You are on page 1of 86

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kondisi koperasi di Indonesia

jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju,

dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, bahkan cenderung bergantung

pada bantuan pemerintah. Sedangkan organisasi koperasi di sejumlah negara maju

baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu tumbuh

dan berkembang seiring dengan perubahan pola perdagangan yang mensyaratkan

kompetisi tinggi di era globalisai saat ini. Dorongan global menuntut koperasi

melakukan reorientasi dan restrukturisasi agar mampu berperan dan berfungsi sebagai

tulang punggung perekonomian bangsa (Swasono, 1992).

Koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat maupun di

Indonesia sudah diarahkan untuk mampu mengatasi masalah sosial ekonomi

masyarakat golongan ekonomi lemah yang kurang beruntung dalam sistem ekonomi

pasar liberal kapitalistik. Koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata

kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai kerja sama (gotong royong), menolong

diri sendiri, solidaritas, kejujuran, keterbukaan, mengutamakan kebersamaan dan

keadilan serta beberapa esensi moral positif lainnya. Hal ini dapat dilihat pada UUD

1945, dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi

dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau

1
2

pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran

masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang

seorang. “Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai

dengan itu ialah koperasi" (Baswir, 2008) dalam Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi Rakyat dan Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional.

Pernyataan diatas sejalan dengan apa yang terdapat dalam regulasi yaitu Undang-

undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, dimana pada Pasal. 4 Ayat (1)

menyebutkan bahwa fungsi dan peran Koperasi adalah: Membangun dan

mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan

sosialnya; Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan

manusia dan masyarakat; Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan

dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;

Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang

merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Keberadaan Koperasi di Indonesia menrurut Data Kementerian Negara Koperasi

dan Usaha Kecil Menengah (UKM), menyebutkan dari sisi jumlah, koperasi di

Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah koperasi,

jumlah anggota dan volume usahanya, dimana sampai dengan 30 Juni 2009 jumlah

koperasi di Indonesia mencapai 166.155 unit dengan jumlah koperasi yang aktif

sebanyak 118.616 unit. Jumlah anggota sebanyak 27.951.247 orang, dengan volume
3

usaha mencapai nilai Rp. 55.260.796.960.000,-. Selain itu kegiatan koperasi secara

keseluruhan telah menyerap 343.370 orang tenaga kerja yang terdiri dari manajer dan

karyawan. (Data lengkap lihat Tabel-1).

Tabel-1 Rekapitulasi Data Koperasi Berdasarkan Propinsi Per 30 Juni 2009

Tidak Anggo Mana Karya Modal Modal Volume


Aktif Total
Propins Aktif ta jer wan Sendiri Luar Usaha
No.
i (Uni Koper (orang (oran (orang (Rp (Rp
t) (Unit) asi ) g) ) juta) juta) (Rp juta)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (8) (9) (10) (11) (12)
519.31 394.513,2 295.007,0
1 NAD 3.709 2.905 6.614 4 2.143 6.698 5 0 604.589,00
1.216.5 1.241.804 1.590.392 3.361.751,6
2 Sumut 5.710 4.169 9.879 07 1.289 11.102 ,91 ,51 7
Sumba 524.27 1.167.372 800.990,4 2.143.689,0
3 r 2.405 1.059 3.464 3 417 4.027 ,55 7 2
599.87 715.791,0 842.913,0 1.855.650,0
4 Riau 3.097 1.356 4.453 8 601 5.739 0 0 0
332.42 151.887,1 204.609,5
5 Jambi 2.254 795 3.049 8 514 3.326 3 0 895.282,25
766.08 817.965,8 732.091,6 2.446.914,1
6 Sumsel 3.100 1.307 4.407 0 542 8.204 4 0 4
Bengku 111.89 178.582,1 113.558,3
7 lu 1.089 338 1.427 7 122 1.138 1 6 673.632,25
Lampu 607.90 428.732,0 937.431,0 1.352.811,0
8 ng 1.996 1.407 3.403 9 855 6.113 0 0 0
9 Babel 587 228 815 74.852 132 1.299 54.999,75 35.739,86 196.247,46
133.03
10 Kepri 1.153 451 1.604 0 299 1.287 31.431,00 28.465,00 66.672,00
DKI 980.86 961.507,0 1.184.697 4.538.998,0
11 Jakarta 4.697 2.556 7.253 0 1.091 18.363 0 ,00 0
15.22 4.363.9 3.030.469 3.666.628 7.731.474,4
12 Jabar 1 7.301 22.522 70 2.482 39.332 ,71 ,80 5
19.69 4.772.8 5.781.946 8.220.653 7.821.197,0
13 Jateng 7 5.052 24.749 82 2.387 49.732 ,00 ,00 0
645.69 383.588,2 382.819,1 1.372.473,7
14 DIY 1.868 445 2.313 5 424 4.401 9 2 8
15.49 5.101.8 5.604.660 6.345.718 6.357.218,9
15 Jatim 4 3.727 19.221 72 4.046 56.774 ,70 ,90 4
947.65 548.707,0 723.774,2 2.445.584,9
16 Banten 3.986 1.919 5.905 8 756 5.598 9 2 9
850.00 1.124.235 4.970.797 4.044.861,2
17 Bali 3.264 282 3.546 1 1.175 12.875 ,58 ,00 7
566.96 385.004,0 654.246,0
18 NTB 2.444 496 2.940 6 486 6.101 0 0 828.657,00
464.93 328.723,1 321.200,5
19 NTT 1.410 339 1.749 3 848 3.398 0 8 517.500,78
705.07 657.080,7 1.886.241 1.565.336,0
20 Kalbar 2.156 1.300 3.456 7 508 3.230 5 ,93 5
217.04 109.983,0 110.851,0
21 Kalteng 1.729 595 2.324 4 289 2.625 0 0 146.757,00
300.23 187.725,0 345.286,0
22 Kalsel 1.516 678 2.194 5 464 3.146 0 0 289.566,00
406.79 228.335,0 173.194,0
23 Kaltim 2.908 979 3.887 4 689 9.054 0 0 901.167,00
495.71 332.401,8 428.898,9
24 Sulut 3.470 2.010 5.480 8 1.145 11.185 2 8 105.989,94
229.55 189.161,0 172.590,0
25 Sulteng 1.180 590 1.770 2 653 3.593 0 0 211.676,00
1.209.8 795.320,7 556.052,2 1.662.586,9
26 Sulsel 5.110 2.009 7.119 73 3.063 12.808 8 0 5
202.17 136.217,0
27 Sultra 2.311 377 2.688 1 597 6.781 0 98.101,00 318.237,00
Goront 122.75 185.718,5
28 alo 588 288 876 0 319 1.925 78.866,12 1 217.899,52
4

29 Sulbar 361 284 645 72.322 181 1.140 27.592,99 15.553,83 51.783,16
146.63
30 Maluku 1.684 634 2.318 0 587 3.795 68.107,63 83.225,82 90.976,22
157.41
31 Papua 1.194 918 2.112 6 444 1.446 83.796,27 54.139,15 250.943,11
32 Malut 855 202 1.057 63.113 445 2.207 62.400,10 54.213,81 137.395,15
Papua
33 Barat 373 543 916 41.547 173 4.762 16.357,31 43.033,47 55.278,86
Jumlah
Nasion 118.6 166.15 27.951. 26.305.26 36.258.83 55.260.796,
al 16 47.539 5 247 30.166 313.204 5,78 2,62 96

Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UKM Juli 2009

Namun demikian, dari sisi kualitas berdasarkan Penetapan Peringkat Koperasi

yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2007, dapat dilihat pada

tabel-2.

Tabel-2 Survey Koperasi Nasional Tahun 2007

Kurang
Jumlah Sangat Cukup
Wilayah Berkualitas dan Tidak
Disurvey Berkualitas Berkualitas
Berkualitas
Sumatra 1396 0 224 829 343
Jawa 6402 3 2057 3406 936
Nusra-Bali 605 1 104 312 188
Kalimantan 391 0 88 179 124
Sulawesi 1168 0 83 542 543
Maluku-Papua 96 0 17 53 26
Jumlah 100% 0,04% 18,78% 51,92% 29,26%
Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UKM Deputi Bidang Kelembagaan Th.2008

Untuk mendorong koperasi agar mampu mewujudkan dirinya sebagai badan usaha

yang sehat, maju dan berdaya saing tinggi, diperlukan langkah pemberdayaan secara

terencana, terpadu dan terkoordinasikan dengan berbagai pihak baik di pusat maupun

di daerah, seperti upaya keberpihakan, penumbuhan iklim usaha yang kondusif dan

kerjasama yang sinergis. Namun demikian, untuk mewujudkan koperasi agar lebih

memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dan mendukung

ketahanan ekonomi wilayah, masih dihadapkan pada berbagai permasalahan.


5

Permasalahan yang dihadapi dalam membangun koperasi adalah masalah

struktural dengan berbagai cirinya, misalnya masalah kelemahan pengelolaan/

manajemen dan kelangkaan akan modal (Nasution, 2008). Kelemahan manajemen

tersebut biasanya disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki masyarakat dalam hal ini pengurus koperasi masih terbatas, sedangkan

kelangkaan akan modal disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang

umumnya masih lemah. (Meliani & Ismulyati, 2002) menambahkan, kendala yang

sering dihadapi koperasi selain faktor permodalan adalah kurangnya partisipasi

anggota, padahal partisipasi anggota merupakan unsur utama dan terpenting dalam

kegiatan koperasi serta untuk kebersamaan dalam koperasi.

Perkembangan koperasi saat ini tidak terlepas dari pengaruh kebijakan

pembangunan koperasi di masa lalu, dimana peran pemerintah sangat dominan.

Koperasi pada umumnya tergantung pemerintah, dengan mengharapkan pemerintah

dapat menyediakan semua fasilitas yang diperlukan koperasi, hal ini menimbulkan

kesan bahwa koperasi tidak mampu menciptakan kemandirian, selain itu dengan

kondisi demikian dapat dipastikan koperasi akan sulit untuk meningkatkan daya

saing, sehingga harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dalam

rangka mendukung ketahanan ekonomi wilayah masih belum dapat diwujudkan.

Melihat potensi ekonomi dari usaha perkoperasian yang demikian besar,

pemberdayaan koperasi menjadi cukup relevan dan penting untuk dibahas melalui

penelitian, dari hasil penelitian ini diharapkan koperasi akan dapat memberikan

kontribusi yang semakin besar dalam meningkatkan kesejahteraan anggota sehingga

mampu mendukung ketahanan ekonomi wilayah.


6

Pemberdayaan koperasi guna meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka

mendukung ketahanan ekonomi wilayah sangat dipengaruhi oleh bagaimana koperasi

dapat menghasilkan keuntungan dalam hal ini Sisa Hasil Usaha (SHU) secara

maksimal. Untuk menghasilkan SHU secara maksimal sangat dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal dari koperasi itu sendiri yaitu: Faktor internal yang terdiri dari

partisipasi anggota dan manajemen pengelolaan; dan Faktor eksternal yang terkait

dengan kondisi wilayah dan kebijakan pemerintah.

Partisipasi anggota, dipengaruhi oleh peran aktif anggota dan kedisiplinan

anggota serta pengetahuan anggota terhadap dasar-dasar manajemen koperasi. Faktor

manajemen pengelolaan, dipengaruhi oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

pengelola dan pengurus, pengetahuan pengelola dan pengurus terhadap manajemen

koperasi, cara pengelola dan pengurus menghimpun permodalan dan cara pengelola

dan pengurus memasarkan produknya.

Kondisi wilayah operasi koperasi akan berpengaruh terhadap kerjasama koperasi

dengan koperasi lain dan dengan lembaga keuangan serta dengan pemerintah daerah,

dan kebijakan pemerintah akan sangat menentukan terhadap peranserta koperasi

dalam mengakses potensi sumber daya ekonomi wilayah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, untuk memudahkan analisa dalam

penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana proses

pemberdayaan koperasi dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan


7

anggota dalam mendukung ketahanan ekonomi wilayah. Secara rinci diajukan 3 (tiga)

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum dan kinerja koperasi?

2. Bagaimana strategi pemberdayaan koperasi berlangsung dalam meningkatkan

kesejahteraan anggota?

3. Bagaimana kesejahteraan anggota mendukung ketahanan ekonomi wilayah?

Pengertian kinerja koperasi dalam penulisan ini akan ditinjau dari partisipasi atau

peranserta anggota koperasi terhadap kegiatan yang diselenggarakan koperasi dan

manajemen pengelolaan koperasi, karena anggota koperasi merupakan salah satu

pihak yang sangat menentukan keberhasilan sebuah koperasi, sedangkan manajemen

pengelolaan diperlukan untuk mengelola koperasi agar berlangsung secara efektif dan

efisien. Dalam kaitan ini agar dapat memberikan kontribusi pada ketahanan ekonomi

wilayah, maka koperasi perlu meningkatkan usahanya untuk menghasilkan SHU

secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, sehingga

secara stimultan akan dapat menjamin keberlangsungan perekonomian di wilayahnya.

Dalam teori ketahanan ekonomi nasional, ketahanan ekonomi suatu wilayah dapat

dikatakan kuat dan mampu menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan,

hambatan dan gangguan serta menjamin kelangsungan perekonomian wilayah apabila

masyarakatnya sejahtera, karena tingkat kesejahteraan mencerminkan kemajuan

perekonomian wilayah (Sunardi, 2004: 11).

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


8

Dalam penelitian ini yang akan menjadi obyek penelitian adalah sebuah koperasi

yang berada ditengah-tengah aktifitas kegiatan ekonomi rakyat yaitu: “Koperasi Pasar

Pondok Labu”, dengan alamat Lantai I Unit No. 12A, Pasar Pondok Labu, Jl.

Margasatwa No. 1 Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan 12450,

bertujuan untuk mengetahui:

1. Gambaran umum dan kinerja koperasi.

2. Strategi pemberdayaan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.

3. Kontribusi kesejahteraan anggota dalam mendukung ketahanan ekonomi

wilayah.

Manfaat dari penelitian ini untuk:

1. Mengetahui prospek pemberdayaan dan pengembangan Koperasi Pasar Pondok

Labu.

2. Menyusun rekomendasi tentang strategi pemberdayaan koperasi pasar Pondok

Labu guna meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung

ketahanan ekonomi wilayah.

3. Memberikan masukan kepada pengurus dan pengelola Koperasi Pasar

Pondok Labu untuk mengambil keputusan dalam meningkatkan kinerja

koperasi.

4. Menjadi bahan referensi atau sumber data sekunder untuk peneliti lain yang

melakukan penelitian terhadap lembaga koperasi dengan kegiatan usaha

sejenis dengan koperasi pasar Pondok Labu.

D. Keaslian Penelitian
9

Untuk mengetahui pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu guna meningkatkan

kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi wilayah, perlu

dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap kondisi obyektif di lapangan sehingga

akan dihasilkan suatu kajian yang berkualitas.

Sepengetahuan Penulis, bahwa koperasi pasar Pondok Labu sampai saat ini belum

pernah diteliti keberadaannya terkait upaya pemberdayaan koperasi guna

meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi

wilayah.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini disusun secara sistematis bab per bab dan adanya keterkaitan

antar bab yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Bab I menjelaskan hal-hal yang bersifat umum yang melandasi latar belakang

pemilihan judul, selanjutnya dilengkapi dengan rumusan masalah, maksud dan tujuan

penelitian, keabsahan penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menyajikan tinjauan pustaka dan landasan teori yang relevan dengan judul

penelitian serta metode penelitian yang digunakan.

