensinya di bidang perencanaan
pengembangan sekolah. Melalui pendidikan dan pelatihan ini, para
peserta, yang diproyeksikan akan mengemban tugas sebagai kepala
sekolah, diharapkan akan mampu mengembangkan kompetensi yang
strategis yang dibutuhkan oleh setiap kepala sekolah itu.

B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang akan dicapai melalui pendidikan dan
pelatihan ini adalah Dimensi Kompetensi Manajerial

C. Kompetensi
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta
diharapkan mampu menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk
berbagai tingkatan perencanaan (Kompetensi 2.1 Permendiknas
nomor 13 tahun 2007)

3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini peserta
diharapkan mampu:
1. menguasai kebijakan pendidikan tingkat nasional, propinsi
maupun kabupaten/kota sebagai landasan dalam perencanaan
pengembangan sekolah;
2. menguasai pengertian dan model-model perencanaan
pengembangan sekolah;
3. menyusun rencana strategis (Renstra) pengembangan sekolah
berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan
nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan
perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip
penyusunan rencana strategis yang baik.
4. menyusun Rencana Operasional (Renop) pengembangan
sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis
yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses
penyusunan perencanaan operasional yang memegang teguh
prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik.
5. menyusun penyusunan proposal pengembangan sekolah dan
kerangka acuan kegiatan

E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat


Program Diklat ini dirancang bagi guru-guru yang telah
berpengalaman dan bercita-cita untuk berkarir menjadi tenaga
kependidikan sebagai kepala sekolah atau pemimpin kependidikan
pada satuan pendidikan dasar dan menengah lainnya. Paket
pendidikan dan pelatihan ini menggunakan pendekatan pelatihan
berbasis komptensi (competency-based training). Pelatihan

4
dilaksanakan dengan memadukan kompetensi-kompetensi yang
terdiri dari pengetahuan, keterampilan, kinerja, dan disposisi
profesional. Untuk itu, prinsip belajar tuntas untuk orang dewasa
diterapkan dalam pelatihan ini. Pelatihan juga harus dilaksanakan
dengan mengedepankan pendekatan multi metode. Pedoman
kegiatan dan lembar-lembar kerja yang dilampirkan dalam bahan ini
akan sangat membantu dalam pengembangan berbagai pengalaman
praktis dan pengalaman lapangan peserta peserta pendidikan dan
pelatihan.
Selama proses pelatihan berlangsung harus tercipta suasana
hubungan peserta dan fasilitator yang saling menerima dan
menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani. Selain itu, pendekatan kontekstual juga digunakan dalam
proses pelatihan. Konteks kepribadian seperti pengalaman dan latar
belakang pendidikan dipertimbangkan selama proses pelatihan.
Konteks lingkungan dan sosial seperti karakteristik daerah, sosial
budaya setempat, sekolah asal peserta juga dijadikan dasar dalam
penentuan strategi kegiatan pelatihan. Sangat diharapkan bahwa para
fasilitator memiliki pemahaman yang seksama terhadap kedua
konteks tersebut.
Penilaian acuan patokan digunakan untuk menilai kinerja peserta
pelatihan. Pada setiap mata diklat ditetapkan sejumlah kompetensi
yang harus dikuasai oleh peserta. Kompetensi-kompetensi inilah yang
kemudian digunakan sebagai kriteria keberhasilan peserta dalam
mengikuti diklat ini. Pada setiap kompetensi ditetapkan kriteria
ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta.

5
Beberapa teknik berikut dapat digunakan oleh fasilitator atau
pihak yang berkewenangan melaksanakan sertifikasi dapat untuk
mengevaluasi kompetensi peserta pelatihan.
• penguasaan materi pelatihan,
• partisipasi/aktivitas belajar di kelas
• penyelesaian tugas-tugas dan studi kasus di kelas,
• penyelesaian tugas akhir (Renstra Sekolah),

F. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan untuk pelatihan ini adalah 40 x
50 menit.

6
BAB II
LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN
SEKOLAH

Sebagai pengelola satuan pendidikan, seorang kepala sekolah


harus mendasarkan semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan
di sekolah pada semua kebijakan pendidikan yang berlaku baik
secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota. Adalah suatu
keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami
dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan
itu. Pemahaman ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk
memiliki wawasan dalam skala nasional maupun regional dan lokal,
kemudian mewujudkannya dalam tindakan-tindakan nyata pada
tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian, setiap
langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar
terilhami dan didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan
dan akan mengarah pada cita-cita pendidikan nasional yang
dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
Untuk memberikan pemahaman secara umum mengenai
berbagai kebijakan tersebut, berikut diuraikan dua peraturan
perundang-undangan pokok yang erat kaitannya dengan
perencanaan pengembangan sekolah dan sedang banyak digunakan
sebagai landasan bagi penentuan kebijakan pendidikan lainnya.
Peraturan perundang-undangan dimaksud meliputi Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Uraian difokuskan pada hal-hal pokok yang diatur dalam
dua peraturan perundang-undangan itu yang berkaitan dengan

7
perencanaan pengembangan sekolah. Namun demikian, para
pemimpin pendidikan masih diharapkan terus mengikuti
perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala
nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota. Pemahaman terhadap
dua kebijakan tersebut pasti belum cukup bagi setiap pemimpin
pendidikan untuk mampu menentukan segala kebijakan tingkat
satuan pendidikan yanng benar-benar sejalan dengan cita-cita
pendidikan nasional.

A. Visi Pendidikan Nasional


Visi adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.

B. Misi Pendidikan Nasional


1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat
Indonesia;
2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak
bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam
rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral;
4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,

8
keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
dalam konteks Negara Kesatuan RI.

C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional


Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

D. Sistem Pengelolaan Pendidikan


Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu
dijadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah
pasal-pasal dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang mengatur
tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal 39 sampai dengan
pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan
pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49).
Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan
pasal penting yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan
pengembangan sekolah. Pasal ini menentukan bahwa pengelolaan

9
sekolah harus menerapkan manajemen berbasis sekolah,
sebagaimana ditegaskan: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah.”

E. Peran Serta Masyarakat


Berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, hal-hal penting yang harus dipahami
oleh perencana pengembangan sekolah meliputi ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003
pasal 54, 55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup
peran serta masyarakat, sebagai berikut:
1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana,
dan pengguna hasil pendidikan.
Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsip-
prinsip pendidikan berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan
bahwa:
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis
masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai
dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.

10
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat
bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh
bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil
dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana
pengembangan sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami
secaha komprehensif ketentuan-kentuntuan lain yang diatur dalam
UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap keputusan yang
dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang
pendidikan.

F. Standar Nasional Pendidikan


Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam
setiap rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan
standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standar-
standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU
Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Peraturan Pemerintah ini
menetapakan arah reformasi pendidikan nasional dalam rangka

11
mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. PP nomor 19
tahun 2005 menetapkan delapan standar yang meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada
tingkat satuan pendidikan merupakan standar terpenting yang harus
djadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Untuk
itu berikut diuraikan kententuan-ketentuan yang berkaitan dengan
standar pengelolaan dan pengambilan keputusan sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19
tahun 2005
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan:
“Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas.” Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis
sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut
menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup
pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-
prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan, pengawasan,
pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-
standar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

12
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-
prinsip kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan
pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-
bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan
dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu.
Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat
Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan
bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan
pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar
prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan
mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi
Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja
Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah
harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan,
dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh
pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau
bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan
secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi,

13
efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang
meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan
pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat
ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan
tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di
bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri,
lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan
memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan
(stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah
pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap
sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat
“menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat
konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang
menempatkan hasil evaluasi diri sebagai titik awal usaha
pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen
utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu
sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan
itu.

14
BAB III
PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN
PENGEMBANGAN SEKOLAH

A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah


Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
menggerakkan atau memimpin (actuating atau leading), dan
pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus
dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam
sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari
keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat
dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen
lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen
bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: “When
planning is done well, the other management functions can be done
well.”
Perencanaan pada intinya merupakan upaya pendefinisian
kemana sebuah organisasi akan menuju di masa depan dan
bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan
berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan
pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber
daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana
(plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah
cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan,
jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka
pencapaian tujuan.

15
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya
merupakan dua kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal)
dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan
oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis
dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan
tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya
dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan
operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan
tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan
taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang
berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam organisasi sekolah, tujuan strategis merupakan tujuan
tertinggi yang akan dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat
umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuan-
tujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh-oleh
bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum,
kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Untuk SMK tujuan-
tujuan taktis ini dapat berupa tujuan-tujuan yang harus dicapai pada
tingkat jurusan atau program keahlian. Sedangkan tujuan operasional
merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang
secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah
tersebut. Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran,
misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses
perencanaan. Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai
pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan
tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang

16
harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana
operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, ada
atau diadakan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat
tertentu. Dalam kaitannya dengan perencanaan, dasar-dasar
keberadaan ini disebut dengan premis organisasi. Secara formal
permis-premis perencanaan itu biasanya disajikan dalam bentuk
rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat
dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan
keadaan “ideal” yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi
adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya
harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai
dasar yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan dan digunakan
sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang
diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam
perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang
dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu.
Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 3.1 mengilustrasikan
hubungan antara premis organisasi, herarkhi tujuan, dan bentuk
rencana sebagaimana diuraikan di atas.

17
Visi, Misi, dan Nilai-
Nilai Dasar
(Premis Organisasi)

Tujuan Rencana
(hasil) (alat)

Manajemen Puncak Tujuan Rencana


(Tingkat Sekolah) Strategis Strategis

Manajemen
Menengah Tujuan Taktis Rencana
Taktis
(Jurusan, Prog.
Keahlian)

Manajemen Bawah Tujuan Rencana


(Mapel, Individu Guru) Operasional Operasional

Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana

Perencanaan pengembangan sekolah (school development


planning) merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk
meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan.
Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya
terletak pada tujuan. Sedangkan herarkhi tujuan dan rencana

18
sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana
pengembangan. Tujuan yang akan dicapai dalam rencana
pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang
selama ini telah dicapai oleh sekolah. Rencana pengembangan
sekolah disusun agar sekolah terus-menerus meningkatkan
kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi
sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan atas
pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi
sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman
semacam ini dapat dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam
terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal dimana
sekolah itu berada.

B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah


Kerangka umum proses perencanaan pengembangan sekolah
sebenarnya dapat digambarkan sebagai sebuah siklus yang bergerak
mengelilingi sebuah titik pusat. Siklus itu terdiri dari empat langkah
kunci: Telaah (Review) atau evaluasi diri (self evaluation), Rancangan
Strategi (Strategy Design), Implementasi (Implementation), dan
evaluasi. Sedangkan titik pusatnya terdiri dari: Visi, Misi, dan Tujuan.
Kerangka tersebut dapat diilustrasikan dalam diagram sebagai
Gambar 3.2.
Untuk mengoperasionalkan siklus tersebut, langkah-langkah
dalam proses perencanaan dapat diubah menjadi sejumlah
pertanyaan pokok. Masing-masing langkah dapat direpresentasikan
dengan sebuah pertanyaan pokok yang dijabarkan menjadi
pertanyaan-pertanyaan khusus. Pertanyaan-pertanyaan khusus ini

19
kemudian digunakan untuk menentukan tugas-tugas utama yang
harus dilaksanakan dalam proses perencanaan pengembangan.
Tabel 3.1 merangkum operasionalisasi siklus tersebut. Uraian lebih
rinci mengenai langkah-langkah pelaksanaan dari masing-masing
operasi tersebut disajikan pada bab-bab selajutnya dalam bahan
pelatihan ini.

Gambar 3.2. Kerangka Umum Proses Perencanaan

Tabel 3.1 Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus,


dan Tugas dalam Proses Perencanaan Pengembangan

LANGKAH PERTANYAAN
PERTANYAAN KHUSUS
PERENCANAAN POKOK
TELAAH Dimanakah posisi Sejauh mana kita melakukan hal-hal yang
(REVIEW) sekolah kita berkaitan dengan:
sekarang? • pencapaian visi, misi, dan tujuan kita?
• kinerja kita sebelumnya?
• praktik-praktik terbaik (best practices)?
• pemenuhan kebutuhan siswa?
• pemenuhan kebutuhan orang tua dan
masyarakat?
• tindak lanjut terhadap tujuan pendidikan
nasional?
• pengelolaan perubahan (baik internal

20
LANGKAH PERTANYAAN
PERTANYAAN KHUSUS
PERENCANAAN POKOK
maupun eksternal)?
Kemana kita akan • Apa yang dapat kita raih lebih dari apa
membawa sekolah yang kita capai sekarang?
ini pada akhir • Perubahan apa yang harus kita lakukan?
siklus • Apakah prioritas pengembangan kita?
perencanaan?
RANCANGAN Bagaimana kita Bagaimana kita akan melakukan
(DESIGN) akan membawa perubahan?
sekolah agar  Apa persisnya yang ingin kita capai?
mencapai apa  Tindakan-tindakan apa yang tersedia
yang kita inginkan? dan dapat kita pilih untuk memampukan
kita mencapai tujuan kita?
 Tindakan terbaik mana yang sesuai
untuk mencapai tujuan?
 Sumber daya apa yang kita butuhkan?
 Siapa yanng akan melaksanakan
tindakan-tindakan itu?
 Bagaimana kemajuan tindakan akan
diukur?
Bagaimana kita memastikan bahwa tujuan,
kebijakan, prioritas, dan rencana sekolah
diketahui dan didukung oleh semua warga
sekolah?
IMPLEMENTASI Apa yang Bagaimana seharusnya usaha kita sehari-
(IMPLEMEN- seharusnya kita hari mencerminkan visi, misi, dan tujuan
TAION) kerjakan untuk sekolah?
menghantarkan Bagaimana kita dapat mendorong kemajuan
sekolah sampai yang terkait dengan prioritas sekolah?
pada apa yang kita
inginkan? Apa yang harus kita lakukan untuk menjamin
keberhasilan implementasi Rencana
implementasi program pengembanganan?
Monitoring dan Selama implemen- Kemajuan apa yang kita capai untuk
Telaah Formatif tasi, bagaimana mencapai tujuan kita?
kita akan Apakah tujuan khusus masih tepat dalam
mengecek apakah kaitannya dengan tujuan umum dan prioritas
kita telah kita?
membawa sekolah Apakah tugas-tugas kita:
ke arah yang kita  Fisibel
inginkan?  Tepat
 Tersedia sumber daya yang memadai?
Apakah biaya yang dianggarkan:
 termanfaatkan?
 mampu memanfaatkan?
Berdasarkan pengalaman, apakah rentang

21
LANGKAH PERTANYAAN
PERTANYAAN KHUSUS
PERENCANAAN POKOK
waktu yang ditetapkan dapat diterima/cukup
beralasan?
Penyesuaian-penyesuaian apa yang
dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan
Rencana Sekolah Kita?

Telaah dampak Pada akhir siklus Sampai dimana yang telah kita capai?
(outcomes) perencanaan, Sejauh mana kita telah:
bagaimana kita  Mencapai tujuan (objectives) dari
akan mengetahui rencana implementasi program
apakah kita telah pengembanganan yang kita buat?
membawa sekolah  Mengembangkan prioritas yang kita
ke tempat yang tetapkan?
kita inginkan?  Mengimplementasikan kebijakan yang
kita tetapkan?
 Memperluas misi, visi, dan tujuan
sekolah kita?
Tujuan Umum Dengan cara apa Apakah kita telah berjalan pada jalur yang
(Purpose) kita kelak benar? Dalam kaitannya dengan perubahan
mengetahui bahwa social budaya, sejauh mana ketepatan:
kita telah memilih  Misi, visi, dan tujuan kita?
arah yang benar?  Kebijakan kita?
 Prioritas pengembangan kita?
 Sasaran-sasaran (objectives) kita?
Proses Bagaimana kelak Apakah kita telah menggunakan metode
kita akan terbaik untuk sampai ditujuan?
mengetahui bahwa  Seberapa sesuaikah model proses
kita telah memilih perencanaan yang kita pilih?
kendaraan yang  Seberapa efektifkah kita
paling sesuai? mengimplementaiskan model itu?
 Apa sajakah yang membantu dan
mengemhambat kemajuan?
Rekomendasi Kemana Berdasarkan pengalaman kita:
hendaknya kita  Perubahan apa yang seharusnya kita
menuju dari kondisi lakukan terkait dengan model proses
sekarang ini? perencanaan kita?
 Aspek kehidupan sekolah yang mana
yang harus menjadi focus pada siklus
perencanaan kita berikutnya?

22
C. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada
bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi
perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam
kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem
perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap
sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar
utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini
dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan
menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah
akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis.
Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan
menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi
kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain,
dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus
dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan
lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu
perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah
untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan
strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu,
dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk
menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap
berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan
Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses
managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan

23
jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian
gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan
pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka
menentukan strategi di masa depan (Nickols dan
Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis
bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan
strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan
berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-
an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994)
sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru
berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-
lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai
perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan
dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul
seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya
perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan,
dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari
kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan
perencanaan strategis sebagai alat untuk “meraih manfaat dan
perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya
perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang,
yang hingga saat ini masih banyak diterapkan pada lembaga
pendidikan antara lain: Model Dasar (Foundational Model),
Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning
Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent

24
Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang
tersebut. Pada bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan
pengembangan sekolah yang pernah diterapkan di Indonesia dalam
kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.

