You are on page 1of 30

KOMPILASI MENGIDENTIFIKASI

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI


EKONOMI KERAKYATAN

Kompilasi ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Ekonomi Kerakyatan
Dosen Pengampu: Endang Mulyani

Disusun Oleh

Malinda Dwi Apriliane 10409131008


Kartika 10409131009
Sri Mulyati 10409131010
Larasati 10409131011

PROGRAM STUDI AKUNTANSI D3


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011

1
KOMPILASI MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN
YANG DIHADAPI OLEH EKONOMI KERAKYATAN

A. Kesenjangan Ekonomi
Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya
perbedaan yang mencolok antara individu yang satu dengan individu yang lain. Atau
antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. Perbedaan itu antara
lain misalnya antara si kaya dengan si miskin atau antara si pintar dengan si bodoh.
Dimana perbedaan itu kelihatan mencolok dan menimbulkan masalah dalam
penanganannya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
kesenjangan tersebut adalah “jarak” yang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang
disebabkan oleh perbedaan status sosial maupun status ekonomi yang ada di tengah-
tengah masyarakat.

1. Kesenjangan Sektor
Isu kesenjangan ekonomi antar daerah telah lama menjadi bahan kajian para
pakar ekonomi regional. Hendra Esmara (1975) merupakan penelitian pertama yang
mengukur kesenjangan ekonomi antar daerah. Berdasar data dari tahun 1950 hingga
1960, ia menyimpulkan Indonesia merupakan negara dengan kategori kesenjangan
daerah yang rendah apabila sektor non migas diabaikan. Bahkan pada tahap awal
pembangunan ekonomi terdapat kesenjangan kemakmuran antar daerah, namun
semakin maju pembangunan ekonomi kesenjangan tersebut semakin menyempit.
Dalam konstelasi perkembangan terakhir di Indonesia, kesenjangan ekonomi
setidaknya dapat dilihat dari 3 dimensi, yaitu : berdasarkan tingkat kemodernan,
regional, dan etnis. Pertama, kesenjanggan dari tingkat kemoderanan, yaitu
kesenjangan antara sektor modern dan sektor tradisional. Sektor moderen umumnya
berada di perkotaan dan sektor industri, sedangkan sektor tradisional umumnya

2
berada di pedesaan dan sektor tradisional. Kedua, kesenjangan regional adalah
antara Katimin (Kawasan Timur Indonesia) dan Kabirin (Kawasan Barat Indonesia).
Ketiga, kesenjangan menurut etnis, yaitu antara pribumi dengan non pribumi.
Apabila ketiga dimensi ini digabungkan maka akan diperoleh potret kesenjangan
kemakmuran di Indonesia, yaitu : semakin Kabirin, semakin banyak dijumpai sektor
modern dan sektor industri, dan semakin banyak golongan non pribumi yang
menguasai perekonomian. Sebaliknya semakin Katimin, maka semakin banyak
dijumpai sektor pertanian dan tradisional, dan semakin banyak pribumi yang
mendominasi usaha bisnis.

2. Kesenjangan antar Wilayah

Kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat.


Sebab kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugerah awal
(Endowment Factor). Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di
berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang
kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, Sadono, 1976).
Menurut Mydral (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang
berlebihan akan mengakibatkan pengaruh yang merugikan (backwash effects)
mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) yang dalam hal ini
dapat menyebabkan ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan
di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga
mengakibakan kesenjangan antar daerah (Arsyad,Lincolin, 1999:129).
Adelman dan Moris berpendapat bahwa kesenjangan pendapatan di daerah
ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara,
sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain, faktor kebijakan
dan dimensi structural perlu diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonomi
(Kuncoro, Mudrajad, 1997:111).

3
Masalah utama dalam Peta Kemiskinan adalah bahwa variasi indeks kemiskinan
antar wilayah di Indonesia sangat besar; atau dinyatakan secara lain, terdapat kesenjangan
yang lebar antar wilayah di Indonesia. Ini berlaku pada semua unit administrasi yang mulai
dari propinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan. Demikian besarnya variasi atau
kesenjangan itu sehingga sebenarnya dapat misleading jika berbicara angka kemiskinan
rata-rata secara nasional, tanpa mempertimbangkan besarnya variasi itu.

3. Kesenjangan Antar Propinsi dan Antar Kabupaten/Kota

Peta Penduduk Miskin (BPS, 2004) menunjukkan bahwa persentase penduduk


miskin memiliki rentang antara 4,3% untuk DKI Jakarta dan 32,9% untuk Nusa Tenggara
Barat atau Sulawesi Tenggara. Kesenjangan angka itu jelas sangat lebar, terlalu lebar untuk
diabaikan oleh siapa pun yang memberikan perhatian pada isu kemiskinan serta memiliki
komitmen untuk menanggulanginya karena potensi implikasinya yang luas.