Bab III menjelaskan kondisi obyektif lokus penelitian yang memuat gambaran

umum obyek penelitian, partisipasi anggota dalam kegiatan koperasi, manajemen

pengelolaan koperasi, kondisi wilayah dan kebijakan pemerintah yang memberikan

pengaruh terhadap pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu.


10

Bab IV memuat analisa penulis dalam menjawab berbagai hambatan yang ada

untuk memberdayakan koperasi pasar Pondok Labu melalui strategi pemberdayaan

koperasi pasar Pondok Labu guna meningkatkan pemberdayaan anggota dalam

rangka meningkatkan ketahanan ekonomi wilayah.

Bab V menguraikan kesimpulan yang diperoleh melalui analisis atas keseluruhan

pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang diakhiri dengan pemberian saran terkait

dengan upaya memberdayakan koperasi pasar Pondok Labu guna meningkatkan

kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi wilayah.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Koperasi

Koperasi berasal dari kata bahasa inggris yaitu “co” yang artinya sama-sama,

dan “operation” yang berarti bekerja atau bertindak. Secara harfiah koperasi

berarti bekerjasama dari sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang

sama dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota.

Menurut pendekatan ilmiah esensialis yaitu pengertian koperasi menurut

hukum, dalam ketentuan International Labour Organization (ILO) Tahun 1986

Nomor 127, Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa: “Koperasi adalah suatu

kumpulan orang-orang yang berkumpul secara sukarela untuk berusaha bersama

mencapai suatu tujuan bersama melalui suatu organisasi yang dikontrol secara

demokratis, bersama-sama berkontribusi sejumlah uang dalam menbentuk modal

yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama tersebut dan bersedia turut

bertanggungjawab menanggung risiko dari kegiatan tersebut, turut menikmati

manfaat usaha bersama tersebut sesuai dengan kontribusi permodalan yang

diberikan orang-orang tersebut, kemudian orang-orang tersebut secara bersama-

sama dan langsung turut memanfaatkan organisasi tadi”.

International Cooperative Alliance (ICA) sebuah Aliansi Koperasi

Internasional tahun 1995 mendefinisikan Koperasi sebagai berikut: “Koperasi

adalah perkumpulan orang-orang yang mandiri (autonomous) bersatu secara


12

sukarela untuk memenuhi kepentingan bersama dalam bidang ekonimi, sosial,

budaya, dan aspirasi, melalui suatu badan usaha (enterprise) yang dimiliki

bersama dan dikontrol secara demokratis”.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian,

dalam pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : “Koperasi adalah usaha yang

beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan

kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi

rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan; ayat (2) Perkoperasian adalah segala

sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi; ayat (3) Koperasi Primer adalah

Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang; ayat (4) Koperasi

Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi; ayat

(5) Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan

perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama

Koperasi”.

Berbeda dengan pendapat para esensialis, maka menurut pengertian

nominalis, yang sesuai dengan pendekatan ilmiah modern dalam ilmu ekonomi

koperasi, koperasi adalah lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang tanpa

memperhatikan bentuk hukum atau wujudnya tetapi memenuhi kriteria berikut: 1)

Sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang-

kurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama (Kelompok Koperasi); 2)

Anggota-anggota kelompok koperasi secara individual bertekad mewujudkannya,

yaitu memperbaiki situasi ekonomi dan sosial mereka, melalui usaha bersama dan

saling tolong menolong (Swadaya dari Kelompok Koperasi); 3) Sebagai instrumen


13

(wahana) untuk mewujudkannya adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dibina

secara bersama (Perusahaan Koperasi); 4) Perusahaan Koperasi itu ditugaskan

untuk menunjang kepentingan para anggota koperasi itu, dengan cara

menyediakan atau menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh para

anggota dalam kegiatan ekonominya, yaitu dalam perusahaan atau rumah

tangganya masing-masing. (Dufler, 1974:9; Munkner, 1976:5, Hanel, 1989:29)

Djojohadikoesomo memberikan definisi koperasi, yaitu: “Koperasi adalah

perkumpulan manusia, seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak

bekerjasama untuk memajukan ekonominya” (Hendrojogi, 2000 : 21).

Dari berbagai definisi diatas, terlihat ada dua kutub pemikiran yang berbeda.

Melalui berbagai kajian yang telah dilakukan oleh beberapa pihak untuk mencari

titik terang konsep mana yang cocok dikembangkan untuk koperasi di Indonesia

pada masa yang akan datang, apakah koperasi berdasarkan konsep esensialis atau

nominalis, namun di antara kedua pendapat esensialis maupun nominalis, jika

ditelusuri lebih cermat, ternyata selain ada perbedaan, ada juga kesamaan.

Perbedaannya, konsep esensialis lebih berpegang kepada aspek hukum dan

prinsip-prinsip koperasi, sedangkan konsep nominalis lebih bersifat pragmatis

yang berlandaskan kepada adanya kesamaan kepentingan dari para anggota

koperasi, sedangkan yang menjadi kesamaan antara keduanya adalah: 1) Baik

pendekatan esensialis maupun pendekatan nominalis, kedua-duanya melihat

koperasi sebagai organisasi yang mempunyai prinsip identitas ganda (dual

identity), yaitu anggota sebagai pemilik (owner) dan anggota sebagai pelanggan
14

(user) yang dalam kegiatannya melakukan usaha bersama untuk kepentingan

bersama; 2) Koperasi dipandang merupakan organisasi yang otonom yang berada

dalam lingkungan sosial ekonomi dan dan sistem ekonomi, yang memungkinkan

setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan tujuan-tujuannya secara

otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui aktivitas-aktivitas ekonomi

yang dilaksanakan secara bersama.

Untuk penerapannya dalam perkoperasian di Indonesia, jika dicermati dari

peraturan perundangan tentang perkoperasian yang berlaku, dapat disimpulkan

bahwa perkoperasian Indonesia merupakan penerapan campuran dari dua sistem

pemikiran nominalis dan esensialis, namun kebanyakan koperasi lebih cenderung

menerapkan sistem pemikiran nominalis karena: 1) Dilihat dari arti perkoperasian

seperti dijelaskan dalam pasal 1 Undang-undang Perkoperasian, pernyataan dari

undang-undang ini berdasarkan prinsip koperasi dan atas asas kekeluargaan, jelas

merupakan penegasan aspek esensial dari koperasi; 2) Dalam perkoperasian

Indonesia diberlakukan 7 (tujuh) prinsip koperasi yang secara tegas menggariskan

nilai-nilai dasar (esensial) dari perkoperasian. Hal ini dinyatakan dalam Undang-

undang Perkoperasian Pasal. 5; dan 3) Koperasi Indonesia bertujuan untuk

promosi ekonomi anggota, pembagian Sisa Hasil Usaha secara adil sebanding

dengan besarnya jasa usaha masing-masing, koperasi juga harus memberikan

Manfaat Ekonomi Langsung (MEL) kepada anggota berupa selisih harga dengan

harga pasar. Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan aspek nominalis dari

koperasi.
15

2. Pemberdayaan Koperasi

Burhanudin (2005) menyebutkan, keberadaan koperasi semenjak

kemerdekaan hingga saat ini memiliki landasan hukum yang kuat. Landasan

hukum ini secara positif diterjemahkan kedalam bentuk peraturan perundang-

undangan tersendiri yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian. Dalam hal ini Burhanudin menyoroti tentang legalitas koperasi.

Ariffin (2004) menyebutkan, landasan yang digunakan sebagai pondasi

didirikannya suatu koperasi adalah membangun aktivitas ekonomi bersama yang

berpijak pada kekuatan sendiri dan kesamaan derajat dalam rangka mencapai

perbaikan kehidupan ekonomi bagi seluruh anggota. Dalam kaitan ini Ariffin

menekankan tujuan koperasi untuk kepentingan anggota.

Swasono (1993) menyatakan, koperasi sebagai suatu institusi ekonomi harus

berusaha untuk mengkombinasikan segala sumber daya dan faktor produksi yang

dimilikinya secara optimal, dalam rangka menghasilkan barang dan jasa yang

diperlukan oleh anggotanya. Dalam kaitan ini Swasono menilai bahwa bisnis dan

prinsip ekonomi serta hukum-hukum ekonomi juga harus diberlakukan pada

usaha koperasi di Indonesia.

Ismangil (1987) menyatakan, koperasi pada dasarnya merupakan sistem

terbuka, yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Pilihan terhadap badan

usaha koperasi dikarenakan kemampuannya memberikan manfaat ekonomi

kepada anggotanya. Sutrisno (2003) menambahkan, bahwa koperasi dapat dilihat

sebagai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, baik produsen maupun

konsumen, dalam memecahkan kegagalan pasar dan mengatasi inefisiensi karena


16

ketidaksempurnaan pasar. Dalam hal ini, baik Ismangil maupun Sutrisno

menekankan perlunya manajemen dalam pengelolaan koperasi.

Yulhendri (2006) menyebutkan, keberadaan koperasi suatu wilayah akan

mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan aktivitas ekonomi secara

keseluruhan yang akhirnya bisa meningkatkan pendapatan anggota jika mampu

bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul. Untuk

mewujudkan hal tersebut Yulhendri mensyaratkan, unit usaha (koperasi) selain

mempunyai keterkaitan yang besar terhadap sumber daya lokal juga mempunyai

prospek pengembangan di masa depan.

Dari beberapa pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa koperasi

merupakan institusi ekonomi berbadan hukum dan keberadaannya diutamakan

untuk memenuhi kebutuhan anggota tanpa meninggalkan prinsip-prinsip

koperasi. Secara teoritis koperasi akan tetap mampu bertahan jika terjadi ke-

gagalan pasar, namun demikian jika pasar dapat berkembang dan semakin

kompetitif maka koperasi akan menghadapi persaingan, oleh karena itu koperasi

perlu ditangani dengan manajemen yang baik. Untuk mendukung ketahanan

ekonomi wilayah, koperasi harus mampu memanfaatkan semaksimal mungkin

potensi sumber daya lokal (wilayah) dan dapat bekerjasama secara sinergis

dengan pemerintah daerah.

Literatur lain menyebutkan bahwa untuk memberdayakan koperasi sangat

dipengaruhi oleh faktor internal yang menyangkut partisipasi anggota koperasi

dan pengelolaan koperasi, selain itu pemberdayaan koperasi juga dipengaruhi


17

oleh faktor eksternal koperasi yaitu menyangkut kondisi wilayah dimana

koperasi tersebut berada dan kebijakan pemerintah daerah.

Mengenai partisipasi anggota, Ariffin (2004) menyebutkan, bahwa

keanggotaan dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting, karena maju

mundurnya sebuah koperasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat partisipasi

anggota di koperasi. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Rachmad

(1993) yang menyatakan bahwa anggota merupakan faktor penentu keberhasilan

pengembangan koperasi. Dalam (Rachmad, 1993:171) disebutkan, bila dilihat

faktor yang turut mempengaruhi aktivitas partisipasi anggota maka mutu

pelayanan koperasi kepada anggota merupakan faktor kunci dalam peningkatan

partisipasi anggota koperasi, sementara itu Burhannudin (2005) menyebutkan

salah satu kriteria determinan keberhasilan koperasi adalah kemampuan koperasi

menumbuhkan partisipasi demokratis anggota dalam pembagian manfaat

ekonomi dan risiko. Dengan demikian partisipasi anggota memegang peranan

penting dalam mewujudkan keberhasilan pemberdayaan koperasi.

Dari berberapa pendapat diatas, untuk memberdayakan koperasi guna

meningkatkan kesejahteraan anggota, maka pengurus dapat memanfaatkan

keunikan anggota koperasi sebagai kekuatan pokok dan pilar koperasi dalam

menjalankan usahanya. Karena apabila koperasi yang lepas dari kepentingan

anggota berarti lepas dari pilar penyangga kekuatannya sendiri.

Pada pengelolaan koperasi, aspek manajemen sangat erat kaitannya dengan

keberhasilan suatu koperasi, menurut Munker (1997) hal ini dapat diukur dari

keberhasilan koperasi, yaitu : a) Kesejahteraan anggota tampak nyata dan konkrit,


18

pengembalian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan, meskipun pemasaran

dilakukan dengan harga dan mutu yang bersaing dengan harga pasar; b) Efisiensi

ekonomi cukup tinggi; c) Penggunaan sisa hasil usaha untuk tujuan koperasi; d)

Adanya pengurus yang khusus bertanggung jawab pada hubungan dengan anggota,

saluran informasi dan komunikasi yang baik; e) Profit usaha yang jelas; dan f)

Kepemimpinan dengan konsep koperasi yang jelas. Hal ini sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Rahardjo (2004) yang menyatakan kunci keberhasilan

pemberdayaan koperasi terletak pada kemampuan manajemen yakni : a) Harus

memiliki rencana usaha (corporate plan) yang mencakup rumusan mengenai visi,

misi dan tujuan budaya bisnis, strategi pengembangan, target-target jangka pendek

dan menengah, dan rencana keuangan (cahs flow); b) Pembinaan kelembagaan

melalui proses profesionalisasi; dan c) Setiap unit koperasi mikro memiliki standar

prosedur koperasi. Hal yang sama juga disampaikan oleh Burhannudin (2005)

yang menyebutkan beberapa kriteria determinan keberhasilan koperasi adalah

kemampuan manajemen pengelola koperasi yakni: a) Kelayakan ekonomis

koperasi sebagai suatu perusahaan; b) Kapasitas koperasi untuk beradaptasi,

tumbuh dan melakukan inovasi; c) Kemampuan koperasi untuk menyediakan jasa

yang dibutuhkan anggotanya; d) Kemampuan koperasi untuk menumbuhkan

partisipasi demokratis anggota perencanaan dan implementasi pengambilan

keputusan termasuk dalam pembagian manfaat ekonomi dan risiko; dan e)

Kemampuan koperasi meraih sasaran-sasaran sosial dan ekonomi yang telah

dicanangkan.
19

Sejalan dengan pendapat diatas, untuk memberdayakan koperasi guna

meningkatkan kesejahteraan anggota, maka pengurus dan karyawan secara

bersama-sama ataupun saling menggantikan menjadi pelaku organisasi yang aktif,

dan menjadi staf lini depan dalam melayani anggota koperasi. Keadaan saling

menggantikan seperti ini, banyak terjadi dalam praktik manajemen koperasi di

Indonesia. Kemampuan manajemen pengurus memiliki dampak terhadap kepuasan

pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan pengembangan koperasi, antara lain

adalah anggota sebagai pemilik dan pemanfaat, pemerintah sebagai pembina serta

pihak mitra bisnis yang berperan sebagai pemasok, distributor, produsen,

penyandang dana dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa mutu pelayanan

koperasi kepada anggota sangat ditentukan oleh tingkat efektivitas dari manajemen

yang dilakukan oleh pengurus koperasi.

Pada aspek pengaruh faktor eksternal, faktor eksternal yang dominan

mempengaruhi pemberdayaan koperasi adalah kondisi wilayah dan kebijakan dari

pemerintah daerah. Menurut Santosa (2008), pemberdayaan dan pengembangan

koperasi di masa depan sebaiknya berbasis pada satu siklus ekonomi yang terjadi

di suatu daerah tertentu melalui suatu sistem kerjasama yang saling

menguntungkan anggotanya.

