Professional Documents
Culture Documents
II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Sapi perah
sebagai penghasil susu berperan sangat penting sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak
bermanfaat sama sekali bagi manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari
produk pertanian. Air susu sebagai sumber gizi berupa protein hewani yang sangat besar
manfaatnya bagi bayi, sebagai masa pertumbuhan, orang dewasa dan lanjut usia. Susu memiliki
kandungan protein yang tinggi sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya
tahan tubuh.
Susu sapi mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak sapi yang
dilahirkan. Susu juga dapat digunakan sebagai bahan minuman manusia yang sempurna karena
di dalamnya mengandung zat gizi dalam perbandingan yang optimal, mudah dicerna, dan tidak
ada sisa yang terbuang. Air susu sebagai sumber gizi berupa protein hewani sangat besar
manfaatnya bagi bayi, bagi mereka yang sedang dalam proses tumbuh, bagi orang dewasa dan
bahkan bagi yang berusia lanjut. Susu dengan kandungan protein yang cukup tinggi dapat
menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Peningkatan permintaan produk susu yang tidak diimbangi dengan penambahan produksi sapi
tentu saja akan mengakibatkan kebutuhan akan susu tidak dapat terpenuhi. Pemenuhan produk
susu dengan penambahan populasi ternak sapi perah membutuhkan proses yang panjang. Hal ini
membuktikan bahwa pengembangan usaha ternak sapi perah memiliki peluang dan prospek
usaha yang sangat cerah. Meskipun demikian prospek usaha ternak sapi perah yang sangat
menjanjikan di Indonesia ini tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan tanpa
memperhatikan tata laksana pemeliharaan sapi perah itu sendiri.
Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya dapat dicapai apabila
peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen pengelolaan
yang baik. Adanya manajemen dalam pengelolaan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi
seseorang pengusaha ternak untuk dimengerti dan dipahami. Manajemen yang meliputi berbagai
hal, semisal manajemen perkawinan, manajemen pakan, manajemen kandang, manajemen sapi
induk dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan kunci dalam mengusahakan ternak
sapi perah. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh peternak maka akan menghasilkan hasil
yang maksimal.
B. Manajemen Pedet
Saluran pencernaan anak sapi muda berbeda dari sapi dewasa dan anak sapi tidak berfungsi
sebagai ruminan sampai berumur beberapa minggu. Pada anak sapi kapasitas perut yang
sebenarnya atau abomasum adalah 70 persen dari keempat perut, sedangkan pada anak sapi
dewasa hanya 7 persen. Jika anak sapi menyusu, susu melewati rumen dan retikulum dan lewat
langsung ke dalam perut yang sebenarnya atau abomasum, dan hanya jika anak sapi minum
terlalu banyak setiap susu lewat ke dalam rumen. Rangsang bagi giatnya saluran lewat
kerongkongan adalah adanya cairan di belakang mulut. Susu berjalan ke rumen anak sapi kecil
mungkin mengental dan kemudian karena ruminasi belum dimulai, membusuk, menyebabkan
gangguan pencernaan. Jadi adalah praktek yang lebih baik untuk memberi makan anak sapi
sejumlah kecil susu pada selang waktu yang sering dibandingkan sejumlah besar pada selang
waktu jarang (Williamson dan Payne, 1993).
Menurut Reksohadiprodjo (1995) penghilangan tanduk dapat dikerjakan ketika umur pedet satu-
dua minggu dengan menggosok bungkul tanduk dengan kaustik sampai hampir berdarah, zat
kaustik misalnya collodion. Penempelan dengan besi panas dilakukan kalau umur pedet 3-4
minggu. Kalau ada listrik, penempelan dengan setrika listrik paling efektif. Kalau zat kaustik
digunakan untuk menghilangkan tanduk, jangan sampai pedet mencemarkan zat kaustik ke induk
sapi, atau ke matanya misalnya karena hujan.
