You are on page 1of 21

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun Oleh

Kelompok 2 :

1. Septima Dewi Putri Permatasari ( 2201410135 )


2. Angvik Yulidaeni ( 2201410003 )
3. Prasakti Nur Azizah ( 2201410113 )
4. Citra Putri Utami ( 2201410114 )
5. Annisa Rizqi Handayani ( 2201410124 )
6. Fresi Yuliana Rahma Yusita ( 2201410123 )
7. Anisa Devi Prabajati ( 2201410116 )
8. Hany Wahyu Wulandari ( 2201410013 )

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2010 / 2011
Daftar Isi

Halaman judul
…………………………………………………………………………………………………
………………………..

Daftar
isi………………………………………………………………………………………………
…………………………………….

Bab 1
Pendahuluan……………………………………………………………………………………
………………………………

A. Latar Belakang
Masalah…………………………………………………………………………………
……………..
B. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………………
……………….
C. Tujuan
Penulisan………………………………………………………………………………
…………………..

Bab 2
Isi………………………………………………………………………………………………
……………………………………..

A. Pengertian
Etika……………………………………………………………………………………
……………………….
B. Pancasila sebagai Sistem
Etika……………………………………………………………………………………

C. Etika Politik dan Etika
Pencasila………………………………………………………………………………
……
D. Nilai-nilai Etika dalam
Pancasila………………………………………………………………………………
……
E. Etika dalam Kehidupan Kenegaraan dan
Hukum………………………………………………………….
F. Evaluasi Kitis Penerapan Etika dalam Kehidupan
Kenegaraan………………………………………
G. Etika Kehidupan
Berbangsa………………………………………………………………………………
…………..

Bab 3 Penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bangsa kita Indonesia kini tengah berada dalam kondisi krisis moral dan karakter. Hal
ini menjadi hal yang lazim dialami oleh banyak kalangan masyarakat Indonesia. Krisis moral
dan karakter dialami olehkanlangan siswa dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi.Hal ini pun juga dialami olaeh para pengangguran hingga wiraswstawan. Krisis moral
dan karakter pula secara gambling ditunjukkan oleh para aparatur negara di berbagai bidang
kehidupan. Jadi ketika kita menemui seseorang yang tidak bermoral, maka yang akan
terbersit dalam pikiran kita bukan lagi para penjahat dan preman semata, namun kita juga
akan mengidentikkan kata amoral kepada semua kalangan masyarakat yang sekarang ini
dengan terang- terangan bersikap seperti itu.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sosok pemimpin adalah sosok sentral
dalam upaya menjalankan suatu negara.Ia adalah sosok yang menjadi panutan dan teladan
bagi rakyat. Namun apa jadinya ketika ternyata mereka dengan santai menonton video porno
saat rapat, tidak menghadiri rapat dengan berbagai alasan padahal rapat itu mencakup hajat
hidup orang banyak, hingga bupati gubernur, bupati, camat, kepala desa sampai ketua RT
yang mengkorupsi uang rakyat? Tentu kita sebagai bangsa Indonesia merasa prihatin akan
hal tersebut. Sudah begitu lunturkan nilai-nilai moral para pejabat kita? Tidak ingatkah
mereka pada amanah yang mereka emban? Sungguh ironis, di tengah upaya pemerintah
menguatkan aturan mengenai pendidikan Pancasila sebagai salah satu pendidikan moral dan
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mereka malah yang menghancurkannya.

Pancasila merupakan bagi bangsa Indonesia merupakan seperangkat nilai yang harus
dijunjung tinggi baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Dan dalam kehidupan
bernegara tak lepas dari upaya menjalankan pemerintahan yang memeng dulunya
aparaturnya juga berpolitik. Nah, apakah sejak awal mereka sebenarnya belum paham akan
etika politik hingga menciptakan manusia-manusia yang kurang cakap baik secara personal
maupun umum? Banyak pertanyaan apakah Pancasila juga mencakup etika politik? Hal
inilah yang melatarbelakangi kami dalam penulisan makalah yang berjudul “ Pancasila
sebagai Etika Politik”.
B. Rumusan Masalah
 Bagaimana etika dalam berpolitik menurut pancasila?
 Apa tujuan dari penerapan etika dalam politik?
 Bagaimana etika bisa meningkatkan integrasi bangsa?
 Bagaimana peran etika dalam kehidupan berbangsa?

