You are on page 1of 6

Latest Entries »

Pedoman Penentuan Prinsip Kewajaran dan


Kelaziman Usaha
Filed under: PERATURAN PAJAK by inspireyourday — Tinggalkan komentar
Maret 7, 2011

Pedoman Penentuan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Belum lama ini telah terbit Peraturan Direktur Jenderal Pajak : PER-43/PJ/2010  tentang
pedoman penentuan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (ALP) dalam transaksi diantara
Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

Latar Belakang

Salah satu prinsip dalam UU PPh adalah substance over form; harga perolehan atau harga
penjualan dalam setiap transaksi yang ada hubungan istimewa harus berdasarkan harga wajar
atau harga yang seharusnya diterima (Pasal 10 UU PPh). Pajak penghasilan  dihitung
berdasarkan perkalian tarif PPh dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP diperoleh dari
penghasilan dikurangi dengan pengurang penghasilan (Pasal 16 UU PPh).

Dalam transaksi antar Wajib Pajak yang  ada hubungan istimewa, seringkali unsur penghasilan
dan pengurang tesebut belum tentu sama bila dibandingkan dengan transaksi yang dilakukan atar
pihak yang independen, yang dampaknya pelaporan penghasilan dan pengurang untuk
menghitung PKP tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Oleh karenanya
sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Direktur Jenderal Pajak berhak melakukan
penyesuaian besarnya penghasilan dan pengurang yang menjadi dasar dalam penghitungan
PKP.

Inti peraturan

PER 43/PJ-2010 merupakan pedoman bagi Wajib Pajak dalam penerapan prinsip kewajaran
dan Kelaziman usaha, sehingga tercapai harga wajar, dan laba wajar dalam transaksi  antar para
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Harga wajar atau laba wajar, adalah penetapan harga atau laba dalam  transaksi yang ada
hubungan istimewa haruslah sama atau dalam rentang harga tertentu bila dibandingkan dengan
transaksi yang sama antara para pihak yang independen.

Wajib Pajak yang bertransaksi dengan pihak pihak yang mempunyai hubungan istimewa wajib
menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dengan melalui analisa kesebandingan,
menetapkan pembanding baik internal maupun eksternal, dan memilih metoda yang tepat dalam
penentuan harga atau laba wajar dimaksud.
Pemilihan pembanding, lebih diutamakan pembanding internal, yaitu data harga wajar atau laba
wajar dalam transaksi sebanding antara Wajib Pajak dengan pihak independen.

Metoda kesebandingan

Terdapat 5 metoda yang diterapkan secara berurutan, yaitu:

a)   Comparable Uncontrolled Price Method (CUPM) biasanya dikenal dengan CUP  Method),
cocok untuk membandingkan harga antara transaksi yang ada hubungan istimewa dengan pihak
yang independent dalam kondisi sebanding (barang dan jasa identik).

b)   Resale Price Method (RPM), untuk membandingkan harga transaksi produk dikurangi laba
kotor wajar yang mencerminkan fungsi, asset dan risiko dalam transaksi independen (fungsi
identik walaupun barang dan jasa berbeda).

c)   Cost Plus Method (CPM) untuk membandingkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan akan sama dengan laba kotor perusahaan lain yang sebanding, pada tingkat Harga
Pokok Penjualan yang sesuai dengan Arm’s Length Price (ALP). Transaksi berupa barang
setengah jadi, transaksi jasa, terdapat joint facilities atau long-term agreement).

d)   Profit Split Method (PSM) atau metoda penentuan laba transaksional dengan
mengidentifikasi laba gabungan yang akan dibagikan kepada para pihak terafiliasi dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan gambaran perkiraan
laba wajar bila transaksi tersebut bersifat independen (terdapat barang tak wujud yang unik, dan
tidak terdapat pembanding yang tepat).

e)   Transactional Net Margin Method (TNMM), yaitu metoda yang membandingkan laba operasi
dengan laba, penjualan, aktiva, prosentase laba bersih operasi yang sebanding apabila dilakukan
oleh pihak yang independen. Digunakan bilamana keempat metoda diatas tidak dapat
diterapkan).

