You are on page 1of 5

Kata majemuk dalam bahasa Sanskerta sangat banyak digunakan, terutama

menyangkut kata-kata benda. Kata-kata ini bisa menjadi sangat panjang (lebih dari 10
kata) seperti di beberapa bahasa modern, misalkan bahasa Jerman. Nominal majemuk
terjadi dengan beberapa bentuk, namun secara morfologis mereka sejatinya sama. Setiap
kata benda (atau kata sifat) terdapat dalam bentuk akarnya (bentuk lemah), dengan unsur
terakhir saja yang ditasrifkan sesuai kasusnya. Beberapa contoh kata benda atau nominal
majemuk termasuk kategori-kategori yang diperikan di bawah ini.

Avyayibhāva
Bagian pertama bentuk kata majemuk nominal seperti ini adalah sesuatu yang tak dapat
ditasrifkan, kepada mana sebuah kata lainnya dibubuhkan sehingga kata majemuk yang
baru juga menjadi tak tertasrifkan (yaitu avaya). Contoh: yathā+śakti, upa+kriṣṇam
(dekat kriṣṇa), dan sebagainya. Dalam kata majemuk avyayibhāva, komponen
pertamanya memiliki derajat utama (pūrva-pada-pradhāna), yaitu kata majemuk secara
keseluruhan bersifat tak tertasrifkan karena sifat komponen pertamanya yang juga tak
tertasrifkan.

Tatpuruṣa
Tak seperti kata-kata majemuk jenis avyayibhāva, pada kata-kata majemuk tatpuruṣa,
bagian keduanyalah yang menentukan status kata ini sebagai kata benda atau kata benda.
Komponen keduanyalah yang memiliki derajat utama (uttara-pada-pradhāna).

Komponen pertama bisa mengandung semua jenis kasus: contohnya pṛthivī-pāla- "Tuan
Bumi" (bentuk tunggal genetif), aśva-kovida- "ahli dalam kuda-kuda" (jamak genetif),
svarga-gati- "naik ke sorga" (akusatif), deva-gupta- "dilindungi oleh Dewa atau Dewa-
Dewa" (instrumentalis), svarga-patita- "jatuh dari sorga" (ablatif). Harus diperhatikan
bahwa sebuah akar bisa muncul pada bagian terakhir dengan arti sebuah participle:
brahma-vid- "mengetahui ilmu Ketuhanan"; akar-akar dalam vokal pendek mendapatkan
t pada posisi akhir: sarva-jo-t- "menaklukkan alam semesta"; akar dengan vokal ā
seringkali diperpendek: veda-jña- "mengetahui Weda" (jñā-); akar-akar kata yang
berakhir dengan bunyi sengau seringkali berubah ke kelas a: grāma-ja- "lahir (jan-) di
desa". Ada pula kata majemuk tatpuruṣa dengan bentuk kasus pada bagian pertama:
divas-pati- "Tuan Sorga", divi-kṣit- "hidup di sorga".

Karmadhāraya
Karmadhāraya adalah sejenis dengan tatpuruṣa seperti ditunjukkan di atas ini, namun
dibahas secara terpisah. Pada kata majemuk ini, bagian akhir diterangkan secara lebih
pasti oleh bagian pertama sebagai sebuah gelar atributif, aposisi, atau perbandingan atau
bagian pertama menunjukkan spesiesnya sementara bagian kedua menunjukkan
genusnya.

Ada empat jenis kata majemuk karmadhāraya:


1. kata sifat (adjektif atau adverbial) + kata benda: nīlotpala- "teratai biru/nila"; su-
yajña- "kurban indah"
2. kata benda + kata sifat: megha-śyāma- "hitam bagaikan awan"
3. kata benda + kata benda: rājarṣi (rāja- + ṛṣi-) "seorang resi yang merupakan
raja"; kanyāratna "gadis yang bagaikan permata"; cūta-vṛkṣa- "pohon mangga".
4. kata sifat + kata sifat: dṛṣṭa-naṣṭa- "nyaris tampak, sudah hilang", pīta-rakta-
"merah kekuningan".