C. Tujuan Penulisan
 Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
 Meningkatkan pemahaman tentang etika politik.
BAB 2
ISI

A. Pengertian Etika

Etika secara etimologi berasal dari kata etos yang merupakan salah satu kata dari
bahasa Yunani yang artinya sepadan dengan kata susila. Etika merupakan salah satu cabang
ilmu filsafat yang mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana hidup secara arif atau
bijaksana. Etika merupakan refleksi kritis atas ajaran moral atau norma. Etika bukan
merupakan ajaran, yang memberi pengajaran tentang bagaimana seseorang harus berprilaku
dalam kehidupannya secara bermoral. Sehingga moralitas disini berarti petunjuk konkrit yang
siap pakai tentang bagaimana harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan
pengejawentahan secara kritis dan rasional tentang ajaran moral yang siap pakai itu. Etika dan
moral memiliki fungsi yang sama sebagai orientasi tentang bagaimana dan kemana anda
harus melangkah. Yang membedakan keduanya adalah pada tingkat pemakaiannya. Moralitas
akan langsung mengatakan, “ Beginilah cara Anda harus bertindak”. Moralitas memberikan
dalam hal benar dan salah. Moralitas tidak memandang unsur subjektifitas dalam menilai
suatu tindakkan, melainkan mengedepankan unsur objektivitas. Sedangkan etika menuntun
subjek untuk berprilaku kritis. Etika akan, “ Apakah saya harus bertindak dan melangkah
seperti ini?” dan “ Mengapa saya harus menggunakan cara itu?”

Moralitas bersifat konservatif. Moralitas merupakan warisan leluhur sehingga


moralitas itu sendiri bisa dikatakan sebagai pranata seperti banyak agama, praktek
pembahasan. Dan sebalikknya, etika merupakan sikap kritis suatu pribadi dan kelompok
masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu sendiri. Oleh karena itu, moralitas itu sama
dalam masyarakat namun sikap etis itu bisa berbeda antar subjek.

Etika memang pada akhirnya menghimbau masyarakat juga perorangan untuk


bertindak sesuai dengan moral, namun bukan karena moralitas itu merupakan perintah
leluhur, melainkan karena sang pelaku atau subjek sendiri tahu bahwa hal itu memang baik
atau memang berdampak buruk bagi dirinya. Sang subjek sadar dan paham secara kritis serta
rasional bahwa memang sudah sepatutnya ia bertindak seperti itu.
B. Pancasila Sebagai Sistem Etika Dalam PILKADA sampai PEMILU

Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang
sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai
suatu sistem etika”.Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara
yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung
tinggi dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir
bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab
didunia.Kecenderungan menganggap hal yang tak penting akan kehadiran pancasila
diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab.
Pembentukan etika bukanlah hal yang mudah, karena berasal dari tingkah laku dan hati
nurani.

Pancasila sebagai etika , dapat kita ketahui bahwa dalam pembahasan Bab 2 ini tentang
pancasila sebagai etika. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi kelompok. Etika
merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral. Eika juga ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita harus belajar
tentang etika dan mengikuti ajaran moral. Etika pun dibagi menjadi 2 kelompok etika umum
dan khusus.

Etika khusus ini terbagi dua yaitu terdari etika individual dan etika social. Etika politik
adalah cabang bagian dari etika social dengan demikian membahas kewajiban dan norma-
norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat
kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan
orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang
harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus
dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik
di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika
disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan
beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa
ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-
sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
Maka bisa dikatakan bahwa fungsi pancasila sebagai etika itu sangatlah penting agar
masyarakat harus bisa memilih dan menentukan calon yang akan menjabat dan menjadi
pimpinan mayarakat dalam demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara
langsung memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk
mewujudkan harapan rakyat … ! dengan biaya tinggi serta adanya konflik horizontal.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM,
ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi
liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep :
RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak
mampu menjangkau.Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76
dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam
hak-hak sosial ekonomi bangsa !

