You are on page 1of 15

DASAR PENYUSUNAN PAKAN UNGGAS

Oleh: Surisdiarto
Fakultas Peternakan Unibraw

Makalah disampaikan pada “Pelatihan Tentang Reorientasi Formulator Pakan Ternak


Dan Penggunaan Jaringan Database Untuk Formulasi Ransum” yang dilaksanakan oleh
Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur tgl. 11-16 Agustus 2003

PENDAHULUAN
Dalam setiap usaha peternakan, termasuk usaha peternakan unggas, maka
tujuan utamanya adalah mencari keuntungan material. Jika output lebih besar
dari input yang diberikan maka usaha peternakan tersebut dapat dikatakan
untung. Output dalam usaha peternakan dapat berupa material seperti daging
dan telur misalnya pada peternakan ayam pedaging dan petelur, tetapi dapat
juga berupa imaterial seperti suara (kicau) misalnya pada peternakan burung
berkicau. Output juga bisa berupa output biologis misalnya pertambahan bobot
badan dan tingkat produksi telur, tetapi juga dapat berupa output ekonomis
yaitu berupa uang/keuntungan. Pencapaian target biologis yang maksimal tidak
selalu diikuti dengan pencapaian target ekonomis, karena dipengaruhi oleh
harga output dan harga input. Salah satu input dalam usaha peternakan yang
sangat berpengaruh pada pencapaian target biologis adalah makanan. Telah
umum diketahui dalam bidang nutrisi ternak bahwa output (produksi) adalah
fungsi dari input (makanan), secara sederhana artinya produksi akan
bertambah sampai batas tertentu sesuai dengan penambahan makanan. Oleh
karena itu untuk mencapai target biologis yang maksimal, sesuai dengan
potensi genetis, maka faktor makanan baik kualitas maupun kuantitas harus
benar-benar mendapat perhatian. Makalah ini secara singkat akan
menguraikan tentang dasar penyusunan pakan untuk ternak ayam yang
meliputi bahan pakan, cara menentukan kebutuhan zat makanan, dan dasar
penyusunan pakan.

1. BAHAN PAKAN
Seorang nutrisionis, Philip Crosby, menyatakan bahwa pakan yang berkualitas
baik tidak dapat dibuat dari bahan pakan yang berkualitas jelek tetapi bahan
pakan yang berkualitas baik tidak menjamin bahwa pakan yang dibuat
mempunyai kualitas yang baik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka
pengetahuan tentang bahan pakan harus benar-benar dipahami oleh setiap
individu yang akan membuat formulasi pakan. Dari sisi bahan pakan maka
kualitas ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: faktor kimiawi, faktor
biologis, dan faktor organoleptik. Faktor kimiawi antara lain kandungan
proksimat (yaitu kandungan protein, kandungan lemak, kandungan serat
kasar, kandungan abu, kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen, dan
kandungan bahan kering), kandungan asam amino, kandungan mineral, dan
kandungan vitamin. Faktor biologis meliputi digestibility dan availability zat
makanan (protein, asam amino dll.) dan kandungan energi metabolis.
Sedangkan faktor organoleptik meliputi bentuk, bau, warna dan rasa. Dari
uraian tersebut sangat mudah dipahami bahwa mengetahui salah satu
kandungan zat makanan saja, misalnya hanya tahu kandungan proteinnya saja,
maka mustahil untuk dapat menyusun pakan yang berkualitas baik. Demikian
juga perlu diketahui bahwa bahan pakan yang secara kimiawi mengandung
protein tinggi, misalnya tepung darah (80%), belum tentu baik kalau tidak
diketahui digestibilitynya (daya cernanya). Lebih dalam lagi perlu diketahui
bahwa bahan pakan yang mempunyai daya cerna tinggi juga belum tentu baik
kalau availabilitynya (ketersediaan zat makanannya) tidak baik.
Sebagaimana diketahui bahan pakan digolongkan menjadi bahan sumber
protein, bahan sumber energi, bahan sumber mineral (dan vitamin), dan bahan
pakan tambahan (feed additive). Dalam pakan ayam maka porsi bahan tersebut
dalam suatu formula pakan kira-kira sbb.: bahan sumber protein 10-30%, bahan
sumber energi 60-75%, bahan sumber mineral (dan vitamin) 1-7%, dan feed
additive 0-3%. Porsi tersebut masih tergantung dari jenis bahan pakan yang
digunakan. Karena sifat kiwiawi dan sifat fisik yang dimiliki oleh masing-masing
jenis bahan pakan maka dalam formula pakan tidak semua jenis bahan pakan
dapat digunakan sampai 100%. Hal ini misalnya disebabkan karena adanya
kandungan zat anti nutrisi seperti pada biji kedele yang mengandung protease
inhibitor yaitu zat yang menghambat kerja ensim protease dalam pencernaan
protein. Oleh karena itu untuk kepentingan penyusunan formula pakan maka
batasan-batasan penggunaan bahan pakan dalam pakan juga perlu untuk
diketahui, terlebih jika penyusunan formula pakan menggunakan alat bantu
program komputer. Dalam tabel berikut disajikan batasan penggunaan dari
bahan pakan yang umumnya digunakan untuk menyusun pakan di Indonesia.