1. Model Dasar (Foundational Model)


Sesuai dengan namanya, model dasar ini pertama-tama
difokuskan pada peletakan landasan-landasan yang diperlukan dalam
perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang
tepat, sebelum melangkah pada perencanaan pengembangan pada
skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada premis bahwa
perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila
tujuan dan nilai-nilai fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga
dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu memampukan
tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri
dari urutan kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi
dalam tahap persiapan.
b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan.
c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang
terkait dengan bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti
kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan
kehidupan beragama.
d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang
terkait dengan perencanaan terkoordinasi dalam bidang
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompok-
kelompok lintas kurikulum.

25
e. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan
anggaran serta spesifikasi dan pengalokasian sumber daya.
f. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan
sekolah.
g. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari
operasi dasar perencanaan pengembangan: kaji, rancang,
implementasi termonitor, dan evaluasi.
h. Penerapan model perencanaan pengembangan.Setelah
evaluasi, kembali ke langkah pertama dan ulangi proses

Gambar 3.3. Model Dasar Perencanaan Pengembangan Sekolah

26
Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan
stratsgis, untuk menyelesaikan langkah a sampai dengan e di atas
kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan tetapi apabila
sekolah telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu melakukan
penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai dengan e
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena
kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan
minor terhadap apa-apa yang sudah ada. Namun demikian, langkah-
langkah itu tidak dapat diabaikan begitu saja. Model dasar itu dapat
diilustrasikan dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 3.3.

2. Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action


Planning Model)
Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning
Model) pertama-tama menitik beratkan pada identifikasi cepat
sejumlah kecil prioritas jangka pendek dan inisiatif rencana
implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu.
Model ini didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk
mendorong keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan
Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran tindakan dan
capaian pada tahap permulaan sebagai penguatan yang positif bagi
partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada
tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan
pengembangan sekolah. Dengan demikian, akan terjadi penguatan
yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya berbagai keluhan
seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada yang
menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.

27
Gambar 3.4. Model Perencanaan-Tindakan Tahap Permulaan
bagi Perencanaan Pengembangan Sekolah

Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses


perencanaan dan menjadi insentif bagi keteribatan dalam prosedur
perencanaan yang lebih kompleks. Model permulaan tersebut dapat
mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2)
Refleksi, dan (3) Perencanaan Terelaborasi.

3. Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent


Model)
The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka
waktu perencanaan. Model ini mengakui bahwa pengembangan
sekolah memiliki dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah,
dan jangka pendek. Model itu didasarkan pada premis bahwa tiga

28
dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-sama oleh sekolah
jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap
kebutuhan lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah
kerangka yang terdiri dari tiga langkah kegiatan perencanaan yang
saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk
mengatasi perubahan-perubatah yang rumit dan tidak dapat
diprediksikan.

Gambar 3.5. The Three-Strand Concurrent Model untuk


Perencanaan Pengembangan Sekolah

Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk


mengatasi dimensi jangka panjang dalam perencanaan sekolah (5-15
tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi
dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional
untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun). Three-Strand
Concurrent Model tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram
sebagaimana Gambar 3.5.

29
4. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia
Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999 sebenarnya merupakan rintisan
diterapkannya perencanaan strategis di lembaga pendidikan
menengah di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan
kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah
dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang
didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada
sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka
proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber
daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan
menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami
kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian
melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke
dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang
harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan
sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus
menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian
sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan
nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai,
memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat
(Umaedi, 1999).
Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana
diuraikan sebelumnya sangat tampak pada strategi pelaksanaan yang
digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat langkah-langkah
yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.

30
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan
Situasional Sekolah)
b. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk
Mencapai Sasaran
c. Melakukan Analisis SWOT
d. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan
e. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
g. Merumuskan Sasaran Mutu Baru

D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana Di Sekolah


Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan
proses yang berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan
“sekali jadi”. Agar perencanaan pengembangan itu efektif dalam
memampukan (enabling) sekolah untuk menghadapi tantangan
ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan pengelolaan
perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi “modus
operandi” normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya,
perencanaan pengembangan yang sistematis akan memerlukan
perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang. Bab ini
memaparkan tantangan inovatif yang harus diatasi dengan cermat
untuk menjamin keberhasilan pengintegrasian perencanaan
pengembangan ke dalam kehidupan sekolah, sehingga perencanaan
akan menjadi budaya dalam manajemen sekolah.
Berdasarkan penelitian internasional terhadap perubahan
pendidikan pada umumnya, penumbuhan budaya perencanaan
pengembangan sekolah dibagi menjadi tiga tahap:

31
 Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan
untuk memulai perencanaan pengembangan sekolah,
menumbuhkan komitmen terhadap proses perencanaan, dan
penyiapan partisipan.
 Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal
dari perencanaan pengembangan sekolah, dimana masyarakat
sekolah belajar bagaimana melaksanakan proses perencanaan
pengembangan itu.
 Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan
pengembangan sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan
sekolah sehari-hari dalam melaksanakan segala sesuatu.

1. Tahap Pemulaan (Inisiasi)


Secara formal semua pengelola sekolah bertanggung jawab atas
inisiatif perencanaan pengembangan sekolah untuk menjamin bahwa
keputusan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah benar-
benar terlaksana dan terwujud. Akan tetapi, pada praktiknya, inisiatif
itu pada umumnya diambil oleh kepala sekolah atau komite sekolah.
Komitmen guru terhadap inovasi sekolah merupakan hal yang
esensial bagi keberhasilan dalam inovasi sekolah. Mereka harus
benar-benar memahami hal-hal pokok berkaitan dengan apa,
mengapa, dan bagaimana perencanaan pengembangan sekolah
dilakukan. Guru-guru harus disadarkan tentang peran yang harus
mereka ambil dalam proses perencanaan dan manfaat apa yang
dapat mereka peroleh dari proses itu. Pemahaman mereka harus
difokuskan pada keterkaitan antara proses dengan isu-isu yang
penting bagi guru pada umumnya, sehingga relevansi proses
perencanaan dan kebutuhan sekolah dapat disampaikan dengan

32
jelas. Penjelasan serupa juga harus dilakukan kepada semua mitra
kerja yang ada di lingkungan sekolah agar proses perencanaan
pengembangan sekolah memperoleh dukungan dari mereka.
Kegiatan-kegiatan berikut merupakan cara-cara yang dapat
membantu warga sekolah untuk mempersiapkan partisipasinya dalam
proses perencanaan pengembangan sekolah.
a. Membaca berbagai panduan, buku-buku pegangan dan
laporan-laporan hasil penelitian mengenai perencanaan
pengembangan sekolah.
b. Mencari saran-saran, masukan dan dukungan dari lembaga-
lembaga yang peduli terhadap pendidikan yang ada di sekitar
sekolah.
c. Menghadiri seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang
relevan dengan perencanaan pengembangan sekolah.
d. Menghubungi sekolah-sekolah lain yang dipandang lebih maju
di bidang perencanaan pengembangan sekolah untuk
menggali dan belajar dari pengalaman yang mereka miliki.
e. Mengundang pembicara dari luar untuk menyajikan paparan
tentang perencanaan pengembangan sekolah di hadapan
guru, pengelola sekolah, komite sekolah, dan orang tua, baik
secara bersama-sama atau terpisah.
f. Mengundang tokoh-tokoh kunci di lingkungan sekolah untuk
memaparkan pentingnya perencanaan pengembangan
sekolah dan mendorong partisipasi semua pihak.
g. Memanfaatkan fasilitator dari luar untuk membantu memulai
dan mengimplementasikan perencanaan pengembangan
sekolah.

33
Keluaran yang dicapai dari tahap pemulaan meliputi:
a. Telah dibuatnya keputusan untuk mengawali (mengintroduksi)
perencanaan pengembangan sekolah.
b. Semua guru memiliki pemahaman yang benar mengenai
perencanaan pengembangan sekolah dan memiliki komitmen
terhadap proses itu.
c. Semua mitra sekolah telah diberi penjelasan pada tahap awal
proses tersebut.
d. Terpilihnya fasilitator untuk membantu melaksanakan proses
tersebut.

2. Tahap Pembiasaan (Familirialisation)


Pada tahap pembiasaan—biasanya merupakan langkah pertama
dari siklus perencanaan pengembangan sekolah secara utuh—
masyarakat sekolah berada dalam proses belajar dari pengalaman
bagaimana melaksanakan proses perencanaan tersebut.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan
pengalaman dan struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari
tahapan ini adalah terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen
terhadap proses perencanaan.
Selama berlangsungnya tahap ini, fasilitator yang terampil,
koordinasi yang cermat, dan dukungan yang cukup dan berkelanjutan,
termasuk di dalamnya pelatihan dalam jabatan, akan sangat
membantu keberhasilan proses perencanaan. Perhatian khusus harus
diberikan agar timbul penguatan yang positif di kalangan guru.

34
3. Penyatuan (Embedding)
Tahap penyatuan terjadi ketika perencanaan pengembangan
telah menjadi bagian dari cara-cara yang biasa dilakukan sekolah
dalam melaksanakan segala sesuatu. Tatanan manajemen sekolah
telah berkembang menjadi pendukung yang baik terhadap
pengembangan maupun pemeliharaan sekolah yang bersangkutan,
dan menjadi bagian dari pola prilaku yang berterima (acceptable) bagi
semua pihak. Terdapat begitu luas ragam penggunaan rencana
implementasi program pengembanganan oleh guru. Dalam hal ini
rencana pengembangan sekolah harus berfungsi sebagai kerangka
acuan bagi perencanaan-perencanaan yang terkoordinasi yang
dilakukan oleh guru secara individual, unit-unit yang ada sekolah, tim-
tim lintas kurikulum, dan dampaknya akan tampak pada praktik-
praktik pembelajaran dalam kelas. Seluruh proses tersebut pada saat
itu telah menjadi “cara kita melakukan segala sesuatu di sekolah
ini” atau "the way we do things around here."

35
BAB IV
MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/MADRASAH

A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah

1. Pengertian Visi, Misi, dan Tujuan


Visi, misi dan tujuan merupakan titik sentral dalam siklus
perencanaan pengembangan sekolah. Ketiganya mensarikan apa
yang menjadi dasar keberadaan sekolah dan apa yang ingin dicapai
oleh sekolah. Oleh karena itu, ketiganya menjadi kerangka acuan dari
semua langkah dalam siklus perencanaan dan berfungsi sebagai (1)
konteks saat melakukan telaah, (2) arah dari rancangan dan
implementasi, dan (3) tolok ukur dalam proses telaah.
Visi sekolah merupakan representasi masa depan sekolah yang
diinginkan. Visi mensarikan prinsip-prinsip umum dan bersifat
aspirasional. Rumusan visi sekolah hendaknya mencakup:
a. sosok lembaga macam apa yang diinginkan di masa depan,
b. justifikasi sosial atas keberadaan sekolah yang diwujudkan dalam
isu-isu pendidikan apa yang harus ditangani oleh sekolah atau
masalah-masalah pendidikan mana yang akan diatasi oleh
sekolah,
c. apa yang harus diakui, diantisipasi, dan dijawab oleh sekolah
berkaitan dengan kebutuhan dan masalah-masalah tersebut,
d. siapa stakeholder utama sekolah ini, bagaimana sekolah
merespon kebutuhan para stakeholder itu, dan bagaimana sekolah
mengetahui keinginan yang mereka harapkan dari sekolah, dan

36
e. apa yang membuat sekolah tersebut unik atau berbeda dengan
yang lain, dan karena itu, apa yang membuat sekolah ini memiliki
keunggulan kompetitif.
Visi yang efektif harus memenuhi karakteristik berikut:
• Jelas dan tidak membingungkan
• Menarik dan mudah diingat
• Aspiratif, realistis dan dapat dicapai
• Selaras dengan nilai-nilai, budaya, dan cara pandang sekolah
• Berjangka waktu
• Singkat, sebaiknya kurang dari sepuluh kata
• Inspiratif dan menantang
• Disepakati oleh semua stakeholder sekolah
• Menyatakan dengan jelas esensi dari apa yang seharusnya
dicapai oleh sekolah
• Fleksibel dan menumbuhkan kreativitas.

Selain itu, agar benar-benar efektif, visi sekolah harus terasimilasi


kedalam budaya sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk
terus-menerus mengkomunikasikan visi sekolah, menciptakan arahan
dan bimbingan yang mengarah pada visi, bertindak sebagai role-
model dengan cara menjadi simbol visi, merumuskan tujuan-tujuan
jangka pendek yang sesuai dengan visi sekolah, dan mendorong
warga sekolah lainnya untuk menyesuaikan visi pribadi masing-
masing dengan visi sekolah.
Misi sekolah merepresentasikan raison d’etre atau alasan
mendasar mengapa sebuah sekolah didirikan. Rumusan misi
mencakup pesan-pesan pokok tentang (1) tujuan asal-muasal
(original purpose) didirikannya sekolah, (2) nilai-nilai yang dianut dan

37
melandasi pendirian dan operasionalisasi sekolah, dan (3) alasan
mengapa sekolah itu harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Banyak orang memiliki pemahaman yang salah terhadap visi dan
misi sekolah/madrasah. Visi menyatakan identitas masa depan
sekolah sedangkan misi menjelaskan mengapa visi akan dicapai. Visi
sekolah terkonsentrasi ke masa depan.Visi bersifat lebih spesifik
terkait dengan tujuan dan masa depan. Visi merupakan sebuah
bentuk prestasi yang ingin dicapai. Visi sekolah dapat menstimulasi
warga sekolah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Visi sekolah
menjadi sumber aspirasi dan menjadi kriteria utama dalam setiap
pengambilan keputusan.
Sedangkan misi sekolah mendefinisikan tujuan yang bersifat
umum dan luas dari eksistensi sekokah yang bersangkutan. Misi
merupakan panduan keberlangsungan sekolah yang tak berbatas
waktu. Misi sekolah dapat tetap diberlakukan dalam jangka waktu
yang lama. Misi sekolah menyediakan jalan menuju terwujudnya visi
sekolah.
Mana yang lebih dulu? Visi atau misi? Berbagai referensi
menyajikannya secara berbeda-beda. Bagi sekolah yang baru atau
sedang memulai sebuah upaya perubahan, visi akan menjadi
panduan dalam merumuskan misi sekolah berikut semua kegiatan
perencanaan pengembangan sekolah lainnya. Jika sekolah telah
memiliki dan menjalankan misinya secara mapan maka misi akan
menjadi pemandu perumusan visi dan seluruh kegiatan perencanaan
strategis lainnya. Oleh karena itu, perencana pengembangan sekolah
harus benar-benar memahami dimana sekolah sekarang telah berada
dalam konteks pelaksanaan misinya, sumberdaya yang telah dimiliki,

38
hambatan-hambatan yang sedang dihadapi, dan kemana arah
pengembangan sekolah akan dibawa.
Tujuan sekolah merupakan pernyataan umum tentang tujuan
pendidikan di sekolah itu. Tujuan-tujuan itu harus berkait dengan
usaha mendorong perkembangan semua siswa baik secara
intelektual, fisikal, sosial, personal, spiritual, moral, kinestetikal,
maupun estetikal. Tujuan sekolah harus memberikan fokus yang jelas
bagi sekolah. Tujuan sekolah harus dirumuskan dalam kerangka visi
dan misi sekolah. Aspirasi semua stakeholder harus terwadahi dalam
konteks yang lebih luas dari rumusan visi dan misi sekolah.
Selain ketentuan yang bersifat umum tersebut visi, misi, dan
tujuan strategis sekolah harus juga dirumuskan dalam kerangka visi,
misi, dan tujuan pendidikan baik pada skala nasional, regional
(propinsi) maupun, daerah (kabupaten/kota). Untuk mengingat
kembali rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dianjurkan
untuk membaca kembali Bab II materi diklat ini.

2. Mengapa Sekolah Perlu Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan?


Di era perubahan sekarang ini, pengembangan rumusan visi, misi
dan tujuan sebuah sekolah merepresentasikan kesiapan dan
kemauan sekolah untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugasnya dan untuk mengelola perubahan dengan cara-cara yang
positif dalam kaitannya dengan visinya. Rumusan misi sekolah
merupakan dasar bagi kebijakan dan raktik-praktik yang berlangsung
di sekolah. Tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang
membimbing kehidupan sekolah memiliki implikasi yang penting bagi
semua pilihan dan keputusan yang harus dibuat dalam
pengembangan rencana sekolah.

39
Maksud dirumuskannya visi dan misi sekolah adalah:
a. untuk memberikan arah yang jelas bagi usaha-usaha yang
dilakukan sekolah;
b. untuk mengilhami masyarakat sekolah dengan sebuah tujuan yang
bersifat umum;
c. untuk memberikan kerangka yang bagi penentuan kebijakan dan
prioritas;
d. untuk membangun pusat acuan (reference point) yang digunakan
sekolah dalam mentelaah keberhasilan kegiatan-kegiatannya.
Visi dan misi sekolah tidak dapat dipindah tangankan dengan
mudah dari satu pihak ke pihak yang lain. Keduanya harus
dikembangkan dan diklarifikasi melalui sebuah proses refleksi
bersama atas nilai-nilai, keyakinan, dan aspirasi dari warga sekolah.
Visi dan misi harus mencerminkan usaha sekolah untuk memadukan
nilai-nilai yang sering saling bertentangan di kalangan warga sekolah.
Kesadaran atas nilai-nilai personal di kalangan warga sekolah
merupakan hal yang sangat penting. Sekolah akan dapat
mengakomodasi sejumlah nilai asalkan terdapat nilai-nilai yang
didukukung oleh setiap individu warga sekolah. Nilai-nilai, apakah
disadari atau tidak, merupakan inti dari tindakan yang kita lakukan.
Waktu yang diluangkan khusu untuk mengeksplorasi nilai-nilai
individual dan nilai-nilai kolektif kita sendiri merupakan waktu yang
sangat berharga dan kelak akan berpengaruh terhaap segala sesuatu
yang kita kerjakan di sekolah.