Dalam pelaksanaan pilkada sebagai prakteknya demokrasi liberal, juga menghasilkan


otoda dalam budaya politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost
juga mahal, dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek
demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu (demokrasi palsu). Bagaimana tidak
semu ; bila peserta pilkada 3 – 5 paket calon; terpilih dengan jumlah suara sekitar 40%, 35%,
25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal norma
mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51% ! Apa model demokrasi-semu (=demokrasi
palsu) ini yang akan dikembangkan reformasi Indonesia? atas nama demokrasi langsung dan
HAM. Bandingkan dengan demokrasi Pancasila dalam UUD Proklamasi 45 Pasal 1, 2 dan 37.

Pasal 95 (1), (2), yang menetapkan : calon terpilih bila memperoleh suara lebih dari 25
% dari jumlah suara sah.

Dalam halnya PEMILU tahun 2009 banyak partai-partai yang belum memakai etika
politik. Bukan hanya para partai saja, melainkan masyarakat yang memilih pun terkadang
tidak memilih untuk memikirkan bangsanya melainkan hanya berfikir untuk kepentingan
sendiri (independent). Dan pada PEMILU tahun ini banyak yang melanggar etika politik yang
telah diterapkan oleh KPU.
Aplikasi Nilai, Norma, Dan Moral Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan istilah nilai dan norma dan juga
moral dalam kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan nilai
social merupakan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong
memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Dan dapat juga dicontohkan, seorang
kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa
sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat
siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah
laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai.

Dapat di jelaskan juga bahwa yang dimaksud norma social adalah patokan perilaku
dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan
sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.

Tingkat norma dasar didalam masyarakat dibedakan menjadi 4 yaitu:

1. Cara

Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan

2. Kebiasaan
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau
kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3. Tata kelakuan

Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4. Adat istiadat, Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan
ke daerah lain.,upacara adat ( misalnya di Bali)
Norma hokum (laws)

- Tidak melanggar rambu lalu lintas walaupun tidak ada polentas

- Menghormati pengadilan dan peradilan di Indonesia

Norma kesusilaan

Contoh : orang yang berhubungan intim di tempat umum akan di cap tidak susila, melecehkan
wanita ataupun laki-laki didepan orang.

Norma kesopanan

Contoh :

- memberikan tempat duduk di bis umum pada lansia dan wanita hamil.

-Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan,
kencing di sembarang tempat

Dan ada beberapa norma yang lain yang belum di sebutkan dalam hal ini. Setelah masuk pada
nilai dan norma. Dalam aplikasi yang terakhir akan membahas tentang moral.

Moral

Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara
ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai
nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut
pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-
absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.

Contoh moral adalah : Tidak terdapat adanya pemaksaan suatu agama tertentu kepada
orang lain, dengan demikian masyarakat dan bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai nilai
HAM. Dapat dicontoh dalam hal nya pendidikan. Seorang siswa yang ingin bersekolah tapi
dengan tidak dana maka ia tak dapat sekolah sampai cita-citanya tidak terwujud.

Contohnya moral dalam halnya kehidupan sehari kalau kita menemukan tas yang berisikan
dokumen penting dan juga sejumlah uang yang tersapat dalam tas tersebut. Seandainya kita
memiliki moral yang baik maka kita akan memberikan tas itu pada kepemiliknya kalau tidak
pada yang berwajib.

Pancasila Sebagai Sistem Etika Bangsa Indonesia

Nilai, normal, dan moral adalah suatu konsep yang sangat berkaitan. Dalam hubunganya
dengan pancasila maka akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem
etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan.

Etika adalah suatu kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Selain
itu, etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa mengikuti suatu
ajaran tertentu dan bertanggung jawab dengan beberapa ajaran moral. Kelompok etika antara
lain :
a. Etika Khusus adalah membahas tentang prinsip dalam hubungan dengan berbagai aspek
kehidupan manusia, baik individu maupun sosial.
b. Etika Umum adalah mempertanyakan tentang prinsip yang berlaku bagi setian tindakan
yang dilakukan oleh manusia.