Kesenjangan antar kabupaten/kota jauh lebih lebar. Untuk kasus Jawa Timur,
misalnya, angka kemiskinan memiliki rentang antara 9% (Surabaya) dan 52% (Sampang)
(lihat Gambar 1). Gambar itu juga memperlihatkan bahwa “kantong kemiskinan” di
propinsi itu sebenarnya relatif menyebar dan tidak hanya terkonsentrasi di wilayah-wilayah
tertentu.

4
4. Kesenjangan Antar Kecamatan

Kesenjangan angka kemiskinan antar kecamatan jauh lebih lebar. Ambil contoh,
kasus Kabupaten Bangkalan sebagaimana diilustrasikan oleh Gambar 2. Pada gambar
itu tampak bahwa angka kemiskinan bervariasi dengan rentang antara sekitar 19%
untuk Kecamatan Kamal dan 75% untuk Kecamatan Kokop.

5
Kesenjangan angka kemiskinan tingkat kecamatan di Jawa Timur secara
keseluruhan memang agak “luar biasa” (lihat Gambar 3), jauh lebih serius dibandingkan
dua propinsi lainnya yang setara yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa
kecamatan di Propinsi Jawa Timur memiliki angka ekstrim bahkan secara statistik
dianggap pencilan (outlier) sebagaimana ditunjukkan oleh Diagram Kotak pada
Gambar 3. Diagram itu mengilustrasikan bagaimana Jawa Timur (dibandingkan dua
propinsi lainnya) memiliki angka kemiskinan paling tinggi (diukur dengan median,
ditandai oleh garis tengah kotak bitam), tetapi juga variasi yang paling besar (jarak
maksimum-minimum, ditandai rentang atas-bawah “lengan” diagram), bahkan memiliki
kasus pencilan paling banyak (lingkaran di atas batas atas “lengan” diagram).

Dari diskusi di atas dapat disimpukan bahwa angka kemiskinan sangat bervariasi dengan
kesenjangan antar wilayah yang sangat lebar.

6
5. Aksesbilitas Fasilitas Sosial Dasar

Tabel 1 menegaskan kesenjangan aksesibilitas (atau mungkin lebih tepat


kemampuan, affordability) penduduk dalam memanfatkan fasilitas sosial dasar
berdasarkan strata sosial ekonomi rumah tangga di tiga propinsi terpilih. Bagi
penduduk pada kelas paling bawah (20% terendah atau kuartil 5), persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan di Jawa Barat daerah perkotaan, misalnya, baru mencapai
sekitar 46,6%, jauh di bawah persentase bagi golongan paling atas. Tabel itu juga
memperlihatkan kesenjangan serupa antar tipe daerah. dan gender.

7
6. Kendala pengembangan Ekonomi Kerakyatan
Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan dengan Akselerasi Sektor Riil dan UMKM

a) UMKM perlu dikembangkan karena:


1. UMKM menyerap banyak tenaga kerja. Kedua, UMKM memegang peranan
penting dalam ekspor nonmigas, yang pada tahun 1990 mencapai US$ 1.031
juta atau menempati ranking kedua setelah ekspor dari kelompok aneka industri.
2. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang
menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar antara pemain kecil dan besar
dalam ekonomika Indonesia.
b) Masalah dasar yang dihadapi UMKM adalah:
1. Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
2. Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh
jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
3. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
4. Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi
pemasaran).
5. Iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan.
6. Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya
kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
c) Tantangan yang dihadapi UMKM dapat dibagi dalam dua kategori:
1. Bagi usaha mikro dengan omset kurang dari Rp 300 juta setahun umumnya
tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup
usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah
cukup.
2. Bagi usaha kecil dengan omset antara Rp 300 juta hingga Rp 2,5 milyar,
tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai
memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut.

8
d) Permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang
baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan;
2. Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk
memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena
kebanyakan UMKM mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit,
agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi;
3. Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar
semakin ketat;
4. Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh
perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah;
5. Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat
dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya
harga bahan baku;
e) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah
menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai
perusahaan tertentu, dan Tantangan UMKM selama krisis:
1. banyak barang pengganti;
2. Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.
3. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan
operasi.
4. Akses industri kecil terhadap lembaga kredit formal rendah.
5. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan
hukum.
6. Tren nilai ekspor menunjukkan betapa sangat berfluktuatif dan berubah-
ubahnya komoditas ekspor Indonesia selama periode 1999-2006.
7. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengadaan bahan baku adalah mahalnya
harga, terbatasnya ketersediaan, dan jarak yang relatif jauh.