2
Tabel 1. Batasan penggunaan bahan pakan dalam ransum

Batasan penggunaan (%)


No Jenis bahan
Broiler Layer
1 Jagung 100,00 100,00
2 Sorghum 40,00 40,00
3 Molasses 1,00 2,00
4 Bekatul 10,00 10,00
5 Bungkil kacang 10,00 10,00
6 Corn gluten 8,00 5,00
7 Bungkil kedele 100,00 100,00
8 Tepung darah 2,00 2,00
9 Tepung daging tulang 5,00 5,00
10 Tepung ikan 10,00 8,00
11 Tallow 7,00 5,00
12 Kalsium karbonat (kapur mati) 100,00 100,00
13 Tepung tulang 100,00 100,00

Para formulator pakan ternak diharapkan benar-benar memahami dan


menguasai pengetahuan tentang bahan pakan, sehingga dapat memilih bahan
pakan yang baik untuk menghasilkan pakan yang berkualitas baik. Penyebab
utama kegagalan dalam menyusun formula pakan adalah informasi yang tidak
benar mengenai data kimiawi, biologis, dan organoleptik dari bahan pakan yang
digunakan. Contoh informasi yang tidak benar adalah menggunakan data tabel
bahan pakan untuk menentukan kandungan zat makanan dalam bahan pakan.
Dengan kata lain untuk mendapatkan informasi yang benar tentang data
kimiawi, biologis, dan organoleptik maka harus dilakukan analisis laboratorium.
Sayangnya sampai saat ini di Indonesia belum ada tabel kandungan zat
makanan untuk bahan pakan. Oleh karena itu ada baiknya jika Direktorat
Jenderal Peternakan atau Dinas Peternakan dapat menjalin kerjasama dengan
pihak Perguruan Tinggi untuk membangun data base bahan baku pakan di
Indonesia.

2. MENENTUKAN KEBUTUHAN ZAT MAKANAN


Disamping pengetahuan tentang bahan pakan maka pengetahuan tentang
kebutuhan zat makanan dan cara menentukan kebutuhan zat makanan penting
untuk diketahui agar dapat menyusun pakan sesuai dengan kebutuhan ternak
pada berbagai fase produksi. Pada ternak ayam kebutuhan zat makanan

3
dipergunakan untuk hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kalau zat
makanan yang diberikan hanya cukup untuk hidup pokok, maka ternak hanya
bertahan untuk hidup tanpa ada perkembangan. Tetapi jika zat makanan yang
diberikan cukup untuk hidup pokok dan produksi maka ternak akan tumbuh dan
menghasilkan produk. Oleh karena itu perlu diketahui cara menentukan
kebutuhan zat makanan untuk ternak.
Kebutuhan zat makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor
ternak dan faktor lingkungan. Faktor ternak meliputi jenis ternak, jenis kelamin,
umur, fase pertumbuhan dan produksi, berat badan, dan juga perkembangan
bulu. Sedangkan faktor lingkungan mencakup suhu udara, kelembaban udara,
dan kecepatan angin. Kebutuhan zat makanan untuk galur ayam yang satu
berbeda dengan galur ayam yang lain, hal ini disebabkan karena faktor
keturunan (genetis). Ayam jantan kebutuhan zat makanannya lebih tinggi dari
ayam betina. Ayam yang lebih tua kebutuhan zat makanannya per satuan bobot
badan lebih rendah daripada ayam muda, tetapi karena berat badannya lebih
tinggi maka total kebutuhan zat makanannya lebih besar. Ayam betina yang
sedang berproduksi kebutuhan zat makanannya lebih tinggi daripada ayam
yang tidak sedang berproduksi. Bulu ayam merupakan isolasi tubuh, ayam
yang bulunya tumbuh tidak sempurna maka kehilangan panas tubuh akan lebih
besar sehingga kebutuhan energinya lebih tinggi daripada ayam yang
pertumbuhan bulunya sempurna. Suhu udara yang sangat tinggi atau rendah
akan mengurangi kebutuhan energi karena ayam meningkatkan laju
metabolismenya untuk menjaga stabilitas panas tubuhnya. Kelembaban udara
yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi akan menyebabkan ayam kesulitan
untuk membuang panas secara evaporasi sehingga kebutuhan energinya
menurun. Kecepatan angin yang tinggi akan membantu membuang panas
tubuh sehingga ayam memerlukan energi yang lebih tinggi. Dari uraian tersebut
terlihat bahwa kebutuhan zat makanan bagi ayam akan berubah-ubah sesuai
dengan tingkat produksi maupun keadaan lingkungan. Dalam makalah ini
hanya dikemukakan cara menentukan kebutuhan energi dan protein, karena
keduanya sangat penting dalam menentukan produktivitas ayam.