3. Langkah-Langkah Merumuskan Visi dan Misi


Pengembangan rumusan visi dan misi merupakan proses yang
sangat menantang bagi sekolah karena proses itu harus mampu

40
mencapai sebuah kesepakatan di antara warga sekolah terhadap
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang dianut dan diyakini di
lingkungan sekolah. Ketika kesepakatan itu telah dicapai, baru dapat
dikatakan bahwa rumusan visi dan misi telah selesai. Langkah-
langkah kunci dalam pengembangan Rumusan Visi dan Misi meliputi:
a. Identifikasi nilai-nilai personal bersama semua staf sekolah;
b. Pembahasan nilai-nilai tersebut dalam kaitannya dengan filosofi
pendidikan, kebijakan pemerintah pemerintah di bidang pendidikan
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat;
c. Pebuatan kesepakatan terhadap nilai-nilai pokok dari kalangan
staf sekolah;
d. Membuat rancangan (draft) rumusan bersama komite sekolah;
e. Merumuskan kembali rancangan rumusan visi dan misi terkait
dengan respon yang diberikan oleh semua pihak tersebut, diikuti
dengan konsultasi lebih lanjut dan, bila perlu, dilakukan dirancang
ulang;
f. Pencapaian kesepakan yang ditekankan pada tumbuhnya rasa
memiliki terhadap rumusan visi dan misi di kalangan warga
sekolah;
g. Penjaminan bahwa visi dan misi diwujudkan dalam tindakan;
h. Mentelaah kembali rumusan visi dan misi setelah kurun waktu
tertentu.
Lampiran 1 menguraikan pilihan kegiatan-kegiatan pokok dan
sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam
proses Pengembangan Rumusan visi dan misi sekolah. Kegiatan
Pokok 1, 2 dan 3 merupakan kegiatan Pengembangan Rumusan Misi.
Sekolah dapat menggunakan salah satu dari tiga kegiatan itu yang
dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya.

41
4. Telaah Rumusan Visi dan Misi
Telaah terhadap rumusan visi dan misi adalah penentuan
relevansi dan validitas rumusan visi dan misi yang ada sekarang.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam telaah ini antara lain:
a. Aspek-aspek mana dari rumusan visi dan misi yang ada masih
relevan?
b. Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat
yang berlangsung saat ini, apa yang perlu duperbarui,
ditambahkan, atau dihilangkan dari rumusan visi dan misi
tersebut?
c. Bagaimana visi dan misi tersebut dapat dipertahankan dalam
masyarakat sekolah?
d. Sejauh mana kebijakan dan dokumentasi sekolah menceminkan
visi dan misi tersebut?
e. Sejauh mana kurikulum merefleksikan nilai-nilai yang terkandung
dalam visi dan misi sekolah?
f. Sejauh mana manajemen sekolah merefleksikan nilai-nilai dan
keyakinan yang dinyatakan dalam rumusan visi dan misi?
g. Sejauhmana hubungan di lingkungan internal sekolah dan antara
berbagai pihak di kalangan warga sekolah merefleksikan rumusan
visi tersebut?
h. Sejauhmana rumusan visi dan misi merefleksikan kebutuhan
sebuah masyarakat multi-kultural yang kompleks?
Telaah tersebut dapat dilakukan melalui survei sederhana dangan
meminta warga sekolah untuk memberikan tanggapan atas rumusan
visi dan misi sekolah yang telah ada. Pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan terdahulu dapat menjadi titik tolak untuk mengeksplorasi

42
persepsi warga sekolah terhadap rumusan vsi dan misi yang ada dan
untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang memerlukan perubahan dan
pengembangan.
Kegiatan 2 dan 3 pada lampiran menguraikan pilihan kegiatan-
kegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat
membantu sekolah dalam proses Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi
dan Misi dalam tindakan sehari-hari. Kegiatan 2 dan 3 merupakan
kegiatan Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi. Sekolah dapat
menggunakan salah satu dari dua kegiatan itu yang dipandang paling
sesuai dengan kebutuhannya. Lembar Kerja 2.1a sampai dengan
3.1d pada Lampiran dapat membantu proses perumusan visi dan misi
tersebut.

5. Tujuan Yang Efektif


Pada Bab II Bahan Diklat ini telah dikemukakan herarkhi tujuan
yang meliputi tujuan strategis, tujuan taktis, dan tujuan operasional.
Tujuan yang maksud pada bagian ini adalah tujuan pada tingkat
strategis, yakni tujuan yang dirumuskan untuk dicapai oleh sekolah
secara keseluruhan. Sesuai dengan sifatnya, tujuan strategis
merupakan pernyataan umum tentang arah kemana kelak organisasi
akan menuju di masa depan.
Agar tujuan benar-benar efektif dan cukup punya peluang untuk
dicapai, maka rumusan tujuan harus memenuhi sejumlah kriteria
keefektifan. Kriteria keefektifan tujuan dapat dilihat dari karakteristik
tujuan itu sendiri dan prilaku dalam proses tujuan itu dirumuskan. Dari
segi karakteristiknya, sebuah tujuan yang efektif harus memenuhi lima
kriteria: spesifik dan terukur, mencakup dimensi-dimensi kunci,
menantang namun tetap realistis, terbatasi oleh kurun waktu tertentu,

43
dan terkait dengan imbalan atau ganjaran. Dari segi prilaku dalam
proses perumusannya, sebuah tujuan akan efektif apabila mampu
membangun kebersamaan diantara bagian-bagian dalam struktur
organisasi sekolah dan adanya partisipasi dari semua unsur warga
sekolah untuk mengadopsi dan mengimplementasi tujuan tersebut.
Uraian berikut memaparkan secara rinci kriteria keefektifan tujuan
tersebut.

 Karakteristik Tujuan
Spesifik dan Terukur. Jika dimungkikan sedapat mungkin tujuan
dirumuskan dalam terminologi kuantitatif, misalnya peningkatan
jumlah siswa yang diterima pada perguruan tinggi unggulan sebesar
5% dari kondisi tahun sebelumnya; penurunan siswa yang putus
sekolah sampai dengan 0%, meningkatkan skor keefaktivan mengajar
guru dari 3,72 menjadi 3,95. Apabila tujuan sulit atau tidak dapat
dinyatakan dalam rumusan yang bersifat kuantitatif, maka rumusan
tujuan dapat dinyatakan secara kualitatif. Akan tetapi, apabila ini
dilakukan, rumusan tujuan hendaknya disertai indikator-indikator yang
spesifik dan bersifat kuantitatif.
Mencakup Dimensi-Dimensi Kunci. Tujuan strategis tidak
mungkin dirumuskan secara rinci untuk setiap unsur terkecil dari
organisasi sekolah. Oleh karena itu, dimensi-dimensi yang dicakup
dalam tujuan strategis hendaknya cukup pada dimensi-dimensi yang
bersifat pokok atau kunci saja. Di sekolah dimensi-dimensi kunci itu
dapat dibedakan menurut fungsi-fungsi organisatoris sekolah atau
ranah kompetensi atau kualifikasi lulusan. Dari sisi fungsi
organisatoris sekolah dimensi-dimensi kunci itu dapat dibedakan
menjadi kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat.

44
Sedangkan dari dimensi ranah kompetensi lulusan, dimensi-dimensi
kunci tersebut dapat dibedakan menjadi kompetensi itelektual,
kompetensi moral dan spiritual, kompetensi sosial, kompetensi
personal, kompetensi estetikal, dan kompetensi kinestetikal. Selain
dua perspektif itu, delapan tipe tujuan sebagaimana dikemukakan di
atas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi
kunci yang perlu dicakup dalam rumusan tujuan strategis sekolah.
Menantang tapi Realistis. Tujuan harus menantang namun
bukan berarti terlalu sulit untuk dicapai. Tujuan yang terlalu sulit dapat
berdampak pada timbulnya keputus-asaan di kalangan staf; tapi jika
terlalu mudah para staf itu akan kurang merasa termotivasi. Rumusan
tujuan strategis hendaknya terjamin bahwa tujuan itu dirumuskan
dalam lingkup sumber daya yang tersedia dan tidak jauh di luar
jangkauan sumber daya yang tersedia di sekolah, baik yang berkaitan
dengan waktu, SDM, sarana dan pra-sarana, keuangan, informasi,
maupun teknologi.
Dibatasi Dalam Kurun Waktu Tertentu. Rumusan tujuan harus
menetapkan jangka waktu pencapaiannya. Kurun waktu itu biasanya
dijadikan batas waktu (deadline) mengenai kapan pencapaian tujuan
tersebut akan diukur. Sebuah sekolah berstandar internasional (SBI),
misalnya, dapat menetapkan tujuan pada tahun 20XX, siswa harus
telah tesebar dari seluruh negara-negara di kawasan ASEAN.
Terkait dengan Imbalan atau Ganjaran. Dampak akhir dari
tujuan bergantung pada sejauh mana peningkatan gaji, promosi, dan
imbalan lainnya didasarkan pada prestasi terkait dengan pencapaian
tujuan. Siapa saja yang berhasil mencapai tujuan harus mendapatkan
ganjaran. Ganjaran dapat memberi makna dan signifikansi terhadap

45
tujuan dan akan membantu memberikan suntikan enerji kepada staf
untuk berlomba-lomba mencapai tujuan.

 Prilaku Perumusan Tujuan


Konflik sering muncul ketika tujuan sedang dirumuskan karena
ada beberapa unsur organisasi sekolah yang tidak sepakat dengan
rumusan tujuan yang sedang dikembangkan. Oleh karena itu, agar
tujuan efektif, komitmen semua pihak terhadap tujuan menjadi faktor
yang esensial. Dua teknik untuk mendapatkan komitmen ini meliputi
mambangun koalisi dan partisipasi.
Pembangunan Koalisi (Coalition Building). Koalisi merupakan
sebuah aliansi informal antara pihak-pihak yang mendukung tujuan
tertentu. Membangun koalisi merupakan proses pembentukan aliansi
di kalangan pimpinan dari berbagai unsur warga sekolah.
Pembangunan koalisi mencakup negosiasi dan tawar-menawar.
Tanpa adanya koalisi, individu atau kelompok-kelompok yang
berpengaruh di sekolah dapat menghambat proses perumusan
tujuan. Pembangunan koalisi dapat memberi kesempatan kepada
para tokoh tersebut untuk berdiskusi dan berkontribusi dalam proses
perumusan tujuan, yang berdampak pada peningkatan komitmen
mereka terhadap tujuan yang pada akhirnya akan ditetapkan.
Bangunan koalisi sering terjadi pada tingkat pimpinan dimana ketidak-
pastian sangat tinggi.
Partisipasi. Pada struktut organisasi yeng lebih rendah, setiap
pimpinan atau individu, semua pendidik dan tenaga kependidikan,
seharusnya mengadopsi tujuan yang sejalan dengan tujuan strategis.
Akan tetapi jika tujuan-tujuan yang lebih rendah tersebut bersifat
preskriptif dari pihak atasan, dari atas ke bawah (top-down),

46
kemungkinan besar para pendidik dan tenaga kependidikan tersebut
tidak manganggap tujuan tersebut sebagai miliknya. Proses yang
efektif untuk mencegah hal ini adalah dengan mendorong bawahan
untuk berpartisipasi dalam proses perumusan tujuan. Dalam hal ini
kepala sekolah dapat bertindak sebagai konselor yang membantu
warga sekolah lainnya merumuskan berbagai macam pilihan tujuan,
mendiskusikan apakah tujuan itu realistis dan spesifik, dan
menentukan apakah tujuan telah sejalan dengan tujuan organisasi.
Diskusi itu harus mempertimbangkan minat dan kemampuan
bawahan. Melalui komunikasi dua arah, diharapkan tujuan yang
dirumuskan konsisten dengan tujuan strategis sekolah dan semua
warga sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan itu.
Untuk memudahkan kita mengingat, tujuh kriteria tujuan yang
efektif tersebut dapat diringkas menjadi lima kriteria yang disingkat
SMART. Kelima kriteria itu meliputi: spesifik (spesific), dapat dikelola
pencapaiannya (manageable), disepakati (agreed upon) oleh semua
warga sekolah, didukung sumber daya yang memadai (resources
supported) , dan terdapat batasan waktu (time-bound).

B. Evaluasi Diri
Tujuan evaluasi diri adalah untuk memampukan (enabling) warga
sekolah: (1) mendefinisikan kondisi dari sekolah saat ini; (2)
menganalisis kondisi saat ini dalam kaitannya dengan bagaimana dan
seperti apa sekolah kelak diinginkan di masa depan; dan (3)
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang harus dilakukan.
Evaluasi diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda-
beda. Uraian berikut ini menyajikan garis-garis besar sejumlah

47
pendekatan yang dapat diadaptasi sesuai dengan kondisi yang
beragam.

1. Merencanakan Evaluasi diri


a. Pastikan bahwa evaluasi diri difokuskan pada isu-isu yang
berkembang, bukan pada pribadi-pribadi
Anggota staf yang tidak terbiasa dengan proses evaluasi diri yang
sistematis dapat merasa tidak nyaman. Pengakuan terhadap adanya
sensitifitas semacam itu dan pengarahan berbagai bentuk ekspresi
atas dasar kesadaran membuka diri merupakan hal yang penting.
Dengan demikian, perlu ditekankan sejak awal bahwa fokus evaluasi
diri adalah pada isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi.
Selain itu pembahasan mengenai keterbatasan yang ada di sekolah
hendaknya dilakukan secara santun dan dalam niatan untuk
membangun.

b. Pastikan bahwa proses evaluasi diri memiliki orientasi positif


Dalam rangka memperkuat moral, manfaatkan peluang yang ada
untuk membangkitkan kesadaran mengenai kekuatan sekolah dan
untuk mengakui prestasi yang dicapai sekolah. Jika fokusnya terletak
pada bagaimana membuat sekolah yang baik menjadi lebih baik,
evaluasi diri dapat berupa pemberian energi pengalaman.

c. Arahkan ruang lingkup evaluasi diri pada kondisi sekolah


secara utuh
Perlu diingat bahwa evaluasi diri bukan merupakan akhir dari
segalanya akan tetapi merupakan alat untuk memperjelas jalan
menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan evaluasi diri diukur

48
dari apa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup
evaluasi diri harus memadai dalam memampukan warga sekolah
untuk melakukan penilaian yang realistis terhadap kebutuhan dan
peluang sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan.
Namun demikian, evaluasi diri hendaknya tidak terlalu luas sehingga
menguras energi warga sekolah secara berlebihan, yang dapat
berakibat pada tidak adanya daya untuk bertindak yang mengarah
pada pencapaian dampaknya.
Akan sangat membantu apabila kita berfikir bahwa sekolah
merupakan sebuah mekanisme yang terdiri dari ratusan bagian yang
sama-sama bergerak. Mekanisme itu memerlukan pemeliharaan
secara teratur untuk menjamin kesinambungan kinerja yang optimal.
Mekanisme itu memerlukan bongkar-pasang secara periodik yang
dapat mencakup pemasangan bagian-bagian baru dalam rangka
membuatnya mampu memenuhi standar-standar baru. Akan tetapi
apabila Anda memisah-misahkannya untuk mengetahui apa yang
membuatnya muncul, evaluasi diri dengan sendirinya akan terhenti.
Dan semakin lengkap telaah tersebut dipisah-pisahkan, semakin sulit
untuk memulainya lagi.
Atau, sekolah dapat diibaratkan sebagai organisme hidup yang
rumit. Untuk menjamin kesehatannya agar selalu optimal, sekolah
memerlukan asupan gizi dan pemeliharaan secara terus-menerus.
Apabila dikehendaki agar kegiatan dan dinamikanya terus jaga,
sekolah memerlukan perlakukan periodik untuk mencegah terjadinya
luka dan sakit. Jika Anda memecah-belah sekolah untuk memahami
struktur dan prosesnya, berarti Anda membunuhnya.

49
2. Struktur Evaluasi Diri
Struktur dan format evaluasi diri sebenarnya sangat beragam
bergantung pada kebutuhan masing-masing sekolah. Namun
demikian komponen-komponen pokok berikut harus tercantum dalam
setiap evaluasi diri.
a. Analisis lingkungan eksternal yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi sekolah.
Analisis dilakukan terhadap kondisi dan situasi diluar sekolah, baik
pada tingkat lokal, nasional, dan international. Aspek-aspek yang
dievaluasi terkait dengan kecenderungan perubahan (ideologi,
politik, kultur dan budaya, ilmu pengetahuan, sistem pendidikan),
kebutuhan stakeholders dan pasar kerja (industri, masyarakat,
pemerintah, dan kemungkinan bagi lulusan untuk menciptakan
pasar kerja).
b. Evaluasi kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Aspek-aspek
yang dievaluasi meliputi kekuatan dan/atau kelemahan lulusan,
siswa, kurikulum, proses pembelajaran, kegiatan ekstra kurikuler,
pembangunan karakter, program layanan khusus, dan
sebagainya.
c. Evaluasi sumber daya pendidikan. Sumber daya yang dievaluasi
meliputi sumberdaya manusia (pendidik dan tenaga
kependidikan), sarana dan prasarana sekolah, sistem informasi,
dan keuangan.
d. Manajemen dan kepemimpinan sekolah. Aspek-aspek yang
dievaluasi meliputi organisasi dan tata kelola sekolah,
kepemimpinan, serta budaya dan iklim sekolah.