Dengan demikian, untuk memberdayakan koperasi perlu memperhatikan

kondisi dan potensi wilayah termasuk kebijakan di bidang perkoperasian yang

telah ditentukan oleh pemerintah.


20

3. Kesejahteraan Anggota Koperasi

Kementerian Koperasi dan UKM (2004), menyebutkan bahwa pemberdayaan

koperasi masih memiliki berbagai kendala sebagai badan usaha, yaitu: 1)

Rendahnya partisipasi anggota; 2) Rendahnya efisiensi usaha; 3) Rendahnya

tingkat profitabilitas koperasi; 4) Rendahnya citra koperasi dalam pandangan

masyarakat; 5) Rendahnya kompetensi Sumber Daya Manusia koperasi; dan 6)

Kurang optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan

badan usaha lainnya.

Subyakto (1996) mempunyai pandangan bahwa, kendala yang sangat

mendasar dalam pemberdayaan koperasi dan usaha kecil adalah masalah Sumber

Daya Manusia, hal ini diperkuat dengan pernyataan Sandiaga (2009) yang

menyatakan, bahwa SDM adalah faktor penentu berhasil atau tidaknya suatu

organisasi mencapai tujuannya, kultur UKM dan koperasi di Indonesia yang

tidak profesional akibat rendahnya kualitas SDM, akibatnya koperasi tidak

maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan anggota.

Prasetya (2008) menyebutkan, dalam menjalankan kegiatan usahanya

koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu

bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal, hal ini diperkuat dengan

pernyataan Nasution (2008) yang menyebutkan, permasalahan yang dihadapi

dalam membangun sistem ekonomi kerakyatan khususnya koperasi adalah

masalah kelemahan pengelolaan/manajemen dan kelangkaan akan modal.

Kelemahan pengelolaan/ manajemen disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki masyarakat masih terbatas. Sedangkan kelangkaan


21

akan modal disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat Indonesia umumnya

masih lemah, kondisi ini berakibat pada kinerja koperasi yang tidak maksimal

dan selanjutnya tidak maksimal pula dalam memperoleh SHU sehingga upaya

meningkatkan kesejahteraan anggota menjadi kurang maksimal.

Dari berbagai pendapat diatas, secara umum kendala yang terjadi pada

kegiatan usaha koperasi adalah terkait dengan masalah SDM, Manajemen,

Permodalan faktor kondisi wilayah termasuk dalam hal kebijakan pemerintah.

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yang

cenderung mengarah pada pendekatan ilmiah nominalis (meskipun tidak murni),

maka dapat diindikasikan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam

pemberdayaan koperasi adalah : 1) Partisipasi Anggota. Partisipasi anggota

sangat dipengaruhi oleh kondisi bagaimana peran aktif anggota dan kedisiplinan

anggota serta pengetahuan anggota terhadap manajemen koperasi; 2)

Pengelolaan Koperasi. Dalam pengelolaan koperasi faktor yang mempengaruhi

adalah kondisi kualitas SDM pengurus koperasi, pengetahuan terhadap

manajemen koperasi, penghimpunan modal dan bagaimana cara memasarkan

produk; 3) Kerjasama. Dalam kerjasama ini baik antar koperasi, dengan lembaga

keuangan maupun dengan pemerintah daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi

wilayah dan kebijakan pemerintah.

Berbagai permasalahan tersebut akan mempengaruhi upaya pemberdayaan

koperasi sehingga perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh dan dicarikan

solusi pemecahannya agar tujuan pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu

guna meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan


22

ekonomi wilayah dapat berlangsung sesuai yang diharapkan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja koperasi diilustrasikan sebagai berikut (Lihat Gambar 1).

FAKTOR EKSTERNAL

KONDISI WILAYAH DAN


KIBIJAKAN
PEMERINTAH
BELUM OPTIMAL

BELUM
BELUM MAKSIMA
KINERJA SISA MAKSIMAL L
KOPERAS HASIL MENINGKATK MENDUK
I USAHA AN UNG
TIDAK TIDAK KESEJAHTERA KETAHAN
OPTIMAL MAKSIM AN AN
AL ANGGOTA EKONOMI
WILAYAH

FAKTOR INTERNAL
PARTISIPASI ANGGOTA
PENGELOLAAN
KOPERASI
BELUM OPTIMAL

Gambar – 1 Faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi

Untuk mencapai keberhasilan dalam pemberdayaan koperasi, maka kinerja

koperasi harus lebih ditingkatkan, oleh sebab itu faktor-faktor yang

mempengaruhi tersebut harus mampu memberikan kontribusi terhadap kinerja

koperasi, yang dapat dilakukan dengan mengatasi berbagai permasalahan yang

ada sehingga koperasi mampu lebih berdayaguna.

4. Ketahaan Ekonomi Wilayah

Kegiatan koperasi tidak saja berdampak pada meningkatkan kesejahteraan

anggota, namun pada skala makro dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat

secara luas dan perekonomian nasional melalui ketahanan ekonomi wilayah, hal
23

ini antara lain dapat dilihat dari: a. koperasi makin memasyarakat dan makin

melembaga dalam perekonomian; b. meningkatnya manfaat koperasi bagi

masyarakat lingkungannya; c. pemahaman yang lebih mendalam terhadap asas

dan sendi dasar koperasi serta tata kerja koperasi; d. meningkatnya pemerataan

dan keadlian melalui koperasi.

Ketahanan ekonomi wilayah dalam penelitian ini merupakan lingkup yang

lebih kecil dari pada ketahanan ekonomi nasional, karena wilayah yang diteliti

merupakan bagian wilayah secara nasional. Sunardi (2004:11) menyebutkan,

Ketahanan nasional sesungguhnya merupakan gambaran atau model dari kondisi

tata kehidupan nasional pada suatu saat tertentu. Sebagai kondisi sudah barang

tentu berubah menurut waktu, atau merupakan fungsi dari waktu, karena itu

disebut dinamik. Tiap-tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional selalu

berubah-ubah menurut waktu sehingga interaksinya yang kemudian menciptakan

kondisi umum amat sulit dipantau karena sangat kompleks.

Ketahanan ekonomi suatu wilayah dapat dikatakan kuat dan mampu

menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan

serta manjamin kelangsungan perekonomian wilayah apabila masyarakatnya

sejahtera. Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan

perekonomian bangsa yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas

ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian

ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan kemampuan

ekonomi rakyat (dalam kaitan ini adalah kemampuan ekonomi anggota

koperasi).
24

Pernyataan diatas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Lepi T. Tarmidi

dari LPEM-UI dalam memberikan kuliahnya kepada mahasiswa angkatan XI

program pasca sarjana Pengkajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia

tahun 1994. Pendapat Tarmidi lebih menekankan pentingnya ciri demokratis

dalam penyelenggaraan koperasi (sebagai ciri yang membedakan dengan bentuk

usaha lainnya) dan menekankan bahwa keberhasilan suatu koperasi dapat diukur

dari peranan dan kontribusi yang diwujudkan kepada anggota, masyarakat dan

perekonomian daerah. Apa yang dikemukakan Lepi T. Tarmidi dapat dijadikan

tolok ukur seberapa besar koperasi dapat mewujudkan kontribusinya kepada

berbagai pihak tersebut khususnya terhadap perekonomian wilayah setempat.

B. Landasan Teori

1. Teori Pemberdayaan

Terminologi pemberdayaan atau yang dikenal dengan istilah empowerment

yang berawal dari kata daya (power), berarti kekuatan yang berasal dari dalam

tetapi dapat diperkuat dengan unsur–unsur yang datang dari luar. Konsep

pemberdayaan Mubyarto (1998) menekankan keterkaitan dengan pemberdayaan

ekonomi rakyat, dimana proses pemberdayaan diarahkan pada pengembangan

sumber daya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai

dengan keinginan masyarakat.

Dalam pemberdayaan koperasi, masyarakat yang menjadi anggota koperasi

melakukan proses pemberdayaan dengan menekankan pada proses memberikan

kemampuan kepada kelompoknya (koperasi) agar menjadi berdaya, mendorong


25

atau memotivasi usaha kelompoknya agar mempunyai kemampuan atau

keberdayaan. Masyarakat dapat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang

pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan

untuk masyarakat itu sendiri. Dengan demikian keberdayaan koperasi merupakan

unsur dasar yang memungkinkan suatu koperasi bertahan, dan dalam pengertian

yang dinamis koperasi mampu mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.

Keberdayaan koperasi itu sendiri menjadi sumber dariketahanan ekonomi

nasional, artinya apabila koperasi memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi,

maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi anggotanya sehingga

dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan ekonomi wilayah maupun

nasional.

Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan

koperasi sebagai bagian dari kegiatan bidang ekonomi yang bersentuhan langsung

dengan masyarakat khususnya anggota koperasi itu sendiri, dengan demikian

keberadaan koperasi perlu dan membutuhkan penanganan atau pengelolaan yang

sebaik-baiknya sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan usaha (SHU)

yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.

2. Teori Kesejahteraan

Kesejahteraan atau sejahtera, menurut W. J.S Poerwadarminto diartikan

sebagai keadaan yang aman sentosa, makmur, atau selamat atau terlepas dari

segala macam gangguan maupun kesukaran dan sebagainya.


26

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra)

memberikan definisi kesejahteraan sebagai berikut: “Kesejahteraan yaitu suatu

kondisi seseorang atau masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya,

kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan sandang, pangan, papan, kesehatan,

pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainya seperti lingkungan

bersih, aman dan nyaman dan juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta

terwujudnya masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa”.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 menyebutkan, tujuan koperasi adalah

memajukan kesejahteraan para anggota, hal ini sebagaimana di sebutkan dalam

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa

koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional

dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang 1945.

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anggota, koperasi harus dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu

seri tingkatan atau suatu hirarkhi menurut pentingnya masing-masing kebutuhan,

dalam artian setelah kebutuhan-kebutuhan manusia pada tingkatan yang lebih

terendah terpenuhi, maka muncullah tingkatan berikutnya yang lebih tinggi

menuntut kepuasan. Untuk mencapai suatu taraf hidup yang sejahtera dapat

dicapai dengan adanya perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan,


27

yaitu pendapatan anggota yang didapat melalui kegiatan berkoperasi, yang di

bagikan kepada anggota, sesuai dengan hasil keuntungan koperasi.

Sukamdiyo ( 1996 : 102 ) menambahkan, kesejahteraan lain yang didapat

anggota koperasi adalah:

a. Membangkitkan aspirasi dan pemahaman para anggota tentang konsep,


prinsip, metode dan praktek serta pelaksanaan usaha koperasi;
b. Mendorong dan menopang kebijakan pemerintah serta gerakan koperasi
dalam rangka pembangunan sosial – ekonomi; dan
c. Mengubah perilaku dan kepercayaan serta menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat, khususnya para anggota koperasi tentang arti penting atau
manfaat bergabung dan berpastisipasi aktif dalam kegiatan usaha dan
pengambilan keputusan koperasi sebagai upaya perbaikan terhadap kondisi
sosial-ekonomi mereka.

Koperasi merupakan suatu badan usaha yang beranggotakan orang seorang

atau badan hukum koperasi, dengam melandaskan kegiatannya berdasarkan

prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan. Koperasi dalam menjalankan usahanya, juga mengalami berbagai

hambatan-hambatan, sehingga koperasi harus melakukan berbagai upaya agar

koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan anggota. Dalam hal ini, keberhasilan

koperasi dalam mencapai tujuanya tergantung dari aktifitas anggota, apakah

mereka mampu malaksanakan kerja sama dan mentaati segala peraturan yang telah

ditetapkan dalam Rapat Anggota.

c. Teori Ketahanan Ekonomi Wilayah

Keberhasilan usaha koperasi pada dasarnya dapat berperan pula dalam

menunjang peningkatan Ketahanan Nasional Indonesia. Ketahanan Nasional dalam

konteks ini didefinisikan sebagai kondisi dinamik suatu bangsa, yang merupakan
28

keuletan dan ketangguhan dan mangandung kemampuan mengembangkan

kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan,

gangguan, dan hambatan, baik yang dating dari luar maupun dari dalam, yang

langsung maupun tak langsung, baik yang dari luar maupun dari dalam, yang

langsung maupun tak langsnug yang membahayakan integritas, identitas,

kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan

perjuangan nasionalnya. Dalam pengertian yang dikemukakan oleh Lembaga

Ketahanan Nasional RI (Lemhannas RI) ini mencerminkan, bahwa Ketahanan

Nasional sebagai suatu kondisi mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Kondisi Ketahanan Nasional saat ini merupakan modal dasar untuk meningkatkan

kondisi Ketahanan Nasional di masa yang akan datang, dan seterusnya.

Untuk menuju perubahan itu dilaksanakan melaui pembangunan nasional yang

meliputi segenap aspek kehidupan, yang dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara Indonesia disederhanakan menjadi delapan aspek atau yang dikenal

dengan sebutan Asta Gatra yang terdiri dari aspek Tri Gatra dan aspek Panca

Gatra. Trigatra meliputi aspek Geografi, Demografi dan Sumber Kekayaan Alam

yang dapat menjadi modal dasar bagi Panca Gatra yaitu aspek Ideologi, Politik,

Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan). Mengingat hubungan antara

Ketahanan Nasional dan Pembangunan Nasional tersebut, maka kelancaran dan

keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional secara langsung berkonsekuensi

logis terhadap peningkatan kondisi Ketahanan Nasional.

Pembangunan nasional adalah suatu usaha yang disengaja atau terencana

dengan menggunakan metode-metode dan teknik-teknik tertentu, dengan tujuan


29

agar segenap aspek kehidupan dapat meningkat atau lebih baik. Salah satu

program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah Koperasi yang

dinilai selaras dengan cita-cita konstitusional. Koperasi diupayakan agar tumbuh

kembang di Indonesia dengan harapan dapat berperan sebagai salah satu subsistem

ekonomi yang dapat mengisi struktur perekonomian nasional dan menunjang

kondisi Ketahanan Nasional. Dengan kata lain, koperasi diharapkan dapat berperan

mendukung kondisi Ketahanan Nasional yang semakin tangguh di masa kini dan

yang akan datang.

Peranan yang diwujudkan oleh Koperasi terhadap Ketahanan Nasional

khususnya ketahanan ekonomi wilayah dapat dikemukakan hipotesis sebagai

berikut:

1. Dari aspek ideologi, penyelenggaraan koperasi dapat lebih memperkukuh

nilai kebersamaan pada masyarakat Indonesia, karena koperasi memang

dibentuk atas dasar asas kebersamaan. Implikasinya, koperasi yang sukses dan

tangguh dapat menjadi sarana ampuh dalam memperkuat integritas bangsa dan

Negara.

2. Dari aspek politik, koperasi langsung maupun tidak langsung mengenalkan

dan menanamkan cara-cara berorganisasi modern serta nilai-nilai demokratis

kepada anggotanya. Hal ini sejalan dengan penyelenggaraan organisasi dan

kegiatan usaha, serta prinsip demokratis yang ada pada demokrasi, yang

sekaligus merupakan wahana pendidikan politik yang terarah sesuai dengan

perkembangan jaman.
30

3. Dari aspek ekonomi, koperasi dapat menciptakan peluang kerja dan

menyerap tenaga kerja, terutama mengingat koperasi merupakan bahan usaha

yang dimulai dari “bawah” dan padat karya. Di sisi lain, sukses koperasi

bermakna sebagai peningkatan kesejahteraan ekonomi anggota khususnya.

