Professional Documents
Culture Documents
ORGANISASI
Mahmun Syarif Nasution
Pendahuluan
Sering kita dengar seorang pimpinan di suatu instansi pemerintah mengatakan; “kita
berhasil meningkatkan pelayanan kepada masyarakat”, ataupun “kita sukses meningkatkan
kinerja organisasi”. “Kalimat tersebut bagi pimpinan organisasi pemerintah tentu punya alasan.
Tetapi, apakah ada ukuran ataupun indikator yang menjadi dasar pengukuran sukses atau
gagalnya sebuah organisasi dalam melayani masyarakat ?. Berikutnya, bagaimana standar dan
proses penetapannya ? Sesungguhnya bila seorang leader mengatakan berhasil
mengembangkan kinerja organisasi ataupun meningkatkan pelayanan, tentu ada alasan logis
dan normative yang dapat diterima bahwa organisasi tersebut meningkat kinerjanya.
Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi
pelayanan kepada masyarakat dituntut untuk lebih mengedepankan aspek hasil (result)
dibandingkan dengan sekedar control terhadap pembelanjaan anggaran dan kepatuhan
terhadap prosedur (Akizuki, 2004). Penekanan terhadap “hasil” merupakan kritik dan perbaikan
atas “konsep lama” dari public management yang kurang relevan, untuk diterapkan pada
masyarakat yang menuntut perbaikan kinerja. Dalam perspektif NPM, konsep lama birokrasi
cenderung sentralistik dan lebih berorientasi input dan proses, dinilai telah menjauhkan
pelayanan birokrasi dari kebutuhan masyarakat. Salah satu konsep NPM tersebut adalah
indikator kinerja keberhasilan lembaga public.Tulisan berikut mencoba menelusuri langkah-
langkah penyusunan indikator kinerja di lingkungan instansi pemerintah sebagai dasar pijakan
pengukuran kinerja oranisasi.
Konsep Pengukuran Kinerja
Kinerja ataupun performance dari organisasi adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian sasaran ataupun tujuan organisasi sebagai penjabaran dari visi, misi, yang
mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
program dan kebijakan yang ditetapkan. Kinerja organisasi adalah sejumlah keluaran (output)
berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari kegiatan dari pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi. Wujud kinerja organisasi dapat berwujud meningkatnya jumlah pelanggan, barang
persediaan dan investasi dan sebagainya.
Untuk mengetahui tingkat kemajuan kinerja organisasi diperlukan suatu indikator atas
keberhasilan yang diraih. Konsep-konsep pengukuran kinerja organisasi (key performance
indicators) telah berkembang sejalan dengan semangat perubahan untuk memperbaiki kinerja
organisasi, Semangat perubahan dimaksud adalah pola orientasi manajemen dari pola yang
berorientasi pada masukan (input) kepada pola yang berorientasi hasil, manfaat dan dampak
kegiatan (output, outcomes dan benefit) Artinya, sukses sebuah organisasi tidaklah terletak
pada banyaknya jumlah program dan tersedianya sejumlah dana maupun sumberdaya yang
ada. Prinsip yang berorientasi pada hasil merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) prinsip
reinventing government, sebagaimana dicanangkan Osborne dan Gabler (1992); bahwa
organisasi publik diharapkan mampu mengembangkan paradigma kewirausahaan yang
berorientasi pada hasil yang dicapai; membiayai hasil bukan masukan (funding outcome not
input)
Konsepsi tersebut diatas, sejalan dengan landasan filosofis bangsa kita, dalam
pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan alasan ini, dapat
disampaikan bahwa sukses atau gagalnya penyelenggara pelayanan publik dalam melayani
masyarakat diukur berdasarkan tujuan dibentuknya organisasi tersebut sebagaimana tertuang
dalam nomenklatur pendirian organisasi itu.
Indikator Kinerja Utama
Diantara konsep indikator kinerja adalah konsep Indikator Kinerja Utama (IKU) atau
yang dikenal dengan Key Performance Indicators (KPI). IKU pada awalnya berkembang di
lingkungan dunia bisnis. IKU merupakan indikator keberhasilan dengan perspektif finansial dan
non-finansial. Ukuran finansial dikenal dengan apa yang sering disebut sebagai total balanced
scorecard (BSC). BSC digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan perusahaan dalam
sebuah kartu skor dengan memetakan keseimbangan antara performance keuangan dan non-
keuangan, performance jangkan pendek dan jangka panjang, antara performance internal dan
eksternal. Dengan catatan kinerja dalam BSC, perusahaan mengaitkan strategi
perusahaan dengan proses dan outputnya. BSC juga digunakan untuk memantau kemajuan
pencapaian strategi perusahaan dilihat dari perspektif finansial, pelanggan, prospek bisnis
internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Sementara dalam ukuran non-finansial
dikenal dengan apa yang disebut sebagai Personal Balanced Scorecard (PBSC; Hubert
K.Rampersad; PPM, 2006). Teknik ini merupakan bagian integral dari BSC. Contoh
penggunaan teknik ini adalah bagaimana perubahan perilaku individu berpengaruh pada
efektivitas organisasi, peningkatan kinerja, dan peningkatan kesadaran diri.