50
3. Pengumpulan Data
Evaluasi diri harus mampu menyajikan (a) fakta, dan (b)
pandangan-pandangan warga sekolah, dalam kaitannya dengan
bidang-bidang kehidupan sekolah yang sedang ditelaah. Evaluasi diri
harus menjamin bahwa proses telaah memberikan hasil penilaian
yang realistis mengenai kebutuhan pengembangan sekolah. Oleh
karena itu, proses evaluasi diri harus mencakup pengumpulan,
pengorganisasian, analisis dan interpretasi data. Kita dapat
mebedakan data-data itu kedalam dua kategori:
 data yang siap terekam di sekolah, seperti catatan kehadiran
siswa, guru dan staf sekolah, hasil-hasil ujian, nilai rapor, dan
data-data keuangan;
 data yang masih harus dikumpulkan secara khusus dalam rangka
kepentingan Telaah tersebut, misalnya data mengenai pandangan
staf sekolah, siswa, orang tua terhadap aspek-aspek tertentu
dalam kehidupan sekolah.
Dengan demikian, kita dapat membedakan dua aspek yang
dievaluasi secara umum: penelitian dokumen (desk research) dan
penelitian lapang (field research).

a. Penelitian Dokumen (Desk Research)


Penelitian ini meliputi pelacakan dan pengorganisasian data dan
informasi yang telah tersedia di sekolah. Kegiatan ini mencakup
penataan dan penyajian data dalam bentuk-bentuk yang dapat
memfasilitasi dilakukannya penilaian terhadap pola-pola yang
bermakna. Sebagai misal, penelitian ini dapat mencakup:
 tabulasi data yang diambil dari rekaman absensi untuk
menunjukkan pola-pola absensi pada hari Senin dan Sabtu.

51
 tabulasi hasil-hasil ulangan untuk menunjukkan kecenderungan
dari tahun ketahun atau antara satu mata pelajaran dengan yang
lain.
 membangun populasi siswa dalam kaitannya dengan karakterisktik
tertentu, seperti pekerjaan atau tingkat pendidikan orangtua.
Penelitian dokumen akan lebih mudah dilakukan apabila
pencatatan yang ada di sekolah terekam dan tersedia dengan
lengkap dan reliabel, dan jika sekolah menggunakan format-format
standar untuk merekam semua jenis informasi mengenai kegiatan
yang bersifat rutin. Akan tetapi dalam kenyataannya, karena berbagai
alasan ada kalanya rekaman data di sekolah tidak lengkap atau tidak
tertata-tata rapi. Masalah ini harus benar-benar disadari dan
mendapat perhatian khusus.

b. Penelitian Lapang (Field Research)


Penelitian lapang meliputi pengumpulan dan pengorganisasian
informasi yang secara khusus diperlukan untuk keperluan evaluasi
diri. Penelitian ini memerlukan pemilihan dan rancangan instrumen
yang tepat untuk mengumpulkan data-data yang relevan. Instrumen-
instrumen pengumpulan data yang dapat digunakan oleh sekolah
antara lain: kuesioner, daftar cek, pedoman wawancara, format-format
terstandar, dan log.

4. Analisis Data
Pada dasarnya data hanya ada 2 katagori, yaitu (1) data profil
(profile data) dan (2) data kinerja (performance data). Data profil
adalah data yang diambil saat itu, sedangkan data kinerja adalah data
yang diambil dalam kurun waktu tertentu. Dengan perkataan lain, data

52
kinerja adalah terdiri dari sederetan data profil yang disusun
berdasarkan waktu pengambilan data profil tersebut.
Untuk data profil, interpretasi dilakukan dengan membandingkan
antara data tersebut dengan indikator kinerja sekolah yang dapat
dianggap standar yang ingin di capai. Kesimpulan dari interpretasi
tersebut, umumnya adalah gradasi buruk sampai dengan baik.
Dikatakan baik, apabila data profile sesuai atau melebihi standar yang
diacu, demikian juga sebaiknya. Interpretasi adalah sejauhnya jarak
atau gap antara data profil dengan standar.
Untuk data kinerja, yang harus dicermati adalah kecenderungan
yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Perlu di prediksi kelanjutan
kecenderungan tersebut dimasa mendatang. Setelah tahapan ini
selesai dilaksanakan, baru melakukan SWOT Analysis.
Analisis SWOT merupakan metode yang bermanfaat untuk
mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap situasi sekolah:
kekuatan dan kelemahan internal dan peluang dan ancaman dari
faktor-faktor eksternal. SWOT Analysis terkategorisasi dapat
digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber sacara
bersama-sama dalam rangka membangun gambaran komposisi yang
koheren mengenai situasi sekolah.

5. Strategi Pengembangan
Strategi Pengembangan adalah rencana pengembangan yang
secara ringkas disampaikan pada akhir laporan evaluasi diri. Rencana
pengembangan tersebut adalah gambaran secara global, ringkas dan
jelas tentang rencana pengembangan sekolah, baik untuk perbaikan
masalah dan kelemahan yang berhasil di identifikasi maupun untuk
mendapat keunggulan kompetitif (competitive advantage).

53
Strategi pengembangan pada evaluasi diri harus ada keterkaitan
yang logis dan runut (“benang merah”) mulai dari masalah yang
berhasil di identifikasi, solusi alternatif, garis besar program
pengembangan yang diusulkan. Selain itu rencana pengembangan
pada laporan evaluasi diri juga memiliki keterkaitan yang logis dan
runut (“benang merah”) mulai dari proses identifikasi kekuatan yang
dimiliki dan peluang yang dapat dimanfaatkan (analisa SWOT)
sampai program unggulan yang diusulkan. Dari hasil analisa SWOT,
dapat diketahui secara cepat kondisi institusi pada saat ini (current
condition) dan arah pengembangan institusi dimasa mendatang.

a. Pengertian Strategi
Hasil dari tahapan evaluasi diri adalah serangkaian keputusan
tentang prioritas pengembangan sekolah selama kurun waktu siklus
perencanaan yang disusun. Prioritas-prioritas itu dapat dinyatakan
sebagai strategi. Keputusan tidak akan berdampak apapun jika tidak
diwujudkan dalam tindakan yang bersifat strategis.
Strategi adalah “suatu pertimbangan dan pemikiran yang logis,
analitis serta konseptual mengenai hal-hal penting atau prioritas (baik
dalam jangka panjang, pendek maupun mendesak), yang dijadikan
acuan untuk menetapkan langkah-langkah, tindakan, dan cara-cara
(taktik) ataupun kiat (jurus-jurus) yang harus dilakukan secara terpadu
untuk terlaksananya kegiatan operasional dan penunjang dalam
menghadapi tantangan yang harus ditangani dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan tujuan ataupun sasaran-sasaran dan hasil (out put)
yang harus dicapai serta kebijaksanaan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Strategi paling baik didefinisikan sebagai ”melakukan hal
yang benar” sementara taktik adalah “melakukan segalanya dengan

54
benar”. Strategi yang baik datang dari cara berfikir yang benar. Dalam
mengembangkan strategi, dua pertanyaan mendasar harus dijawab,
yaitu:
1) Apa yang harus dilakukan?
2) Bagaimana melakukannya?
Daft (1988) mendefinisikan strategi sebagai rencana implementasi
program pengembanganan yang berupa penentuan alokasi sumber
daya dan kegiatan untuk bergelut dengan lingkungan dan membantu
organisasi mencapai tujuannya. Pada level tertinggi dalam sebuah
struktur organisasi, tingkat sekolah misalnya, strategi yang digunakan
disebut dengan grand strategy. Strategi ini diartikan sebagai rencana
umum mengenai tindakan utama malalui mana sebuah organisasi
berniat untuk mencapai tujuan jangka panjangnya.

b. Macam-Macam Strategi
Namun demikian, di bidang manajemen strategis dikenal berbagai
opsi strategi yang dapat dipilih oleh sekolah dalam rangka mencapai
tujuan strategisnya. Beberapa tipologi strategi tersebut dapat
dikategorikan menurut (1) strategi berbasis SWOT analysis, (2)
kategorisasi grant strategy, (3) Tipologi Strategi Adaptif dari Miles dan
Snow, (4) Strategi Kompetitif dari Porterdan, dan (5) model Matriks
MacMillan

1) Strategi Berbasis SWOT Analysis


SWOT Analysis merupakan sebuah metode untuk menguji
strategi-strategi yang potensial yang dikembangkan atas dasar
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Melalui
pengombinasian masing-masing unsur dan data yang luas yang telah

55
trekumpul sebagai hasil analisis dapat berfungsi sebagai pemicu
diskusi dan perbaikan strategi yang selama ini telah digunakan atau
mengembangkan strategi-strategi baru. Matrik SWOT dapat
membantu pengembangan strategi dengan menggunakan alat SWOT
Analysis ini.
Strategi berbasis SWOT analysis merupakan strategi yang
banyak digunakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pada
dasarnya, ada dua strategi pengembangan sekolah yang didasarkan
atas hasil analisa SWOT, yaitu (1) arah pengembangan yang sifatnya
ekspansi dan (2) arah pengembangan yang sifatnya konsolidasi.
Arah pengembangan yang sifatnya ekspansi, baru dapat
dilaksanakan apabila (1) Kekuatan (Strengths) yang di miliki institusi
jauh lebih banyak (baik jumlah dan intensitasnya) jika dibandingkan
dengan kelemahan (weaknesses) yang dimilikinya dan (2) Peluang
(opportunities) yang berhasil di identifikasi jauh lebih banyak (baik
jumlah dan intensitasnya) jika dibandingkan dengan ancaman
(threats) yang dihadapinya.
Matrik SWOT pada dasarnya merupakan daftar dari kekuatan,
kelemahan, peluang, ancaman, serta kombinasi dari Strengths (S)
dan Opportunities (O), Strengths (S) dan Threats (T), Weaknesses
(W) dan Opportunities (O), Weaknesses (W) dan Threats (T).
Terdapat empat pilihan strategi dalam matrik SWOT: competition,
mobilization, investment/divestemen, dan damage control.
 Strategi competition diterapkan apabila sekolah berada dalam
posisi yang kuat dan banyak peluang yang teridentifikasi (S-O).
Strategi ini merupakan pemanfaatan peluang berdasarkan
kekuatan yang dimiliki.

56
 Strategi mobilization dipilih apabila organisasi memiliki kekuatan
yang cukup, tetapi diluar sana banyak ancaman yang harus
dihadapi (S-T). Dengan kata lain, organisasi harus menanggulangi
ancaman dengan memanfaatkan kekuatan yang ada.
 Strategi investment/divestment diambil apabila organisasi dalam
kondisi yang lemah akan tetapi banyak peluang yang tersedia (W-
O). Dengan strategi ini organisasi memanfaatkan peluang yang
ada untuk meningkatkan kekuatannya.
 Strategi damage control dipakai apabila organsasi berada pada
kondisi lemah dan harus banyak menghadapi ancaman (W-T).
Dengan strategi ini organisasi harus menekan kelemahan dan
ancaman secara bersama-sama.

Format matrik SWOT dimaksud adalah sebagai berikut:

Matrik SWOT
OPPORTUNITIES THREATS
1. …………………… 1. ……………………
2. …………………… 2. ……………………
3. …………………… 3. ……………………
4. …………………… 4. ……………………

STRENGTH SO ST
1. …………………… Competition Mobilization
2. ……………………
3. ……………………
4. ……………………

WEAKNESS WO WT
1. …………………… Investment/Divestmen Damage control
2. ……………………
3. ……………………
4. ……………………

57
2) Kategorisasi Grant Strategy
Grant strategy dibedakan menjadi tiga kategori: pertumbuhan,
stabilitas, dan penghematan atau retrenchment.
Pertumbuhan. Pertumbuhan atau growth dapat didorong dari
dalam dengan cara meningkatkan investasi dalam bentuk
peningkatan kesempatan akses masyarakat atau meningkatkan
difersifikasi layanan pendidikan atau meningkatkan standar kualitas
layanan di atas standar yang berlaku umum.
Stabilitas. Stabilitas, kadang-kadang disebut strategi berhenti
sesaat (pause strategy), berarti bahwa sekolah ingin tetap berada
pada kondisinya sekarang atau tumbuh perlahan-lahan dan tetap
terkendali. Ketika sebuah sekolah telah mengalami pertumbuhan
yang pesat dan berhasil mencapai puncak visi yang diinginkan,
sekolah itu biasanya memfokuskan diri pada strategi stabilitas untuk
mengintegrasikan semua unit yang ada agar berada pada kondisi
puncak itu dengan terus meningkatkan efisiensi.
Penghematan. Penghematan berarti bahwa sekolah melakukan
pengurangan layanan pendidikan dengan mempersempit jenis
program pendidikan yang diberikan. Cara ini dapat dilakukan dengan
menutup sejumlah program keahlian yang tidak diminati masyarakat
atau mengurangi jumlah siswa yang diterima. Hal ini tentu akan
berdampak pada pengurangan sumber daya yang diinvestasikan, baik
SDM maupun sumberdaya lainnya.

3) Matriks MacMillan
Kisi-kisi strategi ini, yang dikembangkan oleh Dr. Ian Macmillan,
dirancang khusus untuk membantu organisasi nir-laba, seperti
sekolah, untuk merumuskan strategi organisasi. Terdapat tiga asumsi

58
yang menjadi dasar pendekatan ini: (1) kebutuhan sumber daya pada
dasarnya bersifat kompetitif dan semua organisasi yang ingin
bertahan hidup harus menyadari dinamika itu; (2) oleh karena sumber
daya yang tersedia itu sangat terbatas, maka tidak ada ruang untuk
duplikasi layanan jasa kepada satu konstituen karena hal ini
dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien; (3) layanan jasa
yang berkualitas rendah atau biasa-biasa saja dan diberikan kepada
kahlayak luas kurang disukai dibandingkan dengan jasa berkualitas
tinggi dan diberikan kepada khalayak khusus.
Asumsi-asumsi ini memberi implikasi yang sulit dan menyakitkan
bagi kebanyakan sekolah. Hal ini dapat ditindak lanjuti dengan
penghentian program-program tertentu untuk meningkatkan jasa dan
kompetensi utama, memberikan program-program dan khalayak
sasaran yang lebih efisien dan efektif, atau berkompetisi secara
agresif melalui program-program yang tingkat efesiensi dan
efektifitasnya rendah. Matrik MacMillan menguji empat dimensi
program yang dapat membantu penempatan dalam kisi-kisi strategi
tersebut dan mengindikasikan strategi yang dapat dipilih.

 Kesesuaian dengan visi, misi, dan tujuan


Program-program sekolah yang tidak sejalan dengan visi, misi,
dan tujuan, tidak dapat sekolah mampu didukung oleh pengetahuan
dan keterampilan organisasi, tidak memampukan sekolah untuk
melakukan penggunaan sumber daya bersama, dan/atau tidak
memampukan sekolah untuk melakukan koordinasi kegiatan lintas
program sebaiknya dikurangi.

59
 Posisi Kompetitif
Posisi kompetitif mengacu pada sejauh mana sekolah memiliki
kekuatan dan potensi yang lebih kuat untuk mendanai program dan
memberikan layanan berbasis klien dibandingkan dengan sekolah-
sekolah lain di sekitarnya.

 Kemenarikan Program
Kemenarikan program dilihat dari kompleksitasnya terkait dengan
pengelolaan porgram itu sendiri. Program-program dengan penolakan
yang rendah dari klien, mengalami pertumbuhan layanan berbasis
klien, mudah keluar dari hambatan yang dihadapi, dan didukung
sumber daya keuangan yang stabil merupakan program yang
sederhana dan “mudah dikelola.” Level kemenarikan program juga
mencakup perespektif ekonomi atau telaah terhadap peluang
investasi sekarang dan masa yang akan datang.

 Cakupan Alternatif
Cakupan alternatif adalah banyaknya organisasi lain yang
berusaha untuk memberikan atau ingin berhasil melaksanakan
program yang sama di wilayah yang sama dan kepada konstituen
yang sama pula.
Matrik MacMillan (Tabel 4.1) terdiri dari sepuluh sel untuk
menempatkan program-program yang telah ditelaah atas dasar empat
dimensi tersebut. Masing-masing sel digunakan untuk menetapkan
strategi yang mengarahkan langkah ke depan dari program-program
yang tercantum dalam sel itu.