4. Dari aspek sosial budaya, peningkatan kesejahteraan ekonomi anggota

koperasi dapat berdampak langsung, kepada perbaikan kondisi kehidupan

lainnya, seperti pendidikan anak yang semakin baik, kesehatan keluarga yang

semakin meningkat, gizi keluarga yang semakin baik, dan sebagainya.

5. Dari aspek pertahanan keamanan, sukses-sukses di atas pada dasarnya dapat

meningkatkan kondisi pertahanan-keamanan sekitar, akibat kualitas penduduk

yang semakin baik. Di sisi lain, sukses koperasi akan menimbulkan partisipasi

dalam kegiatan ekonomi daerah, sehingga dapat menyeimbangkan kekuatan

ekonomi antar daerah.

Atas dasar hipotesis di atas penelitian ini dilaksanakan, yakni bermaksud untuk

mengkaji penyelenggaraan koperasi di suatu wilayah/daerah. Pengertian

wilayah/daerah di dalam tulisan ini dipersempit yang dalam lingkup penelitian ini

batasannya adalah daerah operasional koperasi pasar Pondok Labu.

Tegasnya penelitian ini berasumsi, bahwa suksesnya penyelenggaraan koperasi

di suatu wilayah/daerah akan menunjang pembentukan kondisi Ketahanan

ekonomi Wilayah/Daerah yang bersangkutan akan lebih tangguh. Sukses koperasi

yang tersebar di seluruh wilayah nusantara ini, penulis yakini akan mampu

mendukung ketahanan ekonomi wilayah, sehingga dalam konteks inilah koperasi

akan mapu pula mendukung ketahanan nasional.


31

Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan pemberdayaan koperasi pasar

Pondok Labu guna meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung

ketahanan ekonomi wilayah, maka kinerja koperasi perlu dilakukan pembenahan

secara sungguh-sungguh dari semua pihak terkait, dalam hal ini yang paling utama

adalah pihak pengurus dan pengelola koperasi.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan 4 (empat) metode pengumpulan data

yaitu:

1. Metode kuesioner; Metode kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini adalah

bentuk angket kombinasi antara angket tertutup dan terbuka. Yang dimaksudkan

angket tertutup dalam penelitian ini adalah angket yang sudah disediakan alternatif

jawaban sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban yang tersedia,

sedangkan pada angket terbuka responden dapat mengisi jawaban pada kolom

yang tersedia sesuai dengan yang diinginkan. Angket ini dimaksudkan untuk

mengambil data yang terkait dengan tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan

usaha koperasi, pengelolaan koperasi, kesejahteraan yang diperoleh anggota dan

peran koperasi dalam mendukung ketahanan ekonomi wilayah (Lihat Lampiran-1).

2. Metode dokumentasi; Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan

untuk mendapatkan data mengenai laporan pelaksanaan kegiatan usaha koperasi

pasar Pondok Labu.


32

3. Metode wawancara; Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

untuk mendapatkan informasi guna melengkapi data yang diperoleh dari metode

kuesioner dan dokumentasi.

4. Metode Observasi; Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk

mengetahui secara langsung tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan usaha

koperasi, pengelolaan koperasi, kesejahteraan yang diperoleh anggota dan peran

koperasi dalam mendukung ketahanan ekonomi wilayah. Hasil observasi menjadi

catatan tersendiri yang nantinya dapat digunakan untuk melengkapi dan

membandingkan data yang diperoleh dari metode pengumpulan data lainnya.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,1997 : 114).

Menurut Lofland & Lofland dalam Moeleong, (2002 : 112) sumber utama dari

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini digunakan data Primer dan data

Skunder sebagai berikut :

1) Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari sumber primer,

melalui wawancara dengan anggota, pengurus dan pengawas koperasi pasar

Pondok Labu. Jumlah yang diwawancarai adalah 43 orang, terdiri dari 36 orang

anggota dari jumlah total anggota sebanyak 118 orang atau 30,5%, 6 orang

pengurus (100%) dan 1 orang pengawas (50%). Data primer lainnya berasal dari

penyebaran kuesioner kepada anggota sebanyak 75 bundel, setelah terkumpul dan

diteliti dengan seksama hanya 60 bundel atau 80% yang relevan untuk digunakan
33

sebagai data pendukung dalam penelitian ini, selain itu juga dilakukan observasi

keadaan fisik dan struktur organisasi koperasi pasar Pondok Labu.

2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan catatan yang

menyebutkan pokok permasalahan yang akan dijadikan sebagai landasan yang

bersifat teoritis, seperti laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas pada

Rapat Anggaran Tahunan dan Anggaran Dasar Rumah Tangga koperasi pasar

Pondol Labu.

E. Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang sangat

penting didalam penelitian kualitatif. Keabsahan data dalam penelitian ini

dipergunakan untuk:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dilakukan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

3. Membadingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

F. Motode Analisis Data

Data yang terkumpul dalam suatu penelitian akan lebih bermakna apabila diadakan

kegiatan analisa data. Dalam penelitian ini karena menggunakan metode pendekatan

kualitatif maka menggunakan data non- statistik. Penelitian ini, dengan pendekatan

kualitatif, strategi pendekatanya bersifat induktif konseptiualisasi, dengan alur proses

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut (Lihat Gambar-2).


34

Penyajian
Pengumpulan Data
Data

Kesimpulan-
Reduksi
kesimpulan
Data
atau penafsiran
Data

Gambar-2 Alur Proses Penelitian, (Sumber : Milles dan Huberman 1992: 20)

Keempat komponen diatas saling interaktif yaitu saling mempengaruhi dan terkait.

Pertama-tama peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan mengadakan

wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan data. Karena banyaknya

data yang dikumpulkan maka diadakan reduksi data (meneliti data yang relevan),

selain itu, pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga hal

tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu kesimpulan atau penafsiran data.
35

BAB III

KONDISI OBYEKTIF KINERJA KOPERASI PASAR PONDOK LABU

A. Gambaran Umum Koperasi

Pertimbangan pemerintah dalam menyusun Undang-undang Nomor 25 Tahun

1992 (UU No.25/1992) tentang Perkoperasian dilandasi bahwa koperasi, baik sebagai

gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Dengan

demikian koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan

mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru

perekonomian nasional, selain itu pembangunan koperasi merupakan tugas dan

tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat.

Penjelasan Pasal 33 menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai

sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian

nasional. Dengan memperhatikan kedudukan koperasi tersebut maka peran koperasi

sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat

serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri

demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi

seperti itu koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas

yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Tetapi dalam

perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan koperasi selama

32
36

ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula peraturan perundang-undangan

yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk

menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan

ekonomi rakyat.

Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam

perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar

menerapkan prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi

akan dapat menjadi organisasi ekonomi yang mantap, demokrasis, otonom,

partisipatif, dan berwatak sosial.

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara

berkembang memang berbeda. Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk

melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana

persaingan pasar, bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan

kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan

internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi kemudian tumbuh

sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan di

negara berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang

dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan

tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan

kesejahteraan masyarakat lebih dikedepankan di negara berkembang, baik oleh

pemerintah kolonial maupun pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan.


37

Pengalaman Indonesia lebih unik lagi, karena koperasi yang pernah lahir dan telah

tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan

diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-

undang dasar, dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran

bagaimana harus mengembangkan dan memberdayakan koperasi. Kondisi obyektif

koperasi pasar Pondok Labu akan ditinjau dari beberapa hal berikut :

1. Sejarah Pendirian

Tidak berbeda jauh dengan sejarah kehadiran koperasi di Indonesia, kehadiran

koperasi pasar Pondok Labu tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan

anggota dan masyarakat di wilayah sekitarnya.

Sejarah berdirinya koperasi ini berawal ketika diadakannya forum khusus

untuk membentuk angket suara untuk membentuk koperasi. Dari sekian banyak

pedagang ternyata lebih dari 20% jumlah pedagang menyatakan sepakat bersedia

menjadi anggota koperasi, maka beberapa bulan kemudian terbentuklah koperasi

dengan nama "KOPEPOLA" (Koperasi Pedagang Pasar Pondok Labu). Setelah

beberapa lama koperasi berjalan dengan mengemban tugas operasional koperasi

sudah menunjukkan kemajuan dalam pengelolaan dan akhirnya pada tanggal 13

Desember 1979 secara resmi ditetapkan sebagai hari "KOPEPOLA".

Koperasi pasar Pondok Labu memiliki landasan hukum sejak tahun 1986 dengan

akta pendirian Nomor : 1950/B.H/I. Tanggal. 11 Maret 1986.

Koperasi ini juga mengalami perubahan Nama yang semula KOPEPOLA

menjadi KOPPAS Pondok Labu pada tanggal 22 Januari 1995, Akta perubahan

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD / ART) dalam rapat anggota
38

dikuasakan dan ditandatangan oleh Lahmudin, Edi Erianto, Ardy Aimunir,

Achmadsyah dan Alimusim Maat serta mendapat pengesahan dari Departemen

Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada tanggal 16 Mei 1995 dengan

Nomor 1950a / BH / I.

2. Organisasi

Tata kehidupan dalam organisasi koperasi mengatur bagaimana hubungan di

antara anggota dan pengurus koperasi. Tata kehidupan ini secara prinsip diatur

oleh prinsip-prinsip koperasi. Pasal 5 UU No.25/1992 merinci ada 7 (tujuh) prinsip

koperasi Indonesia, yaitu: (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; (b)

Pengelolaan dilakukan secara demokratis; (c) Pembagian Sisa Hasil Usaha

dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing

anggota; (d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; (e) Kemandirian;

(f) Pendidikan perkoperasian; dan (g) Kerjasama antar koperasi.

Pasal 21 UU No.25/1992 menjelaskan bahwa perangkat organisasi koperasi

terdiri dari (a) Rapat Anggota; (b) Pengurus; dan (c) Pengawas.

Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi,

dalam Rapat Anggota pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar. Rapat

Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan

Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi, dan dilakukan paling sedikit sekali

dalam 1 (satu) tahun, dan untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus

Rapat Anggota diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku

lampau.
39

Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota dan

bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Persyaratan untuk dapat dipilih dan

diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengawas

bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengelolaan Koperasi, dan membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota dan

merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota. Pengurus bertugas : (a) Mengelola

Koperasi dan usahanya; (b) Mengajukan rencana-rencana kerja serta rancangan

rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; (c) Menyelenggarakan Rapat

Anggota; (d) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan

tugas; (e) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

dan (f) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus. Pengurus bertanggung

jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat

Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

Susunan kepengurusan koperasi pasar Pondok Labu periode 2009-2011 dapat

dilihat pada gambar-3.

Gambar-3 Susunan kepengurusan koperasi pasar Pondok Labu periode 2009-2011


40

Pengawas : 1. Bpk. Lahmudin

2. Bpk. Darmawan

Pengurus dan Pengelola Koperasi :

a. Ketua : Bpk. H. Kuswandi

b. Sekretaris : Bpk. Gusman ST Bangindo

c. Bendahara : Bpk. Jafman Tirzan

d. Pengelola : 1) Nurlailah

2) Rismar

3) Susilowati

3. Permodalan

Sesuai dengan Pasal 41 UU No.25/1992 menjelaskan bahwa modal koperasi

terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari

simpanan pokok; simpanan wajib; dana cadangan; dan hibah. Sedangkan modal

pinjaman dapat berasal dari anggota; Koperasi lainnya dan/atau anggotanya; bank

dan lembaga; penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; serta sumber lain yang

sah. Selain itu, koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal

dari modal penyertaan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pengelolaan koperasi yang baik membutuhkan modal. Modal koperasi bisa berasal

dari anggota maupun dari non anggota. Semakin besar modal yang berasal dari

anggota maka akan semakin baik, karena ini berarti koperasi dapat hidup dari

biaya sendiri. Agar kebutuhan modal koperasi dapat dipenuhi, dibutuhkan

partisipasi anggota dalam permodalan. Bentuk partisipasi anggota dalam

permodalan dapat dilakukan dengan membayar berbagai simpanan yang ada dalam
41

koperasi yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela secara

teratur. Adanya modal yang dimiliki kopersi, maka koperasi akan lebih mudah

memenuhi kebutuhan anggota dengan menyediakan berbagai jasa pelayanan.

Usaha koperasi dapat berkembang dengan anggota yang hendaknya mau

memanfaatkan jasa yang disediakan oleh koperasi.

Pada saat ini permodalan koperasi pasar Pondok Labu hampir keseluruhannya

berasal dari anggota yaitu sebesar Rp. 653,465,880,- sementara total passiva dan

kekayaan bersih koperasi per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 1,203,290,364,-.

Modal luar yang masih dikelola koperasi saat ini sebesar Rp. 40,000,000,-

merupakan sisa pinjaman modal tahun 2002 sebesar Rp. 100,000,000,-.

Modal sendiri atau kekayaan koperasi pasar Pondok Labu pada 3 (tiga) tahun

terakhir dapat dilihat pada Tabel-3.

Tabel-3 Permodalan Koperasi Pasar Pondok Labu

TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009


KETERANGAN
(Rp.) (Rp.) (Rp.)

Simpanan Pokok 11,308,000 52,015,000 52,400,000

Simpanan Wajib 136,027,000 144,212,000 170,726,775

Simpanan Wajib Khusus 217,024,857 259,667,136 326,895,044

Simpanan Suka Rela 5,945,188 3,260,736 7,522,995

Donasi 20,000,000 20,000,000 20,000,000

Cadangan 79,241,396 68,701,415 75,921,066

Jumlah 459,546,441 537,856,287 653,465,880


Sumber : Laporan RAT Januari 2010
42

4. Anggota

Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi. Yang

dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu

melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Setiap anggota mempunyai

kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam

Anggaran Dasar. Jumlah anggota koperasi pada tiga tahun terakhir dapat dilihat

pada Tabel-4.

Tabel-4 Jumlah Anggota Koperasi Pasar Pondok Labu

No Tahun Jumlah Masuk Keluar Meninggal Jumlah


Awal Akhir

1 2007 131 6 18 1 118

2 2008 118 5 3 2 118

3 2009 118 4 4 1 117

Catatan : Jumlah Calon Anggota sampai dengan Maret 2010 sebanyak 118 orang.

5. Jenis Usaha
Koperasi pasar Pondok Labu merupakan koperasi yang memiliki usaha tunggal

yaitu menampung simpanan anggota dan melayani peminjaman. Anggota yang

menabung (menyimpan) akan mendapatkan imbalan jasa dan bagi peminjam

dikenakan jasa. Besarnya jasa bagi penabung dan peminjam ditentukan melalui

rapat anggota. Dari sinilah, kegiatan usaha koperasi dapat dikatakan dari, oleh, dan

untuk anggota. Pada tahun buku 2009, koperasi pasar Pondok Labu
43

menyelenggarakan jenis usaha Simpan Pinjam yang ditetapkan berdasarkan

persetujuan RAT sebagai berikut :

a) Simpan Pinjam, dengan jasa ditetapkan sebesar 1% setiap bulan.

b) Pinjaman Spontan, dengan jasa ditetapkan sebesar 1,25 % setiap bulan.

c) Pinjaman Subsidi BBM, dengan jasa ditetapkan sesuai dengan Keputusan

Menteri Koperasi No. No. 23/KEP/M.KUKM/II/2003.

d) Pinjaman Paket, dengan jasa ditetapkan sebesar 1,5 % setiap bulan.

e) Pinjaman untuk anggota yang dilayani, dengan jasa ditetapkan sebesar 1,5%

setiap bulan.

