You are on page 1of 16

PENDAHULUAN

Di negara-negara yang multilingual, multirasial, dan multi kultural, untuk

menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan sesuatu

perencanaan bahasa ( Inggris: language planning) yang tentunya terlebih dahulu

harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa (Inggris: Language Policy). Yang

dimaksud dengan multilingual disini adalah adanya dan digunakannya banyak

bahasa dengan berbagai ragamnya di dalam wilayah negeri itu sendiri secara

berdampingan, entah digunakan secara terpisah oleh masing-masing ras (suku

bangsa) maupun digunakan secara bergantian, seperti yang dibicarakan dalam

bilingualisme. Lalu, yang dimaksud dengan multirasial adalah terdapatnya etnis

yang berbeda, yang biasanya dapat dikenali dari ciri-ciri fisik tertentu atau dari

bahasa dan budaya yang melekat pada etnis tersebut. Sedangkan yang dimaksud

dengan multikultural adalah terdapatnya berbagai budaya, adat istiadat, dan

kebiasaan yang berbeda dari penduduk yang mendiami negara tersebut. Biasanya

ciri etnis, bahasa, dan kultur terikat menjadi satu, menandai ras ( suku bangsa)

tertentu yang membedakannya dari ras lainnya. Negara Indonesia, Malaysia,

Filipina, Singapura. Dan India merupakan contoh negera yang multi lingual,

multirasial, dan multikultural, yang memerlukan adanya kebijakan bahasa, agar

masalah pemilihan atau oenentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di

dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak konflik horizontal yang pada

akhirnya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut. Di

Negara Indonesia, kebijakan tersebut sudah termaktub dalam Pembukaan UUD

45, dan sumpah pemuda, sehingga tidak pernah terjadi komplik sebagaimana di

[Type text] Page 1


tersebut di atas, karena semua bangsa, etnis sudah memiliki komitmen berbahasa

satu bahasa Indonesia, dan berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia.

KEBIJAKSANAAN BAHASA

Kalau kita mengikuti rumusan yang disepakati dalam seminar Politik Bahasa

Nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975, maka kebijaksanaan bahasa itu

dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang

dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-

ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah

kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijaksanaan

bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian

membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan bahassa

sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh

negara, dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur

yang berbeda.

Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama,

sebab tergantung pada situasi nkebahasaan yang ada dalam negara itu sendiri.

Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam

negara itu hanya ada satu bahasa saja( meskipun dengan sekian dialek dan

ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara

yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggri. Tetapi di

nega-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan

memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan

untuk timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia

[Type text] Page 2


sebagai negara yang relatif baru dengan masalah-masalah kebahasaan yang bisa

terjadi di negara lain, secara historis buah bahasa, yaitu (1) bahasa nasional

Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan

bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, paa pemimpin

perjuangan Indonesia, berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak

berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai liguna franca di

seluruh Nusantara dan Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh

Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesaia. Peristiwa pengangkatan

bahasa indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu ikrar yang

disebut Soempah Pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi

negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebi

banyak berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa

negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh

karena itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa

yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa

asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan, sesuai

dengan kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai

lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan

atau intrabangsa; bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat

komunikasi intrasuku; sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi

antar- bangsa dan alat penambah ilmu pengatahuan. Ketiga bahasa itu dengan

fungsinya masing-masing tidak menimbulkan masalah dan peningkatan

penggunaan bahasa Indonesia dari para warga bangsa Indonesia, sebab hingga

[Type text] Page 3


kini penguasaan mereka akan bahasa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan

(lihat Chaer 1993).

Masalah kebahasaan yang dihadapi bangsa Filipina agak mirip dengan

keadaan di Indonesia, tetapi tampaknya persoalan yang mereka hadapi lebih

kompleks. Di Filipina, seperti di Indonesia, terdapat banyak bahasa daerah dan

dua bahasa asing bekas penjajahannya yang sangat melekat pada bangsa itu, yaitu

bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. Ketika merdeka dan memerlukan simbol

indentitas bangsa, mereka menetapkan dan mengangkat bahasa Tgalog, salah satu

bahasa daerah, menjadi bahasa nasional yang diberi nama baru bahasa Filipino.

