You are on page 1of 121

SEMESTER 1

Standar Kompetensi :
Kemampuan mengidentifikasi, mengenal dan merekontruksikan sejarah Islam di
Andalusia.dan gerakan modernisasi dunia Islam, latar belakang dan dampaknya.

Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok


Menganalisis sejarah  Mengidentif Daulah Umayyah II
Daulah Umayyah II di ikasi faktor-faktor
Andalusia masuknya Islam ke
Andalusia
 Menjelaskan
proses masuknya Islam di
Andalusia
 Mengambil
ibrah dari masuknya Islam
di Andalusia
Menganalisis kemajuan-  Menunjukka
kemajuan yang dicapai n peta wilayah kekuasaan
oleh Daulah Umayyah II Daulah Umayyah II
 Menyebutka
n peninggalan sejarah
Daulah Umayyah II
 Mengidentif
ikasi kemajuan-kemajuan
yang dicapai dibidang
pendidikan dan ilmu
pengetahuan
 Mengidentif
ikasi kemajuan-kemajuan
yang dicapai dalam bidang
sosial budaya
Mendiskripsikan sejarah  Mengidentif
keruntuhan Daulah ikasi faktor-faktor
Umayyah II penyebab kemunduran dan
kehancuran peradaban
Islam di Andalusia
 Menggali
hikmah keruntuhan
Daulah Umayyah II
Mengidentifikasi  Mengidentif
kejayaan Islam pada masa ikasi kemajuan-kemajuan
Daulah Muwahiddun yang dicapai Daulah
Muwahiddun
 Menyebutka
n ilmuwan, filosof dan
ulama’ pada masa Daulah
Muwahiddun
Menganalisis proses  Menjelaskan Imperialisme ke dunia
masuknya imperialisme keadaan dunia Islam saat Islam
ke dunia Islam kedatangan penjajah.
 Menyebutka
n motifasi dan tujuan
bangsa-bangsa Barat
menjajah negara Islam
 Menyebutka
n beberapa wilayah yang
dikuasai bangsa Barat
 Menyebutka
n dampak penjajahan
bangsa Barat atas dunia
Islam dalam bidang politik
dan ekonomi
 Menjelaskan
dampak penjajahan bangsa
Barat atas dunia Islam
dalam bidang ilmu
pengetahuan
 Mengambil
ibrah dari imperialisme
tersebut
Menganalisis gerakan  Menjelaskan Gerakan pembaharuan
pembaharuan Wahabi secara singkat biografi Wahabi
Muhammad bin Abdul
Wahab
 Menjelaskan
gerakan di bidang akidah
dan syari’ah Muhammad
bin Abdul Wahab
 Menilai
pemikiran-pemikiran
Muhammad bin Abdul
Wahab
Menganalisis gerakan anti  Menceritaka Jamaluddin al-Afgani
imperialisme Jamaluddin n secara singkat biorafi
al-Afgani Jamaluddin al-Afgani
 Menceritaka
n peran Jamaluddin al-
Afgani di bidang politik
 Menjelaskan
konsep khilafiyah ( Pan-
Islamisme) al-Afgani.
 Membandin
gkan konsep khilafiyah
dengan negara modern
 Menjelaskan
peranannya di penerbitan
Urwatul Wusqo
 Meneladani
sikap intelektual dan anti
imperialisme Jamaluddin
al-Afgani
Menganalisis gerakan  Menceritaka Gerakan pembaharuan
pembaharuan Muhammad n sejarah singkat biografi Muhammad Abduh
Abduh Muhammad Abduh
 Menjelaskan
peran Muhammad Abduh
di bidang politik
 Menjelaskan
konsep khilafah
Muammad Abduh
 Menilai
pemikiran pembaharuan
Muhammad Abduh
Menganalisis gerakan  Menceritaka Gerakan pembaharuan
pembaharuan Muhammad n secara singkat biografi Muhammad Rasyid
Rsyid Ridha Muhammad Rasyid Ridha Ridha
 Menyebutka
n peranan Muhammad
Rasyid Ridha dalam
pengembangan pemikiran
Muhammad Abduh
 Menyebutka
n nama tafsir yang ditulis
Muhammad Rasyid Ridha
 Menilai
pemikiran pembaharuan
Muhammad Rasyid Ridha
Menganalisis pemikiran  Menceritaka Pemikiran Kamal
Kamal Attatruk di Turki n secara singkat biografi Attatruk
Kamal Attatruk
 Menjelaskan
peranan Attatruk di bidang
politik
 Menjelaskan
konsep sekulerisme
attatruk
 Menjelaskan
reaksi ulama’ atas ide
sekulerisme
 Mengambil
hikmah dari sekulerisme
di Turki
Menganalisis pemikiran  Menceritaka Pemikiran Muhammad
Muhammad Iqbal n secara singkat biografi Iqbal
Mhammad Iqbal
 Menjelaskan
pemikiran Muhammad
Iqbal tentang dinamisme
Islam dan filsafat dri
 Meneladani
sikap intelektual dan
nasionalisme Iqbal
Bagian
1 PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA
ISLAM DI ANDALUSIA

Spanyol dulu lebih dikenal dengan sebutan Andalusia. Sebelumnya andalusia


lebih dikenal dengan sebutan Vandal. Dikalangan orang-orang Arab menyebutnya
dengan nama Andalus atau Andalusia. Nama ini merujuk pada kebiasaan dan tradisi
masyarakatnya yang masih primitif saat itu bila dibandingkan dengan masyarakat
Islam yang telah mencapai banyak kemajuan di bawah pemerintahan Khalifah Bani
Umayyah. Wilayah ini pada abad ke-2 M sampai dengan awal abad ke-5 M berada di
bawah kekuasaan bangsa Romawi. Kemudian ditaklukan oleh bangsa Vandal pada
awal abad ke-5M.
Bangsa Vandal kemudian melarikan diri ke wilayah Afrika Utara setelah
dikalahkan oleh bangsa Gothic, tepatnya berada di kepulauan kecil di Ujung Benua
Afrika, yaitu di pulau Ceuta. Di sinilah seorang bangsawan bernama De Graft Julian
mempertahankan kekuasaan dari serangan raja Roderick. Serangan Roderick dan
keinginan Julian untuk membebaskan diri dari kekuasaan bangsa Gothic ini,
menimbulkan keinginan Julian untuk meminta bantuan kepada Musa ibn Nushair,
salah seorang gubenur Bani Umayyah yang berkedudukan di Afrika Utara. Untuk
kepentingan itu, kedua orang penguasa mengadakan perjanjian kerja sama dalam
usaha penggulingan Roderick.
Setelah mendegar permohonan dari Julian untuk membebaskan diri dari
kekuasaan bangsa Gothic, gubenur Musa Ibn Nushair meminta persetujuan dari
khalifah al-Walid Ibn Abdul Malik. Pada prinsipnya, khalifah tidak keberatan dengan
permintaan itu, ia memerintahkan kepada gubenur Musa Ibn Nushair melakukan
ekspedisi dengan mengirim orang kepercayaaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui
perkembangan situasi politik di negeri itu, di samping untuk membuka jalan
masuknya tentara Islam.
Sebagaimana permintaan khalifah, maka pada tahun 9 H / 710 M Musa Ibn
Nushair mengutus orang bernama Tharif Ibn Malik yang dibantu oleh De Graft Julian
menuju Andalusia. Hasilnya, ditemukan jalan yang tidak mendapat banyak hambatan-
hambatan dari pasukan Roderick. Hanya saja, jalan yang harus di tempuh banyak
liku-likunya dan terjal di tengah bukit karang, yang kemudian hari dikenal dengan
nama Bukit Thariq (Jabal Thariq atau Gibraltar). Ekspedisi yang dilakukan
menghasilkan banyak data dan informasi mengenai keberadaan dan kekuasaan
Roderick. Situasi inilah kemudian dimanfaatkan oleh musa Ibn Nushair dalam usaha
peneklukan ke wilayah Eropa.
Namun usaha tersebut baru terwujud pada tahun 711 M, ketika Musa Ibn
Nushair mengutus pasukan di bawah pimpinan Thariq Ibn Ziyad. Untuk
mempermudah usaha itu, Khalifah al-Walid Ibn Abdul Malik mengirim tentara
sebanyak 5000 orang, terdiri dari 4000 tentara biasa dan 1000 pasukan berkuda
ditambah pasukan Musa Ibn Nushair sejumlah 2000 orang tentara, sehingga jumlah
pasukan bertambah menjadi 7000 orang tenatra. Sementara bantuan yang diberikan
De Graft Julian berupa perahu yang dapat digunakan untuk menyeberangi Selat
Mediterania (Laut Tengah). Pasukan di bawah pimpinan Thariq Ibn Ziyad ini berhasil
menyeberangi selat tersebut dan mendarat di sebuah bukit berbatu pada bulan
Sya’ban 92 H / tahun 711 M. Bukit ini kemudian diberi nama sesuai dengan orang
yang pertama kali menginjak mendarat disitu, yaitu Gilbraltar atau selat Jabal Thariq.
Roderick sangat terkejut mendengar pasukan Islam sudah mendarat di selat
Gilbraltar di bawah pimpinan Thariq Ibn Ziyad. Hanya saja saat itu ia sedang
menghadapi pemberontakan kelompok Achilla di Andalusia Utara, sehingga ia tidak
segera melakukan serangan balik. Ketidakmampuan ini selain disebabkan adanya
pemberontakan di dalam negeri, juga karena pendaratan Thariq Ibn Ziyad dan
pasukannya tidak dipekirakan sebelumnya. Menyadari bahaya dan ancaman itu,
akhirnya ia membelokkan sekitar 100.000 pasukannya menuju selatan Andalusia
untuk menyambut kedatangan tentara Islam.
Kedatangan tentara Roderick dengan membawa pasukan yang cukup besar itu,
tidak menciutkan hati Thariq ibn Ziyad dan pasukannya, malah membangkitkan
semangat juang untuk meneruskan cita-cita umat Islam menaklukkan Andalusia yang
ketika itu berada dibawah kekuasaan Roderick. Namun karena tidak sebandingnya
pasukan, akhirnya Thariq Ibn Ziyad meminta tambahan pasukan dari Mus Ibn
Nushair yang kemudian disanggupi dengan tambahan sekitar 5000 orang tentara,
sehingga pasukan Thariq Ibn Ziyad saat itu berjumlah 12.000 orang. Kekuatan yang
begitu besar semakin memperkuat keinginan Thariq Ibn Ziyad untuk terus
melanjutkan serangan ke wilayah Utara Andalusia dan menguasai Spanyol secara
keseluruhan.
Kedua pasukan bertemu di sungai kecil yang disebut oleh orang Arab dengan
nama Wadi Bekka dekat Guadalete yang mengalir ke selat Tarafalagar. Thariq Ibn
Ziyad dengan semangat juang yang didukung dengan 12.000 pasukan menyerang
musuh-musuhnya dan memperoleh kemenangan, sehingga Roderick terbunuh dalam
peperangan tersebut. Sementara pasukan Roderick menjadi tawanan perang.
Setelah pasukan Thariq Ibn Ziyad menang melawan lawan yang jauh
pasukannya lebih besar, maka ia berusaha meneruskan penyerangannya ke seluruh
wilayah Andalusia. Setelah melakukan musyawarah dengan pasukannya, akhirnya ia
terus melakukan niatnya itu. Untuk kepentingan perluasan wilayah tersebut, ia
membagi pasukannya menjadi tiga resimen yang ia sebarkan ke seluruh Siberia.
Didukung 700 pasukan berkuda, pasukan umat Islam menuju Cordova. Sebagian
besar penduduk Cordova mengungsi di Toledo, sementara yang masih menetap di
kota ini hanyalah putra raja dan keluarganya yang dikawal dengan 400 pasukan
berkuda, sehingga memudahkan pasukan umat Islam melakukan serangan ke pusat
kekuasaan di Cordovo tanpa menimbulkan koban jiwa masyarakat sipil.
Wilayah Cordova telah dikelilingi oleh salju. maka tidak begitu mudah tentara
Islam menaklukkan Cordova. Untunglah ada seorang pengembala (tidak disebutkan
namanya) yang memberi petunjuk cara masuk ke benteng istana yang dijaga ketat.
Karena cuaca begitu dingin ditambah angin dan hujan salju yang deras, para penjaga
benteng tidak mendengar derap langkah pasukan berkuda umat Islam, sehingga umat
Islam dengan mudah menyerang dan membuka pintu gerbang benteng istana. Dalam
situasi ini putra raja dapat melarikan diri dan berlindung di gereja selama 3 bulan
yang kemudian ditangkap. Di kota inilah kemudian orang-orang Yahudi dikumpulkan
dan menetap. Masyarakay Yahudi terlibat di dalam kemenangan-kemenangan bangsa
Arab Muslim. Mereka memberikan kemudahan umat Islam untuk melakukan
penaklukan kota Rayya, Malaga, Granada di propinsi Elvira. Penduduk kota Ariola
dan Toledo membuka pintu gerbangnya untuk orang-orang muslim.
Kemenangan umat Islam ini tidak lepas dari jasa-jasa orang Yahudi. Sebagai
batas jasa, kaum Yahudi kemudian diperintahkan untuk tinggal dan menetap di
Toledo yang dibantu dengan kawalan pasukan umat Islam. Sementara penduduk asli
Toledo melarikan diri dan berlindung di bukit Karang. Mereka kemudian
menyebrangi Guadalaxana (bukit batu) menuju Medinaceli terus ke Galicia di Barat
Laut Andalusia.
Thariq Ibn Ziyad dan pasukannya terus mengalami kemenangan. Sehingga
hampir seluruh Andalusia ditaklukan dan berada di bawah kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah yang berkuasa di Damaskus. Dengan cara-cara seperti itulah agama Islam
masuk ke Andalusia, sehingga Andalusia menjadi daerah kekuasaan Islam selama
lebih kurang 8 (delapan) abad, yaitu dari tahun 711-1492 M.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Andalusia pada saat itu telah
menjadi salah satu propinsi atau wilayah dari kekuasaan dinasti Bani Umayyah, yang
kemudian menjadi negara sendiri di seberang lautan Mediterania. Keberhasilan umat
Islam menaklukan Andalusia saat itu, tidak hanya berkat jasa Thariq dan pasukannya,
juga jasa-jasa orang lain, seperti Tharif Ibn Malik dan Musa Ibn Nushair, ditambah
dengan adanya dukungan material dari De Graft Julian yang menjadi penguasa di
Ceuta.

Perluasan wilayah kekuasaan Islam di Andalusia

Musa Ibn Nushair telah menyambut gembira atas kemenangan pasukan


perangnya yang dipimpin Thariq Ibn Ziyad mengalami kemenangan, sebab ini
merupakan peluang besar di depan mata bagi Musa Ibn Nushair untuk memperluas
wilayah kekuasaan. Untuk itu, Musa Ibn Nushair telah memperluas wilayah
kekuasaan. Untuk itu, Musa Ibn Nushair telah mempersiapkan sekitar 18.000 pasukan
guna membantu Thariq Ibn Ziyad memperluas wilayah kekuasaan Islam. Pada musim
panas tahun 712 M, Musa Ibn Nushair dengan pasukannya menyeberangi selat dan
mendarat di benua Eropa. Musa dan pasukannya berhasil merebut Carmona, salah
satu kota terkuat pertahannya di Andalusia. Kemudian ia melanjutkan ke Seville dan
merebutnya dari tangan orang-orang Gothic. Karena kalah, orang-orang Gothic
banyak yang melarikan diri ke Toledo. Mereka bertahan di kota Toledo selama
beberapa bulan, sampai akhirnya kota itu jatuh ke tangan pasukan Musa Ibn Nushair.
Setelah menguasai Toledo, Musa Ibn Nushair dan pasukannya melanjutkan serangan
ke Meride, sebuah kota yang menjadi ibu kota Andalusia.
Musa Ibn Nushair dan pasukannya terus melanjutkan penyerangan hingga
akhirnya ia berhasil menaklukan Barcelona. Dari sini akhirnya Musa Ibn Nushair
melanjutkan usaha exspansinya ke Candiz dan Calica. Di suatu tempat Talavera,
Musa Ibn Nushair bertemu dengan Thariq Ibn Jiyad dan memecat Thariq dari jabatan
panglima perang. Pemecatan itu terjadi karena Thariq Ibn Ziyad dianggap tidak
mematuhi perintahnya untuk kembali ke Afrika Utara setelah berhasil menaklukkan
beberapa kota di Andalusia. Bahkan kemudian Thariq Ibn Ziyad dipenjara karena
kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.Di sinilah akhir dari riwayat perjalanan
hidup seorang mantan jederal perang Islam yang telah berjasa dalam penyebaran
Islam di negeri Andalusia.
Musa Ibn Nushair tidak hanya berhenti setelah sampai di Talavera, tetai ia
melajutkan mengejar musuhnya hingga ke pegunungan Pyreni. Lebih dari itu, ia
bahkan memutuskan untuk terus melanjutkan ekspensinya ke wilayah selatan
Perancis, hingga akhirnya ia mencapai negeri Konstantinopel.
Namun ditengah-tengah perjalanannya, Musa Ibnu Nushair diperintahkan
kembali oleh Khalifah Walid Ibn Abdul Malik untuk menghentikan serangannya ke
Eropa dan ia diminta kembali ke Damaskus. Kebijakan ini dibuat untuk menghindari
bahaya yang lebih besar yang akan mengancam umat Islam di Andalusia. Selain itu,
khalifah Walid Ibn Abdul Malik merasa takut apabila pengaruh Musa Ibn Nushair
melebihi kekuatan pengaruh khalifah sendiri dan merebut kekuasaan yang telah
diraihnya di Eropa. Instruksi tersebut diterima oleh Musa Ibn Nushair, dan langsung
kembali ke Damaskus. Hanya saja ketika ia tiba di kota itu pada tahun 96 H / 715 M,
khalifah Walid Ibn Abdul Malik telah wafat dan yang berkuasa adalah Sulaiman Ibn
Abdul Malik, saudara Walid Ibn Abdul Malik. Khalifah baru ini meminta Musa Ibn
Nushair untuk menyerahkan kekuasaan dan harta rampasan yang diperolehnya dari
negeri Andalusia.
Niat khalifah yang tidak baik ini telah dipahami Musa Ibn Nushair. Hanya
saja pada waktu itu, semua rampasan perang dan berbagai kemegahan yang diperoleh
Musa Ibn Nushair dan Thariq Ibn Ziyad telah diserahkan ke khalifah sebelumnya,
yaitu Walid Ibn Malik. Permintaan itu sebenarnya telah dipahami oleh Musa Ibn
Nushair sebagai taktik untuk menjatuhkan dirinya. Hal ini terbukti ketika ia
dimasukkan ke penjara hingga meninggal di ruang tahanan itu. Kebijakan ini
dikeluarkan Khalifah Sulaiman, karena ia merasa tersaingi oleh kekuatan dan
pengaruh Musa Ibn Nushair. Satu hal yang mestinya tidak perlu terjadi.
Begitulah nasib tokoh penting ini mengakhiri masa hidupnya. Ia mengalami
nasib serupa seperti Thariq Ibn Ziyad. Rupanya ini merupakan hukum karma bagi
orang yang bertindak sewenang-wenang yang telah memecat dan memenjarakan
Thariq Ibn Ziyad hingga akhir hayatnya.
Pesan Musa Ibn Nushair sebelum meninggalkan Andalusia untuk kembali ke
Damaskus karena panggilan khalifah, ia telah meminta Abdul Aziz Ibn Musa Ibn
Nushair menggantikan posisinya sementara untuk mengatur semua kepentingan
masyarakat di Andalusia. Berdasarkan tugas itu, ia kemudian mengorganisir tata
pemerintahan dan membentuk dewan khusus untuk menyusun undang-undang yang
sah sesuai dengan keadaan penduduk Andalusia. Selain itu, ia juga mencurahkan
tenaga dan pikirannya untuk membenahi sistem irigasi dan pertanian, sebuah bidang
yang selama ini banyak digeluti masyarakat Andalusia. Sehingga para petani
mendapatkan hasil maksimal dari usaha pertanian.
Kebijakan lain yang dikeluarkannya adalah membebaskan Andalusia dan
masyarakatnya dari perbuatan lalim orang-orang Gothic. Menurunkan pajak,
kebijakan toleransi beragama, menghapuskan diskriminasi karena ras dan agama:
memberikan perlindungan hukum kepada rakyat dn menjamin keamanan serta
kesejahteraan, selain perlindungan terhadap benda dan jiwa mereka. Kebijakan lain
yang tak kalah pentingnya adalah asimilasi, yaitu perkawinan campuran antara orang-
orang Arab Islam dengan penduduk setempat. Bahkan Abdul Aziz sendiri menikahi
janda Roderick yang masih mempertahankan agama dan keyakinannya semula.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan Abdul Aziz ini menimbulkan simpati
rakyat, sehingga banyak yang memeluk Islam. Proses asimilasi ini merupakan salah
satu metode penyebaran Islam yang terjadi di banyak negara, termasuk di Andalusia.

Awal Islam berkuasa di Andalusia

Dalam keberhasilannya pasukan yang dipimppin Thariq Ibn Ziyad dan Musa
Ibn Nushair dalam pengembangan kekuasaan Islam Bani Umayyah di Andalusia,
membuka lembaran baru sejarah politik Islam. Sebab dengan jatuhnya Andalusia dan
kota-kota penting lainnya di negeri itu, menambah luas daerah kekuasaan Islam
dinasti Bani Umayyah. Pengambilalihan kekuasaan dari tangan Thariq Ibn Ziyad oleh
Musa Ibn Nushair dan penyerahan kekuasaan Musa kepada anaknya, Abdul Aziz Ibn
Musa Ibn Nushair, menandai awal berdirinya kekuasaan Islam di sana.
Abdul Aziz Ibn Musa Ibn Nushair boleh disebut sebagai peletak pertama
berdirinya kekuasaan Islam di Andalusia sebab ia merupakan orang pertama yang
menjadi penguasa di negeri itu setelah dikalahkan oleh pasukan Islam. Kebijakan-
kebijakan politik pemerintahan yang dikeluarkannya merupakan bukti kepiaweannya
dalam memimpin negeri yang baru saja porak-poranda dilanda perang.
Keberhasilannya membangun masyarakat baru dan proses penyebaran Islam,
merupakan karya nyata yang tak bisa dipungkiri oleh siapa pun. Terlepas dari
kepentingan politik pribadi dan golongan, hal pasti yang dapat dikatakan disini adalah
bahwa Abdul Aziz-lah orang yang pertama kali menjalankan roda pemerintahan di
negeri Andalusia.
Selama masa pemerintahan kewalian, terdapat sejumlah orang wali yang
mewakili pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia. Diantaranya adalah;

Abdul Aziz Ibn Musa Ibn Nushair (95-97 H / 715-717 M). Masa-masa
pemerintahannya merupakan periode awal pemerintahan Islam yang tunduk
kepada pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus. Gelar yang dipakai Abdul
Aziz saat itu bukan Amir, melainkan wali yang merupakan wakil pemerintahan
Islam Bani Umayyah yang berkedudukan di Andalusia. Semua kebijakannya yang
dikelurkan harus mendapatkan persetujuan khalifah. Di antara usaha yang
dilakukannya, selain yang telah disebutkan sebelumnya, adalah perluasan wilayah
Islam dan menaklukkan kota-kota yang saat itu belum tunduk di bawah
kekuasaannya. Kota-kota itu adalah Evora, Santarem, Malaga dan Ellira.
Harun Ibn Abdurrahman al-Tsaqafi (98-100 H / 717-719 M).
Saman Ibn Malik al-Khaulani (100-102 H / 719-721 M).
Anbasah (104-107 H / 723-726 M). Pada masa pemerintahannya, ia berhasil
menguasai wilayah Gallia, Septimia dan wilayah dekat sungai Rhone.
Abd Al-Rahman Al-Ghafiqi (111/730 H). Pada masa pemerintahannya ia dapat
menguasai wilayah Hertogdom dan Aquitania yang masuk ke dalam wilayah
kekuasaan Perancis.

Semua wali di atas adalah sangat berjasa dalam usaha perluasan dan
pengembangan wilayah Islam di Eropa. Atas persetujuan khalifah Bani Umayyah di
Damaskus, mereka terus melakukan pengembangan wilayah hingga mencapai
wilayah perancis. Usaha ini terus dilakukan hingga dikemudian hari datang anak cucu
Muawiyyah yang mengambil alih jbatan dari para wali tersebut. Di antaranya adalah
Abdurrahman al-Dakhil, yang dikenal dengan sebutan Saqar Qurays (Garuda Qurays)
karena keberhasilannya menyelamatkan diri dari serangan pasuakn Bani Abbas dan
berkuasa di Andalusia. Sejak kedatangannya, sistem pemerintahan menggunakan
gelar Amir atau gubenur jenderal. Hanya saja para Amir yang berkuasa di Andalusia
tidak memiliki hubungan politik dengan pemerintahan Bani Abbas yang telah
mengambil alih kekuasaan Bani Umayyah pada tahun 750 M/132 H. Bahkan mereka
menjadi penentang kekuasaan Bani Abbas.
Mengingat jarak yang begitu jauh keberadaan kekuasaan para Amir dengan
pusat kekhaliffahan Bani Abbas, maka khalifah tidak banyak berhasil menguasai
mereka, selain kerena orientasi kebijakan pemerintah Bani Abbas sangat berbeda
dengan pemerintahan Bani Umayyah sebelumnya. Kalau Bani Umayyah orientasinya
adalah kekuasan dan perluasan wilayah, maka Bani Abbas memiliki orientasi
pengembangan peradaban. Sementara untuk menjaga wilayah diserahkan kepada para
gubenur atau bahkan diberikan kepada para penguasa lokal asal saja mereka masih
tetap dibawah kekuasaan Bani Abbas dan mengakui keberadaannya. Hal ini ditandai
dengan munculnya beberapa negara independen yang dikenal dengan nama al-
Dawlah al-Mustaqillah.
La Tansa

- Spanyol dulu lebih dikenal dengan sebutan Andalusia. Sebelumnya andalusia


lebih dikenal dengan sebutan Vandal. Dikalangan orang-orang Arab
menyebutnya dengan nama Andalus atau Andalusia
- Musa Ibn Nushair telah menyambut gembira atas kemenangan pasukan
perangnya yang dipimpin Thariq Ibn Ziyad mengalami kemenangan, sebab
ini merupakan peluang besar di depan mata bagi Musa Ibn Nushair untuk
memperluas wilayah kekuasaan
- Musa Ibn Nushair tidak hanya berhenti setelah sampai di Talavera, tetapi ia
melanjutkan mengejar musuhnya hingga ke pegunungan Pyreni. Lebih dari
itu, ia bahkan memutuskan untuk terus melanjutkan ekspensinya ke wilayah
selatan Perancis, hingga akhirnya ia mencapai negeri Konstantinopel.
- Namun ditengah-tengah perjalanannya, Musa Ibnu Nushair diperintahkan
kembali oleh Khalifah Walid Ibn Abdul Malik untuk menghentikan
serangannya ke Eropa dan ia diminta kembali ke Damaskus
- Pesan Musa Ibn Nushair sebelum meninggalkan Andalusia untuk kembali ke
Damaskus karena panggilan khalifah, ia telah meminta Abdul Aziz Ibn Musa
Ibn Nushair menggantikan posisinya sementara untuk mengatur semua
kepentingan masyarakat di Andalusia.
- Dalam keberhasilannya pasukan yang dipimppin Thariq Ibn Ziyad dan Musa
Ibn Nushair dalam pengembangan kekuasaan Islam Bani Umayyah di
Andalusia, membuka lembaran baru sejarah politik Islam

- Selama masa pemerintahan kewalian, terdapat sejumlah orang wali yang


mewakili pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia. Diantaranya adalah;

1. Abdul Aziz Ibn Musa Ibn Nushair (95-97 H / 715-717 M).


2. Harun Ibn Abdurrahman al-Tsaqafi (98-100 H / 717-719 M).
3. Saman Ibn Malik al-Khaulani (100-102 H / 719-721 M).
4. Abd Al-Rahman Al-Ghafiqi (111/730 H).
5. Anbasah (104-107 H / 723-726 M).

Tamrinat 1

Sejak kapan Islam mulai dikenal di Spanyol ?


Siapakah yang paling berjasa atas masuknya Islam di Spanyol
Siapakah yang berkuasa di Spanyol sebelum Islam masuk ?
Siapakah pemimpin Islam yang berhasil memimpin pertama di Spanyol ?
Sebutkan nama-nama wali yang pernah mewalihi di Andalusia !

Amanah :

Ceritakan dengan singkat sejarah masuknya Islam di Andalusia 1


Bagian
2 MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM
DI ANDALUSIA

Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia, telah melalui beberapa


peristiwa penting, yaitu peristiwa pengambil alihan kekuasaan dari para wali ke
tangan para amir yang disebut dengan periode keamiran hingga terbentuknya sistem
khilafah saat itu. Dari situlah mulai dikenal khilafah Bani Umayyah II.
Abdurrahman Al-Dakhil adalah Amir pertama yang berhasil menguasai
Andalusia, ia adalah salah seorang cucu dari Abdul Malik Ibn Marwan yang berhasil
meloloskan diri dari kejaran pasukan Abu Abbas Al-Saffah. Melalui rute yang tidak
bisa dilalui, akhirnya ia berhasil memasuki wilayah Palestina, lalu ke Mesir, Afrika
Utara hingga tiba di Ceuta (Septah). Di wilayah inilah ia mendapat bantuan dari
bangsa Barbar dan menyusun kekuatan militer guna menyelesaikan konflik etnik
politik antara bangsa Arab Mudhariyah dengan Himyariyah di Andalusia.
Abdurrahman diminta oleh pihak Arab Himyariyah untuk membantu
merencanakan dan melaksanakan pemberontakan terhadap kelompok Mudhariyah.
Gubernur Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry, yang mewakili kelompok Arab
Mudhariyah, menindas kelompok Arab Himyariyah. Sebelum melancarkan serangan,
Abdurrahman mengutus orang kepercayaannya bernama Bardar untuk mencari tahu
perkembangan terakhir yang etrjadi. Utusan itu diterima dengan baik oleh kabilah-
kabilah Arab karena ia merupakan utusan dari keturunan Bani Umayyah yang
berkuasa di Damaskus. Badar memperoleh informasi mengenai perkembangan politik
muktahir yang terjadi di Andalusia. Berita inilah yang kemudian ia sampaikan kepada
Abdurrahman Al-Dakhil. Dari data dan informasi yang dikumpulkan, akhirnya
Abdurrahman dan para pendukungnya memasuki wilayah Andalisia pada tahun 755
M. Dan memenangkan peperangan di Massarat pada tahun itu juga, sehingga ia
menduduki tahta kekuasaan Andalusia sebagai bagian dari kekuasaan Dinasti
Umayyah di Andalusia, yang saat itu telah hancur dikalahkan oleh kekuasaan Bani
Abbas.
Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry sangat marah setelah melihat Abdurrahman
Al-Dakhil datang bersama pengikutnya. Karena ia dianggap penentang dan
mengancam kekuasaannya di Andalusia. Kedatangan mereka ke Andalusia ini tidak
dianggap remeh oleh Yusuf. Dengan berbagai cara, Yusuf mencoba mengusir
Abdurrahman Al-Dakhil dan para pendukungnya. Sehingga kelompok Abdurrahman
melakukan serangan atas kekuasaan Yusuf di Cordova pada tahun 139 H / 758 M.
Kemenangan ini membawa harum nama Abdurrahman Al-Dakhil. Sejak saat itulah ia
mendirikan kekuasaan Islam di Andalusia, sebagai bagian dari kepanjangan
kekuasaan Bani Umayah yang telah dihancurkan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750
M.
Sejak Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di
Andalusia, ia menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan
pihak luar terbesar adalah serbuan pasukan Paoin, seorang raja Perancis dan
puteranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat
dikalahkan oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil. Hanya saja sebelum usia tugasnya
menghancurkan kekuatan musuh dan memantapkan kekuasaannya di Andalusia, ia
keburu meninggal pada tahun 172 H / 788 M.
Pasca meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat generasi
penerusnya untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi Abdurrahman Al-Dakhil
digantikan oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180 H / 788-796 M). Dalam catatan
sejarah, Hisyam I dikenal sebagai seorang Amir yang lemah lembut dan administratur
yang liberal. Semasa ia menjabat, banyak pemberontakan terjadi, diantaranya adalah
pemberontakan di Toledo yang dilakukan oleh dua orang saudaranya, yaitu Abdullah
dan Sulaiman. Pemberontakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Usai
mengatasi pemberontakan tersebut, Hisyam melancarkan serangan ke bagian Utara
Andalusia. Di sini terdapat kelompok kristen yang sering kali mengganggu keamanan
dan ketertiban pemerintahannya. Kota Norebonne dapat dikuasai, sementara suku-
suku yang tinggal di Galica mengajukan perundingan perdamaian.
Hisyam adalah merupakan sosok pemimpin yang memiliki sifat lemah lembut
dan bijaksana. Ia terus melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
rakyatnya. Hampir setiap malam ia melakukan inspeksi ke pemukiman-pemukiman
penduduk. Mengunjungi orang yang sedang sakit, dan membantu mereka dengan
materi atau uang yang mereka butuhkan. Hal itu dilakukan karena ia ingin mendengar
dan melihat sendiri nasib rakyatnya yang diderita rakyatnya. Meskipun tampak
kelihatan lemah lembut, ada sifat tegas yang tersembunyi di dalamnya, terutama
kepada para pemberontak dan perusuh negara. Sifat ini dibawa hingga ajalnya tiba
pada tahun 207 H / 796 M.
Pasca meningglnya Hisyam I, posisi kekuasaannya digantikan oleh Hakam
(180-207 H / 796-822 M). Selama masa kekuasaannya, banyak terjadi gerakan
pemberontakan, baik yang dilakukan oleh saudaranya, yaitu Abdullah yang mendapat
dukungan militer dari Charlemagne dan berhasil menyusup ke wilayah Islam, sedang
Alfonso panglima suku Galicia, menyerang Aragon. Semua serangan tersebut dapat
digagalkan oleh Hakam. Setelah itu, ia berusaha mengatasi gerakan pemberontakan
yang dilakukan oleh kedua saudaranya, yaitu Abdullah dan Sulaiman.
Selama dalam kepemimpinannya telah terjadi pemberontakan di beberapa
wilayah kekuasaannya, baik yang dilakukan oleh Kristen Eropa maupun oleh pihak
muslim sendiri. Gerakan pemberontakan terbesar dan terlama dilakukan oleh Umar
Ibn Hafsyun. Pemberontakan ini dapat diatasi oleh penguasa sesudah Munzir (273-
275 H / 886-888 M), yaitu Abdullah (275-300 H/888-912 M) di bawah panglima
Obaydillah. Kondisi aman mulai terlihat sejak pemberontak Umar Ibn Hafsyun
dikalahkan. Abdullah merupakan Amir terakhir sebelum berdirinya kekhalifahan
Bani Umayyah II diproklamirkan oleh Abdurrahman III.
Proses pembentukan pemerintahan Islam di Andalusia yang menggunakan
sistem khalifah, tidak berlangsung mulus. Banyak pemberontakan terjadi dan kendala
yang dihadapi para penguasa saat itu. Kondisi itu baru teratasi dengan baik, sejak
akhir masa kekuasaan Abdullah yang masih menggunakan sistem keamiran hingga
masa awal pemerintahan Khalifah Abdurrahman III.

Berdirinya Bani umayyah II di Andalusia

1. Abdurrahman al-Dakhil (138-172 H./ 757-788 M.).

Abdurrahman Al-Dakhil adalah keturunan Bani Umayah pertama yang menjadi


penguasa dan pelangsung kekuasaan Bani Umayah di Andalusia, tapi ia bukan
termasuk salah seorang Khalifah Bani Umayah.

Abdurrahman dalam memimpin Andalusia tidak menggunakan khlaifah, tetapi


menggunakan istilah Amir. oleh karena itu, dalam jajaran kekhalifahan Bani
Umayah di Andalusia dia dikenal sebagai perintis dan pembuka jalan bagi
terbentuknya Dinasti Bani Umayah II di Eropa. Penguasa Bani Umayah
sebenarnya yang menggunakan gelar khalifah adalah Abdurrahman III yang
berkuasa selama lebih kurang 50 tahun. Walau demikian, dalam cacatan penting
sejarah Islam, khususnya yang berkenaan dengan Dinasti Bani Umayah II di
Andalusia, ia dimasukkan sebagai seorang penguasa Bani Umayah yang paling
menonjol, karena keberhasilannya membangun dasar-dasar dan pengembangan
kekuasaan Islam di Eropa.

Setelah Abdurrahman Al-Dakhil berhasil menguasai wilayah Spanyol dengan


menundukkan penguasa Islam lokal bernama Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry
tahun 758, Abdurrahman Al-Dakhil melakukan berbagai rencana kegiatan untuk
membangun kerajaan besar, sebagai penerus dari Dinasti Bani Umayyah yang
pernah berkuasa di Damaskus, Syiria. Langkah pertama untuk memperkuat
posisinya adalah untuk memperbaiki keadaan dalam negeri, baik dari segi politik,
keamanan, ketertiban dan pembangunan lainnya. Hampir selama masa kekuasaan,
energinya dipergunakan untuk mempertahankan berbagai serangan yang datang,
baik dari dalam wilayah kekuasaannya sendiri maupun dari luar. Misalnya,
ancaman yang datang dari Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H / 754-775 M),
seorang penguasa Bani Abbas kedua, yang bekerja sama dengan Karl Martel,
penguasa Perancis untuk menghancurkan kekuasaan Abdurrahman Al-Dakhil.
Selain itu, datang pula ancaman dari Peppin, ayah Karl Martel. Sekitar tahun 146
H, Al-Mansur mengutus Al-Ula beserta pasukannya untuk menyerang kekuasaan
Abdurrahman, tetapi usaha tersebut mengalami kegagalan, karena kekuatan Al-
Ula dapat dipukul mundur oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil.

Selain ancaman dan serangan tersebut di atas, sekitar tahun 160 H/775 M, datang
serangan yang dilakukan oleh Yusuf Ibn Abdurrahman al-Fikry, mantan penguasa
Spanyol dan Sulaiman Ibn Al-Araby. Mereka bekerja sama dengan Karl Martel
untuk menggulingkan Abdurrahman. Akan tetapi usaha mereka legi-legi
mengalami kegagalan. Kemenangan ini membuat posisi Abdurrahman Al-Dakhil
semakin kuat, sehingga ia dapat melakukan berbagai kegiatan pembangunan,
sesuai yang direncanakannya. Usaha pertamanya adalah pembangunan masjid
agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hamra. Pembangunan itu dilanjutkan pada
masa anaknya, yaitu Hisyam I (172-180 H/ 788-796 M).
Beberapa jasa Abdurrahman al-Dakhil diantaranya adalah : Membangun masjid
dan beberapa gedung-gedung perguruan beserta lembaga-lembaga ilmiah, seperti
Universitas Cordova yang sangat terkenal dan melahirkan banyak ilmuan muslim
berkaliber dunia. Selain itu, ia juga membangun irigasi untuk keperluan pertanian,
sehingga hampir semua ladang yang dulunya tidak ditanami, pada masa
pemerintahannya tumbuh dengan berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat Andalusia saat itu.

2. Hisyam Ibn Abdurrahman (172-180 H/788-796 M)

Pasca meninggalnya Abdurrahman, pemerintahan dipegang oleh anaknya


bernama Hisyam. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang sholeh dan adil
bijaksana. Masa pemerintahannya dipergunakan untuk membangun dan
meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Ia mempunyai perhatian yang
sangat besar terhadap rakyatnya yang miskin. Sehingga hampir seluruh lapisan
masyarakatnya merasakan hasil-hasil pembangunan yang dikerjakan pada masa
pemerintahan Hisyam. Di antara usaha pembangunan yang dilakukannya adalah
sebagai berikut;

a. Bidang pendidikan
Di antara jasanya yang paling besar adalah mempergiat perkembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian serta perluasan pengguanaan bahasa Arab sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dan budaya serta bahasa percakapan sehari-hari.
Sehingga lambat laun bahasa Arab mengalahkan bahasa Arab mengalahkan
bahasa Latin dalam berbagai kegiatan di semenanjung Liberia itu.

b. Bidang pengembangan fisik


Pada masa pemerintahannya, Hisyam I berhasil merampungkan pembangunan
masjid Al-Hamra di Cordova, sehingga menjadi sebuah masjid megah dan
mempesona banyak orang. Masjid itu tidak hanya dipergunakan sebagai
tempat ibadah, tetapi juga untuk lembaga pendidikan. Selain itu, ia juga
memperluas bangunan irigasi untuk pertanian dan pembangunan saluran air ke
berbagai kota di Andalusia.

c. Bidang hukum
Di masa pemerintahan Hisyam I, mulai berkembang mazhab Maliki. Mazhab
hukum Islam itu dibawa dan dikembangkan di Andalusia oleh para
pengikutnya yang mendapat perlindungan Hisyam I. Dalam masalah
penegakan hukum, Hisyam I ikut memberikan dorongan agar semua hak-hak
seseorang diperhatikan dengan baik dan dilindungi. Karena keadilan dan
ketertiban yang ada, maka pemerintahan Hisyam I yang hanya berklangsung
selama 7 tahun 7 bulan, berjalan dengan baik hingga ia meninggal dunia pada
tahun 180 H/796 M.