Setelah menyimak kondisi umum koperasi pasar Pondok Labu, kemudian muncul

pertanyaan bagaimana kinerja koperasi pasar Pondok Labu saat ini ? Apakah koperasi

pasar Pondok Labu telah melakukan ”strategic positioning” sebagai wadah anggota

”bekerjasama” untuk kesejahteraan bersama anggota serta masyarakat di wilayah

sekitarnya?; Ataukah bekerja ”bersama-sama” untuk kepentingan masing-masing

anggota atau hanya untuk kepentingan pengawas dan atau pengurus koperasi saja?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diuraikan secara obyektif

kinerja koperasi pasar Pondok Labu berdasarkan hasil penelitian yang hasilnya

disajikan pada pembahasan selanjutnya.

B. Kinerja Koperasi

1. Partisipasi Anggota

UU No.25/1992 pada bab V telah mengatur tentang keanggotaan koperasi.

Pasal 17 ayat(1) menyebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan


44

sekaligus pengguna jasa koperasi. Pasal 18 ayat(1) dijelaskan yang dapat menjadi

anggota koperasi adalah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan

tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana

ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Dalam pasal 19 ayat (1) disebutkan bahwa

keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam

lingkup usaha koperasi. Sedangkan kewajiban dan hak anggota koperasi diatur

dalam pasal 20 undang-undang ini.

Dari amanat undang-undang diatas, jelas bahwa setiap anggota wajib untuk

berpartisipasi dalam setiap kegiatan usaha koperasi seperti dijelaskan pada pasal

20 ayat (1) butir b. Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam

mendukung keberhasilan atau perkembangan koperasi. Dalam koperasi, semua

program manajemen harus memperoleh dukungan dari anggota. Pihak manajemen

memerlukan berbagai informasi yang berasal dari anggota, khususnya informasi

tentang kebutuhan dan kepentingan anggota. Informasi ini hanya akan diperoleh

jika partisipasi anggota dalam koperasi berjalan dengan baik. Peningkatan

partisipasi akan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab serta semangat dan

kegairahan kerja. Tanpa partisipasi, anggota koperasi tidak akan dapat bekerja

secara efisien dan efektif. Suatu koperasi bisa berhasil dalam kompetisi jika

seluruh anggota dapat memanfaatkan kemampuannya masing-masing dan

bekerjasama untuk suatu tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian partisipasi

anggota sangatlah diperlukan dalam permberdayaan suatu koperasi.

Partisipasi anggota meliputi berbagai bidang, yaitu partisipasi dalam

demokrasi ekonomi koperasi, modal dan dalam penggunaan jasa usaha koperasi.
45

Bidang demokrasi ekonomi koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam setiap

kegiatan pengambilan keputusan yang diselenggarakan melalui rapat-rapat

anggota maupun di luar rapat anggota. Bidang modal koperasi, anggota koperasi

aktif turut serta menanggung beban modal koperasi, hal itu bisa dilakukan dengan

membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Bidang jasa

usaha koperasi, anggota sebagai pengguna dari setiap kegiatan usaha koperasi, di

sini anggota koperasi sebagai konsumen bahkan pelanggan dari kegiatan usaha

koperasi. Dalam berpartisipasi terhadap koperasinya dalam bidang jasa koperasi

dapat dilakukan dengan cara anggota sering menggunakan berbagai jasa atau unit

usaha yang disediakan oleh koperasinya.

Dari pengamatan lapangan terhadap partisipasi anggota diperoleh hasil

sebagai berikut :

a) Dalam bidang demokrasi ekonomi koperasi

Anggota ikut serta dalam hal demokrasi koperasi yaitu anggota

berpartisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan koperasi. Hal

itu bisa dilakukan dalam kegiatan rapat-rapat anggota seperti Rapat Anggota

Tahunan (RAT) maupun di luar rapat anggota.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota belum berperan serta secara

aktif dalam demokrasi ekonomi koperasi. Peran aktif anggota untuk

mengembangkan dan memberdayakan koperasi sampai saat ini masih terbatas

misalkan pada Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

untuk tahun 2010 hanya dihadiri oleh 13,6% dari jumlah anggota, dan pada

pelaksanaan RAT Januari 2010 hanya dihadiri oleh 48% dari jumlah anggota,
46

sebagian lain karena kesibukannya menyatakan untuk diwakilkan sebesar

43%, sedangkan sisanya atau sebanyak 11% tidak hadir (Hasil Laporan

Pengurus Terhadap Pelaksanaan RAT Tahun 2010) . Kondisi ini tidak sesuai

dengan ketentuan dalam AD/ART yang mensyaratkan pelaksanaan RAT

minimal harus dihadiri 75% dari seluruh jumlah anggota. Meskipun sebagian

anggota (sebesar) 43% menyatakan untuk mewakilkan kehadirannya, namun

hal demikian belum mencerminkan partisipasi anggota dalam bidang

demokrasi ekonomi koperasi berlangsung dengan baik.

b) Dalam permodalan

Sukses setiap kegiatan usaha koperasi tidak terlepas dari modal usaha yang

diperoleh koperasi. Modal utama koperasi diperoleh dari iuran anggota,

dengan demikian partisipasi anggota koperasi dalam permodalan dapat

dilakukan dengan cara aktif dalam membayar simpanan pokok, simpanan

wajib, dan simpanan sukarela. Partisipasi anggota dalam bidang permodalan

dari pengamatan di lapangan data tahun buku 2009 menunjukkan prosentase

85% atau Rp. 556,544,814,- merupakan modal sendiri yang dihimpun dari

anggota. Sementara itu, untuk mendukung suksesnya pemberdayaan koperasi

sangat dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan anggota. Tanpa disiplin,

seseorang tak akan mampu menyelesaikan segala apa yang telah

direncanakannya. Disiplin akan mampu menjalankan rencana berada pada

jalur yang telah ditentukan, tidak peduli seberapa besar hambatan yang

dihadapi. Pengamatan di lapangan terhadap disiplin anggota terindikasi bahwa

sebagian anggota dalam melaksanakan hak dan kewajiban masih belum


47

disiplin (tepat waktu), data dilapangan terdapat 11 % anggota yang kurang

disiplin dalam melaksanakan hak dan kewajibannya atau memiliki tunggakan

pinjaman sebesar Rp. 48,139,800,- atau 8,65% dari jumlah modal.

Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal

koperasinya baik berupa simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan usaha,

maupun simpanan lainnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

permodalan koperasi yang dihimpun dari anggota mencapai nilai sebesar 85%

dan mampu melebihi ketentuan AD/ART koperasi yang mensyaratkan

minimal modal sendiri adalah sebesar 51%, dengan kondisi demikian dapat

menjadi indikator bahwa partisipasi anggota dalam permodalan sudah

menunjukkan hasil yang baik, namun untuk tingkat kedisiplinan anggota

dalam mengembalikan pinjaman permodalan masih perlu ditingkatkan. Dari

penjelasan pengurus, idealnya setiap anggota harus tepat waktu dalam

mengembalikan modal koperasi, jikalaupun tidak tepat waktu, maksimal tidak

boleh lebih dari 2 (dua) bulan selama masa pengembalian pinjaman.

c) Dalam menggunakan jasa koperasi

Koperasi sebagai suatu usaha bersama, dari, oleh, dan untuk anggota maka

partisipasi anggota dalam menggunakan jasa koperasi sangatlah perlu.

Partisipasi anggota dalam menggunakan jasa koperasi yaitu anggota koperasi

sebagai pemakai atau konsumen dari setiap kegiatan usaha koperasi.

Anggota koperasi yang berpartisipasi dalam menggunakan jasa koperasi

sesuai dengan laporan pelaksanaan RAT Januari 2010 menunjukkan

prosentase sebesar 84% dari seluruh jumlah anggota.


48

Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan

para anggotanya, yang kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa

koperasi. Anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas

pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan

koperasi dibandingkan penjual di luar koperasi. Pada dasarnya setiap anggota

akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan koperasi apabila kegiatan

koperasi sesuai dengan kebutuhannya, terlebih jika pelayanan itu di tawarkan

dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di banding

yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi, maka partisipasi

anggota dalam menggunakan jasa koperasi akan semakin meningkat, dan

keadaan ini akan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan

pemberdayaan koperasi.

Dengan jumlah anggota koperasi yang berpartisipasi dalam menggunakan

jasa koperasi sebesar 84% dari jumlah anggota, mengindikasikan bahwa

partisipasi anggota dalam menggunakan jasa koperasi dapat dinilai cukup

baik, penilaian ini sesuai dengan penjelasan pengurus bahwa pemanfaatan jasa

koperasi oleh anggota dinilai berhasil apabila mencapai minimal 75% dari

jumlah anggota.

2. Pengelolaan

Pengurus sebagai pengelola memiliki tanggung jawab yang besar terhadap

seluruh anggota koperasi, karena pengurus yang dipilih oleh anggota dalam rapat

anggota merupakan pengelola yang dipercaya untuk mengurus koperasi. Cakupan

tugas pengelola koperasi meliputi pengelolaan organisasi koperasi maupun


49

pengelolaan usaha koperasi. Secara normatif pengelola (pengurus) dalam

organisasi koperasi memiliki fungsi yang amat strategis yaitu bertindak sebagai

pengusaha yang menjaga kesinambungan koperasi sebagai lembaga ekonomi yang

efisien. Oleh karena itu apabila kualitas pengurus koperasi rendah akan

mengakibatkan proses manajemen koperasi lemah sehingga arah dan tujuan yang

hendak di capai koperasi tidak bisa diraih terutama dalam pemberdayaan koperasi.

Seperti yang diungkapkan oleh Partadiredja (1995:9) “Salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan suatu Koperasi adalah Manajemen”. Dengan kata lain

berhasil tidaknya koperasi sangat tergantung pada kemampuan manajemen, dalam

hal ini manajemen yang diterapkan oleh pengurus.

Untuk mengetahui apakah pengurus koperasi sudah menerapkan prinsip-

prinsip manajemen dalam pengelolaan koperasi sesuai dengan UU No.25/92, akan

dilihat dari hasil penelitian sebagai berikut :

a) Prinsip pengelolaan keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa, seseorang tidak boleh

dipaksa untuk menjadi anggota koperasi, namun harus berdasar atas

kesadaran sendiri. Setiap orang yang akan menjadi anggota harus menyadari

bahwa, koperasi akan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan sosial

ekonominya. Dengan keyakinan tersebut, maka partisipasi aktif setiap

anggota terhadap organisasi dan usaha koperasi akan timbul. Karena itu,

dalam pembinaan dan pengembangan koperasi, prinsip ini sebaiknya

dilaksanakan secara konsekuen sehingga koperasi dapat tumbuh dari bawah

dan mengakar.
50

Terdapat 2 (dua) makna sifat sukarela dalam keanggotaan koperasi yaitu:

keanggotaan koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun, dan seorang

anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat

yang ditentukan dalam AD/ART koperasi.

Sifat terbuka mengandung makna bahwa, di dalam keanggotaan koperasi

tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.

Keanggotaan koperasi terbuka bagi siapa pun yang memenuhi syarat-syarat

keanggotaan atas dasar persamaan kepentingan ekonomi atau karena

kepentingan ekonominya dapat dilayani oleh koperasi.

Penerapan prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka tidak berarti bahwa

anggota secara mutlak bebas masuk dan keluar setiap waktu, menyimpan atau

menarik modal di koperasi. Seseorang dapat masuk atau keluar dari koperasi

sepanjang tidak merusak kepentingan anggota lain dan sepanjang dia tidak

melanggar peraturan di koperasinya.

Dari pengamatan dilapangan dapat diketahui bahwa di satu sisi koperasi

pasar Pondok Labu selalu membuka kesempatan kepada masyarakat untuk

menjadi anggota koperasi, sepanjang mampu memenuhi persyaratan yang

ditetapkan, namun pada sisi lain terdapat tuntutan kriteria keanggotaan yang

relatif ketat, hal ini dapat dilihat persyaratan untuk menjadi anggota tidak

hanya kewajiban membayar simpanan pokok dan wajib, melainkan ada

persyaratan khusus baik dari kondisi usaha anggota yang sedang dijalankan

bahkan sampai dengan uji kelayakan karakteristik kepribadian.

Penerapan kriteria pada persyaratan keanggotaan ini terbukti berdampak


51

positif terhadap ketahanan keanggotaan koperasi itu sendiri. Ketahanan

bermakna pada kualitas anggota yang lebih baik, partisipasi anggota lebih

baik, dan peluang keluar-masuk keanggotaan relatif rendah. Kondisi ini

sejalan dengan ketentuan AD/ART koperasi dan telah diterapkan menjadi

bagian terintegrasi dari manajemen keanggotaan di koperasi. Dalam konteks

manajemen keanggotaan yang dilakukan oleh koperasi pasar Pondok Labu

telah memperlihatkan efektifitasnya secara baik sehingga dapat dijadikan

salah satu referensi untuk pemodelan manajemen keanggotaan.

Dari hasil wawancara dengan pengurus, dapat diketahui bahwa manajemen

keanggotaan yang ada sampai saat ini akan terus dipertahankan sampai

dengan beberapa tahun kedepan atau sampai dengan adanya kesepakatan rapat

anggota untuk melakukan perubahan. Dengan model manajemen keanggotaan

yang diterapkan ini, terbukti minat masyarakat untuk menjadi anggota terus

meningkat, hingga Maret 2010 calon anggota atau anggota yang dilayani

(bukan anggota tetap), mencapai 118 orang calon anggota, dan ditargetkan

sampai akhir tahun 2010 jumlah keseluruhan anggota tetap dan calon anggota

koperasi akan mencapai 400 orang anggota.

Dari uraian diatas, kinerja pengelolaan koperasi terkait dengan prinsip

keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengurus telah melaksanakan

prinsip tersebut, dan berdasarkan hasil survey (kuesioner yang terkumpul) dari

anggota terhadap kinerja koperasi dalam menjalankan prinsip ini, didapat hasil

31 quesioner menyatakan sangat baik (86%), 4 quesioner menyatakan cukup

baik (11%), dan 1 quesioner (3%) tidak diisi. Dalam pengelolaan manajemen
52

keanggotaan secara umum dapat dinilai telah sesuai dengan prinsip

pengelolaan keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.

b) Prinsip Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis

RAT yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi,

memberlakukan asas kesamaan derajat, di mana setiap anggota mempunyai

hak satu suara. Dengan demikian, pengertian demokrasi koperasi

mengandung arti pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan

keputusan para anggota, serta anggota adalah pemegang dan pelaksana

kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Prinsip ini mengedepankan posisi

anggota sebagai pemilik (owner) yang sangat strategis dalam merumuskan,

melaksanakan, dan mengevaluasi koperasi. Bila masa kepengurusan telah

berakhir atau menjelang berakhir, RAT akan menetapkan pengurus

koperasi untuk periode selanjutnya.

Dari penelitian dilapangan hasil yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

1) Pemasaran produk, pengurus berupaya untuk selalu membuat terobosan

program baru salah satunya yang dilakukan saat ini adalah dengan

mengembangkan perluasan wilayah usahanya, dengan perluasan wilayah

usaha tersebut akan memberikan peluang yang besar bagi koperasi untuk

meraih pangsa pasar yang lebih luas dan keuntungan akan semakin

meningkat, hal ini dikarenakan produk yang ditawarkan sudah dianalisis

oleh pengurus dapat bersaing dengan produk sejenis yang ditawarkan oleh

pelaku usaha sejenis yang beroperasi di wilayah yang sama dengan wilayah
53

operasi pasar Pondok Labu.