Kastrasi dapat dikerjakan dengan pisau (sterilisasi alat harus benar-benar dikerjakan), dengan
alat penekan fuiculus, gelang karet ketika pedet berumur 2-3 minggu (10 hari paling baik, karena
rasa sakit dan gangguan paling kurang). Alat kastrasi Burdizzo digunakan untuk segala umur,
memutus saluran-saluran tanpa melukai kulit (Reksohadiprodjo, 1995).
Perut pedet belum berkembang sepenuhnya. Ia belum dapat memamah biak. Bila diberi rumput,
rumput itu tidak dapat dicernakannya dengan baik. Tetapi susu dapat dicernakannya dalam perut
besar tanpa dimamah biak. Maka susu adalah makanan yang baik untuk pedet. Tapi sering lembu
tidak mengeluarkan banyak susu oleh karenanya pedet kekurangan susu. Sesudah itu diberi
rumput sedikit semi sedikit. Perutnya telah berkembang dan ia mulai memamah biak. Waktu ia
telah berusia 3 bulan, ia dapat mencernakan rumput dengan baik. Pedet tidak membutuhkan lagi
susu induknya. Selanjutnya induknya dapat diperah. Dan pedet itu disapih karena sudah kuat
mencernakan rumput sendiri. Umumnya sesudah berumur 6 bulan (LPPS, 1972).
Anak sapi dapat dipisahkan dari induknya segera sesudah lahir dan kemudian dipelihara sendiri.
Anak sapi harus memperoleh kolostrum untuk beberapa hari pertama dan sesudah itu dapat
diberi minum susu atau makanan pengganti lain susu. Cara lain, pedet dapat dipelihara penuh
bersama induknya dan kemudian biasanya disapih pada umur 6-8 bulan (Mangkoewidjojo,
1988).
Penandaan pada ternak sapi merupakan suatu tindakan untuk memberikan tanda kepada ternak
sapi secara sementara maupun permanen. Tujuannya sebagai ciri kepunyaan, perhitungan umur
atau nomor. Penandaan ini berguna untuk pembibitan, perkawinan, penjualan ataupun tanda
milik seseorang / perusahaan peternakan. Penandaan yang lazim dilakukan pada peternak sapi
adalah :
1. Tanda telinga, terdiri dari :
a. Ear tag (tanda telinga plastik/logam dengan nomor)
b. Ear notch (tanda telinga dengan cara pengguntingan dalam bentuk v/u).
c. Ear punch (tanda telinga dengan cara perlubangan)
2. Cap bakar pada kulit dengan memakai besi panas
3. Tatto
4. Kalung leher
5. Tanda pada tanduk, biasanya memakai penomoran cat baker
6. Penandaan lain seperti gelang tali plastik atau pada gelambir.
(Santosa, 2001).
E. Manajemen Kesehatan
Sapi yang akan diperah harus dalam keadaan bersih. Tempat dan peralatan yang bersih akan
percuma kalau sapi itu kotor. Semua kotoran pada tubuh sapi akan mengotori air susu sehingga
mudah rusak. Hanya sapi-sapi yang bersihlah yang akan menghasilkan air susu yang sehat. Itulah
sebabnya sapi-sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu, paling tidak bagian
tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing dan puting (AAK, 1995).
Radang ambing merupakan radang infeksi yang berlangsung secara akut, subakut maupun
kronik. Radang ambing ini ditandai dengan kenaikan sel di dalam air susu, perubahan fisik
maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai dengan perubahan patologis atas
kelenjarnya sendiri (Subronto, 1993).
Mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang bersifat akut atau menahun dan terjadi pada
semua jenis mamalia. Pada sapi penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan disebabkan
oleh berbagai jenis kuman/ mikoplasma. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan
mencegah terjadinya infeksi terutama yang ditimbulkan oleh kesalahan manajemen dan higiene
pemerahan yang tidak memenuhi standart. Dalam periode tertentu secara rutin perlu dilakukan
pemeriksaan kemungkinan adanya mastitis sub-klnis dengan melaksanakan CMT (California
Mastitis Test). Pengobaan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik dengan kuman yang
menginfeksi dan disarankan agar dilakukan pula sensitivitas terhadap kuman. Berbagai jenis
bakteri yang telah diketahui sebagai agen penyabab penyakit mastitis antara lain: Streptococcus
agalactiae, Streptococcus disgalactiae, Streptococcus uberis, Streptococcus zooepidemicus,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes dan pseudomonas aeruginosa.