4
2.1. Kebutuhan zat makanan untuk broiler
2.1.1. Kebutuhan energi metabolis

Untuk ayam pedaging maka produk yang dihasilkan adalah daging atau dengan
kata lain pertumbuhan. Diatas telah disampaikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan energi untuk ayam. Pada ayam pedaging maka
kebutuhan energi dipengaruhi oleh:
♦ Berat badan
♦ Pertambahan bobot badan
♦ Suhu lingkungan
Sampai saat ini ada beberapa rumus untuk menghitung kebutuhan energi pada
ayam pedaging. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa rumus dibawah ini
paling sesuai untuk menentukan kebutuhan energi pada ayam pedaging di
beberapa tempat di Indonesia.

E = 6,78W0,653 {1 + (0,0125 x (21-T)} + 13,1G, dimana


1. E = kebutuhan energi per ekor per hari dalam satuan kJ
2. W= berat badan awal dalam gram
3. T = suhu lingkungan dalam derajat Celsius
4. G = pertambahan bobot badan per ekor per hari dalam gram
Sebagai contoh: ayam pedaging pada minggu pertama dengan berat badan
awal 39 gram dan pada akhir minggu berat badannya mencapai 130 gram.
Dipelihara pada daerah dengan suhu lingkungan 20oC. Maka kebutuhan
energinya adalah:
G = (130 – 39) : 7 = 13 gram/ekor/hari
E = 6,78 x 400,653 { 1 + 0,0125(21-20)} + 13,1(13)
E = 6,78 x 11,12 { 1 + 0,0125} + 170,3
E = 246,63 kJ/ekor/hari (= 58,79 kkal/ekor/hari)
Jika ayam pedaging tersebut diberi pakan yang mengandung energi metabolis
sebesar 3200 kkal/kg maka kebutuhan/konsumsi pakan per hari per ekor
adalah sebesar: 58,79/3200 x 1000 = 18,37 gram. Jumlah konsumsi pakan ini
akan berubah naik atau turun jika kandungan energi metabolis dalam pakan
diturunkan atau dinaikkan, sejauh kapasitas maksimum tembolok belum
terlampaui.

5
2.1.2. Kebutuhan protein untuk broiler
Untuk ayam pedaging maka protein dibutuhkan untuk 3 hal pokok yaitu: untuk
hidup pokok, untuk pertumbuhan bulu, dan untuk pertumbuhan (daging).
Pertumbuhan bulu ayam, menurut penelitian, adalah rata-rata sebesar 4-7%
dari berat badan. Protein yang terdapat dalam pakan tidak semuanya dapat
digunakan untuk proses metabolisme tubuh dan dari penelitian maka rata-rata
efisiensi penggunaan protein pada ayam pedaging hanya sebesar 61%. Maka
ada beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan
protein pada ayam pedaging. Salah satu rumus adalah sebagai berikut:

Untuk hidup pokok, P = (BB x 0,0016) : 0,61, dimana:


P = kebutuhan protein dalam gram/ekor/hari
BB = berat badan dalam satuan gram
0,0016 = adalah kehilangan protein endogen sebesar 1,6g/kg BB