2) Penghimpunan permodalan masih menjadi kelemahan pengurus, karena

saat ini pengurus hanya mengandalkan modal dari anggota (85%), padahal

untuk memperoleh permodalan sudah banyak pihak (perbankan) yang

menawarkan modalnya, namun belum dapat memanfaatkan secara optimal.

3) Pelaksanaan one man one vote, terdapat dua pola, pola pertama

dilakukan secara langsung artinya semua anggota memberikan suaranya

secara langsung pada Rapat Anggota, dan pola kedua dengan cara

perwakilan.

4) Laporan keuangan tahun buku 2009, tercatat semua transaksi keuangan

yang terjadi pada koperasi telah dicatat oleh bagian administrasi keuangan

secara rapih dan baik, terbuka, dan benar, sementara dilihat dari format

penyajian laporan sangat mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang

bekepentingan.

c) Prinsip Pembagian Sisa Hasil Usaha

Dalam koperasi, keuntungan yang diperoleh disebut sebagai sisa hasil

usaha (SHU). SHU adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh

dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan koperasi. Pendapatan

koperasi diperoleh dari pelayanan anggota dan masyarakat. Setiap anggota

yang memberikan partisipasi aktif dalam usaha koperasi akan mendapat

bagian sisa hasil usaha yang lebih besar dari pada anggota yang pasif.

Anggota yang menggunakan jasa koperasi akan membayar nilai jasa tersebut

terhadap koperasi, dan nilai jasa yang diperoleh dari anggota tersebut akan
54

diperhitungkan pada saat pembagian sisa hasil usaha. Transaksi antara

anggota dan koperasi inilah yang dimaksud dengan jasa usaha. Makna dari

prinsip ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Koperasi bukanlah badan usaha yang berwatak kapitalis sehingga

SHU yang dibagi kepada anggota (di badan usaha swata disebut

dividen) tidak berdasarkan modal yang dimiliki anggota dalam

koperasinya, tetapi berdasarkan kontribusi jasa usaha yang diberikan

anggota kepada koperasinya. Dengan kata lain, semakin banyak seorang

anggota melakukan transaksi bisnis (jual beli) dengan koperasinya,

maka semakin besar SHU yang diterima. Prinsip ini tentunya berlaku

apabila koperasinya tidak mengalami kerugian;

2) Koperasi Indonesia tetap konsisten untuk mewujudkan nilai-nilai

keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan, pada tahun buku 2009, koperasi pasar

Pondok Labu berhasil mendapatkan keuntungan usaha sebesar Rp.

254,023,900.00,-. Dari jumlah keuntungan tersebut terdapat pengeluaran

biaya sebesar Rp. 149, 463,781.53,- sehingga terdapat SHU sebesar Rp.

104,560,118.47,-. Dari jumlah SHU tersebut, berdasarkan laporan

pelaksanaan RAT 2010, jasa SHU yang dibagikan atas jasa simpanan dan jasa

atas usaha sebesar 25%, sisanya diperuntukkan bagi cadangan koperasi, dana

sosial, dan lain-lain.

Dalam prinsip-prinsip koperasi, anggota berhak menerima sebagian

keuntungan yang diperoleh koperasinya, agar tercermin asas keadilan,


55

demokrasi, transparansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka

perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU.

Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber

dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil

transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota,

melainkan dijadikan sebagai dana cadangan koperasi. Dalam kasus

koperasi tertentu, bila SHU yang bersumber dari non anggota cukup besar,

maka rapat anggota dapat menetapkannya untuk dibagi secara merata

sepanjang tidak membebani likuiditas koperasi. Pada koperasi yang

pengelolaan pembukuannya sudah baik, biasanya terdapat

pemisahan cumber SHU yang berasal dari anggota dengan yang berasal dari

nonanggota. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam pembagian SHU adalah

memilahkan yang bersumber dari hasil transaksi usaha dengan anggota

dan yang bersumber dari non anggota.

Sebenarnya belum ada formula yang baku mengenai penentuan

proporsi jasa modal dan jasa transaksi usaha, tetapi hal ini dapat

dilihat dari struktur permodalan koperasi itu sendiri. Pembagian SHU

dapat dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-

masing anggota atau partisipasi ekonomi anggota. Anggota-anggota

menyumbang secara adil dan mengendalikannya secara demokrasi terhdap

modal koperasi mereka. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal tersebut

biasanya merupakan milik bersama dari koperasi dan angota-anggota biasanya

menerima kompensasi yang terbatas terhadap modal.


56

Pembagian SHU yang dilakukan koperasi pasar Pondok Labu berdasarkan

laporan keuangan tahun buku 2009 adalah sebagai berikut:

1) Cadangan Koperasi 25%

2) Cadangan Simpana Wajib 20%

3) Jasa Atas Simpanan 10%

4) Jasa Atas Usaha 15%

5) Dana Pengurus 10%

6) Dana Karyawan 10%

7) Dana Pendidikan 3%

8) Dana Sosial 6%

9) Dana Pemda 1%

Dengan proporsi pembagian SHU diatas, maka prinsip pembagian sisa

hasil usaha yang dilakukan koperasi pasar Pondok Labu sudah sesuai dengan

ketentuan yang tercantum dalam AD/ART koperasi. Untuk pembagian SHU

kepada anggota dalam AD/ART diberlakukan rumus atau cara penghitungan

SHUA = JUA + JMA

di mana: SHUA = Sisa Hasil Usaha Anggota, JUA=Jasa Usaha

Anggota dan JMA=Jasa Modal Anggota

Dengan menggunakan model matematika, pembagian SHU kepada

masing-masing anggota dapat dihitung sebagai berikut:

SHUPa = Va x JUA + Sa x JMA


VUK TMS

di mana:
57

SHU Pa = Sisa Hasil Usaha per Anggota

JUA = Jasa Usaha Anggota

JMA = Jasa Modal Anggota

Va = Volume Usaha Angggota (total transaksi anggota)

UK = Volume Usaha Total Koperasi (total transaksi koperasi)

Sa = Jumlah Simpanan Anggota

TMS = Total Modal Sendiri (simpanan anggota total)

Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART Koperasi pasar Pondok Labu

adalah 25% dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa SHU

bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal

dan usaha, dengan pembagian Jasa Usaha Anggota sebesar 60%, dan Jasa

Modal Anggota sebesar 40%, maka ada 2 cara menghitung persentase

JUA dan JMA yaitu:

JUA = 60% x 25% total SHU Koperasi setelah biaya pengeluaran =

15% dari total SHU Koperasi.

JMA = 40% x 25% total SHU Koperasi setelah biaya pengeluaran =

10% dari total SHU Koperasi.

Dengan model pembagian SHU demikian ternyata dapat diterima seluruh

anggota dan memenuhi prinsip pembagian hasil sisa usaha yang berkeadilan

dan proporsional.

d) Prinsip Pemberian Balas Jasa Terhadap Modal

Anggota adalah pemilik koperasi, sekaligus sebagai pemodal dan


58

pelanggan. Simpanan yang disetorkan oleh anggota kepada koperasi akan

digunakan koperasi untuk melayani anggota. Apabila anggota menuntut

pemberian tingkat suku bunga yang tinggi atas modal yang ditanamkan

pada koperasi, maka hal tersebut berarti akan membebani dirinya

sendiri, karena bunga modal tersebut akan menjadi bagian dari biaya

pelayanan koperasi terhadapnya, sehingga tujuan berkoperasi untuk

meningkatkan efisiensi dalam mencapai kepentingan ekonomi bersama tidak

akan tercapai.

Modal dalam koperasi pada dasarnya digunakan untuk melayani anggota

dan masyarakat sekitarnya, dengan mengutamakan pelayanan bagi

anggota. Dari pelayanan itu, diharapkan bahwa koperasi akan

mendapatkan nilai lebih dari selisih antara biaya pelayanan dan pendapatan.

Karena itu, balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada anggota

ataupun sebaliknya juga terbatas, tidak didasarkan semata-mata atas besarnya

modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah pemberian

balas jasa atas modal yang ditanamkan pada koperasi akan

disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki koperasi.

Modal koperasi pasar Pondok Labu, selain berasal dari modal sendiri juga

berasal dari modal luar yaitu modal penyertaan dari lembaga keuangan / Bank

maupun dari institusi pemerintah. Dari Laporan RAT 2010 dapat dilihat

bahwa jasa yang diberikan terhadap modal luar adalah sebagai berikut:

1) Modal dari Bank Mandiri sebesar Rp. 125,000,000,- diberikan jasa Rp.

11,887,542.53,- atau setara dengan bunga sebesar 9.5% dalam 1 tahun.


59

2) Modal dari Subsidi BMM (dari Sudin Koperasi Jaksel) sebesar Rp.

50,000,000,- diberikan jasa sebesar Rp. 6,000,000,- atau setara dengan

bunga sebesar 12% dalam 1 (satu) tahun.

Dari data diatas dapat diketahuai bahwa pemberian balas jasa terhadap

modal besarnya tidak sama. Terkait dengan hal ini, pengurus periode 2009-

2011 telah menetapkan untuk tidak menerima modal dari Sudin Koperasi

Jaksel, karena jasa atau bunga yang dikenakan sangat membebani koperasi.

Dari data diatas juga dapat diketahuai bahwa besarnya pemberian balas jasa

terhadap modal merupakan ketetapan sepihak yang diberlakukan oleh pemilik

modal, sedangkan untuk modal dari anggota, besar balas jasa terhadap modal

diberlakukan sesuai dengan AD/ART yang ada.

e) Prinsip Kemandirian

Kemandirian pada koperasi dimaksudkan bahwa koperasi harus mampu

berdiri sendiri dalam hal pengambilan keputusan usaha dan organisasi.

Mandiri berarti dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain. Prinsip

ini pada hakekatnya merupakan faktor pendorong (motivator) bagi koperasi

untuk meningkatkan keyakinan akan kekuatan sendiri dalam mencapai tujuan.

Dalam UU No.25/92, prinsip ini dikemas dalam "Swadaya, Swakerta,

dan Swasembada" merupakan prinsip yang menggambarkan adanya

percaya pada diri sendiri. Swadaya berarti kekuatan atau usaha sendiri,

Swakerta mengandung arti mengerjakan atau membuat sendiri, dan

Swasembada bermakna mencukupi dengan kemampuan sendiri.


60

Dalam kemandirian terkandung pula pengertian otonomi, dan

keberanian untuk mempertanggungjawabkan segala tindakan atau

perbuatan sendiri dalam pengelolaan usaha dan organisasi. Dengan demikian

koperasi harus dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada pihak lain serta

dalam menjalankan usahanya harus dilandasi dengan kepercayaan,

pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Kemandirian pada

koperasi pasar Pondok Labu yang bergerak dalam bidang usaha simpan

pinjam, mengandung makna bahwa kemandirian dalam hal ini adalah

kemandirian dalam hal permodalan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal koperasi pasar Pondok Labu

saat ini didomonasi oleh modal sendiri yakni sebesar 85% dan modal luar

sebesar 15% dari keseluruhan modal. Dengan demikian pengelolaan koperasi

pasar Pondok Labu dalam menerapkan prinsip kemandirian akan ditinjau dari

faktor pengambilan keputusan dan faktor kemandirian dalam membiayai usaha

yang dilakukan. Dalam suatu wawancara dengan pengurus koperasi, dapat

diketahui bahwa atas nama anggota, pengurus koperasi mampu memutuskan

dengan bijaksana terhadap berbagai masalah yang dihadapi koperasi, salah

satu contoh adalah keputusan untuk tidak menerima dana pinjaman dari Sudin

Koperasi Jaksel, hal ini dilakukan karena persyaratan terhadap balas jasa

(bunga) lebih tinggi dari apa yang menjadi standar koperasi. Dengan penolakan

terhadap masuknya modal tersebut maka koperasi telah berupaya seoptimal

mungkin untuk dapat mandiri di bidang permodalan, termasuk menghimpun

modal penyertaan khusus dari anggota.


61

Namun demikian, mengingat potensi untuk mengembangkan usaha pada

koperasi cukup besar, maka masuknya modal luar yang memenuhi ketetapan

atau persyaratan koperasi khususnya dalam hal suku bunga, perlu untuk

ditingkatkan.

f) Prinsip Pendidikan Perkoperasian

Organisasi koperasi dikatakan sehat apabila kesadaran anggota koperasi

tinggi, AD/ART dilaksanakan, rapat anggota/pengurus/badan pengawas dapat

berfungsi secara optimal. Kesehatan mental koperasi dapat dilihat dari besarnya

tanggung jawab rapat anggota/pengurus/badan pengawas, pengelolaan koperasi

berdasarkan kemanusiaan/kekeluargaan, keterbukaan, kejujuran, dan keadilan,

konflik-konflik disfungsional dapat diatasi, dan koperasi dapat hidup mandiri

serta yang tidak kalah penting adalah program pendidikan koperasi

dilaksanakan secara rutin.

Dari hasil penelitian melalui wawancara dengan pengurus dan laporan RAT

2010, pengurus koperasi selama tahun buku 2009 tidak melakukan pendidikan

perkoperasian baik kepada pengurus maupun anggota, meskipun dana

pendidikan telah dialokasikan sebesar Rp. 5,166,710,-. Dengan hasil penelitian

ini dapat diketahui bahwa koperasi pasar Pondok Labu belum melaksanakan

prinsip pendidikan perkoperasian secara baik.

Dalam berbagai teori tentang koperasi, keberhasilan pemberdayaan

koperasi ditentukan oleh kemampuan pengurus dan anggotanya. Sebagai

pengurus mereka dituntut mampu membuat kebijakan yang baik, dalam


62

kaitan ini idealnya pengurus harus berkualitas, yaitu memiliki

kemampuan, berwawasan luas, dan solidaritas yang kuat dalam mewujudkan

tujuan berkoperasi, dan sebagai anggota, mereka harus mengetahui dan

memahami tujuan koperasi, manfaat terhadap dirinya dan cara organisasi

itu dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, baik pengurus maupun

anggota perlu mendapat pendidikan yang memadai tentang koperasi.

Pendidikan tentang perkoperasian merupakan bagian yang tidak

terpisahkan (bahkan sangat penting) dalam mewujudkan koperasi yang

berkualitas. Melalui pendidikan, pengurus dan anggota dipersiapkan untuk

memahami dan menghayati prinsip dan praktik dalam berkoperasi. Inti

dari prinsip ini ialah bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia

koperasi memegang peran sangat vital dalam mengoptimalkan pemberdayaan

koperasi.

g) Prinsip Kerjasama Antar Koperasi

Koperasi ada yang mempunyai bidang usaha yang sama dan ada

pula usaha yang berbeda serta tingkatan yang berbeda. Pada masing-

masing usaha tersebut disadari bahwa kemampuan koperasi masih

bervariasi, namun koperasi-koperasi tersebut pada dasarnya mengemban

misi yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa koperasi pasar Pondok Labu

sampai dengan tahun buku 2009 belum melakukan kerjasama dengan koperasi
63

lain, baik untuk bidang usaha maupun permodalan termasuk juga dalam hal

kerjasama pendidikan perkoperasian.