3. Abdurrahman II (al-Awsath, 206-238 H/822-852 M)

Al-Awsath telah menerima jabatan sebagai seorang amirdalam usia yang masih
cukup muda, yaitu usia 31 tahun. (penguasa) Islam di Andalusia, menggantikan
posisi ayahnya. Berbeda dengan sikap dan kebijakan ayahnya, Al-Hakam. Al-
Hakam tidak berlaku adil, kurang peduli terhadap kepentingan masyarakat,
sehingga ia sangat dibenci. Sementara Al-Awsath disukai, karena kebijakannya
yang memihak masyarakat dan sikapnya yang tegas dan berani, terutama dalam
mengatasi berbagai pemberontakan yang ada.

Diantara usaha-usaha yang dilakukan selama 31 tahum memimpin adalah :

Politik dalam negeri

Mengatasi pemberontakan

Usaha pertama yang dilakukannya adalah memadamkan pemberontakan


yang terjadi di dalam negeri. Setelah terkendalinya keadaan, dan situasi
politik dalam negeri mulai stabil, ia berusaha keras untuk melakukan
pembangunan dalam berbagai bidang. Sehingga negara menjadi makmur.

Membangun masjid dan memperindah kota.

Dalam masa pemerintahannya, Abdurrahman II berhasil membangun kota


dan daerah Lusitania, Murcia, Valencia, Castile dan kota-kota lainnya.
Kota-kota tersebut diperindah dengan bangunan-bangunan umum, seperti
masjid-masjid besar, perpustakaan dan lain-lain, termasuk pembangunan
pabrik senjata di Cartagena dan Cadiz.
Memajukan ilmu pengetahuan

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Awsath, banyak lahir ilmuwan


muslim dan para filosuf kenamaan. Ia membangkitkan gairah keilmuan
para intelektual untuk terus melakukan kajian keilmuan dalam berbagai
bidang disiplin ilmu dan peradaban lainnya. Untuk kepentingan itu, ia
banyak membangun sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang
dilengkapi dengan perpustakaan.

Kebebasan beragama

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahannnya


adalah kebebasan beragama. Umat Kristen dan umat non-Muslim lainnya
diberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang mereka anut.
Antara satu agama dengan pemeluk agama yang lain tidak dibenarkan
memaksakan kehendak dan ajarannya kepada ogama lain. Kebijakan dan
toleransi beragama ini pada akhirnya berdampak positif, karena banyak
penganut agama lain memeluk Islam.

Politik luar negeri

Pada tahun 808 M terjadi serangan besar-besaran Raja Alfonso II dari


kerajaan Lyon ke wilayah kekuasaan Abdurrahman II, sehingga beberapa
kekuasaan Abdurrahman di Andalusia berhasil dikuasai, misalnya kota
pelabuhan Porto. Keberhasilan tenatra Alfonso ini membuat semangat juang
mereka terus bertambah besar, sehingga usaha penyerangan terus dilakukan
hingga mencapai wilayah Lusiana, dan berhasil merebut Lisabon. Akan
tetapi, ambisi pasukan Alfonso terbendung oleh kekuatan pasukan
Abdurrahman, sehingga mereka berhasil mengusir kekuatan pasukan asing.
Dengan demikian, dapat dikatakn salah satu kebijakan politik Abdurrahman
II adalah mencegah masuknya pasukan asing ke wilayah Andalusia. Hal itu
dilakukan demi terciptanya keamanan dan perdamaian di wilayah Andalusia
yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Abdurrahman II.

Untuk memperkuat pengaruh dan posisinya di mata para penguasa di luar


Andalusia, Abdurrahman mengadakan perjanjian persahabatan dengan
kerajaan Byzanrium dan Navarra pada tahun 836 M. Perjanjian itu
dimaksudkan untuk menciptakan persahabatan dan kerja sama antara kedua
negara dalam berbagai bidang, terutama politik dan ekonomi. Selain itu,
juga bertujuan untuk membendung kekuatan serangan yang setiap saat
datang di kerajaan Franka.

4. Abdurrahman III (300-350 H/911-961 M)


Abdurrahman III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia naik menjadi pemimpin dalam
usia yang sangat muda, yaitu pada usia 21 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin
setelah ayahnya meninggal dunia. Kemudian pada tahun 301 H/913 M
Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Sehingga para
perusuh dan musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat dan besar
itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman melakukan penaklukan
kota-kota di bagian Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil
menaklukan Seville dan beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan
penentangnya, seperti kaum Kristen Andalusia yang selama itu menjadi
penentang utama kekuasaan Islam, tidak berani melakukan perlawanan terhadap
Abdurrahman III. Hanya masyarakat kota Toledo yang berusaha menentang
kekuasaan Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka semua dapat digagalkan,
karena kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada tandingannnya saat itu.
Setelah ia berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di Toledo ini, Abdurrahman
meneruskan usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen di bagian Utara
Andalusia.

Abdurrahman dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana.
Ia akan segera menghancurkan semua gerakan yang akan menantang
kekuasaannya. Untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa
kebijakan untuk perbaikan pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah
sebagai berikut:

a. Politik dalam negeri

Sejak awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah menghadapi


beberapa pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek kelompok
Kriste. Setelah dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di
Andalusia, Abdurrahman III menghadapi serangan dari Ordano II, kepala
suku Lyon yang berusaha merebut beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada
saat bersamaan, Abdurrahman juga tengah berselisih dengan Al-Mu’iz,
Khalifah Fathimiyah di Mesir. Untuk mengatasi persoalan dalam negeri dan
mengusir para perusuh, Abdurrahman III memberikan kepercayaan kepada
Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu dijalankan dengan baik, sehingga pasukan
Ordano II terdesak. Melihat kenyataan ini, akhirnya Ordano II berkoali
dengan pasukan Sancho, kepala suku dari Nevarra. Namun, usaha usaha
koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman III setelah berhasil
mengatasi konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam pertempuran itu,
akhirnya Ordano II dan Sancho tewas terbunuh.

Setelah Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di


dalam negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia
melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan gelar baru, yaitu khalifah
dengan sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat itulah para penguasa Islam di
Andalusia menggunakan gelar tersebut. Dengan demikian pada masa ini
terdapat dua khalifah Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di
Andalusia. Sementara di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu
khalifah dari Dinasti Fathimiah.

b. Politik luar negeri

Setelah berhasil membangun kekuatan politik di dalam negeri, Abdurrahman


melakukan exspansi ke luar Andalusia. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan
dari kebijakan politik luar negeri yang diambilnya. Salah satu exspansi yang
dilakukan adalah serangan ke wilayah Afrika Utara, yang sedang diincar oleh
Dinasti Fathimiah. Kalau wilayah Afrika Utara tidak dapat dikuasai, maka
akan dengan mudah pasukan lain masuk ke wilayah Andalusia. Pada masa ini,
Dinasti Fathimiah di Afrika Utara tengah berusaha melancarkan perluasan
wilayah ke Barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar Ibn Hafsun,
Dinasti Fathimiah berusaha menaklukan kekuatan Umayyah di Andalusia.
Untuk menahan kekuatan Dinasti Fathimiah itu, Abdurrahman III mendapat
bantuan dari penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil menaklukan sebagian
wilayah tersebut. Akan tetapi, kemenangan itu hanya bersifat sementara
karena tak lama kemudian datang serangan yang sangat hebat yang datang
dari suku-suku Kristen, sehingga pasukan Abdurrahman III terdesak ke luar
Afrika.

Kebesaran khalifah Abdurrahman telah melambung tinggi hingga ke


Konstatinopel, Italia, Perancis dan Jerman. Negara-negara ini berusaha
menjalin hubungan kerja sama dengan mengirim duta besar mereka ke
Andalusia. Hal ini membuktikan bahwa Abdurrahman III tidak hanya sebagai
seorang Khalifah yang memuliki kepedulian di bidang militer atau hal-hal
yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri, tetapi juga sangat peduli
dalam bidang diplomatik. Hubungan diplomatik ini akan sangat membantu
kerja khalifah di luar negeri.

c. Mendirikan angkatan laut.

Untuk memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka


Abdurrahman melakukan kebijakan dalam bidang militer. Salah satu
kebijakan yang diambil adalah rekruitmen atau pengangkatan tentara dari
masyarakat non-Arab, terutama dari bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka
didik secara militer, sehingga menjadi pasukan yang terlatih dan terampil
berperang, selain sangat patuh terhadap khalifah. Salah satu alasannya karena
ia tidak suka terhadap para bangsawan dan masyarakat Arab yang seringkali
melakukan gerakan perlawanan dan menentang kebijakan-kebijakan yang
dibuat Khalifah Abdurrahman III.
Kebijakan ini tentu saja menimbulkan amarah dari para bangsawan Arab,
sehingga mereka melakukan pemberontakan. Sayangnya, pemberontakan
mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Abdurrahman III ini. Dalam
pertempuran Al-Khandaq dan pengepungan kota Zamora, militer Arab
menderita kekalahan besar sehingga mereka tidak dapat berkutik lagi.

Konflik internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah
Fathimiah di Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk
menguasai jalur Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan
angkatan laut yang cukup besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan
laut yang dilengkapi dengan 300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini,
pasukan Umayyah berhasil menguasai Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika
Utara, sehingga dengan mudah menguasai wilayah-wilayah lain di sekitar
Ceuta.

d. Membangun Kota Cordova

Pada awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak memiliki daya
tarik bagi bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III berhasil
menguasai kota Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota
terbesar dan termegah di dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota
tersebut ditandai dengan adanya istana dan bangunan gedung-gedung mewah,
masjid-masjid besar, jembatan yang kokoh dan panjang yang melintasi sungai
Wail Kabir dan Madinah Al-Zahra, sebagai salah satu kota kecil dan mungil
yang terletak di salah satu penjuru Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki
300 masjid besar, 100 istana megah, 1.300 gedung dan 300 buah tempat
pemandian umum.

Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota
tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang
bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini,
dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan
dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban
Islam di Barat.

e. Memajukan ilmu pengetahuan

Abdurrahman III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi politik ke yang


lebih baik dan beberapa pembangunan yang terus mengalami kemajuan,
malainkan juga berhasil memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Ia juga memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya
pengembangan ilmu pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan
lembaga pendidikan dan perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana
yang lahir sebagai intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang
luas. Sehingga Cordova menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana
atau pencari ilmu dari berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.
5. Al-Hakam (350-366 H/961-976 M)

Al-Hakam II adalah putra Abdurrahman III. Ia menggantikan kedudukan ayahnya


sebagai khalifah dalam usia 45 tahun. Dalam sejarah pemerintahan Khalifah Bani
Umayyah di Andalusia, ia dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang cinta
damai. Setiap persoalan yang dihadapi, selalu diselesaikan lewat jalur
perdamaian. Meskipun begitu, dalam hal-hal tertentu, ia termasuk pemimpin yang
tegas. Misalnya pemberontakan yang dilakukan oleh suku Lyon di bawah
pimpinan Sancho, Al-Hakam memberantas hingga dapat ditaklikkan. Semula
Sancho beranggapan bahwa Al-Hakam tidak akan mungkin menumpas mereka
dengan cara-cara kekerasan, karena ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang
cinta damai. Namun, anggapan itu sangat keliru dan diluar dugaan Sancho sendiri.
Sebab Al-Hakam mengambil kebijakan lain bahwa pemberontakan Sancho ini
tidak dapat dibiarkan, karena akan mengganggu stabilitas dan keamanan negara.
Karena itu, Al-Hakam mengirim pasukan untuk memberantas gerakan Sancho
yang berusaha ingin memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Al-Hakam.

Selain itu, Untuk mengatasi konflik antara Bani Umayyah di Andalusia dengan
Dinasti Fathimiah di Afrika Utara, ia mengutus Ghalib untuk menekan kekuatan
Fathimiah. Ghalib berhasil menaklukan wilayah Afrika Utara dan beberapa suku
Barber, seperti suku Barber di Maghrawa, Mikansa dan Zenate mengakui
kepemimpinan Al-Hakam.

Al-Hakam bukan hanya sebagai seorang khalifah yang baik, tapi juga cerdik dan
terdidik. Sehingga ia bisa menempatkan kebijakan sesuai pada tempatnya.
Apabila dibutuhkan sikap tegas, maka semua itu sudah dipikirkan dengan masak
semua akibat yang akan terjadi. Karena dengan cara-cara seperti ini, keamanan
dan kedamaian dapat diwujudkan. Ketika situasi semakin aman, maka
pembangunan akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Al-Hakam Setelah berhasil mengamankan situasi pilitik dalam dan luar negeri, ia
melaksanakan pembangunan pendidikan. Ia mengirim sejumlah utusan keseluruh
wilayah Timur untuk membeli buku-buku dan manuskrip-manuskrip, atau
menyalinnya jika buku yang dibutuhkan tidak dapat dibeli, sekalipun dengan
harga yang mahal. Semua buku dan manuskrip itu diperintahkan untuk dibawa ke
Cordova sebagai bahan ajar bagi semua orang yang ingin menuntut ilmu
pengetahuan.

Salahh satu keberhasilannnya dalam gerakan ini, adalah mengumpulkan lebih


kurang 400.000 buku yang disimpan di perpustakaan negara di Cordova.
Sementara katalog perpustakaan ini terdiri dari 44 jilid. Para ilmuan, ulama dan
filosuf, dapat dengan bebas menggunakan bahan-bahan tersebut. Untuk
meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan sejumlah sekolah di ibukota
Cordova. Hasilnya, seluruh rakyat Andalusia dapat menulis dan membaca.
Sementara itu, umat Kristen Eropa kecuali para pendeta, tetap berada dalam
kebodohan dan tidak dapat tulis baca.
Jasanyya yang paling besar dalam dunia pendidikan adalah : mendirikan sebuah
perguruan tinggi terkenal, yaitu Universitas Cordova, selain mendirikan masjid-
masjid dn pembangunan kota Madinah Al-Zahra.

6. Hisyam II (366-399 H/976-1009 M)

Hisyam II adalahh pewaris dari Al-Hakam. Ketika ia menjabat sebagai khalifah,


usianya sekitar sepuluh tahun lebih. Karena usianya yang masih belia, maka
kekuasaan sementara dipegang oleh ibunya bernama Sulthana Subh dan
Muhammad Ibn Abi Amir yang bertindak sebagai perdana menteri. Ternayta
Muhammad Ibn Abi Amir adalah orang yang sangat haus kekuasaan. Sebab,
setelah ia berhasil memposisikan diri sebagai perdana menteri, ia kemudian
menambah gelarnya dengan sebutan Hajib Al-Manshur. Ia merekrut tenaga
militer dari kalangan suku Barber menggantikan militer Arab.

Dengan kekuatan militer dari suku Barber ini, ia berhasil menundukkan kekuatan
Kristen di wilayah Andalusia, dan berhasil memperluas pengaruh Bani Umayyah
di Barat laut Afrika. Akhirnya, ia berhasil memegang seluruh cabang kekuasaan
negara. Sementara sang khalifah tidak lebih hanya sebagai boneka permainannya.
Selain itu, surat-surat resmi dan maklumat negara diterbitkan atas nama Hajib Al-
Mansur. Untuk memperkuat posisinya, tak jarang ia melakukan tindakan keji,
seperti menyingkirkan calon-calon khalifah atau para pangeran Islam yang akan
menduduki jabatan khalifah Bani Umayyah di Andalusia.

Al-Mansur adalah seorang perdana menteri yang juga ilmu pengetahuan. Ia


berusaha mengumpulkan karya-karya dari berbagai penjuru untuk kemudian
dibawa ke Andalusia, sehingga banyak di antara mereka berhasil mengembangkan
ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan umat manusia saat itu. Hasil kerja
keras dan kreatifitas mereka benar-benar dihargai sebagai sebuah karya besar.
Tidak hanya itu, bahkan kebutuhan mereka terpenuhi, sehingga mereka tidak
melakukan pekerjaan lain untuk kebutuhan keluarga.
Jasa dalam biodanng pembangunan adalahh mendirikan kota Al-Zahirah, dan
memindahkan kantor-kantor pemerintahan di kota tersebut. Di kota inilah ia
mencoba memproklamirkan dirinya sebagai seorang khalifah dengan gelar Al-
Malik Al-Mansur. Ternyata usaha yang dilakukan berupa pendirian kota dan
pemindahan semua kantor negara dan kas negara ke kota tersebut merupakan
salah satu rencana besarnya untuk merebut kekuasaan dan menjadi penguasa
tunggal di Andalusia. Bahkan namanya tercantum di dalam mata uang negara saat
itu.

Akhir pemerintahannya, telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh


Muhammad. Pemberontak ini berhasil meruntuhkan kekuasaan Hisyam dan
menurunkannya dari jabatan khalifah. Kemudian Muhammad menggantikan
kedudukan Hisyam dengan memakai gelar Al-Mahdi. Setelah menduduki jabatan
tersebut, ia berusaha menyerang Sanchol dan pasukannya, sehingga Al-Mahdi
berhasil menangkap dan memenjarakan Sanchol. Tidak lama setelah itu, Al-
Mahdi pun meninggal dan posisinya digantikan oleh Sulaiman. Namun,
kepemimpinan Sulaiman tidak sehebat Al-Mansur dan generasi sebelumnya yang
berhasil membangun peradaban dan menciptakan kedamaian dan ketentraman
warganya.

Hajib Al-Mansur dikenal sebagai seorang perdana menteri yang berhasil


membangun negara dan memakmurkan rakyatnya. Sehingga Islam dan
masyrakatnya menjadi sebuah negara dan masyarakat yang kaya dan
diperhitungkan di daratan Eropa ketika itu.

Kemajuan peradabann Islam di Andalusia

Diantara tahun (711-1498 M) umat Islam di Andalusia telah membuka


lembaran baru bagi sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah
intelektual dunia. Para penguasa tidak hanya menyalakan suluh kebudayaan dan
peradaban maju, juga sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang
telah berkembang pada masa-masa sebelumnya, terutama pada jaman Yunani dan
Romawi.
Andalusia pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban
tinggi. Para ilmuan dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini
untuk menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia, seperti Granada,
Cordova, Seville dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat
tinggal kaum intelektual. Selain itu, kota-kota tersebut juga menjadi temapt atau
markas tenatra terkenal. Mereka orang-orang terpilih, terdidik dan pandai, sehingga
menjadi panutan masyarakat dan model dalam berbagai bidng keahlian.
Beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia.
Diantaranya:

1. Kedokteran

Diantara ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-
Qasim Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah
seorang bedah ahli terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013
M. Di antara karyanya yang terkenal adalah Al-Tasrif terdiri dari 30 jilid. Selain
Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli di
bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat Al-Thib.

2. Ilmu Tafsir

Beberapa ulama’ tafsir yang mucul masa masa itu adalah : Al-Baqi, Ibn Makhlad,
Al-Zamakhsyari dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-Thabary. Selain mereka,
terdapat ahli tafsir terkenal saat itu, yaitu Ibn ’Athiyah. Kebanyakan tafsir yang
dibuat mengandung cerita israiliyat. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung
cerita israiliyat. Kumpilan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh Al-Qurthubi.
3. Ilmu Fiqh

Demikian juga dengan ulama’ fiqih. Pada saat itu telah bermunculan sebagai
tanda berkemangnya ilmu fiqih. Diantara nama-nama ulama’ fiqih (fuqaha) yang
muncul. Mereka antara lain adalah Abdul Malik Ibn Habib Al-Sulami, Yahya Ibn
Laits dan Isa Ibn Dinar. Mereka adalah ahli fiqh mazhab Maliki. Di antara mereka
yang paling berperan dalam pengembangan mazhab ini adalah Abdul Malik Ibn
Habib dan Ibn Rusyd dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Ibnu Rusyd
menggunakan metode perbandingan terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang
berkembang saat itu.

4. Ilmu Ushul Al-Fiqh

Selain perkembangan dalam bidang ilmu fiqh, terdapat pula perkembangan ilmu
ushul al-fiqh (filsafat hukum Islam). Ibn Hazm dan Al-Syatibi adalah dua tokoh
terkenal sangat produktif dalam bidang ini. Di antara karyanya adalah Al-Ihkam fi
Ushul Al-Ahkam karya Ibn Hazm dan Al-Muwafaqat karya Al-Syatibi.

5. Ilmu Hadits

Selain ilmu yang penulis sebutkan di atas juga ada beberapa ilmu lainnya ,
seperti ; ilmu Hadits. ilmu hadits saat itu juga menjadi perhatian para ulama di
Andalusia. Kebanyakan mereka belajar dari Timur, seperti di Bagdad. Di antara
ahli ilmu hadits adalah Abdul Walid Al-Baji yang menulis buku Al-Muntaqal.

6. Sejarah dan Geografi

Ada saat itu pula muncul penulis-penulis terkenal, yaitu Ibn Abdi Rabbi’ dan Ali
Ibn Hazm. Keduanya adalah penulis dan pemikir muslim kenamaan pada abad ke-
11 M. Mereka telah menulis lebih dari 400 judul dalam bidang sejarah, teologi,
hadits, logika, syair dan cabang-cabang ilmu lainnya. Pada masa ini juga muncul
banyak ilmuan yang menekuni bidang sejarah dan geografi. Mereka antara lain
adalah Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Al-Bakry, Abu Marwan Hayyan Ibn Khallaf,
yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Hayyan. Salah satu karya monumental Ibn
Haldun adalah Al-Mukaddimah.

7. Astronomi

Ilmu astronomi pada saat itu juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Para
ahli ilmu perbintangan muslim saat itu berkeyakinan bahwa radiasi bintang-
bintang besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi ini.
Al-Majiriyah dari Cordova, Al-Zarqali dari Toledo dan Ibn Aflah dari Seville,
merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.

8. Ilmu Fisika
Sementara itu kemajuan dalam bidang ilmu fisika ditandai dengan munculnya
sejumlah fisikawan muslim terkenal. Di antara mereka adalah Al-Zahrawi dan Al-
Zuhry. Selain terkenal dalam bidang fisikawan, mereka terkenal sebagai dokter.
Al-Zahrawi hidup pada masa Al-Hakam II, sedang Al-Zuhry pada masa Abu
Yusuf Ya’kub Al-Mansur, Ubaidillah Al-Muzaffar Al-Bahily, selain sebagai
fisikawan, juga dikenal sebagai pujangga.

9. Filsafat

Dalam beberapa sejarah Islam telah disebutkan, bahwa Islam di Andalisia telah
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim.
Agama ini menjadi jembatan penghubung antara peradaban dan ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Minat untuk mengkaji dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah, yakni sejak abad ke-9 M pada masa pemerintahan Muhammad Ibn
Abdurrahman (832-976 M), ketika ia memerintahkan kaum ilmuan dan orang-
orang kepercayaannya untuk mencari data dan naskah-naskah dari Timur di bawa
ke Barat untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga perpustakaan-perpustakaan
dan universitas-universitas di Cordova penuh dengan karya-karya intelektual
muslim.

Kemajuan intelektual muslim Andalusia yang paling gemilang di bidang filsafat


ditandai dengan munculnya banyak filosuf kenamaan, mereka antara lain adalah
Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah, lahir di Saragosa, lalu pindah ke
Seville dan Granada. Ia merupakan seorang filosuf terbesar yang pernah hidup
pada abad ke-12 M. Selain sebagai seorang filosuf, dikenal pula sebagai seorang
saintis, fisikawan, musisi, astronom dan komentator Aristoteles. Karyanya
terbesar antara lain adalah Tadbir Al-Mutawahhid.

Selain Ibn Bajjah, filosuf terkenal kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, lahir di
Granada. Ia banyak menulis ilmu kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang cukup terkenal adalah Hay Ibn Yaqdzan (Si Hidup bin Si
Bangkit). Kemudian pada akhir abad ke-12, lahirlah seorang filosuf terkenal
bernama Ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia memiliki keahlian
tersendiri dalam mengomentari karya-karya filsafat Aristoteles. Pemikiran yang
dikembangkannya sangat rasional. Karena begitu besarnya pengaruh pemikiran
Ibn Rusyd di kalangan kaum intelektual Barat, maka pemikiran yang
dikembangkannya dikenal dengan istilah Avveroisme. Ideologi pemikiran inilah
yang membuka cakrawala pemikiran filsafat bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat
mengalami perkembangan yang sangat maju pada masa-masa sesudahnya.

Kemunduran dan Kehancuran daulah Bani Umayyah II di Andalusia

Islam berkuasa di Andalusia bertahan cukup lama, mulai dari tahun 711 M
hingga tahun 1492 M. Ini berarti agama Islam berada di Eropa kurang lebih selama
781 tahun. Waktu yang begitu lama, telah banyak dimanfaatkan oleh para penguasa
dan masyarakat muslim untuk mengembangkan peradaban dunia. Setelah
memberikan catatan penting mengenai peran yang telah dimainkan kaum intelektual
muslim ketika itu. Mereka telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kemajuan peradaban dunia kini.
Sejarah panjang yang telah diukir oleh masyarakat muslim dan para penguasa
Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia akhirnya mengalami kemunduran dan
kehancuran. Kemunduran dan kehancuran itu disebabkan oleh beberapa faktor.
Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.

Konflik Islam dengan Kristen

Para penguasa muslim di Spanyol setelah Al-Hakam II, tidak ada yang secakap
para khalifah sebelumnya. Kegigihan para pendahulu mereka dalam menyebarkan
Islam dan mempertahankan wilayah kekuasaan, tidak dijadikan panutan. Hal ini
berakibat pada melemahnya pertahanan yang ada. Kelemahan itu semakin
menjadi ketika umat Kristen menemukan identitas dan perasaan kebangsaan
mereka. Sehingga mereka mampu menggalang kekuatan guna mengalahkan para
penguasa muslim.

Berawal dari kurang maksimalnya para penguasa muslim di Andalusia dalam


melakukan proses Islamisasi. Bagi para penguasa, hal yang paling penting adalah
pernyataan dan sikap umat dan raja-raja Kristen yang mau tunduk di bawah
kekuasaan penguasa Islam dengan cara membayar upeti. Dengan cara itu mereka
dibiarkan menganut agama dan menjalankan hukum, adat dan tradisi kristen,
termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata.

Masyarakat Kristen di Andalusia menganggab kehadiran bangsa Arab sebagai


penjajah. Kenyataan ini mereka rasakan sendiri ketika bangsa Arab tidak banyak
memberikan peluang kepada mereka dalam jabatan-jabatan struktural penting di
pemerintahan. Realitas politik inilah yang kemudian membangkitkan perasaan
dan semangat nasionalisme masyarakat Kristen Andalusia. Kelompok raja-raja
dan masyarakat Kristen terus menggalang dan menyusun kekuatan guna mengusir
para penguasa Arab Muslim dari Andalusia. Hal ini mnjadi salah satu sebab
kehidupan negara Islam di Andalusia tidak pernah berhenti dari konflik antara
Islam dengan Kristen. Karena pertentangan ini terus berlanjut, sehingga tidak
banyak yang dapat dilakukan oleh para penguasa muslim untuk mengembangkan
bidang-bidang keilmuan yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkuat
dan mempertahankan kekuasaan, akhirnya umat Islam di Andalusia mengalami
kemunduran. Sementar sekitar abad ke-11 M, masyarakat Kristen mengalami
kemajuan pesat dalam bidang IPTEK dan strategi perang.

Tidak Adanya Ideologi Pemersatu

Di Andalusia tidak seperti daerah lain yang ditaklukkan Islam. Para muallaf yang
berasal dari penduduk setempat tidak pernah diterima secara utuh oleh para
penguasa Arab Muslim. Kenyataan ini paling tidak masih diberlakukan hingga
abad ke-10 M. Hal itu ditandai dengan masih dipertahankannya istilah ibad dan
muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan.

Akibatnya, kelompok-kelompok turis etnis non-Arab yang ada terutama etnis


Slava dan Barber, seringkali menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal ini tentu
saja menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
sosio-politik dan sosio-ekonomi Daulah Bani Umayyah II di Andalusia.Realitas
ini menunjukkan bahwa tidak ada ideologi pemersatu yang dapat mengikat
perasaan kebangsaan mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang berusaha
menghidupkan kembali fanatisme kesukuan guna mengalahkan kekuatan bani
Umayyah.

Kesulitan Ekonomi

Sebagaimana yang telah dicatat dalam sejarah Islam, bahwa pada paruh kedua
masa Islam di Andalusia, para penguasa begitu aktif pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga mengabaikan pengembangan sektor
ekonomi. Akibatnya, timbul kesulitan ekonomi yang memberatkan negra dan
tentu saja berpengaruh bagi perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini
diperparah dengan datangnya musim paceklik yang dialami para petani. Para
petani ini umumnya adalah masyarakat mantan budak yang telah dimerdekakan,
sehingga mereka tidk mampu membayar pajak. Tersendatnya pembayaran pajak
ini mengganggu perekonomian negara.

Hal lain yang menyebabkan tidak terkendalinya perekonomian adalah ;


Penggunaan keuangan negara yang tidak terkendali oleh para penguasa muslim,
juga merupakan salah satu faktor penyebab melemahnya perekonomian negara.
Krisis ekonomi ini berdampak sangat serius terhadap kondisi sosial, politik,
ekonomi, militer dan sebagainya.

La Tansa

- Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia, telah melalui beberapa


peristiwa penting, yaitu peristiwa pengambil alihan kekuasaan dari para wali
ke tangan para amir yang disebut dengan periode keamiran hingga
terbentuknya sistem khilafah saat itu. Dari situlah mulai dikenal khilafah
Bani Umayyah II
- Abdurrahman Al-Dakhil adalah Amir pertama yang berhasil menguasai
Andalusia, ia adalah salah seorang cucu dari Abdul Malik Ibn Marwan yang
berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan Abu Abbas Al-Saffah
- Sejak Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di
Andalusia, ia menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal.
Gangguan pihak luar terbesar adalah serbuan pasukan Paoin, seorang raja
Perancis dan puteranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan
pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil
- Pasca meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat
generasi penerusnya untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi
Abdurrahman Al-Dakhil digantikan oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180
H / 788-796 M
- Proses pembentukan pemerintahan Islam di Andalusia yang menggunakan
sistem khalifah, tidak berlangsung mulus. Banyak pemberontakan terjadi dan
kendala yang dihadapi para penguasa saat itu. Kondisi itu baru teratasi
dengan baik, sejak akhir masa kekuasaan Abdullah yang masih
menggunakan sistem keamiran hingga masa awal pemerintahan Khalifah
Abdurrahman III
- Beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia.
Diantaranya:

- Kedokteran
- Ilmu Tafsir
- Ilmu Fiqh
- Ilmu Ushul Al-Fiqh
- Ilmu Hadits
- Sejarah dan Geografi
- Astronomi
- Ilmu Fisika
- Filsafat

Tamrinat 2
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Sejak kapan Dinasti Umayyah II mulai terbentuk !


2. Siapakah Abdurrahman al-Dakhil itu ?
3. Bagaimanakah proses pembentukan pemerintahan Islam di
Andalusia ! Jelaskan !
4. Sejak kapan pemerintahan di Andalusia menggunakan sistem
kekhalifahan !
5. Sebutkanbeberapa cabang ilmu yang berkembang di
Andalusia !

Amanah :

Tuliskan dengan singkat sejarah masuknya Islam ke andalusia !


Bagian
3 DINASTI MUWAHHIDUN (1121-1235 M)

Proses Berdiri dan Berkembangnya Dinasti Muwahhidun

Dinasti Muwahhidun merupakan salah satu kerajaan Islam yang didirikan oleh
bangsa Barbar Islam II setelah Dinasti Murabithun. Dinasti ini pernah menguasai
wilayah yang terbentang dari pulau-pulau yang terbentang di Samudra Atlantik
hingga perbatasan Mesir dan Andalusia (Eropa). Ini merupakan prestasi besar yang
dilakukan bangsa Barbar Islam di Afrika Utara setelah Murabithun.
Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Tumart pada tahun 1121 M. Ibnu Tumart
dilahirkan di Sus, Maroko. Ia berasal dari suku Masmudah, salah satu suku yang
terkenal dengan keberaniannya, mulia, kaya dan tersebar diseluruh Maroko. Hal-hal
diatas merupakan faktor penunjang dari keberhasilan Ibnu Tumart dalam
menjalankan pergerakannya.
Ibnu Tumart dalam catatan sejarah telah mendirikan pusat studi Islam
kenamaan, seperti Cordova, Alexandria, Makkah dan Bagdad. Di kota Bagdad, Ibnu
Tumart pernah belajar di Madrasah Nidlamiyah, sebuah perguruan tinggi terkemuka
di kota Bagdad. Dalam pengembaraan ilmiahnya ia banyak berdialog dengan
pemikiran-pemikiran yang aktual saat itu, di antaranya soal tidak diperlukannya lagi
bagi bagi penganut mazhab Maliki untuk belajar tafsir Al-Qur’an dan Al-Hadits,
karena keduanya telah dilakukan oleh Imam Malik. Kenyataan ini membuat Ibnu
Tumart merasa ditantang. Untuk mengimbangi pemikiran seperti itu, ia menyerukan
kepada umat Islam di Andalusia, agar menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta
Ijma’ sahabat sebagai dasar dari ajaran Islam. Selain itu, ia menolak ra’yu dan Qiyas
sebagai dasar hukum.
Ibnu umart memanfaatkan waktu yang sedang mengalami stagnasi (mandek)
serta pendidikan yang rendah pada masa pemerintahan Dinasti Murabithun, dijadikan
sebagai motivasi dirinya untuk pergi ka Bagdad mencari ilmu. Sekembalinya dari
Bagdad ke Afrika Utara, Ibnu Tumart pada tahun 1100 M bertekad untuk melakukan
pemurnian ajaran Islam. Karena menurutnya, ajaran Islam dibawah pemerintahan
Dinasti Murabithun, mengalami penyimpangan. Gerakannya ini di dasari atas
keinginan untuk memurnikan ajaran Islam berdasarkan Tauhid. Karena itu,
gerakannya ini kemudian dikenal dengan sebutan Muwahhidun.
Apa yang dilakukannya tidak banyak mendapat respon dari masyarakat,
sehingga ia lebih memilih nomaden. Di tengah perjalanan, setelah keluar dari kota
Bogie tahun 1117 M, ia bertemu dengan Abdul Mu’in. Dialah orang ang akan
menggantikan posisinya kelak sebagai pemimpin kelompok Muwahhidun. Dari
Maroko, Ibnu Tumart dan Abdul Mu’in pindah ke Tinmal. Dari kota inilah Ibnu
Tumart melancarkan propagandanya.
Dengan usahanya yang maksimal akhirnya mendapatkan pengikut yang
banyak dan kepercayaan penuh dari orang-orang terkemuka di sukunya, pada tahun
1121 M. ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi dan bertekad untuk mendirikan
pemerintahan Islam yang didasari atas prinsip-prinsip ketauhidan.
Ibnu Tumart mengirimkan sejumlah pengikutnya ke berbagai tempat untuk
mengajak penduduk itu ke jalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam dan
menyelamaykan diri dari ajaran kelompok Murabithun yang dianggap telah
menyekutukan Allah. Anjuran yang selalu diajarkan para pengikutnya adalah untuk
berakhlak mulia, taat pada undang-undang, sholat tepat pada waktunya, membawa
wirid yang dibuat Al-Mahdi dan buku-buku aqidah Muwahhidun.
Pengakuan dirinya sebagai Al-Mahdi, pengikutnya terus bertambah dan
berhasil menghimpun sejumlah orang Barbar yang ketuanya adalah sahabat atau
murid Ibnu Tumart. Dari sinilah kemudian Ibnu Tumart menyusun konsep dan
memberikan definisi yang jelas bagi kelompoknya.
Pertama, kelompok Muwahhidun merupakan suatu kesatuan sosial yang
beriman secara benar. Di luar mereka adalah kafir yang perlu diperangi. Kedua,
kesatuan sosial itu dipimpin oleh imam. Imam pertama adalah Al-Mahdi selanjutnya
adalah khalifah-khalifah. Ketiga, Al-Mahdi dibantu oleh 10 orang yang dipilih secara
ketat dan berfungsi sebagai kabinet pemerintahan. Kesepuluh orang ini dapat menjadi
komandan militer atau mewakili Al-Mahdi dalam imam sholat. Keempat, dewan 50
orang yang angota-angotanya terdiri dari cabang-cabang Barbar yang merupakan
bagian dari masyarakat Muwahhidun yang berfungsi sebagai penasihat. Kelima,
dewan 70 orang sebagai anggota majlis rakyat.
Kontak pertama dengan Murabithun terjadi ketika gubenur Sus dengan
pasukannya menyerang suku Hurglah yang membangkang terhadap pemerintahan
Murabithun. Tetapi, pasukan itu,dapat dikalahkan oleh kelompok Muwahhidun.
Kemenangan pertama ini membangkitkan semangat kelompok Muwahhidun untuk
melakukan serangan ke Maroko. Dengan kekuatan besar, kelompok Muwahhidun
berusaha menaklukkan Maroko pada tahun 1125 M, tetapi gagal.
Pasca wafatnya Ibnu Tumart pada tahun1128 M, posisinya digantikan oleh
Abdul Mu’in setelah mendapat pengakuan dan dinobatkan oleh dewan 10 orang.
Gelar yang dipakai bukanlah Al-Mahdi, melainkan khalifah.
Kebijakan pertama setelah diangkat menjadi khalifah, langkah pertama yang
dilakukannya adalah menundukkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri
kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia berhasil
menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Murabithun, seperti Tlemcen, Fez, Tangier
dan Agmat. Setelah itu Andalusia dikuasainya pada tahun 1145 M. Kemudian pada
tahun 1147 M seluruh wilayah Murabithun dikuasai Muwahhidun.
Usaha ekspansi Abdul Mu’in terus berlanjut. Pada tahun 1159 M, ia berhasil
menaklukan Almeria dan menjadikan Giblaltar sebagai pusat pemerintahannya.
Kemudian pada tahun 1162 M ia kembali ke Afrika Utara untuk memperkuat
pangkalan militernya di Rabath guna memperkuat serangannya ke beberapa wilayah
di Andalusia. Namun sebelum keinginannya itu terwujud, ia keburu wafat pada tahun
1163 M. Dapat ditaklukkan oleh Abdul Mu’in pada tahun 1125 M.
Pasca meninggalnya Abdul Mu’in, jabatan khalifah dipegang oleh anaknya
bernama Abu Ya’kub Yusuf (1162 M). Dalam menjalankan roda pemerintahan, ia
tetap berpegang pada kebijakan ayahnya. Karena itu, pada tahun 1172 M Abu Ya’kub
berhasil merebut Seville, salah satu bandar penting di Andalusia. Serangan ini
kemudian dilanjutkan ke Toledo. Ketika pasukan Abu Ya’kub bermaksud
mengadakan serangan ke Lisbon, di tengah perjalanan di Santarem pasukannya
dihadang oleh pasuakn Kristen. Serangan ini menyebabkan ia tidak dapat menghindar
hingga ia terluka dan kemudian wafat tahun 1184 M.
Setelah wafat kemudian digantikan oleh Abu Yusuf Ya’kub Al-Mansur.
Untuk menjalankan pemerintahan, ia mengangkat Hafs sebagai Wazir dan Yahya bin
Yusuf sebagai panglima militer di Andalusia. Pada masa pemerintahannya, ia
menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh sisa-sisa kekuatan Murabithun,
seperti Yahya, gubenur Valencia dan Muhammad, gubenur Cordova. Namun
keduanya dapat dikalahkan. Al-Mansur kemudian melanjutkan serangannya dan
berhasil menguasai Bogie dan bagian daerah Al-Jazair.
Peristiwa penting yang paling bersejarah dalam kepemimpinannya adalah
usahanya yang berhasil mematahkan serangan Alfonso VIII di Alacros yang terletak
antara Cordova dan Toledo. Usai kemenangan itu, pada tahun 1198 M, Al-Mansur
meninggal dan posisinya digantikan oleh Muhammad Al-Nasir. Pada masanya,
Dinasti Muwahhidun mulai melemah, sementara pasukan Kristen semakin kuat.

Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Dinasti Muwahhidun.

Berbagai kemajuan yang dicapai Muwahhidun di antaranya adalah kemajuan-


kemajuan dalam bidang:

a. Politik

Dalam bidang politik, Muwahhidun berhasil menguasai daerah kepulauan


Samudra Atlantik hingga Mesir dan Andalusia.

b. Ekonomi

Di bidang ekonomi, Dinasti Muwahhidun menguasai jalur-jalur strategia di Italia


dan menjalin hubungan dagang dengan Genoa, Pisa Marseila, Venecia dan
Silcilia. Pada tahun 1154 M Muwahhidun mengadakan perjanjian dagang dengan
Genoa dan tahun 1157 M dengan Pisa. Perjanjian itu berisi tentang perdagangan,
ijin mendirikan bangunan gedung, kantor, loji dan pemungutan pajak.

c. Arsitektur

Dalam bidang arsitektur yang berbentuk monumen, seperti Giralda, menara pada
masjid Jami’ di Seville, Bab Aguwnaou dan Al-Kutubiyah, menara yang sangat
megah di Maroko dan menara Hasan di Rabath.

d. Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

Pada masa Abu Ya’kub hidup seorang yang terkenal seperti Ibrahim bin
Malik(Ibnu Mulkun), seorang pakar Al-Qur’an dan nahwu, Al-Hafidz Abu Bakar
bin Al-Jad, ahli fiqih, Ibnu Zuhry, ahli kedokteran, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd,
para filosuf muslim kenamaan.

Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Muwahhidun

Dalam kepemimpinan halifah Muhammad Al-Nasir, Dinasti Muwahhidun


mulai menunjukkan kelemahan-kelemahannya, karena khalifah ini tidak memiliki
kemampuan untuk menyusun strategi militer guna menghadapi kekuatan tentara
Kristen.
Akiobat kelemahan khalifah kekuasaan yang ada ditangannya digerogoti oleh
kekuatan tentara Kristen. Pada tahun 1212 M Alfonso VIII dan pasukan sekutunya
dari Leon, Castille, Navarre dan Aragon, melakukan serangan ke markas
Muwahhidun di Las Navas de Tolosa (Al-’Uqd). Dalam pertempuran ini, pasukan
Muwahhidun mengalami kekalahan.
Akibat dari kekalahannya, maka ia menderita dalam di hatinya. akhirnya ia
meninggalkan Andalusia untuk kembali ke Fez dan Andalus diserahkan kepada
anaknya yang baru berusia 15 tahun bernama Abu Ya’kub Yusuf II dengan gelar Al-
Muntasir. Karena usianya masih muda, ia tidak mampu menjalankan pemerintahan.
Akibatnya, perpecahan di kalangan keluarga istana tidak dapat dihindari, terutama
setelah kematiannya pada tahun 1224 M. Hal itu terjadi karena Khalifah Al-
Muntashir tidak memiliki anak yang dapat menggantikan posisinya sebagai khalifah.
Kondisi yang tidak stabil ini dibaca oleh para bawahannya, akhirnya beberapa
orang kelompok Muwahhidun meneruskan pemerintahannya masing-masing di
daerah tertentu. Keadaan ini dimanfaatkan oleh kekuatan Kristen untuk
menyingkirkan para penguasa Dinasti Muwahhidun dari Andalusia. Usaha ini
berhasil dengan terusirnya mereka dari Andalusia pada tahun 1236 M. Pengusiran ini
secara total baru terjadi pada tahun 1238 M, kecuali daerah Granada yang dikuasai
Dinasti Bani Nasr (Bani Ahmar) dari kerajaan Arab Madinah.
Kehancuran Muwahhidun di Andalusia diikuti oleh Muwahhidun di Afrika
Utara. Wilayah Tripoli, sejak lama telah dikuasai oleh Shalahuddin Al-Ayyubi (1172
M) dan Maroko direbut oleh Bani Marin tahun 1269 M. Dengan demikian, hancurlah
kekuasaan Dinasti Muwahhidun.
Adapun faktor-faktor penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti
Muwahhidun adalah sebagai berikut:

a. Ketidakmampuan generasi penerus Ibnu Tumart dan Abdul Mu’min


dalam menjalankan pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik di kalangan
istana dalam masalah kepemimpinan.
b. Ketikmampuan khalifah untuk melakukan kontrol terhadap para
penguasa daerah, sehingga pusat menjadi lemah.
c. Para penguasa dan kelompok Muwahhidun lain melupakan garis
perjuangan Ibnu Tumart dan Abdul Mu’min, sehingga mereka mulai melemah.
d. Menguatnya kelompok dan raja-raja Kristen di Andalusia dan lain-
lain.
Demikian akhir dari perjalanan sejarah Dinasti Muwahhidun yang telah
berjaya menguasai Andalusia. Tetapi karena banyak persoalan yang dihadapi,
akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah dan kemudian hancur akibat
serangan dari berbagai pihak, baik di Andalusia maupun Afrika Utara.

La Tansa

- Dinasti Muwahhidun merupakan salah satu kerajaan Islam yang didirikan


oleh bangsa Barbar Islam II setelah Dinasti Murabithun. Dinasti ini pernah
menguasai wilayah yang terbentang dari pulau-pulau yang terbentang di
Samudra Atlantik hingga perbatasan Mesir dan Andalusia (Eropa). Ini
merupakan prestasi besar yang dilakukan bangsa Barbar Islam di Afrika
Utara setelah Murabithun
- Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Tumart pada tahun 1121 M. Ibnu Tumart
dilahirkan di Sus, Maroko. Ia berasal dari suku Masmudah, salah satu suku
yang terkenal dengan keberaniannya, mulia, kaya dan tersebar diseluruh
Maroko
- Ibnu Tumart dalam catatan sejarah telah mendirikan pusat studi Islam
kenamaan, seperti Cordova, Alexandria, Makkah dan Bagdad. Di kota
Bagdad, Ibnu Tumart pernah belajar di Madrasah Nidlamiyah, sebuah
perguruan tinggi terkemuka di kota Bagdad
- Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Dinasti Muwahhidun.
o Politik
o Ekonomi
o Arsitektur
o Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

Tamrinat 3

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

Sejak kapan Dinasti Muwahhidun memegang kekuasaan ?


Siapakah pendiri dari dinasti Muwahhidun ?
Sebutkan jasa Ibnu Tumart dalam bidang pendidikan !
Sebutkan beberapa kemajuan Dinasti Muwahhidun !
Sebutkan pula beberapa kelemahan Dinasti Muwahhidun !

Amanah :

Bacalah buku sejarah Islam lainnya untuk menambah referensi anda. Kemudia
tulislah cerita pendek tentang sejarah jatuhnya Dinasti Muwahhidun !
Bagian
4 Proses masuknya imperialisme ke dunia Islam

Keadaan dunia Islam saat kedatangan bangsa Barat

Sejak Andalusia, Sicilia dan beberapa wilayah Islam lainnya di Asia dan
Afrika mengalami kemunduran, dunia Islam semakin melemah, baik dari segi
kekuasaan politik maupun dari segi penguasaan sains dan tegnologi. Kemunduran
Islam diperparah dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan bangsa Mongol di bawah
pmpinan Hulughu Khan pada tahun 1258 M. Padahal Bagdad merupakan simbol
negara adidaya Islam yang menjadi kebanggaan dunia Islam saat itu. Dengan
demikian, sejak saat itu tidak ada adikuasa lagi di dunia Islam. Kekuasaan Islam
terpecah menjadi beberapa kesultanan, seperti Murabithun, Muwahhidun, Bani Abad,
Bani Ahmar dan sebagainya. Keadaan ini diperparah karena masing-masing
kesultanan memiliki kewenangan dan kekuasaan sendiri, sehingga tidak ada kerja
sama yang baik denganmengatasnamakan Islam dan umat Islam. Mereka hanya
berfikir bagaimana caranya dapat mempertahankan kekuasaan masing-masing.
Pada permulaan abad ke-16 M. Muncul tiga adikuasa baru di dunia Islam,
yaitu Kerejaan Turki Usmani (1229-1924 M), yang berpusat di Istambul, kerajaan
Safawai (1602-1732 M) di Persia, dan kerajaan Mughal di India (1482-1857 M). Pada
permulaan abad ke-17 kerajaan Turki Usmani dapat meluaskan kekuasaannya sampai
ke pintu gerbang kota Wina di Austria. Keberhasilan ini membuka peluang bagi
bangsa Turki Usmani untuk melakukan ekspansi ke wilayah Eropa Timur, Asia kecil,
dunia Arab di Asia Barat dan Afrika Utara.
Tiga adikuasa ini dalam hal memimpin pemerintahan tidak sebagaimana Bani
Abbasyiah dan Bani Umayyah. Mereka dalam memimpin negara tidak diimbangi
kemajuan dalam bidang peradaban. Karenanya, ketika kerajaan itu besar dan
mengalami kemajuan dalam bidang politik dan ekonomi, tetapi melemah dalam
bidang pemikiran, sains, tegnologi dan filsafat. Akhirnya, kerajaan-kerajaan tersebut
mengalami kemunduran pada akhir abad ke-17 M dan kemudian mengalami
kehancuran pada awal abad ke-19 atau awal abad ke-20 M seperti kerajaan Turki
Usman.
Disaat dunia Islam mulai mengalami kemunduran, di Eropa justru sebaliknya,
yang sebelumnya dalam kegelapan mulai mengalami perubahan. Bangsa Eropa pada
abad ke-16 dan 17 M bangkit dan mengalami kemajuan dalam bidang industri,
tegnologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Mereka mulai mengembangkan sains
dan tegnologi yang mereka pelajari dari dunia Islam, khususnya di universitas-
universitas yang ada di Cordova, Granada, Seville dan Toledo.
Orang-orang Eropa menguasai bahasa Arab dan filsafat yang pernah
dikembangkan ilmuwan muslim, buku-buku berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin. Mereka bukan saja memindahkan filsafat dan sains ke Eropa,
melainkan juga mengadopsi pemikiran rasional Islam untuk menggantikan pemikiran
dogmatis yang dikembangkan Gereja di Eropa.
Kajian yang mereka lakukan menghasilkan temuan luar biasa dan melahirkan
satu periode, yaitu renaisans di Eropa. Pemikiran filosofis dan sains yang dipelajari
dari dunia Islam mereka kembangkan, sehingga sejak abad ke-16 Eropa mulai berada
di jaman modern. Pada saat yang sama, Eropa juga mengalami kemajuan yang
signifikan (berarti) dalam bidang ekonomi, sehingga mereka mampu
mengembangkan sains dan tegnologi modern. Hal inilah yang akhirnya mendorong
Eropa untuk melakukan penetrasi dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme ke
dalam dunia Islam.
Para ilmuwan bangsa Eropa telah berhasil menemukan mesin uap, sebuah
hasil revolusi industri yang sangat revolusioner ketika itu. Setelah itu, Eropa semakin
terdorong untuk menjelajahi samudera (dunia) guna memperoleh dan menguasai jalur
perdagangan internasional yang menguntungkan. Dengan pengetahuan yang
diperoleh dari dunia Islam bahwa bumi itu bundar, bangsa Eropa berpendirian bahwa
untuk pergi ke sumber rempah-rempah dan sutra di Timur, jalan yang bisa dilalui
bukan hanya Timur Tengah, tetapi juga bisa dicapai melalui jalan Barat dan Selatan.
Tokoh legendaris yang berhasil menjelajahi dunia adalah Columbus dan
Vasco Da Gama. Colombus berusaha menemukan jalan ke Timur Jauh melalui arah
Barat dan berhasil menemukan Benua Amerika (1492 M). Sebenarnya Columbus
ingin menemukan sumber rempah-rempah dan sutera di Timur Jauh, seperti India.
Tetapi dalam pelayarannya, ia malah menemukan benua Amerika. Di benua baru ini
ia bertemu dengan penduduk asli benua Amerika itu dengan Indian. Meskipun begitu,
Columbus telah mencatat sejarah penting bagi bangsa Eropa, karena ternyata benua
yang baru ditemukan itu memiliki harta kekayaan yang sangat berlimpah yang dapat
memperkaya bangsa Eropa ketika itu.
Keberhasilan Columbus diikuti pula oleh Vasco da Gama. Karena ia berhasil
menemukan jalan ke Selatan melalui Tanjung Harapan ke Timur jauh (1498 M).
Dengan keberhasilannya ini, Vasco da Gama berpendapat bahwa hubungan
perdagangan dan pencarian rempah, sutra dan jenis atau barang komoditi dagang
lainnya, tidak harus melalui dunia Islam di Timur Tengah. Sebab hubungan itu dapat
dilakukan secara langsung antara Eropa dengan Timur Tengah. Sebab hubungan itu
dapat dilakukan secara langsung antara Eropa dengan Timur Jauh melalui Tanjung
Harapan.
Para pedagang eropa telah menemukan jalur perdagangan baru melalui
Tanjung Harapan, hal ini memperparah perekonomian dunia Islam. Sebab, jalur
strategis yang ada melalui Timur Tengah, tidak lagi menguntungkan karena tidak
banyak disinggahi para pedagang asing.
Dua penemuan ini merupakan peristiwa yang sangat berharga bagi bangsa
Eropa, karena para pedagang Eropa tidak lagi bergantung pada jalur lama yang
dikuasai umat Islam, tetapi telah memiliki jalur sendiri. Tidak hanya itu, penemuan
tersebut membuat bangsa Eropa dalam sekejap menjadi penguasa laut dan penguasa
dunia. Keseimbangan kekuatan antara dunia Islam dan Kristen Eropa (Barat) mulai
goyah dengan keuntungan lebih banyak pada Barat. Penemuan Benua Amerika
mendatangkan sebuah daerah baru bagi bangsa Barat dengan sumber penghasilan
yang potensial untuk dikembangkan. Harta yang baru ditemukan di Amerika
mendorong timbulnya kapitalisme yang melahirkan organisasi industri besar-besaran
dan perkembangan teknologi.
Salah satu bangsa Eropa yang dapat menandingi kekuatan ekonomi, politik
dan militer umat Islam ketika itu adalah bangsa Portugis. Bangsa Portugis merupakan
kekuatan kristen Eropa pertama yang menentang supremasi maritim Islam di Laut
Arab dan Samudera India. Pada tahun 1509 M, mereka mengalahkan dan
menghancurkan persekutuan armada Islam, termasuk Armada Mesir dekat Diu, di
barat Pantai India.
Serangan Portugis ke Laut Arab merupakan isyarat yang menunjukkan
kejatuhn politis, ekonimis dan intelektual bagi dunia Islam. Karena ulah Portugis ini
perdagangan Arab (dunia Islam) menjadi lumpuh. Namun, kaum muslimin tidak
menyadari akan hal ini. Imperium-imperium Usmani, Persia dan Mughal tidak
mengambil langkah-langkah penyembuhan terhadap situasi yang sangat menyedihkan
ini. Lumpuhnya perdagangan laut itu akhirnya menimbulkan perbudakan di seluruh
dunia Islam, baik secara langsung atau tidak langsung.
Ketiga adikuasa Islam tersebut kini menghadapi saingan berat dari bangsa
Eropa. Sementara itu pemikiran rasional dan orientasi dunia yang telah hilang dari
dunia Islam, digantikan dengan pemikiran tradisional dan orietasi akherat. Pemikiran
seperti ini jelas tidak bisa mengembangkan sains dan teknologi. Sementara di Eropa
sains dan teknologi berkembang pesat, di dunia Islam tidak ada lagi sains dan
teknologi. Dalam persaingan Inggris dan Perancis denagn sains dan teknologinya
yang modern mengungguli ketiga adikuasa Islam senantiasa mengalami kekalahan.
Jangankan melawan Inggris dan Perancis, melawan Spanyol dan Portugal saja, dunia
Islam tidak sanggup. Spanyol dan Portugal melawan dunia Islam sebagai balas
dendam terhadap umat Islam yang menguasai daerah mereka di Eropa untuk lebih
dari 700 tahun. Di Timur jauh Spanyol dan Portugal dapat menjajah beberapa daerah
seperti Philipina oleh Spanyol dan Timor-Timur oleh Portugal.
Sejak kemunduran dan jatuhnya negara-negara adikuasa Islam, wilayah
kekuasaan (dunia) Islam jatuh ke dalam pendudukan dan kekuasaan Barat. Kerajaan
Usmani yang semula ditakuti Barat karena ketangguhan militernya, kini digelari
dengan ”The sick man of Europe”, Si Sakit dari Eropa.
Abad ke-18 merupakan babak awal pembalikan sejarah dunia. Bila
sebelumnya dunia Islam menjadi adikuasa, kini giliran Eropa yang menguasai dan
mendominasi dunia Islam dalam berbagai kehidupan meliputi sains teknologi,
ekonomi, politik dan militer.
Sejak itulah, maka dunia Islam terus mengalami kemerosotan, karena pada
abad ke-19 M dan ke-20 M dapat disebut sebagai abad kemajuan kolonialisme Barat.
Pada abad ini, hampir seluruh dunis Islam berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa
Barat. Dunia Islam yang pertama kali yang mengalami penetrisi dan penjajahan
bangsa Barat adalah India dan Malaka yang berada di bawah kekuasaan Inggris.
Sejak pada abad ke-17 M Inggris telah datang ke kepulauan Hindia. Koloni Dagang
Inggris (BEIC: British East India Company) berusaha menguasai bagian Timur India.
Ketika kerajaan Mughal melemah, Inggris mencoba menguasai seluruh India. Pada
tahun 1857 M kerajaan Mughal dapat dikuasainya, dan mulai saat itu India berada di
bawah kekuasaan kolonial Inggris. Kemudian pada tahun 1879 M Inggris menguasai
Afganistan dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan India-Inggris.
Awal abad ke-19 M Inggris telah melengkapi penaklukannya di India, Birma
(Myanmar) dan Malaysia. Belanda di Indonesia dan Rusia di Kaukasus dan
Turkistan. Kekuasaan Inggris berkembang dari India, Aden dan Teluk Persia. Tiga
kali pasukan Inggris menyerbu Afganistan, sedangkan penaklukan Rusia dalam
beberapa kesempatan menduduki sebagian Iran Utara.
Di Afrika, Perancis merebut Aljazair pada tahun 1830 M. Dari sana dan
sepanjang Pantai Antlantik, Perancis terus menaklukan Sahara Tengah dan sebagian
wilayah Barat serta daerah Katulistiwa Afrika yang kebanyakan penduduknya
beragama Islam dengan pengecualian nama negara Emirat-emirat Nigeria Utara, yang
jatuh ke dalam proteksi Inggris. Kemudian Perancis menduduki Tunisia pada tahun
1882 M, pada tahun 1980-an bergerak masuk ke wilayah sungai Nil ke Sudan.
Sementara itu, Spanyol memperluas kedudukan bersejarahnya di Maroko dan
Sahara Barat, tetapi bagian terpenting Maroko berada di bawah pengaruh Perncis,
yang akhirnya menjadi derah perlindungannya (protektorat) pada tahun 1912 M. Di
bagian Sealatan batas dunia Islam, Jerman merebut Kamerun dan Tangnyika. Raja
Leopold dari Belgia mendirikan sebuah kerajaan pribadi di Kongo, dan Inggris
mengambil Zanzibar, Kenya dan Uganda. Italia merebut Eriteria dan membagi
daratan Somalia dan Inggris, sedangkan Perancis memperoleh tempat strategis di
pelabuhan Jibouti. Bahkan kerajaan Kristen Ethiopia setempat bergabung dalam
pertempuran menundukkan penduduk muslim tetangganya, walaupun negeri itu
sendiri akhirnya jatuh sebagai korban imperialisme Italia. Sebelumnya Italia telah
menaklukan Libya pada tahun 1911 M.
Penetrasi dan penjajahan kolonial Barat yang melibatkan banyak negara
berkembang sangat pesat, sehingga dunia Islam bukan saja dipecah-pecah oleh
penjajah, juga menjadi mangsa politik dan ekonomi mereka. Mereka menguasai
politik dunia Islam dan mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di dalamnya.
Demikian cepatnya perkembangan penetrasi dan penjajahan bangsa Barat atas
dunia Islam, sehingga pada tiga puluh tahun terakhir di abad ke-19 M, Inggris telah
bertambah wilayahnya seluas lima juta mil persegi, dan penduduk sebesar 88 juta
jiwa. Pada tahun 1900 wilayahnya telah meliputi seperlima luas dunia, dan
memerintah 400 juta jiwa. Imperium Perancis berkembang dari 700 ribu hingga lebih
dari 800 juta mil persegi, dari 50 juta jiwa menjadi 52 juta jiwa. Jerman yang tidak
memiliki imperium menguasai satu juta mil persegi dan mempunyai penduduk koloni
sebanyak 14 juta jiwa pada tahun 1900 M. Selama 10 tahun sejak dari 1841-1851 M,
Inggris telah memperoleh New Zealand, Pantai Emas (Gold Coast), Labuan, Natal,
Punjab, Sind dan Hongkong. Pada tahun 1870 M, hanya sepersepuluh luas benua
Afrika yang ada di bawah kendali Eropa. Pada tahun 1900 M hanya tinggal
sepersepuluh saja yang tetap berstatus merdeka.
Secara lebih rinci Inggris menguasai wilayah India, Asia dan Afrika Utara,
yaitu dengan menaklukan Malaka (1811 M), Oman dan Qatar (1820 M), Aden (1839
M), India (1858 M), Mesir (1882 M), Sudan (1890 M) dan Bulichistan (1899 M).
Bahkan pada abad ke-20 M, koloni Inggris telah menckup kesultanan Muslim di
Nigeria Utara (1906 M), Kuwait (1914 M) dan setelah berakhirnya perang dunia II,
negara tersebut memperoleh mandat penguasaan Irak, Palestina dan Yordania.
Penaklukan Inggris atas Mesir semula dilatarbelakangi oleh kesepakatan dan
jaminan yang diberikan oleh penguasa Mamluk saat itu, kepada armada Inggris untuk
melintasi Laut Merah (1778 M). Perancis melihat hal ini sebagai ancaman bagi
stabilitas ekonomi dan perdagangan. Perancis yang telah melakukan hubungan
dagang di sana, sehingga berakibat terganggunya hubungan perdagangannya di
wilayah tersebut.
Perancis memasuki Mesir tahun 1798 M, Aljazair tahun 1830 M, Tunisia
tahun 1881 M, dan Maroko tahun 1912 M. Rusia memasuki wilayah Azov tahun
1775 M dan Besarrabia tahun 1812 M. Berikutnya Azerbaijan, Kazakhstan,
Uzbekistan, Turkmenistan, Tazikistan dan Kirghistan. Sedangakn Austria memasuki
Hongaria dan Transilvania. Selain itu, terdapat beberapa negara bagian yang
melepaskan diri dari kerajaan Turki Usmani, seperti Yunani pada tahun 1830 M,
kemudian Bosnia, Rumania, Bulgaria, Serbia dan Montenegro pad tahun 1878 M.
Selain itu, Indonesia juga menjadi wilayah jajahan Barat. Belanda pertama kali
datang ke Indonesia tahun 1595 M dengan kompeni dagangnya VOC. Sejak abad ke-
17 M Belanda telah memonopoli perdagangan di wilayah Nusantara. Pada abad
selanjutnya, abad 18 M, Voc berhasil menguasai hegemoni politik di pulau jawa
dengan perjanjian Giyanti (1755 M).
Pada abad ke-19 M, tepatnya tahun 1800-1939 M, merupakan suatu masa di
mana bangsa-bangsa Eropa mendominasi dunia, khususnya dunia Islam. Dunia Islam
saat itu tampak tidak berdaya menghadapi penetrasi kolonial Barat, sehingga hampir
seluruh dunia Islam menjadi daerah jajahan mereka. Hanya empat negara Islam yang
tidak mereka kuasai, yaitu Turki, Saudi Arabia, Afganistan dan Yaman.

Motivasi bangsa Barat menjajah dunia Islam

1. Motivasi Ekonomi

Motifasi utama kolonialisasi Barat menjajah dunia Islam tidak dapat dipisahkan
atas kepentingan ekonimi dan perdagangan. Ketika dunia Islam mengalami
kemunduran, Eropa sedang berada di jaman kemajuan. Kemajuan yang diraih
Barat mampu melhirkan dan mengembangkan industri. Industri ini tentu saja
membutuhkan bahan-bahan baku dan rempah-rempah. Pada saat yang sama Barat
juga perlu wilayah temapt memasarkan produk industri mereka.

Bangsa Barat terus berupaya mencari terobosan baru guna menguasai jalur-jalur
perdagangan yang menguntungkan. Terobosan itu ternyata membawa hasil, yaitu
dengan ditemukannya tanjung Harapan oleh Vasco da Gama dan Benua Amerika
oleh Colombus. Penemuan ini sangat berarti bagi Amerika, tetapi merupakan
tragedi yang merugikan bagi dunia Islam. Setelah penemuan ini Eropa semakin
menumbuhkan semangat ekspansif dan penetratifnya ke dalam dunia Islam.
Dalam kondisi demikian, mereka mengeksploitasi dan menguras kekayaan alam
serta memeras sumber daya manusia di saerah yang dikuasainya.

2. Motivasi Politik

Motivasi politik juga merupakan salah satu dari tujuhan mereka menjajah dunia
Islam. Karena suatu wilayah yang secara politik sudah dikuasai akan
memudahkan penguasa kolonial melakukan hubungan dagang dan monopoli
kepentingan ekonominya. Jika penguasa kolonial sudah menguasai wilayah atau
jajahan tentu saja berupaya mewujudkan stabilitas perdagangan dan ekonominya.

Sehingga pada saat yang sama penguasa kolonial merasa perlu mempertahankan
kekuasaannya. Hal ini menjadi penting terutama penjajah harus menghadapi
saingan politis dari bangsa Barat lainnya dalam melebarkn kekuasaannya.
Stabilitas politik dalam negeri jajahan diperlukan untuk memperlancar eksploitasi
sumber daya alam dan sumber daya manusia di satu pihak, dan di pihak lain
mempertahankan kepentingan ekonomi atau gangguan dari rekan kolonial
lainnya.

Untuk dapat mengusai lebih lama, maka bangsa Barat juga melakukan politik adu
domba seperti yang dilakukan Belanda terhadap rakyat dan pemimpin di
Indonesia. Hal ini ditempuh tidak lain untuk melemahkan persatuan dan kesatuan
pribumi. Sehingga pihak kolonial denagn leluasa dapat melanggengkan
kedudukan dan pemerasan ekonominya.

Dari politik adudomba yang diterapkan tersebut, berarti pihak kolonoal


berkepentingan membuat kebijakan mengenai pribumi untuk memahami dan
menguasai pribumi yang mayoritas muslim. Untuk kepentingan itu, Belanda
mendatangkan ahli Islam bernama Christian Snounk Hourgronye yang ahli Islam
dan pandai berbahasa Arab itu ke Indonesia. Sekalipun Snouck memahami bahwa
orang Indonesia sangat toleran, cinta damai, tetapi ia tidak memungkiri adanya
kemungkinan kelompok tertentu yang anti Belanda menggerakkan massa
melakukan gerakan perlawanan. Karena itu, sebagai penasehat politik keagamaan
pemerintah, C. Snouck Hurgronye, menyatakan bahwa musuh Belanda
sebenarnya bukan Islam sebagai sebuah agama, melainkan Islam politik.

Kembali untuk memperkuat posisi politiknya, akhirnya pemerintah Belanda


mengeluarkan kebijakan untuk melarang kelompok Islam melaksanakan
komunikasi politik dengan dunia Islam di luar melalui perjalanan haji. Karena itu,
pemerintah Belanda mengeluarkan aturan untuk memperketat pemberangkatan
haji dari Indonesia. Tapi memberikan kelonggaran bagi mereka yang akan
menjalankan ibadahnya di Indonesia, dan tidak perlu dicurigai.

3. Motivasi Agama
Selain motivasi ekonomi dan politik, tetapi juga agama. Hal ini dapat dilihat
dengan banyaknya pendeta dan pastur yang dikirim ke negara-negara Islam guna
menyebarkan agama Kristen. Hal itu didasari atas tumbuhnya semangat
reconquista, semangat balas dendam bangsa Barat, khususnya Portugal dan
Spanyol, atas penjajahan bangsa Arab Islam di negeri mereka selama hampir
delapan abad. Semangat ini terus mewarnai usaha mereka dalam melakukan
penjajahan atas dunia Islam.

Bangsa Barat mengetrapkan tiga idiologi dalam usaha penguasaaan negara-negara


Islam, yaitu Gold, Glory and Gospel. Usaha pertama adalah menguasai dunia
Timur Islam yang sangat kaya itu menjadi bagian wilayah jajahan, sehingga
mereka menguasai seluruh sektor penting di dalam perekonomian dunia. Setelah
itu, mereka akan menjadi bangsa yang kaya dan makmur serta mencapai kejayaan
(glory). Usaha selanjunya, dan ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan
usaha lain, adalah penyebaran agama Kristen di dunia Islam. Ketiga motivasi ini
membawa hasil yang cukup signifikan dalam usaha mereka menguasai dunia
Islam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penganut Kristen di dunia Islam,
seperti di dunia Islam, seperti Indonesia, Mesir, wilayah jazirah Arabia dan lain
sebagainya.

Dampak penjajahan Barat terhadap dunia Islam

Kedatangan bangsa Barat telah membawa dampak negatif bagi kemajuan


umat Islam dalam berbagai bidang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pemerintahan kolonial merupakan bencana yang tidak tanggung-tanggung.
Kolonialisasi telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita Islam dengan cara
mengubah dan memutarbalikkan kenyataan yang sebenar-benarnya. Selama masa
penjajahan, orang Islam harus berkorban dalam medan perang demi menyelamatkan
panji-panji Islam. Bayaran yang dikeluarkan sangat mahal, tidak hanya ongkos
politik, budaya, agama, juga bidang-bidang lain, terutama pengetahuan dan moral
bangsa, yang terimbas oleh pengaruh penjajahan bangsa-bangsa Barat atas dunia
Islam. Bahkan hingga kini masyarakat Islam masih harus membayar ongkos tersebut.
Pemerintah kolonial telah melumpuhkan masyarakat muslaim, membekukan
pemikiran dan menguburkan kejayaan Islam masa lalu. Lebih buruk lagi, kolonial
telah merusak rasa percaya diri orang Islam, sehingga membuat mereka tak berdaya,
seperti anak kecil.
Politik kolonial juga berdampak pada kelemahan umat Islam dalam
memahami ajaran agamanya. Dalam hal ini Barat menempuh dua cara, pertama
membangunkan beberapa pemikir muslim dengan gerakan progresivisme Islam yang
bertujuan mencari legitimasi dari pemerintah kolonial dan memberikan pembenaran
untuk pemerintahan kolonial terhadap umat Islam agar mereka tidak melakukan
perlawanan. Kedua, menugasi beberapa orang Barat keturunan Asia yang beragama
Kristen untuk meruncingkan perbedaan mazhab, memperlebar jurang pemisah dan
politik adu domba di antara golongan umat Islam.
Penjajahan Barat terhadap dunia Islam juga meninggalkan warisan moral yang
rusak. Sedikit banyak induvidualisme, materialisme dan kapitalisme yang diakibatkan
oleh kemajuan sains dan tegnologi Barat yang sekuler telah merasuki umat Islam.
Akibatnya banyak orang Islam kehilangan moralitas dan identitas keislamamnya.
Seiring dengan penetrasi ekspansi dan pendudukan Barat terhadap dunia Islam
masih juga tampak cahaya konsep ideal Islam. Kolonialisasi di satu segi melemahkan
tatanan nilai dan masyarakat Islam, tetapi di segi lain juga melahirkan ”semangat
jihad” untuk membebaskan diri dari penguasaan kolonial. Sejumlah cendikiawan dan
pemimpin di Asia dan Afrika masih tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
Syari’ah, meskipun pasukan penjajah Eropa semakin dekat. Pasuka Sanusi dan
Mahdi bertempur melawan orang Eropa di Afrika, Imam Syamil di Kaukakus
berjuang menentang orang Rusia, kelompok Naqsabandi yang berseragam hijau
menentang pemerintahan pusat Cina, Umar Tal Al-Haji yang menentang
pemerintahan teokrasinya dikuasai oleh Perancis, Muhammad Abdul Hasan di
Somalia, Abdul Kadir di Aljazair; Orang Akhnud di Swat, Sayyid Ahmad Barelvi di
India Utara, dan Haji Syari’atullah di Binggal, semua berjuang menentang musuh
Islam.
Pengaruh lain yang disisahkan Barat di dunia Islam adalah nasionalisme.
Nasionalisme merupakan salah satu politik dalam memecah belah kesatuan dan
kekuatan umat Islam serta memudahkan mereka membagi-bagi wilayah Islam dan
meguasainya. Namun demikian, masuknya Barat ke dunia Islam dengan membawa
kultur asing mempunyai pengaruh yang besar terhadap rakyat dan merupakan fktor
dalam mempercepat kesadaran nasional mereka. Akhirnya ide nasionalisme diterima
oleh negara-negara Islam secara meluas. Paham ini secara khusus pernah dipakai
dalam perjuangan melawan kekuasaan kolonialisme.
Bersamaan dengan kolonialisasi, berkembanglah di kalangan Barat sebuah
kajian mengenai dunia Timur, yang kita kenal dengan orientalisme. Bahkan
orientalisme merupakan ’kunci’ Barat untuk memahami dunia Timur, khususnay
Islam. Semula orientalisme ini bertujuan memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat
yang terdapat dalam peradaban Islam ke Eropa. Namun untuk kepentingan
kolonialisasi, Barat perlu mempelajari adat-istiadat dan agama yang dianut bangsa-
bangsa di dunia Timur (Islam). Oleh karena itu, mencullah tulisan-tulisan yang
mencoba memberikan gambaran yang sebenarnya tentang Islam.
Mengenai adat-istiadat Indonesia terdapat karangan-karangan yang disusun
oleh Mersden, Raffles, Wilken, Snouck Hourgronye dan sebagainya. Sewaktu
Napoleon mengadakan ekspedisi ke Mesir pada thun 1798 M, dalam ronbongannya
turut satu golongan orientalis untuk mempelajari adat istiadat, perekonomian dan
pertanian Mesir. Hasil penyelidikan mereka perlu bagi Napoleon untuk menjalin
hubungan baik dengan bangsa Mesir. Di antara orientalis yang mereka bawa adalah
Langles, ahli bahasa Arab, Villoteau, yang mempelajari musik Arab, dan Marcel yang
mempelajari sejarah Mesir. Tradisi orientalisme ini sampai sekarang tetap
berkembang di dunia Barat, meskipun orientasi mempelajari dunia Timur dan Islam
sudah berubah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penjajahan bangsa-bangsa Barat atas
dunia Islam pada akhirnya banyak membawa dampak negatif terhadap dunia dan
umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kehidupan ekonomi, politik,
ekonomo, budaya, agama, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Karena itu, Islam dan
umatnya menjadi terpuruk dan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan menjadi
pemandangan sehari-hari. Mentalitas dan kultur yang ditanamkan oleh penjajah
agaknya masih terasa hingga kini, paling tidak di kalangan rakyat Indonesia.

La Tansa

- Sejak Andalusia, Sicilia dan beberapa wilayah Islam lainnya di Asia dan
Afrika mengalami kemunduran, dunia Islam semakin melemah, baik dari
segi kekuasaan politik maupun dari segi penguasaan sains dan tegnologi.
Kemunduran Islam diperparah dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan
bangsa Mongol di bawah pmpinan Hulughu Khan pada tahun 1258 M.
- Bagdad merupakan simbol negara adidaya Islam yang menjadi kebanggaan
dunia Islam saat itu. Dengan demikian, sejak saat itu tidak ada adikuasa lagi
di dunia Islam. Kekuasaan Islam terpecah menjadi beberapa kesultanan,
seperti Murabithun, Muwahhidun, Bani Abad, Bani Ahmar dan sebagainya
- Pada permulaan abad ke-16 M. Muncul tiga adikuasa baru di dunia Islam,
yaitu Kerejaan Turki Usmani (1229-1924 M), yang berpusat di Istambul,
kerajaan Safawai (1602-1732 M) di Persia, dan kerajaan Mughal di India
(1482-1857 M).
- Pada permulaan abad ke-17 kerajaan Turki Usmani dapat meluaskan
kekuasaannya sampai ke pintu gerbang kota Wina di Austria. Keberhasilan
ini membuka peluang bagi bangsa Turki Usmani untuk melakukan ekspansi
ke wilayah Eropa Timur, Asia kecil, dunia Arab di Asia Barat dan Afrika
Utara.
- Orang-orang Eropa menguasai bahasa Arab dan filsafat yang pernah
dikembangkan ilmuwan muslim, buku-buku berbahasa Arab diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin. Mereka bukan saja memindahkan filsafat dan sains
ke Eropa, melainkan juga mengadopsi pemikiran rasional Islam untuk
menggantikan pemikiran dogmatis yang dikembangkan Gereja di Eropa
- Kajian yang mereka lakukan menghasilkan temuan luar biasa dan melahirkan
satu periode, yaitu renaisans di Eropa. Pemikiran filosofis dan sains yang
dipelajari dari dunia Islam mereka kembangkan, sehingga sejak abad ke-16
Eropa mulai berada di jaman modern
- Para ilmuwan bangsa Eropa telah berhasil menemukan mesin uap, sebuah
hasil revolusi industri yang sangat revolusioner ketika itu. Setelah itu, Eropa
semakin terdorong untuk menjelajahi samudera (dunia) guna memperoleh
dan menguasai jalur perdagangan internasional yang menguntungkan
- Tokoh legendaris yang berhasil menjelajahi dunia adalah Columbus dan
Vasco Da Gama. Colombus berusaha menemukan jalan ke Timur Jauh
melalui arah Barat dan berhasil menemukan Benua Amerika (1492 M).
Sebenarnya Columbus ingin menemukan sumber rempah-rempah dan sutera
di Timur Jauh, seperti India. Tetapi dalam pelayarannya, ia malah
menemukan benua Amerika
- Sejak kemunduran dan jatuhnya negara-negara adikuasa Islam, wilayah
kekuasaan (dunia) Islam jatuh ke dalam pendudukan dan kekuasaan Barat.
Kerajaan Usmani yang semula ditakuti Barat karena ketangguhan militernya,
kini digelari dengan ”The sick man of Europe”, Si Sakit dari Eropa
- Pada abad ke-19 M, tepatnya tahun 1800-1939 M, merupakan suatu masa di
mana bangsa-bangsa Eropa mendominasi dunia, khususnya dunia Islam.
Dunia Islam saat itu tampak tidak berdaya menghadapi penetrasi kolonial
Barat, sehingga hampir seluruh dunia Islam menjadi daerah jajahan mereka
- Ada beberapa motivasi bangsa Barat menjajah dunia Islam. Diantaranya
adalah:
- Motivasi ekonomi
- Motivasi Politik
- Motivasi Agama
- Kedatangan bangsa Barat telah membawa dampak negatif bagi kemajuan
umat Islam dalam berbagai bidang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pemerintahan kolonial merupakan bencana yang tidak tanggung-tanggung.
Kolonialisasi telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita Islam dengan
cara mengubah dan memutarbalikkan kenyataan yang sebenar-benarnya

Tamrinat 4

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

Sejak kapan bangsa Barat menguasai dunia Islam ?


Sebutkan beberapa kelemahan kepemimpinan Islam sehingga banghsa Barat dapat
menguasainya !
Jelaskan apakah yang dimaksud dengan renaisans !
Dan apakah yang dimaksud dengan The sick man of Europe
Sebutkan beberapa motivasi bangsa Barat menguasai dunia Islam !
Amanah ;

Buatlah cerita singkat tentang sejarah masuknya bangsa Barat ke dunia islam !