Untuk pertumbuhan bulu, P = (0,04 x PBB x 0,82) : 0,61, dimana:


P = kebutuhan protein dalam gram/ekor/hari
PBB = Pertambahan Berat Badan dalam gram/ekor/hari
0,82 = Kandungan protein dalam bulu sebesar 82%

Untuk pertumbuhan, P = (PBB x 0,18) : 0,61 dimana:


P = kebutuhan protein dalam gram/ekor/hari
PBB = Pertambahan Bobot Badan dalam gram/ekor/hari
0,18 = Kandungan protein dalam daging sebesar 18%

Dengan rumus tersebut maka pada contoh diatas kebutuhan proteinnya adalah
sebagai berikut: {(39 x 0,0016) + (0,04 x 13 x 0,80) + (13 x 0,18)} : 0,61 sama
dengan 4,62 gram/ekor/hari. Jadi jika konsumsi pakannya sebesar 18,37 gram
per ekor per hari maka kandungan protein dalam pakan adalah (4,62:18,7) x
100% = 24,7%. Angka ini cukup besar jika dibandingkan dengan kandungan
protein yang umum terdapat dalam pakan yang diperjual belikan secara
komersial, namun demikian penelitian menunjukkan bahwa ayam masih
memberikan respon biologis yang positip terhadap kandungan protein tinggi
meskipun mungkin tidak ekonomis.

6
2.2. Kebutuhan zat makanan untuk layer
2.2.1. Kebutuhan energi metabolis
Zat makanan pada ayam petelur diperlukan untuk hidup pokok, pertambahan
bobot badan, dan untuk produksi telur. Dari ketiga keperluan tersebut maka
kebutuhan untuk produksi jumlahnya paling besar. Dengan demikian jika ayam
tidak sedang berproduksi maka kebutuhan zat makanan sebenarnya sangat
sedikit. Secara praktis kebutuhan energi untuk hidup pokok dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu:
♦ Sistim kandang
♦ Bobot badan
♦ Produksi telur

Sistim kandang. Ayam yang dipelihara dalam kandang sistim litter maka
kebutuhan energinya lebih tinggi dibandingkan ayam yang dipelihara pada
kandang batere. Bobot badan. Ayam yang bobot badannya lebih besar
memerlukan energi lebih banyak meskipun kebutuhan per unit berat badannya
lebih kecil. Ayam yang bobot badannya lebih ringan lebih efisien dalam
menggunakan energi daripada ayam yang bobot badannya lebih berat.
Produksi telur. Ayam yang berproduksi tinggi relatif memerlukan energi lebih
sedikit daripada ayam yang produksinya rendah. Kebutuhan energi untuk hidup
pokok kira-kira sebesar 83 kkal per kilogram bobot badan metabolis. Untuk
produksi telur diperlukan energi sebesar 86 kkal per butir telur dengan berat
rata-rata 55-60 gram. Pada kandang batere dan litter ayam memerlukan energi
masing-masing sebesar 137% dan 150% dibandingkan ayam pada kandang
metabolis. Berdasarkan kebutuhan tersebut maka rumus kebutuhan energi
untuk ayam pada masa produksi adalah:
E = (83 x BB0,75 x 137% atau 150%) + (86 x HD), dimana:
E = kebutuhan energi dalam satuan kkal/ekor/hari
BB = bobot badan metabolis dalam satuan kg
HD = Hen-day production
Contoh. Seekor ayam petelur dengan bobot badan 1,8 kg dipelihara pada
kandang batere dan produksinya (HD) 80%. Maka kebutuhan energinya adalah:
E = (83 x 1,80,75 x 1,37) + (86 x 0,8)
= 245,50 kkal/hari

7
Tetapi karena efisiensi penggunaan energi dalam pakan pada ayam petelur
hanya 82% maka kebutuhan energinya menjadi 245,50 x 100/82 = 299,39 kkal
per hari. Jadi jika pakan yang diberikan mengandung energi metabolis sebesar
2700 kkal/kg, maka ayam tersebut akan mengkonsumsi pakan sebanyak
299,39/2700 kg atau sama dengan 0,11 kg (110 gram) per ekor per hari. Dari
rumus tersebut maka ayam yang bobot badannya tinggi akan membutuhkan
energi yang lebih banyak, demikian pula halnya ayam yang produksinya
telurnya tinggi.