Dalam keadaan tertentu dijumpai pula Mycoplasma sp. dan Nocardia asteroides (Akoso, 1996).
Milk fever yang terjadi pada sapi perah disebabkan karena adanya gangguan metabolisme
mineral. Peranan glandula tak bersaluran pituitary, pada thyreoidea dan ovaria menentukan
terjadinya penyakit ini terutama pada ternak berproduksi air susu tinggi pada periode laktasi
ketiga atau sampai kelima yang menerima ransum dengan protein tinggi dan kondisi sapi
sebenarnya dalam keadaan baik. Banyak kejadian terjadi pada 3 hari pertama setelah melahirkan
(Reksohadiprodjo, 1984).
Penularan Brucellosis dapat terjadi melalui pencernaan makanan yang bercampur dengan
Brucellosis. Media yang dapat membawa penyakit adalah jerami, konsentrat, air minum, lantai
kandang, kotoran kelamin, selaput fetus atau fetus. Infeksi dari induk bisa melalui plasenta
sebelum lahir atau melalui air susu setelah lahir tetapi penularan ini tidak selalu menyebabkan
penyakit pada anak dan biasanya akan menghilang beberapa minggu kemudian karena adanya
imunitas yang pasif (Hardjopranjoto, 1995).
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit
menular antara lain :
1. Menghapus hama kandang dan peralatan lainnya. Semua kandang dan yang hargamnya relatif
murah seperti bahan-bahan dari jerami, kertas dan lain-lain harus dibakar. Untuk benda-benda
yang harganya mahal sebaiknya disucihamakan saja.
2. Membakar bangkai hewan ternak. Semua hewan ternak yang mati akibat penyakit menular,
yang menurut ketentuan undang-undang harus dibakar, maka perlu dibakar.
3. Mengubur bangkai. Bila keadaan tidak mamungkinkan, karena tidak ada bahan bakar,
sebaiknya bangkai dikubur saja, dengan ketentuan liang kubur tidak boleh kurang dari 2 m
dalamnya.
4. Menghapus hama orang dan hewan. Bagi orang-orang serta hewan yang terkena penyakit
menular dapat dicuci dengan menggunakan sabun dan air hangat, kemudian digosok dengan
obat-obatan desinfektan seperti : kreolin, lysol, karbol, dan lain-lain (Girisonta, 1974).
H. Penanganan Feses
Limbah sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni. Saat ini, limbah sapi yang dijadikan
kompos atau pupuk organik banak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia
relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika
dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini
bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Sudono,
2003).
Tinja atau feses ternak dapat dikelola dengan baik untuk tujuan yang bermanfaat misal untuk
pembuatan pupuk, makanan ikan serta dapat pula dimanfaatkan sebagai energi bio gas. Gas bio
adalah campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri
dalam keadaan tanpa oksigen. Campuran gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut
adalah methan, karbondioksida, nitrogen, karbon monoksida, oksigen, propan, hidrogen sulfida
dan sebagainya (Jauhari, 1986).
Kotoran sapi bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung mikroorganisme cell akan
menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine compost. Fine compost akan menyuplai unsur
hara yang ddiperlukan tanaman sekaligus memperbaiki struktur tanah. Hasilnya, biaya produksi
lebih rendah dan produksi meningkat. Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm),
bertujuan sebagai salah satu upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta membuat limbah-
limbah yang tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya hasil. Limbah seperti kotoran
ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan stardec mampu menciptakan sebuah solusi
untuk meningkatkan martabat alam yang seimbang (Trobos, 2001).
Biogas diproduksi bakteri dari bahan organik di dalam kondisi hampa udara (anaerobic process).