9
8. Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah
tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja.
9. Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang
bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing
sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar
negeri.
f) Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat
diklasifikasikan dalam beberapa aspek utama berikut ini:

1. Aspek managerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omset/tingkat


utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan
pengembangan sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan


BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum
20%) dan kemudahan kredit (KUPEDES, Kredit Mini).

3. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK
(Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), yang didukung
oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).

4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha
Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

g. Strategi pemberdayaan UMKM sudah banyak dilakukakan, namun upaya


pembinaan usaha kecil sering tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri.
Perbedaan persepsi mengenai usaha kecil ini pada gilirannya menyebabkan
pembinaan usaha kecil masih terkotak-kotak atau sector oriented, di mana masing-
masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-
sendiri. Akibatnya terjadilah dua hal:

10
1. Ketidakefektifan arah pembinaan;
2. Tiadanya indikator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing instansi
pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah
mereka tetapkan sendiri.
h. Pengembangan UMKM ke depan.
1. Pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan
pendapatan asli daerah lebih diutamakan (terfokus) pada sektor dan subsektor
andalan, dengan tetap tidak mengesampingkan ekstensifikasi untuk menggali
sektor/subsektor lain untuk dijadikan andalan.
2. Untuk mengatasi kendala yang sering terjadi dalam perkembangan industri
kecil, sebaiknya perlu ditingkatkan adanya penyuluhan atau pelatihan bagi para
pengusaha ataupun pekerjanya, agar terjadi transfer teknologi dari teknologi
yang lebih modern. Pelatihan tersebut diutamakan pada bidang yang sesuai
dengan unit usaha yang menjadi andalan.
3. Perlunya pemerintah daerah mengupayakan pola kemitraan bagi industri kecil
dan rumah tangga agar lebih mampu untuk berkembang.
4. UMKM hendaknya lebih mengutamakan bahan baku lokal atau sumber daya
alam lokal untuk mengantisipasi dampak ketidakstabilan ekonomi.

B. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk
dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan
dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara

11
berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang
"miskin" .Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini
sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang
konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari
pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg
cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg
pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan
dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang
didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi
kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam
Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1]
Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah
garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga
mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Meskipun kemiskinan yang paling
parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap
region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang
berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin.

12
Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok
orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang
dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut
sebagai negara berkembang.

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

a. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
b. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
c. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
d. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
e. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia)
misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu,
orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati
atas garis kemiskinan.

Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:

a. Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini
telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
b. Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan
untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman,
pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
c. Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada
orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang

13
dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau
orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti
kebutuhan akan perawatan kesehatan.

C. Pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau
seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya
GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak
orang. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang
disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja
dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak
mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju
suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya

14
manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.

Macam-macam pengangguran :

1. Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi


kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur.
Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang
menanti musim durian.

2. Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik


turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada
penawaran kerja.Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya.
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan
adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam
persen.Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi
pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan
efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara.Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah
"pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan
dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

15
D. Krisis Moneter 

Krisis moneter Indonesia disebabkan oleh dan berawal dari kebijakan


Pemerintah Thailand di bulan Juli 1997 untuk mengambangkan mata uang Thailand
“Bath” terhadap Dollar US. Selama itu mata uang Bath dan Dollar US dikaitkan satu
sama lain dengan suatu kurs yang tetap. Devaluasi mendadak dari “Bath” ini
menimbulkan tekanan terhadap mata-mata uang Negara ASEAN dan menjalarlah
tekanan devaluasi di wilayah ini.

Indonesia, yang mengikuti sistim mengambang terkendali, pada awalnya


bertahan dengan memperluas “band” pengendalian/intervensi, namun di medio bulan
Agustus 1997 itu terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui sistim “band”
tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah
telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli 1998 dalam
setahun, Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti oleh kemerosotan IHSG di
pasar modal Jakarta  dengan besaran sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam
perkembangan selanjutnya dan selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling
lama mengalami depresi ekonomi.  Di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia
merosot menjadi –13,7% dari pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997).
Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.

Selama ini kita telah bicara banyak mengenai Ekonomi Rakyat dan Ekonomi
Kerakyatan. Apa itu?  Ekonomi Rakyat mempunyai dua aspek integral. Aspek orientasi
kepada kepentingan rakyat banyak dan aspek rakyat sebagai Subyek dalam Ekonomi
Negara.  Dalam hal Ekonomi Kerakyatan maka jelas orientasinya pada kepentingan
ekonomi Rakyat banyak, namun tidak selamanya rakyat harus menjadi Subyek
Ekonomi. Dalam hal Ekonomi Rakyat, maka baik orientasi pada kepentingan dalam
ekonomi, maupun Subyek dalam ekonomi adalah rakyat. Hanya seperti telah diuraikan
itu, perlu diingat, bahwa kalaupun Rakyat sudah menjadi Subyek Ekonomi, maka tidak

16
dengan sendirinya kesejahteraan Nasional tercapai. Sebab kesejahteraan Nasional
bukanlah somasi/jumlah dari kepentingan masing-masing rakyat. Diperlukan suatu
Institusi yang mengarahkan kepada kepentingan rakyat dan kesejahteraan Nasional.
Diharapkan bahwa Institusi yang demikian itu adalah antara lain Pemerintah dan
Parlemen.