2.2.2. Kebutuhan protein.


Pada ayam petelur kebutuhan proteinnya juga terdiri dari kebutuhan untuk
hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi telur. Untuk hidup pokok ayam
membutuhkan protein sebesar 1,6 gram per kilogram bobot badan, sedangkan
untuk produksi telur maka kebutuhannya tergantung berat telur dan HD-nya.
Salah satu rumus yang dapat digunakan adalah:
P = {(1,6 x BB) + (0,12 x BT x HD)} : (0,8 x 0,6), dimana:
P = Kebutuhan protein dalam gram per ekor per hari
BB = Bobot badan dalam satuan kg
BT = Berat telur dalam satuan gram
HD = Produksi telur dalam hen-day
Jadi jika pada contoh diatas telur yang diproduksi beratnya rata-rata 60 gram
maka kebutuhan proteinnya adalah:
P = {(1,6 x 1,8) + (0,12 x 60 x 0,8)} : (0,8 x 0,6)
= 18 gram
Jika pada contoh diatas konsumsi pakannya sebesar 110 gram, maka
kandungan protein dalam pakan adalah (18 : 110) x 100% = 16,36%
Dalam contoh ini, maka ayam petelur dengan berat badan rata-rata 1,8 kg dan
berproduksi telur sebesar 80% HD dengan berat telur rata-rata 60 gram jika
kandungan energi metabolis dalam pakan sebesar 2700 kkal/kg maka
kandungan protein dalam pakannya adalah 16,36%. Kalau kandungan energi
metabolis dalam pakan ditingkatkan, maka kandungan proteinnya juga akan
meningkat, sedangkan konsumsi pakannya akan menurun. Demikian
sebaliknya jika kandungan energi metabolis dalam pakan diturunkan, maka
kandungan protein dalam pakannya juga akan menurun, sedangkan konsumsi

8
pakannya akan meningkat. Ayam dapat mentolerir rentangan kandungan energi
dalam pakan sebesar plus minus 5% dengan catatan kerapatan makanan
terendah tidak kurang dari 630 gram/liter.

3. DASAR PENYUSUNAN PAKAN


Dalam penyusunan pakan ternak (termasuk ternak ayam) maka beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah:
♦ Tersedianya bahan pakan
♦ Kandungan zat makanan dari bahan pakan
♦ Harga bahan pakan
♦ Batasan penggunaan bahan pakan dalam pakan
♦ Kebutuhan zat makanan bagi ternak
Kelima hal tersebut diatas harus mendapat perhatian untuk dapat menyusun
pakan dengan baik. Tersedianya bahan pakan secara cukup akan menjamin
formula pakan yang tetap. Ingat ayam sangat peka terhadap pergantian bahan
pakan yang dilakukan secara mendadak, terutama bahan pakan yang
baru(yang belum pernah diberikan sebelumnya). Kandungan zat makanan
dalam pakan harus seimbang untuk memenuhi kebutuhan ayam, dan
jumlahnya harus diketahui dengan benar. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan
cara analisa kimia dari bahan pakan yang akan digunakan untuk menyusun
pakan. Menggunakan data kandungan zat makanan dari tabel yang terdapat
dalam buku tidak menjamin kebenaran jumlah zat makanan yang terkandung
dalam bahan pakan yang akan dipakai. Harga bahan pakan juga harus
diperhatikan. Dari kacamata ekonomi, maka bahan pakan yang mahal biasanya
kualitasnya baik dan sebaliknya. Oleh karena itu formulator harus pandai-
pandai memilih bahan pakan yang ‘baik’ tetapi ‘murah’. Batasan penggunaan
bahan pakan dalam pakan juga jangan dilupakan, untuk menghindari kerugian
biologis (produksi jelek) maupun kerugian ekonomis (tidak untung). Misalnya
penggunaan dedak harus dibatasi karena dedak kandungan serat kasarnya
sangat tinggi. Kalau tidak dibatasi maka kandungan serat kasar dalam pakan
akan melebihi kebutuhan yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan. Misal
lain penggunaan molasses, kalau terlalu banyak akan menyebabkan diare
karena molasses bersifat laxative yang pada akhirnya juga dapat menghambat

9
pertumbuhan. Atau penggunaan ketela pohon/gaplek yang mengandung
sianida kalau terlalu banyak dapat menyebabkan kematian. Kebutuhan zat
makanan juga harus dihitung dengan cermat sehingga pakan yang disusun
benar-benar dapat memenuhi kebutuhannya. Kekurangan zat makanan dapat
menghambat pertumbuhan dan mengurangi produksi, tetapi kelebihan zat
makananpun juga berefek negatip pada ternak.
Tabel berikut adalah kandungan zat makanan hasil analisis penulis yang
berhasil dihimpun selama beberapa tahun.