Proses ini berlangsung selama pengolahan atau fermentasi. Gas tersebut sebagian besar terdiri
dari CH4 dan CO2. Campuran gas ini mudah terbakar jika kadar methane yang terkandung
mencapai lebih dari 50%. Biogas yang berasal dari kotoran ternak kira-kira berisi 60% methane
(Sasse, 1992).
Pengambilan kotoran ternak sapi perah sebaiknya dilakukan di pagi hari. Pengambilan kotoran
pada pagi hari memiliki beberapa keuntungan, yaitu segera tercipta lingkungan yang bersih dan
pemerahan susu dilakukan pada kondisi lingkungan bersih sehingga kebersihan susu lebih
terjamin. Cara pengambilan kotorannya biasanya dilakukan dengan mengguyur kotoran yang
berserakan dengan air kearah parit. Selanjutnya dari selokan ini kotoran digiring ke satu bak
penampungan. Setelah itu, kotoran ini diambil dengan serok untuk disimpan di tempat
penampungan. Jika jumlah sapinya tidak banyak, pengambilan juga dapat dilakukan langsung
dengan menyerok kotoran yang berserakan di lantai (Setiawan, 1996).
C. Metode Praktikum
Metode yang dilakukan dalam praktikum Manajemen Ternak Perah ini adalah praktikan
melakukan serangkaian kegiatan pemeliharaan sapi perah perusahaan, meliputi ;
1. Membersihkan kandang ternak
2. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak
3. Mencampur pakan konsentrat
4. Memberikan pakan konsentrat
5. Mencacah hijauan segar
6. Memberikan hijauan segar
7. Melakukan pemerahan
8. Mengumpulkan dan menyaring susu
9. Memandikan ternak
B. Manajemen Pedet
1. Hasil Pengamatan
a. Pakan
1. Pemberian kolostrum terhadap pedet selama 7 hari
2. Penyapihan pedet pada umur 2,5 - 3 bulan
3. Makanan cair pedet berupa; susu segar ± 4,5 liter sampai disapih selama 2,5 bulan.
4. Pakan konsentrat dan hijauan mulai diberikan pada umur 3 bulan.
5. Rincian pemberian pakan cair;
a. Umur pedet 1-7 hari berupa kolostrum
b. Umur pedet 8 hari hinggga minggu ke 12 berupa susu segar murni dari induk.
b. Kandang Pedet
1. Pedet prasapih = kandang batterey, koloni dengan ukuran 3 x 4 m2 untuk 5 – 7 pedet.
2. Pedet sapih, tidak dijatah per ekor, kandang berupa kandang lantai semen, koloni ukuran 5 x 6
m2.
c. Perlakuan terhadap pedet
1. Dehorning tidak dilakukan, karena dengan adanya tanduk ternak tidak terganggu
2. Pemberian tanda /identifikasi tidak dilakukan, karena pemilik sudah hafal dengan ternaknya.
3. Pemotongan puting tambahan tidak dilakukan, dengan alasan tidak mengganggu dan tidak
berpengaruh pada sapi.
4. Pencatan / recording tidak dilakukan dengan alasan pemilik sudah hafal dengan ternaknya.
Gambar 2. Foto Sapi Pedet di Perusahaan Umbul Jaya
2. Pembahasan
a. Pakan pedet
Keputusan pertama yang harus dibuat oleh peternak sapi perah ialah anak sapi harus dipelihara.
Tetapi kebanyakan pada perusahaan perusahaan kecil hanya memelihara pedet betina sedangkan
pedet jantan dijual. Pedet merupakan anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan.
Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian secara khusus, sebab pedet yang baru lahir
rentan dengan kematian. Angka kematian pedet dapat ditekan dengan perawatan yang sebaik-
baiknya, penuh ketelitian, kecermatan, dan ketekunan dalam manejemen pemeliharaan pedet.