Bagian
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (1703-1787 M)
5

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Nama lengkap : Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Sulaiman bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid At-Tamimi
Lahir : Uyainah, Najd pada tahun 1115 H/1703 M.
Nama Bapak : Abdul wabah (seorang qodi/ hakim)

Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab meniti karir dari ayahnya sendiri
dibidang fiqih bermadzhab Hambali, Al-Qur’an (tafsir), hadits dan tauhid. Pendidikan
yang diterima dari ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi Muhammad bin Abdul
Wahab dalam menghafal Al-Qur’an dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab
Kutubus Sittah. Memasuki usianya yang ke-20 (dua puluh), ia sudah mulai bersikap
kritis terhadap kondisi sosial dan keagamaan pada masyarakatnya. Tak jarang ia
melakukan kritikan bahkan celaan terhadap segala macam bentuk kepercayaan yang
berbau kemusyrikan dan praktik-praktik yang menyimpang dari syari’at Islam.
Sikap kritisnya berdampak besar bagi diri dan keluarganya. Ia sendiri
diasingkan oleh para ulama. Sementara ayahnya dipecat dari jabatannya sebagai Qadi.
Akibat tekanan politik dan keagamaan masyarakatnya, ditambah dengan pemecatan
ayahnya, menyebabkan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab tidak dapat menjalani
kehidupan sebagaimana mestinya. Menyadari kenyataan ini, akhirnya Muhammad
dan keluarganya pergi hijrah ke Huraimila pada tahun 1726 M. Tetapi mereka tidak
lama menetap di daerah ini. Karena itu, mereka berusaha untuk kembali ke kampung
halaman di Uyainah, namun kedatangan mereka tidak disambut dengan baik, karena
dirinya telah mempermalukan masyarakat Uyainah, dan posisi ayahnya juga telah
jatuh.
Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Akhirnya memilih pergi
meninggalkan Uyainah dan menuju Hijaz. Di kota inilah Muhammad bin Abdul
Wahab menunaikan ibadah haji. Menurut laporan Ibn Bishr di dalam kitabnya Unwan
di Madinah belajar dibawah bimbingan dua orang syeikh yaitu Abdullah bin Ibrahim
bin Sayf dan syeikh Muhammad Hayyat Al-Sindi. Ke dua syeikh tersebut adalah
pengagum ajaran Ibnu Taimiyah dan ulama yang menganjurkan untuk melakukan
gerakan reformasi dimana-mana.
Doktrin yang diterima dari kedua ulama’ tersebut memberi pengaruh besar
terhadap pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad Hayyat memberikan
pengaruh besar atas pandangan-pandangan keagamaan Muhammad bin Abdul
Wahab, terutama menyangkut pentingnya doktrin tauhid, penentangan terhadap
taqlid, dan perlunya kembali kepada Al-Qur’an dan hadits. Muhammad Hayyat,
termasuk salah seorang yang menentang pertikaian yang tidak perlu di antara
mazhab-mazhab, dan sebaliknya mengajarkan toleransi dan rekonsiliasi.. Lebih jauh
lagi, ia menghimbau ulama untuk melakukan ijtihad berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits. Ia juga menentang inovasi yang tak berdasarkan (bid’ah al-dhalalah) yang
dapat membawa kepada syirik.
Sementara itu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf adalah seorang ulama yang
terkemuka di Madinah yang menguasai fiqh Hambali dan hadits. Selain itu, Ibnu Sayf
juga salah seorang peagum pemikiran Ibnu Taimaiyah yang menyerukan kepada
kaum muslimin untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadits serta meninggalkan
praktik-praktik bid’ah mereka. Oleh karena itu, tampaknya ada kemungkinan besar ia
menyuruh Muhammad bin Abdul Wahab membaca karya-karya Ibnu Taimaiyah.
Ibnu Syf yang meikuti perkembangan Ibnu Taimiyah percaya bahwa perubahan harus
dilaksanakan untuk menyebarkan pemahaman serta praktik-praktik Islam yang benar.
Hanya saja cara yang dianjurkannya tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-
cara sejuk dan damai, seperti melalui pengajaran. Selain itu juga diketahui bahwa
Ibnu Sayf mengatakan kepada Muhammad bin Abdul Wahab bahwa senjata yang
paling baik lainnya untuk memerangi keyakinan dan praktik-praktik agama yang
tidak benar adalah buku.
Proses evolusi intelektual Muhammad bin Abdul Wahab adalah ketika ia
melanjutkan studinya ke Basra dan tinggal menetap di kota ini selama 4 (empat)
tahun. Di Basra, ia mempelajari hadits, fiqh dan filologi. Salah seorang gurunya di
Basra adalah Muhammad Al-Majmu’i. Selain aktifitas belajar dari para ulama
setempat, ia juga aktif dalam kelompok studi. Aktifitas lainnya yaitu mengajak para
ulama untuk melakukan reformasi dunia Islam. Namun usahanya itu mendapat
perlawanan dari para ulama, sehingga ia pun meninggalkan Basra.
Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab kemudian mengikuti pendidikan di
Basra, ia pindak ke Bagdad. Di kota ini ia memasuki kehidupan baru dengan
menikahi seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal
dunia, ia pindah ke Kurdistan kemudian ke Hamdan dan Isfahan. Di kota terakhir ini,
ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau,
akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Najd.
Di negeri asalnya itu, ia masih sempat mempelajari tafsir Al-Qur’an, syarah
assunah dan kitab-kitab lain mengenai ilmu-ilmu keislaman, seperti kitab karangan
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim Al-Jauziah.
Sejak ia tinggal di Najd, Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab mulai
bersikap kritis terhadap praktik-praktik keagamaan yang bersifat khurafat, bid’ah dan
syirik. Akibat dari sikap kritisnya ini, ia mendapat perlawanan keras dari para ulama
dan bahkan dari ayahnya sendiri. Semua pemikiran keras ((radikal itu, ditulisnya ke
dalam bentuk buku yang berjudul Kitab Al-Tauhid. Karyanya ini ditulisnya ketika ia
menetap kembali ke kampung halamannya, Unaiyah, Najd. Kitab ini dicetak
berulangkali dan disebarkan ke kota Najd.
Pemikirannya yang dianggap keras tersebut baru diwujudkan dalam bentuk
gerakan setelah kematian ayahnya pada tahun 7440 M. Sejak saat itulah pemikirannya
tentang perlunya kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan hadits dan hanya Allah yang
maha Esa, disebarkan ke dalam bentuk gerakan yang sangat agresif.
Dalam waktu yang relatif singkat, gerakan dan pengaruh pemikiran reformasi
tauhid yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab tersebar luas. Gerakannya ini
semakin kuat ketika salah seorang penguasa Uyainah bernama Usman bin Mu’ammar
melindungi gerakannya. Usman bin Mu’ammar mencoba merealisasikan dasar-dasar
gerakan Muhammad bin Abdul Wahab. Aktifitas pertama yang dilakukannya adalah
menghancurkan makam Zayd bin al-Khattab, yang banyak dikunjungi masyarakat
untuk meminta berbagai keperluan dan sebagainya. Selain itu, ia juga mulai
menghidupkan kembali penerapan hukum Islam tentang perzinahan. Bagi pelaku
zina, laki-laki dan perempuan harus dirajam hingga mati.
Aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab mendapatkan perlindungan dari
penguasa Uyainah ini, mendapatkan reaksi dari para ulama dan masyarakat
sekitarnya. Karena begitu kuatnya perlawanan tersebut, akhirnya ia meninggalkan
Uyainah dan pergi ke kota Dar’iyah. Kota ini berada di bawah kekuasaan Muhammad
bin Sa’ud. Di kota ini, Muhammad bin Abdul Wahab menetap selama lebih kurang 2
(dua) tahun, dan selama itu pula ia mempropagandakan pandangannya dan
mengirimkan surat kepada penguasa, ilmuan dan kepala suku di Arabia.
Pada tahun 1744 M Ibnu Sa’ud dan Muhammad bin Abdul Wahab telah
membentuk koalisi dalam menyebarkan gerakan Wahabiyah. Penguasa dan pemimpin
reformis ini saling bekerja sama dalam menciptakan negara Saudi yang berideologi
Wahabi.
Pada tahun 1773 M aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab lebih terfokus
kepada pendidikan ibadah saja. Hal ini dilakukan terus-menerus hingga kematiannya
pada tahun 1791 M. Kematiannya ini tidak membuat gerakan Wahabiyah padam,
melainkan terus menyebar dan berpengaruh ke daerah-daerah lain di Jazirah Arabia.
Paham ini menjadi kuat ketika Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi negara
kerajaan Saudi Arabia hingga kini.

Pemikiran dan karya Muhammad bin Abdul wahab

1. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab

Terdapat tiga faktor yang menjadi latar belakang kemunculan gerakan


pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab.

1). Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang
memiliki basis agama yang cukup kuat. Dengan didikan dan tempaan yang
matang dalam bidang agama, khususnya mazhab Hambali, menjadi modal
dasar dalam pembentukan pemikirannya.

2). Dari kedua guru Muhammad Hayyat dan Ibnu Sayf, Muhammad bin Abdul
Wahab banyak mengenal dan mengkaji pemikiran-pemikiran Ibnu
Taimiyah. Seperti diketahui bahwab Ibnu Taimiyah yang hidup pada
peralihan abad ke- dn ke- dikenal sebagai bapak pembaharuan, karena ide
dan pemikirannya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
pembukaan kembali pintu ijtihad dn anti taqlid merupakan tema pokok
dalam pemikirannya. Seruan ini kemudian banyak mempengaruhi pemikiran
Muhammad bin Abdul Wahab.

3). kondisi sosio-relegius di Najd dan daerah-daerah yang dikunjungi sangat


memprihatinkan, terutama paham tauhid yang banyak menyimpang dari
ajaran Islam. Pada setiap negara yang dikunjunginya, Muhammad bin Abdul
Wahab melihat kuburan-kuburan syekh terekat bertebaran. Tiap kota,
bahkan juga kampung-kampung mempunyai kuburan syekh atau wali
masing-masing. Ke kuburan-kuburan itu umat Islam pergi naik haji dan
meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya
untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang
meminta supaya diberi anak, jodoh, disembuhkan dari penyakit dan
meminta kekayaan dan lain sebagainya. Selain itu, masyarakat masih
dipengaruhi oleh keyakinan animisme. Mereka meyakini pohon dan batu-
batuan yang memiliki kekuatan ghaib serta tempat-tempat tertentu untuk
meminta pertolongan dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka.

Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di


antaranya;

a. Tauhid
Tauhid merupakan tema sentral dalam pemikiran Muhammad bin Abdul
Wahab Tauhid. Menurutnya, seperti yang ada dalam bukunya Kitab Al-
Tauhid, yakni Al-Ibadah atau pengabdian kepada Allah, karena rasul yang
diutus Allah memulai seruannya kepada manusia agar beribadah hanya
kepada Allah SWT. Selanjutnya ia mengartikan kalimat tauhid La ilaha
illallah bahwa hanya Allah-lah yang mempunyai kekuasaan hakiki dan hanya
Allah pula-lah yang patut disembah selain Allah adalah syirik dan thagut.

Muhammad bin Abdul Wahab membagi tauhid dalam empat bagian yaitu:
Tauhid Uluhiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai yang disembah). Tauhid
Rububiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai pencipta segala sesuatu), Tauhid
Asma dan Sifat, (tauhid yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah), dan
Tauhid Af’al (tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah).

Namun dari ketiga tauhid yang disebut terakhir hanya tauhid ilmu dan
keyakinan saja. Adapun tauhid yang sesungguhnya adalah tauhid Uluhiyah.
Menurutnya, kebanyakan manusia di muka bumi ini hanya memiliki salah
satu dari tiga bentuk tauhid (Rububiyah, Asma dan Sifat, serta Af’al),
sedangkan tauhid uluhiyah ditolak oleh banyak orang.

Kesimpulan tauhid yang diajarkan dari Muhammad bin Abdul Wahab pada
intinya sebagai berikut ;
1). Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan Allah SWT, dan bagi
orang yang menyembah selain dari Tuhan Allah telah menjadi musyrik
dan boleh dibunuh.
2). Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada tuhan
tetapi dari syekh atau wali dari kekuatan ghaib. Orang Islam yang
demikian menjadi musyrik.
3). Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa
juga merupakan syirik.
4). Meminta syafa’at selain dari kepada Tuhan Allah adalah juga syirik.
5). Bernazar kepada selain dari Tuhan Allah juga syirik
6). Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, hadits dan qiyas
merupakan kekufuran.
7). Tidak percaya kepad qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
8). Menafsirkan Al-Qur’an dengan ta’wil (interpretasi bebas) adalah kafir.

Ajaran tauhid yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bukan
hanya dalam tatanan teoritis, tetapi ia juga mencoba mewujudkan pemikiran
tauhidnya dalam bentuk aksi. Dengan gerakan wahabiyahnya, ia berusaha
keras untuk memurnikan ajaran Islam dan mengembalikan ajaran pemahaman
umat Islam kepada Islam yang murni, yakni Islam yang terdapat di dalam Al-
Qur’an dan hadits. Ia pun mengajarkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
Hadits.
b. Terbukanya pintu ijtihad dan melarang taqlid

Seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits membawa konsekkuensi


logis bagi terbukanya pintu ijtihad. Hal ini dapat dipahami karena tidak semua
ajaran Islam yang bersifat universal diformulasikan secara rinci di dalam Al-
Qur’an dan Hadits. Dengan terbukanya pintu ijtihad, maka Muhammad bin
Abdul Wahab melarang umet Islam untuk bertaqlid kepada para ulama.

c. Penetapan hukum Islam harus merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits

Prosedur yang harus dilalui dalam menetapkan hukum Islam yaitu pertama-
tama harus meneliti apakah persoalan tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Jika tidak ada, maka diperlukan ijma’ (konsensus). Bagi Muhammad
bin Abdul Wahab, ijma’ dipahami secara terbatas, yakni pada beberapa
generasi muslim pertama.

d. Tawassul dan bid’ah

Muhammad bin Abdul Wahab membantah dengan keras lawan-lawannya


yang membolehkan adanya tawassul. Menurutnya, ibadah dimaksudkan untuk
menyerahkan seluruh ucapan dan tigkah laku hanya kepada Allah semata.
Meminta bantuan atau perlindungan melalui perantaraan seseorang atau
kepada simbol-simbol yang bersifat mistik dilarang dalam Islam. Sementara
itu, dalam mengartikan bid’ah Ibn Abdul Wahab sangat ketat. Bid’ah
didenifisikan sebagai ajaran atau aktifitas yang tidak berdasarkan kepada Al-
Qur’an dan As-Sunnah (praktik-praktik yang dijalankan oleh Rasullulah). Ia
menolak semua bentuk bid’ah. Baginya tidak ada bid’ah hasanah. Beberapa
contoh yang diklaim sebagai bid’ah yaitu; memasang kain Raudhah,
mengucapkan kata Sayyidina Muhammad, merayakan hari lahirnya nabi,
meminta tawassul dari para wali, mengirimkan Fatihah kepada para pendiri
sufi setelah sholat lima waktu, dan mengulang sholat lima waktu setelah
selesai shalat Jum’at di bulan Ramadhan.

2. Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab

Muhammad bin Abdul Wahab dapat digolongkan sebagai ulama yang produktif.
Hal ini dapat dilihat dari karangannya yang mencapai puluhan judul. Kitab-
kitabnya itu antara lain adalah:

Kitab Al-Tauhid, yang isinya berkisar tentang ajaran pemberantasan bid’ah dan
kurafat yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali pada
ajaran tauhid yang murni.
Tafsir Surah Al-Fatihah
Mukhtasar Sahih Al-Bukhari
Mukhtasar As-Sirah An-Nabawiyah
Nasihah Al-Mudlimin bi Ahadis Khatam An-Nabiyin
Usuhul Iman
Kitabul Kabair
Kasyf Asysyubuhat
Salasul Usul
Adabul Masi Ila As-Salah
Ahadis Al-Fitah
Mukhtasar Zad Al-Ma’ad
Al-Masa’il Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahi Al-Jahiliyah
At-Tauhid Fi Ma Yajibu min Haqqillah ‘Alal ‘Abid
Arba’i Qawa’id fittauhid
Istinbathul Qur’an.

Gerakan Wahabiyah dan implikasinya pada pembaharuan Islam

Gerakan Wahabiyah tidak bisa dilepaskan dari nama Muhammad bin Abdul
wahab. karena dialah yang membangun gerakan tersebut. Namun, nama gerakan itu
tidak berasal dari Muhammad bin Abdul Wahab sendiri, melainkan dari golongan lain
yang menjadi lawannya. Para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab menamakan
kelompoknya dengan sebutan Al-Muwahidun, yaitu kelompok yang berusaha
mengesakan Tuhan semurni-murninya. Selain itu, mereka menamakan dirinya
sebagai kaum Suni, pengikut mazhab Hambali, seperti yang dianut oleh Ibnu
Taimiyah.
Para ahli sejarah menilai bahwa tujuan didirikan gerakan Wahabiyah adalah
usaha untuk melakukan usaha perbaikan semata-mata, maksudnya memperbaiki
kepincangan-kepincangan, menghapuskan segala perbuatan takhayul dan kembali
pada Islam sejati. Namun dalam perkemangan sejarahnya, orientasi gerakan ini
mengalami pembiasaan sehingga tujuan awal untuk pemurnian ajaran tauhid
mengalami perkembangan dengan menambahkan adanya misi politik untuk
membangun negara Saudi. Perubahan orientasi ini terlihat jelas ketika Muhammad
bin Abdul Wahab berkoalisi dengan keluarga Al-Sa’ud untuk memperluas wilayah
kekuasaan dan kemudian mendirikan kerajaan Saudi Arabia.
Gerakan Wahabiyah dapat dikatagorikan ke dalam tiga periode:

1. Periode Muhammad bin Abdul Wahab

Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan awal dari gerakan
Wahabiyah. Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa ketika
Muhammad bin Abdul Wahab berada di Basra, ia sudah melakukan berbagai
analisis kritis dan kritikan tajam mengenai keadaan masyarakat di kota itu. Sikap
ini menunjukkan adanya keinginan Muhammad bin Abdul Wahab untuk
melakukan upaya gerakan reformasi akidah dan pemurnian ajaran Islam dari
berbagai ketidabenaran dan penyimpangan. Keinginan tersebut baru dapat
diwujudkan dalam bentuk gerakan ketika ia kembali lagi ke kampung
halamannya, Uyainah, Najd. Bahkan dalam kurun waktu yang tidak begitu lama,
gerakan tersebut semakin tumbuh berkembang hingga akhirnya terjadi koalisi
dengan penguasa Usman bin Mu’ammar.
Kemudian pada tahun 1744 M, gerakan Wahabiyah lahir di Dar’iyah, berkat kerja
sama yang baik antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Muhammad bin
Sa’ud. Dua orang tokoh inilah yang kemudian mengembangkan gerakan
Wahabiyah dan menjadikannya sebagai simbol gerakan dan ideologi karajaan
Saudi Arabia.

Kematian kedua tokoh ini, Muhammad bin Saud pada tahun 1765 M dan
Muhammad bin Abdul Wahab pada tahun 1792 M, tidak menghentikan misi
kedua tokoh tersebut dalam melakukan usaha gerakan reformasi Islam. Gerakan
Wahabiyah dalam kepemimpinan selanjutnya di pegang oleh keluarga Saud dan
keturunan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab.

Oleh karena itu, di sekitar permulaan abad ke-19 M, masyarakat Saudi Arabia,
Wahabiyah menguasai semenanjung Arabia dan kota suci Mekkah dan Madinah.
Selanjutnya, untuk menyebarkan paham Wahabiyah secara luas, kaum Wahabi
melakukan ekspansi ke wilayah Irak dan Syria. Namun usaha itu mendapatkan
perlawanan dari penguasa Turki. Pemimpin Turki meminta bantuan kepada
Gubenur Mesir, Muhammad Ali Pasha, untuk mengirim tentaranya mengalahkan
kaum Wahabi. Akhirnya pada tahun 1812 M tentara Mesir menduduki Madinah
dan tahun 1818 M menguasai pusat pemerintahan Saudi di Dar’iyah. Dengan
kekalahan ini, maka periode gerakan pertama Wahabiyah berakhir.

2. Periode Negara Saudi yang Berideologi wahabiyah

Tentara Mesir tidak lama menguasai Arabia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para
pemimpin Saudi untuk mengambil alih kekuasaan, kemudian mereka mendirikan
pusat pemerintahan di Riyadh. Tokoh kunci yang mengambil alih kekuasaan ini
adalah cucu Muhammad bin Saud, yakni Turki (wafat 1834), dan anak-anaknya
Faisal (wafat 1865). Negara Wahabi yang baru ini secara politis dan keagamaan
lebih kecil dibandingkan dengan negara Saudi-Wahabi yang pertama. Meskipun
demikian, negara ini dianggap sebagai negara yang mampu mewariskan ajaran-
ajaran Wahabiyah.
Kemudian pada penghujung abad ke-19 M, tepatnya setelah meninggalnya Faisal,
terjadi konflik di dalam keluarga Saud. Dalam kondisi tersebut, akhirnya
kekuasaan pada wilayah Saudi dipegang oleh kepala suku Arab lainnya. Pada
tahun 1890 M keluarga Saud diasingkan dan sejak itu pula periode kedua
berakhir.

3. Periode Kebangkitan Abad Ke-20 M

Periode ini ditandai dengan pengambil alihan kota Riyadh oleh Abdul Aziz bin
Abduurrahmman yang terkenal dengan panggilan Ibn Saud (1879-1953 M),
mengambil alih Riyadh. Kemudian, ia melakukan ekspansi ke beberapa daerah
untuk menetapkan kekuasaannya. Akhirnya pada tahun 1920 M Abdul Aziz dapat
menguasai kembali beberapa daerah yang telah menjadi kekuasaan negara Saudi-
Wahabi pertama dengan gerakan militer dan diplomasi.

Abdul Aziz dalam memimpin Saudi ini sangat konsisten akan misi Wahabi dan
konstitusi yang digunakan berdasarkan Al-Qur’an. Keluarga syeikh memainkan
peranan penting sebagai penasehat dan orang yang mengesahkan kebijakan
negara. Kunci kesuksesan militer Saudi adalah menciptakan persaudaraan dan
tentara-tentara suku Arab diorganisir dengan baik.

Pasca perubahan negara Saudi menjadi kerajaan, peranan gerakan Wahabiyah


masih dominan. Namun gerakan Wahabiyah tidak lagi bersifat konserfatif,
melainkan bekerja dalam kerangka modern.

Implikasi yang ditimbulkan gerakan Wahabiyah terhadap pembaharuan Islam


cukup besar. Implikasi itu paling tidak dapat dilihat dalam dua hal besar yang
berpengaruh terhadap dunia Islam.

1). ajaran-ajaran kaum Wahabiyah terutama Tauhid, kembali kepada Al-Qur’an


dan Hadits serta Ijtihad, mempengaruhi pemikiran dan usaha-usaha
pembaharuan pada periode modern dari sejarah Islam, perkembangan dan
pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan terutama terjadi di Mesir, India,
Afrika dan Indonesia.

2). sikap teokratik-revolusioner yang ditunjukkan gerakan Wahabiyah banyak


mempengaruhi gerakan militansi yang ada pada abad ke-19 M. Beberapa
contoh gerakan semisal yaitu; di India, ada sebuah gerakan yang dipimpin
oleh Syariatullah dan Sayyid Ahmad melawan kesultanan Moghul yang
tengah mengalami kemunduran, kelompok-kelompok Sikh, dan penjajahan
Inggris. Di Aljazair, gerakan tarekat yang dipimpin oleh Ibnu Ali Al-Sanusi
di Cyrenaica yang mendirikan negara teokratik di Lybia bagian selatan dan
di wilayah katulistiwa Afrika sebagai protes terhadap kecenderungan
sekuleristik sulta-sulta Usmani; dan tarekat Al-mahdi dibentuk oleh
Muhammad Ahmad sebagai alat pemberontak di Sudan Timur melawan
pemerintah Turki-Mesir dan para penasehatnya dari Eropa. Bahkan wilayah-
wilayah yang sangat jauh seperti di Nigeria dan Sumatera (gerakan Paderi),
pengaruh Wahabi berperan dalam meledakkan gerakan-gerakan militan
Islam.

Posisi gerakan Wahabiyah

Gerakan Wahabiyah, adalah murni sebuah gerakan purifikasi keagamaan yang


timbul sebagai reaksi terhadap kondisi internal umat Islam pada saat itu. Gerakam
purifikasi keagamaan ini dinilai sebagai gerakan yang paling berhasil dari usaha yang
serupa di seluruh dunia Islam. Karena di antara tujuan ideal dari gerakan Wahabiyah
berhasil menampilkan gagasan pembaharuan yang sedikit demi sedikit tersebar di
seluruh dunia Islam.
Gerakan Wahabiyah memiliki beberapa kelemahan;
1). terlalu revolusioner dan radikal sehingga banyak mendapat perlawanan dari para
ulama ortodoks. Karena itu ada ahli kemudian memandang bahwa gerakan
Wahabiyah merupakan prototipe (jadi model) gerakan fundamentalisme
keagamaan dan politik yang mempunyai semangat purifikasi internal. Muhammad
bin Abdul Wahab menggoyang pendulum reformisme Islam ke titik ekstrem:
Fundamentalisme Islam.

2). anti rasionalisme yang berlebihan sehingga semangat ijtihad yang diserukannya
tidak efektif, karena intelektualisme tidak diberikan tempat yang proposional.
Peneilaian yang seringkali muncul dan menimbulkan perbedaan terhadap gerakan
Wahabiyah yakni keberadaan gerakan tersebut dalam wacana pembaharuan Islam.
Satu sisi menilai gerakan Wahabiyah sebagai gerakan purifikasi. Sementara pada
sisi yang lain gerakan Wahabiyah sebagai gerakan pembaharuan (modernisme).
Kedua penilaian ini kadang didikotomiskan antara satu dengan yang lainnya,
sehingga terjadi perbedaan.

Sebenarnya perbedaan ini tidak perlu ada apabila diambil dari akar kata kedua
istilah tersebut yaitu kata Tajdid. Sebab kata Tajdid mengemban misi ganda,yaitu :
1). Mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada contoh jaman awal
Islam. Gerakan yang mengorientasikan pada tijuan ini disebut dengan gerakan
purifikasi.
2). Dengan landasan universalitas ajaran Islam, kata Tajdid kemudian dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan tantangan
perkembangan kehidupan. Gerakan yang memperjuangkan gerakan ini biasanya
dikenal sebagai gerakan renewal (pembaharuan).

Gerakan pembaharuan atau purifikasi yang dilakukan Muhammad bin Abdul


Wahab dapat dikelompokkan ke dalam gerakan yang disebut sebagai revivalisme
pramodernis (pramodernisme revivalis). Pertimbangan dasar yang digunakan karena
gerakan Wahabiyah lebih berorientasi pada perbaikan moral dan kehidupan sosial
masyarakat.

La Tansa

- Nama lengkap Abdullah bin Abdul Wahab adalah : Abdullah Muhammad


bin Abdul Wahab Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid
At-Tamimi
- Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab meniti karir dari ayahnya sendiri
dibidang fiqih bermadzhab Hambali, Al-Qur’an (tafsir), hadits dan tauhid
- Pendidikan yang diterima dari ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi
Muhammad bin Abdul Wahab dalam menghafal Al-Qur’an dan hadits-hadits
yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah.
- Memasuki usianya yang ke-20 (dua puluh), ia sudah mulai bersikap kritis
terhadap kondisi sosial dan keagamaan pada masyarakatnya. Tak jarang ia
melakukan kritikan bahkan celaan terhadap segala macam bentuk
kepercayaan yang berbau kemusyrikan dan praktik-praktik yang
menyimpang dari syari’at Islam.
- Sikap kritisnya berdampak besar bagi diri dan keluarganya. Ia sendiri
diasingkan oleh para ulama. Sementara ayahnya dipecat dari jabatannya
sebagai Qadi. Akibat tekanan politik dan keagamaan masyarakatnya,
ditambah dengan pemecatan ayahnya, menyebabkan keluarga Muhammad
bin Abdul Wahab tidak dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya
- Di Madinah Muhammad bin Abdul Wahab belajar dibawah bimbingan dua
orang syeikh yaitu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf dan syeikh Muhammad
Hayyat Al-Sindi. Ke dua syeikh tersebut adalah pengagum ajaran Ibnu
Taimiyah dan ulama yang menganjurkan untuk melakukan gerakan reformasi
dimana-mana.
- Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab, diantaranya adalah :
- Kitab Al-Tauhid, yang isinya berkisar tentang ajaran pemberantasan
bid’ah dan kurafat yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajaran
untuk kembali pada ajaran tauhid yang murni.
- Tafsir Surah Al-Fatihah
- Mukhtasar Sahih Al-Bukhari
- Mukhtasar As-Sirah An-Nabawiyah
- Nasihah Al-Mudlimin bi Ahadis Khatam An-Nabiyin
- Usuhul Iman
- Kitabul Kabair
- Kasyf Asysyubuhat
- Salasul Usul
- Adabul Masi Ila As-Salah
- Ahadis Al-Fitah
- Mukhtasar Zad Al-Ma’ad
- Al-Masa’il Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahi Al-Jahiliyah
- At-Tauhid Fi Ma Yajibu min Haqqillah ‘Alal ‘Abid
- Arba’i Qawa’id fittauhid
- Istinbathul Qur’an.

Tamrinat 5

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar !

1. Siapakah nama lengkab Abdullah bin Abdul wahab ?


2. Dimanakah Abdullah bin Abdul wahab memperoleh pendidikan ?
3. Sebutkan dampak dari sikap kritis Abdullah bin Abdul Wahab !
4. Jelaskan ! Apakah yang dimaksud dengan faham Wahabiyah ?
5. Tuliskan beberapa karya Abdullah bin Abdul wahab !

Amanah :

Ceritakan dengan singkat perjalanan hidup Abdullah bin Abdul wahab !

Bagian
6 JAMALUDDIN AL-AFGHANI
BIOGRAFI SINGKAT JAMALUDDIN AL-AFGHANI

Nama lengkap : Jamaluddin al-Afghani


Lahir : tahun 1838 M. di As’adabad, dekat Konar wilayah Kabul.
Gelar : Sayyid, jalur keturunan keturunan Husein bin Ali bin Abi
Tholib
Madzhab : Hanafi
Pendidikan : Menekuni dalan dunia filsafat, juga mempelajari tasawuf,
bahasa Arab, bahasa Persia dan bahasa Perancis.

Pada usia 18 tahun Jamaluddin al- Afghani pergi ke India dan tinggal di sana
selama 1 (satu) tahun sebelum menunaikan ibadah haji pada tahun 1857 M.
Sekembalinya di Afghanistan, ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost
Muhammad Khan. Ketika Amir Dost meninggal dan digantikan oleh Sher Ali, ia
diangkat menjadi menteri. Tetapi, karena situasi politik ketika itu tidak menentu,
akhirnya Amir Sher Ali dijatuhkan. Kejatuhan Amir Sher Ali juga berdampak pada
kedudukan Al-Afghani, hingga ia juga turun dari jabatan itu.
Jamaluddin al-Afghani tidak mau terlibat lebih jauh dalam politik praktis,
akhirnya Al-Afghani berusaha menghindar dengan meninggalkan Afghanistan pada
tahun 1869 M dan pergi menuju India. Di India Jamaluddin Al-Afghani menetap
selama lebih kurang 2 (dua) bulan. Waktu yang sangat relatif singkat itu
dimanfatkannya untuk memberikan pengeringatan kepada dunia Islam tentang bahaya
dominasi Barat. Tidak hanya itu, ia juga terus berfikir untuk mencari jalan keluarnya
dengan berbagai cara agar umat Islam dapat keluar dari dominasi Barat yang sudah
begitu kuat ketika itu. Pemikiran gerakan yang dilancarkan dari India itu merupakan
langkah awal baginya untuk mengkampanyekan anti kolonialisme dan imperialisme
Barat.
Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan
kolonialisme. Hal ini dipandang oleh bangsa-bangsa barat, India dan Inggris sangat
membahayakan. Pemerintah penjajahan Inggris di India sangat mengkhawatirkan
pengaruh kekuatan Al-Afghani, karena dinilai akan menghasut bangsa India yang
kemudian akan melakukan gerakan perlawanan terhadap penjajah Inggris. Karena itu,
Al-Afghani selalu berhadapan dengan kekuatan penguasa Inggris dan seringkali
dijebloskan ke penjara.
Setelah beberapa lama dipenjarakan di India, Al-Afghani keluar dari penjara,
maka ia memilih meninggalkan India dan selanjutnya pada tahun 1871 M ia menuju
Mesir. Pada awal kedatangannya di Cairo, Mesir, Al-Afghani berusaha meninggalkan
persoalan-persoalan politik di negeri itu dan memusatkan perhatiannya pada ilmu
pengetahuan dan sastra Arab. Karena ia termasuk orang yang cukup dikenal ketika
itu, maka tak heran apabila tempat tinggalnya menjadi pusat pertemuan untuk
mendiskusikan perihal ilmu pengetahuan, filsafat, logika, tasawuf dan astronomi.
Para peserta diskusi terdiri dari orang-orang terkemuka dalam bidang peradilan,
dosen-dosen, pegawai pemerintah dan mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan
tinggi lain di Mesir. Di antara murid-murid Jamaluddin Al-Afghani, ada yang berasal
dari kelompok akademis, budayawan dan tokoh pergerakan, seperti Muhammad
Abduh, Sa’ad Zaghlul dan para pemimpin kemerdekaan Mesir.
Rencana Al-Afghani untuk meninggalkan lapangan politik dan menekuni
bidang ilmiah, ternyata tidak bertahan lama, karena ketika campur tangan Inggris
meningkat dalam soal politik di Mesir, Al-Afghani terpanggil untuk membela
kepentingan rakyat Mesir dari campur tangan Inggris. Untuk itu Al-Afghani kembali
ke kancah politik di Mesir, meskipun hanya 3 (tiga) tahun (1876-1879 M). Meskipun
singkat, Al-Afghani telah memberikan sumbangan pemikiran dan gerakan yang
sangat besar bagi kepentingan perjuangan masyarakat Mesir pada periode berikutnya.
Aktifitas politik yang dilakukannya di Mesir mendapat perhatian serius dari
penguasa lokal Khedewi Taufiq. Karena itu, pada tahun 1879 M atas tekanan Inggris.
Khadewi Taufiq mengusir Al-Afghani dari Mesir. Pengusiran ini secara diam-diam
disambut baik oleh kelompok konservatif (kolot) Al-Azhar yang selama ini ini
terganggu oleh ajaran filsafat Al-Afghani. Setelah terusir dari Mesir, Al-Afghani
pergi menuju India. Di India Al-Afgani juga terlibat dalam urusan politik di sana,
sehingga ia ditahan dan dibebaskan pada tahun 1882.
Pada tahun 1883 M Al-Afghani pergi ke London, Inggris terus pindak ke
Paris. Di kota yang terakhir ini Al-Afghani mendirikan perkumpulan Al-‘Urwah Al-
wusqa, dengan anggota terdiri dari orang-orang Islam, India, Suria, Afrika Utara dan
lain-lain. Di antara tujuan yang hendak dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan
Islam, membela Islam dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Majalah Al-
Urwah Al-Wusqa yang menerbitkan oleh perkumpulan ini cukup terkenal tidak hanya
di Perancis dan negara-negara Timur Tengah, dan anak Benua di India, tetapi juga di
Indonesia. Hanya saja, majalah yang cukup fenomenal itu tidak berumur panjang
karena dibreidel. Penerbitannya terpaksa dihentikan, karena dunia Barat melarang
majalah itu masuk ke dunia Islam yang berada dibawah kekuasaan bangsa-bangsa
Barat.
Pada tahun 1889 M, Al-Afghani diundang datang ke Pesia untuk membantu
penyelesaian persengketaan Persia-Rusia yang timbul karena politik pro Inggris yang
dianut pemerintah Persia ketika itu. Al-Afghani tidak setuju denagn pemberian
konsesi-konsesi ekonomi oleh Syah Nasiruddin kepada Inggris berupa pengakuan
monopoli warga negara Inggris dalam pembelian, penjualan dan ekspor semua
tembakau Iran. Akibatnya, timbul perselisihan paham antara Syah dengan Al-
Afghani. Perselisihan ini berujung pada pengusiran dari Persia. Tetapi ia sempat
berlindung pada sebuah tem,pat suci di Persia. Baru pada bulan januari tahun 1891 M,
ia ditangkap, dihajar dan dipaksa berjalan dengan kaki tangan terikat rantai.
Perbuatan yang dilakukan oleh Syah Nasruddin ini menimbulakan kemarahan pada
pengikut Jamaluddin Al-Afghani. Akibatnya, pada tahun 1896 M Syah dibunuh oleh
seorang pengikut fanatik Al-Afghani.
Pada tahun 1892 M atas undangan Sulta Abdul Hamid dari kerajaan Turki
Usmani, Al-Afghani pindah ke Istambul. Tujuan antara lain adalah untuk
membicarakan mengenai bentuk kerja sama dan penggalangan ketakutan umat Islam
guna melawan kekuatan Eropa. Hal itu dilakukan Sulta karena bangsa Barat telah
semakin merajalela menguasai wilayah Timur Tengah dan daerah-daerah kekuasaan
Usmani lainnya. Tetapi rupanya kerja sama antara keduanya tidak bisa
tercapai.karena ternyata pengaruh jamaluddin Al-Afghani di dunia Islam lebih besar
ketimbang pengaruh kekuasaan Sutan sementara Al-Afghani menyadari bahwa bila ia
meneruskan kerja sama, kebebasan akan hilang karena dibatasi oleh Sultan, sehingga
ia tidak dapat keluar dari Istambul. Meskipun begitu, akhirnya ia tetap bertahan di
Istambul hingga akhir hayatnya pada tahun 1897 M karena kangker dan tidak
meninggalkan anak istri, karena ia hidup membujang sepanjang umurnya.