Berbeda dengan bahasa Melayu ( yang menjadi dasar bahasa Indonesia), bahasa

Tagalog ( sebagai dasar bahasa Filipino) sebelumnya belum digunakan secara

meluas di seluruh wilayah Filipina. Oleh karena itu, penerimaan waraga Filipina

terhadap bahasa Filipino ini tidak begitu menggembirakan; lebih-lebih karena

mereka punya kesan bahwa bahasa Filipina ini hanya didasarkan pada bahasa

Tagalog (based on Tagalog). Untuk lebih menggalakan penerimaan bahasa dan

pengunaan bahasa Pilipino ini pada tahun 1973 Majelis Konstituante Filipina

mengganti nama Pilipino dengan nama Filipino dengan janji bahwa bahasa

Filipino akan didasarkan pada semua bahasa daerah yang ada fi Filipina.

Bagaimana caranya, entahlah. Yang jelas ingga saat ini untuk komunikasi

kenegaraan dan komunikasi antarsuku masih digunkan bahasa inggris, diselruh

wilayah Filipina. Dengan bahasa Inggris mereka dapat berkomunikasi

intrabangsa, tetapi dalam bahasa Filipino belum dilakukan.

Masalah kebahsaan yang dihadapi negara Singapur juga cukup ruwet; tetapi

tampaknya pemerintah Singapur telah dapat melakukan kebijaksanaan bahasa

[Type text] Page 4


dengan tepat. Republik Singapur adalah negaa kecil yang warganya multilingual,

multirsial, dan multikultural. Maka menyadarai keadaan itu, pemerintah Singapur

mula-mula membedakan adanya dua hal, yaitu fungsi bahasa dan penggunaan

bahasa. Dalam hal fungsi bahasa ini, mereka membedakan adanya bahasa

nasional dan bahasa resmi. Mereka mengkui punya satu bahasa nasional, yaitu

bahasa Melayu yang menjadi lambang kenasionalan negara itu, seperti dalam lagu

kebangsaan, aba-aba kemiliteran, dan slogan-slogan lain. Di samping itu Singapur

mengakui adanya empat buah bahasa resmi, yang dapat digunakan dalam segala

urusan resmi kepemerintahan. Keempat bahasa resmi itu adalah (1) bahasa

Melayu, (2) bahasa Mandarin(bahasa-bahasa cina), (3) bahasa Tamil( termasuk

bahasa india lainnya),dan (4) bahasa Inggris. Dari urutannya secara emosional

paling terhormat kedudukannya adalah bahasa Melayu, namun, penggunaanya

relatif kecil. Sebaliknya bahasa Inggris berada dalam kedudukan yang paling

rendah, tetapi frekuensi penggunaanya paling tinggi.

Penanganan masalah kebahasaan di India tampaknya mirip dengan di

Singapur; hanya skalanya lebih besar. Kalau Singapur mengakui satu bahasa

nasioal dan dapat dapat diterima dengan baik oleh waga Singapur secara

keseluruhan, karena di samping satu bangsa nasional itu (yang lebih bersifat

lambang kenasionalan) ditetapkan uga adanya empat bahasa resmi

( termasukbahasa Melayu) yang dapat digunakan dengan kedudukan sederajat

(walaupun dalam kenyataannya frekuensi penggunaan bahasa Inggris lebih

tinggi). Bahasa India juga menetapkan adanya satu bahasa nasional, yaitu bahsa

Hindia, dua bahasa resmi kenegaraan, yaitu bahasa Hindia dan bahasa Inggris,

serta sejumlah bahasa resmi kedaerahan ( lihat Moeliono 1983). Bahasa nasional,

[Type text] Page 5


bahasa Hindia, tidak dapat digunakan secara luas alay komunikasi yang dapat

digunakan untuk keperluan itu adalah bahasa Inggris, bahasa bekas penjajahanya,

yang sejak dulu memang telah menjadi liguna franca.

Keperluaan suatu negara atau negara untuk memiliki sebuah bahasa yang

menjadi indentitas nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa

resmi kenegaraan (bisa bahasa yang sama dengan bahasa nasional) tidak selalu

bisa dipenuhi kebutuhan oleh bahasa atau bahasa-bahasa asli pribumi yang

dimiliki. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan itu dari bahasa asli pribumi;

Filipina dapat memenuhi sebagian; sedangkan Somalia tidak dapat sama sekali.