Dvigu
Kata majemuk dvigu adalah sejenis karmadhāraya pula, namun komponen pertamanya
harus merupakan sebuah kata bilangan. Pada sebuah kata majemuk dvigu komponen
keduanyalah yang merupakan bagian utama. Contoh: tri-loka- "tiga dunia".

Dvandva
Dvandva adalah sejenis kata majemuk bersifat koordinatif. Kata ini terdiri atas dua atau
lebih akar yang dihubungkan dengan arti "dan". Ada dua jenis dvandva dalam bahasa
Sanskerta. Yang pertama disebut sebagai itaretara dvandva, sejenis kata majemuk
enumeratif di mana artinya merujuk kepada semua komponen kata majemuk ini. Kata
majemuk yang dihasilkan berbentuk dualis atau jamak dan mengambil kelamin
komponen terakhirnya, contoh: rāma-lakṣmaṇau- Rama dan Laksamana, atau rāma-
lakṣmaṇa-bharata-śatrughnāh- "Rama, Laksamana, Barata dan Satrugna".

Jenis kedua disebut sebagai samāhāra dvandva, sebuah kata majemuk kolektif di mana
artinya merujuk kepada gabungan atau koleksi semua komponennya. Kata majemuk yang
dihasilkan bersifat tunggal dan jenis kelaminnya selalu netral. Contohnya adalah
pāṇipādam- "anggota tubuh", atau secara harafiah "tangan dan kaki", dari kata pāṇi =
tangan dan pāda = kaki. Menurut beberapa tatabahasawan, ada jenis dvandva yang ketiga
dan disebut dengan istilah ekaśeṣa dvandva atau kata majemuk residual yang mengambil
bentuk dualis atau jamak hanya dari komponen terakhirnya. Contohnya adalah kata
pitarau yang merupakan gabungan dari mātā + pitā, ïbu dan bapak". Namun menurut
beberapa tatabahasawan lainnya, ekaśeṣa bukan merupakan kata jamak sama sekali.

Bahuvrīhi
Bahuvrīhi, atau arti harafiahnya "beras-banyak" (vrīhi: beras dan bahu: banyak) merujuk
kepada seorang kaya, yaitu seseorang yang memiliki banyak beras. Kata majemuk
bahuvrīhi merujuk kepada kata majemuk yang tidak ada kepalanya – atau merujuk
kepada benda atau sesuatu hal yang tidak disebut oleh kata majemuk ini sendiri. Ada
beberapa jenis bahuvrīhi.

1. sebuah kata sifat: bahu-vrīhi- "Ia yang berasnya banyak" (vrīhir bahur yasya,
saḥ); gatāyus- "ia yang hidupnya telah pergi" atau "mati".
2. kata benda: tapo-dhana "ia yang hartanya adalah tapa"
3. kata yang tidak ditasrifkan: dur-bala- "ia yang kekuatannya adalah buruk atau
lemah"; a-bala "tanpa kekuatan"; sa-bhārya- (jadi dengan -a- pendek) "diiringi
oleh sang istri" (bhāryā).

Kadangkala ka ditambahkan pula: sāgnika- (sa-agni-ka) "diiringi oleh Agni".

Etimologi
Kata karta diambil dari bahasa Sansekerta kṛta dan artinya secara harafiah adalah
"pekerjaan yang telah dicapai"[1] dari akar kata kṛ yang juga menghasilkan kata "karya"
dalam bahasa Indonesia. Namun dalam bahasa Jawa Kuna ada pergeseran semantik dan
artinya menjadi "makmur, maju, sedang berkembang, ulung, sempurna".[2] Dan arti kedua
inilah yang biasanya digunakan dalam nama-nama tempat di Nusantara. Walau begitu
Hoesein Djajadiningrat berpendapat bahwa nama "Jakarta" yang berasal dari kata
Jayakarta artinya adalah "kemenangan yang diraih" yang berdasarkan arti pertama dalam
bahasa Sansekerta.[3]

Wilayah di Indonesia yang mengandung unsur 'karta'