Pemikiran dan Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani

Dalam sejarah hidupnya Al-Afghani seka pindah-pindah dari suatu negara


Islam ke negara Islam lainnya, seperti telah diuraikan di atas merupakan pengalaman
yang sangat berarti. Karena dapat memberikan kesadaran penuh bagi dirinya tentang
adanya dua kehidupan yang berlainan, yaitu kehidupan Barat dan Islam. Dunia Islam
hampir mengalami kemunduran di segala kehidupan, termasuk bidang ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan mandeg (stagnasi) dan
umat Islam banyak dipengaruhi oleh sifat statis, kuat berpegang pada taklid dan
bersikap fatalistis. Sebaliknya, ia melihat dunia Barat dalam kemajuan yang pesat.
Realitas tersebut selanjutnya mendorong Al-Afghani untuk memunculkan pemikiran-
pemikiran baru agar umat Islam dapat mengejar ketinggalan mereka dari dunia Barat
dan membenaskan diri dari sikap fatalistis.
Jamaluddin Al-Afghani memiliki pemikiran, bahwa Islam adalah agama yang
sesuai untuk semua agama, semua jaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada
pertentangan antar ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan jaman
dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan
interprestasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti tercantum dalam Al-Qur’an dan
hadits. Untuk interprestasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.
Jamaluddin Al-Afghani yakin, bahwa dalam ajaran agama Islam tidak pernah
menganjurkan apalagi memerintahkan umat Islam untuk berlaku statis dan mundur.
Namun sebaliknya, Islam terus mendorong umat manusia untuk selalu maju. Jika
pada kenyataannya umat Islam mengalamu kemunduran pada suatu periode sejarah,
maka dapat dipastikan bahwa kemunduran itu disebabkan oleh umat Islam itu sendiri
bukan disebabkan oleh ajaran agama yang dianutnya.
Jamaluddin Al-Afghani menilai bahwa kemunduran umat Islam pada masa itu
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya, telah
dipengaruhi sifat statis, kuat perpegang pada taqlid, bersikap fatalistis telah
meninggalkan ahklak tinggi dan telah melupakan ilmu pengetahuan. Sikap seperti
itu pada gilirannya akan menimbulkan kejumudan befikir di dunia Islam dan
kebodohan yang menyeluruh, bahkan akan menciptakan jurang pemisah antara
golongan elit ulama dan masyarakat awam.
2. Adanya paham Jabariyah dan salah paham tentang qada dan qadar, sehingga
memalingkan mereka untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras.
Qada dan Qadar yang dipahami msyarakat pada waktu itu tidak lagi seperti yang
dipahami oleh beberapa generasi sebelumnya. Pemahaman yang berkembang saat
itu telah mencapai tingkat ekstrim yang menjelma dalam bentuk fatalistik.
Sebenarnya Qada dan qadar itu sendiri mengandung pengertian bahwa segala
sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab akibat, kausalitas. Kemauan manusia
merupakan mata rantai kausalitas itu.
3. Salah satu pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat
Islam akan mengalami kemunduran di akhir jaman. Salah pengertian ini membuat
umat Islam tidak berusaha merubah nasib mereka.
4. Lemahnya rasa persaudaraan di kalangan umat Islam dan terputusnya tali
persaudaraan. Hal ini tidak terjadi di kalangan awam saja, tetapi dikalangan alim
ulama. Ulama Turki tidak lagi kenal dengan ulama Hijaz, demikian para ulama
India tidak mempunyai hubungan dengan ulama Afganistan. Kondisi serupa juga
terjadi di kalangan raja-raja, seorang raja Islam tidak lagi mempunyai hubungan
dengan raja Islam lainnya, bahkan terkadang mereka saling menyerang.
5. Sebab-sebab kemunduran yang bersifat politis ialah perpecahan yang terdapat
pada umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada
orang-orang yang tidak dapat dipercaya, mengabaikan permasalahan militer,
menyerahkan administrasi negara kepada orang yang tidak kompeten dan
intervensi asing.
Untuk dapat merubah kemunduran umat Islam menjadi maju, Al-Afghani
dengan kemampuan intelektual dan keluasan berfikirnya terus berusaha untuk
mengikis dan menghilangkan kemunduran tersebut di atas. Upaya untuk memajukan
kembali umat Islam seperti yang pernah dicapai pada saat klasik, pernah
dilakukannya ketika ia berada di Mesir. Di sana ia memberikan kuliah dan
mengadakan diskusi dalam berbagai disiplin ilmu, terutama dalam bidang filsafat,
logika, tasawuf dan astronomi yang pada waktu itu tidak ada lagi dipelajari oleh kaum
muslimin.
Adapun buku-buku yang diajarkan dan didiskusikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam bidang ilmu tasawuf, ia menggunakan kitab Al-Zaura’ karya Al-
Duwani. Melalui kitab ini mengembalikan ajaran tasawuf ke jalur sebenarnya dan
sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu juga berguna mengantisipasi tarekat-tarekat
yang pada saat itu telah diliputi oleh khurafat dan superstisi (bid’ah)
2. Dalam bidang logika, ia menggunakan buku Syah Al-Quthb Al-Syamsiyah.
Melalui kitab ini, ia ingin mengajak umat untuk berpikir lurus dan benar, sedang
caranya ilmu logika harus dikuasai.
3. Dalam bidang filsafat, ia menggunakan kitab Al-Hidayah, Al-Isyarah, Al-
Hikmah Al-Isyraq. Melalui buku-buku ini, Al-Afghani ingin mengajarkan cara
berpikir benar dan mendalam tentang segala sesuatu. Karena dengan cara
demikian, umat Islam akan mampu menggali ajaran agama dari sumbernya, yaitu
Al-Qur,an dan Al-Hadits.
4. Dalam bidang astronomi, ia menggunakan buku Tadzkirah, karangan Syekh
Al-Thusi.
Dengan demikian, cara dan metode atau media yang dipergunakan Jamaludin
Al-Afghani dalam mengadakan pembaharuan berlainan dari apa yang dilakukan oleh
Muhammad Ali dan Al-Tahtawi. Jika Al-Tahtawi mengadakan pembaharuan di Mesir
dengan mengirimkan pelajar ke Barat (Perancis) dan Muhammad Ali dengan
menerjemahkan buku-buku asing, maka Al-Afgani lebih tertarik untuk menggali
pengetahuan dan filsafat tersebut dari kitab-kitab klasik, karena dengan menguasai
filsafat umat Islam akan dapat mengejar ketinggalannya dari Barat, bahkan
kemungkinan akan melampauinya.
Jamaluddin Al-Afghani berpendapat, bahawa untuk memeperbaiki kondisi
umat Islam hanya ada satu jalan, yaitu kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya
yang terdapat pada dalam Al-Qur’an dan hadits. Selain itu, hati mesti disucikan, budi
pekerti luhur dihidupkan kembali. Demikian pula kesediaan berkurban untuk
kepentingan umat. Dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar dan riset yang
dilakukan, umat Islam akan dapat bergerak dinamis dan mencapai kemajuan.
Jamaluddin Al-Afghani dalam setiap aktifitas ilmiahnya tidak pernah
membatasi pembahasan buku-buku di atas hanya pada apa yang tertera (tekstual),
tetapi ia juga mengajak murid-muridnya untuk menggali dan mengembangkan lebih
dalam lagi secara kontekstual. Tidak hanya memahami lafal dan kalimatnya saja,
tetapi juga harus dikaji dan dipahami secara mendalam. Karenanya tak heran bila
terkadang ia membawa kajian tersebut pada kehidupan nyata, pada keadaan sosial
yang sedang berkembang saat itu.
Pemikiran lain yang juga dikemukakan oleh Al-Afghani guna memperbaiki
keadaan umat Islam ialah:
1. Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan corak pemerintahan
demokrasi. Kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin
masyarakat yang banyak mempunyai pengalaman. Pengetahuan manusia secara
individual terbatas sekali. Islam menurut pendapatnya menghendaki pemerintahan
republik yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan
kewajiban kepala negara tunduk kepada undang-undang dasar
2. Di atas segala-galanya itu, persatuan umat Islam itu mesti diwujudkan
kembali. Denagn bersatu dan bekerja sama yang erat umat Islam akan dapat
kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang
amat penting dalam Islam
Dari banyak uraian di atas, dapat kita simpulkan yang ditekankan oleh Al-
Afghani dalam semua kegiatan dan tulisannya bukan hanya Islam, melainkan juga
masalah anti imperialisme. Al-Afghani merupakan seorang pemikir dan pejuang umat
Islam yang dihadapkan pada imperialisme Barat. Ia juga menyerukan kepada kepada
orang-orang yang beriman untuk melawan serangan gencar orang-orang kafir (Barat),
karena mereka membahayakan Islam dan umat Islam. Selain itu, ia juga berusaha
menemukan sumber kekuatan Barat. Oleh karena itu, ia terus mendorong semua umat
Islam untuk memperkuat peradaban mereka dengan mempelajari ilmu pengetahuan
dari Barat dan mencontohnya.
Ide dan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani telah menumbuhkan semangat luar
biasa di dunia Islam. Pemikirannya ini banyak mempengaruhi pemikiran Sa’ad
Zaghlul yang nasionalis dan Muhammad Abduh yang modernis. Dan Abduh,
sebagaimana gurunya juga mempunyai pengaruh besar di dunia Islam.

Pan Islamisme dan Politik ala Jamaluddin al-Afghani

Jamaluddin Al-Afghani dalam sejarah hidupnya, sejak usia remaja hingga


akhir hayatnya selalu terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini tidak terlepas dari tujuan
pokok yang ingin diperjuangkannya, yaitu kemerdekaan kaum muslimin dari
dominasi Barat. Perjalannanya dari satu negara Islam ke negara Islam lainnya teklah
menimbulkan kesadaran dalam dirinya. Bahkan mungkin ia adalah orang Islam yang
pertama yang dengan jelas menyadari bahwa dunia Islam yang dijajah bukan hanya
Afghanistan atau India dan Mesir saja, tetapi juga semua negara Islam berada di
bawah dominasi bangsa-bangsa Barat. Ia pula yang pertama-tama yang menggunakan
konsep Islam dan Barat sebagai istilah yang mengandung arti gejala sejarah yang
korelatif.
Sejak usia 18 tahun ia sudah aktif dalam dunia politik. Ketika pulang haji
pada tahun 1857 M. Setelah itu ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost
Muhammad Khan. Ketika Amir Dost meninggal dan digantikan oleh Amir Sher Ali,
Al-Afghani diangkat menjadi penasehatnya. Beberapa tahun kemudian ia diangkat
oleh Muhammad ’Azam Khan menjadi Perdana Menteri. Ketika pada tahun 1869 M
pihak yang disokong Inggris dapat menggulingkan pemerintahan Muhammad ’Azam
Khan, Al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan Afganistan menuju India.
Selama tinggal di India, Al-Afghani tidak dapat berbuat banyak, karena
adanya tekanan dari pihak pemerintah setempat. Oleh karena itu, pada tahun 1871 M
ia pindah ke Mesir dan menetap disana sampai tahun 1871 M ia pindah ke Mesir dan
menetap di sana sampai tahun 1879 M. Kegiatan politik Jamaluddun Al-Afghani
dimulai sejak tahun 1876 M pada saat campur tangan Inggris sangat kuat di negeri
itu. Kegiatan politik yang menonjol dilakukannya ialah menghubungi para tokoh dan
pejabat, berbicara di berbagai forum pertemuan dan majlis-majlis tertentu.
Memberikan pelajaran politik tentang bentuk pemerintahan yang demokratis, adanya
majlis syura dan hak-hak masyarakat sebagai warga negara. Selanjutnya, untuk dapat
bergaul dengan orang-orang politik di Mesir, ia memasuki perkumpulan Freemason
Mesir. Perkumpulan ini memiliki semboyan kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan. Al-Afghani mengira perkumpulan ini akan dapat menyalurkan ide-ide
politiknya. Tetapi, suaranya tidak didengar di kalangan Freemason. Oleh karena itu,
ia kemudian keluar dari perkumpulan ini.
Ide trias politica dan pratiotisme yang disiarkan Al-Tahtawi melalui buku-
buku terjemahan dan karangannya, mulai menyentuh masyarakat Mesir. Diperkirakan
situasi Mesir pada saat itu telah memulai menerima perubahan besar, sebagaimana
telah digambarkan oleh Ahmad Amin dalam tulisannya: ”Mesir laksana bensin dan
Al-Afghani korek apinya, ketika korek api dihidupkan, maka terbakarlah kota”. Al-
Afghani melihat bahwa tiba waktunya untuk membentuk partai politik sebagai
wahana penempungan aspirasi umat Islam. Oleh karena itu, pada tahun 1879 M atas
usahanya terbentuklah partai Al-Hizb Al-Watani (Partai Nasional). Slogan ”Mesir
untuk orang Mesir” mulai kedengaran. Tujuan partai ini selanjutnya ialah
memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-
unsur Mesir ke dalam posisi-posisi bidang militer.
Atas dukungan Al-Hizb Al- Wathani, Al-Afghani berusaha menggulingkan
raja Mesir yang berkuasa saat itu, yaitu Khadewi Ismail, untuk diganti dengan putra
mahkota Taufik. Taufik berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang
dituntut Al-Hizb Al-Wathani. Tetapi setelah menjadi raja, Khadewi Taufik tidak
banyak melakukan perubahan karena selalu mendapat tekanan kuat dari Inggris.
Bahkan akibat dari tekanan Inggris yang begitu kuat, Khadewi Taufik mengusir
Jamaluddin Al-Afghani dari Mesir pada tahun 1879.
Al-Afghani di India banyak terlibat urusan politik praktis, sehingga ia ditahan
dan baru dibebaskan pada tahun 1883 M. Kemudian Al-Afghani pergi ke London dan
kemudian ke Paris. Di kota ini, mendirikan perkumpulan Al-’Urwah Al-Wusqa”,
dengan anggota terdiri dari orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika Utara
dan lain-lain, seperti Muhammad Abduh yang diusir dari Mesir karena dituduh
terlibat dalam pemberontakan Urabia Pasha. Majalah yang dibuat untuk memperkuat
rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam pada kemajuan
ini tidak berumur panjang. Setelah terbit 8 bulan, ia terpaksa dihentikan karena dunia
Barat melarang pemasukannya ke negara-negara Islam yang berada di bawah
kekuasaan mereka.
Pada tahun 1886 M, Al-Afghani di undang oleh Syah Nasiruddin ke Teheran
sebagai tamu. Namun popularitas Al-Afghani yang terus meluas membuat Syah
cemas dan curiga terhadapnya. Oleh karena itu, ia pergi meninggalkan Teheran
karena alasan kesehatan. Pada tahun 1889 M Al-Afghani di undang kembali ke Iran
akibat politik pro Inggris yang dianut Iran saat itu, Al-Afghani tidak setuju dengan
pemberian konsesi-konsesi ekonomi oleh Syah Nasir kepada Inggris. Akibatnya
timbul pertikaian paham antara Syah denagnnya, suatu pertikaian yang menyebabkan
diusir secara istimewa. Di tahun 1896 M Syah dibunuh oleh seorang pengikut Al-
Afghani.
Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan persatuan umat
Islam (Pan Islamisme), suatu gagasan yang bertujuan untuk mengembalikan keutuhan
umat Islam dalam suatu ikatan politik tersbut, harus meliputi seluruh umat Islam
dalam suatu ikatan politik. Asosiasi politik tersebut harus meliputi seluruh umat Islam
dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka
termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat-rakyat jajahan.
Ikatan tersebut yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina
kesetiakawanan dan persatuan umat Islam dalam perjuangan menentang kolonialisme
dan dominasi Barat.
Menurut Al-Afghani, dalam kaitan itu eksistensi dan kemandirian masing-
masing negara tetap diakui dan dihormati. Sedangkan kedudukan para kepala
negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat satu dengan yang lain, tanpa
ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan.
Dari perjalanan sejarahnya ini, Al-Afghani terlihat berhasil menyadarkan
masyarakat dan pemerintahan negara-negara Islam akan musuh mereka yang
sebenarnya, tetapi ia sendiri gagal dalam mewujudkan gagasan persatuan umat Islam
(Pan Islamisme)
Demikian biografi dan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani. Dalam tataran
sejarah Islam, Al-Afghani menempati posisi khusus. Sebab ia tidak hanya dikenal
sebagai seorang pembaharu Islam, dengan memproklamirkan ide-ide
pembaharuannya, tetapi juga dikenal sebagai seorang aktifis politik. Aktivitas politik
yang dilakukannya bertujuan untuk membebaskan umat Islam dari hegemoni politik
penjajah Barat. Al-Afghani mengajak umat Islam untuk bangkit kembali dengan
melakukan kajian ilmiah dan kembali kepada sumber ajaran Islam sebenarnya, yaitu
Al-Qur’an dan hadits. Karena menurut pandangannya, hanya dengan cara seperti itu,
umat Islam akan terbebas dari imperialisme dan kolonialisme Barat Kristen..
La Tansa

- Jamaluddin Al-Afghani mendapatkan gelar Sayyid, karena masih memiliki


jalur keturunan dari Husein bin Ali bin Abi Tholib
- Ia menekuni dalan dunia filsafat, juga mempelajari tasawuf, bahasa Arab,
bahasa Persia dan bahasa Perancis
- Dalam sejarah hidupnya ia selalu pindah-pindah tempat dari negara Islam
satu ke negara Islam lainnya.
- Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan
kolonialisme. Hal ini dipandang oleh bangsa-bangsa barat, India dan Inggris
sangat membahayakan dan akhirnya dijebloskan ke penjara.
- Aktifitas politik yang dilakukannya di Mesir mendapat perhatian serius dari
penguasa lokal Khedewi Taufiq. Karena itu, pada tahun 1879 M atas tekanan
Inggris. Khadewi Taufiq mengusir Al-Afghani dari Mesir
- Adapun buku-buku yang diajarkan dan didiskusikan adalah sebagai berikut:

- Dalam bidang ilmu tasawuf, ia menggunakan kitab Al-Zaura’ karya Al-


Duwani. Melalui kitab ini mengembalikan ajaran tasawuf ke jalur
sebenarnya dan sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu juga berguna
mengantisipasi tarekat-tarekat yang pada saat itu telah diliputi oleh
khurafat dan superstisi (bid’ah)
- Dalam bidang logika, ia menggunakan buku Syah Al-Quthb Al-
Syamsiyah. Melalui kitab ini, ia ingin mengajak umat untuk berpikir
lurus dan benar, sedang caranya ilmu logika harus dikuasai.
- Dalam bidang filsafat, ia menggunakan kitab Al-Hidayah, Al-Isyarah,
Al-Hikmah Al-Isyraq. Melalui buku-buku ini, Al-Afghani ingin
mengajarkan cara berpikir benar dan mendalam tentang segala sesuatu.
Karena dengan cara demikian, umat Islam akan mampu menggali ajaran
agama dari sumbernya, yaitu Al-Qur,an dan Al-Hadits.
- Dalam bidang astronomi, ia menggunakan buku Tadzkirah, karangan
Syekh Al-Thusi.
- Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan persatuan umat
Islam (Pan Islamisme), suatu gagasan yang bertujuan untuk mengembalikan
keutuhan umat Islam dalam suatu ikatan politik tersbut, harus meliputi
seluruh umat Islam dalam suatu ikatan politik.
Tamrinat 6

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Siapakah Jamaluddin Al-Afghani Itu ?


2. Sebutkan beberapa ilmu yang ditekuni oleh Jamaluddin Al-Afghani !
3. Jelaskan beberapa alasan Jamaluddin Al-afghani selalu pindah-pindah tempat
tinggal !
4. Jamaluddin al-Afghani melakukan kampanye anti imperialisme dan
kolonialisme. Jelaskan apa yang dimaksut dengan imperialisme dan
kolonialisme.
5. Jamaluddin Al-Afghani pada saat itu melemparkan gagasan Pan Islamisme.
Jelaskan apakah yang dimaksud Pan Islamisme !

Amanah :

Ceritakan dengan singkat sejarah Jamaluddin Al-afghani dalam dunia politik !


Bagian
7 MUHAMMAD ABDUH

BIOGRAFI SINGKAT MUHAMMAD ABDUH

Nama lengkap : Syaik Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah


Lahir : Di Mahallat Nashr, di kabupaten Al-Buhairah, Mesir pada
tahun 1849 M.
Keluarga : Ia lahir dari keluarga yang sangat sederhana.

Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari
keturunan bangsawan. Namun ayahnya dikenal sebagai orang terhormat dan suka
memberi pertolongan. Situasi yang dialamina keika lahir sangat tidak
menguntungkan, karena penguasa Mesir bernama Muhammad Ali Pasha, bertindak
sewenang-wenang. Ia memungut pajak begitu tinggi dari masyarakat, sehingga
banyak masyarakat yang berusaha menghindar dari tagihan itu dengan cara berpindah
tempat tinggal. Dalam pengungsian itulah Muhammad Abduh dilahirkan.
Meskipun demikian, orang tua Abduh sangat perhatian dalam bidang
pendidikan anaknya. Untuk itu, Abduh kecil dikirim ke masjid Al-Ahmadi Tanta.
Tapi karena sistem pengajaran di sini sangat monoton dan menjemukan, akhirnya
setelah bertahan lebih kurang dua tahun, Abduh kembali ke kampung halamannya,
Mahallat Nashr. Di sini Abduh menjalani kehidupannya sebagai petani, seperti yang
dilakukan saudara-saudaranya. Tak lama setelah kembali ke desa, kira-kira dalam
usia 16 tahun, Abduh dinikahkan dengan seorang gadis di desanya.
Ketika Muhammad Abduh baru sekitar 4 (empat) bulan menikah, ia dipaksa
kembali melanjutkan studinya di Tanta. Tetapi keinginan itu tidak dipenuhi, bahkan
Abduh bersembunyi di rumah pamannya bernama Syaikh Daewis Khadr. Berkat
bujukan dan bimbingan pamannya itu, akhirnya Abduh mau meneruskan studinya di
Tanta.
Setelah menyelesaikan studinya di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M,
Abduh melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Kairo Mesir. Studi ini diselesaikannya
dalam tempo 11 (sebelas) tahun, yaitu pada tahun 1877 M dan memperoleh gelar
’Alim (sarjana). Setelah itu, ia mengajar di Darul ,Ulum dan di rumanya sendiri.
Pada saat belajar di Al-Azhar, Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al-
Afghani,, bahkan sering mendampingi Al-Afghani ketika mengajar dan mencari
murid keyasangan Al-Afghani. di bawah bimbingan Afghani, Abduh belajar filsafat
dan menulis artikel. Tulisannya banyak berkisar pada bidang sosial poliik dan
keagamaan terutama berkaitan dengan persoalan pembaharuan Islam. Artikel-artikel
tersebut umumnya dimuat dalam surat kabar Al-Ahram.
Jamaluddin Al-Afghani dituduh mengadakan gerakan menentang Khedewi
Taufiq, raja Mesir saat itu, akhirnya pada tahun 1879 M Jamaluddin Al-Afghani
diusir dari Mesir. Sebagai murid kesayangan dan pengikut setia, Abduh juga terkena
imbasnya karena itu, Abduh dipecat dari jabatannya dan diasingkan ke luar kota
Kairo. Tetapi, sekitar tahun 1880 M, Abduh diperbolehkan kembali ke Kairo dan
diangkat sebagai direktur surat kabar resmi pemerintah, yaitu surat kabar Al-Waqa’i
Al-Misriyah. Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar ini mengalami perkembangan,
karena berita resmi yang dimuat, juga berita-berita atau artikel tentang pentingnya
nasionalisme.
Karena dituduh terlibat dengan gerakan revolusi Urabi Pasha pada tahun 1882
M, akhirnya Abduh dijatuhi hukuman 3 (tiga) tahun buangan, setelah menjalani
hukuman tahanan selama 3 (tiga) bulan. Setelah itu, Abduh diberikan kebebasan
untuk memilih daerah atau tempat untuk mengasingkan diri. Akhirnya, memilih
Syiria sebagai tempat pengasingannya. Edi sini, Abduh menetap selama 1 (satu)
tahun. Kemudian ia pergi ke Paris memenuhi panggilan gurunya, Jalaluddin Al-
Afghani. Di Paris, bersama gurunya, Abduh mengelola majalah Al-’Urwatul Wutsqa,
yang bertujuan untuk mendirikan Pan-Islamisme serta menentang penjajahan Barat,
khususnya Inggris. Karena sikap dan pendapatnya yang sangat keras menentang
kolonialisme dan memperjuangkan hak-hak rakyat Mesir, pada tahun 1885 M Abduh
datang ke Inggris atas nama majalah Al-’Urawatul Wutsqa, memenuhi undangan para
tokoh Inggris yang simpati atas usaha dan gerakannya. Setelah itu pada tahun yang
sama, Abduh meninggalkan Inggris dan Paris, kemudian kembali ke Bairut. Di kota
inilah Abduh banyak menghabiskan waktunya untuk menuangkan pemikirannya ke
dalam bentuk tulisan ilmiah.
Muhammad Abduh dapat masuk kembali ke Mesir setelah mendapat bantuan
temannya yang berkebangsaan Inggris pada tahun 1888 M. Tetapi pemerintah
setempat tidak memberikan ijin kepadanya untuk kembali mengajar karena
pemerintah takut pemikirannya mempengaruhi mahasiswa. Karena kecakapannya,
akhirnay ia diteriam bekerja sebagai Hakim pada salah satu mahkamah.
Meskipun pemerintah tidak menyukai pemikiran dan gerakannya, Abduh
ternyata masih memiliki peluang besar untuk menjadi inspirator dan motivator bagi
pengembangan dunia pendidikan. Karena itu, sekitar tahun 1894 M, Abduh diberi
kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Majlis A’la universitas Al-Azhar,
Mesir. Ketika itulah ia mempunyai kesempatan besar untuk melakukan berbagai
perubahan dalam tubuh Al-Azhar. Kemudian pada tahun 1899 M, Abduh menduduki
jabatan sebagai seorang mufti Mesir. Jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal
pada tahun 1905 M.

Pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan

Seagaimana Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh juga memiliki


perhatian serius dan keprihatinan terhadap kemunduran dan problem yang dihadapi
umat Islam. Mereka berdua sama-sama berupaya melakukan pembaharuan untuk
memperbaiki keadaan umat Islam. Hanya saja, Abduh memiliki cara dan pandangan
berbeda dengan gurunya dalam mencapai tujuan usaha pembaharuan. Al-Afghani
berpendapat bahwa usaha perbaikan umat gharus dilakukan melalui politik,
Sementara Abduh melalui pendidikan walaupun memerlukan waktu yang cukup
lama. Karena Abduh berkeyakinan bahwa cara terbaik untuk mengadakan
pembaharuan dan meningkatkan kehidupan umat Islam adalah melalui pendidikan
yang dapat meletakkan dasar-dasar kuat bagi suatu perubahan lebih baik.
Muhammad Abduh memperhatikan bahwa di Mesir Tengah terjadi dualisme
sistem pendidikan. Di satu sisi, terdapat madrasah-madrasah pendidikan agama tanpa
memasukkan kurikulum pendidikan umum. Di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah
umum yang dikelola pemerintah yang tidak memberikan pendidikan agama memadai
bagi murid-muridnya. Akibatnya, menurut Abduh, duslisme sistem pendidikan ini
seperti menghasilkan dua golongan yang sulit dipertemukan membuat jurang pemisah
yang sangat besar dan sulit dijembatani, yaitu golongan agama dan golongan umum
(sekuler).
Muhammad Abduh memandang bahwa dualisme sistem pendidikan di Mesir
kala itu tidak baik dan kurang menguntungkan bagi perkembangan umat Islam. Sebab
akan dirinya paling unggul, dan seterusnya. Karena sistem madrasah yang lama akan
melahirkan dua kubu yang berbeda yang saling mengklaim dirinya paling unggul, dan
seterusnya. Karena sistem maderasah yang lama akan melahirkan ulama yang tidak
memiliki pengetahuan ilmu-ilmu umum atau ilmu modern. Sementara sekolah umum,
akan melahirkan para ahlimilmu pengetahuan sedikit tentang agama. Karena itu, perlu
dimasukkan kurikulum ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum maderasah.
Sebaliknya, memasukkan kurikulum agama pada sekolah-sekolah umum denagncara
seperti itu, maka jurang pemisah antara kedua lembaga pendidikan antara ahli agama
dan ahli umum pengetahuan umum, akan dapat dihilangkan atau diminimalkan.
Muhammad Abduh terus melontarkan pemikirannya, tentang usaha
pembaharuan sistem pendidikan nasional di Mesir dengan mempersatukan dua
golongan agama dan umum dengan ide penghapusan dualisme sistem pendidikan
nasional dan perubahan kurikulum. Karena itu, Abduh melihat bahwa Al-Azhar
sebagai lembaga pendidikan yang tepat untuk mewujudkan pemikiran-pemikirannya
dalam pendidikan. Abduh memiliki obsesi untuk menjadikan Al-Azhar memiliki
posisi yang sama dengan universitas yang ada di Eropa. Ia juga berharap agar
universitas Al-Azhar menjadi pusat pembaharuan yang ideal bagi dunia Islam.
Kesempatan untuk mewujudkan pemikiran-pemikirannyan dalam bidang
pendidikan di Al-Azhar terbuka lebar ketika ia terpilih menjadi wakil pemerintah
Mesir dalam dewan pimpinan Al-Azhar. Dewan yang dibentuk pada tanggal 15
Januari 1895 M berdasarkan keputusan Khadewi Abbas atas usul Muhammad Abduh
sendiri. Dewan ini terdiri dari ulama-ulama besar dengan mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hambali. Sebagai wakil pemerintah, Abduh memiliki peran yang sangat
besar dan motor penggerak kegiatan dewan tersebut.
Kapasitas Muhammad Abduh sebagai anggota dewan pimpinan Al-Azhar,
berusaha menerapkan pemikiran pembaharuannya di Al-Azhar. Abduh membuat
pengaturan yang melarang pembacaan komentar (hasyiyah) dan penjelasan
komprehensif tentang teks suatu buku (syarah) untuk para mahasiswa selama di masa
empat tahun pertama. Sebagai gantinya, mahasiswa diberi pokok –pokok mata kuliah
yang disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Langkah pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh di Al-Azhar, selain
memperbaharui sistem pendidikannya, juga meningkatkan gaji pimpinan dan rektor
(syaikh) Al-Azhar, memperbaiki menajemen administrasi dan perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan utama dan penunjang lain, seperti asrama mahasiswa. Karena
sebelum Abduh menjadi pimpinan Al-Azhar, para syaikh (rektor) Al-Azhar
menjalankan tugas dri rumah masing-masing. Hal ini tidak efektif karena pimpinan,
para dosen dan mahasiswa selalu berkerumun di rumah rektor sehingga administrasi
tidak berjalan denagn tertib. Karena itu, Abduh kemudian membangun gedung
rektorat tersendiri dan mengangkat para pegawai yang ditugaskan membantu rektor.
Muhammad Abduh juga memiliki keinginan untuk membawa ilmu-ilmu
modern ke dalam perguruan tinggi Al-Azhar. Tetapi, gagasan dan keinginan Abduh
mendapat tantangan dari para ulama yang memiliki pengaruh cukup di Al-Azhar.
Alasannya, mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern itu tidak sesuai
denagn ajaran Islam.
Muhammad Abduh juga berhasil memasukkan beberapa mata kuliah umum
ke Al-Azhar, seperti ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu matematika, dan Aljabar ke dalam
kurikulum pendidikan Al-Azhar. Argumentasi yang dikemukakan Abduh adalah
bahwa Islam sejati yang dipahami secara tepat tidak akan bertentangan dengan ilmu
pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan tentang fenomena alam memiliki pengaruh
positif dalam mewujudkan dan menumbuhkan pengetahuan serta keyakinan tentang
adanya Tuhan.

Pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang politik

Ide politik yang dikemukakan Muhammad Abduh, bahwa jabatan


pemerintahan atau kepala negara perlu dibatasi. Sebagai seorang manusia,
menurutnya, kepala negara bisa saja berbuat salah. Pembatasan kekuasaan ini dapat
dilakukan melalui konstitusi. Konstitusi ini dibuat berdasarkan musyawarah dengan
memperhatikan prinsip-prinsip keadilan.
Muhammad Abduh juga menekankan perlu adanya kontrol sosial dalam
menyelenggarakan suatu pemerintahan. Nasihat dari rakyat sebagai bentuk aspirasi
yang dikembangkan, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan dapat dijadikan
sebagai alat kontrol masyarakat bentuk mengoreksi kesalahan-kesalahan kepala
negara.
Ia sering melontarkan pemikirannya tentang hak dan kewajiban rakyat dalam
berhadapan dengan penguasa. Ia juga menghimbau rakyat Mesir untuk menyadari hak
masing-masing sebagai warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Masyarakat juga harus menyadari kewajibannya untuk mencintai tanah air sebagai
tempat tinggal mereka dan membela negara. Selain itu, msyarakat juga harus patuh
kepada pemerintah selama pemerintah mampu bersikap adil.
Menurut Muhammad Abduh, bahwa rakyat Mesir pada masa itu belum
sepenuhnya siap dengan sistem demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari penolakan yang
dilakukan masyarakat dan penguasa Mesir terhadap gerakan urabi Pasha. Bahkan
Abduh sendiri ketika itu tidak mnyetujui gerakan tersebut, sebab akan mengganggu
stabilitas negara. Tetapi kemudian ia melihat hal penting yang ingin disampaikan oleh
gerakan tersebut sehingga ia merasa simpatik. Karena itu, ia sempat dituduh terlibat
dalam gerakan tersebut dan mengungsikan selama tiga tahun dari Mesir.
Demikian juga tentang tuntutan yang dianjurkan oleh gerakan Urabi Pasha
yang menentang penguasa dan menuntut parlemen, semula Abduh tidak setuju
dengan haluan politik Urabi Pasha. Sebab menurutnya, rakyat Mesir belum siap
dengan sistem parlemen. Untuk menghadapi situasi itu, rakyat Mesir harus cerdas dan
terdidik. Sebab yang diperlukan masyarakat Mesir saat itu adalah memperoleh
pendidikan yang baik, bukan parlemen. Oleh karena itu, rakyat harus dicerdaskan
terlebih dahulu karena hanya dengan pendidikan, rakyat akan dengan sendirinya
dapat menentukan dan menilai sistem apa yang baik. Sikap dan persepsi Muhammad
Abduh mulai berubah mengenai gerakan Urabi Pasha, ketika gerakan ini menentang
Barat. Tidak hanya itu, Abduk kemudian mendukung gerakan tersebut. Karena
menurutnya, bangsa Barat yang menjajah Mesir harus diusir dan Mesir harus
merdeka.
Untuk mengantar rakyat yang belum siap dengan sistem demokrasi,
tampaknya Abduh tidak keberatan jika untuk sementara rakyat diperintah oleh
diktaktor yang adil, hingga masyarakat memiliki pengetahuan luas dan pendidikan
yang lebih baik. Dengan begitu, masyarakat sudah siap baru dan kebebasan. Pada saat
masyarakat sudah matang, dewan-dewan perwakilan rakyat akan dibentuk secara
bertahap. Karena itu, menurut Abduh, jangka waktu 50 tahun merupakan masa yang
cukup bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri guna memperoleh hak-hak mereka
secara penuh.
Namun, ide cemerlang Muhammad Abduh itu sulit diwujudkan karena terlalu
ideal. Abduh sendiri tidak menjelaskan secara rinci kriteria orang yang dapat
bertindak sebagai diktator yang mau berlaku adil terhadap rakyatnya. Selain itu,
waktu setengah abad juga sangat lama untuk merubah sistem monorchi ke demokrasi.
Salah satu langkah strategis Muhammad Abduh adalah memasuki dunia
politik praktis dengan menjadi salah seorang anggota majelis Syura sebelumnya,
lembaga legistatif ini sering diabaikan oleh lembaga eksekutif oleh pemerintah.
Tetapi atas usaha Abduh kedua lembaga ini dapat bekerja sama lebih baik. Semua
rencana program pemerintah dikirim ke majelis Syura yang untuk dibahas dalam
panitia yang dibentuk sesuai dengan komisi masing-msing.
Secara umum dapat dikatakan bahwa menurut Abduh, cara-cara yang
ditempuh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan politik dapat
saja berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi dan kondisi sosial
politik. Karena itu, meskipun ia pernah membicarakan hak-hak untuk rakyat untuk
mengoreksi atau mengontrol pemerintah yang salah, namun penyelesaian seperti itu
diserahkan sepenuhnya kepada perkembangan jaman.
Selain itu, terkadang Abduh juga konsisten dalam berpolitik. Sebab
menurutnya, politik dapat mengekang kebebasan berpikir, perkembangan ilmu dan
agama. Hal itu wajar, bila mengingat proses perjalanan kariernya di Mesir. Sebagai
seorang intelektual pembaharu, tampaknya berpolitik praktis tidak memuaskan
bahkan cenderung menjemukannya.

Pandangan Muhammad Abduh tentang taqid dan ijtihad

Muhammad Abduh berpendapat bahwa keterbelakangan dan kemunduran


umat Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud. Sikap dan pandangan
seperti ini menyebabkan umat Islam statis, tidak dinamis serta tidak mau menerima
perubahan. Selain itu, sikap jumud ini dalam pandangan Abduh sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan ajaran Islam seperti kepatuhan membabi buta terhadap ulama,
pemujaan berlebihan terhadap syaikh dan paham taqlid. Agar umat Islam keluar dari
situasi ini, mereka harus membebaskan diri dari tradisi taqlid, dan kembali pada
ajaran Islam yang murni sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits.
Kondisi yang semakin puruk bagi kemajuan umat Islam ini tidak pelu
dipertahankan. Bahkan Muhammad Abduh sangat mengecam taqlid. Orang yang
melakukan taqlid (muqallid), menurut Abduh, memiliki derajat yang lebih rendah dari
orang yang diikutinya. Karena muqallid hanya melihat lahir perbuatan orang yang
diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan rahasia perbuatannya. Hal ini membuat
pekerjaan muqallid menjadi tanpa dasar dan tidak karuan.
Muhammad Abduh terus-menerus melakukan seruan untuk melakukan ijtihad
dengan menonjolkan pendapat Ibnu Taimiyah. Dalam konteks ini, Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa ajaran Islam terdiri dari dua kategori: Ibadah dan Mu’amalah. Al-
Qur’an dan hadits telah menetapkan aturan-aturan tegas, jelas dan sangat terinci
mengenai ibadah. Sedangkan ajaran-ajaran Islam mengenai hidup kemasyarakatan,
merupakan ajaran-ajaran dasar dan prinsip-prinsip umum yang tidak terinci. Karena
itu, dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan jaman.
Umat Islam menurut Muhammad Abduh harus segera bisa menyesuaikan
dasar-dasar kehidupan masyarakat yang terdapat di dalam Al-Qur’an dengan
perubahan dan perkembangan jaman, ijtihad bukan hanya boleh dilakukan, justru
merupakan suatu keharusan. Ijtihad yang dimaksud oleh Abduh tidak terbuka untuk
setiap orang. Hanya orang-orang yang memenuhi syarat tertentu yang boleh
melakukan ijtihad. Orang yang tidak memenuhi persyaratan ijtihad, dapat mengikuti
pendapat mujtahid yang sesuai dengan pendapatnya.
Menurut Muhammad Abduh, pendapat para ulama tidak bersifat mengikat.
Karena itu, pendapat mereka dapat diambil dan dapat pula ditinggalkan. Ijma’ mereka
juga bisa bersifat salah. Ijtihad menurut Abduh, harus bersmber pada Al-Qur’an dan
hadits, karena keduanya merupakan sumber utama ajaran Islam.
Pandangan Muhammad Abduh tentang perlunya ijtihad dan pemberantasan
taqlid, tampaknya didasari atas kepercayaannya yang tinggi terhadap akal. Karena
menurutnya, Islam menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Sebab akal dapat
membedakan ang baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dan yang tidak
bermanfaat. Kebenaran yang dicapai akal tidak bertentangan dengan kebenaran yang
disampaikan oleh wahyu.
Menurutnya dalil akal yang meyakinkan bertentangan dengan dalil naql yang
tidak meyakinkan. Namun, masih menurut Abduh, ada dua cara yang dapat ditempuh
jika ditemukan adanya kontradiksi antara dalil akal dengan dalil naql. Pertama, kita
menerima dalil naql itu sebagai dalil yang sah, tetapi kita mengakui bahwa kita tidak
mampu untuk memahaminya dan menyerahkan hal yang sesungguhnya kepada Allah
SWT. Kedua, kita menta’wilkan dalil naql itu sesuai dengan tata bahasa sehingga
artinya dapat menjadi sesuai dengan yang ditetapkan oleh akal.
Meskipun begitu, Abduh tetap mengakui keterbatasan akal manusia.
Menurutnya, selain akal juga diperlukan wahyu. Sebab, tanpa wahyu akal tidak
mampu membawa manusia mencapai kebahagian. Selanjutnya, Abduh berpendapat
bahwa masalah-masalah yang berkenaan dengan hakekat Tuhan dan masalah-masalah
metafisika, bukan merupakan wilayah sepenuhnya dapat dijangkau akal. Karena itu,
penjelajahan akal dalam hal seperti itu perlu dibatasi. Di samping itu, akal juga
memiliki keterbatasan dalam mengetahui kegunaan perbuatan-perbuatan tertentu,
seperti jumlah raka’at shalat dan amalan-amalan dalam ibadah haji.

Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan Islam.

Usaha Muhammad Abduh dalam melakukan pembaharuan dapat bejalan


sesuai dengan keinginannya. Sebab, seringkali Abduh mendapat tantangan dari para
ulama yang bersikukuh berpegang pada tradisi lama. Bahkan Abduh sendiri pernah
dicap sebagai orang kafir dan dituduh tidak percaya kepada Tuhan.
Tuduhan kafir yang dilakukan para ulama yang diserahkan kepadanya,
membuat banyak orang lebih tertarik lagi untuk mengetahui pemikiran-pemikiran
Abduh yang sebenarnya. Untuk membuktikan tuduhan itu, mereka mengikuti
berbagai kegiatan ilmiah dan kuliah yang diadakan Abduh. Dari pengamatan dan
pendengaran mereka, ternyata apa yang dituduhkan kepadanya tidak terbukti
kebenarannya. Setelah mereka mengatahui perihal yang sebenarnya, mereka malah
menjadi pengikut setia Muhammad Abduh.
Tantangan yang dihadapai Muhammad Abduh tidak membuatnya surut untuk
melangkah terus untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran pembaharuannya. Salah
satu usaha pembaharuan yang telah dilakukannya adalah pembaharuan dalam bidang
pendidikan di Al-Azhar. Meskipun usahanya boleh dibilang gagal, tetapi Abduh telah
berhasil memasukkan beberapa ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum Al-
Azhar, seperti lmu bumi, ilmu ukur, ilmu matematika dan Aljabar. Karena itu,
pemikiran Muhammad Abduh besar pengaruhnya di kalangan pemuda, meskipun
Abduh telah wafat pengaruh yang ditinggalkannya pada generasi kemudian
menggerakkan Al-Azhar untuk menata kembali metode pengajaran dan
kurikulumnya.
Ide dan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir telah melahirkan banyak
ulama modern, seperti Mustafa Al-Maraghi, Mustafa Abdul Raziq, Tatawi Jauhari,
dan Rasyid Ridha. Pemikiran-pmikiran Abduh juga berpengaruh bagi para penulis
produktif seperti Muhammad Husain Haikal, Farid Wajdi, Ahmad Amin dan Qasim.
Selain berpengaruh di negeri asalnya, pemikiran Abduh juga memiliki pengaruh yang
cukup luas di luar Mesir, terutama di negara-negara Arab. Pengaruh itu diperoleh
melalui tulisan-tulisan Abduh dan para pengikutnya yang menyebarkan paham
pembaharuannya. Seperti apa yang dilakukan Rasyid Ridha dalam majalah Al-Manar
dan usahanya dalam pembukuan memiliki pemikiran gurunya dalam bidang tafsir,
seperti tafsir Al-Manar, memiliki pengaruh yang sangat luas di kalangan para pelajar
atau mahasiswa Timur Tengah, selain mereka yang belajar di Universitas Al-Azhar,
Mesir. Lewat merekalah pemikiran-pemikiran Abduh tersosialisasikan dengan baik,
hingga dikenal banyak orang dan dijadikan bahan rujukan bagi usaha pembaharuan
Islam di negeri asal masing-masing mahasiswa tersebut, termasuk mahasiswa yang
berasal dari Indonesia.
Di Indonesia, pengaruh pemikiran Muhammad Abduh masuk dan berkembang
melalui majalah Al-Urwatul Wutsqa, Al-Manar, Tafsir Al-Manar, dan buku Abduh
yang sangat monumental, Risalah Tauhid. Karenanya tak heran bila banyak ahli yang
berpendapatan bahwa pemikiran Abduh turut mempengaruhi pergerakan
pembaharuan Islam di Indonesia, baik yang dicetuskan oleh Muhammadiyah maupun
Al-Irsyad, Persis dan beberapa firqah lain-lain.
Organisasi pembaharuan di Indonesia, seperti Muhammadiyah memiliki visi
dan misi dengan gerakan dan pemikiran Muhammad Abduh, antara lain adalah
perlunya dilakukan ijtihad, penolakan taqlid dan memandang Rasul serta para sahabat
sebagai contoh dalam melaksanakan ibadah. Para sahabat sebagai contoh dalam
melaksanakan ibadah. Karena ada ahli yang berpendapat bahwa gerakan
pembaharuan di Indonesia merupakan salah satu usaha reproduksi dari perkembangan
pembaharuan Islam di Mesir.