Berkenaan dengan itu dalam perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe

endoglosi, seperti Indonesia;tipe eksoglosik-endoglosik, seperti Filipina; dan tipe

eksoglosik, seperti Somalia. Lebih lanjut lihat bagan berikut yang diangkat dari

Moeliono 1983.

Kalau kita mengikuti rumusan yang disepakati dalam seminar Politik Bahasa

Nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975, maka kebijaksanaan bahasa itu

dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang

dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-

ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah

kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijaksanaan

bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian

membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan bahassa

sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh

negara, dan dapat diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur

yang berbeda.

[Type text] Page 6


Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama,

sebab tergantung pada situasi nkebahasaan yang ada dalam negara itu sendiri.

Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam

negara itu hanya ada satu bahasa saja( meskipun dengan sekian dialek dan

ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara

yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggri. Tetapi di

nega-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan

memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan

untuk timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia

sebagai negara yang relatif baru dengan masalah-masalah kebahasaan yang bisa

terjadi di negara lain, secara historis buah bahasa, yaitu (1) bahasa nasional

Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan

bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, paa pemimpin

perjuangan Indonesia, berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak

berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai liguna franca di

seluruh Nusantara dan Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh

Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesaia. Peristiwa pengangkatan

bahasa indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu ikrar yang

disebut Soempah Pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi

negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebi

banyak berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa

negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh

karena itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa

yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa

[Type text] Page 7


asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan, sesuai

dengan kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai

lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan

atau intrabangsa; bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat

komunikasi intrasuku; sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi

antar- bangsa dan alat penambah ilmu pengatahuan. Ketiga bahasa itu dengan

fungsinya masing-masing tidak menimbulkan masalah dan peningkatan

penggunaan bahasa Indonesia dari para warga bangsa Indonesia, sebab hingga

kini penguasaan mereka akan bahasa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan

(lihat Chaer 1993).

Masalah kebahasaan yang dihadapi bangsa Filipina agak mirip dengan

keadaan di Indonesia, tetapi tampaknya persoalan yang mereka hadapi lebih

ruwet. Di Filipina, seperti di Indonesia, terdapat banyak bahasa daerah dan dua

bahasa asing bekas penjajahannya yang sangat melekat pada bangsa itu, yaitu

bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. Ketika merdeka dan memerlukan simbol

indentitas bangsa, mereka menetapkan dan mengangkat bahasa Tgalog, salah satu

bahasa daerah, menjadi bahasa nasional yang diberi nama baru bahasa Filipino.

Berbeda dengan bahasa Melayu ( yang menjadi dasar bahasa Indonesia), bahasa

Tagalog ( sebagai dasar bahasa Filipino) sebelumnya belum digunakan secara

meluas di seluruh wilayah Filipina. Oleh karena itu, penerimaan waraga Filipina

terhadap bahasa Filipino ini tidak begitu menggembirakan; lebih-lebih karena

mereka punya kesan bahwa bahasa Filipina ini hanya didasarkan pada bahasa

Tagalog (based on Tagalog). Untuk lebih menggalakan penerimaan bahasa dan

pengunaan bahasa Pilipino ini pada tahun 1973 Majelis Konstituante Filipina

[Type text] Page 8


mengganti nama Pilipino dengan nama Filipino dengan janji bahwa bahasa

Filipino akan didasarkan pada semua bahasa daerah yang ada fi Filipina.

Bagaimana caranya, entahlah. Yang jelas ingga saat ini untuk komunikasi

kenegaraan dan komunikasi antarsuku masih digunkan bahasa inggris, diselruh

wilayah Filipina. Dengan bahasa Inggris mereka dapat berkomunikasi

intrabangsa, tetapi dalam bahasa Filipino belum dilakukan.