Untuk mencapai tujuan koperasi, masing-masing koperasi memiliki

kelebihan dan kekurangannya, untuk saling memanfaatkan kelebihan dan

menutupi kelemahan masing-masing, maka koperasi perlu melakukan

kerjasama. Kerjasama antar koperasi dimaksudkan agar dapat saling

menunjang pendayagunaan sumber daya sehingga diperoleh hasil yang

lebih optimal. Tentunya banyak keuntungan yang diperoleh apabila

kerjasama antar koperasi ini berjalan dengan baik, misalnya kerjasama

dalam promosi hasil-hasil produksi anggota koperasi, kerjasama dalam

mengatasi penetrasi pasar, kerjasama dalam tukar menukar informasi

bisnis, dan kerjasama pada bidang lain yang bermanfaat bagi koperasi.

Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip-prinsip koperasi diatas, koperasi pasar

Pondok Labu diharapkan dapat mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus

juga merupakan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial,

wadah kekuatan ekonomi rakyat, mensejahterakan anggota dan mendukung

ketahanan perekonomian di wilayahnya.

C. Pengaruh Faktor Eksternal

Di Indonesia, ukuran keberhasilan koperasi seringkali didasarkan pada penilaian

pemerintah terhadap pencapaian target yang sudah ditetapkan dan kurang

mempertimbangkan aspek kepuasan anggota sebagai tolok ukur keberhasilan

koperasi. Dengan berpedoman pada manajemen koperasi dimana rapat anggota


64

mempunyai kekuasaan tertinggi, maka pengurus koperasi harus berhasil dalam

menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga anggota bisa merasa puas atas kinerja

koperasinya.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan koperasi sebagai sistem

terbuka pada hakikatnya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yaitu: kondisi

wilayah dan kebijakan pemerintah.

1. Kondisi Wilayah

Kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk pemberdayaan koperasi,

adalah: adanya semangat gotong-royong, tidak ada kekuatan monopolis,

persaingan yang sehat serta potensi ekonomi yang terdapat di wilayah setempat,

selain itu, pelayanan birokrasi, pendidikan, penyuluhan, sarana perhubungan dan

pengangkutan serta perkreditan, akan dapat memberikan kontribusi terhadap

pemberdayaan koperasi.

Dasil pengamatan yang mendalam terhadap kondisi wilayah operasional

koperasi pasar Pondok Labu, dapat dikatakan sangat potensial untuk

mengembangkan dan memberdayakan perekonomian di wilayah ini melalui usaha

koperasi, karena wilayah operasional koperasi ini adalah tempat berkumpulnya

pedagang dalam melakukan transaksi keuangan atau pasar, dan di wilayah ini

terdapat sejumlah pertokoan serta 2 (dua) lokasi pasar bayangan (pasar tidak

resmi) yang banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar wilayah ini yaitu

masyarakat dari pinggiran wilayah kota Depok dan Tangerang Selatan, bahkan

tidak jarang banyak pedagang sayur mayur yang datang dari wilayah Bogor
65

melakukan transaksi jual beli di wilayah ini. Dengan kondisi wilayah yang

demikian strategis sangat mendukung upaya pemberdayaan koperasi.

Hasil kajian terhadap pengaruh kondisi wilayah, penulis dapat mengetahui

bahwa koperasi pasar Pondok Labu belum dapat memanfaatkannya secara

maksimal. Hal ini terindikasi dari kenyataan bahwa jumlah pedagang (pasar) baik

pedagang di pasar resmi (milik pemerintah) maupun pedagang di pasar bayangan

(milik perorangan) yang berada di wilayah operasional koperasi, ternyata

jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah pedagang yang menjadi anggota koperasi

(pedagang yang menjadi anggota koperasi 102 orang, sementara jumlah pedagang

resmi (yang memiliki tempat usaha) di wilayah tersebut mencapai jumlah 272

orang), ini belum termasuk pedagang di pertokoan yang berada di pinggir jalan

raya sekitar wilayah operasional koperasi Pasar pondok Labu.

Dari survey yang dilakukan, penulis dapat mengetahui bahwa sebagian

pedagang untuk mendapatkan modal usaha, mereka menggunakan jasa keuangan

perorangan yang bunganya jauh lebih tinggi dari pada apa yang seharusnya

dibayarkan kepada koperasi. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan

ketua koperasi pasar Pondok Labu, bahwa sebagian pedagang masih menggunakan

jasa “rentenir” untuk menambah modal usahanya. Melihat kenyataan ini, akan

semakin memperkuat keyakinan penulis bahwa koperasi pasar Pondok Labu

belum mampu memanfaatkan secara maksimal kondisi wilayah untuk

memberdayakan koperasi.
66

2. Kebijakan Pemerintah

Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang

menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar

ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai

dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar tersebut, ternyata koperasi yang sering

disebut sebagai soko guru perekonomian nasinal secara umum merupakan pilar

ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi

BUMS Widiyanto (1998). Dalam penjelasan regulasi juga disebutkan bahwa

sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana

produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan

sebagai koperasi. Dalam wacana sistem ekonomi dunia, koperasi disebut juga

sebagai the third way, atau "jalan ketiga", istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan

oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai "jalan tengah" antara

kapitalisme dan sosialisme (Rahardjo, 2002b).

Dukungan pemerintah yang cukup besar kepada koperasi dapat dilihat dari

dikeluarkannya regulasi yang mengatur tentang perkoperasian. Pemerintah

berharap melalui kegiatan berkoperasi akan dapat memperkokoh perekonomian

rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan

koperasi sebagai sokogurunya.

Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, Chatib (2006) menyebutkan bahwa, kebijakan yang

ditempuh dalam menyikapi perubahan saat ini yang mendorong lebih kuatnya
67

pelaksanaan otonomi daerah adalah menciptakan lingkungan iklim yang kondusif

bagi dunia usaha dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Daerah dan Pusat untuk pembinaan dan pengembangan koperasi; mengembangkan

usaha di bidang jasa keuangan dengan mengembangkan lembaga kredit pada

koperasi kredit dan koperasi simpan pinjam; melakukan kerjasama antar koperasi

dalam mengembangkan potensi usaha yang ada untuk bersaing dengan pelaku

usaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri apalagi dalam era pasar bebas.

Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk mendukung pemberdayaan koperasi

sudah cukup jelas.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa, kebijakan pemerintah baik Pusat

maupun Daerah dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM selama ini, baru

sebagian kecil saja yang dapat dinikmati oleh koperasi pasar Pondok Labu,

misalnya saja dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, koperasi

hanya memperoleh satu kali kesempatan untuk mengikuti program pendidikan

perkoperasian yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (dalam hal ini Sudin

Koperasi dan UKM Jakarta Selatan), itupun hanya untuk satu orang pengurus. Hal

ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan ketua koperasi yang menyatakan

bahwa, kebijakan pembinaan dan pengembangan untuk mengoptimalkan

pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu guna meningkatkan kesejahteraan

anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi wilayah, selam ini masih

sangat kurang. Dukungan dari pemerintah yang selama ini dirasakan manfaatnya

oleh koperasi pasar Pondok labu adalah kesediaan beberapa pejabat dari dinas

koperasi Jakarta Selatan dan Koperasi Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi Ketua
68

kehormatan sekaligus sebagai penasehat pada koperasi ini, dan juga kesediaan

untuk menghadiri beberapa acara yang terkait dengan kegiatan koperasi pasar

Pondok labu.
69

BAB IV
STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI PASAR PONDOK LABU

A. Strategi Dasar Pemberdayaan Koperasi

Strategi pemberdayaan koperasi adalah upaya yang berkelanjutan terhadap

koperasi untuk terus maju dan berfungsi dengan baik melalui aplikasi strategi, yang

disertai kemampuan melakukan upaya yang maksimal. Sesuai dengan pemikiran

dasar terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi sehingga belum

dapat meningkatkan kesejahteraan anggota dan belum mampu mendukung ketahanan

ekonomi wilayah, maka strategi pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu guna

meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi

wilayah, akan difokuskan pada upaya mengoptimalkan berbagai pengaruh tersebut

agar dapat mendukung kinerja koperasi secara optimal, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan anggota dan ketahanan ekonomi wilayah, yang

diilustrasikan pada Gambar-4.

FAKTOR EKSTERNAL
KONDISI WILAYAH DAN
KIBIJAKAN
PEMERINTAH
DIOPTIMALKAN

SISA MAMPU
KINERJA KESEJAHTER MENDUKU
KOPERASI
HASIL AAN NGKETAH
OPTIMAL USAHA ANGGOTA ANAN
MENING MENINGKAT EKONOMI
KAT WILAYAH

FAKTOR INTERNAL
PARTISIPASI ANGGOTA
PENGELOLAAN
KOPERASI
DIOPTIMALKAN

Gambar-4. Ilustrasi strategi pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu

64
70

B. Optimalisasi Faktor Internal

Pada pembahasan sebelumnya telah disampaikan bahwa faktor internal koperasi

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja suatu koperasi, oleh karena

itu faktor internal tersebut perlu dioptimalkan, yaitu dari sisi anggota dan dari sisi

pengelolaan koperasi. Dengan demikian pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu


64

akan difokuskan pada optimalisasi pemberdayaan anggota dan pengelolaan koperasi.

1. Pemberdayaan Anggota

Keberadaan koperasi pasar Pondok Labu sangat dibutuhkan oleh para pedagang

kecil di wilayah ini dan memiliki potensi besar dibidang perekonomian, oleh

karena itu keberadaan anggota koperasi pasar Pondok Labu perlu diberdayakan

secara maksimal.

Pemberdayaan anggota dilakukan dengan strategi: 1. Meningkatkan partisipasi

anggota pada setiap kegiatan koperasi; 2. Meningkatkan mutu layanan kepada

anggota; 3. Meningkatkan insentif anggota; dan 4. Meningkatkan pengetahuan

anggota tentang perkoperasian.

Tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini adalah membangun kesadaran

anggota koperasi untuk berpartisipasi secara aktif.

Sasaran dari strategi ini adalah meningkatnya partisipasi anggota pada berbagai

kegiatan koperasi.

Metode atau cara yang dipilih untuk melaksanakan strategi ini adalah dengan

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya.


71

2. Pengelolaan Koperasi

Pemberdayaan koperasi dari sisi pengelolaan akan dilakukan sesuai prinsip-

prinsip manajemen dalam pengelolaan koperasi dengan strategi sebagai berikut:

a) Menerapkan pengelolaan keanggotaan secara sukarela dan terbuka

b) Menerapkan pengelolaan secara demokratis

c) Membagikan sisa hasil usaha secara proporsional

d) Memberikan balas jasa terhadap modal secara proporsional

e) Menerapkan prinsip kemandirian secara proporsional

f) Meningkatkan pengetahuan perkoperasian kepada pengelola

g) Melakukan kerjasama antar koperasi

Tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini adalah meningkatkan kesejahteraan

anggota secara optimal.

Sasaran dari strategi ini adalah meningkatnya kinerja pengelola koperasi pasar

Pondok Labu.

Metode atau cara yang dipilih untuk melaksanakan strategi ini adalah dengan

meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan koperasi.

C. Optimalisasi Faktor Eksternal

Secara kelembagaan, sebuah koperasi merupakan suatu organisasi resmi yang

didirikan dan dijalankan oleh anggota sebagai sebuah unit operasi yang sering disebut

sebagai perusahaan koperasi. Fungsi koperasi seperti unit-unit ekonomi resmi lainnya

adalah memberikan jasa-jasa komersial dan keuangan, memasarkan produk-produk

industri dan lain-lain. Demikian halnya dengan keberadaan koperasi pasar Pondok
72

Labu yang telah dijadikan wadah berhimpunnya pedagang kecil dan menengah yang

berada di wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan posisi tawar mereka, oleh

karena itu diantara anggota saling menjalin hubungan agar koperasi mereka semakin

kuat dan memiliki daya tahan terhadap berbagai pengaruh baik dari dalam organisasi

itu sendiri maupun dari luar organisasi demi menjaga kepentingan anggota-

anggotanya.

Satu aliran teori baru kelembagaan seperti ditulis North (1990) menyatakan bahwa

fokus utama penguatan kelembagaan adalah pada masalah kerjasama. Definisi-

definisi dari teori North mengenai kelembagaan-kelembagaan dan organisasi-

organisasi sangat berguna dalam membuat suatu gambaran yang lengkap

perkembangan suatu koperasi.

Salah satu pembahasan mengenai koperasi dilihat dari perspektif teori baru

kelembagaan tersebut dapat dilihat dari apa yang pernah ditulis oleh Conry dkk,

(1986). Mereka memfokuskan pembahasan pada faktor-faktor kelembagaan yang

mempengaruhi perkembangan suatu organisasi usaha yang beroperasi di pasar-pasar

pertanian, yakni koperasi pertanian. Konsep yang dituliskan Conry yaitu koperasi

pertanian dapat berkembang dan beroperasi dalam konteks-konteks kelembagaan

ekonomi, budaya dan dalam sistem yang legal.

Konsep dari Conry dkk, menjelaskan bahwa kelembagaan-kelembagaan informal,

formal dan pasar tidak beroperasi secara terisolasi, melainkan saling mempengaruhi

satu dengan lainnya yang dapat positif maupun negatif, sebagimana digambarkan

pada Gambar-5.
73

Gambar-5: Integrasi operasional kelembagaan koperasi, dikutip dari Conry dkk. (1986)

Salah satu aspek yang perlu untuk diperhatikan dalam penguatan

kelembagaan dan daya tahan koperasi adalah adanya faktor

perekat dalam koperasi. Dalam penelitian ini, adanya perekat

antara kondisi wilayah dan kebijakan pemerintah harus saling

mendukung terhadap operasional koperasi, sehingga keberhasilan

koperasi selain berorientasi kepada kepentingan ekonomi anggota

juga dapat mendukung kepentingan ekonomi wilayah dan

kepentingan ekonomi nasional.

Dengan demikian, strategi yang diperlukan untuk penguatan

kelembagaan dan peningkatan daya tahan koperasi adalah adanya

komitmen yang kuat dan sekaligus upaya nyata dari pihak-pihak

terkait khususnya lembaga koperasi dan pemerintah.


74

Dalam optimalisasi pengaruh faktor eksternal, konsep pemberdayaan koperasi

difokuskan pada pengaruh faktor kondisi wilayah dan faktor kebijakan pemerintah

yang digambarkan sebagai mana dapat dilihat pada Gambar-6.

Gambar-6. Optimalisasi pengaruh faktor eksternal untuk pemberdayaan koperasi.

Gambar diatas menunjukkan area dimana terdapat faktor-faktor berpengaruh yang

dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Area Ab, Operasional Koperasi hanya berorientasi pada kondisi wilayah tanpa

memperhatikan kebijakan pemerintah.

- Area Ac, Operasional Koperasi yang disetujui pemerintah atau didukung oleh

kebijakan pemerintah tanpa memperhatikan kondisi wilayah.

- Area Aa merupakan kondisi yang ideal untuk pemberdayaan koperasi yakni

mencakup faktor kondisi wilayah dan kebijakan pemerintah yang saling

mendukung operasional koperasi.


75

- Area d, berada diluar wilayah operasional koperasi.

Strategi untuk optimalisasi faktor eksternal tersebut adalah optimalisasi faktor

kondisi wilayah dan faktor kebijakan pemerintah, strategi ini dipilih dengan tujuan

untuk memperkuat organisasi koperasi dalam upaya mendukung ketahanan ekonomi

wilayah.

Sasaran strategi ini adalah meningkatnya posisi atau kedudukan koperasi baik dari

sisi legalitas maupun dari sisi keberadaan organisasinya.