La Tansa

- Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari
keturunan bangsawan. Namun ayahnya dikenal sebagai orang terhormat dan
suka memberi pertolongan
- Meskipun demikian, orang tua Abduh sangat perhatian dalam bidang
pendidikan anaknya. Untuk itu, Abduh kecil dikirim ke masjid Al-Ahmadi
Tanta. Tapi karena sistem pengajaran di sini sangat monoton dan
menjemukan, akhirnya setelah bertahan lebih kurang dua tahun, Abduh
kembali ke kampung halamannya
- Setelah menyelesaikan studinya di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M,
Abduh melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Kairo Mesir. Studi ini
diselesaikannya dalam tempo 11 (sebelas) tahun, yaitu pada tahun 1877 M
dan memperoleh gelar ’Alim (sarjana). Setelah itu, ia mengajar di Darul
,Ulum dan di rumanya sendiri
- Seagaimana Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh juga memiliki
perhatian serius dan keprihatinan terhadap kemunduran dan problem yang
dihadapi umat Islam. Mereka berdua sama-sama berupaya melakukan
pembaharuan untuk memperbaiki keadaan umat Islam. Hanya saja, Abduh
memiliki cara dan pandangan berbeda dengan gurunya dalam mencapai
tujuan usaha pembaharuan
- Di Indonesia, pengaruh pemikiran Muhammad Abduh masuk dan
berkembang melalui majalah Al-Urwatul Wutsqa, Al-Manar, Tafsir Al-
Manar, dan buku Abduh yang sangat monumental, Risalah Tauhid.
Karenanya tak heran bila banyak ahli yang berpendapatan bahwa pemikiran
Abduh turut mempengaruhi pergerakan pembaharuan Islam di Indonesia,
baik yang dicetuskan oleh Muhammadiyah maupun Al-Irsyad, Persis dan
beberapa firqah lain-lain.

Tamrinat 7

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Tuliskan biografi singkat Muhammad Abduh !


2. Dimanakah Muhammad Abduh menyelesaikan pendidikannya ?
3. Muhammad Abduh dikenal sebagai pembaharu dalam Islam. Jelaskan !
4. Sebutkan beberapa kitab yang dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Abduh
!
5. Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam pembaharu di Indonesia.
Jelaskan !

Amanah :
Bagimana menurut pendapatmu tentang ide pembaharuan Muhammad Abduh
tersebut !

Bagian
8 MUHAMMAD RASYID RIDHA

BIOGRAFI SINGKAT MUHAMMAD RASYID RIDHA

Nama lengkap : Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ibn Ridha


Lahir : hari rabu tanggal 17 Jumadil Ula 1882 H/18 Oktober 1865 M di
Qalamun,
Nama Ibu : Fatimah (mempunyai pertalian darah dengan Al-Husain, cucu
Rasulullah saw)

Rasyid Ridha dilahirkan dari keluarga terhormat. Ayah dan kakeknya


merupakan orang yang terpandang di masyarakat Qalamun. Menurut Rasyid Ridha,
ketika masih remaja ia sering melihat para pendeta dan pemuka kristen Tripoli datang
mengunjungi ayahnya di Qalamun, terutama pada hari-hari raya. Ayahnya
menyambut mereka dengan penuh penghormatan sebagaimana ia menyambut para
ulama dan penguasa muslim lainnya.
Pada usia 7 (tujuh) tahun, Rasyid Ridha di sekolahkan di lembaga pendidikan
dasar yang disebut Kuttab. Di lembaga ini, Rasyid Ridha belajar membaca Al-Qur’an,
menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnnya, ia dibimbing
oleh guru privat di rumahnya untuk memperdalam ajaran Islam. Ketika berusia 17
tahun, Rasyid Ridha melanjutkan pendidikan di Tripoli. Pada awalnya, ia
melanjutkan pendidikan di Tripoli. Pada awalnya, ia memasuki Al-Madrasah Al-
Rusyidiyah (sekolah kedasaran). Materi pelajaran yang diberikan di sekolah ini adalah
grametika bahasa Arab (nahwu), aqidah, berhitung dan ilmu bumi dengan
menggunakan bahasa Turki sebagai bahasa pengantar. Hal itu didasari atas kenyataan
sejarah bahwa pendidikan lembaga ini bertujuan mendidik para pemuda untuk
menjadi pegawai pemerintah Turki Usmani.
Rasyid Ridha tidak tertarik menjadi pegawai pemerintah, ia memutuskan
keluar dari madrasah tersebut. Di sini ia hanya bersekolah selama lebih kurang 1
(satu) tahun. Kemudian ia masuk sekolah Al-Madrasah Al-Wathaniyah Al-Islamiyah
(Sekolah Nasional Islam) yang didirikan dan dikelola oleh Syaikh Husain Al-Jisr,
seorang ulama besar Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Hal itu
dapat dibuktikan, antara lain dari pernyataannya bahwa umat Islam tidak akan maju,
kecuali dengan mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu umum secara terpadu dan
melaksanakan pendidikan secara nasional.
Sejalan dengan pendiriannya itu, maka ilmu-ilmu agama, ilmu-ilmu umum
seperti matematika, fisika, logika dan filsafat, bahasa Arab, bahasa Turki, bahasa
Perancis, harus dipelajari dan dikuasai secara baik. Berbeda dengan yang berlaku di
madrasah Rusyidiyah, bahasa pengantar di madrasah Wathaniyah Islamiyah adalah
bahasa Arab. Meskipun tujuan didirikannya madrasah Al-Wathaniyah itu adalah
untuk mendidik generasi muda agar tidak tertarik masuk k sekolah Kristen, penguasa
Turki Usmani tidak mau mengakui madrasah tersebut sebagai sekolah agama dan
tidak mau membebaskan para siswanya dari dinas militer. Akibatnya, madrasah
tersebut terpaksa ditutup dan para siswanya pindah ke madrasah-madrasah yang ada
di Tripoli tak trkecuali Rasyid Ridha.
Meskipun Rasyid Ridha pindah ke lembaga pendidikan lain, hubungan dengan
Syaikh Al-Jisr masih tetap berlangsung sebagaimana biasa sebab di madrasah yang
baru dimasukinya itu Rasyid Ridha tetap berguru kepada Syaikh Al-Jisr yang dalam
bidang studi ilmu agama dan bahasa Arab. Setelah lebih kurang delapan tahun
berguru kepada Syaikh Al-Jisr, akhirnya Rasyid Ridha berhasil memperoleh ijasah
untuk mengajar ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu umum. Selain itu, berkat
kesempatan dan bimbingan yang diberikan gurunya, ia juga memperoleh pengalaman
menulis artikel di berbagai surat kabar di Tripoli, suatu pengalaman yang sangat
penting artinya dalam menunjang kariernya di kemudian hari.
Selain Syeikh Al-Jisr, masih ada beberapa ulama lagi yang berjasa dalam
memberikan pelajaran dan bimbingan kepada Rasyid Ridha. Mereka itu antara lain;
Muhammad Al-Husaini, Syaikh Muhammad Kamil Al-Rafi’i, Syaikh Abdul Ghani
Al-Rafi’i, Syaikh Muhammad Al-Qawaji dan Syaikh Mahmud Nasyabah.merka
semuanya adalah para ahli hadits. Berkat bimbingan mereka itulah, Rasyid Ridha
juga menjadi ahli hadits dan pakar dalam menilai kualitas-kualitas hadits. Selain itu,
ia juga mempunyai kemampuan menilai kualitas isi buku-buku akhlak, tasawuf dan
khutbah. Kenyataan ini dibuktikan dengan pengakuan para ulama yang hidup pada
masanya ataupun yang hidup sesudahnya.
Rasyid Ridha sangat berbeda dengan Syaikh Muhammad Abduh yang pada
masa mudanya mempunyai kegemaran berolah raga dan keunggulan dalam
menunggang kuda dan berenang, Rasyid Ridha tidak mempunyai kegemaran
semacam itu. Bahkan sewaktu kecil, ia lebih senang mendengarkan percakapan para
ulama yang datang ke rumahnya dari pada bermain dengan kawan sebayannya.
Bahkan setelah dewasa, tidak hanya tekun melaksanakan ibadah, tapi juga tekun
melaksanakan riyadlah (latihan-latihan) yang biasa dilakukan oleh para sufi, seperti
hidup sederhana, menghindari menyantp yang lezat-lezat dan tidur di atas kasur, dan
membaca wirid-wirid khusus, terutama yang berasal dari tarekat Naqsyabandiyah.
Karena kesholehan dan ketekunan beribadah, ditambah dengan beberapa kelebihan
ruhaniyah yang dimilikinya, tak jarang masyarakat sekitarnya menganggap Rasyid
Ridha adalah seorang pemuda yang sudah sampai ke peringkat wali yang memiliki
barakah dan karamah meskipun anggapan itu selalu dibantahnya.
Menurut Rasyid Ridha, kesalehan dan kecenderungannya kepada kehidupan
sufi itu adalah karena pengaruh ajaran Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ’Ulum Al-Din.
Menurutnya, kitab tersebut tidak hanya menarik niatnya untuk membaca berulang
kali, juga merupakan gurunya yang pertama dalam mmbentuk kepribadian dan sikap
keberagaman. Bahkan begitu besarnya pengaruh kitab itu terhadap jiwa dan tingkah
lakunya, ia pernah memiliki perasaan dapat berjalan di atas air dan terbang di udara. .
Dalam perkembangan selanjutnya, rasyid Ridha juga telah membaca
majalahAl-’Urwat Al-Wusqa yang berisi artikel-artikel tentang ide-ide pembaharuan
Sayyid Jamaluddin Al-Afghani dan Syaikh Muhammad Abduh.
Menurut Rasyid Ridha, setiap kali ia membaca majalah tersebut, ia selalu
merasakan dirinya seperti terkena aliran listrik yang kemudian menimbulkan gerakan
dan ledakan. Kalau sebelum membaca majalah itu, cita-citanya hanya ingin
meluruskan akidah umat Islam, mencegah mereka dari melakukan perbuatan-
perbuatn haram, mendorong mereka agar melakukan perbuatan-perbuatan yang
diperintah agama. Dan mengajak mereka agar Zuhud terhadap dunia. Tetapi setelah ia
membaca buku itu, keinginannya menjadi bertambah besar untuk membimbing
mereka agar hidup maju, mampu melepaskan negeri dan diri mereka dari belenggu
penjajahan Barat. Sanggup bersaing dengan umat-umat lain yang telah maju dalam
bidang sains, tegnologi, industri dan bidang-bidang lain yang menjadi sendi-sendi
kehidupan masyarakat dan umat.
Ide-ide pembaharuan dari kedua tokoh itu pengaruhnya semakin dalam ketika
Rasyid Ridha bertemu dan berdialog langsung dengan Muhammad Abduh. Ia
bertemu untuk pertama kalinya dengan Abduh ketika tokoh tersebut dibuang ke
Beirut pada tahun 1882 M, karena dituduh terlibat pemberontakan ’Urabi Pasha.
Selanjutnya, Rasyid Ridha bertemu lagi untuk kedua kalinya dengan Abduh sewaktu
tokoh itu singgah di Beirut pada tahun 1894 M, dalam perjalanan pulang dari Paris ke
Mesir. Pertemuan kedua kalinya telah menimbulkan kesan luar biasa pada Rasyid
Ridha terhadap Muhammad Abduh dan ide-ide pembaharuannya.
Rasyid Ridha kemudian ia melakukan sosialisasi gerakan dan pemikiran para
tokoh pembaharu tersebut. Tapi usahanya mendapat tantangan dari penguasa Turki
Usmani. Karena merasa tidak memiliki kebebasan bergerak dan menjelaskan
pemikiran-pemikiran para pembaharu, termasuk ide dan pemikirannya, akhirnya pada
thun 1898 M Rasyid Ridha pergi ke Mesir untuk menjadi murid Muhammad Abduh
dan mitranya dalam melakukan pembaharuan.
Di Mesir, Rasyid Ridha menerbitkan majalah Al-Manar. Majalah tersebut
banyak memuat ide-ide Muhammad Abduh. Guru memberikan ide-ide kepada murid,
murid menulis dan menganalisisnya, kemudian mempublikasikannya pada majalah
Al-Manar. Selain itu, Al-Manar juga mempublikasikan tulisan-tulisan Abduh sendiri
dan tulisan dari murid-muridnya, seperti tulisan-tulisan Rasyid Ridha dan tulisan para
pendukung pembaharuan di berbagai negeri Islam.
Salah satu tujuan diterbitkannya majalah al-Manar adalah : mengadakan
pembaharuan dalam bidang agama, sosial dan ekonomi, memberantas takhayul,
khurafat dan bid’ah yang masuk ke dalam tubuh Islam. Menghilangkan paham
fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islam dan paham-paham yang salah telah
dibawa oleh tarekat-tarekat tasawuf. Meningkatkan mutu pendidikan umat Islam, dan
membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh Rasyid Ridha selain yang berkenaan dengan majalah
Al-Manar adalah menerbitkan buku-buku klasik, terutama yang telah disusun oleh
para ulama Salafiyah dan buku-buku yang telah disusun oleh dia sendiri. Menulis
tafsir Al-Qur’an, terjun ke dalam bidang politik dalam upaya mempersatukan bangsa
Turki dan bangsa Arab, mempertahankan negeri-negeri Islam, dan mengusir penjajah
dari negeri-negeri mereka. Selain itu, beliau juga terjun ke dalam bidang pendidikan
dan dakwah, antara lain dengan mendirikan Madrasah Al-Irsyad wa Al-Dakwah.
Pada tanggal 23 Jumadil ula 1334/22 Agustus 1935 M, Rasyid Ridha pun
wafat pada saat sedang membaca Al-Qur’an dalam perjalanan pulang dari kota Suez.

Pemikiran pembaharuan Rasyid Ridha

1. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalm Bidang Keagamaan

Menurut Rasyid Ridha, umat Islam membutuhkan pembaharuan di bidang agama,


ilmu pengetahuan, sosial, politik, ekonomi dan lain-lain. Semuanya saling
melengkapi, karena yang satu tidak terlaksana, kecuali dengan dilaksanakan
sektor atau bidang lainnya. Meskipun begitu, ia akan mengarahkan perhatiannya
hanya pada bidang agama, sosial dan politik. Sebab pada tiga bidang itulah yang
memerlukan perhatian yang serius guna memperbaiki keadaan umat Islam.

Menurut Rasyid Ridha, yang mendorongnya untuk melakukan pembaharuan di


bidang agama adalah karena adanya kesalah pahaman sebagian besar umat Islam
terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Kesalapahaman itu menjadi faktor
penyebab kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan.

Faktor penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka tidak lagi
menganut ajaran-ajaran Islam yang benar. Selain itu, perilaku mereka bnayak
yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang benar. Bid’ah-bid’an sudah
banyak yang masuk ke dalam kepercayaan mereka. Misalnya, keyakinan kekuatan
batin yang dapat membuat sang pemiliknya memperoleh apa saja yang
dikehendakinya. Padahal menurut ajaran Islam, kebahagian di dunia dan di
akherat hanya akan dapat diperoleh melalui usaha yang sesuai dengan sunattullah.
Bid’ah lain yang juga membawa kemunduran adalah ajaran-ajaran dari Syaikh-
syaikh tarekat tentang tawakal, tawassul, dan kepatuhan yang berlebihan kepada
wali dan Syaikh.

Zuhud yang berlebihan menurut Rasyid Ridha, merupakan salah satu sebab dari
mundurnya umat Islam. kebanyakan cerita tentang zuhud Rasulullah saw. Yang
kemudian dijadikan dalil bagi ajaran-ajaran mereka adalah maudlu’ dan tidak ada
dasarnya. Sebab, seperti dijelaskan dalam sejarah bahwa Rasulullah saw. Itu
menyantap makanan yang tidak lezat dan makanan lezat, memakai pakaian kasar
dan bagus, dan tidak pernah meminum air, kecuali air tawar bersih.

Zuhudnya Rasulullah saw terhadap dunia adalah zuhud terhadap apa yang
ditangan orang lain, bukan zuhud dalam arti tidak mau bekerja dan menjauhi
pekerjaan. Lebih dari itu, Islam tidak pernah melarang siapapun bekerja dan
mencari rizki dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Islam tidaklah
diturunkan hanya untuk memperbaiki jasmani dan ruhani secara bersamaan dan
mendatangkan kemaslahatan kepada kita, baik di dunia maupun di akherat, baik
jasmani maupun nurani.

Sementara itu kaum muslimin ada yang salah dalam memahami makna zuhud.
Mereka mengartikan zuhud adalah: lebih mengutamakan hidup miskin daripada
kecukupan atau lebih mengutamakan orang yang bekerja daripada saudaranya
yang tekun beribadah, sedangkan biaya hidupnya ditanggunmg saudaranya yang
bekerja itu.
Menurut Rasyid Ridha zuhud yang disukai itu apabila orang yang tidak menjadi
hamba harta benda dan hal itu merupakan sikap mental terhadap harta itu. Rasyid
Ridha juga menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab juga menjelaskan
bahwa salah satu faktor penyebab kmunduran umat Islam adalah berkembangnya
paham zabariyah (fatalis). Sebaliknya, diantara faktor kemajuan bangsa Barat
adalah membudayakan paham ikhtiar (dinamis). Padahal Islam telah mendorong
umatnya agar bersikap dinamis. Ajaran tersebut termuat dalam kata Jihad, yang
berarti berrusaha keras, bersungguh-sunguh mencurahkan segenap pikiran,
kekuatan, dan kemampuan untuk mencapai kekuatan yang luhur, dan berani
berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga untuk mencapai
tujuan perjuangan.
Oleh karena itu, apabila umat Islam ingin maju, maka harus kembali kepada
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, murni dari segala bentuk bid’ah, khurafat,
dan takhayul. Islam yang murni itu sederhana sekali, baik dalam masalah ibadah
maupun dalam masalah mu’amalah. Ibadah kelihatannya berat dan ruwet karena
hal-hal yang wajib. Demikian pula masalah mu’amalah. Islam hanya menetapkan
dasar-dasarnya, seperti perasaan, keadilan, dan musyawarah untuk pemerintahan.

Hukum-hukum fiqh yang berkenaan dengan kemayarakatan meskipun didasarkan


pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak boleh dianggap absolut dan tidak dapat
dirubah. Hukum-hukum itu ditetapkan sesuai dengan tempat dan jaman. Selain
itu, umat Islam juga harus meninggalkan paham jabariyah (fatalis). Sebaliknya,
umat Islam juga harus menganut paham jihad. Sebab dengan paham itu umat
Islam klasik dapat menguasai dunia.

Sebagaimana Muhammad Abduh, Rasyid Ridha juga menghargai akal manusia.


Meskipun penghargaannya tidak setinggi yang diberikan gurunya. Karena ia
menghargai akal, ia juga sependapat dengan gurunya bahwa taqlid harus dibasmi
dan ijtihad harus dikembangkan. Namun perlu digaris bawahi di sini bahwa yang
dimaksud dengan ijtihad bukanlah ijtihad yang leberal mencakup segala hal.

Menurut Rasyid Ridha, ijtihad hanya diperlukan untuk hal-hal yang berkenaan
dengan mu’amalat dan kemasyarakatan, namun tidak diperlukan lagi untuk hal-
hal yang berkenaan dengan ibadah. Demikian pula, ijtihad hanya dapat diterapkan
untuk menjawab masalah-masalah yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Selainitu, ijtihad hanya dapat dilakukan dalam upaya memahami
ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung pengertian zhani, tetapi tidak dapat
diterapkan dalam upaya memahami ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung
pengertian yang qath’i

2. Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Pendidikan.

Pemikiran pembaharuan yang dikemukakan Rasyid Ridha adalah soal perempuan


dan pendidikan. Menurut Rasyid Ridha Islam datang antara lain untuk
memperbaiki taraf hidup kaum perempuan. Sebab, dengan membaiknya taraf
kehidupan perempuan, akan baik pula kehidupan masyarakat. Perempuan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria, kecuali dalam hal-hal
tertentu karena adanya sifat-sifat biologis khusus yang ada padanya, seperti
menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Karena itu, kaum pria
berkewajiban mendidik kaum perempuan dan memberi mereka ilmu pengetahuan
agar mereka dapat memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban mereka, baik
terhadap Tuhan, suami, anak, keluarga dekat maupun warga masyarakat mereka.
Bagaimana mungkin mereka dapat melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak
mereka kalau mereka bodoh-bodoh..

Rasyid Ridha juga mengatakan bahwa para para pembaharu yang telah mencela
bangsa mereka, sebenarnya telah melecehkan dan mengekang kaum perempuan.
Ia menuntut kepada mereka agar memberikan kebebasan dan persamaan kepada
kaum perempuan agar kaum perempuan memperoleh ilmu pengetahuan dan hal-
hal yang diperlukan dalam kehidupan mereka di dunia ini. Menurut Rasyid Ridha,
para pembaharu tersebut dapat diklasifikasiakan menjadi dua kelompok: (1) para
pembaharu yang menuntut perbaikan nasib kaum perempuan dengan mengikuti
petunjuk Islam dan (2) para pembaharu yang menuntut perbaikan nasib
perempuan dengan mengikuti apa yang telah dilakukan di dunia Barat.

Dalam penilainnya, Ridha mengatakan bahwa kelompok pertama menuntut


perbaikan hanya dengan omongan (verbalisme). Sementara kelompok kedua
menuntut perbaikan dengan perbuatan dan tindakan. Mereka memberikan
pelajaran membaca, menulis, berbahasa Eropa, memainkan alat-alat musik,
menjahit, dan membordir, kepada anak-anak gadis mereka, namun tidak
memberikan pelajaran agama, moral dan adat kebiasaan mereka. Meskipun
dengan cara itu akan terjadi perubahan sosial, namun dampaknya akan
menghancurkan sendi-sendi kamasyarakatan dan kepribadian kita.

Menurut Ridha pendidikan perempuan harus didasarkan pada moral agama dan
hukum-hukum Islam. Selain itu kepada anak-anak gadis kita harus diajarkan
bahasa Arab, sejarah umat Islam, ilmu pendidikan, berhitung, cara mengatur
rumah tangga, merawat anak, menjaga kebersihan dan berbagai ketrampilan yang
dibutuhkan, seperti menjahit, membordir dan memasak.

Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh setiap perempuan harus diajarkan kepada
setiap perempuan sebagai pengalaman pendidikan dasar. Selain itu Rasyid Ridha
juga menganjurkan agar sebagian perempuan menempuh pendidikan tinggi,
seperti mempelajari ilmu kedokteran dan ilmu bedah, terutama yang berkaitan
dengan persoalan perempuan. Sebab, menurut ajaran Islam, perempuanlah yang
seharusnya mengobati perempuan-perempuan yang sakit. Perempunlah yang
seharusnya mendidik anak-anak gadis. Pokoknya, ilmu apa saja yang bermanfaat
untuk kaum perempuan dan umat, mereka berhak untuk mempelajarinya.

Berkaitan dengan pendidikan, Rasyid Ridha mengatakan bahwa orang membaca


sejarah dan mengetahui bahwa kekuatan dan kesejahteraan suatu bangsa dapat
terwujud berkat pendidikan yang merata pada bangsa itu. Namun, di kalangan
umat Islam pendidikan yang merata itu telah diabaikan. Karena itu, agar umat
Islam menjadi kuat, makmur dan sejahtera, kita harus terlebih dahulu melakukan
pembaharuan di bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran
tersebut mencakup semua ilmu pengetahuan yang diperlukan. Akan tetapi, dia
juga menyadari bahwa setiap orang tidak akan mampu mempelajari semua ilmu
pengetahuan, meskipun ia sudah menghabiskan waktu dan meninggalkan semua
pekerjaan. Sebab ilmu itu sangat banyak, sedangkan umur manusia sangat
terbatas. Karena itu, Islam telah membagi ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari
itu menjadi dua macam:
Yang termasuk wajib ’aini, yaitu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, seperti
ilmu-ilmu yang berkenaan dengan akidah, ibadah, halal dan haram, dan
akhlak.
Yang termasuk wajib kifai, yaitu yang wajib dipelajari oleh orang-orang tertentu
saja, seperti ilmu-ilmu yang menjadi penopang agama (misalnya, tafsir, hadits
dan fiqh) dan yang akan menjadi penompang kemakmuran dan kesejateraan
dunia (misalnya, ilmu pertanian, perindustrian, kedokteran dan teknologi).
Apabila sudah ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu-ilmu tersebut,
bebaslah semua orang dari dosa.

Rasyid Ridha menjelaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan modern tidaklah


bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, peradaban Barat mengalami
kemajuan karena ditopang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Karenanya,
sudah sepantasnya umat Islam di seluruh dunia mendambakan kemajuan
mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Hal itu didasari atas kenyataan sejarah
bahwa kemajuan yang pernah dicapai umat Islam pada jaman klasik adalah juga
berkat kemajuan mereka di bidang ilmu pengetahuan. Namun, ilmu pengetahuan
itu telah diabaikan oleh umat Islam dan dikembangkan oleh bangsa-bangsa Barat,
sehingga umat Islam mengalami kemunduran, sementara bangsa-bangsa Barat
mengalami kemajuan. Karena itu, jika umat Islam sekarang ini mempelajari ilmu
pengetahuan dari Barat, sebenarnya mereka mempelajari kembali ilmu
pengetahuan yang pernah mereka miliki.

Pemikiran Pembaharuan Rasyid Ridha dalam Bidang Politik

Rasyid Ridha mengatakan bahwa, semua umat Islam harus bersatu di bawah satu
keyakinan, satu sistem moral, satu sistem hukum dan undang-undang. Hukum dan
undang-undang tidak akan dapat dijalani tanpa ada kekuasaan pemerintah. Karena
itu, kekuasaan umat mengambil bentuk negara dengan pimpinan seorang khalifah.
Khalifah itu harus memenuhi syarat-syarat seorang mujtahid dan tidak boleh
bersifat absolut. Untuk dapat melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia harus
dibantu oleh para ulama.

Menurut Rasyid Ridha; perbedaan mazhab dan aliran jangan sampai


menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Guna menghindari perpecahan
tersebut, maka perlu dihidupkan sikap toleransi di antara para pengikut suatu
mazhab dengan para pengikut mazhab lain, yaitu dengan cara saling menghormati
paham dan pendirian masing-masing. Hanya saja dalam masalah-masalah pokok
diperlukan persamaan, sedangkan masalah-masalah yang tidak pokok tidak
diperlukan. Bahkan untuk mereka diberi kebebasan untuk mengikuti mazhab dan
aliran-aliran masing-masing.
Dalam upaya memasyarakatkan ide-ide pembaharuan Rasyid Ridha, baik yang
berasal dari gurunya maupun dari dirinya sendiri, Rasyid Ridha tidak hanya
mengandalkan pada majalah Al-Manar, tetapi juga menulis Tafsir Al-Qur’an
sebagaimana yang pernah dilakukan sebelumnya oleh para pemuka mazhab dan
aliran dalam memperkuat pendirian masing-masing agar masyarakat dapat
menerima pendirian mereka.

Pada mulanya penulisan Tafsir Al-Qur’an itu telah diusulkannya kepada Syekh
Muhammad Abduh, namun gurunya itu menolak dengan alasan bahwa kitab-kitab
tafsir sudah cukup banyak dan saling melengkapi. Akan tetapi, karena Rasyid
Ridha terus mendesaknya dan mengemukakan pentingnya tafsir itu dalam upaya
pembaharuan, akhirnya Abduh bersedia memberikan kuliah tafsir, yang dimulai
pada tahun 1323 H. Kuliah itu dihadiri oleh para mahasiswa Al-Azhar, termasuk
Rasyid Ridha sendiri.

Salah satu ketrampilan Rasyid Ridha adalah: Ia selalu mencatat keterangan-


keterangan gurunya di dalam kuliah, kemudian dieditnya sehingga menjadi
sebuah karangan yang sistematis. Hasil kerjanya diserahkan kepada gurunya
untuk diperiksa. Apabila gurunya setuju, baru dimuat dalam majalah Al-Manar
agar dapat dibaca oleh banyak orang. Itulah sebabnya tafsir itu disebut Tafsir Al-
Manar. Setelah Syekh Muhammad Abduh wafat, Rasyid Ridha sendiri yang
menafsirkan ayat-ayat selanjutnya sampai dia wafat. Sekarang Tafsir Al-Manar
itu sudah dicetak secara tersendiri yang terdiri 12 jilid besar yang dimulai dari
surat Al-Fatihah sampai surat An-Nisa, ayat 125 merupakan hasil kerja sama
antara Abduh dengan Rasyid Ridha, sedangkan selebihnya merupakan hasil karya
Rasyid Ridha sendiri.

Dalam hal menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Rasyid Ridha tidak selalu mengikuti
metode Abduh. Hal itu terlihat, antara lain ketika ia menafsirkan ayat-ayat
mutasyabihat, seperti Tuhan mempunyai tangan dan kaki dengan pengertian
majazi. Ridha menafsirkan dengan arti harfiahnya, meskipun dengan catatan
bahwa yang diberikan Tuhan itu tidak sama dengan organ tubuh yang ada pada
manusia. Begitu pula dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan
balasan di akhirat, Abduh lebih menekankan tafsiran filosofis sehingga
tafsirannya mengandung pengertian bahwa balasan tersebut bersifat ruhani,
sedangkan Ridha menafsirkannya lebih menekankan tafsiran harfiah, sehingga
tafsirannnya mengandung pengertian bahwa balasan tersebut bersifat ruhani dan
jasmani.

Karya-karya Rasyid Ridha

Rasyid Ridha adalah seorang ilmuwan yang cukup produktif menulis. Hal ini
dapat dilihat dari hasil karya dan pemikirannya yang dituangkan ke dalam bentuk
tulisan. Berikut antara lain karya Rasyid Ridha:
1. Al-Hikmah As-Syar’iyyah fi Muhakamati Dariyyah wal Rifa’iyah
2. Al-Azhar wa Al-Manar
3. Tarikhul Ustadz wal Imam
4. Nida lil Jinsil Lathief
5. Dzikra Mauludin Nabi
6. Risalatul Hujjaatul Islam Al-Ghazali
7. As-Sunnah wa Syi’ah
8. Al-Wahdatul Islamiyah
9. Haqiqaturriba
10. Al-Wahyu Al-Muhammadi
11. Al-Khilafah awil Imam Al-’Udzma
12. Tafsir Al-Manar

Semua tulisan ini merupakan representasi dari pemikiran Rasyid Ridha.


Hampir semua persoalan umat yang menjadi perhatian dunia Islam ketika itu,
dikajinya dengan baik sehingga Ridha mampu memberikan formulasi penting bagi
upaya pemecahan problematika umat Islam.

La Tansa

- Rasyid Ridha dilahirkan dari keluarga terhormat. Ayah dan kakeknya


merupakan orang yang terpandang di masyarakat Qalamun
- Pada usia 7 (tujuh) tahun, Rasyid Ridha di sekolahkan di lembaga
pendidikan dasar yang disebut Kuttab
- Menurut Rasyid Ridha, yang mendorongnya untuk melakukan pembaharuan
di bidang agama adalah karena adanya kesalah pahaman sebagian besar umat
Islam terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Kesalapahaman itu menjadi
faktor penyebab kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan
- Faktor penyebab kemunduran umat Islam adalah karena mereka tidak lagi
menganut ajaran-ajaran Islam yang benar. Selain itu, perilaku mereka bnayak
yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang benar. Bid’ah-bid’an sudah
banyak yang masuk ke dalam kepercayaan mereka
- Zuhudnya Rasulullah saw terhadap dunia adalah zuhud terhadap apa yang
ditangan orang lain, bukan zuhud dalam arti tidak mau bekerja dan menjauhi
pekerjaan. Lebih dari itu, Islam tidak pernah melarang siapapun bekerja dan
mencari rizki dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat
- Menurut Ridha pendidikan perempuan harus didasarkan pada moral agama
dan hukum-hukum Islam. Selain itu kepada anak-anak gadis kita harus
diajarkan bahasa Arab, sejarah umat Islam, ilmu pendidikan, berhitung, cara
mengatur rumah tangga, merawat anak, menjaga kebersihan dan berbagai
ketrampilan yang dibutuhkan, seperti menjahit, membordir dan memasak
- Salah satu ketrampilan Rasyid Ridha adalah: Ia selalu mencatat keterangan-
keterangan gurunya di dalam kuliah, kemudian dieditnya sehingga menjadi
sebuah karangan yang sistematis. Hasil kerjanya diserahkan kepada gurunya
untuk diperiksa. Apabila gurunya setuju, baru dimuat dalam majalah Al-
Manar agar dapat dibaca oleh banyak orang.

Tamrinat 8
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Tuliskan biografi singkat rasyid Ridha !


2. Menurut Rasyid Ridha ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran
umat Islam. Jelaskan !
3. Jelaskan yang dimaksud zuhud menurut Rasulullah !
4. Sebutkan beberapa peranan Rasyid Ridha dalam membawa kemajuan bagi umat
Islam !
5. sebutkan konsep pemikiran Rasyid Ridha dala pembaharuan !

Amanah :

Sebutkan beberapa konsep Rasyid Ridha dalam upaya mewujudkan pembaharuan


bagi dunia Islam !

Bagian
9 MUSTAFA KEMAL ATTARTURK

BIOGRAFI MUSTAFA KEMAL ATTARTURK

Nama lengkap : Musthafa Kemal Attarturk


Lahir : Selonika pada tahun 1881 M
Nama ayah : Ali Reza
Nama Ibu : Zubeyde
Kelebihan : al-Hafidz

Musthafa Kemal Attarturk pada waktu kecil disekolahkan di sebuah sekolah


tradisional yang bernama Madrasah Fatima Mollah Kadin. Tetapi Kemal tidak betah
dan sering melawan gurunya. Akhirnya Kemal dimasukkan pada sekolah umum
Shemsi Effend. Ternyata di sekolah inilah ia sukses dalam belajar dan memiliki
prestasi bagus.
Kemudian Kemal memasuki sekolah militer menengah atas keinginannya
sendiri. Ia tamat ketika berusia empat belas tahun. Kemudian ia masuk pada sekolah
latihan militer di Monastir. Setelah tamat, ia masuk sekolah tinggi Militer di Istambul
tahun 1899 M. Enam tahun kemudian, ia berhasil memperoleh ijasah dan diberi
pangkat kapten. Untuk menambah wawasan dan pengetahuannya tentang politik, ia
belajar banyak tentang politik dari kawannya, yaitu Ali Fethi. Orang inilah yang
mendorong Kemal untuk belajar bahasa Perancis. Tujuannya supaya Kemal dapat
membaca karya-karya Rousseau, Voltaire, Auguste Comte dan lain-lain, serta sejarah
dan sastra yang menarik minatnya.
Mustafa Kemal ketika belajar di Istambul terlibat dalam berbagai aktivitas
untuk menentang kekuatan absolut Sultan Abdul Hamid. Bahkan menerbitkan surat
kabar tulis tangan sebagai media komunikasi para aktivis dan forum untuk melakukan
kritik terhadap kebijakan Sultan. Aktifitas politiknya ini terus dilakukan hingga ia
menyelesaikan pendidikan militernya. Risikonya, kemudian ia ditangkap dan
dipenjarakan beberapa bulan. Setelah dibebaskan, ia bersama temannya, Ali Fuad
diasingkan ke Syiria.
Penjara ternyata tidak membuat Kemal jera, ia tetap melakukan aktivitas
politik praktis, bahkan dalam pengasingannya di Damaskus, Kemal mengadakan
pertemuan dengan tokoh-tokoh terkemuka yang dibuang ke kota itu. Di sana ia
mendirikan perkumpulan Vatan (tanah air) tahun 1906 M. Perkumpulan ini kemudian
membuka berbagai cabangnya di Yaffa, Yerusalem dan Beirut. Tetapi ia melihat
bahwa daerah-daerah itu tidak strategis untuk melakukan provokasi guna melakukan
gerakan revolusi. Sebab, selain tempatnya jauh dari Istambul, mayoritas penduduknya
adalah orang Arab. Karena itu, ia memilih Selonika sebagai tempat yang sangat
strategis dalam pergerakan. Di kota inilah kemudian ia mendirikan cabang Vatan dan
mengubah nama organisasi tersebut menjadi Vatan ve Hurrivet Cemiyeti
(perkumpulan tanah air dan kemerdekaan).
Selain jenjang militer yang ditekuni Kemal, ia juga bekerja sebagai staf umum
pada tahun 1907 M di Selonika. Di sini ia bergabung dengan Komite Persatuan dan
Kemajuan (Comitte of Union and Progress/Ittihad Ve Terekki), yang telah memiliki
pengaruh cukup lama dan luas ketimbang Vatan ve Hurriyet Cemiyeti. Pada revolusi
1908 M peran Kemal belum begitu menonjol, karena masih ada tokoh-tokoh yang
lebih senior dan berpengaruh, seperti Enver, Talaat dan Jamal.
Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1908 M telah membuat kebijakan yang
memberlakukan kembali konstitusional 1876 M, sangat tidak menguntungkan posisi
dan gerakan Turki Muda. Karena terjadi perbedaan Mustafa Kemal seorang militer, ia
sangat tidak setuju terhadap pendapat pemimpin Union Progress tentang keterlibatan
militer dalam dunia politik. Hal itu menimbulkan berbagai tindakan protes dan
demonstrasi yang dipelopori oleh Derwis Vahdeti pemimpin ittihad Muhammadi
suatu organisasi Pan Islamisme. Mereka menuntut pemberlakuan kembali Syari’ah
Islam. Untuk mengatasi berbagai gerakan demonstrasi itu, Mustafa Kemal diangkat
menjadi kepala staff kesatuaan Angkatan Darat dari Selonika untuk memadamkan
pemberontakan tersebut.
Meskipun demikian, tetap saja kekuasaan dipegang oleh partai Union Kongres
sejak tanggal 23 Januari 1913 M hingga akhir perang dunia I. Situasi sosial politik
ketika itu belum mereda, bahkan terjadi pertentangan antara Mustafa Kemal dan para
pemimpin Turki Muda, khususnya antara Kemal dengan Enver Pasya. Mustafa Kemal
juga menganggap terlalu pagi atas keputusan Turki untuk bergabung dengan Jerman.
Dampak kritikan ini, Kemal dan temannya Ali Fethi dibuang ke Sofia pada
tahun 1913 M. Kalau Ali Fethi dibuang sebagai tahanan politik, sementara Kemal
diangkat sebagai duta Atase militer. Tampaknya Kemal senang di tempatkan di
daerah ini, sebab ia dapat berkenalan langsung dengan peradaban Barat yang
dikagumi, terutama dalam hal sistem pemerintahan parlemen.
Perang dunia I pecah pada tahun 1914 M, Kemal dipanggil kembali untuk
memimpin devisi 19 di Gallipolli. Sebagai perwira ia menjadi komandan pada
pasukan dalam perang Dardanela 1915 M, perang Kaukakus 1916 M, dan perang
Palestina 1917 M. Sebagai penghargaan atas kehebatannya dalam pertempuran,
pangkatnya dinaikan dari kolonel menjadi jenderal ditambah dengan gelar Pasya
Pada tahun 1920 M, Kemal menjadi Ketua Majlis Nasional Agung. Melalui
sidangnya di Ankara, mengantarkannya menjadi seorang Presiden di Turki.
Pemerintahannya diakui, baik secara de fakto maupun de jure, oleh dunia
internasional maupun oleh sekutu setelah ditandatangani perjanjian Laussanue pada
tanggal 23 Juli 1923 M.
Mustafa Kemal baru menikah setelah ia berhasil menggapai semua cita-cita
yanng diinginkannya. Ia menikah dengan Latifa Hanim, puteri Usakizade Muammer,
seorang pedagang kaya dari Izmir. Sayang sekali, perkawinan ini tidak berumur
panjang dan berakhir dengan perceraian, karenna Mustafa sibuk denngann tugas dan
kewajjiban sebagai kepala negara Turki yang baru lahir hingga ia meninggal dunia
pada tanggal 10 november 1938 M, dalam usia 57 tahun.