Setiap metoda hanya efektif digunakan untuk penentuan harga atau laba wajar dalam kondisi
specifik, namun peraturan tersebut mewajibkan dilakukan secara hierarkhis, dimulai dengan
metoda CUP.

 Suatu transaksi dikatakan sebanding bilamana:

1. Tidak terdapat kondisi signifikan yang berbeda yang dapat mempengaruhi harga atau
laba yang diperbandingkan;
2. Kemungkinan terdapat kondisi berbeda yang dapat dilakukan penyesuaian untuk
menghilangkan pengaruh.

Pengujian tingkat kesebandingan meliputi:


1. Karakteristik barang atau jasa yang diperjual belikan baik barang berwujud (ciri kualitas,
daya tahan, ketersediaan barang dll), barang tak wujud atau jasa (transaksi benar benar
terjadi, kondisi geografi dll)
2. Fungsi masing masing pihak yang bertransaksi (struktur organisasi, fungsi utama dari
suatu organisasi, jenis aktiva yang digunakan, risiko dll)
3. Term of contract (tingkat tanggung jawab, risiko, keuntungan yang dibagi dsb)
4. Keadaan ekonomi (kondisi yang relevan dengan letak geografis, pesaing, luas pasar,
tingkat supply dan demand ,serta ketersediaaan barang)
5. Strategi usaha (tingkat inovasi product, diversifikasi product, tingkat penetrasi pasar dsb).

Khusus untuk transaksi Jasa, apabila identifikasi transaksi jasa yang diserahkan kepada pihak
yang ada hubungan istimewa tidak dapat dilakukan, hendaknya dilihat dari beban jasa yang
dialokasikan ke masing masing pihak dengan memperhatikan sifat jasa, kondisi jasa pada saat
diserahkan, dan manfaat yang diperoleh, eksklusifitas jasa, dan kondisi geografis transaksi.

Penyesuaian Penghasilan dan Pengurang Penghasilan:

1. Wajib Pajak dapat melakukan sendiri penyesuaian besarnya penghasilan dan pengurang
dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
2. Dilakukan oleh DJP apabila penentuan harga atau laba wajar tidak dilakukan oleh Wajib
Pajak, dilakukan tetapi metoda yang digunakan tidak disepakati oleh DJP, atau
dikarenakan Wajib Pajak tidak dapat menjelaskan proses dalam penerapan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha.

Pembukuan Proses Analisis Kesebandingan

1. Wajib Pajak diwajibkan membukukan dan mendokumentasikan langkah langkah


penentuan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, pemilihan pembanding, faktor faktor
yang berpengaruh atas kesebandingan, serta hasil analisis kesebandingan, sesuai dengan
Pasal 28 UU KUP.
2. Mendokumentasikan informasi yang mendukung penentuan prinsip kewajaran seperti,
gambaran dan struktur organisasi perusahaan, struktur kelompok usaha, struktur
kepemilikan, aspek operasinal kegiatan usaha, para pesaingnya, dan lingkungan
perusahaan, price setting dan cost alocation.
3. Transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan melakukan analisis kesebandingan, menentukan
metode, analisis kesebandingan dan pendokumentasian, namun Wajib Pajak tetap
diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Correlative Adjustment

1. DJP dapat melakukan penyesuaian (correlative adjustment) Penghasilan Kena Pajak


akibat penyesuaian terhadap lawan transaksi; demikian pula terhadap penyesuaian lawan
transaksi  oleh otoritas pajak di luar negeri.
2. Perlu diperhatikan, bahwa terhadap penyesuaian PKP lawan transaksi di luar negeri,
Wajib Pajak Dalam Negeri tidak dibenarkan melakukan penyesuaiaan sendiri. 

Keterkaitan dokumentasi dengan SPT Tahunan.

Berbagai Peraturan Direktur Jenderal Pajak terdahulu mengenai dokumen yang harus disertakan
dalam lampiran SPT Tahunan, mengatur tentang dokumen lain yang signifikan dalam
menjelaskan perhitungan PKP. Signifkan karena bentuk atau macam dokumen sangat tergantung
pada kondisi khusus dari Wajib Pajak, misalnya saja Wajib Pajak perusahaan multi nasional,
Wajib Pajak cabang perusahaan asing, Wajib Pajak yang bertransaksi dengan berbagai pihak
yang mempunyai hubungan istimewa atau yang berdomisili di Tax Heaven Country. Sejalan
dengan hal tersebut, sesuai denganPER 34/PJ/2010 tentang SPT Tahunan, semua dokumen
terkait analisis kesebandingan perlu dilampirkan dalam SPT Tahunan (seperti lampiran VI dan
lampiran khusus 3-A /3-A1).

