You are on page 1of 11

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

TUGAS ILMU RESEP 1

HEMATOLOGI

Disusun Oleh

Nama : Maharani Rukmana Prahesti

NIM : J1E109021

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2011
Hematologia dalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah


mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai
jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung
berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.

Gambar. komponen penyusun darah


Hematologi, juga dieja hematologi, adalah cabang kedokteran internal, fisiologi,
patologi, pekerjaan laboratorium klinis, dan pediatri yang berkaitan dengan studi tentang
darah, organ pembentuk darah, dan penyakit darah. Hematologi meliputi studi tentang
etiologi, diagnosis, pengobatan, prognosis, dan pencegahan penyakit darah. Pekerjaan
laboratology yang masuk ke studi tentang darah sering dilakukan oleh teknolog medis. Ahli
Darah dokter juga sangat sering melakukan studi lebih lanjut di onkologi - pengobatan medis
kanker.
Darah penyakit''''mempengaruhi produksi darah dan komponen-komponennya,
seperti sel-sel darah, hemoglobin, protein darah, mekanisme koagulasi, dll.
Dokter spesialis dalam hematologi dikenal sebagai Ahli Darah. pekerjaan rutin
mereka terutama mencakup perawatan dan pengobatan pasien dengan penyakit hematologi,
meskipun beberapa juga dapat bekerja di laboratorium hematologi darah dan melihat film
slide sumsum tulang di bawah mikroskop, menafsirkan berbagai hasil tes hematologi. Di
beberapa lembaga, Ahli Darah juga mengelola laboratorium hematologi. Dokter yang bekerja
di laboratorium hematologi, dan paling sering mengelola mereka, adalah patolog spesialis
dalam diagnosis penyakit hematologi, disebut sebagai hematopathologists. Ahli Darah dan
hematopathologists umumnya bekerja bersama untuk merumuskan diagnosa dan memberikan
terapi yang paling tepat jika diperlukan. Hematologi adalah subspesialisasi berbeda penyakit
dalam, yang terpisah dari tetapi tumpang tindih dengan subspesialisasi onkologi medis. Ahli
Darah mungkin spesialisasi lebih lanjut atau memiliki kepentingan khusus, misalnya dalam:
• mengobati gangguan perdarahan seperti hemofilia dan purpura idiopatik
thrombocytopenic
• mengobati malignacies hematologi seperti limfoma dan leukemia
• mengobati hemoglobinopathies
• dalam ilmu transfusi darah dan pekerjaan bank darah
• dalam sumsum tulang dan transplantasi sel induk

Dispnea (sesak napas)


Dispnea sering disebut sebagai sesak napas, napas pendek, breathlessness, atau
shortness of breath. Dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk
meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Karena sifatnya subjektif, dispnea tidak
dapat diukur (namun terdapat gradasi sesak napas). Bagaimana rasanya mengalami dispnea?
Rasa dispnea buatan bisa didapat jika kita menahan napas selama kurang lebih 45-60 detik,
kemudian kita menarik napas, saat itu timbul perasaan yang disebut dyspneic, yaitu kemauan
untuk menambah upaya bernapas. Begitu juga setelah melakukan kegiatan latihan berat
(vigorous exercise), akan timbul perasaan dyspneic atau terengah-engah. Keluhan dispnea
tidak selalu disebabkan karena penyakit; sering pula terjadi pada keadaan sehat tetapi terdapat
stres psikologis. Seperti halnya rasa nyeri, dispnea sebagai gejala sifatnya subjektif, tingkat
keparahannya dipengaruhi oleh respon penderita, kepekaan (sensitivitas) serta kondisi emosi.
Tingkatan dispnea dapat dirasakan sangat berbeda oleh masing-masing penderita walaupun
sebetulnya kondisinya sama. Meskipun sifatnya subjektif, dispnea dapat ditentukan dengan
melihat adanya upaya bernapas aktif dan upaya menghirup udara lebih banyak (labored and
distressful breathing). Perlu diingat bahwa adanya peningkatan frekuensi napas yang ringan
(mild), dalamnya tarikan napas, serta perubahan irama napas tidak selalu menunjukkan
adanya dispnea.
Dispnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas (work of breathing)
dapat ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya
tahanan jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas, asma, dan pada penyakit obstruksi
kronik. Berkurangnya keteregangan paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti,
edema, dan pada penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dispnea. Kongesti dan edema
biasanya disebabkan oleh abnormalitas kerja jantung. Penyebab lainnya adalah pengurangan
ekspansi paru seperti pada efusi pleura, pneumotoraks, kelemahan otot, dan deformitas
rongga dada.
Dalam mengevaluasi dispnea, perlu diperhatikan keadaan ketika dispnea terjadi.
Dispnea dapat terjadi pada perubahan posisi tubuh. Dispnea yang terjadi pada posisi
berbaring disebut ortopneu, biasanya disebabkan karena gagal jantung. Ortopneu juga terjadi
pada penyakit paru tahap lanjut dan paralisis diafragma bilateral. Platipneu adalah kebalikan
dari ortopneu, yaitu dispnea yang terjadi pada posisi tegak dan akan membaik jika penderita
dalam posisi berbaring; keadaan ini terjadi pada abnormalitas vaskularisasi paru seperti pada
COPD berat. Disebut trepopneu jika dengan posisi bertumpu pada sebelah sisi, penderita
dispnea dapat bernapas lebih enak; ditemui pada penyakit jantung (perubahan posisi
menyebabkan perubahan ventilasi-perfusi). Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah
sesak napas yang teijadi tiba-tiba pada saat tengah malam setelah penderita tidur selama
beberapa jam, biasanya terjadi pada penderita penyakit jantung. Exertional dyspnea adalah
dispnea yang disebabkan karena melakukan aktivitas. Intensitas aktivitas dapat dijadikan
ukuran beratnya gangguan napas, misal setelah berjalan 50 langkah atau setelah menaiki 4
anak tangga timbul sesak napas. Dispnea yang terjadi ketika berjalan di jalan datar, tingkatan
gangguan napasnya lebih berat jika dibandingkan dengan dispnea yang timbul ketika naik
tangga. Keluhan sesak napas juga dapat disebabkan oleh keadaan psikologis. Jika seseorang
mengeluh sesak napas tetapi dalam exercise tidak timbul sesak napas maka dapat dipastikan
keluhan sesak napasnya disebabkan oleh keadaan psikologis.
Penyebab dispnea secara umum:
1. Sistem kardiovaskular: gagal jantung
2. Sistem pernapasan: PPOK, Penyakit parenkim paru, Hipertensi pulmonal,
kifoskoliosis berat, faktor mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)
3. Psikologis (kecemasan)
4. Hematologi (anemia kronik)
5. Penyebab dispnea akut: gagal jantung kiri, bronkospasme, emboli paru, kecemasan.