Musthafa Kemal melawan penjajah


Dalam Perang Dunia I, pemerintahan Turki dikuasai oleh tiga serangkai Turki
Muda; yaitu Enver, Talaat dan Jamal. Mereka bersimpati terhadap Jerman, dan
sebaliknya sangat benci terhadap Rusia yang selalu mengancam Turki. Ketika perang
terjadi, Turki memihak Jerman, dan menyerang Rusia. Sekutu menyerang Dardanella,
tetapi gagal sama sekali berkat keperkasaan Kemal mempertahankannya.
Ketika terjadi perang antara Turki dengan Inggris dan Perancis di Timur
Tengah, Turki kalah, sehingga dibuatlah gencatan senjata di Mudros pada tanggal 30
Oktober 1918 M. Sejak itu mulailah era baru pendudukan Sekutu di Turki. Pada
tanggal 13 November 1918 M, armada Sekutu menduduki Selat Borporus dan
berlabuh di Tanduk Emas. Dalam keadaan demikian, Mustafa Kemal memutuskan
untuk pergi ke Anatolia, karena di tempat itu ada tanda-tanda kebangkitan nasional.
Mustafa Kemal yang tiba di daerah itu ternyata tidak menjalankan perintah
Sultan, tetapi malah mengadakan pertempuran; bergabung dengan para pimpinan
kelompok itu dan dengan komando-komando tentara seperti Jenderal Karabakir corp
Angkatan Darat di Erzurum. Mobilisasi ini dilakukan untuk membentuk kader-kader
tentara nasional untuk mengadakan apa yang disebut dengan ”Perang Pembebasan”
(the war of liberation). Dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh nasionalis seperti
Rauf Bey, Ali Fuad dan Ref’at berhasil membuat kesepakatan membentuk bangsa
Turki yang merdeka, bebas dari kontrol asing dan diputuskan pula mengundang
semua kelompok perlawanan untuk berkonverensi.
Mustafa Kemal melihat perlunya diadakan pemerintahan tandingan, dan
menjadikan anatolia sebagai pusat pergerakan/pemerintahan. Setelah pemerintahan di
bentuk, Mustafa Kemal dengan rekan-rekannya segera mengeluarkan maklumat yang
berisi pernyataan-pernyataan berikut ini;
1. Kemerdekaan tanah air sedang dalam keadaan bahaya.
2. Pemerintahan ibu kota terletak di bawah kekuasaan Sekutu, dan karena itu
tidak dapat menjalankan tugasnya.
3. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari
kekuasaan asing.
4. Gerakan-gerakan tanah air yang sudah ada harus dikoordinasi oleh suatu
panitia nasional pusat.
5. Untuk itu perlu diadakan kongres.

Dari usaha-usaha perjuangan, dan atas tersiarnya maklumat tersebut di atas,


Mustafa Kemal diperintahkan datang ke Istambul untuk menghadap Sultan, tetapi ia
menolak. Atas sikapnya yang menolak atas perintah Sultan, maka Mustafa Kemal
dicopot dari jabatannya sebagai panglima; artinya ia dikeluarkan dari dinas militer.
Meskipun begitu, tidak berarti Kemal kehilangan wibawa di kalangan rakyat Turki,
malah sebaliknya ia segera diangkat sebagai ketua perkumpulan pembela hak-hak
rakyat di daerah Erzurum.
Setelah Kemal menjadi ketua, langkah pertama yang dilakukan Kemal adalah
melaksanakan kongres pertama di Erzurum pada tanggal 23 Juli 1919 M. Keputusan
penting yang dihasilkan oleh kongres tersebut adalah lahirnya deklorasi yang dikenal
dengan ”Piagam Nasional” (Milli Misaq/National Fact) isi piagam mengukuhkan
komitmen mereka membentuk gerakan pembela tanah air, guna membebaskan Turki
dari kekuasaan asing; sebagai reaksi terhadap pendudukan sekutu dan
ketidakpercayaan terhadap pemerintah Sultan yang sudah lumpuh.
Pada Kongres kedua, yang diselenggarakan di Sivas pada tanggal 4-11
September 1919 M. Keputusan penting yang diambil adalah mempertegas keputusan
pada kongres pertama; yaitu Turki harus bebas dan mereka. Keputusan lain adalah
membentuk Komite Perwakilan Rakyat. Setelah Komite Perwakilan Rakyat
terbentuk, Mustafa Kemal terpilih menjadi ketuanya.
Perasaan benci kemal terhadap sekutu di Istambul semakin meningkat.
Gerakan nasionalis semakin kuat kedudukannya dan banyak di antara anggota
parlemen yang mendukung gerakan ini secara terang-terangan. Bahkan golongan
nasionalis mendapat jumlah mayoritas ketika diadakan pemilihan parlemen di
Istambul. Pada bulan Maret 1920 M Istambul dikuasai oleh sekutu secara paksa dan
Turki dinyatakan dalam keadaan darurat perang. Perdana Menteri Ali Reza diganti
olehh Saleh Pasha, para pemimpin gerakan nasionalis ditangkap dan diasingkan ke
Malta. Mereka yang sempat lari melarikan diri ke Annatolia menggabungkan diri
dengan Mustafa Kemal.
Sultan melancarkan kampanye anti nasionalis, dan Syikhnul Islam
mengeluarkan fatwa bahwa membunuh pemberontak atas perintah khalifah
merupakan suatu kewajiban dalam agama. Di samping iu keputusan hukuman mati
diambil oleh pengadilan perang di Istambul terhadap Mustafa Kemal. Ancaman lain,
perjanjian rahasia antara Inggris, Perancis dan Rusia yang terkenal dengan ”Sykes
Agreement 1916” yang akan membagi-bagikan wilayah Turki di antara mereka.
Pada tahun 1920 M atas usaha Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk
Majlis Nasional Agung (MNA). Tampaknya parlemen sudah dikuasai oleh golongan
nasionalis, Kemal sebagai tokohnya. Pada sidang pertama MNA yang berlangsung di
Ankara yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, Mustafa Kemal dipilih
menjadi ketua sekaligus kepala pemerintahan tandingan. Keputusan sidang itu
sebagai berikut:
1. Kekuasaan tertinggi terletang di tangan rakyat Turki.
2. MNA merupakan perwakilan rakyat tertinggi
3. MNA, bertugas sebagai bertugas sebagai bahan legislatif dan badan eksekutif.
4. Majelis negara yang anggotanya dipilih dari MNA akan menjalankan tugas
pemerintah.
5. Ketua MNA merangkap jabatan ketua Majelis Negara.
6. Pada tanggal 10 Agustus Sultan menandatangani ”Perjanjian Surves”, yang
menciutkan wilayah Turki yang tinggal hanya Istambul dan sekitarnya serta
Anatolia Utara. Wilayah-wilayah lain diserahkan kepada Sekutu. Langkah ini
mendapat reaksi keras dari Kemal: ”Saya akan bertempur sampai kiamat”,
katanya tegas
Kemal membuktikan ucapannya, ia memmobilisir beberapa pasukan yang
didukung oleh kaum nasionalis dan beberapa kelompok masyarakat untuk melakukan
perjuangan fisik melawan sekutu. Pada tahun 1921 M tentara pendudukan Yunani
dikalahkan oleh tentara Turki di bawah komado Ismet Inano. Pada tahun 1922 M,
pasukan Kemal menyerbu Izmir yang sejak 1919 M dikuasai Yunani, kemudian
akhirnya kota itu jatuh. Izmir berikut penduduknya yang moyoritas berbahasa Yunani
kini kembali menjadi milik pemerintah Turki. Dengan demikian, seluruh kekuatan
Yunani berakhir di Anatolia. Atas kemenangan dan sekaligus pengabdiannya, MNA
memberinya gelar Ghazi (pahlawan perang).
Keberhasilan tersebut amat menentukan bagi kaum nasionalis untuk
meneruskan perjuangan fisik dan monuver politik berikutnya, sehingga mereka dapat
menguasai situasi dan membebaskan Turki dari penguasa asing. Akhirnya sekutu
terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa baik secara de vakto maupun de jure di
Turki. Kemudian setelah ditandatangani perjanjian ”Lausanue” tanggal 24 Juli 1923
di Lausanue Swiss pemerintah Kemal mendapat pengakuan internasional.
Dengan ditandatanganinya perjanjian Lausanue, Turki memperoleh
kemerdekaan. Sekitar sebulan kemudian, Inggris meninggalkan Istambul, menandai
berakhirnya pendudukan sekutu di Turki. Dengan demikian, terbentuklah negara
RepublikTurki pada tanggal 29 Oktober 1923 M. Ankara dijadikan Ibu Kota, Kemal
Ataturk ditunjuk menjadi Presiden didampingi Ismet Inonu sebagai Perdana Menteri.

Usaha Kemal membentuk Rebublik Turki

Untuk mengawali usaha pembaharuan dan modernisasi besar-besaran,


pemimpin Turki, Mustafa Kemal Attarturk mengubah Turki menjadi negara
sekulernyang memberlakukan hukum sipil, menyelenggarakan siatem pendidikan
bebas, dan melarang poligami. Segala sesuatu yang bersifat tradisional
ditinggalkannya.
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Kemal di negara Republik Turki
baru; yang diproklamirkan pada tanggal 29 Oktober 1923 meliputi bidang politik,
hukum, pendidikan, peradaban dan ekonomi. Berikut ulasan singkatnya.

Pembaharuan dalam Bidang Politik

Sebelum Mustafa Kemal diangkat menjadi Presiden Republik Turki, pada tahun
1920 M dibentuk Majlis Nasional Agung, atas usaha beliu dan teman-temannya.
Dalam sidang di Ankara, yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, ia
dipilih sebagai ketua serta diambil keputusan-keputusan antara lain sebagai
berikut:
Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki.
Majlis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi
Majlis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislatif dan badan eksekutif.
Majlis Negara yang anggotanya dipilih dari Majlis Nasional Agung akan
menjalankan tugas pemerintah
Ketua Majlis Nasional Agung merangkap jabatan ketua Majlis Negara.

Konstitusi yang diambil merupakan bentuk baru dan sama sekali berbeda dengan
pemikiran elite birokrat tradisional yang kedaulatannya terletak ditangan sultan
dan khalifah. Juga bentuk negara baru berdasarkan pada nasionalisme Turki yang
mengharuskan diadakannya sekulerisasi; di mana pemerintahan harus dipisahkan
dari agama.
Ide nasionalisme yang diterima Kemal merupakan ide nasionalisme Turki yang
terbebas dari geografisnya dan bukan ide nasionalisme Turki yang luas. Dalam
piagam nasional tahun 1920 M, disebut antara lain bahwa Turki melepaskan
tuntutan teritorial terhadap daerah-daerah yang dahulu terletak di bawah
kekuasaan Kerajaan Usmani kecuali daerah yang di dalamnya terdapat ayoritas
Turki. Dalam salah satu pidatonya, Kemal menjelaskan bahwa kaum nasionalis
akan bekerja dalam lingkungan daerah teritorial Turki untuk kebahagian dan
kesejahteraan rakyat Turki.
Pernyataan Kemal itu mengindikasikan bahwa bangsa Turki yang
nasionalismenya adalah Men-Turki-kan segala-galanya agar menjadi bangsa
Turki yang berbahasa satu, berbudaya satu, yang dijiwai semangat patriotik Turki.

Langkah selanjutnya Kemal mengambil alih semua jabatan-jabatan penting dan


strategis serta membebaskannya dari pengaruh-pengaruh agama di dalamnya. Hal
ini pada kenyataannya tidak sampai menghilangkan agama; Turki masih tetap
memainkan peranan kunci dalam kontrol agama melalui Direkorat Jederal Urusan
Keagamaan, lembaga yang berada di bawah wewenang Perdana Menteri.

Sesuai dengan konstitusi pada tahun 1920 M dinyatakan bahwa Turki adalah
Negara Republik dengan Islam sebagai agama negara. Oleh karenanya, negara
yang baru lahir ini belum menjadi negara sekuler.

Perkembangan selanjutnya, Turki menjadi negara sekuler. Sekulerisasi yang


dilakukkan Kemal bukan untuk menghapus agama, melainkan suatu proses
rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran Isalam. Meskipun sebagai seorang sekuler,
Kemal sangat memahami arti pentingnya peranan agama dalam kehidupan rakyat
Turki, terutama saat perjuangan kemerdekaan. Dengan demikian, pembaharuan
yang dilakukan Kemal di Turki merupakan gabungan antara sekulerisasi dan
westernisasi.

Setelah negara republik terbentuk, di Turki terdapat dua pemegang kekuasaan


duniawi, Raja Turki di satu pihak dan Majlis Negara di pihak lain. Untuk
menghindari Turki dari dualisme pemerintahan ini, langkah pertama yang
ditempuh Kemal adalah menghapuskan lembaga kesultanan pada bulan
November 1922 M. Selain itu ada tendensi lain dalam penghapusan jabatan sultan
ini, di mana sultan di Istambul masih dianggap oleh Sekutu sebagai penguasa
nsatu-satunya; padahal sultan itu tidak berkuasa lagi.

Seiring dengan sirnanya jabatan-jabatan sultan, maka semua instansi yang


bernaung di bawah kekuasaannya kehilangan fungsi strukturalnya seperti Al-
Syaikh Al-Islam. Biro ini dihapuskan pada 1924 M, lalu diganti dengan
kementrian Syari’at-zaman Kerajaan Usmani jelas tidak ada—yang langsung
bertanggung jawab kepada presiden.

Dengan demikian, bahwa jelas Turki diperintah oleh seorang presiden dengan
sebuah konstitusi. Salah satu pasal dari konstitusi itu adalah: kedaulatan-
kedaulatan berada di tangan Barat tanpa syarat. Kekuasaan legislatif dijalankan
oleh wakil-wakil dalam sidang Majlis Nasional Agung. Pemerintahan didasarkan
atas pemerintahan rakyat yang langsung menentukan naib mereka sendiri. Dengan
demikian, Turki akan terhindar dari kekuasaan dalam sistem pemerintahan yang
absolut.

Pasca dihapuskan hapusnya jabatan Sultan, saat itu di Turki masih ada jabatan
khalifah yang dipegang oleh Abdul Majid. Khalifah tidak mempunyai kekuasaan
duniawi, yang ada hanyalah kekuasaan spiritual. Oleh karena itu, di Turki tidak
ada lagi terjadi dualisme dalam memegang kekuasaan duniawi. Walau begitu,
pada kenyataannya kedudukan khalifah masih diberi pengertian oleh golongan
Islam sebagai Kepala Negara. Mereka mempertahankan adanya khalifah dan
memperkuat kedudukannya; sehingga ia bertindak sebagai raja Usmani
sebelumnya, seperti menerima wakil-wakil dari luar negeri, mengirim wakil-wakil
ke luar negeri, mengadakan prosesi kebesaran pada hari Jum’at ke masjid untuk
sembahyang, dan tetap tinggal di Istana Istambul.

Eksistensi kekhalifahan ini selalu mengundang perdebatan antara golongan Islam


dan golongan nasionalis, akhirnya pada tahun 1924 M jabatan khalifah sebagai
penguasa spiritual dan politik tertinggi yang berkuasa selama berabad-abad di
kesultanan Turki dihapus oleh Kemal. Selanjutnya, Khalifah Abdul Majid diusir
dari Turki dan ia beserta keluarganya pergi ke Swiss.

Setelah dihapusnya kedua lembaga itu, timbul reaksi dari golongan oposisi yang
diatur oleh kelompok mistik dalam organisasi tarekat; dengan melakukan gerakan
di bawah tanah untuk melawan kekuasaan Mustafa Kemal Attarturk. Kelimpik
mistik itu diantaranya adalah Bekhtasiyah, Naksyabandiyah, qodiriyah dan
Maulawiyah. Oleh karena itu, pada tahun 1925 M aliran-alira keagamaan dan
tarekat-tarekat dibubarkan beserta tempat-tenpat pertemuan mereka, tekke dan
maqam-maqam ditutup. Hal ini dianggap jalan terbaik bagi Kemal mengingat
aliran-aliran mistik itu dipandang sebagai penghalang bagi langkah-langkah
pembahauan yang digalakkan oleh kelompok nasionalis.

Pembaharuan dalam Bidang Hukum dan Pendidikan

Kemal menghapuskan Kementerian Urusan Syari’at yang semula dibentuk


sebagai pengganti biro Syaikh Al-Islam. Lalu pada tahun 1926 M, hukum syariat
diganti dengan UU sipil yang diambil dari UU Swiss. Perkawinan tidak lagi
dilakukan menurut hukum syari’at tapi menurut hukum sipil; juga dibuat dan
diberlakukan hukum dan perundang-undangan baru seperti hukum dagang,
hukum pidana dan hukum laut yang semuanya diambil dari hukum Barat.

Kementrian Syari’at dihapus dengan tujuan untuk memudahkan usaha Kemal


menghilangkan pasal-pasal dalam konstitusi 1921 M, yang menyatakan bahwa
Islam sebagai agama negara. Sembilan tahun kemudian, ia memasukkan prinsip
sekulerisme dalam konstitusi dan sejak itulah Turki secara resmi menjadi negara
sekuler.

Di bidang pendidikan, langkah pembaharuan yang dilakukan Kemal adalah


mengeluarkan dan memberlakukan dekrit 7 Pebruari 1924 M, yang melepaskan
unsur-unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing. Sebulan kemudian, pada 1
Maret 1924 M ditetapkan penyatuan pendidikan di bawah satu atap yakni berada
di bawah pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam terhadap sekolah-
sekolah.

Pembaharuan bidang pendidikan berikutnya terjadi pada tahun 1928 M yaitu


menghilangkan simbol-simbol peradaban Islam, seperti bahasa Arab dan bahasa
Persia yang terdapat pada kurikulum sebelumnya. Lalu pada tahun 1930 M hingga
tahun 1933 M, pendidikan agama di sekolah-sekolah baik yang ada di sekolah
maupun yang ada di pedesaan seluruhnya dihapuskan. Pendidikan agama
hanyalah tanggung jawab orang tua, demikian pula lembaga pendidikan imam dan
khatib (negeri) ditutup tahun 1931 M dan tahun 1933 M, fakultas theologi di
Istambul ditutup.

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan


Kemal tidak bertujuan menghilangkan agama dari kehidupan masyarakat Turki; ia
hanya menghilangkan unsur-unsur agama dari konstitusi dan struktur pemerintah.
Pendidikan agama menjadi tanggung jawab orang tua bukan berarti
menghilangkan agama dari kehidupan masyarakat. Karena Kemal percaya bahwa
kehidupan modern dapat ditopang oleh agama rakyat, dan agama rakyat di Turki
adalah Islam.

Pembaharuan dalam Bidang Peradaban dan Ekonomi.

Pembaharuan di bidang peradaban dan ekonomi juga dilakukan. Di bidang


peradaban, pada tahun 1925 M dilarangnya pemakaian terbus (peci) dan diganti
dengan topi Barat. Pakaian keagamaan dilarang dan rakyat Turki diharuskan
memakai pakaian Barat baik pria maupun wanita. Tahun 1931 M dibuat
keputusan bahwa azan harus dengan bahasa Turki, bukan bahasa Arab. Al-Qur’an
harus diterjemahkan ke dalam bahasa Turki agar dapat dipahami oleh rakyat
Turki. Kutbah jum’at pun harus diberikan dalam bahasa Turki. Pada tahun 1935
M rakyat Turki diwajibkan mempunyai nama belakang. Hari cuti resmi mingguan
diganti dari hari jum’at menjadi hari minggu. Begitu pula corak musik yang
beraliran Timur harus diganti dengan corak musik beraliran Barat. Serta radio-
radio Turki harus menyiarkan lagu-lagu Barat.

Khusus bidang ekonomi, Kemal membatasi diri untuk bekerja sama dengan Barat.
Ia tidak menginginkan negerinya dikuasai oleh kekuatan asing sebagaimana yang
pernah dialami oleh pemerintahan Sultan. Sumber-sumber vital dalam negeri
diambil alih oleh negara. Dalam menghadapi resesi ekonomi sebagai akibat dari
perang dunia I, Kemal menerapkan berbagai kebijakan antara lain, mengurangi
volume perdagangan luar negeri, menekan belanja rutin, mengurangi pengeluaran
atau anggaran militer menjadi rata-rata dari seluruh anggaran pengeluaran,
memberi bantuan pada sektor swasta agar lebih bisa mandiri.

Kebijakan ekonomi yang diterapkan, tahun 1949 M ekonomi Turki sangat baik.
Sektor pertanian masyarakat Turki selalu mengalami surplus; kebutuhan pangan
dalam negeri selalu terpenuhi. Oleh karenanya, Kemal dapat mempertahankan
kekuasaannya selama 15 tahun meski tak sedikit tantangan yang datang dari pihak
oposisi.

Pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attarturk, bukan tidak


mendapat respon dari dunia internasional, khususnya dunia Islam dan para ulama.
Reaksi keras justru datang dari dunia Islam. Bahkan Indonesia juga turut bereaksi
saat itu, dengan membentuk Komite Hijaz yang dilakukan oleh para ulama
Indonesia guna mengklarifikasi mengenai berbagai pembaharuan Turki dan
tanggapan pemerintah Ibnu Sa’ud ketika itu. Umat Islamm khawatir kebijakan
Kemal akan berdampak pada semakin melemahnya umat Islam, karena tidak ada
simbol pemersatu dunia Islam, yaitu khalifah

La Tansa

- Musthafa Kemal Attarturk pada waktu kecil disekolahkan di sebuah sekolah


tradisional yang bernama Madrasah Fatima Mollah Kadin. Tetapi Kemal
tidak betah dan sering melawan gurunya. Akhirnya Kemal dimasukkan pada
sekolah umum Shemsi Effend. Ternyata di sekolah inilah ia sukses dalam
belajar dan memiliki prestasi bagus
- Pada tahun 1920 M atas usaha Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk
Majlis Nasional Agung (MNA). Tampaknya parlemen sudah dikuasai oleh
golongan nasionalis, Kemal sebagai tokohnya. Pada sidang pertama MNA
yang berlangsung di Ankara yang kemudian menjadi ibu kota Republik
Turki, Mustafa Kemal dipilih menjadi ketua sekaligus kepala pemerintahan
tandingan
- Untuk mengawali usaha pembaharuan dan modernisasi besar-besaran,
pemimpin Turki, Mustafa Kemal Attarturk mengubah Turki menjadi negara
sekulernyang memberlakukan hukum sipil, menyelenggarakan siatem
pendidikan bebas, dan melarang poligami. Segala sesuatu yang bersifat
tradisional ditinggalkannya
- Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Kemal di negara Republik Turki
baru; yang diproklamirkan pada tanggal 29 Oktober 1923 meliputi bidang
politik, hukum, pendidikan, peradaban dan ekonomi
- Sesuai dengan konstitusi pada tahun 1920 M dinyatakan bahwa Turki adalah
Negara Republik dengan Islam sebagai agama negara. Oleh karenanya,
negara yang baru lahir ini belum menjadi negara sekuler
- Kemal menghapuskan Kementerian Urusan Syari’at yang semula dibentuk
sebagai pengganti biro Syaikh Al-Islam. Lalu pada tahun 1926 M, hukum
syariat diganti dengan UU sipil yang diambil dari UU Swiss. Perkawinan
tidak lagi dilakukan menurut hukum syari’at tapi menurut hukum sipil; juga
dibuat dan diberlakukan hukum dan perundang-undangan baru seperti hukum
dagang, hukum pidana dan hukum laut yang semuanya diambil dari hukum
Barat
- Khusus bidang ekonomi, Kemal membatasi diri untuk bekerja sama dengan
Barat. Ia tidak menginginkan negerinya dikuasai oleh kekuatan asing
sebagaimana yang pernah dialami oleh pemerintahan Sultan. Sumber-sumber
vital dalam negeri diambil alih oleh negara

Tamrinat 9

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Tuliskan biografi singkat Musthafa Kemal Attarturk !


2. Sejak kapa Musthafa Kemal Attarturk aktif dalam dunia politik ?
3. Ide apa yang dilontarkan Musthafa Kemal Attarturk dalam pembaharuan
Islam ?
4. Bagaimana sikap Musthafa Kemal Attarturk dalam bidang ekonomi terhadap
Barat !
5. bagaimana kebijakan Musthafa Kemal Attarturk dibidang hukum dan politi ?

amanah :

Ceritakan dengan singkat sejarah Musthafa Kemal Attarturk !


Bagian
10 SIR MUHAMMAD IQBAL

BIOGRAFI SINGKAT SIR MUHAMMAD IQBAL

Nama lengakap; Muhammad Iqbal


Lahir ; 22 Pebruari 1873 M/ 22 Dzulhijjah 1289 H.
Nama ayah ; Nur Muhammad
Pendidikan ; Scottish Mission School (SMS)
Keturunan

Iqbal memperoleh pendidikan yang baik yang akan menjadi bekal hidupnya
kelak dari seorang ulama yang terkenal bernama Syams Mir Hasan. Beberapa tahun
kemudian Iqbal mengakuai besarnya jasa yang telah diberikan gurunya itu, hingga ia
menjadi orang terkenal. Bentuk pengakuan itu dilukiskan dalam bentuk sajak
nafasnya mengembangkan kuntum hasratku menjadi bunga. Pendidikan dapat
diselesaikan di SMS, Sialkot, kemudian melanjutkan studinya di Government College
pada tahun 1987 M dengan memperoleh gelar BA ( Bachelor of Art) dengan nilai
yang cukup memuaskan, terutama dalam bidang studi bahasa, Arab dan inggris.
Kemudian ia melanjutkan program MA (Master Of Art) pada lembaga yang sama di
bidang studi filsafat. Dari sinilah Iqbal memperoleh pendidikan filsafat Islam dari Sir
Thomas W. Arnold.
Pasca memperoleh gelar MA ia ditunjuk sebagai pengajar sejarah dan filsafat
di Oriental Colegeh Lahor. Selain itu juga mengajar filsafat dan bahasa Inggris di
almamaternya disinilah ia menjadi pengajar yang populer dan namanya terkenal di
lingkungan pendidikan.
Iqbal terkenal tidak hanya dari mengajar, melainkan juga penyair populer di
Lahore. Pada tahun 1899 M ia membawakan sebuah syair yang berjudul Nala-i Yatim
(rintihan si yatim) dihadapan undangan pertemuan tahunan Anjuman Humayat-i
Islam (organisasai pemelihara Islam). Pada tahun berikutnya ia membacakan sajak
An Orphan’s Address to Id Crescent (Khutbah seorang yatim pada Idul Fitri).
Atas dorongan gurunya Sir Thomas Arnold, pada tahun 1905 M, Iqbal yang
saat itu berusia 32 tahun melanjutkan pendidikannya di Eropa. Di Inggris, Iqbal
masuk ke Combridge University dan belajar ilmu filsafat dibawah bimbingan Dr. Mc
Taggart, disinilah ia memperoleh gelar akademis dalam bidang filsafat moral.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan ilmiahnya di Jerman dan masuk ke Munich
University dan menyelesaikan studinya dengan disertasi yang berjudul The
Development of Metaphysics in Persia. Selanjutnya Muhammad Iqbal kembali ke
London, Inggris untuk belajar ilmu hukum dan menyelesaikan studinya dan meraih
keadvokatannya. Selain itu, Iqbal juga masuk ke School of Political Sciences.
Pada tahun 1908 M, Muhammad Iqbal kembali ke India dan dinana beliau
mengajar di almamaternya yaitu di Government College untuk bidang ilmu filsafat,
sastra Arab dan sastra Inggris. Dan hal itu hanya bertahan satu tahun, karena ia ingin
lebih berkonsentrasi di bidang advokat, karena ia berkeyakinan bahwa sebagai
advokad ia mampu memusatkan perhatiannya pada soal hukum dan keyakinannya
mengenai politik, nasionalisme dan cita-cita keislaman selama ia menjadi advokat.
Profesi ini ditekuninya hingga tahun 1934 M, yaitu seblum Iqbal meninggal dunia.
Pada tahun 1922, Muhammad Iqbal memperoleh gelar kebangsawanan (Sir)
dari penguasa Inggris di India. Peanugrahan ini didasari atas ketenarannya lewat
publikasi karya sastranya di Eropa dan di dunia Timur. Kemudian ia diangkat sebagai
anggota legislatif Punjab selama tiga tahun yaitu pada tahun 1927 -1930 M.
Selanjutnya pada tahun 1930, ia diangkat sebagai “ Presiden Liga Muslimin” dalam
kongres Liga Muslimin yang diadakan di Alahabad. Kemudian Iqbal berencana untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Anak Benua India yaitu ia mendukung
sebuah gagasan negara Islam di wilayag Timur Laut India. Dan pada saat itulah ia
diberi gelar sebagai Bapak Pemimpin Pakistan. Kemudian pada tahun 1931-1932 M
ia mengikuti Konfrensi Meja Bundar di London untuk merumuskan Undang-Undang
Negara.
Di samping aktifitasnya dalam berpolitik, pada tahun 1928 M, ia juga gemar
mengumpulkan berbagai makalah seminar, untuk kemudian dieditnya dan
menjadikannya sebuah buku yang berjudul “The Reconstruction of Religious
Thought in Islam”. Dan ia juga gemar melakukan safari intelektual dan sering
memberikan ceramah di Madras, Hiderabad, Aligarth.

Karya-karya Muhammad Iqbal

Karya-karya Muhammad Iqbal dalam pemikiraanya dituangkan dalam sajak


berbahasa sajak Urdu dan Persia, serta prosa (essey) ditulis dalam bahasa Inggris
yang diterbitkan di Lahore. Untuk lebih jelasnya mengenai karya-karya Muhammad
Iqbal adalah sebagai berikut:
1. Berupa sajak, antara lain:
i. Asrar-i Khudi, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1915 M.
ii. Rumuz-i, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1915 M
iii. Payam-i Mashriq, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1923 M
iv. Zzabur-i Ajam, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1929 M.
v. Javid Nama, berbahasa Persia diterbitkan tahun 929 M
vi. Musafir, berbahasa Persia diterbitkan tahun 1934 M
vii. Bal-i Jirail, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1935 M
viii. Pas Chai Bayard Kard, brbahasa Persia diterbitkan tahun 1936 M
ix. Darb-i Kalim, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1937 M
x. Armughan-i Hijaz, berbahasa Persia dan Urdu, diterbitkan
setelah ia wafat.

2. Berupa prosa, antara lain:


a. Ilm Al-Iqtishad, berbahasa Urdu diterbitkan tahun 1901 M
b. The Development of Metapysics in Persia, berbahasa Inggris, diterbitkan
tahun 1908 M
c. Islam as a Moral and Political Ideal, berbahasa Inggris, diterbitkan tahun
1909.
d. The Recontruksion of Religious Thought in Islam, berbahasa Inggris
diterbitkan tahun 1934 M
e. Letters of Iqbal to Jinnah, berbahasa Inggris diterbitkan tahun 1944 M
f. Speeches and Statements of Iqbal, berbahasa Inggris diterbitkan tahun
1944 M

Dari kesimpulan karya-karya pemikiran Sir Muhammad Iqbal, mengandung


pesan bahwa ia ingin mendorong kebangkitan kembali Islam melalui kecintaan
kepada Allah dan pembinaan aktifitas diri. Selain itu, sepenuhnya Iqbal percaya
bahwa yang mampu menggerakkan manusia adalah kebebasan dan kekuatan aktifitas
itu sendiri.

Pemikiran Muhammad Iqba

1. Pemikiran Pembaharuan dan Politik Muhammad Iqbal

Sir Muhammad Iqbal bukan hanya seorang penyair, tetapi ia juga seorang
pembaharu Islam, khususnya di India. Kecerdasannya berhasil mengungkap
beberapa faktor penyebab mundurnya kejayaan umat Islam, ia berpendapat bahwa
umat Islam harus merebut kembali kejayaan Islam dan merespon berbagai
tantangan yang datang dari Barat. Menurut pengamatan Iqbal beberapa faktor
penyebab mundurnya umat Islam disebabkan oleh tiga faktor yaitu:

a. Pertama, hancurnya Bagdad yang telah menjadi pusat politik,


kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran umat Islam pada tahun 1258 M
oleh serangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulughu Khan. Akibatnya,
pemikiran ulama pada saat itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial saja,
mereka menolak pembaharuan di bidang hukum dan ijtihad, hal ini
menyebabkan kemunduran dinmika berfikir umat Islam.
b. Timbulnya paham fanatisme yang menyebabkan umat Islam pasrah
pada nasib, dan enggan bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam
ajaran tasawuf yang dipahami secara berlebihan dan salah, menyebabkan umat
Islam tidak mementingkan soal kemasyarakatan.
c. Ketiga, sikap zumud (statis) dalam pemikiran umat Islam. Hukum
dalam Islam telah sampai pada situasi statis atau stagnan. Kaum konservatif
menganggap bahwa kaum rasional telah menyebabkan timbulnya disintegrasi
yang mengancam kestabilan umat. Oleh karena itu kaum konservatif hanya
memilih tempat yang aman dengan bertaqlid kepada Imam mazhab.

2. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Filsafat Ego

Para ahli sejarah menilai bahwa filsafat ego Muhammad Iqbal merupakan respon
atas adanya paham-paham baik di dalam sistem kepercayaan maupun dalam
sistem filsafat yang mengajarkan penyangkalan diri dan peniadaan diri (the
Negation of Self). Ajaran itu pada gilirannya memalingkan orang dari kenyataan
kehidupan dan menyingkirkannya dari perjuangan memperbaiki dan merubah
nasibnya.

Menurut Muhammad Iqbal Khudi atau ego manusia sebagai kesatuan intuitif atau
titik kesadaran pencerah yang menerangi pemikiran, perasaan dan keinginan
manusia, merupakan hal yang diliputi rahasia dan mengorbanisasi berbagai
kemampuan yang tidak terbatas dalam fitrah manusia. Dalam kontek ini ia
mengambil rujukan dari ayat Al-Qur’an surat 17 ayat 85

‫وح ِم ْن أ َْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُ ْم ِم َن ال ِْعل ِْم إِاَّل قَلِياًل‬ ُّ ‫وح قُ ِل‬
ُ ‫الر‬ ُّ ‫ك َع ِن‬
ِ ‫الر‬ َ َ‫َويَ ْسأَلُون‬

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Filsafat ego menurut Iqbal berkembang ke tiga jurusan, yaitu kemerdekaan


ego manusia, keabadian ego manusia dan terwujudnya perwakilan Tuhan di muka
bumi. Untuk mencapai predikat ego yang demikian, manusia harus menempuh
sesuatu yang dapat memperkuat egonya dan menghindari hal-hal yang dapat
melemahkannya. Hal yang memperkuat ego itulah yang baik dan melemahkannya
itulah yang buruk. Faktor-faktor tersebut menurut Iqbal:

a. Faktor-faktor yang memperkuat ego manusia:


1. Cinta (Isyq)
2. Faqr, yang dapat diartikan perasaan sama sekali tidak
mengharapkan balasan yang akan diberikan di dunia
3. Semangat atau keberanian
4. Toleransi (tenggang rasa)
5. Kasbul Halal, dapat diartikan dengan hidup dari penghasilan halal
6. Bekerja orisinil dan kreatif
b. Faktor-faktor yang melemahkan ego manusia:
1. Rasa takut (fear)
2. Sual, atau meminta-minta (beggary)
3. Perbudakan (slavery)
4. Rasa bangga akan keturunan (pride of extraction).

Sebagai gambaran kalau cinta memperkuat ego manusia, maka sual (meminta-
minta) melemahkannya. Jadi, untuk memperkuat egonya, manusia harus memupuk
cinta, yakni kemampuan bertindak asimilatif dan menghindari segala bentuk
meminta, yakni tidak bertindak apa pun.

La tansa

- Iqbal memperoleh pendidikan yang baik yang akan menjadi bekal hidupnya
kelak dari seorang ulama yang terkenal bernama Syams Mir Hasan
- Beberapa tahun kemudian Iqbal mengakuai besarnya jasa yang telah
diberikan gurunya itu, hingga ia menjadi orang terkenal. Bentuk pengakuan
itu dilukiskan dalam bentuk sajak nafasnya mengembangkan kuntum
hasratku menjadi bunga.
- Iqbal terkenal tidak hanya dari mengajar, melainkan juga penyair populer di
Lahore. Pada tahun 1899 M ia membawakan sebuah syair yang berjudul
Nala-i Yatim (rintihan si yatim) dihadapan undangan pertemuan tahunan
Anjuman Humayat-i Islam (organisasai pemelihara Islam). Pada tahun
berikutnya ia membacakan sajak An Orphan’s Address to Id Crescent
(Khutbah seorang yatim pada Idul Fitri).
- Atas dorongan gurunya Sir Thomas Arnold, pada tahun 1905 M, Iqbal yang
saat itu berusia 32 tahun melanjutkan pendidikannya di Eropa. Di Inggris,
Iqbal masuk ke Combridge University dan belajar ilmu filsafat dibawah
bimbingan Dr. Mc Taggart, disinilah ia memperoleh gelar akademis dalam
bidang filsafat moral. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ilmiahnya di
Jerman dan masuk ke Munich University dan menyelesaikan studinya
dengan disertasi yang berjudul The Development of Metaphysics in Persia.
Selanjutnya Muhammad Iqbal kembali ke London, Inggris untuk belajar ilmu
hukum dan menyelesaikan studinya dan meraih keadvokatannya. Selain itu,
Iqbal juga masuk ke School of Political Sciences
- Pada tahun 1922, Muhammad Iqbal memperoleh gelar kebangsawanan (Sir)
dari penguasa Inggris di India. Peanugrahan ini didasari atas ketenarannya
lewat publikasi karya sastranya di Eropa dan di dunia Timur. Kemudian ia
diangkat sebagai anggota legislatif Punjab selama tiga tahun yaitu pada
tahun 1927 -1930 M. Selanjutnya pada tahun 1930, ia diangkat sebagai “
Presiden Liga Muslimin” dalam kongres Liga Muslimin yang diadakan di
Alahabad.

Tamrinat 10

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar !


1. Dimanakah Iqbal menyelesaikan pendidikannya yang terakhir ?
2. Siapak nama guru Igbal yang paling berjasa ?
3. Apakah yang diberikan Iqbal kepada gurunya sebagai ucapan
terima kasih ?
4. Menurut Iqbal ada beberapa faktor yang dapat memperkuat ide
manusia. Sebutkan !
5. dan juga ada beberapa faktor yang dapat melemahkan ide
manusia . Sebutkan !

Amanah :
Tuliskan sebuah ayat yang dijadikan Iqbal sebagai rujukan dalam menulis tentang
ego manusia !