Masalah ini perlu ditekankan melihat pengalaman-pengalaman dari usaha-usaha


rakyat kecil di kota-kota yang lazim dinamakan Kaki Lima yang dikejar-kejar itu.
Mereka dianggap sebagai “underground economics”, pengganggu ketertiban umum,
sebagai usaha yang “inferior”. (Sementara menurut suatu penelitian, mereka sehari
dapat memperoleh antara Rp. 10.000 - Rp. 20.000, melebihi pendapatan orang yang
sama di sektor formal). Dilupakan bahwa mereka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Disitulah letak fungsi ekonomi mereka. Mereka perlu dibimbing, diberi pendidikan,
penjelasan-penjelasan dan insentip-insentip.  Mereka perlu diberi pengertian bahwa
untuk berusaha secara berkelanjutan diperlukan tertib usaha. Untuk menjamin tertib
usaha, mereka tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan harus tunduk pada
peraturan (hukum) umum!  Pengertian yang diperlukan, bukan penggusuran!

Pemberdayaan ekonomi Rakyat dewasa ini diperlukan pula untuk membina


kader-kader Pelaku Ekonomi Generasi baru menggantikan Generasi Pelaku Ekonomi
yang sudah tumbang ini. Mereka sendiri tadinya juga berasal dari usaha ekonomi
rakyat, usaha/pedagang kecil dan menengah. Namun suatu Generasi Pelaku Ekonomi
Nasional yang bersih, tidak dimanjakan dengan subsidi, proteksi dan fasilitas, apalagi
dengan KKN, tangguh mental dan professional dalam berusaha.

E. Utang Luar Negeri

Utang luar negeri, sudah berperan sebagai faktor, yang mengganggu APBN.
Bahkan faktor gangguan yang berasal dari utang luar negeri tersebut sudah
menampakkan signal negatif pada pertengahan 1980-an ketika terjadi transfer negatif.

17
Utang pokok dan bunga yang dibayar kepada negara donor dan kreditor ketika itu sudah
lebih besar dari utang yang diterima oleh pemerintah.

Dalam rangka menyelamatkan APBN, maka pemerintah bersama DPR harus


mengambil keputusan-keputusan yang penting. Keputusan tersebut perlu dilakukan
berdasarkan kepentingan maayarakat luas, termasuk di dalamnya hak ekonomi rakyat.

Keputusan pertama dan utama adalah pernyataan politik secara formal


bahwa anggaran sudah gawat dan telah melanggar batas-batas hak ekonomi rakyat atas
anggaran yang terkuras untuk membayarnya. Utang yang dibuat oleh regim yang korup
di masa lalu tidak bisa dibayar begitu saja. Rakyat harus dibela hak-haknya untuk
mendapatkan kucuran anggaran pembangunan yang layak.

Keputusan kedua adalah menetapkan pengurangan pembayaran utang


setidaknya separuh dari yang diajukan pemerintah dari hampir 70 trilyun rupiah (cicilan
pokok 41,5 trilyun rupiah, cicilan bunga 27,4 trilyun rupiah) menjadi 30 trilyun rupiah.
Keputusan ini diminta untuk dilanjutkan oleh pemerintah dengan diplomasi ekonomi
kepada negara kreditor, dengan menyampaikan aspirasi rakyat, yang disalurkan oleh
DPR.

Keputusan ketiga, meminta pemerintah (tim ekonomi) secara kreatif untuk


mengurangi pembayaran utang melalui berbagai kombinasi kebijakan (diplomasi
ekonomi), yakni : Diplomasi penjadwalan ulang dengan kreditor, Mengusulkan skema-
skema “Debt equity swap” (untuk lingkungan, program kemiskinan, kemanusiaan,
dll), Mengajukan pemotongan utang (karena Indonesia tanpa Jakarta sudah miskin
berat).

Keputusan keempat, panitia anggaran mengalokasikannya untuk keperluan-


keperluan yang sangat penting bagi pembangunan masyarakat. Dengan demikian, maka
anggaran pembangunan langsung bisa ditingkatkan lebih besar lagi, termasuk
mengurangi defisit.