Hak Wajib Pajak

1. Mengajukan permohonan Mutual Agreement Procedure (MAP) ke DJP. Sebagaimana


diuraikan diatas, bahwa DJP dapat melakukan penyesuaian terhadap PKP Wajib Pajak
Dalam Negeri , apabila terjadi penyesuaian PKP  lawan transaksi oleh otoritas pajak luar
negeri. Kemungkinan Wajib Pajak dalam negeri tidak sependapat dengan hasil
penyesuain tersebut.Terhadap kondisi seperti ini, penyelesaian sengketa dengan otoritas
pajak di luar negeri dapat dilakukan melalui mekanisme MAP yang diatur dalam P3B
antara otoritas pajak Indonesia dengan otoritas pajak lawan transaksi.
2. Menghindari kerumitan untuk menjelaskan dan membuktikan proses penentuan prinsip
kewajaran ke otoritas pajak, pihak DJP menawarkan suatu perjanjian antara DJP dengan 
Wajib Pajak yang dikenal dengan Advance Price Agreement (APA). APA  berlaku untuk
jangka waktu tertentu, sehingga sangat efisien, dan menghemat waktu.
3. Tidak dibenarkannya Wajib Pajak melakukan penyesuaian PKP bilamana terjadi
penyesuaian PKP lawan transaksi diluar negeri, pada dasarnya merupakan pengurangan
terhadap hak Wajib Pajak yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU KUP tentang
pembetulan sendiri SPT PPh.

“Teman” Istimewa WP Besar Dibidik

0 comments

Posted on 20th January 2011 by admin in Berita

hubungan istimewa, pajak, pemeriksaan pajak, Wajib Pajak besar

kompas.com, 18-Januari-2011

Direktorat Jenderal Pajak membidik pihak-pihak yang menjalin hubungan istimewa dengan wajib pajak
badan atau perusahaan pembayar pajak terbesar pada 2011

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktorat Jenderal Pajak membidik pihak-pihak yang menjalin hubungan
istimewa dengan wajib pajak badan atau perusahaan pembayar pajak terbesar pada 2011.

Program yang diberi nama ”Feeding” atau mengumpan ini menjadi prosedur utama yang akan
digunakan untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2011 sebesar Rp 764,487 triliun.

”Target yang dibebankan kepada Ditjen Pajak tidak turun. Atas dasar itu, kami akan tetap
mempertajam program ektensifikasi dan intensifikasi. Salah satunya adalah dengan menggelar
program Feeding ini,” ungkap Direktur Kepatuhan, Potensi, dan Penerimaan Direktorat Jenderal
Pajak Sumihar Petrus Tambunan di Jakarta, Senin (17/1/2011).

Menurut Sumihar, dalam program Feeding ini ada sekitar 1.000 wajib pajak badan atau
perusahaan besar yang akan menjadi umpan bagi wajib pajak lain yang selama ini terkait erat
dalam urusan bisnis wajib pajak besar tersebut.

Tidak hanya itu, dalam program Feeding tersebut, Ditjen Pajak juga akan membidik pihak-pihak
lain yang tidak memiliki hubungan bisnis dengan wajib pajak besar, tetapi memiliki hubungan
istimewa dengan perusahaan umpannya itu.

Tidak menggali informasi

Sebelumnya, Ditjen Pajak sudah menjalankan program sejenis, tetapi tidak menggali informasi
aliran dana dari dan ke pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.

Oleh karena itu, program Feeding baru diterapkan tahun 2011 dan diharapkan akan ampuh dalam
menghimpun penerimaan pajak lebih besar lagi. ”Dari program Feeding ini akan diketahui
wajib-wajib pajak yang sebelumnya tersembunyi dan belum diketahui, atau akan diketahui
kewajiban pajak yang belum dipenuhi oleh perusahaan pemasok, misalnya. Kami akan
mengetahui wajib pajak yang tidak mengisi SPT (surat pemberitahuan) pajak secara keliru,” kata
Sumihar.