Nilai (Value) adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin, dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Beberapa para ahli mengidenfikasikan macam-
macam nilai sebagi berikut :
1. Menurut Alport antara lain nilai ekonomi, nilai sosial, nilai religi, nilai politik, nilai teori,
dan nilai estetika.
2. Menurut Max Scheler antara lain nilai kenikmatan, nilai kehidupan, nilai kerohanian, dan
nilai kejiwaan.
3. Menurut Notonegoro antara lain nilai vital, nilai material, dan nilai kerohanian yang
terdiri dari (Nilai Keindahan, Nilai Kebenaran, Nilai Religius, dan Nilai Kebaikan).

Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai
untuk dipatuhi. Nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati panca indra manusia, tetapi
dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan
manusia dalam prakteknya. Nilai Instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman
pelaksanaan dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai
instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang merupakan penjabaran
Pancasila. Nilai Praksis adalah penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara
nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
Keterkaitan antara nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya
tetap terpelihara disetiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digaris bawahi bila individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki pondasi yang kuat
tumbuh dan berkembang

C. Etika Politik dan Etika Pancasila

Berdasarkan tradisi filsafat Barat, semenjak Zaman Yunani sampai Zaman Pertengahan,
kesemuanya menunjukkan hidup secara bijaksana akan mengantarkan seseorang menjadi
bahagia. Kebijaksanaan adalah syarat yang harus dimiliki untuk menuju kebahagiaan hidup.
Karena itu, etika pada zaman itu bercorak eudomonistik (bahagia).

Menurut ajaran Imanuel Kant pada abad ke-18, masalah etika bukan lagi masalah
kebijaksanaan melainkan sudah merupakan kewajiban. Etika menurut Imanuel Kant adalah
suatu kategori imperatif dalam arti bahwa etika bukanlah alat untuk mencapai tujuan tertentu,
melainkan menjadi tujuan di dalam dirinya sendiri. Artinya etika dipatuhi, dengan etika
tersebut orang berbuat baik atau susila bukan untuk mencapai suatu tujuan melainkan untuk
dan demi kebaikan atau kesusilaan itu sendiri.
Dalam tradisi ketimuran, etika berkisar pada ajaran karma dan dharma (filsafat India),
atau berkisar pada Tao yaitu jalan lurus yang menggariskan pemisahan antara yang baik dan
yang buruk (filsafat Cina); ataupun berkisar pada suatu keselarasan (harmoni) dalam
kehidupan individu, sosial, keselarasan antara diri manusia dan alam, antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa.

Setiap bangsa dan setiap zaman memiliki persepsi dan orientasinya masing-masing
dalam menentukan gagasan vital bagi pemberian adalah dasar dan arah kehidupan praksis
sehari-hari. Oleh karena itu dalam mendiskusikan masalah etika, termasuk etika politik, kita
dituntut untuk bertindak dan mengambil keputusan konkret demi dan atas nama tercapainya
suatu tujuan, maka yang pertama harus dicapai adalah kesamaan dalam penggunaan kerangka
acuan, sedemikian rupa sehingga kerancuan pikir dalam berdiskusi dapat dihindari.

Etika atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan
dan kejahatan. Dengan demikian, etika politik memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah
laku politik yang baik dan sebaliknya. Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana
politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum.

Antara etika dan politik terdapat hubungan paralel yang tersimpul pada tujuan yang
sama-sama ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah terbinanya warga negara yang baik, yang
susila, yang setia kepada negara dan sebagainya. Semua tujuan tersebut merupakan tanggung
jawab dan kewajiban moral dari setiap warga negara, sebagai modal pokok untuk membentuk
suatu kehidupan bernegara, berpolitik yang baik dan harmoni.

Pengertian “politik” dalam proses pemakainnya sudah sangat jauh menyimpang, atau
sudah jauh lebih luas dari pengertian asalnya. Akibatnya muncul kensekuensi semacam
prasangka, sikap sinis, sikap bermuka dua, di samping timbulnya sikap kepura-puraan
terhadap bidang politik, ataupun terhadap orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini.