18
Jika tim ekonomi tidak mampu, maka DPR dan partai-partai memikir ulang
posisi eksekutif, yang bertanggung jawab terhadap bidang ekonomi dan fiskal ini.
Sebaiknya diminta orang-orang yang berkemampuan politik dan diplomasi ekonomi
yang baik, dalam rangka keberpihakkan kepada rakyat.

Peningkatan pajak sulit bermanfaat jika harus dimasukkan pada APBN yang
bocor. Rasio pajak terhadap PDB juga telah meningkat, sampai 13 persen, tetapi hanya
tersisa sangat sedikit untuk pembangunan langsung. Masyarakat kehilangan haknya atas
anggaran publik sehigga akses terhadap program kesehatan, pendidikan, pangan dan
infrastruktur sosial lainnya berkurang sangat drastis.

Peningkatan deviden BUMN untuk APBN sama saja. Sumbangan trilyunan


rupiah untuk APBN terkuras untuk membayar utang luar negeri, yang jumlahnya tidak
kurang dari 70 trilyun (cicilan pokok dan bunga). Jumlah ini sudah memperhitungkan
kemungkinan penjadwalan utang. Jika angka penjadwalan diperhitungkan, maka beban
utang luar negeri yang jatuh tempo pada tahun diperkirakan mencapai 100 trilyun.
Belum lagi beban utang domestik dan pengeluaran rutin lainnya, yang tidak bisa
dihindari. Jadi, kunci persoalan adalah beban utang luar negeri, yang telah melampaui
batas kemampuan suatu negara untuk melayaninya. Bahkan jumlah beban pembayaran
utang tersebut telah memasung hak ekonomi masyarakat luas atas anggaran publiknya.

F. Globalisasi

Dampak globalisasi yang tidak bisa terbendung oleh setiap negara ini
membawa dampak positif dan negatif. Bagi negara-negara berkembang seperti
Indonesia bahwa kehadiran globalisasi di Indonesia membawa dampak yang negatif
bagi sistem ekonomi kita, tetapi kita harus belajar dari Cina dan India dimana yang
mana kehadiran globalisasi ini membawa dampak yang positif bagi sistem ekonomi
mereka dan ini termuat dalam buku “The Collapse of Globalism” karangan John
Ralston Saul mengatakan bahwa kedatangan globalisasi disambut dengan baik tetapi
tidak serta merta mengikuti aturan main, prinsip dan sistem globalisasi mereka sendiri

19
tetapi kemudian kepentingan nasional harus berjalan searah dengan kepentingan
globalisasi sehingga terjaadi ketimpangan dalam sektor ekonomi. Pemerintah cina
selalu melakukan kontrol keuangan dan asset-aset industri sehingga asset industri
tersebut tidak mudah di privatisasi oleh kepentingan luar.

Cina dan India merupakan salah contoh negara yang bisa mengkombinasikan
kepentingan negara dan kepentingan globalisasi sehingga proteksi yang dilakukan
oleh pemerintah dalam mengontrol aset domestik bisa terealisasi dan regulasi ini yang
tidak berjalan di Indonesia sehingga banyak aset-aset domestik banyak yang telah di
privatisasi. Dalam buku “Globalisasi adalah Mitos” karangan Paul Hirst dan Grahame
Thompson mengatakan bahwa globalisasi merupakan sistem yang gagal yang mana
secara teoritis kekuatan mekanisme pasar mempunyai kelemahan yang sangat
mendasar (weaknesses) pertama institusi pasar tanpa kehadiran institusi negara dapat
menimbulkan ekternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan alam akibat kegiatan
ekonomi, kedua institusi pasar tidak dapat mengakomodasi moral karena pelaku-
pelakunya hanya berorientasikan kepentingan ekonomi.

G. Kendala Perkembangan Ekonomi Kerakyatan

Pembangunan ekonomi kerakyatan akan difokuskan kepada pemberdayaan


petani terutama di pedesaan, nelayan, perajin; dan pengusaha industri kecil. untuk
mendorong pertumbuhan yang lebih adil dan merata, pemerintah perlu menggenjot
pembangunan infrastruktur di daerah dan keberpihakan terhadap usaha mikro dan kecil.
Problematika yang dihadapi dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan
ekonomi rakyat pada dasarnya dapat dikategorikan pada dua hal yaitu cultural dan
structural.
Pada umumnya kegiatan ekonomi rakyat berada di pedesaan, atau pinggiran
kota dan para pelakunya berpendidikan tidak tinggi keadaan geografis dan tingkat