Bagian
11 KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

Kedatangan Islam di Indonesia

Dalam beberapa sejarah telah tercatat bahwa agama Islam telah masuk ke
Indonesia sejak awal perkembangan Islam sekitar abad ke-7 M/abad ke-1 H, langsung
dari Arab atau Persia. Namun ada pula sejarah yang mencatat bahwa agama Islam
masuk ke Indonesia baru terjadi pada abad ke-11 M/5 H. Bahkan ada juga sejarah
yang mencatat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M yang datang dari
Gujarat atau India. Beberapa sejarah tersebut memiliki landasan dan argumentasi
masing-masing, sehingga antara penulis satu dengan penulis sejarah yang lainnya
sebenarnya tidak bertentangan, melainkan menjadi pelengkap satu sama lain.
Sejarah yang mengatakan bahwa agama Islam yang datang ke Indonesia sejak
awal perkembangan Islam di Timur Tengah antara lain Thomas W. Arnold,
Azyumardi Azra, Hamka, Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, dan seterusnya.
Sejarah lain yang mencatat bahwa agama Islam telah datang ke Indonesia
sejak abad ke-7 M atau abad ke-1 H. Agama Islam ini langsung dibawa para saudagar
dan mubaligh yang berasal dari negeri Arab atau Persia.
Sedangkan sejarah yang mencatat bahwa agama Islam yang masuk ke
Indonesia pada abad ke-11 M/ 5 H. Didasari atas penemuan arkeologis berupa batu
nisan. Bukti arkeologis tersebut ditemukan di daerah jalur perdagangan internasional
serta jalur persimpangan. Batu nisan tertua yang ditemukan di kuburan Fatimah binti
Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tanggal 7 Rajab 475 H/ Desember 1082 M.
Bentuk nisan dan tulisan yang lain juga ditemukan atas nama Ahmad bin Abu
Ibrahim bin Arradh Rahdar alias Abu Kamil (wafat kamis malam, 29 Shafar 431 H/
1039 M).
Berdasarkan data arkeologi ini maka dapat diperkirakan bahwa di pesisir
Utara Jawa Timur, khususnya di Leran, Gresik telah terdapat sekelompok komunitas
muslim yang berasal dari Timur Tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Islam masuk ke Indonesia berasal dari Timur Tengah oleh para saudagar dan para
mubaligh Arab atau Persia muslim.
Sementara itu, sejarah yang menyebutkan agama Islam yang masuk ke
Indonesia pada abad ke-13 M berasal dari Gujarat, India. Tulisan ini didasari atas data
arkeologi berupa batu nisan pada makam raja Malikus Saleh yang ditemukan di
kerajaan Islam Samudera Pasai. Batu nisan ini bertuliskan angka tahun 686 H/ 1297
M.

Penyebaran Islam di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia dengan melalui beberapa media, seperti
perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian dan tasawuf.

6. Melalui Perdagangan
Proses Islamisasi di Indonesia salah satunya adalah melalui perdagangan hal ini
dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7
M hingga abad ke-16 M. Aktifitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-
bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan lainnya.

Islamisasi lewat jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam aktifitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat
diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome Pirres bahwa
para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika
itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin
bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka
menjadi penduduk muslim yang kaya raya.

Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh pedagang muslim sebagai sarana


atau media dakwah. Sebab dalam Islam setiap muslim mempunyai kewajiban
untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan cara yang baik dan
tanpa paksaan. Sebagaimana dalam surat an-Nahl : 125

ِ ِ ِ ‫ْح ْكم ِة والْمو ِعظَ ِة الْح‬ ِ َ ِّ‫يل رب‬


‫س ُن إِ َّن‬ ْ ‫س نَة َو َج ادل ُْه ْم بِ الَّتِي ه َي أ‬
َ ‫َح‬ ََ ْ َ َ َ ‫ك بِال‬ ِ
َ ِ ‫ا ْدعُ إِلَى َس ب‬
ِ ِ ِِ ِ َ ‫ك ُه َو أَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ ‫ض َّل َع ْن َسبيله َو ُه َو أَ ْعلَ ُم بال ُْم ْهتَد‬
‫ين‬ َ َّ‫َرب‬

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan h ikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

7. Melalui Perkawinan

Para pedagang muslim mayoritas kondisi ekonominya lebih baik dari pada
penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama
para wanita yang tertarik menjadi istri-istri para saudagar muslim. Hanya saja ada
ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus di-Islamkan
terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena
proses peng-Islaman hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Perkawinan ini akan lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar
muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak Adi Pati. Sebab mereka
memiliki bawahan yang jika atasannya masuk Islam, maka mereka akan ikut
masuk Islam. Salah satu contohnya adalah: perkawinan antara Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri
Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa, orang tua Raden Patah, raja
kerajaan Islam Demak dan masih banyak lagi lainnya. Semuanya itu lebih
menguntungkan bagi dakwah Islam.

8. Melalui Pendidikan

Proses Islamisasi di indonesia juga ada yang melalui pendidikan. Banyak para
muballigh kita yang mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam atau pondok-
pondok pesantren. Dari lembaga-lembaga inilah kemudian para ulam’ atau
muballigh mengajarkan ilmu agama Islam.

Diantara para lembaga yang berhasil didirikan pada awal Islam di Jawa adalah :
Pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmad di Ampel Delta, Pesantren Giri
yang didirikan oleh Sunan Giri. Pesantren-pesantren ini memiliki gaung keseluruh
Pulau Jawa hingga Maluku.

9. Melalui Tasawuf
Media lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia
adalah Tasawuf salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap
budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang
menerima ajaran Tasawuf. Pada umumnya, para pengajar Tasawuf atau para Sufi
adalah guru-guru pegembara, dengan sukarela menghayati kemiskinan, juga
sering berhubungan dengan perdagangan, mereka juga mengajarkan teosofi yang
telah bercamppur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis dan memiliki kekuatan untuk
menyenbuhkan. Diantara mereka juga ada yang menikahi gadis bangsawan
setempat.

Dengan tasawuf bentuk Islam yang ajarkan kepada pribumi mempunyai


persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya telah memeluk agama
Hindu. Dianatar para Sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra Islam adalah Hamzah Fan Suri di Aceh,
Syeikh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini
dianut hingga kini.

10. Melalui Kesenian

Islamisasi melalui kesenian adalah pertunjukan wayang. Seperti Sunan kali Jaga
adalah tokoh yang mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta
upah materi dalam setiap pertunjukannya. Diah hanya menginginkan penonton
untuk mengikutinya dalam dua kalimah syahadad. Sebagaian besar cerita wayang
dianbil dari cerita Ramayana dan Brata, tetapi muatan isinya berisi tentang ajarn
Islam dan nama-nama pahlawan Muslim. Selai9n wayang juga seni bangunan.,
seni pahat, seni tari, seni musik dan seni sastra. Diatara bukti pengembangan
Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sedang Duwur, Agung
Kasepuha, Ciribon, Masjid Agung Banten dan seterusnya

Pengaruh Islam terhadap kebudayaan Indonesia.


Islam datang di Indonesia tidak hanya mempengaruhi keyakinan masyarakat
pribumi, melainkan juga berpengaruh kepada kebudayaannya. Penerimaan Islam di
Indonesia sangat berkaitan dengan corak Islam sufistik yang berkembang, sehingga
mudah diterima karena sesuai dengan kebudayaan lokal yang ada.
Dari ciri sufistik tersebutlah, maka Islam disambut baik dan dapat
diintregrasikan ke dalam pola sosial, budaya, dan politik yang sudah ada. Para tokoh
yang sudah dikenal masyarakat Jawa dalam pengembangan Islam adalah wali 9 (wali
songo). Di antara cara vyang ditempuh oleh para wali. Misalnya Sunan Kudus
menggunakan sapi (hewan suci umat Hindu) sebagai media dakwah dalam
masyarakat yang sebagian besar beragama Hindu. Sunan Kalijaga menciptakan
perayaan sekaten (asal kata dari shahadatain) untuk memperingati maulid Nabi saw.
Dengan gamelan sekaten yang dibunyikan di Masjid Agung dekat keraton.

La Tansa

- Dalam beberapa sejarah telah tercatat bahwa agama Islam telah masuk ke
Indonesia sejak awal perkembangan Islam sekitar abad ke-7 M/abad ke-1 H,
langsung dari Arab atau Persia
- Namun ada pula sejarah yang mencatat bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia baru terjadi pada abad ke-11 M/5 H. Bahkan ada juga sejarah
yang mencatat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M yang datang
dari Gujarat atau India.
- Sejarah yang mengatakan bahwa agama Islam yang datang ke Indonesia
sejak awal perkembangan Islam di Timur Tengah antara lain Thomas W.
Arnold, Azyumardi Azra, Hamka, Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, dan
seterusnya.
- Islam masuk ke Indonesia dengan melalui beberapa media, seperti
perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian dan tasawuf
- Islam datang di Indonesia tidak hanya mempengaruhi keyakinan masyarakat
pribumi, melainkan juga berpengaruh kepada kebudayaannya

Tamrinat 11

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar !

1. Sejak kapan Islam masuk ke Indonesia ?


2. Jelaskan alasan, bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke 7 !
3. Tuliskan nama sejarawan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke indonesia
sejak perkembangan islam di Timur Tengah !
4. Tuliskan beberapa media yang dijadikan untuk menyebarkan agama Islam ?
5. Masuknya Islam ke Indonesia juga mempengaruhi terhadap kebudayaan.
Jelaskan !

Amanah ;

Ceritakan dengan singkat awal masuknya Islam ke Indonesia !

Bagian
PERANAN WALI SONGO DALAM PENYEBARAN ISLAM
12

Penyebaran Islam di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wali atau syeikh.
Para wali atau syeikh memiliki peran yang sangat penting dalam proses Islamisasi.
Dari sekian banyak wali atau syeikh, khususnya di Jawa lebih dikenal dengan sebutan
wali 9 atau walisongo.
Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Kalijaga,
Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati. Dari kesembilan wali tersebut tidak
hidup saat bersamaan, tapi satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat.
Hubungan itu bisa terjadi karena adanya hubungan darah, juga bisa karena ada
hubungan guru dengan murid.
Dari beberapa sunan tersebut, Maulana Malik Ibrahim. Sunan Ampel anak
Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim juga
sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Derajat adalah anak Sunan Ampel.
Sunan Kalijogo meruipakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria
anak Sunan Kalijogo. Sunan Kudus murid Sunan Kalijogo. Sunan Gunung jati adalah
sahabat Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Pada umumnya para wali tersebut tinggal di pantai Utara Jawa sejak dari awal
abad 15 M hingga pertengahan abad 16 M di tiga wilayah penting yaitu Surabaya,
Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, Muria di Jawa Tengah serta
Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru,
mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian serta
kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Biografi Walisongo
1. Maulana Malik Ibrahim. Nama aslinya adalah Maulana Makhdum Ibrahim
Assamarkandy. Lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-
14 M. Malik Ibrahim juga disebut Syeikh Magribi. Ia bersaudara dengan
Maulana Ishaq, ulama terkenal di Samudera Pasai sekaligus ayah dari Sunan
Giri (Raden Paku) Ibrahim dan Ishaq adalah anak dari seorang ulama Persia,
bernama Maulana Jumadil Kubra, yang menetap di Samarkand
2. Sunan Ampel. Beliau adalah putara tertua Maulana Malik Ibrahim. Nama
aslinya adalah Raden Rahmat. Beliau lahir pada tahun 1401 M. di Campa. Dari
seorang ibu keturunan raja Campa. Nama Ampel sendiri diidentikkan dengan
nama tempat dimana ia bermukim, wilayah yang kini menjadi bagian dari
surabaya.
3. Sunan Giri. Nama asli Sunan Giri adalah Muhammad Ainul Yaqin. Nama kecil
Sunan Giri adalah Raden paku. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada
tahun 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaga Samudra. Sebuah nama yang
dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya_
seorang ptri raja Blambangan bernama Dewi Sekar Dadu ke laut. Raden paku
kemudia dipungut anak oleh Nyai Semboja. Ayahnya dalah Maulana Ishak,
saudara kandung Malulana Malik Ibrahim.
4. Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah anak dari sunan Ampel,
yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya dalah Raden
Makdum Ibrahim. Diperkirakan lahir pada tahun 1465 M. Dari seorang
perempuan yang bernama Nyi Ageng manila, putri seorang Adipati di Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Delta
5. Sunan kalijaga. Sunan ini namanya paling banyak disebut
masyarakat Jawa. Lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta,
Adipati Tuban, salah seorang keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit.
Pada masa itu Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. Naa kecil
sunan kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki beberapa nama panggilan
seperti; Loka Jaya, Syaikh Malaya Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.
6. Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
diperkirakan lahir pada tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri
dari raja Pajajaran, raden Manah Rasasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan
Syafif Abdullah Maulana Huda, Pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari
Palestina.
7. Sunan Drajat. Ia dilahirkan kira-kira pada tahun 1470 M. Nama
kecilnya adalh raden Qosim dan bergelar Raden Syaifuddin. Ayahnya adalah
Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang.
8. Sunan Kudus. Nama kecilnya adalah ; shadiq. Ia ptra pasangan
Sunan Ngudung dan Syarifah, adaik Sunan Bonang, anak Nyi Ageng maloka.
Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra di Mesir yang
berkelana hingga di Jawa. Dikesultanan Demak ia diangkat menjadi panglima
perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kali Jaga.
9. Sunan Muria. Ia adalah putra Dewi Sarah dari hasil perkawinanya
dengan Sunan kali Jaga. Dewi Sarah adalah adik kandung Sunan Giri sekaligus
anak Syek Maulana Ishak. Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Prawoto.
Nama muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya dilereng gunung Mulia, ang
berjarak 18 km. Ke utara kota Kudus.

La Tansa

- Penyebaran Islam di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan wali atau


syeikh. Para wali atau syeikh memiliki peran yang sangat penting dalam
proses Islamisasi. Dari sekian banyak wali atau syeikh, khususnya di Jawa
lebih dikenal dengan sebutan wali 9 atau walisongo
- Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan
Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati
- Dari kesembilan wali tersebut tidak hidup saat bersamaan, tapi satu sama
lain mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan itu bisa terjadi
karena adanya hubungan darah, juga bisa karena ada hubungan guru dengan
murid
- Pada umumnya para wali tersebut tinggal di pantai Utara Jawa sejak dari
awal abad 15 M hingga pertengahan abad 16 M di tiga wilayah penting
yaitu Surabaya, Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, Muria di
Jawa Tengah serta Cirebon di Jawa Barat
- Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada
masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari
kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian serta
kemasyarakatan hingga pemerintahan
Tamrinat 12

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Siapakah yang paling berperan dalam upaya penyebaran Islam di jawa ?


2. Sebutkan nama-nama wali sembilan !
3. Sebutkan tempat tugas dari masing-masing wali sembilan !
4. Sebutkan hubungan antara wali satu dengan wali lainnya !
5. Sebutkan beberapa peranan wali sembilan dalam upaya menyebaran agama
Islam di Jawa !

Amanah :
Tuliskan sejarah adanya wali sembilan ?

Bagian
13 MUHAMMADIYAH

Sejarah berdirinya Muhammadiyah

Ada dua faktor yang menyebabkan berdirinya gerakan Muhammadiyah, yaitu;


1. Faktor eksternal yaitu berkaitan dengan politik Islam Belanda terhadap kaum
muslimin di Indonesia, pengaruh ide dan gerakan dari Timur Tengah, dan juga
kesadaran dari beberapa pemimpin Islam tentang kemajuan yang telah dicapai
oleh Barat.

2. Faktor internal yaitu berkaitan dengan kondisi kehidupan keagamaan kaum


muslimin di Indonesia yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Islam
yang benar.

Melihat kondisi keagamaan yang ada di Indonesia pada waktu itu Islam
datang ke Jawa, kehidupan keagamaan yang nampak adalah campuran antara
kepercayaan tradisional yang telah menjelma menjadi adat kebiasaan yang bersifat
agamis dengan bentuk mistik yang dijiwai oleh agama Hindu dan Budha. Sehingga
yang terlihat adalah kepercayaan tradisional Jawa tetap hidup dan mempengaruhi
bentuk kehidupan keagamaan.

Ide Pembaharuan Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Pada tahun


1912 M di Yogyakarta, merupakan organisasi sosial keagamaan. Sebagai gerakan
Islam modern, Muhammadiyah mendasarkan programnya untuk membersihkan Islam
dsari pengaruh ajaran yang salah, memperbaharui sistem pendidikan Islam dan
memperbaiki kondisi sosial kaum muslimin di Indonesia. Diantara program-program
ini, maka pendidikan merupakan aspek yang sangat menonjol dari pembaharuan yang
dilakukan oleh Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan yang berlandaskan agama, maka
ide pembaharuan Muhammadiyah ditentukan pada usaha untuk memurnikan Islam
dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Usaha yang dilakukan Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah
praktis ubudiyah dan muamalah.
Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah adalah kembali kepada ajaran
yang murni, yakni Al-Qur’an dan sunnah. Ini berarti bahwa masalah yang berkaitan
dengan ubudiyah kaum muslimin hanya mengikuti apa yang diperintahkan oleh Al-
Quan dan As-Sunnah, bukan dari yang lain.
Di dalam pemikiran kaagamaan Muhammadiyah hanya berpegang pada Al-
Qur’an dan sunnah sebagai pokok ajaran Islam. Muhammadiyah juga gigih
mempertahankan pendapat bahwa pitu ijtihad masih tetap terbuka dan menolak
tentang taqlid. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah menolak pendapat para imam
mazhab, tetapi menganggap bahwa fatwa yang berpendapat para imam begitu juga
ide-ide yang lain merupakan subyek untuk penelitian selanjutnya. Bagi
Muhammadiyah kebenaran suatu amalan pada prinsipnya didasarkan pada Al-Qur’an
dan sunnah. Di bidang sosial Muhammadiyah mempelopori pendayagunaan modal
yang ada yang berasal dari zakat, infak dan sadaqah, ke dalam bentuk usaha yang
permanen dalam rangka meringankan beban sosial dan memberikan bantuan bagi
yang memerlukannya. Dalam hal ini Muhammadiyah mendirikan rumah sakit, panti
asuhan dan beberapa lembaga sosial lainnya.
Sementara itu dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah sangat berkeinginan
untuk mencetak ” elite”. Muslim terdidik yang memberikan bimbingan dan
keteladanan terhadap masyarakat, sekaligus sebagai kekuatan untuk mengimbangi
tantangan kaum elite sekuler yang berpendidikan Barat yang dihasilkan oleh sistem
pendidikan Belanda pada waktu itu
Sebagai konsekwensi untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah
menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam dengan memasukkan pendidikan
agama (Islam) ke sekolah umum dan pengetahuan sekuler ke dalam sekolah agama.
Sedangkan di bidang teknik penyelenggaraan, pembaharuan yang dilakukan meliputi
metode, alat dan sarana pengajaran, organisasi sekolah serta sistem evoluasi. Bentuk
pembaharuan teknis diambil dari sistem pendidikan modern yang belum dikenal di
sekolah Islam pada saat itu. Muhammadiyah juga melakukan gerakan pembaharuan
sistem pendidikan Islam yang berpusat di pondok pesantern pada waktu itu yang
terisolasi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat modern. Di sisi lain,
sekolah –sekolah Belanda yang sekuler mengancam kehidupan spiritual kaum muda
muslim dan menjauhkannya dari agama dan budaya mereka. Hal inilah yang
menjadikan alasan Muhammadiyah untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam.
Ada beberapa hal yang mendorong tumbuh menjadi kekuatan dalam bidang
pendidikan:
1. Karena tatanan struktur kelembagaan pendidikan dan wewenang yang
jelas, sehingga memudahkan pembinaan dan kontrol terhadap sekolah
Muhammadiyah.
2. Adanya keseragaman pemakaian nama atau label sekolah bagi setiap
perguruan Muhammadiyah.
3. Karena sifatnya yang fleksibel dari kebijaksanaan dari organisasi
pendidikan Muhammadiyah, dibeberapa daerah dibentuk suatu
koordinator yang bertanggung jawab atas sejumlah sekolah menjadi
suatu unit pengelolaan. Sekolah yang berada dalam satu atap
pengolahan ini biasanya nterdiri dari berbagai jenis dan tingkatan,
misalnya SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi jadi satu

Lembaga-lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah telah


menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan dasar agama Islam yang cukup
tentang ibadah praktis yang terkait dengan muamalah, selain pengetahuan umum dan
ketrampilan lain. Muhammadiyah pada era modern ini menghadapi dua tantangan
besar pertama yang bersifat ekstern, dan yang kedua bersifat intern. Secara ekstern
Muhammadiyah akan menghadapi tantangan global akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teghnologi. Perubahan-perbahan yang terjadi sedikit banyak akan
mempengaruhi, bukan saja pada individu warga Muhammadiyah, juga kelembagaan
yang ada di Muhammadiyah. Dari sisi intern, Muhammadiyah akan semakin
merasakan kekurangan kader-kader ulama penerus organisasi, yang sekarang ini
sudah dirasakannya. Tipe kader yang di8butuhkan tidak banyak bisa dihasilkan dari
sekolah Muhammadiyah setimgkat SMP dan SMA tetapi melalui dari lembaga
pendidikan lain yang harus dimiliki oleh Muhammadiyah, apakah Perguruan Tinggi
atau Takhassus.

Reaksi atas gerakan Muhammadiyah


Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912 M di Yogyakarta, mengundang
reaksi dari berbagai pihak, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari
beberapa kelompok masyarakat Indonesia. Reaksi tersebut ada yang positif dan ada
pula yang negatif. Sikap positif ditunjukkan oleh kaum muda (kelompok pembaharu)
yang memiliki kesamaan ide dengan Muhammadiyah sedang sikap negatif datang
dari kelompok Belanda, bagian kelompok nasionalis dan kelompok tradisionalis yang
masing-masing kelompok memiliki alasan tersendiri.
D Indonesia, kelompok kaum modernis yang memperjuangkan Islam secara
murni disebut kaum muda. Mereka dipandang sebagai pelopor dalam melaksanakan
dalam perubahan-perubahan radikal di bidang pemikiran dan pelaksanaan ajaran
Islam. Itulah sebabnya tatkala beberapa organisasi Islam modern berdiri pada awal
abad kedua puluh, mereka menjadi kelompok masyarakat pertama yang menyambut
dengan baik munculnya organisasi-organisasi Islam tersebut. Oleh karena itu, tidak
beberapa lama setelah Muhammadiyah berdiri, banyak dari pimpinannya berasal dari
kelompok ini. Ketika Muhammadiyah diperkenankan membuka cabangnya di luar
Yogyakarta oleh pemerintah kolonial, daerah-daerah yang semula menjadi basis
Kaum Muda dengan cepat berubah menjadi cabang dari Muhammadiyah.
Tidak semua sambutan atas berdirinya Muhammadiyah disambut baik oleh
semua kalangan. Contohnya kolonial Belanda mengizinkan Muhammadiyah berdiri
melalui surat keputusan Pemerintah kolonial Belanda nomor : 81, tanggal 22 Agustus
1914. Keputusan mengizinkan Muhammadiyah berdiri adalah bertentangan dengan
kebijaksanaan mereka terhadap Islam di Indonesia. Meraka mengizinkan
Muhammadiyah berdiri karena ingin mendapat simpati dan mengurangi sikap kaum
muslimin terhadap pemerintah Kolonial.

La Tansa

- Ada dua faktor yang menyebabkan berdirinya gerakan Muhammadiyah,


yaitu;
1. Faktor eksternal yaitu berkaitan dengan politik Islam Belanda terhadap
kaum muslimin di Indonesia, pengaruh ide dan gerakan dari Timur
Tengah, dan juga kesadaran dari beberapa pemimpin Islam tentang
kemajuan yang telah dicapai oleh Barat.

2. Faktor internal yaitu berkaitan dengan kondisi kehidupan keagamaan


kaum muslimin di Indonesia yang dianggapnya telah menyimpang dari
ajaran Islam yang benar.
- Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Pada tahun
1912 M di Yogyakarta, merupakan organisasi sosial keagamaan. Sebagai
gerakan Islam modern, Muhammadiyah mendasarkan programnya untuk
membersihkan Islam dsari pengaruh ajaran yang salah,
- Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan yang berlandaskan agama,
maka ide pembaharuan Muhammadiyah ditentukan pada usaha untuk
memurnikan Islam dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang
bertentangan dengan ajaran Islam
- Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah adalah kembali kepada
ajaran yang murni, yakni Al-Qur’an dan sunnah. Ini berarti bahwa masalah
yang berkaitan dengan ubudiyah kaum muslimin hanya mengikuti apa yang
diperintahkan oleh Al-Quan dan As-Sunnah, bukan dari yang lai
- Ada beberapa hal yang mendorong tumbuh menjadi kekuatan dalam bidang
pendidikan:

- Karena tatanan struktur kelembagaan pendidikan dan wewenang yang


jelas, sehingga memudahkan pembinaan dan kontrol terhadap sekolah
Muhammadiyah.
- Adanya keseragaman pemakaian nama atau label sekolah bagi setiap
perguruan Muhammadiyah.
- Karena sifatnya yang fleksibel dari kebijaksanaan dari organisasi
pendidikan Muhammadiyah, dibeberapa daerah dibentuk suatu
koordinator yang bertanggung jawab atas sejumlah sekolah menjadi
suatu unit pengelolaan. Sekolah yang berada dalam satu atap
pengolahan ini biasanya nterdiri dari berbagai jenis dan tingkatan,
misalnya SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi jadi satu
- Lembaga-lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah telah
menghasilkan tamatan yang memiliki pengetahuan dasar agama Islam yang
cukup tentang ibadah praktis yang terkait dengan muamalah, selain
pengetahuan umum dan ketrampilan lain

Tamrinat 13

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Sejak kapan Muhammadiyah berdiri di Indonesia ?


2. Siapak pendiri Muhammadiyah ?
3. Sebutkan misi dari berdirinya Muhammadiyah!
4. Sebutkan peranan Muhammadiyah dalam mencerdaskan bangsa Indonesia !
5. Sebutkan beberapa hambatan bagi perkembangan Muhammadiyah !

Amanah :

Ceritakan dengan singkat sejarah berdirinya Muhammadiyah !

Bagian
14 NAHDLATUL ULAMA (NU)
Periodesasi Berdirinya NU
Jam’iya Nadlatul Ulama (NU) berdiri di Surabaya pada tahun 1926 M. Dalam
kurun waktu yang relatif singkat organisasi ini segera tersebar pesat di seluruh pulau
Jawa. Kemudian pada tahun 1930 M dibuka cabang pertama di Banjar, Martapura,
Kalimantan. Meskipun begitu, basis kekuatannya tetap berada di Jawa Timur, yaitu
pesantren yang bergabung ke dalam organisasi NU. Dalam perkembangan
selanjutnya, sekitar tahun 1936 M sebuah organisasi lokal di Kalimantan, bernama
Hidayatul Islamiyah bergabung dengan Nahdlatul Ulama.
Sebagai organisasi para ulama saat itu, NU telah melakukan gerakan
muktamar yang dihadiri para ulama terkenal yang berasal dari Jawa dan luar Jawa.
Pada muktamar pertama, organisasi ini telah dihadiri oleh 93 orang kyai dari pulau
Jawa dan Madura. Kemudian pada muktamar ke-2 tahun 1927 M dihadiri sekitar 260
orang kyai dari 35 cabang NU. Pada muktamar ke -5 pada tahun 1930 M telah
terbentuk 46 cabang (18 cabang di Jawa Timur termasuk Madura, 21 cabang di Jawa
Tengah dan 6 cabang di Jawa Barat).
Pada periode awal NU, kegiatan ini lebih banyak dilakukan dalam rangka
menjaga kemurnian paham yang diyakininya. Menyebarluaskan pandangan-
pandangan yang dianggap penting untuk diketahui oleh para jamaahnya, mengambil
bagian dari masyarakat di bidang sosial, bidang pendidikan dan bidang
perekonomian. Dalam anggaran dasar organisasi, disebutkan bahwa NU akan
mendirikan badan-badan perdagangan. Hal ini didasari atas kenyataan bahwa banyak
diantara organisasi ini berprofesi sebagai pedagang dan petani, pemilik kebun
sehingga perlu dirasakan mendirikan badan-badan tersebut.
Pada tahun 1930 M dalam muktamar ke-5 diputuskan pembentukan Lajnah
Waqfiyah (panitia waqaf) pada setiap cabang NU yang bertugas mengurus waqaf.
Meskipun waqaf tidak dapat dianggap sebagai perusahaan tapi dalam pengurusannya
ada yang mendapatkan keuntungan dan dapat dipergunakan untuk urusan sosial
tertentu. Pada tahun 1937 M NU mendirikan badan khusus yaitu Waqfiyah NU yang
boleh membeli, menguasai atau menjadi nazir bagi tanah-tanah waqaf berdasarkan
ajaran-ajaran Islam dengan merujuk pada mazhab empat.
Usaha lain yang dilakukan oleh NU adalah mendirikan badan-badan koprasi
yang disebut syrikah mu’awanah. Badan-badan koprasi ini didirikan di Surabaya,
Singosari, Bangil dan Gresik. Rencana untuk mengimpor sepeda dari Singapura tidak
dapat diwujudkan tetapi mengimpor barang pecah belah dari Jepang dapat terlaksana
dengan diberi tanda cap simbol Nahdlatul Ulama
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, NU juga memiliki kegiatan ke arah
perjuangannya menentang penjajah. Pola perjuangan ini antara lain diwujudkan
dalam bentuk kultural, seperti keputusan NU mengharamkan pakaian pantolan
(celana panjang) dan dasi, karena menyerupai Belanda. Perkembangan berikutnya
NU berhasil membentuk para kyai dan santri-santrinya menjadi lapisan masyarakat
bangsa Indonesia yang sangat besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada saat Jepang berkuasa di Indonesia yaitu pada tahun (1942-1945) semua
partai dan organisasi dibubarkan, termasuk NU. Kemudian NU berusaha supaya
organisasi ini hidup kembali agar dapat mengadakan pembinaan kepada cabang-
cabagnya, usaha ini diperbolehkan oleh Jepang. Pada waktu itu Jepang memperalat
setiap organisasi untuk kepentingan perangnya, mak NU pun dibatasi kegiatannya.
NU hanya boleh mengurusi pesantren saja, pengajian dan Madrasah-madrasah. KHA.
Wahid Hasyim mengundurkan diri dari MIAI kemudian memusatkan perhatiannya
untuk mengurusi Pesantren Tebuireng di Jombang (Jatim). Walaupun begitu, NU
sama sekali tidak melepas MIAI, karena ketika MIAI berubah namanya menjadi
Majlis Syura Muslimin Indonesia yang disingkat dengan Masyumi, K.H.A. Wahid
Hasyim kembali aktif sebagai pimpinan majalah Masyumi yang bernama Muslimin
Indonesia.

NU periode Tahun 1945-1973 M.

NU pada periode ini berkiprah aktif tidak hanya pada pengembangan


pendidikan, tetapi juga dalam bidang sosial politik dan keagamaan lainnya. Karena
itu Partai Masyumi adalah satu-satunya partai Islam yang menampung aspirasi politik
umat, yaitu berdiri pada tanggal 7 Ncpember 1945 M. NU dalam muktamarnya ke 16
di Purwakerto pada tahun 1946 M. Mengajak seluruah anggotanya agar mendukung
partai ini.
Pada tahun 1949 M saat terjadinya konggres di Yogyakara Masyumi
mengalami perubahan dalam hal status dan fungsi, yaitu majlis Syuro yang dulunya
sebagai tempat penting bagi para ulama’ dan pemimpin Islam, sebagai badan
legislatif berubah menjadi badan penasehat saja. Karena perubahan tersebut, maka
NU mengundurkan diri dari Masyumi. Keputusa ini secara resmi diputuskan pada
saat Muktamar NU ke 19 M di Palembang pada bulan Oktober 1952 M.
Setelah NU memutuskan untuk keluar dari Masyumi, maka ia segera
mengusulkan dibentuk federasi bagi partai-partai Islam. Usul NU ditanggapi oleh
Masyumi dengan sikap dingin. Oleh sebab itu, NU berpaling kepada PSII dan Perti
yang menyambutnya dengan hangat, kemudian pada tanggal 30 Agustus 1952 M.
Tiga muslimin Indonesia, berdiri yang diikuti oleh tiga partai Islam serta organisasi
Islam yang berkedudukan di Sulawesi Selatan, yaitu Darud-Dakwah wal Irsyad.

NU Periode tahun 1973 sampai Sekarang

Pada tanggal 5 Januari 1973, dibentuklah partai persatuan pembangunan yang


merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Dalam kepengurusan yang pertama
DPP Partai Persatuan Pembangunan, sebagai presiden partai KH. Idam Khalid, ketua
umum NPP KH. Maskur, dan Rois ‘Am (Ketua Umum) Majlis Syura PPP KH. Bisri
Syamsuri. Bila melihat dari susunan dan struktur kepengurusan partai tersebut maka
dapat dikatakan bahwa PPP merupakan satu-satunya Partai Islam yang
kepengurusannya didominasi oleh orang-orang NU.
Pada tanggal 5 Januari 1973 M, PPP merupakan satu-satunya partai Islam
yang dapat menampung seluruh aspirasi pilitik umat Islam. Kemudian pada tanggal5-
8 Mei 1975 M NU mengadakan konfrensi besar di jakarta yang isinya memantapkan
kedudukan dan fungsi Jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang isinya yaitu bahwa NU
sebagai organisasi sosial keagamaan yang menitikberatkan perjuangannya dalam
bidang-bidang dakwah, pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya untuk kesejahteraan
umat dalam rangka pembangunan bangsa dan manusia indonesia seutuhnya.
Statusnya sebagai Jam’iyah dimantapkan pada muktamar ke-26 di Semarang pada
tanggal 5-11 Juni 1979 M.
Dalam muktamar ke-27 di Situbondo pada tanggal 18 sampai 21 Desember
1983 M berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran tentang NU kembali kepada
khittahnya 1926 M. Yang dimaksud dengan khittah NU 1926 M adalah landasan
befikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tinkah laku
perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses dalam setiap pengambilan
keputusan.
Sebagai bukti kembalinya NU ke khittah 26 antara lain, dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Syari’ah NU sebagai lembaga formal NU yang mencerminkan kepemimpinan
ulama dalam jamiyah NU.
Pengurus Tanfidziyah dapat diberhentikan oleh pengurus syuriah bila syuriah
berpendapat bahwa yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan jamiyah maupun agama, tanpa menunggu jabatan selesai
Pengurus Tanfidziyah yang terkena tindakan tersebut dapat diberi kesempatan
untuk membela diri pada kesempatan musyawarah berikutnya.
NU bukan merupakan wadah bagi kegiatan politik praktis.
NU dalam melaksanakan kegiatannya akan lebih memperioritaskan pada
kegiatan dakwah Islamiyah, kegiatan pendidikan, baik pendidikan sekolah
maupun pendidikan luar sekolah yang bersifat keagamaan maupun yang
non-keagamaan.

Bidang Pendidikan di Lingkungan NU


Lembaga yang mengurusi pendidikan disebut Lembaga Pendidikan Ma’arif.
Lembaga Pendidikan Ma’arif dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada
AD/ART NU. Program dasar pengembangan dasar pendidikan NU, peraturan dasar
lembaga pendidikan Ma’arif dan peraturan rumah tangga lembaga pendidikan Ma’arif
Di dalam anggaran dasar NU pasal 6 antara lain disebutkan, bahwa di bidang
pendidikan, pengajarann dan kebudayaan NU mengusahakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, serta pengembangan kebudayaan
berdasarkan agama Islam untuk membina manusia muslaim yang bertaqwa, berbudi
luhur, berpengetahuan luas dan terampil, berkepribadian serta berguna bagi agama,
bangsa dan negara. Pada peraturan dasar lembaga pendidikan ma’arif pasal 9 antara
lain disebutkan: lembaga pendidikan ma’arif berusaha mendirikan dan
menyelenggarakan sekolah atau madrasah mulai dari pendidikan pra sekolah sampai
dengan pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan ma’arif selain menyelenggaran
pendidikan formal juga pendidikan non-formal
Untuk merealisasikan program yang tercantum dalam anggaran dasar tersebut
di atas lembaga pendidikan ma’arif mengelola beberapa pendidikan sebagai berikut,
TK, SD, SMP, SMU sampai Perguruan Tinggi.

La Tansa
- Jam’iya Nadlatul Ulama (NU) berdiri di Surabaya pada tahun 1926 M.
Dalam kurun waktu yang relatif singkat organisasi ini segera tersebar pesat
di seluruh pulau Jawa. Kemudian pada tahun 1930 M dibuka cabang
pertama di Banjar, Martapura, Kalimantan. Meskipun begitu, basis
kekuatannya tetap berada di Jawa Timur, yaitu pesantren yang bergabung ke
dalam organisasi NU
- Dalam perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1936 M sebuah organisasi
lokal di Kalimantan, bernama Hidayatul Islamiyah bergabung dengan
Nahdlatul Ulama.
- Sebagai organisasi para ulama saat itu, NU telah melakukan gerakan
muktamar yang dihadiri para ulama terkenal yang berasal dari Jawa dan luar
Jawa. Pada muktamar pertama, organisasi ini telah dihadiri oleh 93 orang
kyai dari pulau Jawa dan Madura. Kemudian pada muktamar ke-2 tahun
1927 M dihadiri sekitar 260 orang kyai dari 35 cabang NU. Pada muktamar
ke -5 pada tahun 1930 M telah terbentuk 46 cabang (18 cabang di Jawa
Timur termasuk Madura, 21 cabang di Jawa Tengah dan 6 cabang di Jawa.
- Pada periode awal NU, kegiatan ini lebih banyak dilakukan dalam rangka
menjaga kemurnian paham yang diyakininya. Menyebarluaskan pandangan-
pandangan yang dianggap penting untuk diketahui oleh para jamaahnya,
mengambil bagian dari masyarakat di bidang sosial, bidang pendidikan dan
bidang perekonomian.
- Usaha lain yang dilakukan oleh NU adalah mendirikan badan-badan koprasi
yang disebut syrikah mu’awanah. Badan-badan koprasi ini didirikan di
Surabaya, Singosari, Bangil dan Gresik
- Selain kegiatan-kegiatan tersebut, NU juga memiliki kegiatan ke arah
perjuangannya menentang penjajah. Pola perjuangan ini antara lain
diwujudkan dalam bentuk kultural, seperti keputusan NU mengharamkan
pakaian pantolan (celana panjang) dan dasi, karena menyerupai Belanda
- Dalam muktamar ke-27 di Situbondo pada tanggal 18 sampai 21 Desember
1983 M berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran tentang NU kembali
kepada khittahnya 1926 M.
- Lembaga yang mengurusi pendidikan disebut Lembaga Pendidikan Ma’arif.
Lembaga Pendidikan Ma’arif dalam melaksanakan tugasnya berpedoman
pada AD/ART NU. Program dasar pengembangan dasar pendidikan NU,
peraturan dasar lembaga pendidikan Ma’arif dan peraturan rumah tangga
lembaga pendidikan Ma’arif

Tamrinat 13

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !

1. Sejak kapan organisasi NU mulai terbentuk !


2. Siapakah pendiri organisasi NU ?
3. Pada muktamarnya yang ke 27 di Situbondo NU menyatakan kembali ke
khittah ’ 26. Jelaskan yang dimaksud dengan kembali ke khittah’ 26 tersebut !
4. Sebutkan peranan NU dalam bidang pendidikan !
5. Sebutkan peranan NU dalam mengusir penjajah Belanda !

Amanah :

Tuliskan cerita sejarah berdirinya NU dengan baik ! dan berilah komentar antar NU
pada awal berdirinya dengan NU pada saat sekarang !

DAFTAR PUSTAKA

- Abdur Raziq naufal, Kisah-kisah Teladan Sepanjang Sejarah Islam,


Husaini, bandung, 1987
- Abdul Hamid Judas As Sahhar, Sejarah Nabi Muhammad, Mizan,
Bandung, 1992

- Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin


Militer, Bumi Aksara, Jakarta, 1991

- Ali Syari’ati, Rasulullah SAW Sejak Hijrah Hingga Wafat, Pustaka


Hidayah, Bandung, 1995

- Al-Qur’an Al-karim dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Edisi


Revisi 2002, Thaha Putra, Semarang, 2002

- Arifin Muhammad, Klasifikasi Ayat Al-qur’an, FIAD UMSurabaya,


Surabaya, 2004

- A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, jakarta, 1979

- A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta,


1992

- Bisri M. Djailani, Sejarah Nabi Muhammad SAW, Buana Pustaka,


Yogyakarta, 2004.

- Hamka, Sejarah Umat Islam, Bulan Bintang, jakarta, 1989

- Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Kota Kembang,


Yogyakarta, 1989.

- Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Madrasah Aliyah, Departemen


Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2004.

- M. Din Syamsuddin, Muhammadiyah Kini dan Isuk, Pustaka Panji


Mas, Jakarta, 1990

- Marijan, Kacung, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926,


erlangga, jakarta. Tt.

- Mughni, syafiq, Sejarah kebudayaan Islam di Turki, Logos Wacana


Ilmu, Jakarta, 1997

- M. Ebrahim Khan, Kisah-Kisah Teladan, Mitra Pustaka, Yogyakarta,


2003

- Rusli Ishaq, Sejarah Kebudayaan Islam, Thoha Putra, Semarang, 2003.


- Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Rosdakarya,
Bandung, 1994.

You might also like