Tabel 2. Kandungan zat makanan (% bahan kering)

Zat makanan (% bahan kering)


Jenis
Abu Protein S.kasar Lemak ME(kkal/kg)
Ampas tahu 3-5 18-23 18-30 5-14 -
Bekatul 8-15 6-14 7-30 7-15 1900-3100
Bungkil kapuk 7-10 28-33 18-30 8-11 1800-2000
Bungkil kacang 7-12 29-40 12-21 3-12 2400-2640
Bungkil kedele 6-9 15-48 5-13 1-3 1900-2200
Bungkil kelapa 7-9 18-22 14-28 9-15 1500-3000
Empok jagung 4-7 9-17 6-10 4-8 1900-2900
Gaplek 2-5 2-4 2-7 0-1 2800-3000
Onggok 1-3 1-3 12-19 0-2 1900-2600
Wheat pollard 4-5 13-18 7-12 2-6 2240
Jagung 1-3 8-12 1-5 1-7 3300
Sorghum 2-3 8-11 1-5 1-7 3300
Tepung ikan 13-27 24-63 0-5 1-18 2800
Daun bayam 18 17 21 3 900
Daun kangkung 15 16 24 2 860
Daun krokot 15 16 20 2 900
Daun lamtoro 10 23 20 5 900
Daun singkong 8 24 16 7 1090
Daun/btg. tomat 16 18 10 2 900
Daun wortel 18 21 16 2 980
Molasses 10 3 - - 2170
Tepung tulang 70 16 2 4 900

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa rentangan kandungan zat makanan dari
beberapa jenis bahan pakan sangat tinggi, oleh karena itu mengandalkan data
kandungan zat makanan dari buku-buku yang ada sangat berisiko terjadinya
kekeliruan. Untuk menghindari hal tersebut, sekali lagi, disarankan untuk

10
melakukan analisis terhadap bahan pakan yang akan digunakan dalam
penyusunan pakan.
Sampai saat ini ada beberapa cara/metoda dalam menyusun formula pakan
diantaranya adalah:
1. Metoda Pearson Square
2. Metoda coba-coba (trial and error)
3. Metoda simplek
4. Metoda persamaan aljabar
5. Metoda linear programming (misal LP 88)
6. Metoda program komputer (UFFF, UFDA, MIXIT-2 dll)
Kelima metoda tersebut, mulai dari yang paling sederhana yaitu METODA
COBA-COBA sampai kepada metoda yang paling rumit, akan terasa sulit kalau
tidak sering dipraktekkan. Jadi dalam hal penyusunan pakan pengetahuan
tentang bahan pakan dengan segala seluk beluknya, kepandaian menghitung
kebutuhan zat makanan dengan akurasi yang tinggipun tidak cukup jika tidak
dibarengi dengan praktek formulasi penyusunan pakan. Pada saat penulis
melakukan praktek disebuah pabrik pakan besar di Jawa Barat, seorang
karyawan bagian pencampuran mengatakan: “Saya yakin bapak BISA
menyusun pakan, tetapi percaya atau tidak saya BiASA melakukannya” dan
penulis hanya bisa merenungi perbedaan arti dua kata tersebut yang hanya
berbeda satu huruf, tetapi besar maknanya.

PENUTUP
Penulis berharap kursus semacam ini yang telah beberapa kali diadakan tidak
hanya menjadikan para kursistan BISA menyusun atau membuat formulasi
pakan tetapi menghantarkan para kursistan menjadi BIASA dalam menyusun
formula pakan atau menjadi seorang FORMULATOR PAKAN yang handal.
SEMOGA.