20
pendidikan tidak tinggi. Keadaan geografis dan tingkat ekonomi rakyat yang
menghadapi persoalan yang berdimensi cultural antara lain :
1. Problematika Kultural
a. Konflik antara kultur industrial dan kultur agraris
Kehidupan industri kecil di pedesaan mencerminkan adanya konlik cultural,
yaitu konflik antara kultur agraris yang muncul dari keadaan geografis pedesaan
dengan kulturimdustri yang dibawa oleh sifat usaha yang bersifat industrial.
Konflik ini muncu antaralain dalam hal memangdang waktu, uang, da makna
kehidupan manusia. Waktu dalam kultur agraris lebih bersifat siklus, sementara
dalam kultur industry lebih bersifat linier. Sedangkan uang dalam kultur agraris
lebih bersifat siklus, sementara dalam kultur agraris lebih penting dari pada
kemajuan dan angka-angka pertumbuhan yang menjadi ukuran bagi kultur
industri
Dalam konsep pengambangan ekonomi rakyat, perlu dicari bentuk-bentuk
sintetik yang memungkinkan terjadinya perubahan kualitatif dan kuantitatif
secara gradual dan berkelanjutan, sehingga ekonomi rakyat dapat menjadi basis
memenagkan persangan ekonomi global, yang menuntut kualifikasi standart
industry yang modern, yang berbasis pada akurasi tehnik, ketepatan waktu, serta
harga yang rasional.
b. Etos kerja
Etos kerja pada dasarnya diturunkan oleh situasi kultur yang terjadi dalam
kehidupan ekonomi rakyat, berpengaruh dalam membentuk suatu etos kerja.
Etos kerja sebaga rajutan nilai-nilai yang membentuk kepribadian seseorang
dalam bekerja , akan sangat dipengaruhi oleh insensitas adanya konflik,
sehingga berpengaruh pula dalam mengembangkan kerjasama bisnis, yaitu
antara pelaku ekonomi rakyat (usaha skala kecil)dengan pelaku industry maju
(usaha skala besar), terutama keika keduanya hendak manjalin kerja bisnis.

21
2. Problematika Struktural
a. Permodalan
Sumber modak ekonomi rakyat kebanyakan berasal dari modal sendiri atau
berasal dari kalangan terdekat misalnya kerabat. Untuk menjangkau sumber
modal dari lembaga financial formal, ternyata masih masih banyak kendala yang
dihadapi ekonomi rakyat, misalnya ketersediaan angunan lembaga usaha
ekonomi rakyat yang tidak dapat dibaca oleh format lembaga keuangan sampai
dengan masalah lain yang non administrative, seperti lokasi yang relative jauh
khususnya untuk ekonomi rakyat yang berada di pedesaan samapai dengan
hambatan psikologis akibat keterkaitan yang diciptakan melalui hubungan
perutangan. Melihat kondisi permodalan seperti ini tidak aneh bila secara umum
kegiatan usaha mereka hanya berorientasi sebagai upaya-upaya untuk bertahan
hidup.
b. Manajemen usaha
Manajemen usaha lebih banyak diwarnai oleh hubungan kepercayaan dan
kekerabatan. Hal ini tidak begitu aneh bila dilihat secara umum usaha ekora
berada dalam skala keluarga. Ini pulalah yang menyebabkan ekora tidak banyak
memiliki format manajemen dan administrasi yang baku. Perhitungan nilai input
dan outputnya sederhana dan kerap bercampur baur dengan manajemen rumah
tangga. Dikaitkan dengan jumlah modal yang terbatas dan pola manajemen
seperti diatas, banayk ditemui perencanaan usaha ekora yang hanya berjangka
pendek, belum tersusun orientasi untuk waktu yang panjang.

c. Teknologi
Penggunaan teknologi yang tradisional/manual menyebabkan output produksi
ekora inferior dibandingkan dengan produk manufaktur. Penggunaan teknologi
seperti ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kesulitan memperoleh
tenaga terampil yang mampu menguasai dan mengambangkan teknologi-

22
teknologi baru serta ketidakmampuan menyediakan mesin-mesin untuk
produksi, terutama karena harganya yang relative mahal. Hal tersebut diatas
menjadi salah satu sebab pangsa pasar ekora terbatas pada kelompok masyarakat
kecil dan menyediakannya sulit bersaing dengan produk manufaktur dalam
negeri maupun luar negeri.
d. Cakupan pasar
Pada umumnya usaha kecil berorientasi untuk pasar domestic dengan sasaran
kelompok masyarakat yang kelas bawah. Upaya ekora untuk mencapai pangasa
pasar yang lebih luas, sering terganjal oleh beberapa kondisi yang
menyebabkan sulitnya atau terhambatnya upaya ini. Kondisi yang dimaksud
antara lain monopoli atau kenyataan bahwa untuk mencapai pasar yang lebih
luas tadi, biasanya harus melalui actor atau usaha lain yang memang lebih besar.
e. Orientasi usaha
Masih berkisar pada umumnya upaya memenuhi batas subsitensi atau jika tada
sedikit diatas batas itu. Pada umumnya mereka belum berorientasi pada profit.
Orientasi usaha seperti ini dapat diamati dari kegiatan akumilasi modal yang
rendah, perencanaan jangka pendek, dari kualitas output produksi yang sulit
beranjak dari yang sudah dihasilkan saat ini.
f. Actor Ekora
Actor yang terlibat dalam usaha ekora bisa dilihat dari siapa pemilik usaha sdan
siapa yang bekerja untuk usaha tersebut. Pemilik usaha ekora kebanyakan
adalah rakyat miskin (dan banyak diantaranya orang setempat). Orang-orang
yang berada pada level “manajemen” usaha biasanya masih berasal dari rumah
tangga atau kerabat terdekat.
g. Jaringan Usaha
Jaringan usaha ekora relative sempit. Mereka hanya berhubungan dengan sedikit
orang, baik disektor penyediaan input maupun disektor output. Bahkan tidak
jarang ditemukan ekora berhadapan dengan arus yang sama disektor input dan