Dimensi politik dalam etika politik dimaksudkan dalam pengertiannya yang lebih luas.
Bukan hanya berkenaan dengan sistem kenegaraan atau hubungan antar negara yang
mencakup kehidupan kenegaraan, pemerintahan, penentuan dan pelaksanaan kebijakan
negara tentang berbagai hal menyangkut kepentingan publik, serta kegiatan-kegiatan lain dari
berbagai lembaga sosial, partai politik dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung
dengan kehidupan kemasyarakatan dan negara yang dibatasi oleh konsep-konsep negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decission making), pembagian
(distribution), dan alokasi (alocation), tetapi di sini pengertian itu diperluas lagi ke dalam
tataran manusia sebagai makhluk yang berpolitik. Secara kasar dapat disebutkan bahwa
segala tindakan manusia atau bahkan manusia itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan
moda-moda politik. Manusia hidup karena berpolitik. Secara kodrati sebagai makhluk
individual atau sosial manusia akan memerlukan aturan-aturan atau norma-norma untuk dapat
menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi politik ini adalah kaitannya dengan hak dan
kewajiban manusia. Sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagi anggota masyarakat,
sebagai individu, dan sebagai makhluk Tuhan.

Dengan melihat dua dimensi ini, etika dan politik, dalam Pancasila sebagai Etika
Politik, maka kita dapat memberi kesimpulan awal bahwa Pancasila adalah pedoman hidup
bersama kita, yang mengatur bagaimana kita bersikap dan bertindak antar satu dengan lain,
yang disertai hak dan kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah moral identity kita.
Baik sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat. Kita dikenali
karena kita memiliki Pancasila dalam diri kita sebagai pedoman hidup bersama.

Kaitan etika politik dengan Pancasila adalah Etika Pancasila. Pancasila sebagai etika
politik bagi bangsa dan Negara Indonesia adalah etika yang dijiwai oleh falsafah negara
Pancasila yang meliputi

1. Etika yang berjiwa Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna percaya akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, patuh pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
2. Etika yang berperikemanusiaan, mengandung makna menilai harkat kemanusiaan tetap
lebih tinggi dari nilai kebendaan, tidak membenarkan adanya rasialisme, dan sikap
membeda-bedakan manusia.
3. Etika yang dijiwai oleh rasa Kesatuan Nasional, mengandung makna sifat bangsa
Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dan bangsa yang cinta persatuan.
4. Etika yang berjawa demokrasi, mengandung makna lambing persaudaraan manusia,
sama-sama berhak akan kemerdekaan dan memperoleh kebebasan.
5. Etika yang berjiwa keadilan sosial, mengandung makna manifestasi dari kehidupan
masyarakat yang dilandasi oleh jiwa kemanusiaan, jiwa yang cinta kepada persatuan,
jiwa yang bersifat demokrasi, dan semangat mau bekerja keras.
D. Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

Etika membantu manusia menunjukkan nilai – nilai untuk membulatkan hati


mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa hal itu
dilakukan. Arti Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat dan bernegara. Merupakan suatu pedoman bagi bangsa Indonesia untuk
melangkah dan menentukan yang baik dan buruk.

Nilai – nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan sebagai
berikut:

1. Tatanan bermasyarakat
Nilai – nilai dasarnya seperti tidak boleh ada eksploitasi sesama manusia,
berprikemanusiaan dan berkeadilan sosial.
2. Tatanan bernegara
Nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
3. Tatanan kerjasama antar Negara atau luar negeri
Nilai tertib dunia, kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Tatanan pemerintah daerah
Dengan nilai permusyawaratan dan mengakui asal usul keistimewaan daerah.
5. Tatanan hidup beragama
Nilai dasar dijamin oleh Negara kebebasan beribadat sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing – masing.
6. Tatanan bela Negara
Nilai dasarnya hak dan kewajiban waga Negara untuk membela Negara.
7. Tatanan pendidikan
Nilai dasarnya mencerdaskan kehiupan bangsa.
8. Tatanan berserikat
Berkumpul dan menyatakan pendapat.
9. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan
Nilai – nilai dasar kesamaan bagi setiap warga negara dan kewajiaban menjunjung
pemerintahan tanpa terkecuali.
10. Tatanan kesejahteraan sosial
Nilai dasar mengutamakan kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran
perseorangan.
Berbagai tatanan di atas merupakan penjabaran dari Pancasila dan tatanan tersebut
kembali diperjelas dalam UU 1945. Tatanan yang menjadi dasar bagi bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