60
Tabel 4.1. Matrik MacMillan
Kemenarikan Program Kemenarikan Program
Tinggi: Rendah:
Program "Mudah" Program "Sulit"
Cakupan Cakupan Cakupan Cakupan
Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif
Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Kesesuaian Posisi 1. 2. 5. Meniru 6. "Soul


dengan Kompetitif Kompetisi Pertumbuhan pesaing of the
Visi, Misi, & Kuat Agresif Agresif yang terbaik Agency"
Tjuan (Aggressive (Aggressive (Build up the
Baik competition) growth) best
competitor)
Posisi 3. Divestasi 4. 7. Divestasi 8.
Kompetitif Agresif Membangun dengan "Bantuan
Lemah (aggressive Kekuatan Teratur dari Luar"
divestment) atau berhenti (orderly (Foreign
(build up disvestment) Aid) atau
strength or Kerja
get out) Sama
Kesesuaian 9. Divestasi Agresif 10. Divestasi Dengan
dengan (aggressive divestment) Teratur (orderly
Visi, Misi, & disvestment)
Tjuan
Rendah

C. Rencana Implementasi Pengembangan (RIP)

Komitmen sekolah untuk melaksanakan perencanaan strategis


terkait dengan sejauh mana: (1) sekolah mewujudkannya dalam
rencana implementasi pengembangan untuk mencapai strategi yang
dirumuskan dan (2) melaksanakan berbagai metode untuk
memverifikasi dan mengevaluasi implementasi nyata dari rencana
implementasi program pengembangan itu.
Masalah utama yang sering muncul saat proses perencanaan
sampai pada tahap penyusunan RIP ini antara lain pihak perencana
telah mengalami kelelahan setelah menyelesaikan tahap-tahap

61
perencanaan sebelumnya. Penyusunan RIP terasa lebih njelimet dan
membosankan dibandingkan tahap-tahap perencanaan strategis
sebelumnya yang terkesan lebih besifat kreatif. Oleh karena itu,
penyusunan RIP sering terabaikan, dan membiarkan hasil-hasil yang
diperoleh pada tahap-tahap sebelumnya lebih sebagai “lamunan”—
pernyataan-pernyataan filosofis yang tidak bermanfaat dan tidak
membumi pada realitas kegiatan sekolah sehari-hari. Langkah-
langkah penting yang telah dilakukan dalam perencanaan strategis itu
menjadi sama sekali tidak berguna.
RIP merupakan bagian dari proses perencanaan strategis. Pada
saat penyusunan RIP, perencana harus telah menuntaskan tugas-
tugas: perumusan atau telaah ulang visi, misi, dan tujuan serta
analisis strategis yang meliputi evaluasi diri, analisis SWOT,
identifikasi isu-isu strategis, dan penetapan strategi. RIP secara
khusus mencakup pembuatan keputusan tentang siapa yang akan
mengerjakan apa dan kapan dan dengan langkah-langkah bagaimana
untuk mencapai tujuan-tujuan strategis. Rancangan dan implementasi
perencanaan implementasi bergantung pada sifat dan kebutuhan
masing-masing sekolah.

a. Struktur RIP
Penyusunan RIP merupakan proses yang memampukan sekolah:
(1) mengidentifikasi secara tepat apa yang diinginkan atau apa yang
dibutuhkan untuk mencapai hal-hal yang terkait dengan masing-
masing prioritas, (2) merencanakan dan mendokumentasikan
sejumlah tindakan untuk mencapainya, dan (3) melakukan monitoring
dan evaluasi agar praktik-praktik tersebut dapat diperbaiki seiring
dengan berkembangnya pengalaman.

62
Sebuah RIP harus difokuskan pada kebijakan tertentu. Dalam
kaitannya dengan kebijakan ini, Rencana implementasi program
pengembangan mencakup:
a) Strategi : strategi yang terkait dengan RIP yang
Pengembangan akan disusun
b) Tujuan : apa yang akan dicapai
c) Kegiatan : jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai
sasaran itu.
d) Sumber Daya : sumber daya manusia, finansial,
organisasi, fasilitas fisik yang
dibutuhkan dalam implementasi.
e) Pendelegasian : siapa mengerjakan apa
f) Jadwal Kegiatan : kapan pekerjaan sesungguhnya
dilaksanakan; batas waktu tugas harus
diselesaikan
g) Kriteria Keberhasilan : hasil yang akan menjadi indikator
bahwa rencana tersebut sedang atau
telah mencapai sasara yang
diinginkan.
h) Prosedur Monitoring dan Evaluasi

63
BAB V
RENCANA OPERASIONAL

A. Pengertian Rencana Operasional


Rencana Operasional (Renop) sekolah merupakan rencana
implementasi Rencana Strategis sekolah dalam kurun waktu satu
tahun. Renop sering juga disebut Rencana Tahunan. Renop berisi
langkah-langkah operasional yang akan ditempuh selama satu tahun
oleh sekolah, unit-unit, dan/atau individu-individu staf dalam rangka
mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan jabaran
dan tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan strategis.
Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang dalam
struktur organisasi sekolah yang mengacu pada rencana
implementasi program pengembanganan yang relevan dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing. Renop berfungsi sebagai alat yang
digunakan oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1)
penjamin bahwa rencana strategis akan terwujud dalam kegiatan
operasional sehari-hari sekolah, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan
semesteran, bulanan, mingguan, dan harian, dan (3) justifikasi rinci
penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja tahunan.

B. Komponen-Komponen Renop
Komponen-komponen Renop sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan RIP yang dirumuskan dalam dokumen Renstra. Perbedaan
pokok antara keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan
rincian dari masing-masing komponen itu. Komponen-komponen
Renop meliputi:

64
1. Judul : judul disesuaikan dengan strategi
yang dikembangkan dalam
Renstra
2. Latar Belakang dan : alasan atau argumentasi yang
Rasional mendasari kegiatan yang
diusulkan.
3. Sasaran : hasil yang akan peroleh pada akhir
kegiatan operasional
4. Indikator Kinerja : tolok ukur kuantitatif pencapaian
sasaran
5. Rancangan Kegiatan : jenis dan tahap-tahap pekerjaan
yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan operasional
selama satu tahun.
6. Sumber Daya dan Dana :  jenis dan kualifikasi sumber
Yang dibutuhkan daya manusia, sarana-
prasarana, dan informasi yang
dibutuhkan dalam implementasi
kegiatan.
 jumlah dan sumber dana yang
dibutuhkan untuk pengadaan,
peningkatan kualitas,
pemeliharaan, dan
pengoperasian sumber daya
yang dibutuhkan.
7. Jadwal Kegiatan : kapan pekerjaan sesungguhnya
dilaksanakan dan batas waktu
tugas harus diselesaikan
8. Penanggung Jawab : Pejabat atau staf yang
Kegiatan bertanggung jawab keterlaksanaan
Renop

Berikut diuraikan penjelasan rinci masing-masing komponen Renop


tersebut.

1. Latar Belakang dan Rasional


Latar Belakang dan Rasional ini menguraikan secara ringkas dan
padat mengenai alas atau argumentasi yang mendasari kegiatan

65
yang diusulkan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini
meliputi:
a. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil
diidentifikasi pada evaluasi diri saat menyusun Renstra, yang akan
diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah tersebut
harus dielaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar
permasalahan tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk
cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada
permsalahan tersebut).
b. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam RIP dalam
dokumen Renstra
c. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya
dari siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga perlu
dikemukakan:
1) capaian-capaian tujuan jangka panjang tang telah diperoleh
pada tahun-tahun sebelumnya.
2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum terselesaikan
pada tahun sebelumnya.
3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada tahun
sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop yang
sedang disusun
d. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang akan
dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk
menyelesaikan akar permasalahan tersebut diatas.
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan
faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan tersebut
atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam
menghadapi akar permasalahan tersebut.

66
2. Sasaran (Objective)
Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan.
Sasaran adalah penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui
tindakan-tindakan yang diambil sekolah guna mencapai tujuan (target
terukur). Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh
sekolah atau unit yang ada di sekolah dalam rumusan yang lebih
spesifik, terukur, dalam kurun waktu satu tahun.
Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran
tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada
tahun bersangkutan. Setiap sasaran disertai target masing-masing.
Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu
tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan
yang ditetapkan.
Rumusan sasaran yang baik harus memenuhi kriteria sebagai
berikut.
a. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah
pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.
b. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan mailstone
pancapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan dan
tujuan yang dituangkan dalam Renstra Sekolah.
c. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator
kinerja.
d. Sasaran harus mengacu pada masalah-masalah yang
teridentifikasi dalam evaluasi diri dan merupakan upaya yang
dikembangkan untuk menjawab isu-isu strategis.
e. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau
permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya.

67
f. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan,
dan bukan cara pencapaiannya.
g. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat
digunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya.
h. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh mengandung
target yang tidak layak.
i. Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil
yang ingin dicapai.
j. Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu.

3. Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang
telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang
akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai
atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi, serta
untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja
yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan atau
menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator
kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau
ketidakberhasilan) sekolah atau unit kerja yang ada di bawahnya.
Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi:
a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan
dilaksanakan.
b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait
untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan
kebijakan/program/ kegiatan.

68
c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja
sekolah atau unit kerja yang ada di dalamnya.

Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa


syarat sebagai berikut:
a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada
kemungkinan kesalahan interpretasi
b. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif
yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.
d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan
keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan
proses.
e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.
f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja
yang bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis.
Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan
dalam pengukuran kinerja sekolah, yaitu :
a. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk menghasilkan
keluaran yang diinginkan. Indikator ini dapat berupa kualitas siswa
baru, kekekatan persaingan dalam seleksi siswa baru, relevansi
kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, kualitas Renstra yang
disusun sekolah, dan sebagainya.
b. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai
perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam
proses pendidikan di sekolah. Contoh indikator ini antara lain,

69
tingkat kehadiran siswa, tingkat keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat
pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke
perpustakaan, dan sebagainya.
c. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator seperti
peningkatan rata-rata NUN, peningkatan peringkat rata-rata NUN
di tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah siswa yang
lulus UN, dapat digolongkan sebagai indikator output.
d. Indikator dampak (outcome): segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka
menengah (efek langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai
dalam kurun waktu Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah
terukur setelah masa siklus Renstra (4-5 tahun) selesai atau
hampir selesai. Jumlah siswa yang diterima di jurusan faforit du
perguruan tinggi ternama, jumlah siswa yang langsung
mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin pendeknya masa
tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan pertama setelah
mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome.
e. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan akibat
dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat banyaknya
siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya jumlah siswa
yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari banyak nya siswa
yang diterima di peruguruan tinggi unggulan, cepatnya promosi
atau perkembangan karir lulusan di dunia kerja merupakan
contoh-contoh indikator akibat tersebut.
Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka
dalam Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan

70
kondisi yang diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan.
Kondisi saat disusunnya Renop digunakan sebagai baseline. Selain
itu, jika indikator bersifat spesifik maka perlu dijelaskan bagaimana
dan kapan indikator itu akan diukur.

Tabel 5.1 Cotoh Penyajian Indikator Kinerja


Base- Metode
Sasaran Indikator Target
line Pengukuran
Meningkatnya • Rata-rata nilai 6,75 8,00 Rata-rata
relevansi hasil Uji nilai semua
kompetensi Kompetensi peserta uji
siswa di bidang yang kompetensi
TIK dengan dilakukan
kebutuhan Asosiasi
dunia kerja Profesi
(output)

• Jumlah siswa 65% 100% Jumlah yang


yang lolos Uji lulus dibagi
Kompetensi jumlah
oleh Asosiasi peserta uji
Profesi kompetensi
(output)
• Jumlah Tidak 100% Studi
lulusan yang diketahui sampling
bekerja di setelah
bidang TIK mereka lulus
(outcomes)

4. Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkah-
langkah kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu
tahun. Pada setiap langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud
dan tujuannya yang ingin dicapai secara ringkas dan jelas.

71
Rancangan kegiatan yang efektif harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut.
a. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan
sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau
upaya pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung terus-
menerus sementara investasi merupakan implikasi dan hanya
merupakan tahap paling awal dari sebuah kegiatan.
b. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami
dengan mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik.
c. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk itu
perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang
dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya berupa
indikator keluaran (output), namun dimungkinkan untuk
mencantumkan indikator keberhasilan dampak (impact/
outcomes).
d. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit,
karena cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang
penanggung jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan
meningkatkan beban kerja penanggungjawab.
e. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan
mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant) terhadap
rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan.
f. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat
dengan jelas.
g. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.

72
Untuk memudahkan kita dalam merancang kegiatan dan
membedakannya dengan investasi, Tabel 5.2 memberikan contoh
keduanya.

Tabel 5.2 Contoh Kegiatan dan Investasi

Kegiatan Investasi
Peningkatan kualitas penelitian • Pelatian penelitian tindakan
tindakan kelas (output) kelas untuk.
• Penyediaan jumlah referensi
penunjang PTK
Peningkatan peringkat dalam a. Pelatihan pembimbingan LKIR
kejuaraan Lomba Karya Ilmiah bagi guru.
Remaja (LKIR) di tingkat b. Penyediaan karya ilmiah siswa
Kabupaten (outcome) sekolah lain yang telah
berhasil memenangi LKIR
Peningkatan keberterimaan siswa a. Penyesuaian peralatan lab
dalam Prakerin (impact). dengan standar industri.
b. Peningkatan Networking
dengan DU/DI
Peningkatan relevansi antara c. Lokakarya penyusunan RPP
RPP yang disusun guru dengan di sekolah;
SKL dan SI (output) d. Konsultan pengembangan
KTSP dan RPP
Peningkatan keefektifan  Pelatihan untuk meningkatkan
pembelajaran Teknologi kompetensi guru TIK di bidang
Informasi dan Komunikasi jaringan.
 Penambahan peralatan
laboratorium.
 Perluasan daya tampung
laboratorium komputer
5. Sumberdaya yang Dibutuhkan
Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian
rinci mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang
dibutuhkan agar kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat
dilaksanakan dan dijaga keberlangsungannya (sustainability). Sumber
daya ini dapat meliputi SDM, pra-sarana dan sarana pendidikan,

73
buku-buku perpustakaan, keahlian, informasi, teknologi, sistem
manajemen, networking, bahan habis pakai untuk kegiatan
manajemen.
Pemilihan dan penetapan sumber daya yang dibutuhkan
hendaknya memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.
a. Uraian harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk
melaksanakan kegiatan.
b. Harus dijelaskan asal sumberdaya tersebut, misal: membeli,
menyewa, meminjam, memperbaiki yang telah ada, atau
meningkatkan kapasitas.
c. Sumberdaya tidak hanya dapat diperoleh melalui siswa atau orang
tua siswa, namun juga bisa didapatkan dari sumber lain, termasuk
sumber dana yang berasal dari non-pemerintah.
d. Setiap kegiatan atau sub-kegiatan dimungkinkan membutuhkan
lebih dari satu sumber daya.
e. Dimungkinkan adanya juga kegiatan yang tidak membutuhkan
penambahan sumberdaya baru, tetapi menggunakan sumberdaya
yang sudah ada, sehingga pada bagian ini tidak ada sumberdaya
yang dibutuhkan.
f. Pada bagian ini harus disebutkan secara ringkas, tentang jenis,
kualifikasi, spesifikasi, dan jumlah masing-masing sumberdaya
yang diperlukan (contoh: komputer dengan spesifikasi tertenu,
guru atau staf dengan kompetensi tertentu, alat laboratorium, jenis
informasi, peraturan di bidang tertentu, konsultan di bidang
tertentu);
g. Mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengadakan,
perbaikan, peningkatan kapasitas sumberdaya tersebut;

74
h. Apabila sumber daya diusulkan kepada donor atau pemerintah,
asal sumberdana yang akan digunakan harus sesuai dengan
Komponen Pembiayaan Yang Boleh Diusulkan (Eligible Cost
Component).
Keterkaitan antara kegiatan, sub-kegiatan, sumber daya dan
sumber dana yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber


Daya dan Sumber Dana
Kegiatan/Sub- Sumber Daya Yang Jumlah Sumber
Investasi
kegiatan dibutuhkan Biaya Dana
Peningkatan
keefektifan
pembelajaran TIK
1. Peningkat 1. 2 orang guru Lokakarya Rp. DIK
an yang kompeten 2.500.000
Rancang dalam penyusunan
an Silabus dan RPP
pembelaj TIK yang efektif
aran TIK 2. Silabus dan Supervisi - -
RPP Pembelajaran Penyusuna
TIK yang efektif n
Silabus/RP
P
2. Peningkat 1. 2 orang guru Pelatihan Rp. DPP
an yang kompeten di 10.000.000
keefektifa bidang Web
n Master, Jaringan,
kegiatan dan PC Hardware
praktikum 2. 15 Unit Perbaikan Rp. Blockgr
Komputer yang sudah 10.000.000 ant
berkecepatan tinggi komputer
dan jaringan
3. 20 set Pengadaan Rp. Pemkab
Komponen PC Barang 40.000.000
untuk kegiatan
praktikum
4. Evaluasi 5. Kerjasama - - -
kompeten dengan asosiasi
si profesi
berskala
industri

75
6. Jadwal Pelaksanaan
Bagian ini berisi uraian ringkas tentang jadwal pelaksanaan
kegiatan selama satu tahun, dalam bentuk tabel (bar diagram). Sub
kegiatan atau tahapan kegiatan yang dicantumkan pada bagian ini,
harus sama dengan sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang
diuraikan pada bagian Rancangan Kegiatan. Untuk contoh kegiatan
“Peningkatan keefektifan pembelajaran TIK” di atas, jadwal
pelaksanaannya dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 5.4. Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop


Bulan
Kegiatan/Sub-kegiatan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1. Peningkatan
keefektifan
pembelajaran TIK
2. Peningkatan
Rancangan
pembelajaran TIK
3. Peningkatan
keefektifan kegiatan
praktikum
4. Evaluasi
kompetensi
berskala industri

76
BAB VI
PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN

A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah


Proposal berasal dari kata to propose artinya mengusulkan.
Proposal pada umumnya berisi rencana yang bersifat sekali pakai
(single-use plan) yang dikembangkan untuk mencapai serangkaian
tujuan yang tidak mungkin diulang-ulang di masa depan. Usulan
kegiatan dalam proposal dapat berupa program atau proyek. Yang
dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran
(objectives) dan rencana untuk mencapai satu tujuan yang dipandang
penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Program dirancan
untuk melaksanakan sejumlah kegiatan untuk kepentingan organisasi
sekolah. Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pokok,
yang kadang kala memerlukan waktu beberapa tahun untuk
menyelesaikannya, serta sering memerlukan dibentuknya organisasi
yang terpisah. Program memiliki ruang lingkup yang luas dan terdiri
dari atau terkait dengan sejumlah proyek.
Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi
memiliki jangka waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang
lebih spesifik. Dengan kata lain, proyek merupakan serangkaian
tujuan jangka pendek dan rencana dalam ruang lingkup yang sempit
untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat
sekali capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan bagian dari
program. Peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan
merupakan contoh sebuah program. Pengembangan KTSP,
pengembangan silabus muatan lokal, dan identifikasi kearifan lokal
untuk diadopsi menjadi nilai-nilai yang dikembangkan dalam interaksi

77
belajar-mengajar merupakan proyek-proyek yang menjadi bagian dari
program peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan
tersebut.
Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan
tertulis yang dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga
bersedia memberikan dukungan (biasanya berupa dana) terhadap
implementasi program atau kegiatan yang diusulkan. Proposal
penelitian mahasiswa, misalnya, biasanya diajukan untuk
mendapatkan persetujuan dari pimpinan jurusan atau dosen
pembimbing untuk kemudian menjadi proyek penelitian dalam rangka
menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Disamping untuk
mendapatkan persetjuan, proposal juga diajukan untuk mendapatkan
pendanaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kegiatan
yang diusulkan. Kegiatan untuk pengembangan sekolah biasanya
diusulkan kepada pemerintah, komite sekolah, yayasan, atau pihak
donor yang lain untuk disetujui dan untuk mendapatkan pendanaan.
Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia
dana) atau atas inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal
yang dibuat atas dasar permintaan pihak lain biasanya telah disertai
ketentuan mengenai substansi dan format yang harus diikuti oleh
sekolah pengusul. Sekolah tidak banyak mengalami kesulitan
berkaitan dengan isi dan format yang harus dituangkan dalam
proposal.
Persoalan sering muncul apabila sebuah kegiatan yang
dituangkan dalam proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau
oleh pihak lain akan tetapi tidak disertai panduan yang rinci tentang
cara-cara menyusun proposal. Dalam hal yang demikian ini, sekolah
harus mampu menuangkan gagasan pengembangannya kedalam

78
sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan
yang diusulkan benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan layak untuk
diberi dukungan. Uraian berikut ini memberikan pemahaman
bagaimana menuangkan inisiatif pengembangan sebuah sekolah
dituangkan dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak
lain yang berkepentingan agar bersedia mendukung implementasi
kegiatan yang diusulkan itu. Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip
penyusunan proposal yang baik, sistematika proposal, dan proses
penyunanan proposal yang efektif.