23
output. Inilah salah satu penyebab mengapa posisi tawar ekora menjadi sangat
lemah. Ada pendapat yang lebih keras lagi menyatakan bahwa berkaitan dengan
perluasan pasar, ekora hanya bisa mencapai pasar yang luas, jika mereka mau
masuk jaringan yang sudah dibuat oleh usaha besar atau menengah.
h. Unsur kolektivitas
Unsur kolektivitas tidak menjadi salah satu ciri utama ekora, karena kolektifitas
hamper selalu ada pada semua skala. Namunn demikian dari segi strategi,
fungsi, kolektivitas tersebut ternyata ada pada berbagai kelompok usaha. Bagi
kelompok usaga besar kolektivitas dipandang saebgai upaya menyelamatkan
modal. Bagi ekora diarahkan untuk survive. Sementara usaha kelompok usaha
menengan lebih dimaksudkan untuk konsilidasi.
i. Intervensi Pemerintah
Beberapa kasus yang dimunculkan menunjukan betapa sulinya membuat
kebijakan yang seragam untuk ekora, karena ternyata ada beberapa perilaku
ekora yang menyatakan bahwa intervensi pemerintah justru membuat ekora
menjadi makin marginal. Misalnya dalam usaha ecotourism, intevensi
pemerintah malah membuka lebar jalan bagi usaha besar untuk mencaplok
usaha kecil. Dalam hal ini intervensi pemerintah tidak dikehendaki. Namum
pelaku ekora lain melihat bahwa usahanya tidak mampu berkembang justru
karena tidak adanya intervensi dari pemerintah. Contoh, usaha kertas rakyat
menjadi hancur karena industry hulunya dikuasai oleh pengusaha besar.
Seharusnya dalam kasus seperti ini pemerintah turun tangan untuk
membubarkan monopoli.
Berdasarkan pengalaman pelaku ekora yang sebagian menghendaki
intervensi pemerintah dan sebagian lagi justru menolaknya, untuk sementara bahwa
agar menguntungkan semua pihak intervensi ini harus lebih diarahkan pada
penyediaan fasilitas-fasilitas (infrastruktur) usaha dengan menciptakan iklim berusaha
yang sehat.

24
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang
kapan seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative
action policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. 
Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan
process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha
kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat.  Isu ini perlu
mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar
UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini
sebagai free-rider.  Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses
phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong
keberhasilan program ekonomi kerakyatan.  Kita semua masih mengarahkan seluruh
energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi
sesuai dengan tuntutan TAP MPR. 

H. Kondisi Obyektif Pemerintah

a. Pemerintah Indonesia pada tahun 1967 (dengan diundangkannya UU-PMA) telah


terperangkap oleh ideologi neo-liberal (kedaulatan pasar bebas), sehingga lupa
berpikir sejarah masa lampau tentang kolonialisme.

b. Pemerintah kurang sadar bahwa sistem neo-liberal (kedaulatan pasar bebas) selalu
bermuara krisis ekonomi

c. Pemerintah kurang waspada bahwa sistem ekonomi pasar bebas itu hakikatnya
adalah penghisapan bangsa atas bangsa.

d. Pemerintah kurang mempelajari ide para pemikir ekonomi kerakyatan dan ide
para kritikus ekonomi neo-liberal seperti ide Mahatir Muhammad dan Robert
Mugabe.