Pemberian pakan pedet pada perusahan sapi Umbul Jaya dilakukan dengan pemberian susu
murni sebanyak 1 liter dengan dua kali pemberian dalam satu hari, sedangkan kolostrum
diberikan pada hari pertama selama hingga hari ke tujuh setelah dilahirkan. Kolostrum
merupakan susu pancaran pertama yang berwarna kuning agak kental dan berubah menjadi susu
biasa sesudah 4-5 hari. Kolostrum sangat penting bagi pedet karena kolostrum mengandung
vitamin dan mineral jauh lebih besar dari susu biasa dan juga lebih bersifat pencahar dan
membantu membersihkan Intenstinum pada sapi muda dari kotoran yang bergumpal (Williamson
& Payne, 1993).
Disamping itu kolostrum juga mengandung anti bodi yang baik untuk pertumbuhan anak sapi.
Pemberian kolostrum berbeda dengan pemberian makanan cair yang berupa susu murni.
Kolostrum diberikan dengan cara membiarkan membiarkan pedet menyusu sendiri pada
induknya. Sedangkan pada pemberian susu murni harus diperah terlebih dahulu baru diberikan
pada pedet dalam sebuah ember.
Pakan konsentrat diberikan dua kali pada pagi hari dan siang hari sedangkan hijauan diberikan
hanya pada sore hari. Pedet yang telah dilatih makan konsentrat dan hijauan akan disapih setelah
berumur 3 bulan. Menyapih berarti memberikan air susu pada pedet baik susu yang berasal dari
induk sendiri ataupun dari induk lain. Penyapihan dapat dilakukan dengan sedikit demi sedikit
mengurangi jumlah susu yang diberikan, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan
ditingkatkan.
a. Kandang Pedet
Kandang pedet dapat diartikan sebagai kandang tempat tinggal pedet tersebut mendapatkan
suasana nyaman Kandang perusahaan sapi perah Umbul Jaya ini untuk pedet pra sapih berupa
kandang lantai semen dengan sistem koloni yang berukuran 3 x 4 m2 untuk 5-7 ekor pedet. AAK
(1995) menyatakan bahwa kandang yang bersifat individual dan berukuran kecil sebenarnya
lebih baik karena mudah untuk membersihkan mensucihamakan peralatan dan lantainya.
b. Perlakuan Tehadap Ternak
Perlakuan tehadap ternak dapat dilakukan bermacam macam seperti: dehorning, pemberian tanda
(identifikasi), pemotongan puting tambahan (ekstra teat) dan pencatatan atau recording.
Dehorning dilakukan dengan pertimbangan mencegah bahaya penandukan baik bagi peternak
sendiri maupun sesama sapi perah yang dipelihara. Perawatan kandang akan lebih tahan lama
dan ruangan yang diperlukan lebih sedikit. Pada peternakan Umbul Jaya tidak dilakukan
dehorning dengan alasan adanya tanduk tidak akan membahayakan peternak maupun sapi
lainnya. Pemberian tanda atau identifikasi pada pedet di perusahaan Umbul Jaya tidak dilakukan
karena pemilik sendiri sudah hafal dengan masing-masing ternaknya. Pemotongan ekstra teat
tidak mengganggu dan tidak berpengaruh pada sapi. Pada pencatatan (recording) juga tidak
pernah dilakukan karena pemilik sudah hafal dengan masing-masing ternaknya.
b. Pakan Konsentrat
1. Formulasi Ransum
a. Buatan sendiri dengan formula:
No Jenis Bahan Persentase
1
Ampas Singkong 40,67%
2 Ampas Bir 40,67%
3 Bekatul 14,67 %
4 Garam 3,99 %
Pencampuran pakan tersebut dilakukan di sebuah tempat dekat dengan tempat penampungan
bahan pakan yang tersebut di atas. Pencampuran diusahakan yang rata hingga homogen.
Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa alat cangkul dan sekop.
Sedangkan alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak
tempat pakan sapi menggunakan ember. Dalam pencapuran pakan diberi campuran garam
dengan tujuan untuk membuat campuran makanan menjadi lebih palatabel serta meningkatkan
nafsu makan ternak. Dalam pemberian konsentrat, konsentrat diberikan dalam bentuk basah.