E. Etika Dalam Kehidupan Kenegaraan Dan Hukum

Negara Indonesia merupakan sebuah bentuk organisasi yang dinamakan republik, yang
merupakan suatu pola yang mengutamakan pencapaian kepentingan umum, dan bukan kepentingan
perseorangan atau kepentingan kelompok.

Dan dalam upaya pencapaian tersebut terdapat etika yang harus mengatur dan memonitor
jalannya proses pencapaian tersebut agar tidak ada penyimpangan yang merugikan khalayak umum,
etika merupakan cabang fillsafat yang berbicara mengenai nilai dan moral yang menentukan perilaku
manusia dalam menjalani kehidupannya. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya
memerlukan manusia lainnya untuk menjalankan hidup, manusia juga disebut sebagai zoon ploticon
atau hidup berkelompok. Dan dalam kehidupan bernegara juga manusia hidup berkelompok, dan
untuk mengatur hubungan antara lembaga-lembaga hegara dalam menentukan gerak kenegaraan maka
muncul pemerintah, sebagai pemimpin dan pengatur jalannya pemerintahan.

Interelasi antara lembaga-lembaga Negara dalam pemerintahan dapat menentukan pola


pengambilan keputusan kenegaraan, hal tersebut yang secara teknis ketatanegaraan disebut
pemerintahan, atau sistem pemerintahan Negara. Sedangkan hukum tidak pernah lepas kaitannya
dengan kenegaraan, Negara merupan status hukum atau legal society hasil perjajian bermasyarakat.
Orang beranggapan bahwa kegiatan bernegaraan meliputi:

(1) membentuk hukum atau kewenangan legislatif.

(2) menetapkan hukum atau kewenangan eksekutif.

(3) menegakakkan hukum atau kewenangan yudikatif

Negara merupakan sebuah personifikasi dari hukum, atau himpunan tata hukum berdasar pada
suatu himpunan sistem tertentu, etika yang merupakan yang merupakan filsafat praktis yang
merupakan bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praktis dalam kehidupan
manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia
dalam hubungannya dengan sesama manusia, masyarakat , bangsa dan negara , lingkungan alam serta
terhadap Tuhannya (Suseno, 1987).
Dalam etika kehidupan dan hukum maka konstitusi atau badan hukum yang dibuat harus
memuat hal-hal dibawah ini :

 Hal-hal yang dianggap fundamental atau mendasar .


 Hal-hal yang dianggap penting dalam hidup berkelompok oleh suatu bangsa ,
misalnya pekerjaan yang layak.
 Hal-hal yang dicita-citakan , sebagai contohnya adalah kesejahteraan, meskipun hal
itu seolah-olah sulit untuk dicapai karena idealistic.
Dalam kehidupan yang beretika dan hukum saling erat kaitannya, karena terdapat banyak alasan
yang mendasari bahwa etika tersebut yang menghasilkan hukum, nilai, dan moral yang secara filsafati
sangat fundamental, mendasar. Dan hukum dasar yang fundamental itu sendiri adalah Pancasila.

Sedangkan sebagai dasar Negara dan juga dasar falsafah negara, Pancasila tidak hanya
merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, namun juga merupakan sumber moralitas
terutama dalam hubungannya dalam etika bermasyarakat, hukum serta sebagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.