Masalah kebahsaan yang dihadapi negara Singapur juga cukup ruwet;


tetapi tampaknya pemerintah Singapur telah dapat melakukan kebijaksanaan
bahasa dengan tepat. Republik Singapur adalah negaa kecil yang warganya
multilingual, multirsial, dan multikultural. Maka menyadarai keadaan itu,
pemerintah Singapur mula-mula membedakan adanya dua hal, yaitu fungsi
bahasa dan penggunaan bahasa. Dalam hal fungsi bahasa ini, mereka
membedakan adanya bahasa nasional dan bahasa resmi. Mereka mengkui punya
satu bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu yang menjadi lambang kenasionalan
negara itu, seperti dalam lagu kebangsaan, aba-aba kemiliteran, dan slogan-slogan
lain. Di samping itu Singapur mengakui adanya empat buah bahasa resmi, yang
dapat digunakan dalam segala urusan resmi kepemerintahan. Keempat bahasa
resmi itu adalah (1) bahasa Melayu, (2) bahasa Mandarin(bahasa-bahasa cina), (3)
bahasa Tamil( termasuk bahasa india lainnya),dan (4) bahasa Inggris. Dari
urutannya secara emosional paling terhormat kedudukannya adalah bahasa
Melayu, namun, penggunaanya relatif kecil. Sebaliknya bahasa Inggris berada
dalam kedudukan yang paling rendah, tetapi frekuensi penggunaanya paling
tinggi.

Penanganan masalah kebahasaan di India tampaknya mirip dengan di

Singapur; hanya skalanya lebih besar. Kalau Singapur mengakui satu bahasa

nasioal dan dapat dapat diterima dengan baik oleh waga Singapur secara

keseluruhan, karena di samping satu bangsa nasional itu (yang lebih bersifat

lambang kenasionalan) ditetapkan uga adanya empat bahasa resmi

[Type text] Page 9


( termasukbahasa Melayu) yang dapat digunakan dengan kedudukan sederajat

(walaupun dalam kenyataannya frekuensi penggunaan bahasa Inggris lebih

tinggi). Bahasa India juga menetapkan adanya satu bahasa nasional, yaitu bahsa

Hindia, dua bahasa resmi kenegaraan, yaitu bahasa Hindia dan bahasa Inggris,

serta sejumlah bahasa resmi kedaerahan ( lihat Moeliono 1983). Bahasa nasional,

bahasa Hindia, tidak dapat digunakan secara luas alay komunikasi yang dapat

digunakan untuk keperluan itu adalah bahasa Inggris, bahasa bekas penjajahanya,

yang sejak dulu memang telah menjadi liguna franca.

Keperluaan suatu negara atau negara untuk memiliki sebuah bahasa yang

menjadi indentitas nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa

resmi kenegaraan (bisa bahasa yang sama dengan bahasa nasional) tidak selalu

bisa dipenuhi kebutuhan oleh bahasa atau bahasa-bahasa asli pribumi yang

dimiliki. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan itu dari bahasa asli pribumi;

Filipina dapat memenuhi sebagian; sedangkan Somalia tidak dapat sama sekali.

Berkenaan dengan itu dalam perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe

endoglosi, seperti Indonesia;tipe eksoglosik-endoglosik, seperti Filipina; dan tipe

eksoglosik, seperti Somalia. Lebih lanjut lihat bagan berikut yang diangkat dari

Moeliono 1983.

Negara tipe Endoglosik

No Negara Bahasa Bahasa Resmi Bahasa Resmi

Nasional Kenegaraan Kedaerahan


1 Indonesia Indonesia Indonesia -
2 Malaysia Malaysia Malaysia I -
3 Thailand - Thai -
4 Belgia - Belanda -
Prancis

[Type text] Page 10


5 R.R Cina Putunghua Putunghua (2) -
Keterangan :

1. Antara tahun 1957, tahun proklamasi kemerdekaan persatuan Tanah Melayu,

sampai tahun 1967 bahasa Melayu dan bahasa Inggris kedua-duanya merupakan

bahasa resmi di Malaysia. Sejak tahun 1967 bahasa Malaysia yang menjadi

bahasa resmi.

2. Putunghua( atau pu-tung-hua) bahasa bersama adalah bahasa nasional Cina

sejak tahun 1955. Di Taiwan disebut Guoyu bahasa Cina dialek kota Bejing.