Setiap organisasi tentu memiliki IKU yang berbeda-beda, tergantung pada jenis, sifat,
tujuan dan strategi masing-masing. Lembaga pendidikan tinggi misalnya menetapkan IKU
antara lain jumlah yang lulus, indeks prestasi akademik, dan berapa lulusan yang dapat diserap
pasar kerja, jumlah hasil penelitian yang memiliki hak paten,jurnal ilmiah setiap tahunnya,
tingkat akreditasi nasional dan seterusnya. Sementara di dunia bisnis dapat dilihat antara lain
dari perkembangan kinerja karyawan, jumlah dan kualitas produksi, omzet penjualan, dan
keuntungan persatuan waktu.
Proses seleksi dan penetapan IKU secara sederhana dapat digambarkan sebagai
berikut;
1. Kaji ulang tujuan dan sasaran organisasi. Dalam hal ini tujuan dan sasaran organisasi
harus dirumuskan dengan jelas, tidak bias dan tidak melenceng dari dari tugas pokok
dan fungsi organisasi.
2. Definisikan indikator untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran. Indikator yang disusun
harus mencerminkan pencapaian sasaran, sehingga indikator yang ditetapkan mampu
menjadi “ciritical success factors” atau berbagai factor yang dianggap penting bagi
keberhasilan organisasi dimasa yang akan datang.
3. Identifikasi target untuk masing-masing capaian sesuai dengan kemampuan
sumberdaya organisasi.
4. Rencanakan metode yang digunakan untuk menentukan apakah indikator telah tercapai
sasaran.
Sebagai perbandingan langkah-langkah penyusunan IKU, Dinas Informasi dan Komunikasi
Provinsi Jawa Barat merumuskan langkah-langkah penyusunan IKU sebagai berikut;
Dalam perumusan IKU selanjutnya dapat dipakai indikator-indikator yang sudah ada seperti;
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Harga Saham, Produk Domestik Regional Bruto,
Angka Harapan Hidup dan lain-lain. Untuk lebih memudahkan dalam menyusun IKU contoh-
contohnya dapat dilihat dari buku yang disusun oleh USAID dalam buku Contoh-Contoh
Indikator Kinerja untuk SKPD yang diterbitkan oleh Local Governance Support Program
Finance & Budgeting Team 2009.
Penutup
Instansi pemerintah sebagai lembaga pelayanan public berkewajiban menyusun IKU
sebagai suatu ukuran atau patokan keberhasilan kinerja organisasi. Dengan adanya rumusan
indikator bagi keberhasilan organisasi maka berdasarkan ketercapaian indikator tersebut
dilakukan pengukuran kinerja organisasi, yang akan menjelaskan tingkat kemajuan kinerja
organisasi dala memberikan pelayanan kepadamasyarakat. Penyusunan IKU dengan demikian
merupakan suatu konsensus bersama dalam memajukan organisasi guna menghindari
interpretasi sukses atau gagalnya sebuah organisasi. Namun demikian menyusun sebuah IKU
bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak factor yang menjadi tantangan dalam proses
menyusun IKU seperti perbedaan karakter dasar antara karakter pelayanan public
dibandingkan dengan organisasi bisnis dan “mind setting” penelenggara pelayanan public yang
cenderung pada “old public management” dan karakter IKU yang tidak mudah dikenali.
Referensi;
1. Asropi, SIP,MSi, Membangun Key Performance Indicator Lembaga Pelayanan Publik dalam
Jurnal Manajemen Pembangunan No. 57/I/Tahun XVI, 2007.
2. David Osborne dan Ted Gabler, Reinventing Government- How to Enterpreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector, Addison Wesley Publishing Inc, 1992
3. USAID, Contoh-Contoh Indikator Kinerja untuk SKPD,Local Governance Support Program
Finance & Budgeting Team, 2009
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Integrasi Sistem Perencanaan, Keuangan,
Akuntansi dan Akuntabilitas Kinerja.
5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/09/M.PAN/5/2007,
Tanggal 31 Mei 2007, tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama
6. Indikator Kinerja Dinas Komunikasi dan Informasi,Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi Jawa
Barat, Bandung 2009
7. Indikator Kinerja Utama Sumberdaya Manusia TB.Syafri Mangkuprawira- Http//
Ronawajah/Wordpress.Com