1. Prinsip-Prinsip Penyusunan Proposal


Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting
yang harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal
pengembangan sekolah. Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah
proposal harus bersifat urgen atau mendesak. Kemendesakan ini
dapat dilihat dari dua hal. Pertama, kegiatan dikatakan mendesak
untuk dilaksanakan apabila kegiatan itu benar-benar dimaksudkan
untuk mengatasi masalah yang sangat penting dan mendesak untuk
dipecahkan oleh sekolah. Masalah terjadi ketika sekolah gagal
mencapai apa tujuan yang telah dirumuskan. Kinerja sekolah tidak
memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Ketika sekolah
menetapkan sasaran pengembangan adalah untuk mencapai rata-
rata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka yang
dicapai di bawah 7,50, dapat diartikan bahwa sekolah menghadapi
masalah.
Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada
ketika sekolah memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai
hal-hal yang lebih dari apa yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari

79
contoh tentang NUN di atas, sekolah dapat dikatakan memiliki
peluang apabila sekolah berhasil mencapai rata-rata NUN 7,50 akan
tetapi dilihat dari potensi yang dimiliki, sebenarnya sekolah itu mampu
mencapai rata-rata NUN di atas 7,50.
Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah
adanya relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan.
Relevansi eksternal adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan
visi, misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang
tertuang dalam Rencana Strategis Sekolah. Relevansi internal adalah
relevansi antar komponen-komponen dalam proposal itu.
Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah
harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan strategis sekolah. Visi,
misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang
dalam Rencana Strategis Sekolah harus menjadi rujukan utama
dalam penyusunan proposal pengembangan skeolah. Tujuan dan
kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus menerminkan
kebutuhan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan strategis sekolah
tersebut. Tujuan-tujuan strategis sekolah tersebut harus digunakan
sebagai pijakan dan tolok ukur (benchmark) utama dalam identifikasi
dan analisis masalah atau peluang yang merupakan cikal-bakal
disusunnya sebuah proposal pengembangan.
Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat
dari adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen
yang disajikan dalam proposal. Setiap proposal pengembangan
sekolah sekurang-kurangnya harus mencakup komponen-komponen:
identifikasi masalah atau peluang, tujuan pengembangan, deskripsi
kegiatan, rancangan implementasi, dan rencana anggaran. Dengan

80
demikian sebuah proposal yang memiliki relevansi internal yang baik
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
 Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai
untuk memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang
teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian
manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.
 Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan
indikator keberhasilan yang dirumuskan harus merupakan
penjabaran rinci dari tujuan yang ingin dicapai sehingga keduanya
merupakan tolok ukur yang tampak dari pencapaian tujuan.
 Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang
akan dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian
alternatif kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan.
 Organisasi pelaksana kegiatan, jadwal kegiatan, dan rancangan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang tertuang
dalam rancangan implementasi kegiatan harus terkait dengan
deskripsi kegiatan yang diusulkan. Susunan kepanitiaan atau
satgas berikut jumlah personalia, waktu yang dialokasikan, dan
prosedur serta teknis evaluasi dan monitoring yang akan
diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan
ruang lingkup cakupan kegiatan yang diusulkan.
 Anggaran pembiayaan yang diusulkan harus mempertimbangkan
prinsip-prinsip efisiensi. Komponen-komponen pembiayaan yang
diusulkan harus sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang
diusulkan.
Prinsip ketiga dalam penyusunan proposal adalah prinsip
keterlaksanaan. Sekolah dapat saja mengusulkan kegiatan untuk
mencapai tujuan dalam tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi

81
sekolah harus tetap memperhatikan kemampuan sumber daya yang
dimiliki baik yang berupa SDM, fasilitas, waktu, informasi maupun
dana. Keterbatasan sumber daya yang tersedia akan menentukan
keterlaksanaan kegiatan yang diusulkan dan keberhasilan pencapaian
tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan yang baik
harus terjamin keterlaksanaannya melalui dukungan sumber daya
yang mampu disediakan.

2. Struktur Proposal Pengembangan Sekolah


Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal
pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri
proposal sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan
informasi yang lengkap mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana,
oleh siapa, kapan, dan dengan sumber daya apa sebuah kegiatan
akan dilaksanakan. Namun demikian, pada umumnya setiap proposal
pengembangan selalu mencakup bagian-bagian pokok sebagai
berikut.
1. Informasi umum tentang sekolah
2. Telaah situasi dalam rangka identifikasi masalah yang dihadapi
oleh sekolah
3. Rancangan program pengembangan
4. Indikator keberhasilan
5. Rencana implementasi program
6. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya
7. Lampiran-lampiran
Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponen-
komponen proposal tersebut.

82
a. Informasi Umum
Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada
pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah,
rencana pengembangan sekolah , dan perkembangan sekolah
selaman beberapa tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan
dapat mencakup
 Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap, nama
kepala sekolah, dan lain-lain.
 Sejarah singkat sekolah;
 Status akreditasi;
 Jumlah siswa;
 Jumlah guru;
Rencana pengembangan sekolah yang disajikan harus
merupakan ringkasan Rencana Strategis Sekolah. Uraian ini
dimaksudkan untuk menunjukkan keterkaitan antara rencana
pengembangan yan akan diuraikan dalam proposal yang
bersangkutan dengan rencana pengembangan sekolah secara
keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam Renstra sekolah. Hal-hal
yang perlu dipaparkan dalam bagian ini antara lain meliputi:
 Visi, misi, tujuan dan strategi yang ditetapkan oleh sekolah;
 Strategi dan prioritas yang akan dikembangkan;
 Kebijakan/rencana operasional yang telah dan akan diambil
untuk mewujudkan rencana strategis tersebut.
Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian singkat
mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah terkait
dengan implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu (misal 3
tahun). Hal-hal yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-kurangnya
harus mencakup:

83
1) Strategi, program, atau kegiatan yang telah dilaksanakan;
2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan Strategi,
program, atau kegiatan tersebut;
3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil
pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan
untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan;
4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu dipertahankan
untuk memelihara kesinambungan pengembangan sekolah;
5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih harus
dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan perlu
penanganan dengan segera;

b. Telaah Situasi Sekolah


Telaah situasi pada dasarnya sama dengan evaluasi diri. Telaah
Situasi merupakan titik tolak semua kemajuan. Karena itu
peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan analisis
secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang harus
dimiliki oleh setiap organisasi. Tatacara telaah situasi yang baik dan
benar sama dengan tata cara evaluasi diri yang telah diuraikan pada
Bab III bahan diklat ini yang pelaksanaannya disesuaikan dengan
tingkat kemampuan sekolah dan jenis Program yang diusulkan.
Prinsip-prinsip telaah situasi yang baik meliputi:
1) Pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dengan sekolah;
2) Didukung dengan data-data yang akurat, lengkap dan mutakhir;
3) Analisis dilakukan secara mendalam sehingga mampu
mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai masalah di
sekolah; dan

84
4) Telaah bersifat komprehensif menyangkut semua aspek
keberlangsungan sekolah.

Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai


dengan mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut.
1) Latar Belakang
Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah Situasi,
termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai sumber data
dan informasi diidentifikasi dan data serta informasi yang diperoleh
dari sumber-sumber itu digunakan, serta seberapa besar
keterlibatan dan kontribusi dari semua warga sekolah dalam
penyusunan Telaah Situasi.
2) Kondisi Eksternal
Berisi penjelasan tentang kondisi eksternal (peluang dan
tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah. Uraian
tentang mengapa Sekolah ini harus ada dari sudut pandang
stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan.
3) Kondisi Organisasi dan Kelembagaan
Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana sistem organisasi dan
tata kerja yang diterapkan di Sekolah serta bagaimana
keterkaitannya dengan komite sekolah, yayasan, atau instansi lain
yang relevan. Perlu dijelaskan tentang berbagai kelemahan dan
keunggulan sistem tata kerja yang diterapkan tersebut.
4) Program Pembelajaran
Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis tentang
seberapa besar efisiensi, produktivitas dan efektivitas
penyelenggaraan program pembelajaran yang ada, serta
kelemahan dan keunggulannya.

85
5) Manajemen Sumberdaya
Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan pengelolaan
sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas fisik) yang ada di
Sekolah. Perlu dijelaskan tentang analisis berbagai kelemahan
dan keunggulan sistem manajemen sumberdaya yang diterapkan
tersebut.
6) Permasalahan dan Alternatif Penyelesaiannya
Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu strategis, akar
permasalahan yang sudah teridentifikasi, solusi alternatif,
pengembangan potensi-potensi yang ada, rencana dan target
peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang ada, sesuai
dengan hasil analisis situasi. Dalam hal ini sekolah harus memilih
program yang paling tepat yang akan dilakukan dari berbagai
penyelesaian alternatif yang ada.
Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus dapat
memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di identifikasi,
sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja dan kualitas
dari program pembelajaran. Dengan demikian, semua program
yang sedang berjalan maupun yang sedang diusulkan untuk
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu ke depan harus
menyertakan sumber daya yang dibutuhkan. Tiap program dapat
ditabulasi seperti terlihat pada Tabel 6.1. dibawah ini dan harus
mempunyai hubungan yang jelas antara permasalahan yang
diidentifikasi, alternatif penyelesaikan masalah, dan kegiatan
perencanaan beberapa tahun ke depan

86
Tabel 6.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan
program yang diusulkan
Program
Alternatif Sumber
Masalah Yang Keterangan
Pemecahan Pembiayaan
Diusulkan
1 2 3 4 5

Keterangan:
Kolom 1 diisi masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah situasi;
Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan
masalah;
Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan
mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau
yang sedang diusulkan melalui proposal yang disusun.
Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih,
misalnya komite sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.

c. Rancangan Program Pengembangan


Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran lebih
rinci dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian akhir
telaah situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu
sekurang-kurangnya mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2)
tujuan, (3) mekanisme dan rancangan kegiatan, (4) sumber daya
dana yang dibutuhkan, (5) jadwal pelaksanaan, (6) indikator
keberhasilan, dan (7) rancangan keberlanjutan.
Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda
dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 5 yang
diuraikan pada awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan
ruang lingkup masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan penjelasan pada Bab 5 tersebut. Hal yang
membedakan keduanya adalah pijakan yang dijadikan rujukan dalam

87
pengembangan program atau kegiatan. Dasar pengembangan Renop
adalah hasil telaah yang dilakukan untuk penyusunan Renstra,
sedangkan dasar dalam pengembangan proposal adalah hasil telaah
situasi yang dilakukan saat proposal itu di kembangkan. Kedua hasil
telaah tersebut dimungkinkan berbeda karena dilaksanakan pada
waktu dan fokus yang berbeda.

d. Indikator keberhasilan
Untuk memudahkan pembaca mengetahui apa yang menjadi
tolok ukur pencapaian tujuan semua program yang diusulkan, selain
untuk pada masing-masing program yang diusulkan, penyusun
proposal perlu menyajikan sejumlah indikator keberhasilan program
secara keseluruhan. Indikator keberhasilan ini dapat berupa indikator
kunci (key performance indicator) dan indikator pendukung atau
indikator tambahan. Indikator kunci biasanya merupakan indikator
keberhasilan kegiatan secara keseluruhan, dan sulit dicapai oleh
program-program yang diusulkan secara terpisah-pisah. Peningkatan
persentase atau jumlah siswa yang lulus UNAS, tingkat keberhasilan
siswa diterima pada jurusan favorit di perguruan tinggi ternama,
kecepatan siswa mendapatkan pekerjaan, misalnya, hanya dapat
dicapai melalui berbagai program pengembangan sekolah yang
dilaksanakan secara terintegrasi. Oleh karena itu angka-angka yang
menunjukkan parameter-paremeter tersebut dapat dijadikan sebagai
indikator kunci pengembangan sekolah. Indikator-indikator seperti
tingkat kehadiran siswa di kelas, tingkat penggunaan laboratorium
untuk, tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan, transaksi bahan
pustaka dengan siswa, dan sebagainya adalah faktor-faktor yang
dapat dicapai oleh program-program pengembangan khusus. Oleh

88
karena itu indikator-indikator semacam ini dapat digunakan sebagai
tambahan atau pendukung pencapaian indikator kunci.
Untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi kemajuan yang
dicapai sekolah secara bertahap, dianjurkan indikator keberhasilan
tersebut disajikan secara serial dalam rentang waktu tertentu.
Rentang waktu yang biasa dipakai adalah saat awal (sebelum
program yang diusulkan dalam proposal dilaksanakan) yang
digunakan sebagai landasan awal atau baseline, saat pertengahan
implementasi program atau midterm, dan saat program telah berakhir
atau final. Penyajian itu dapat dilakukan dalam bentuk tabel
sebagaimana Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Indikator Keberhasilan


Awal Capaian Akhir
Indikator Program Tengah Program
(Baseline) (Mid) (Final)
Idikator Kunci
 Kelulusan Ujian akhir (%)
 Rata-Rata NUN
 Jumlah Siswa yang diterima di
PT Favorit
 Persentase Kenaikan kelas (%)
 Lama tunggu mendapatkan
pekerjaan pertama (bulan)
 dst.

Indikator Pendukung/Tambahan
 Penggunaan laboratorium IPA
untuk per minggu (jam)
 Tingkat kehadiran siswa dalam
kelas (%)
 Rata-rata transaksi bahan
pustaka dengan siswa (per hari)
 dst

e. Rencana Implementasi Kegiatan


Bagian ini terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.

89
1) Organisasi Program
Organisasi ini harus dibentuk untuk melaksanakan program yang
diusulkan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya.
Organisasi ini harus sesuai dengan struktur organisasi yang ada
di sekolah, artinya struktur yang dibangun tidak saling tumpang-
tindih atau bertentangan dengan struktur organisasi sekolah.
Akan lebih baik jika disertakan juga bagan organisasinya,
deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta daftar
nama pelaksana yang terkait (Ketua Pelaksana, Wakil Ketua
Bidang A, Wakil Ketua Bidang B, dsb, dan penanggung jawab
masing-masing program). Untuk lebih meyakinkan pihak-pihak
yang terkait, perlu disertakan (dalam lampiran, misalny) curiculum
vitae masing-masing pelaksana. Dalam organisasi ini harus
tampak juga keterkaitannya dengan struktur organisasi yang ada
di sekolah.
2) Program dan Penjadwalan
Jadwal implementasi keseluruhan program/kegiatan perlu dibuat
tersendiri agar memudahkan pelaksanaannya dan juga memberi
pemahaman kepada pembaca proposal kapan setiap program
yang diusulkan akan dilaksanakan. Jadwal dalam bentuk bagan
seperti tabel di bawah ini (Tabel 6.3) akan lebih memudahkan
mehamai jadwal pelaksanaan tersebut.

90
Tabel 6.3. Program dan Penjadwalan
Jadwal Pelaksanaan*
Sub-Program atau
Program Tahun 2008 Tahun 2009
Kegiatan
TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4
1. Program 1 1.1 Sub-Program 1.1
1.2 Sub-Program 1.2
1.3 Sub-Program
1.3, dst.
2. Program 2 2.1 Sub-Program 2.1
2.2 Sub-Program 2.2
2.3 Sub-Program
2.3, dst.

Catatan:
TW = Triwulan
*) = Bila kegiatan dilaksanakan dalam setahun, jadwal dapat dibuat
bulanan; jika kegiatan dilaksanakan dalam 6 bulan atau kurang,
jadwal dibuat dalam mingguan

3) Mekanisme Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi adalah bagian yang penting dari
manajemen program agar implementasi program dapat berjalan
dan dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Jelaskan
mekanisme monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan.

f. Rangkuman Kebutuhan Sumber Daya dan Anggaran Biaya


Selain jadwal, kebutuhan sumber daya dan anggaran pendukung
pelaksanaan program juga harus dirangkum menjadi satu.
Rangkuman ini mencakup semua kebutuhan sumber daya dan
anggaran yang telah diuraikan pada masing-masing program yang
diusulkan. Tabel 6.4 dan Tabel 6.5 merupakan contoh rekapitulasi
sumber daya dan anggaran dimaksud.