Metode yang digunakan untuk melaksanakan strategi ini adalah dengan mengkaji

keberadaan koperasi, melakukan sosialisasi terhadap perkembangan koperasi dan

melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan kegiatan koperasi.

Dengan menerapkan konsep diatas, diharapkan koperasi akan dapat diberdayakan

secara optimal, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota dan ketahanan

ekonomi wilayah.

D. Upaya yang perlu dilakukan

1. Upaya yang dilakukan untuk melaksanakan strategi

optimalisasi faktor internal adalah sebagai berikut:

a)Upaya meningkatkan pemberdayaan anggota

1) Meningkatkan partisipasi anggota; Sebuah koperasi dikatakan berhasil

atau sukses jika mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi

dapat mensejahterahkan anggotanya, karena ia menciptakan nilai tambah

dari usaha mereka dan anggota bisa memperoleh nilai tambah jika mereka

mau berpartisipasi dalam koperasinya. Dengan demikian semakin sering


76

anggota berpartisipasi, semakin besar nilai tambah yang mereka dapatkan.

Agar partisipasi dapat meningkat, maka pengurus koperasi harus mampu

menunjukkan kinerja yang baik, dengan kinerja yang baik akan dapat

memberikan nilai tambah kepada anggota.

2) Meningkatkan mutu layanan kepada anggota; Dalam konteks koperasi,

mutu layanan adalah kriteria organisasional. Kriteria organisasional

berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang

terbaik dari sumberdaya yang dimiliki dan dikelola. Kriteria ini melihat

efektivitas organisasi koperasi dalam memuaskan anggota melalui proses

pelayanannya. Dengan demikian setiap segala gerak langkah koperasi harus

selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Perhatian terhadap

kepentingan anggota dengan cara melihat kebutuhan serta kepuasan atas

pelayanan menjadi faktor kunci untuk keberhasilan usaha di tengah iklim

persaingan yang semakin ketat saat ini.

3) Memberikan insentif yang menarik kepada anggota; Di dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Koperasi No. 27, tahun 1999 paragrap 80, secara tegas

disebutkan bahwa manfaat ekonomi langsung bagi anggota koperasi adalah

berupa manfaat harga, yaitu harga barang dan jasa (dalam pembelian dan

penjualan) dan harga uang (bunga uang dalam simpan pinjam). Di dalam

pemasaran atau penjualan, manfaat harga berupa selisih harga antara harga

yang dibayar oleh non koperasi kepada anggota. Dalam koperasi simpan

pinjam maka insentif yang dapat diberikan kepada anggota diantaranya

adalah bunga kredit yang dibayarkan anggota kepada koperasi lebih rendah
77

dari bunga kredit yang berlaku di luar koperasi, hal ini biasa disebut manfaat

efisiensi penarikan kredit dan manfaat lain misalnya dalam bentuk biaya

transaksi kredit yang murah, persyaratan kredit yang ringan dan lain-lain.

Dengan demikian, kinerja pengelola koperasi harus mampu ditingkatkan

untuk menjaga dan mengamankan kekayaan para anggotanya yang sudah

tertanam dalam koperasi sehingga kepercayaaan anggota akan terbentuk dan

pada akhirnya anggota akan bersedia menanamkan modalnya lebih besar di

koperasi.

4) Melakukan pendidikan perkoperasian kepada anggota; Pendidikan

tentang perkoperasian kepada anggota meliputi pengertian koperasi, nilai-

nilai moral koperasi yaitu nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab

sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan serta nilai-nilai

etis dari kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial serta kepedulian

terhadap orang lain dan prinsip-prinsip kerja koperasi yang non kapitalis dan

berwatak sosial dengan program pendidikan moral koperasi. Dengan

pemahaman anggota terhadap koperasi yang semakin meningkat, akan

mempermudah terjalinnya komunikasi yang harmonis antara pengelola

koperasi dengan para anggotanya, sehingga dapat menghindari segala bentuk

kesalahpahaman dan perselisihan yang mungkin saja terjadi.

b) Upaya meningkatkan pengelolaan koperasi

1) Pengurus koperasi membuat database keanggotaan dan melakukan

evaluasi terhadap persyaratan untuk menjadi anggota serta

mengkonsultasikan pada rapat anggota tahunan.


78

2) Pengurus koperasi membuat laporan kondisi koperasi secara berkala

setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan penyajian yang lebih transparan dan

mudah dimengerti oleh seluruh anggota.

3) Pengurus koperasi sebelum membagikan sisa hasil usaha perlu

mengkonsultasikan pada rapat anggota.

4) Pengurus koperasi melakukan evaluasi pemberian balas jasa terhadap

modal yang dapat menjadi beban biaya operasional koperasi, dan segera

melakukan penyelesaian terhadap sisa pinjaman bank yang mensyaratka jasa

cukup tinggi.

5) Pengurus koperasi tenaga pemasaran yang memiliki kemampuan

dibidang pemasaran produk koperasi, disertai persyaratan lain yaitu

mengenal kondisi wilayah operasional koperasi pasar Pondok Labu

6) Pengurus koperasi meningkatkan pengetahuan perkoperasian kepada

pengelola koperasi melaui pendidikan, pelatihan dan seminar-seminar.

7) Pengurus koperasi meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan

baik lembaga keuangan pemerintah maupun swasta dalam rangka menambah

permodalan koperasi, disertai syarat-syarat yang menguntungkan kedua

belah pihak.

8) Pengurus koperasi meningkatkan kerjasama dengan institusi yang

memiliki usaha sejenis dengan koperasi pasar Pondok Labu dalam rangka

menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam suasana yang kondusif.


79

9) Pengurus koperasi meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah

dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana

pembangunan serta potensi sumberdaya daerah lainnya.

10) Pengurus koperasi meningkatkan meningkatkan kerjasama dengan

pelaku-pelaku ekonomi di wilayah sekitar dalam rangka mengembangkan

potensi sumberdaya lokal.

11) Pengurus koperasi meningkatkan kegiatan sosial untuk masyarakat

sekitar dengan melibatkan secara aktif jajaran birokrasi maupun tokoh

masyarakat setempat.

2. Upaya yang dilakukan untuk optimalisasi faktor

eksternal melalui strategi penguatan kelembagaan dan

daya tahan koperasi adalah sebagai berikut:

a) Pemerintah dalam hal ini Suku Dinas Koperasi Jakarta

Selatan bekerjasama dengan koperasi di wilayah Jakarta

Selatan menyusun standar dan metoda yang tepat untuk

materi ajaran koperasi yang dapat mendukung kaderisasi

koperasi di wilayahnya.

b) Suku Dinas Koperasi Jakarta Selatan bekerjasama dengan

koperasi pasar Pondok Labu melakukan penyuluhan serta

pendidikan dan pelatihan kepada pengurus dan pembina

koperasi dengan materi dan metoda yang disesuaikan dengan


80

kebutuhan dalam pengelolaan koperasi pasar Pondok Labu,

agar mereka benar-benar memahami koperasi secara utuh.

c) Pengurus dan pembina koperasi melakukan sosialisasi atau

promosi kegiatan koperasi melalui media yang tepat, terarah

dan terencana serta berkesinambungan.

d) Suku Dinas Koperasi Jakarta Selatan mengkaji secara cermat

bidang usaha yang mempunyai keunggulan komparatif yang

tepat untuk diusahakan oleh koperasi dan sesuai dengan usaha

anggotanya sebagai fokus pengembangan usaha koperasi.

e) Pengurus dan pengelola koperasi melakukan dalam

melaksankan kegiatan koperasi hanya atas dasar perencanaan

dan kelayakan bisnis bukan karena adanya suatu program

yang diciptakan oleh pemerintah (sektoral di tingkat pusat).

f) Pengurus dan pengelola koperasi membangun jaringan

antara koperasi dengan lembaga usaha lainnya baik dalam

keperluan pengadaan bahan baku dan teknologi maupun

pemasaran hasil produksi.

g) Pengurus dan pengelola koperasi merancang sekaligus

melaksanakan model pendidikan dan latihan teknis usaha yang

sesuai dengan kebutuhan pengembangan usaha anggota

koperasi.
81

h) Suku Dinas Koperasi Jakarta Selatan menyerahkan sebagian

besar tugas dan tanggung jawab pembinaan dan

pengembangan koperasi kepada gerakan koperasi itu sendiri.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada pembahasan bab-bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pemberdayaan

koperasi pasar Pondok Labu guna meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka

mendukung ketahanan ekonomi wilayah, dipengaruhi oleh faktor internal yaitu

pemberdayaan anggota dan pengelolaan koperasi serta faktor eksternal yaitu kondisi

wilayah dan kebijakan pemerintah. Hasil kajian terhadap kinerja koperasi pasar

Pondok Labu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemberdayaan anggota untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi

masih kurang maksimal, padahal keanggotaan dalam koperasi merupakan salah


82

satu aspek penting dari keberhasilan suatu koperasi, karena maju mundurnya

sebuah koperasi sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi aktif anggota.

2. Pengelolaan koperasi, masih belum optimal pada beberapa hal yaitu:

a) Penerapan prinsip demokratis, simpulan dari hasil kajian terindentifikasi

bahwa pengurus koperasi belum optimal menerapkan prinsip tersebut, hal ini

salah satunya terlihat pada saat pembahasan RK/RAPB pengurus hanya

melibatkan 16% dari seluruh anggota, dimana yang ideal adalah pengurus

menampung masukan-masukan dari seluruh anggota.

b) Penerapan prinsip pemberian balas jasa terhadap modal, meskipun dalam

implementasinya pengurus belum dapat mengoptimalkan pemanfaatan modal

luar, namun secara konsep pengurus telah menerapkan prinsip pemberian balas

jasa terhadap modal, baik modal sendiri maupun modal luar.


7
c) Penerapan prinsip kemandirian, kinerja koperasi pasar Pondok Labu dalam
1
menerapkan prinsip kemandirian dapat ditinjau dari faktor pengambilan

keputusan dan faktor kemandirian dalam membiayai usaha yang dilakukan.

Dari faktor pengambilan keputusan, pengurus secara tegas dapat dikatakan

mampu mandiri, sementara dari faktor modal, meskipun saat ini sudah mampu

mandiri, namun demikian, mengingat potensi untuk mengembangkan usaha

pada koperasi cukup besar, maka masuknya modal luar yang memenuhi

ketetapan persyaratan standar koperasi masih perlu untuk ditingkatkan.

d) Penerapan prinsip pendidikan perkoperasian, kinerja koperasi dalam

menerapkan prinsip pendidikan perkoperasian, selama kurun waktu 2006-2009

dapat dikatakan sangat buruk, hal ini terlihat dari hasil kajian bahwa pendidikan
83

perkoperasian terakhir berlangsung pada tahun 2005, itupun hanya satu orang

staf koperasi yang melaksanakan pendidikan.

e) Kinerja koperasi pasar Pondok Labu dalam menerapkan prinsip kerjasama

antar koperasi masih sangat lemah, baik dalam bentuk kerjasama pemasaran,

kerjasama permodalan maupun kerjasama pada bidang lain yang bermanfaat

bagi koperasi.

Dengan kinerja dan pengelolaan koperasi pasar Pondok Labu yang belum

optimal, maka upaya untuk menghasilkan SHU yang maksimal belum tercapai,

akibatnya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota juga belum optimal,

meskipun pada tahun 2009 koperasi telah mampu menghasilkan SHU bersih

sebesar lebih kurang 20% dari modal, namun masih perlu ditingkatkan, karena

masih banyak potensi ekonomi yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal

oleh pengurus koperasi.

3. Kondisi wilayah dan kebijakan pemerintah dalam mendukung pemberdayaan

koperasi, sangat memungkinkan untuk koperasi pasar Pondok Labu menjadi lebih

berdayaguna dalam meningkatkan kesejahteraan anggota maupun dalam

mendukung ketahanan ekonomi wilayah. Namun kebijakan pemerintah terhadap

pembinaan dan pengembangan koperasi masih perlu ditingkatkan, sehingga peran

koperasi pasar Pondok Labu dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian

wilayah dapat maksimal.

Dari penjelasan diatas, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Anggota


84

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi pasar Pondok Labu

hingga saat ini masih dihadapkan pada permasalahan pemberdayaan anggota dan

pengelolaan koperasi yang belum optimal, sehingga SHU yang diperolehnya juga

tidak optimal, akibatnya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

menjadi tidak optimal.

2. Upaya Mendukung Ketahanan Ekonomi Wilayah

Pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu dalam rangka mendukung

ketahanan ekonomi wilayah saat ini masih dipengaruhi oleh kondisi wilayah

operasional koperasi pasar Pondok Labu dan kebijakan pemerintah dibidang

koperasi. Kondisi Wilayah yang mempengaruhi, dari hasil kajian terhadap kinerja

koperasi pasar Pondok Labu dalam memanfaatkan kondisi wilayah

operasionalnya, sampai saat ini masih belum maksimal, hal ini dapat dilihat dari

masih banyaknya potensi ekonomi di wilayah ini yang belum mampu

dimanfaatkan secara maksimal oleh koperasi, salah satunya adalah kebutuhan

modal usaha bagi para pedagang yang jumlahnya cukup banyak di wilayah

operasional koperasi masih belum bisa dilayani oleh koperasi. Sementara itu,

pengaruh Kebijakan Pemerintah terhadap kinerja koperasi, dari hasil kajian

memperlihatkan bahwa regulasi pemerintah dalam mendukung pemberdayaan

cukup besar, namun implementasi dari kebijakan pemerintah untuk pembinaan dan

pengembangan koperasi serta kebijakan terhadp akses potensi ekonomi daerah

masih sangat kurang. Kondisi ini terjadi salah satunya diakibatkan belum

optimalnya koperasi pasar Pondok Labu dalam melakukan kerjasama dengan suku

dinas koperasi kota Jakarta Selatan.


85

B. Saran

Untuk mendukung keberhasilan pemberdayaan koperasi pasar Pondok Labu guna

meningkatkan kesejahteraan anggota dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi

wilayah, disarankan beberapa hal berikut :

1. Manajemen keanggotaan koperasi perlu dilakukan dengan manajemen

tersendiri yang mencakup aktivitas rekrutasi anggota, pengembangan anggota,

pemberian manfaat, pemeliharaan anggota, dan pemutusan hubungan keanggotaan.

Jika manajemen keanggotaan berjalan secara efektif dan efesien maka partisipasi

insentif akan meningkat.

2. Persyaratan untuk menjadi anggota koperasi pasar Pondok Labu yang selama

ini terkesan memberatkan calon anggota (khususnya pedagang), perlu direvisi

dengan mempertimbangkan perilaku atau track record calon anggota, sehingga

persyaratan yang mengharuskan calon anggota memiliki kios selayaknya

dipertimbangkan kembali.

3. Prinsip penerapan pendidikan perkoperasian baik kepada anggota maupun

pengurus, perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari pengelola,

pendidikan perkoperasian perlu dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan.

4. Meskipun pemerintah mempunyai kewajiban untuk membina dan

mengembangkan koperasi, namun pengurus perlu untuk bertindak proaktif

mencari informasi mengenai program pemerintah tentang perkoperasian yang

dapat diikuti dan bermanfaat bagi koperasi pasar Pondok Labu.

5. Pengurus perlu berupaya untuk meningkatkan permodalan dalam rangka

mengembangkan usaha koperasi, mengingat masih banyak potensi usaha yang


86

dapat dikembangkan oleh koperasi pasar Pondok Labu di wilayah Pondok Labu

dan sekitarnya.

You might also like