Pemberian dalam bentuk basah yaitu dengan cara mencampurkan konsentrat dengan air agar
dapat dicerna secara sempurna oleh ternak, serta dapat meningkatkan konsumsi air yang
dibutuhkan. Saat konsentrat diberikan sebelum pemberian hijauan. Dengan diberikannya
konsentrat terlebih dulu akan dapat mencegah kembung pada perut ternak sehingga
meningkatkan nafsu makan ternak tersebut. Konsentrat diberikan dua kali dalam sehari yaitu
pada pagi hari dan siang hari. Rata-rata pemberian konsentrat ini setiap kali pemberian yaitu 15
kg/ekor/hari.
Menurut Akoso (1996) pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-
bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung
kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Untuk menjamin kebutuhan
nutrisi sapi perah dara ditambahkan pula sumber lain seperti tepung tulang, tepung ikan, vitamin,
dan lain-lain. Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa konsentrat memiliki kandungan
nutrien yang sangat tinggi bagi ternak.
Menurut Santosa (2001) pakan konsentrat yang diberikan terlebih dahulu dimaksdukan agar
nutrien dalam konsentrat dapat tercerna dengan mudah serta lansung dimanfaatkan oleh tubuh
tanpa harus dirombak atau terdegradasi oleh mikrobia rumen yang ada pada sapi. Selain itu
pemeberian dilkukan terlebih dahulu agar sapi dapat mencerna optimal pakan konsentrat karena
pakan konsentrat sendiri memilki palatabilitas yang rendah.
c. Air minum
Untuk pemenuhan kebutuhan air minum menggunakan pompa listrik kemudian disalurkan ke
bak-bak minum dengan menggunakan selang untuk memudahkan tata laksana pemeliharaan
ternak. Selain itu dengan penggunaan pompa listrik ini akan dapat menghemat tenaga kerja
dalam tata laksana pemberian air. Pemberian air minum dilakukan setelah pemerahan dan
pembersihan kandang ataupun sebagai campuran pakan.
Air adalah zat makanan yang terpenting untuk proses metabolisme dalam tubuh sapi. Ternak
akan lebih menderita jika kekurangan air dari pada kekurangan pakan. Karen air berfungsi
sebagai penghanter panas. Penyebaran panas, pemindahan panas, proses pencernaan dan banyak
lagi fungsi air dalam tubuh ternak. Kebutuhan air untuk ternak secara umum dapat dipenuhi
dalam air minum, air yang terkandung di dalam makanan dan air metabolik (Gunawan, 1992).
d. Perkawinan
Di daerah beriklim sedang, sapi dara dari bangsa sapi perah yang lebih kecil biasanya
dikawinkan pertama kali kira- kra umur 15 bulan sedangkan bangsa yang lebih besar dikawinkan
pertama kali sekitar umur 18 bulan sebagian sapi dara di daerah tropis terlalu kecil dan oleh
karenanya terlalu muda untuk dikawinkan pada umur-umur ini dan umumnya perkawinan
pertama terjadi sampai mereka lebih dewasa
(Williamsom dan payne, 1993).
Perusahaan Umbul Jaya ini sapi perah dara mulai dikawinkan pertama kali sekitar umur + 18
bulan dngan berat kira- kira 275 kg. Untuk melakukan perkawinan sapi perah dara pertama kali
harus mencapai dewasa tubuh dan juga berat tubuh yang memenuhi. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi distokia pada ternak. Perkawinan sapi perah dara ini dilakukan secara alami dengan
sapi pejantan sendiri. Sedangkan inseminasi buatan dilakukan untuk menghasilkan keturunan
yang unggul dari proses perkawinan tersebut.
Hasil yang ada dilapangan sudah sesuai dengan kondisi ideal ternak untuk dikawinkan. Secara
normal menurut Williamson dan payne (1993), untuk bangsa sapi perah yang besar biasanya
sudah dapat dikawinkan dengan umur 18 bulan serta untuk bobot berkisar antara 275-300 kg.