91
Tabel 6.4 Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan
Program/Sub-Program

Kebutuhan
Sumber
Sub- Biaya Sumber
Program Daya Satuan Volume Total Biaya
Program Satuan Biaya
(Komponen
Anggaran)
Program Sub- 1.1.1 Orang- 15 120.000 1.800.000 Komite
1 Program Pelatihan hari
1.1 guru (OH)
1.1.2 Unit 7 1.750.000 12.250.000 Pemda
Pembelian
alat lab
Sub- 1.2.1 Kegiatan 2 3.000.000 6.000.000 Pemda
Program Lokakarya
1.2 dengan
komite
1.2.3 Kegiatan 1 3.000.000 3.000.000 Pemda
Seminar
1.2.3 Studi OH 50 200.000 10.000.000 Komite
banding
Sub- 1.3.1
Program Renovasi
1.3 gedung
Program Sub- 2.1.1
2 program Pemb.
2.1 Gedung
baru
2.1.2
Bahan
pustaka
2.1.3
Sub- 2.2.1
program
2.2
Jumlah
Komite

Pemda

Lain-lain

Dari Tabel 6.4 di atas, anggaran perlu dikelompokkan menurut


komponen anggaran dan jadwal realisasi anggaran sebagaimana
Tabel 6.5.

92
Tabel 6.5 Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut
Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi

Total Tahun 1 Tahun 2 Jumlah


Komponen Anggaran Satuan
Volume Volume Biaya Volume Biaya Biaya
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Pelatihan Guru OH
2. Pengadaan alat paket
lab
3. Renovasi gedung
4. Pemb. Gedung
baru
5. Lokakarya Kegiatan
6. Bahan pustaka Eksemplar
7. Peralatan kantor Paket
8.
9.
dst
Manajemen Program paket
Keterangan:
Kolom 1 : diisi komponen anggaran yang diajukan
Kolom 2 : diisi satuan yang dipakai
Kolom 3 : diisi jumlah volume komponen yang bersngkutan dari masing
masing program yang diusulkan
Kolom 4 dan 6 : diisi volume yang akan direalisasikan pada tahun yang
bersangkutan
Kolom 5 dan 7 : diisi jumlah biaya yang dibutuhkan pada tahun yang
bersangkutan

g. Lampiran-Lampiran
Untuk lebih meyakinkan pembaca, proposal harus benar-benar
valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu setiap proposal
pengembangan sekolah harus didukung dengan data atau informasi
yang relevan, sahih, mutakhir, dan dalam takaran yang cukup. Data-
data yang demikian ini biasanya tidak mungkin disertakan dalam
dokumen inti proposal. Oleh karena itu data atau informasi ini dapat
dikumpulkan dalam lampiran proposal. Data atau informasi yang
dilampirkan itu dapat meliputi:
1. Dokmen resmi pendukung penyelenggaraan sekolah: piagam
pendirian sekolah, piagam akreditasi, sertifikat tanah;

93
2. Data tentang keberhasilan selama beberapa tahun terakhir terkait
dengan implementasi Renstra Sekolah;
3. Dokumen dan data pendukung telaah situasi sekolah:
perkembangan jumlah, jumlah guru, tingkat kehadiran siswa,
tingkat kehadiran guru, jenis dan jumlah sarana pembelajaran,
nilai hasil ujian siswa, dan data-data lain yang dibutuhkan untuk
memperkuat hasil analisis dalam analisis situasi;
4. Data pendukung justifikasi anggaran biaya: spesifikasi rinci
komponen anggaran yang diusulkan, spesifikasi barang atau jasa
yang diadakan, atau kerangka acuan kegiatan yang menjabarkan
secara rinci komponen anggaran tertentu seperti pelatihan guru,
lokakarya dan seminar, studi banding, dan sebagainya.

B. Penyusunan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR)


Kegiatan
Kerangka Acuan atau Term of Reference disingkat TOR
dibutuhkan saat sekolah akan mulai mengimplementasikan semua
kegiatan yang dirancang dalam Renop dan RAPBS atau Proposal
Pengembangan Sekolah. TOR ini dibutuhkan agar realisasi setiap
komponen anggaran yang dituangkan dalam RAPBS atau Proposal
Pengembangan dapat berjalan efisien dan efektif. TOR pada intinya
berisi jabaran rinci dan sangat teknis mengenai mengapa, untuk apa,
oleh siapa, bagaimana, kapan, dan dimana sebuah mata anggaran
akan direalisasikan. TOR berfungsi sebagai pedoman teknis dan
pengendali yang digunakan oleh tim atau panitia untuk melaksanakan
sebuah even atau kegiatan. Beberapa mata anggaran yang
memerlukan TOR antara lain:

94
1. Pengembangan kompetensi staf: pelatihan, penataran,
permagangan, seminar, lokakarya, studi banding.
2. Pengembangan kebijakan atau dokumen-dokumen pendukung
pendidikan seperti KTSP, Kebijakan Disiplin Siswa, Kebijakan
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya.
3. Kegiatan-kegiatan seremonial atau seperti peringatan hari-hari
besar, Masa Orientasi Siswa (MOS), pelatihan kepemimpinan
siswa.
4. Kegiatan-kegiatan lain yang dipandang memerlukan penjelasan
rinci.
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan TOR.
Penanggung jawab kegiatan harus mengembangkan sendiri TOR
untuk masing-masing kegiatan sedemikian rupa sehingga siapapun
yang diberi tugas melaksanakan kegiatan akan merealisaikan
kegiatan sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara umum TOR
berisi komponen-komponen sebagai berikut.
1. Judul
2. Latar Belakang dan Rasional
3. Tujuan
4. Hasil yang diharapkan
5. Ruang lingkup kegiatan
6. Rincian anggaran biaya
7. Jadwal kegiatan
8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
9. Pelaksana/penangung jawab kegiatan
Berikut ini diuraikan secara singkat komponen-kompoenen
TOR tersebut.

95
1. Judul TOR

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


(TERM OF REFERENCE)
Nama Program/Kegiatan : ............................................................
Mata Anggaran : ............................................................
Kode Anggaran dalam RAPBS : ............................................................
Tahun Anggaran : ............................................................

Semua keterangan dalam judul tersebut dikutip langsung dari


Renop atau Proposal yang menjadi dasar disusunnya TOR yang
bersangkutan.

2. Latar Belakang dan Rasional


Pada bagian ini perlu uraikan hal-hal sebagai berikut:
a. Penjelasan permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada
evaluasi diri/situasi saat menyusun Renstra dan Renop atau
Proposal Pengembangan, yang akan diselesaikan dengan
melaksanakan komponen anggaran ini. Masalah tersebut harus
dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar secara utuh dan
menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor
yg berpengaruh pada permsalahan tersebut).
b. Pemarapan kemendesakan atau pentingnya pemecahan masalah
diatas yang mencakup dampak negatif yang akan timbul jika tidak
dipecahkan dan dampak positif yang diperoleh jika sebalikya.
c. Argumentasi (alasan) tentang mengapa kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk
menyelesaikan akar permasalahan tersebut diatas.

96
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan
faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan tersebut
atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam
menghadapi akar permasalahan tersebut.

3. Tujuan
Pada bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai melalui
pelaksanaan komponen anggaran dimaksud.

4. Hasil Yang Diharapkan


Hasil atau output kegiatan merupakan uraian rinci mengenai yang
mencakup jumlah, kualifikasi, atau karakteristik keluaran yang
diharapkan diperoleh melalui anggaran yang bersangkutan. Tabel 9.6
menyajikan contoh tujuan dan hasil yang diharapkan dari beberapa
komponen mata anggaran yang biasa diusulkan dalam RAPBS atau
Proposal Pengembangan Sekolah.

Tabel 6.6 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang


diharapkan
Komponen Anggaran Tujuan Hasil Yang diharapkan

Pelatihan Guru Meningkatkan kompetensi Tiga orang guru memiliki


guru di bidang ... kompetensi di bidang ....
yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan
oleh lembaga/instansi ...
Lokakarya KTSP 1. Meningkatkan Dihasilkannya KTSP
pemahaman warga beserta semua perangkat
sekolah terhadap KTSP pendukungnya (Silabus,
2. Mengembangkan RPP, Kalender
KTSP sesuai dengan Pendidikan, dsb) yang
Visi, Misi, Tujuan, dan sesuai dengan Visi, Misi,
karakteristik Sekolah Tujuan dan karakteristik
Sekolah

97
5. Ruang Lingkup Kegiatan
Yang dimaksud ruang lingkup kegiatan dalam bagian ini adalah
batasan-batasan mengenai orang, waktu, substansi, dan pihak-pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Setiap mata anggaran
memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Tabel 6.7 menyajikan
contoh hal-hal yang perlu diuraikan dalam Ruang Lingkup Kegiatan.

Tabel 6.7 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa


Komponen Anggaran

Komponen Anggaran Uraian Dalam Ruang Lingkup Kegiatan

Pengembangan staf 1) Bentuk kegiatan: pelatihan, magang.


2) Jumlah, kualifikasi, dan prosedur seleksi calon
peserta pelatihan
3) Pokok-pokok materi atau kompetensi pelatihan
4) Lamanya pelaksanaan pelatihan
5) Nama dan kualifikasi tempat/lembaga pelatih
Lokakarya/Seminar a. Pokok materi
b. Pokok-pokok Kegiatan
c. Jumlah dan spesifikasi/kualifikasi peserta
d. Jumlah dan kualifikasi nara sumber
e. Lamanya kegiatan (hari atau jam)
f. Tempat pelatihan (jika diperlukan tempat khusus)
disertai justifikasi pemilihan tempat.
Studi Banding 1) Jumlah dan karakteristik tujuan studi
2) Pokok-pokok materi dan kegiatan yang dikaji di
tempat studi.
3) Pihak-pihak yang ditemui di tempat studi
4) Jumlah dan kualifikasi peserta.
5) Lamanya kegiatan

6. Biaya
Biaya yang dicantumkan dalam TOR harus cukup rinci dan sesuai
dengan ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan. Estimasi
anggaran biaya harus diperhitungkan secara cermat dan detail
sehingga tidak ada satupun kebutuhan yang terlewatkan sehingga
akan mengganggu tercapainya tujuan dan hasil yang diharapkan.

98
Namun demikian, prinsip efisien penggunaan anggaran harus tetap
diperhatikan. Agar dapat melakukan estimasi anggaran yang
demikian itu, penyusun TOR harus cermat dalam mengidentifikasi
jenis kebutuhan serta biaya yang diperlukan untuk masing-masing
kebutuhan. Paparan ruang lingkup kegiatan yang cermat dan rinci dan
diskusi dengan sesama anggota tim penyusun TOR akan sangat
membantu memudahkan estimasi biaya ini. Tabel 9.8 menyajikan
contoh uraian biaya untuk komponen anggaran Pelatihan Guru yang
bertugas di sebuah SMA di Malang. Pelatihan dilaksanakan di
Surabaya selama 2 minggu.

Tabel 6.8 Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru

Biaya Total
Uraian Kebutuhan Biaya Satuan Volume
Satuan Biaya
1) Perjalanan negosiasi:
1) Transport Malang-SBY PP 1 100.000 100.000
2) Lumpsum OH 1 300.000 300.000
2) Biaya pelatihan Paket 3 1.000.000 3.000.000
3) Biaya Perjalanan:
3) Transport PP 3 100.000 300.000
4) Uang saku/lumpsum (3 OH 6 300.000 1.800.000
org @ 2 hari)
4) Biaya Hidup (3 Org @ 13 OH 39 100.000 3.900.000
hari)
5) Bahan pelatihan Paket 3 250.000 750.000
6) Perjalanan Biaya:
5) Transport Malang-SBY PP 1 100.000 100.000
6) Lumpsum OH 1 300.000 300.000
7) Penggandaan Laporan Paket 1 150.000 150.000
Jumlah 10.700.000
Keterangan:
PP = Pergi-pulang
OH= Orang Hari

99
7. Jadwal Kegiatan
Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR:
Persiapan hingga pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel
9.9 menyajikan contoh Jadwal Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini,
pihak pelaksana pelatihan juga harus memberikan jadwal kegiatan
yang harus diikuti peserta selama pelatihan berlangsung.

Tabel 6.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan

Waktu
No Kegiatan
Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4
1) Penyusunan TOR
2) Persetujuan TOR oleh Kepala
Sekolah
3) Seleksi peserta pelatihan
4) Negosiasi dengan tempat
penyelenggara pelatihan
5) Kontrak
6) Pelaksanaan pelatihan
7) Monitoring pelatihan
8) Pelaporan oleh peserta
9) Pelaporan oleh penangung jawab
kepada kepala sekolah

8. Monitoring dan Evaluasi


Bagian ini memuat prosedur dan teknik moniroting dan evaluasi
yang akan dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilalksanakan.
Monev dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan berjalan
sebagaimana rencana yang telah dibuat. Monitoring dilakukan untuk
mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan kegiatan dan kendala-
kendala yang timbul mungkin selama berlangsungnya kegiatan.
Dengan demikian setiap hambatan yang timbul dapat segera diatasi
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

100
Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi
dilakukan terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai
dengan berakhirnya kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk
mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah tercapai sesuai
dengan rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala
yang tidak teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah
pada kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk untuk
itu. Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan
yang direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini
dapat dilakukan oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis
merupakan sumber informasi yang efektif untuk kepentingan evaluasi
kegiatan.

101
DAFTAR RUJUKAN

Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan


pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah
yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan,
Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.

Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy


2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of
National Education Republic of Indonesia.

Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit


Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers

Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos:


Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to
access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino
Institute of Education,

Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step


Approach. Dublin: Marino Institute of Education.

Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic


Education Office.

Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.

Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and


Professional Skills Development Sector Project (TPSDP)
Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission.
Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of
National Education.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan


Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti,
Depdikas

Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New


York: MacGraw-Hill, Inc.

102
Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove
Communications,

Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin:


Marino Institute of Education

Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based


Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA:
Wm. C. Brown Publishers

Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An


Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department
of Education & Science,

Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the


Management and Practice of Developmental Planning.
London: Cassell, 1991

Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness,


School Improvement and Development Planning, in
Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London:
Paul Chapman Publishing.

Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London:


The Intermediate Technology Group.

Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of


Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.

Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher


Education. Northridge. California: College of Business
Administration and Economics, California State University.

Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit


Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan:
W.K. Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in
Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html)

Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New


York, NY: The Free Press.

103
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based
Management: Organizing High Performance. San Francisco:
Jossey-Bass Publisher

Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984.
Futures Research And The Strategic Planning Process:
Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher
Education Research Reports

Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in


Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior
Managers and Members of Governing Bodies. In Website:
.hefce.ac.uk.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005


Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional.

Prayogo, Joko. 2007. Rencana Strategis. Makalah disajikan pada


Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang
diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen
PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.

Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic


Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA:
Jossey-Bass Publishers.

School Development Planning Initiative. (1999). School


Development Planning: Draft Guidelines for Second Level
Schools. Dublin: SDPI,

Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning.


Dublin: A.S.T.I

Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah:


Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah
Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan
Menengah, Depdiknas.

104
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan
Nasional.

105
LAMPIRAN 1

LAMPIRAN

KEGIATAN 1
PENGEMBANGAN VISI DAN MISI SEKOLAH

PETUNJUK
Instrumen:
1. Kuesener untuk staf sekolah tentang Tujuan Awal Pendirian
Sekolah/Madrasah: Pertanyaan Jawaban Terbuka (Lembar Kerja
1.1a)
2. Kuesener untuk staf sekolah tentang Tujuan Sekolah/Madrasah
Saat Ini: Pertanyaan Jawaban Terbuka (Lembar Kerja 1.1b)

Prosedur:
Refleksi Individual 1: (10 menit)
Masing-masing peserta melakukan refleksi dengan menggunakan
Lembar Kerja 1.1a (Kuesioner Tujuan Awal Sekolah)
Masing-masing mencatat respon mereka

Diskusi Kelompok No. 1: (20 menit)


Staf dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan respon
individual mereka dan membuat kesepakatan dalam bentuk respon
kelompok;
Respon-respon kelompok terhadap Lembar Kerja 1.1a yang
disampaikan pada diskusi pleno direkam pada flip-chart.

106
Diskusi Pleno 1:
Balikan terhadap flip-chart dari masing-masing kelompok dibaca
dengan suara keras oleh seorang anggota kelompok kemudian
dipajang di dinding;
Respon-rspon yang berlaku umum diidentifikasi dan direkam.

Refleksi Individual 2: (10 menit)


Masing-masing orang melakukan refleksi dengan menggunakan
Lembar Kerja 1.1b (Kuesener Tujuan Sekolah Saat ini)
Masing-masing individu mencatat respon mereka

Diskusi Kelompok No. 2: (20 menit)


Staf dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan respon
individual mereka dan membuat kesepakatan dalam bentuk respon
kelompok;
Respon-respon kelompok terhadap Lembar Kerja 1.1b yang
disampaikan pada diskusi pleno direkam pada flip-chart.

Diskusi Pleno 2:
Balikan terhadap flip-chart dari masing-masing kelompok dibaca
dengan suara keras oleh seorang anggota kelompok kemudian
dipajang di dinding;
Balikan dari dua pertanyaan tersebut dibandingkan, persamaan dan
perbedaan tujuan awal dan tujuan masa kini sekolah diidentifikasi;
Berdasarkan perbandingan itu nilai-nilai kunci yang mengarahkan
sekolah di masa depan diidentifikasi dan direkam pada flip-chart.

107
Staf kemudian ditana bagaimana mereka dapat menguatkan dan
mengembangkan lebih jauh nilai-nilai yang teridentifikasi tersebut.
Saran-saran dicatat pada flip-chart.