Negara Tipe Eksoglosik-Endoglosik

Negara Bahasa Bahasa Resmi Bahasa Resmi


Nasional Kenegaraan Kedaerahan
1 Filipina Pilipino 1 Pilipino, -
Inggris, -
Spanyol 2 -
2 India Hindia Hindi (sebelas bahasa
Inggris berdasarkan
konstitusi,a.l
Telugu, Tamil,
dan Benggali
3 Singapura Melayu Melayu -
Mandarin -
Tamil Inggris -
4 Tanzania Swahili Swahili -
Inggris -
5 Ethiopia Amhar Amhar -
Inggris -

Keterangan :

1. Antara tahun 1946-1972 nama bahasa nasional Filipina adalah Pilipino(dengan

huruf P) yang berdasarkan pada bahasa Tagalog lalu setelah itu diubah menjadi

[Type text] Page 11


Filipino semua bahasa daerah(dengan huruf F) yang akan diusuhakan berdasarkan

unsur semua bahasa daerah yang ada di Filipina.

2. Bahasa Spanyol hanya menjadi bahasa resmi antara tahun 1946 sampai 1972,

setelah itu tidak lagi.

Negara Tipe Eksoglosik

Negara Bahasa Bahasa Resmi Bahasa Resmi


Nasional Kenegaraan Kedaerahan
1 Somalia Somalia Inggris -
Arab Italia -
2 Haiti Kreol Prancis -
3 Senegal Wolof Prancis -
4 Liberal - Inggris -
5 Mauritania Arab Prancis -
6 Sudan Arab Inggris(lalu di -
ganti arab
7 Papua Nugini Tok Pisin Inggris -
Hiri Mott
8 Nigeria - Inggris Hausa
9 Ghana Prancis Inggris -
10 R.R Kongo - Prancis Kiruba
Luba
Lingala
Swahili

Pengambilan keputusan dalam kebijaksanaan bahasa oleh para pemimpin

negara untuk menetapkan suatu bahasa yang akan digunakan sebagai bahasa

resmi kenegaraan biasanya juga berkaitan dengan keinginan untuk memajukan

suatu bangsa. Umpamanya, Mustafa Kemal Atturk, presiden pertama Republik

Turki(Proklamasi Turki menjadi sebuah negara republik adalah tanggal 19

Oktober 1923) demi modernisasi san kemajuan bangsa, menghapuskan

penggunaan huruf Arab yang sudah berabad-abad lamanya digunaka, dan

[Type text] Page 12


menggantinyadengan huruf latin. Suatu keputusan yang berani dan luar biasa.

Dengan motivasi yang mirip dengan Turki, untuk mencapai kemajuan

pengatahuan teknologi Barat, Nehru.

Tujuan Keijiksanaan bahasa adalah dapat berlasungnya komunikasi

kenegaraan dan komunisi inrtabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak

sosial dan emosional yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Oleh karena itu,

kebijaksanaan bahasa yang telah diambil di Indonesia, Filifina, India, dan

Singapura, meskipun dalam perwujudan yang berbeda, suah dapat dianggap

mencapai sasaran dan tujuan. Indonesia tampaknya telah dapat dengan tepat

menyelesaikan masalah kebahasaan ini dengan menetapkan fungsi dan dtatus

bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa aasing pada tempatnya masing-

masing. Singapura pun demikian juga, yaknindengan mengangkat keempat bahasa

milik warganya yang multirasial sebagai bahasa resmi yang kedudukannya

sederajat, dan mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa nasional.

Kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsauntuk

menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa-bahasa yang

ada di negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat

berlangsung dengan baik.

PERENCANAAN BAHASA

Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah

kebahasaan dalam negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka

perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan sesudah

[Type text] Page 13


melakukan kebijaksaan bahasa. Atau dengan kata lain, perencanaan bahasa, itu

disusun berdasarkan ketentua-ketentuan yang telah digariskan dalam

kebijaksanaan bahasa. Tetapi sebelunya perlu diketahui ada pula pakar yang

memasukan bahasa kebijaksanaan bahasa itu sebagai satu tahap dalam

perencanaan bahasa.