11
∆ΑΣΑΡ ΠΕΝΨΥΣΥΝΑΝ ΠΑΚΑΝ ΥΝΓΓΑΣ

MENYUSUN PAKAN
♦ PENGETAHUAN TENTANG BAHAN PAKAN
♦ KEBUTUHAN ZAT MAKANAN

PENGETAHUAN TENTANG BAHAN PAKAN


1. KUALITAS

2. BATASAN PENGGUNAAN

3. HARGA

KUALITAS BAHAN PAKAN


KIMIAWI:
• KANDUNGAN PROKSIMAT
• KANDUNGAN ASAM AMINO
• KANDUNGAN MINERAL DAN VITAMIN
BIOLOGIS:
• DAYA CERNA
• KANDUNGAN ENERGI METABOLIS
ORGANOLEPTIK
• BENTUK
• BAU
• WARNA
• RASA

KEBUTUHAN ZAT MAKANAN

12
1. FAKTOR TERNAK
• JENIS TERNAK
• JENIS KELAMIN
• UMUR
• FASE PERTUMBUHAN
• PRODUKSI
2. FAKTOR LINGKUNGAN
• SUHU UDARA
• KELEMBABAN UDARA
• KECEPATAN ANGIN
3. TIPE KANDANG

KEBUTUHAN ZAT MAKANAN UNTUK BROILER


Kebutuhan Energi Metabolis:
• Berat Badan

• Pertambahan Bobot Badan

• Suhu Lingkungan

Kebutuhan Protein:
• Untuk Hidup Pokok

• Untuk Pertumbuhan Bulu

• Untuk PertambahanBadan

KEBUTUHAN ZAT MAKANAN UNTUK LAYER


Kebutuhan Energi Metabolis:
• Sistim Kandang
• Bobot Badan
• Produksi Telur
Kebutuhan Protein:
• Bobot badan
• Produksi Telur dan Bobot Telur
Tabel 1. Batasan penggunaan bahan pakan dalam ransum

13
Batasan penggunaan (%)
No Jenis bahan
Broiler Layer
1 Jagung 100,00 100,00
2 Sorghum 40,00 40,00
3 Molasses 1,00 2,00
4 Bekatul 10,00 10,00
5 Bungkil kacang 10,00 10,00
6 Corn gluten 8,00 5,00
7 Bungkil kedele 100,00 100,00
8 Tepung darah 2,00 2,00
9 Tepung daging tulang 5,00 5,00
10 Tepung ikan 10,00 8,00
11 Tallow 7,00 5,00
12 Kalsium karbonat (kapur mati) 100,00 100,00
13 Tepung tulang 100,00 100,00

Tabel 2. Kandungan zat makanan (% bahan kering)

Zat makanan (% bahan kering)


Jenis
Abu Protein S.kasar Lemak ME(kkal/kg)
Ampas tahu 3-5 18-23 18-30 5-14 -
Bekatul 8-15 6-14 7-30 7-15 1900-3100
Bungkil kapuk 7-10 28-33 18-30 8-11 1800-2000
Bungkil kacang 7-12 29-40 12-21 3-12 2400-2640
Bungkil kedele 6-9 15-48 5-13 1-3 1900-2200
Bungkil kelapa 7-9 18-22 14-28 9-15 1500-3000
Empok jagung 4-7 9-17 6-10 4-8 1900-2900
Gaplek 2-5 2-4 2-7 0-1 2800-3000
Onggok 1-3 1-3 12-19 0-2 1900-2600
Wheat pollard 4-5 13-18 7-12 2-6 2240
Jagung 1-3 8-12 1-5 1-7 3300
Sorghum 2-3 8-11 1-5 1-7 3300
Tepung ikan 13-27 24-63 0-5 1-18 2800
Daun bayam 18 17 21 3 900
Daun kangkung 15 16 24 2 860
Daun krokot 15 16 20 2 900
Daun lamtoro 10 23 20 5 900
Daun singkong 8 24 16 7 1090
Daun/btg. tomat 16 18 10 2 900
Daun wortel 18 21 16 2 980
Molasses 10 3 - - 2170
Tepung tulang 70 16 2 4 900
DASAR PENYUSUNAN RANSUM

14
♦ Tersedianya bahan pakan
♦ Kandungan zat makanan dari bahan pakan
♦ Harga bahan pakan
♦ Batasan penggunaan bahan pakan dalam pakan
♦ Kebutuhan zat makanan bagi ternak

METODA PENYUSUNAN RANSUM

1. METODA PEARSON SQUARE


2. METODA TRIAL AND ERROR (COBA-COBA)
3. METODA SIMPLEK
4. METODA PERSAMAAN ALJABAR
5. METODA LINEAR PROGRAMMING (misal LP-88)
6. METODA PROGRAM KOMPUTER (UFFF, UFDA, MIXIT-2 dll)

15

You might also like