TINDAK LANJUT
Pada akhir Kegiatan 1 dibuat rancangan untuk melanjutkan
pengembangan rumusan visi dan misi sekolah:
Pembentukan komisi khusus untuk menyusun visi dan misi sekolah
berdasarkan nilai-nilai dasar yang terdentifikasi;
Komisi tersebut mengajukan rancangan rumusan visi dan misi untuk
mendapatkan respon dari mereka;
Komisi merevisi rancangan visi dan misi berdasarkan respon yang
diberikan oleh staf dan menyajikannya kepada semua staf;
Komisi mengkonsultasikan rancangan tersebut kepada komite
sekolah atau pihak terkait lainnya.
Merevisi rancangan berdasarkan masukan dari komite, dan
melakukan konsultasi ulang bila diperlukan;
Membuat kesepakatan yang mengarah pada penguatan rasa memiliki
tarhadap visi da misi sekolah.
Pengembangan langkah-langkah mencapai visi dan misi sekolah.
Kerangka waktu dan telaah lebih lanjut terhadap rumusan visi dan
misi yang telah berhasil dirumuskan.

108
LEMBAR KERJA 1.1a
KUESENER UNTUK STAF TENTANG TUJUAN AWAL PENDIRIAN
SEKOLAH

Nama Sekolah :
__________________________________________________

Pada saat sekolah ini didirikan, terdapat beberapa pertanyaan berikut


mungkin mengemuka. Tulislah jawaban yang menurut Anda diberikan
oleh para pendiri sekolah ini saat itu.
Mengapa di daerah ini membutuhkan sebuah sekolah?

Siapa yang akan dididik oleh sekolah ini?

Pendidikan macam apa yang akan diberikan oleh sekolah ini?

Bagaimana layanan pendidikan itu akan diberikan?

Apa yang menjadi idealisme, keyakinan dan nilai-nilai yang akan


menjadi dasar penyelenggaraan sekolah ini?

Apa yang kelak akan membedaan sekolah ini dengan sekolah lain
dan apa yang membuat sekolah ini unik?

109
LEMBAR KERJA 1.1b
KUESENER UNTUK STAF TENTANG TUJUAN SEKOLAH SAAT
SEKARANG

Tulislah jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut terkait dengan


keberadaan sekolah kita saat ini

Mengapa di daerah ini membutuhkan sebuah sekolah?

Siapa yang dididik oleh sekolah ini?

Pendidikan macam apa yang diberikan oleh sekolah ini?

Bagaimana layanan pendidikan itu diberikan?

Apa yang menjadi idealisme, keyakinan dan nilai-nilai yang akan


menjadi dasar penyelenggaraan sekolah ini?

Apa yang membedaan sekolah ini dengan sekolah lain dan apa yang
membuat sekolah ini unik?

110
KEGIATAN 2
EKSPLORASI PELAKSANAAN VISI DAN MISI SEKOLAH
(Kuesener Terbuka)

PETUNJUK
Eksplorasi Bidang Atmosfer Kerjasama Di Lingkungan Sekolah
(Lembar Kerja 2.1)
Eksplorasi Bidang Kurikulum (Lembar Kerja 2.2)
Eksplorasi Bidang Manajemen (Lembar Kerja 2.3)
Eksplorasi Bidang Kerjasama dengan Masyarakat (Lembar Kerja 2.4)
Dokumen-dokumen sekolah:
Rumusan kebijakan berbagai bidang di sekolah
Dokumen-dokumen pendukung yang dimiliki sekolah.

Prosedur:
Diskusi kelompok:
Staf dibagi kedalam kelompok-kelompok untuk mengkaji dokumen-
dokumen yang rekevan dengan masyarakat sekolah pada umumnya
dan dengan masing-masing bidang untuk melihat apakah dokumen-
dokumen itu mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan yang tertuang
dalam rumusan visi dan misi sekolah. (masing-masing kelompok
diberi tugas untuk membahas satu dari 4 bidang di atas dengan
menggunakan instrumen yang tersedia)
Kelompok mengidentifikasi bukti-bukti kongkret mengenai nilai-nilai
yang terekspresikan pada visi dan misi dalam dokumen-dokumen
kebijakan sekolah;

111
Kelompok mengidentifikasi berbagai penyimpangan antara nilai-nilai
yang terekspresikan dalam visi dan misi, serta nilai-nilai yang tersirat
dalam dokumen-dokumen sekolah yang ada.
Maisng-masing kelompok mencermati pelaksanaan visi dan misi
sekolah sesuai dengan bidang yang menjadi tugasnya. Kelompok
tersebut melakukan refleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan
menggunakan lembar kerja yang sesuai dan mempersiapkan jawaban
yang merupakan kesepakatan kelompok yang menekankan pada:
Aspek-aspek dalam visi dan misi yang tidak terefleksikan dalam
kehiudpan sekolah;
Aspek-aspek visi dan misi yang memerlukan perubahan
(amandemen) atau pengembangan terkait dengan perubahan
kebutuhan.

Diskusi Pleno:
Balikan kelompok dilaporakan
Identfikasi dan prioritisasi bidang-bidang kunci yang menjadi perhatian
terkait dengan (1) rumusan visi dan misi sekolah, (2) kebijakan
sekolah, dan (3) praktik-praktik sekolah.

TINDAK LANJUT
Di akhir Kegiatan 5, dibuat rancangan untuk menyelesaikan bidang-
bidang yang menjadi prioritas. Rancangan ini dapat mencakup
pembentukan sebuah Satgas khusus.

112
Lembar Kerja 2.1: Eksplorasi Bidang Atmosfer Kerjasama Di
Lingkungan Sekolah

Pertanyaan Kunci:
Apakah nilai-nilai dan keyakinan yang tercantum dalam visi dan misi
sekolah mendorong hubungan kehidupan sekolah yang sehat?

Eksplorasi:
Adakah bukti-bukti bahwa hubungan disekolah mengakui
keistimewaan dan nilai-nilai individu?
Apakah program-program pengembangan kepribadian di sekolah ini
membantu siswa memahami hakekat hubungan dan memperoleh
keterampilan yang mereka perlukan untuk membangun hubungan
yang efektif?
Apakah terdapat bukti-bukti bahwa nilai dan keyakinan yang terdapat
dalam visi dan misi sekolah mempengaruhi prilaku dan pola pikir
peserta didik?

113
Lembar Kerja 2.2: Eksplorasi Bidang Kurikulum
Pertanyaan Kunci:
Apakah kurikulum mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan yang unik
sebagaimana tercantum dalam visi dan misi?

Eksplorasi:
Apakah sekolah memberikan akses kurikulum yang sama terhadap
semua siswa?
Apakah masing-masing mata pelajaran dilengkapi kebijakan yang
memiliki acuan yang jelas terhadap visi dan misi sekolah atau yang
secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang tercantum dalam rumusan
visi dan misi?
Adakah bukti-bukti bahwa struktur organisasi sejalan dengan visi dan
misi sekolah?

114
Lembar Kerja 2.3: Eksplorasi Bidang Manajemen

Pertanyaan Kunci:
Apakah nilai-nilai dan keyakinan yang dianut sekolah tercermin pada
manajemen sekolah?

Eksplorasi:
Apakah proses komunikasi dan pengambilan keputusan sejalan
dengan visi dan misi sekolah?
Adaah bukti-bukti bahwa kebutuhan dan kompetensi staf didukung
melalui kebijakan dan program-program pengembangan staf?
Adakah bukti-bukti bahwa sekolah melaksanakan proses untuk
memonitor kemajuan yang mengarah pada pencapaian visi, misi, dan
tujuan sekolah?
Adakah bukti-bukti bahwa visi dan misi sekolah menjadi prioritas
dalam pengelolaan dan operasionalisasi sekolah?

115
Lembar Kerja 2.4: Eksplorasi Bidang Kerjasama dengan
Masyarakat

Pertanyaan Kunci:
Apakah nilai dan keyakinan sekolah mendorong kerjasama yang
efektif antara sekolah dengan masyarakat?

Eksplorasi:
Bukti-bukti apa yang tersedia bahwa sekolah berinteraksi secara
efektif dengan:
Orang tua
Masyarakat sekitar
Pihak-pihak lain yang relevan?

116
KEGIATAN 3
EKSPLORASI PELAKSANAAN VISI DAN MISI SEKOLAH
(Kuesener Tertutup)

PETUNJUK

Instrumen:
Kuesener Bidang Atmosfer Kerjasama Di Lingkungan Sekolah
(Lembar Kerja 3.1)
Kuesener Bidang Kurikulum (Lembar Kerja 3.2)
Kuesener Bidang Manajemen (Lembar Kerja 6.3)
Kuesener Bidang Kerjasama dengan Masyarakat (Lembar Kerja 6.4)

Prosedur:
Persiapan Rapat Guru:
Dari sekian bahan yang tersedia, dipilih kuesener yang sesuai dengan
aspek yang menjadi kepedulian sekolah saat ini.
Kuesener yang terpilih terlebih dahulu diserahkan untuk diisi oleh staf
sehingga jawaban mereka telah siap saat dilaksanakan Rapat Guru.

Diskusi Kelompok:
Staf mendiskuisikan jawaban yang terkumpul dalam kelompok-
kelompok kecil;
Masing-masing kelompok mengidentifikais berbagai penyimpangan
antara visi dan misi (idealisme) dengan nilai-nilai yang tersirat pada
jawaban terhadap kuesener (kenyataan);
Kelompok menggaris bawahi:

117
Aspek-aspek dari visi dan misi yang terefleksikan dalam kehidupan
sekokah;
Aspek-aspek dalam rumusan visi dan misi yang memerlukan
perubahan atau pengembangan sesuai dengan perubahan
kebutuhan.
Masing-masing kelompok membuat tiga hal prioritas yang perlu
mendapatkan perhatian berdasarkan refleksi terhadap jawaban
kuesener.

Diskusi Pleno:
Balikan dari masing-masing kelompok dibagi bersama. Prioritas
kelompok dikumpulkan pada flip-chart untuk dibahas agar dicapai
kesepakatan bidang-bidang pengembangan yang diusulkan;
Bidang-bidang yang perlu perhatian khusus dipilih dari sejumlah
usulan yang disekapakati tersebut.

TINDAK LANJUT
Pada akhir kegiatan 6, rancangan dibuat untuk mengatasi bidang-
bidang yang telah diprioritaskan. Rancangan ini dapat mencakup
pembentukan Satgas khusus.

118
LEMBAR KERJA 3.1
KUESENER BIDANG KERJASAMA DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda
centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing
pernyataan.
Nilai : 5 = Unggul (Exscellent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan

Indikator keefektifan sekolah 5 4 2 1


Kepemimpinan    
Pemahaman dan rasa kepemilikan terhadap    
tujuan sekolah
Penggunaan prinsip-prinsip demokrasi dalam    
pengambilan keputusan dan perumusan
kebijakan hal-hal penting
Pengembangan prosedur dan praktik-praktik    
penting dan koherensi pendekatan dalam
implementasi
Kejelasan peran staf dan pemahamannya.    
Pembagian tanggungjawab dalam
penyelenggaraan skeolah secara umum
Rasa saling percaya dan keterbukaan antara    
pimpinan dengan staf dan antara sesama staf
Kejelasan dan keefektifan metode komunikasi    
sedemikian hingga staf mengetahui apa yang
sedang berlangsung di sekolah
Inkulusivitas suasana sosial diantara staf    
Komitmen dan profesionalisme staf pengajar.    
Kepastian kebijakan yang mendorong    
pengembangan personal dan profesional baik
untuk pejabat sekolah maupun guru
Bantuan kepada guru yang mengalami    
kesulitan dalam mengatasi masalah di dalam
kelas.
Dukungan kebijakan tentang disiplin dan    
layanan khusus siswa terhadap suasana yang
kondusif bagi kegiatan pembelajaran
Pengakuan kemampuan dan kebutuhan    
semua siswa dalam kurikulum
Harapan terhadap prestasi akademik siswa    
Komunikasi dengan orang tua dan    
keberadaan laporan antara sekolah dengan
orang tua.

119
LEMBAR KERJA 3.2
KUESENER BIDANG KURIKULUM
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda
centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing
pernyataan.
Nilai : 5 = Unggul (Exscllent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan

Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1


Pengakuan terhadap kebutuhan semua siswa    
dalam KTSP
Upaya pengembangan bakat-bakat yang beragam    
dalam KTSP
Sensitivitas KTSP terhadap tingkat kesiapan    
setiap individu atau kelompok siswa.
Refleksi penghargaan terhadap martabat    
kemanusiaan dalam sistem nilai yang mendasari
penyusunan KTSP
Orientasi kurikulum terhadap keberpusatan pada    
siswa (student-centered)
Dorongan untuk bercita-cita mencapai    
keberhasilan dalam implementasi kurikulum
Keberadaan kebijakan dan praktik untuk    
mendiagnosis dan mengatasi kesulitan belajar
khusus bagi siswa
Kepastian kebijakan dan program remidiasi dan    
pengayaan.
Upaya mendorong kepercayaan diri siswa pada    
prosedur evaluasi dan pelaporan
Keadilan dan konsistensi penerapan prosedur    
evaluasi dan asesmen di seluruh sekolah
Keharmonisan pelaksanaan kurikulum dengan    
dokumen tertulis kurikulum dan landasan fiosofis
sekolah
Upaya menampung pendapat siswa dalam    
mengkaji KTSP
Keyakinan siswa bahwa kurikulum yang    
ditawarkan mempersiapkan mereka untuk
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau
memasuki dunia kerja
Ketersediaan sumber daya dan fasilitas untuk    
membuat siswa mampu belajar di bidang yang
dipilihnya

120
LEMBAR KERJA 3.3
KUESENER BIDANG MANAJEMEN
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang
pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan.

Nilai : 5 = Unggul (Exscllent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan

Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1


Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap    
kewenangan dan tanggungjawabnya
Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap    
masalah-masalah terkait dengan fungsi pimpinan
sekolah dalam kaitannya peran kepala sekolah
Pemberitahuan dan penjelasan kepada pimpinan    
sekolah mengenai bahan-bahan yang dibahas
dalam rapat
Ketepatan agenda rapat-rapat dengan pimpinan    
sekolah.
Regularitas pembahasan kebijakan dan isu-isu    
pengembangan dalam agenda pimpinan sekolah
Kesempatan anggota untuk berpartisipasi dalam    
rapat-rapat pimpinan sekolah
Upaya pimpinan sekolah menerapkan    
musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan
keputusan mengenai hal-hal penting
Penerapan keputusan-keputusan pimpinan    
sekolah secara umum
Jaminan keadilan distribusi dalam    
pengadministrasian keuangan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan oleh pimpinan sekolah
Pengakuan pentingnya pengembangan staf bagi    
keefektifan sekolah oleh pimpinan sekolah
Pemahaman pimpinan sekolah terhadap etos    
kerja sekolah dan upaya-upaya mendorong etos
kerja
Pemahaman dan kerjasama antara pimpinan    
sekolah dengan komite sekolah
Keaktivan pimpinan sekolah untuk mendorong    
pelaporan yang baik antara orang tua dan sekolah
Kemampuan pimpinan sekolah untuk berfikir    
strategis dan mengembangnkan kebijakan dan
rencana yang sesuai
Peran pimpinan sekolah sebagai pelayan    
manajemen dan kepemimpinan sekolah.

121
LEMBAR KERJA 3.4
KUESENER KERJASAMA SEKOLAH-ORANGTUA-MASYARAKAT

Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan


menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang
pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan.

Nilai : 5 = Unggul (Excellent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan

Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1


Penentuan prioritas pada komunikasi yang baik    
antara orang tua dan sekolah
Usaha untuk membangun hubungan yang baik    
dengan orang tua
Kesiapan berinisiatif untuk menghubungi orang tua    
ketika putra/putrinya terlibat prilaku menyimpang
Usaha memahami kondisi keluarga yang dapat    
berpengaruh negatif terhadap prilaku siswa.
Kesadaran bahwa ada orang tua yang kurang    
mendukung belajar siswa
Usaha untuk tetap akrab dengan kebiasaan-    
kebiasaan sosial di lingkungan rumah siswa
Dorongan kepada siswa untuk mengikuti    
mengikuti kegiatan-kegiatan ditempat tinggalnya
yang mendorong penggunaan waktu secara positif
Pengakuan berbagai peristiwa isitimewa di    
masyarakat dan, bila perlu, upaya mengkaitkan
kegiatan masyarakat dengan sekolah
Fasilitasi dan layanan khusus kunjungan sekolah    
oleh pejabat setempat
Upaya membangun citra baik sekolah melalui    
penggunaan media lokal dan newsletter
Penyampaian informasi kepada orang tua    
mengenai kehidupan sekolah secara umum dan
isu-isu mengenai hal-hal khusus yang penting
melalui newsletter dan surat khusus
Ketersediaan peluang formal untuk memampukan    
orang tua siswa baru untuk mempelajari kebijakan
umum sekolah dan untuk bertemu guru atau
kepala sekolah
Format pertemuan orang tua dengan sekolah yang    
mampu mendorong terjadinya dialog dan
kepercayaan orang tua
Pencantuman jadwal khusus interaksi antara    
orang tua dan guru dalam kalender pendidikan

122
Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1
Kebiasaan mengundang orang tua dalam acara-    
acara khusus sekolah, misalnya HUT sekolah
Pelibatan orang tua pelaksanaan kegiatan ekstra    
kurikuler
Upaya menjaring input dan reaksi orang tua dalam    
pengembangan kebijakan
Keberadaan organisasi orang tua untuk    
memformalkan interaksi dan kemitraan orang tua-
sekolah

123

You might also like