25
e. Pemerintah kurang waspada terhadap dampak perkembangan liberalisme-
kapitalisme
sejak tahun 1800-an sampai sekarang.

f. Pemerintah kurang perhatian terhadap sistem ekonomi China (Sosialisme Pasar).

g. Pemerintah harus melaksanakan pasal 33 UUD 1945

Berdasarkan kekurangan-kekurangan di atas, seharusnya pemerintah harus


menaruh perhatian yang serius antara lain:

Pemerintah kurang sungguh-sungguh melaksanakan pasal 33 UUD 1945.

a. Pemerintah harus melepaskan diri dari perangkap ekonomi neo-liberal dengan


cara mengembangkan ekonomi kerakyatan.

b. Pemerintah harus kritis terhadap ide neo-liberal

c. Pemerintah harus berani menolak ideology neo-liberal dan harus berani


melaksnakan ekonomi mandiri, dimana kapital, ilmu, teknologi, dan tenaga ahli
harus dilahirkan dari kekuatan pemerintah harus menghargai ide pakar ekonomi
kerakyatan yang lahir dari faktor internal bangsa Indonesia sendiri.

d. Hakikatnya ide ekonomi indonesia adalah ide kebangsaan, ide kerakyatan,


kemerdekaan, dan ide demokrasi. Negara yang dibangun ini adalah negara
pengurus, yaitu Negara yang membela anak-anak negeri dan negara yang
menghormati hak-hak asasi manusia. Krisis ekonomi saat ini adalah krisis sistem,
oleh karena itu dalam pemulihan ekonomi perlu dilakukan pembangunan sistem
yaitu membangun sistem ekonomi kerakyatan berdasar pasal 33 UUD 1945.

26
e. Sistem ekonomi kolonial telah membuktikan bahwa kaum kolonial telah
menjadikan negara jajahan sebagai pemasok bahan baku, pasar hasil industri
kaum kolonial, dan sebagai lahan investasi. Kita harus berjuang untuk mengkikis
habis system ekonomi kolonial.

f. Rakyat harus dimartabatkan kembali karena rakyat yang menentukan


kemerdekaan negara ini. Merekalah yang memberi makan kepada para pejuang
kemerdekaan, bukan konglomerat. Namun setelah merdeka 55 tahun kaum
konglomerat menikmati hasil kemerdekaan, sedangkan rakyat tetap melarat.

g. Marilah kita bangun kesadaran berbangsa dan bernegara. Nation dan character
building sangat perlu bagi demokrasi politik dan demokarsi ekonomi, dan Negara
ini harus dijalankan oleh orang-orang yang bermoral kerakyatan. Marilah kita
hidup seperti rakyat, membela kepentingan rakyat, mengerti pikiran rakyat, dan
menghayati perasaan rakyat.

I. Cara Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan

a. Dalam bidang moneter pemerintah harus menjamin kemudahan akses modal bagi
kelompok usaha kecil dan menengah melalui perolehan dana pinjaman dari Bank.
Kebijakan ini diwujudkan bukan dengan cara mensubsidi tingkat suku bunga kredit,
melainkan dengan cara memberikan jaminan atau garansi kepada bank yang
diberikan oleh pemerintah.
b. Dalam bidang fiskal, upaya pemerintah untuk mendorong produktivitas kelompok
usaha kecil dan menengah dilakukan dengan cara mengalokasikan anggaran belanja
negara untuk penjaminan kredit unit produksi rakyat. Selain itu, pemerintah juga
memberikan keringanan pajak bagi kelompok usaha kecil dan menengah yang ingin
bergabung dalam unit produksi rakyat.

27
c. Untuk kebijakan di sektor riil, bidang-bidang kebijakan yang harus dibuat oleh
pemerintah meliputi kebijakan dalam bidang upah, kebijakan dalam bidang
pertanian, kebijakan perdagangan dan kebijakan kehutanan dan pertambangan.
d. Dalam bidang pengupahan, pemerintah harus menjamin kualitas tenaga kerja dan
sekaligus membuka lapangan kerja baru.
e. Disektor pertanian, kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah dengan melakukan
merger (penggabungan) antar unit usaha pertanian guna membangun kekuatan
melawan monopoli yang ada di pasar input dan monopsoni di pasar output.
f. Dibidang perdagangan, pemerintah harus melakukan peninjauan terhadap struktur
pemilikan saham di distributor dan retail besar. Intinya adalah, sebanyak banyaknya
warga negara harus memiliki saham disektor perdagangan. Bentuknya adalah,
retail-rertail kecil harus membentuk koperasi. Melalui koperasi ini, retail-retail kecil
memiliki saham di retail besar dan di distributor.
g. Dalam bidang kehutanan dan pertambangan, pemerintah tidak harus ”mengusir”
pelaku usaha swasta dari pengelolaan sumber daya alam. Yang dilakukan oleh
pemerintah dalam hal ini adalah melibatkan partisipasi dan kerjasama masyarakat
lokal dengan perusahaan swasta dalam rangka pengelolaan sumber daya alam
tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://www.syarikat.org/content/manifes-ekonomi-pasar-rakyat)

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran

, http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

http://www.syarikat.org/content/manifes-ekonomi-pasar-rakyat

29
30

You might also like