F. Evaluasi Kritis Penerapan Etika dalam Kehidupan Kenegaraan

Evaluasi mempunyai arti yang sangat kuat untuk menggambarkan suatu proses menuju
perbaikan. Di dalam kegiatan mengevaluasi sangat dibutuhkan penalaran, logika, pandangan secara
umum dan khusus untuk mendapatkan kenyataan-kenyataan sebagai bahan perbaikan. Lalu
hubungannya dengan etika, yaitu bahwa etika sangat terkait dengan norma dan nilai. Tentunya norma
dan nilai sudah diberlakukan oleh sebagian masyarakat di kehidupan sehari-hari sampai menjadi
pembawaan tersendiri dari karakter seseorang atau bisa dibilang sudah terbentuk di dalam dirinya.
Sehingga etika mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan arah berkehidupan yang
baik khususnya dalam kehidupan kenegaraan dimana etika dalam hal ini menyangkut kepentingan
masyarakat luas yaitu untuk membentuk kepribadian bangsa, kerukunan antar sesama warga, penguat
kehidupan berbangsa dan menunjang stabilitas keamanan negara. Mengetahui besarnya peranan etika
dalam penerapannya di kehidupan kenegaraan, sangat diperlukan adanya evaluasi kritis.

Ada dua macam etika dalam kaitannya dengan nilai dan norma yaitu:

1. Etika deskriptif, yaitu berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku
manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidupnya. Dengan etika ini, manusia disodori
fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang sikap dan perilaku yang akan diambil.
2. Etika normatif, yaitu bahwa manusia diberi norma sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.
Menyusun pemikiran kritis dalam rangka mengevaluasi harus disertai dengan pemahaman
fakta-fakta kelompok masalah. Ada sedikitnya empat kelompok masalah kenegaraan, antara lain:

1. Tata organisasi, yaitu:


a. Bentuk negara: Republik,monarki, aristokrasi, dan lain-lain.
b. Bentuk pemerintahan: sistem parlementer, presidensial, atau yang berpnagkal pada trias
politica, dan lain sebagainya.

Bentuk etika juga sering disesuaikan dengan tata organisasi. Contohnya bantuk negara
Indonesia adalah republik yang mempunyai landasan idiil dan konstitusional sebagai etika
deskriptif hidup berbangsa.

2. Tata jabatan, yaitu untuk menghidupkan suatu organisasi dan biasanya selalu ada pergantian
di setiap periode tertentu agar terlaksananya kenegaraan yang fleksibel dan ke arah lebih baik.
Di dalam tata jabatan tentunya ada penerapan etika,yaitu antara lain, mengijinkan mengajukan
perwakilan yang kelasnya disesuaikan dengan aspirasi, kemampuan dan tetap merinci
keberadaannya di dalam aparatur negara.
3. Tata hukum bisa dikatakan sebagai hasil dari tata organisasi dan tata jabatan. Di dalam tata
organisasi terdapat tata hukum yaitu berupa hukum konstitusi dan di dalam tata jabatan
terdapat tata hukum yang menyertai fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Untuk
masyarakat sendiri, tatanan hukum berjalan sesuai kesadaran karena hukum juga meliputi hak
dan kewajiban warga negara dan penduduk.
4. Tata nilai berisikan cita-cita negara dan tujuan yang hendak di capai. Tata nilai mempunyai
peranan besar, yaitu memotivasi adanya langkah perbaikan (evaluasi) di tiga tatanan
sebelumnya.

Sering sekali terjadi di Indonesia sikap mengevaluasi tata organisasi, tata jabatan, tata hukum
dan tata nilai yang dicita-citakan dengan tindakan anarkis dan kurang beradab. Tindakan seperti demo
anarkis jelas akan memperkeruh suasana dan tidak membuahkan solusi yang diinginkan karena
keempat tatanan itu hanya sebagai alat yang mengatur kehidupan manusia dalam bernegara.
Selebihnya kembali ke diri masing-masing apakah kita sendiri sudah menerapkan etika kenegaraan
dengan mematuhi hukum yang ada.

Kunci untuk mencapai keberhasilan mengevaluasi kritis etika bernegara adalah dengan
menerapkan rasa nasionalisme, menggunakan pemikiran yang logis dan menamkan rasa peduli
sehingga etika juga diterapkan dalam kondisi apapun dan dari sudut pandang manapun.
G. Etika Kehidupan Berbangsa

Realitas menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan bangsa


Indonesia kepada bangsa Indonesia pluralitas dalam berbagai hal seperti suku, budaya, ras,
agama, bahasa, dan sebagainya. Anugerah tersebut hendaknya disyukuri dengan cara
menghargai kemajemukan dan tetap mempertahankannya, memeliharanya dan
mengembangkannya demi kemajuan dan kejayaan bangsa. Di satu sisi kemajemukan
merupakan khasanah kekayaan bangsa, namun juga mengandung potensi konflik yang dapat
mengancam integritas bangsa. Oleh kerana itu, diperlukan upaya menumbuhkan kesadaran
kebangsaan di dalam perbedaan dan kebersamaan secara seimbang, proporsional dan
konsisten dan upaya tersebut merupakan keharusan.