Istilah perencanaan bahasa(language planing) mula-mula digunakan oleh

Haugen (1959) pengertian usaha untuk membingbing perkembangan bahasa ke

arah yang diingninkan oleh para perencana. Menurut Haugen selanjutnya,

perancanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan

dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha

yang terarah untuk mempengaruhi masa depan. Sebagai contoh usaha

perencanaan itu disebutkan pembuatan tata ejaan yang normatif, penyusunan tata

bahasa dan kamus yang akan dapat dijadikan pedoman bagi para penutur di dalam

masyarakat yang heterogen.

Dalam perkembangannya, setelah Haugn melancarkan istilah language

planing itu, pengertian perencanaan bahasa itu yang banyak dikemukakan para

pakar memang menjadi bervariasi, baik baikdari segi luasnya kegiatan, pelaku

yang berperan di dalamnya, maupun peristilahnya. Keberhasilan perencanaan

bahasa itu sangat bergantung pada jaringan komunikasi sosial yang ada dan pada

mobilitas kekuatan sosial.

Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planninh ini

sebenarnya sudah berlasung sebelum nama itu diperkenalkan oleh

Hauge(Moeliono 1983), yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada komisi

[Type text] Page 14


Bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah pembina

Bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language

planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van Ophuijsen menyusun ejaan bahasa

melayu (Indonesia) pada tahun 1901, disusul dengan berdirinya Commisie voor

Volkslectuur tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah namnya menjadi Balai

Pustaka; lalu disambung dengan Sumpah Pemuda tahun 1928, dan kemudian

Kongres Bahasa I tahun 1938 di kota Solo.

Istilah yang digunakan Alijsahbana adalah language engineering, yang

dianggapnya lebih tepat daripada istilah language planning yang terlalu sempit

maksudnya. Cita-cita Alijahbana dalam language engineering ini adalah

pengembangan bahasa yang teratur di dalam konteks perubahan sosial, budaya,

dan teknologi yang lebih luas berdasarkan perencanaan yang cermat. Menurut

Alijsahbana masalah language engineering yang penting adalah (1) pembakuan

bahasa, (2) pemoderenan bahasa, dan (3) penyediaan alat perlengkapan seperti

buku pelajaran dan buku bacaan.

Istilah lain dalam perencanaan bahasa ini ada juga digunakan

glottopolitics dan language reform. Istilah glottopolitics digunakan oleh Hall

(1951) dalam tulisannya mengenai keadaan bahasa di Haiti. Istilah tersebut

digunakan untuk mengacu pada penerapan linguistik pada kebijaksanaan

pemerintah dalam penentuan sarana komunikasi yang paling cocok. Sedangkan

istilah language reform digunakan oleh Heyd (1954) dan Galagher (1971) yang

masing-masing menguraikan reformasi bahasa di Turki. Istilah itu juga digunakan

oleh De Francis (1950) dan Serruys (1962) yang menulis tentang reformasi bahasa

dan gerakan pemberantasan buta huruf di Cina. Terakhir dalam keputusan Inggris

[Type text] Page 15


da juga digunkan istilah language development dalam arti yang sama dengan

language planning.

Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan

bahasa dimulai dengan berdirinya Comissie voor de Volksectuur yang didirikan

oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1908, yang pada tahun 1917

berubah menjadi Balai Pustaka. Lembaga ini dengan majalahnya Sari Pustaka,

Pandji Pustaka, dan Kedjawen dapat dianggap sebagai perencana da pengembang

bahasa.

Masalah berikutnya dalam perencanaan dalam bahasa ini adalah, apakah

sasaran perencanaan bahasa itu. Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran

perencanaan bahasa itu (yang dilakukan setelah menetapkan kestatusan bahasa

nasional dan bahasa resmi kenegaraan), yaitu (1) pembinaan dan pengembangan

bahasa yang direncanakan (sebagai bahasa nasiona, bahasa resmi kenegaraan, dan

sebagainya);, dab (2) khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan

menerima dan menggunakan saran yang disusulkan dan ditetapkan.

Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan megalami

hambatan yang mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat bisa juga

dari para pemegang tampuk kebijakan, dari kelompok sosial tertentu dari sikap

bahasa para penutur, maupun dari dana dan ketenangan. Berhasil dan tidak nya

usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evluasi . dalam hal ini memang

dapat dikatakan evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar

dilaksanakan.

[Type text] Page 16

You might also like