• Jakarta (nama propinsi dan kota), dulu bernama Jayakarta
• Yogyakarta (nama propinsi dan kota)
• Kota Surakarta di Jawa Tengah
• Kota Purwokerto di Banyumas, Jawa Tengah
• Purwakarta (nama kecamatan, kabupaten, dan kota) di Jawa Barat
• Mojokerto (nama desa di Jawa Tengah dan nama kabupaten dan kota di Jawa
Timur)
• Kecamatan Kartasura, Jawa Tengah
• Kecamatan Wonokerto, Jawa Tengah
• Kecamatan Kertosono, Jawa Timur
• Kecamatan Tanjungkerta, Jawa Barat
• Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
• Kelurahan Girikerto di Sleman, Yogyakarta

• Kerajaan Kartapura
• Muliakarta, Kalimantan Barat

Nama orang yang mengandung unsur 'karta'


• Pangeran Wangsakerta[4]
• Pangeran Kertawijaya
• Pangeran Karta Negara
• Kartamarma/Kertawarma
wan atau -wati adalah sebuah sufiks/akhiran dalam bahasa Indonesia yang diserap dari
bahasa Sanskerta. Akhiran ini digunakan bersama-sama dengan kata benda, dan dapat
berarti "orang yang ...". Contoh:

• Bangsawan - orang yang memiliki bangsa


• Hartawan - orang yang memiliki harta
• Rupawan - orang yang memiliki rupa yang elok
• Jutawan, dermawan, setiawan, dll

Dalam perkembangan bahasa Indonesia, akhiran "-wan" mengalami perluasan makna,


sehingga dapat bermakna "orang yang ahli dalam bidang ...". Contoh:

• Ilmuwan - orang yang ahli dalam bidang ilmu tertentu


• Negarawan - orang yang ahli dalam bidang ilmu negara
• Fisikawan - orang yang ahli dalam bidang fisika
• Sastrawan, sejarawan, budayawan, dll

Jenis perluasan yang kedua adalah yang bermakna "orang yang berprofesi dalam
bidang ...". Contoh:

• Usahawan - orang yang berprofesi dalam bidang usaha tertentu


• Olahragawan - orang yang berprofesi dalam bidang olahraga
• Peragawan - orang yang berprofesi dalam bidang peragaan
• Pustakawan, wartawan, dll

Sifat akhiran -wan


1. Akhiran -wan hanya dapat mengikuti kata benda (nomina) atau adjektiva, tidak
pernah melekat pada kata kerja (verba) (perkecualian yang patut dihindari adalah
kata pirsawan[1])
o Relawan adalah salah, yang benar adalah Sukarelawan - "orang yang
dengan sukacita melakukan sesuatu tanpa rasa terpaksa"
2. Akhiran -wan hanya dapat mengikuti huruf hidup
3. Akhiran -wan dapat berjender netral ataupun lelaki, namun untuk perempuan
menggunakan -wati, namun tidak semua yang dapat dilekati dengan -wan dapat
dilekati dengan -wati

Nama berakhiran -wan


Di Indonesia banyak nama belakang yang menggunakan akhiran -wan, seperti: Setiawan,
Seniawan, Gunawan, Kurniawan, dll

Perkecualian
Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia yang berakhiran dengan -wan merupakan
sebuah kata dasar yang diberi sufiks "-wan". Contohnya: hewan.

Lihat pula
• -man
• -gara/-gari
• Juru
• Serapan asing: -er, -or
• Awalan pe-

Sumber
• Pusatbahasa: RELAWAN atau SUKARELAWAN diakses 12 Agustus 2008

Daftar pustaka
• Robert P. Goldman. [s.a.]. Devavāṇīpraveśikā: An Introduction to the Sanskrit
Language. [s.l.]:[s.n.]. ISBN 0-944613-40-3
• Jan Gonda. 1966. A Concise Elementary Grammar of the Sanskrit Language.
Tuscaloosa: The University of Alabama Press. Translated from the German by
Gordon B. Ford Jr. ISBN 0-8173-0072-2
• A. A. Macdonell. [s.a.]. A Sanskrit Grammar for Students. [s.l.]:[s.n.]. ISBN 81-
246-0094-5

You might also like