Krisis multidimensional yang tengah muncul sekarang ini mengancam persatuan bangsa
sehingga terjadi kemunduran dalam pelaksanaan etika dalam kehidupan berbangsa, yang
disebabkan oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Menyadari
hal itu MPR melalui TAP nomor VI/MPR/2001 telah menetapkan tentang etika kehidupan
berbangsa untuk diamalkan oleh seluruh warga bangsa. Maksud TAP tersebut disusun untuk
membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa. Tujuannya untuk menjadi acuan dasar meningkatkan kualitas manusia
yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesi dalam kehidupan
berbangsa.

Arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan berbangsa diimplementasikan


sebagai berikut :

1. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan kebudayaan luhur bangsa dalam berbagai


aspek kehidupan.
2. Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi
pendidikan yang bersifat terpadu.
3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktifitas kehidupan
berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia.
Sehingga upaya yang dilakukan adalah internalisasi dan sosialisasi secara sungguh-
sungguh dengan berbagai pendekatan melalui berbagai pluralitas yang ada.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah,
keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung
jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Adapun uraian etika
kehidupan berbangsa adalah sebagai berikut:
1. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam seperti bersikap jujur, saling
peduli, saling menghargai, dll. Etika ini ditujukan untuk hidup saling berdampingan antar
keberagaman. Untuk itu diperlukan penghayatan agama dan pengamalannya,
kemampuan adaptasi dari masyarakat.
2. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan suasana politik yang demokratis, penuh
tanggung jawa, dan pemerintahan yang bersih. Etika politik dan pemenrintahan
diharapkan mampu menjaga keharmonisan antar pelaku dan kelompok yang
berkepentingan.
3. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ini dimaksudakan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis bisa berjalan
dengan baik serta tetap menjaga perdamaian dalam bersaing. Etika ini mencegah
terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, dan kebijakan yang mengarah pada
perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme.
4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Tujuan penerapan etika ini yaitu untuk menumbuhkan kesadaran akan tertib hukum
saling menjaga ketenangan satu sama lain dan keadilan. Etika ini mencegah terjadinya
tindakan diskriminatif dan penyalahgunaan kekuasaan.
5. Etika Keilmuan
Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan menjaga
harkat dan martabat kita sebagai warga negara di dalam keterlibatan kita setiap saat
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan
untuk mencari solusi dari segala macam masalah dan menumbuhkan kreatifitas.
6. Etika Lingkungan
Etika ini sangat penting ditanamkan di dalam diri kita untuk menjaga kelesatarian alam
dan menjadikan kita makhluk yang bertanggung jawab.
BAB 3

PENUTUP

Hukum harus mampu menunjukkan bahwa tatanan


adalah dari masyarakat bersama dan demi
kesejahteraan bersama, dan bukannya berasal dari
kekuasaan. Demikian pula negara yang memiliki
kekuatan harus mendasarkan pada tatanan normatif
sebagai kehendak bersama semua warganya,
sehingga dengan demikian negara pada hakikatknya
mendapatkan legimitasi dari masyarakat yang
menentukan tatanan hukum tersebut. Dan tatanan yang sesuai dengan makna
keadilan dan kesejahteraan bersama adalah dengan selalu berpedoman kepada
Pancasila dalam segala kegiatan berpolitik serta menerapkan pancasila sebagai
pedoman beretika. Dengan demikian segala keberagaman akan terjaga
keharmonisannya termasuk keberagaman berpikir di dalam aktifitas berpolitik
dan juga keberagaman masalah yang harus di selesaikan oleh para pelaku
politik.

You might also like