Saat ini, ada 331 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia. Mereka diwajibkan
membuat profil 1.000 wajib pajak yang membayar terbesar di setiap wilayah kerjanya.

Namun, dari seluruh Indonesia, hanya ada satu KPP Wajib Pajak Besar Badan atau Large
Taxpayer Office (LTO) yang menampung tidak lebih dari 1.000 wajib pajak badan pembayar
pajak terbesar di Indonesia.

Semua wajib pajak yang dilayani di KPP LTO tersebut akan menjadi umpan dalam program
Feeding ini.

Secara terpisah, pengamat pajak Ruston Tambunan mengatakan, Feeding merupakan program
yang baru terdengar kali ini. Agar tidak mubazir dan dapat berjalan efektif, program ini perlu
didahului survei dan analisis untuk mengidentifikasi adanya indikasi awal ketidakpatuhan pihak-
pihak yang berhubungan dengan perusahaan besar itu.

Identifikasi dapat dilakukan dengan meneliti berkas SPT perusahaan besar yang menjadi umpan
atau melakukan pemeriksaan pajak. Jika kemudian ditemukan indikasi ketidakpatuhan, perlu
dilakukan pemeriksaan segera atas perusahaan pemasok dan pihak yang berhubungan istimewa
dengan perusahaan besar itu.

”Kalau perlu dilakukan secara serentak dalam waktu bersamaan dengan pemeriksaan pada
perusahaan besar yang menjadi umpan. Ini bisa disebut pemeriksaan keterkaitan. Namun, butuh
tenaga pemeriksa lebih banyak,” kata Ruston.

www.pemeriksaanpajak.com
Dituduh Transfer Pricing, Bagaimana Menghadapinya ??

0 comments

Posted on 1st October 2010 by pajakp in Artikel

hubungan istimewa, pajak, pajak penghasilan, Pemeriksaan, pemeriksaan pajak, transfer pricing

Di kalangan pajak istilah Transfer Pricing menjadi cukup populer akhir-akhir ini. Ditambah lagi
Ditjen Pajak membentuk tim audit gabungan dan peraturan-peraturan baru  untuk menganalisa
kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa (Transfer Pricing).

Transfer Pricing merupakan transaksi yang dianggap mengandung unsur pelarian laba (shifting
profit) atau pengurangan tarif pajak (shifting tax rate). Pelarian laba ataupun pengurangan tarif
pajak tersebut berupa pengiriman uang ke luar negeri yang biasanya memiliki tarif pajak lebih
rendah dibanding dengan tarif pajak di Indonesia (Tax Haven Country) yang pengakuannya
dapat berupa pembayaran atas Fee / balas jasa atau pinjaman, dan sebagainya.

Bagaimana apabila dalam pemeriksaan pajak perusahaan Anda terdapat isu Transfer Pricing ??
Hal ini berarti Pemeriksa akan melakukan koreksi atas transaksi yang dicurigai mengandung
unsur Transfer Pricing yang pastinya akan menyebabkan hutang pajak menjadi bertambah besar.
Namun hal ini bukanlah berarti kiamat buat Anda, karena Anda masih mempunya hak untuk
melakukan pembelaan / argumentasi atas temuan Pemeriksa tersebut. Pembelaan / argumentasi
yang Anda lakukan haruslah berdasarkan bukti transaksi dan peraturan serta data dan informasi
yang menjelaskan bahwa pembayaran ke luar negeri tersebut merupakan pembayaran yang
seharusnya dan wajar bagi Perusahaan Anda sehingga tidak mengandung unsur Transfer Pricing.
Selain pembelaan / argumentasi tersebut, Anda tentu saja harus membina komunikasi yang baik
dengan Tim Pemeriksa.

Jadi telitilah terlebih dahulu transaksi Perusahaan Anda apakah bersih dari unsur Transfer
Pricing sebelum terjadi Pemeriksaan.

www.pajakpenghasilan.com

You might also like