Hasil pengamatan perkawinan sapi perah dilakukan pada umur 18 bulan serta bobot badan 275
kg. Hasil pengamatan ini sesuai dengan teori yang biasanya untuk sapi dapat dikawinkan pada
umur 18 bulan atau diperkirakan sudah mencapai dewas tubuh.
E. Manajemen Kesehatan
1. Hasil Pengamatan
a. Kebersihan Ternak
1. Frekuensi memandikan sapi: satu kali sehari
b. Memandikan sapi dilakukan pada saat : setelah pemerahan pagi
c. Bagian-bagian tubuh yang dibersihkan saat memandikan sapi: seluruh bagian-bagian tubuh
d. Penyakit, pencegahan dan pengobatan
1. Vaksinasi terhadap penyakit : Dilakukan oleh dinas peternakan
2. Penyakit yang pernah dialami :
a. Mastitis
b. Diare
c. Kembung
d. Milk fever
e. Penyakit mulut dan kuku (PMK)
3. Diagnosa dan pengobatan :
a. Dilakukan sendiri
b. Dilakukan oleh Mantri Hewan
4. Obat-obatan yang biasa digunakan :
a. Obat modern
- Obat dari mantri hewan
b. Obat tradisional
- Jamu
5. Pemeriksaan sapi oleh dinas : dilakukan enam bulan sekali
e. Reproduksi Ternak
Reproduksi ternak sapi-sapi di Umbul Jaya berjalan baik, di samping perkawinan dilakukan
secara alami dengan 4 pejantan yang ada (1 pejantan prasapih, 2 pejantan dewasa dan 1 pejantan
dewasa). 3–4 bulan dan disendirikan, untukPedet disapih ketika berumur sapi-sapi dara
dikandangkan dalam kandang koloni dan segera dikawinkan apabila sudah berahi. Penyediaan
bibit sapi perah serta sapi laktasi tidak ada hambatan. Pada perkawinan alami tidak mengalami
hambatan, tergantung pengawasan peternak yang mengawinkan.
f. Pemasaran Susu
Produk utama peternakan sapi perah Umbul Jaya berupa susu segar. Pemasaran susu dilakukan
dengan menjual ke Pasar Gede, serta dipasarkan di peternakan itu sendiri. Yang menjadi
permasalahan adalah kadang-kadang susu yang dipasarkan tidak semua dapat habis dalam waktu
itu juga, sehingga ada susu yang tersisa. Sisa susu ini dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain bisa dilakukan dengan memperluas lokasi
pemasaran atau dengan menggunakan jasa loper yang bisa menjualkannya di warung-warung
atau terminal-terminal.
g. Penanganan Susu Pasca Pemerahan
Susu hasil pemerahan langsung dimasukkan dalam milkcan. Sebelum digunakan untuk tempat
susu milkcan telah dicuci terlebih dahulu dengan tujuan agar susu tidak terkontaminasi. Susu
yang telah dimasukkan dalam milkcan langsung dipasarkan baik keluar maupun di dalam
lingkungan perusahaan tersebut. Di perusahaan ini tidak dilakukan perlakuan pada susu lebih
lanjut karena otomatis akan menambah biaya dan peralatan serta tenaga yang digunakan serta
SDM yang kurang memadai.
A. Kesimpulan
1. Kandang pedet menggunakan Perusahaan sapi perah “ Umbul Jaya “ didirikan pada tahun
1960 dengan modal awal 5 ekor sapi perah PFH laktasi hingga kini berjumlah 48 ekor dan luas
kandang + 400 m2.
2. Stuktur organisasi, job diskripsi dan jaminan kesejahteraan karyawan di perusahaan sapi perah
“ Umbul Jaya “ tidak ada.
3. Lokasi perusahaan dan tata letak perkandangan cukup bagus.
4. Pemberian kolostrum pada pedet dilakukan setelah pedet dilahirkan sampai umur 7 hari
selanjutnya diberi susu segar dari induk.
