Professional Documents
Culture Documents
Februari 2011
FILSAFAT ILMU
Disusun oleh :
Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat
dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan
kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan
alam. Untuk itu ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara
komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan
yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu
menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak
mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
Menurut saya ilmu itu bebas nilai karena dilihat dari dua aspek.
Pertama yaitu etika teologis dan yang kedua yaitu ontologis. Maka
ilmu dalam penempatan teoritis bebas nilai. Kegiatan ilmiah dapat
dilakukan oleh siapa saja tanpa memandang agama, etnis, ideologi, dan
bangsa. Kecuali nilai yang bisa mengikat, adalah kebenaran atau
hikmah. kebenaran ilmu dalam penempatan yang praktis adalah ilmu
harus tunduk kepada nilai-nilai yang bersifat menyeluruh atau
universal yaitu mengabdi untuk kebenaran sehingga tidak mungkin
ilmu itu tidak bebas nilai.
zaman islam
Ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah
berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam
bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran
rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada
zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi
tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-
Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari
Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat
peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir),
Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī
atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau
Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-
Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-
hāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh
perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia
menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India,
Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya
sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya
Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan
terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai
akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang
pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga
dalam bidang kedokteran.
Zaman Renaissance
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan
istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk
menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan
lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit
menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans,
dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala
datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman
modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode
perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan
sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh
dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan
ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme,
empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil
empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.
Zaman kotemporer
4. TEORI KEBENARAN
Telah dikatakan bahwa bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu
kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran adalah
persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya. Inilah kebenaran yang obyektif.
Seperti dikatakan poedjawijatna bahwa pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang obyektif. Kalau saya mengatakan bahwa diluar sedang hujan,
proposisi itu benar jika apa yang saya katakan memang sesuai dengan fakta. Jadi,
ketik saya mengucapkan kalimat itu hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun,
apalagi panas sedang terik, maka proposisi itu tidak benar.
1. Teori korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu proposisi benar kalau proposisi itu sesuai
dengan fakta. Kalau saya mengatakan bahwa salju berwarna putih, pernyataan itu
benar jika fakta menunjukkan bahwa salju berwarna putih. Teori ini dianut oleh
terutama oleh kaum idealis, seperti F.H. Bradley. Harap diingat, bahwa definisi
tentang kebenaran yang dikemukakan didepan, pada dasarnya merupakan teori
korespondensi. Teori ini diterima oleh kalangan luas.
Sesuatu dinyatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara pernyataan atau
materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan itu korespondensi
berhubungan sesuai dengan objek yang dimaksud dalam pernyataan. Dalam hal
ada pengertian bahwa fakta yang merupakan pernyataan dari suatu peristiwa
sesuai atau dapat dibuktikan berdasarkan realitas.
2. Teori pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang
dapat dilaksanakan, dilakukan tindakan atau perbuatan. Falsafah ini dikembangan
oleh seortang orang bernama William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat
ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata
bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat.Suatu kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori,
hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang
memuaskan, jiak membawa akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam
praktik, serta memiliki niali praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki
nilai kebenaran. Kebenaran terbukti oleh kegunannya, dan akibat-akibat
praktisnya. Sehingga kebenaran dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berlaku.
Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar jika dilihat dari
realisasi proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi.
Kebenaran, kata kattshoff, merupakan gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan
dalam suatu situasi. Jadi, kata kunci untuk teori-teori pragmatis ialah “dapat
dilaksanakan” dan “berguna”. Jadi, para penganut teori itu mengatakan bahwa
benar-tidaknya sesuatu bergantung pada dapat-tidaknya proposisi itu dapat
dilaksanakan, dan apakah proposisi itu berguna.
Agama memang terdiri dari ajaran-ajaran yang di luar nalar manusia, tetapi
tentunya dalam setiap ajaran agama juga menguraikan hal-hal yang bisa
diekspoitasi oleh pikiran manusia. Bukankah semua agama mengajarkan tentang
bagaimana alam semesta, bumi, manusia dan seluruh mahluk hidup diciptakan?
Bukankah hampir dalam semua ajaran agama terdapat hal-hal ilmiah yang
disinggung? Nah, dengan demikian jika benar agama tersebut bersumber dari
Tuhan yang maha mutlak, tentunya ajaran-ajaran yang bersifat “ilmiah” ini bisa
kita validasi dengan ilmu pengetahuan modern saat ini yang memang sudah
proven dan terbukti kebenarannya. Penemuan-penemuan arkeologi yang dapat
mengungkap secara ilmiah sumber, penyebaran dan berkembangnya suatu ajaran
agama juga bisa kita jadikan patokan penilaian.