5. Kandang berlantai semen dengan sistem koloni dengan ukuran 5 x 6 m2.
6. Sapi dara adalah sapi yang berumur 9 bulan sampai dengan sapi itu beranak pertama kali.
7. Sapi dewasa dicapai pada umur 15 – 18 bulan.
8. Masa laktasi sapi perah adalah + 7 bulan.
9. Rata-rata produksi susu total / hari : 140 liter, sedang perekor/hari adalah 5-7 liter.
10. Pemasaran susu langsung ke konsumen tanpa mendapatkan perlakuan.
11. Pemandian ternak dilakukan 1 kali sehari pada pagi hari sebelum dilakukan pemerahan.
12. Penyakit yang pernah dialami adalah mastitis, diare, dan kembung.
13. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara perioik oleh dinas setiap 6 bulan sekali.
14. Peralatan kandang adalah tempat pakan dan air minum, ember penampung susu, wadah susu,
alat penyaring susu dan peralatan tambahan meliputi; sapu lidi, pemotong rumput, keranjang
rumput, selang air, sikat, garuk, cangkul, dan timbangan.
15. Kamar susu berfungsi untuk menyimpan dan mengelola susu sebelum dipasarkan.tetapi
disini belum dimanfaatkan.
16. Kotoran ternak belum dimanfaatkan.
B. Saran
1. Waktu pelaksanaan praktikum hendaknya lebih lama
2. Penanaman hijauan hendaknya dilakukan untuk efisiensi biaya.
3. Penangan feses hendaknya dilakukan, apabila tidak mampu hendaknya bekerja sama dengan
instansi atau mahasiswa agar tidak menjadi permasalahan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1982. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
____. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius.Yogyakarta.
____. 2009. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. http://books.google.co.id/
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.
Akoso, Budi Tri. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.
Girisonta, D. P. 1974. Ternak Umum. Kanisius. Semarang.
Gunawan, D Pamungkas., L. Affandi. 1992. Potensi Produktivitas dan Nilai Ekonomi Sapi Bali.
Kanisius. Yogyakarta.
Hardjopranjoto. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Erlangga University Press. Surabaya
Jauhari, S. Ahmad. 1986. Pengelolaan Tinja Ternak. Poultry Indonesia. PT Surya Prabha. No 8.
Pp 18.
LPPS. 1972. Makanan Ternak. Nusa Indah. Flores.
Mangkoewidjodjo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Nur, K.S. 2004. Mengupayakan Usaha Sapi Perah Tetap Bertahan. Poultry Indonesia. Gappi. No
291. Pp 64-65.
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta.
Partodiharjo, Soebadi. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.
Pelczara dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Swadaya. Jakarta.
Reksohadiprojo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edsi 2. BPFE. Yogyakarta.
_____________________. 1995 Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.
Ressang, A.A. 1986. Penyakit Viral Pada Hewan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Santosa, U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta
Sasongko, Ribut. 1986. Sanitasi dan Kesehatan Sapi Perah. Poultry Indonesia. PT Surya Prabha.
No 75. Pp 58.
Sasono et al.,. 2009. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
http://books.google.co.id/perkandangan_sapi_perah
Sasse, Ludwig. 1992. Pengembangan Energi Alternatif Biogas dan Pertanian Terpadu di
Boyolali Jawa Tengah. LPTP Solo dan BERDA Jerman. Solo.
Setiawan, Ade Iwan. 1996. Manfaat Kotaran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. 1992. Sapi Perah Jenis, Teknis Pemeliharaan Dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya.
Jakarta
Soetarno, Timan. 2000. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
_____________. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak Perah Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Soeyanto, T. 1981. Intensisifikasi Peternakan. Yudhistira. Jakarta.
Subagyo, YBP. 2008. Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Subronto. 1993. Ilmu Penyakit Ternak I. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Trobos. 2001. Fine Compost Lebih Irit dan Menguntungkan. Trobos no 24/ tahun 11. Jakarta.
Williamson. G dan W.J.A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM Press.
Yogyakarta.
___________________________. 1995. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.