Hemofilia
Anak Anda sering mengalami perdarahan yang disertai nyeri, terutama di bagian
sendi dan otot? Apakah sendi dan otot itu terlihat bengkak, nyeri bila disentuh dan
digerakkan? Jika Anda menjawab ya atas pertanyaan-pertanyaan itu, maka Anda layak
bersikap waspada. Jangan anggap remeh gejala-gejala pada anak Anda itu. Sebab, boleh jadi,
ia menderita hemofilia.
Hemofilia yang biasa disebut "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan, hal ini
disebabkan oleh Ratu Inggris, Queen Victoria (1837 - 1901) dideteksi sebagai seorang
carrier/ pembawa sifat Hemofilia. Anak perempuan Queen Victoria yaitu Beatrice dan Alice,
ternyata juga carrier hemofilia dan anak laki-laki dari Alice, Viscount Trematon akhirnya
meninggal akibat perdarahan otak pada tahun 1928. Alice dan Beatrice, adalah carrier
Hemofilia dan oleh merekalah penyebaran penyakit hemofilia hingga ke Jerman,Spanyol,
Jerman dan pada keluarga Kerajaan Rusia.
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan
perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan
sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi
dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat
dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan
perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.
Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis.
Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan
medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau
mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat
suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki
dua tipe, yakni tipe A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau
faktor VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX. Penyakit ini
diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui kromosom X yang tidak muncul. Saat
wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita
hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan
menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu adalah
pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia sebesar
50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah.
Protein ini disebut faktor pembekuan darah. Pada hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak
usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan.
Pada hemofilia sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat pada saat dikhitan, gigi tanggal,
atau tindakan operasi.
Hemofilia diturunkan melalui kromoson X secara resesif. Karena itu, hemofilia
umumnya diderita oleh anak laki-laki. Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh ras, geografi,
maupun kondisi sosial ekonomi. Saat ini diperkirakan terdapat 350.000 penduduk dunia yang
mengidap hemofilia. Di Indonesia, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI)
memperkirakan terdapat sekitar 200 ribu penderita. Namun, yang ada dalam catatan HMHI
hanya 895 penderita. Hemofilia, menurut dr Djajadiman Gatot SpA (K), memiliki dua tipe,
yakni tipe A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor
VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Dari kedua jenis ini, hemofilia A lebih sering dijumpai ketimbang hemofilia B.
Meskipun demikian, gejala klinik dari kedua jenis hemofilia ini sama. Penderita mengalami
perdarahan yang sukar berhenti, lebam-lebam, nyeri sendi serta otot karena perdarahan.
Penyakit hemofilia, jelas dokter spesialis anak dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-
RSCM) ini, diturunkan secara sex-linked recessive. Karena defeknya terdapat pada kromosan
X, maka biasanya perempuan merupakan pembawa sifat (carrier), sedangkan laki-laki
sebagai penderita.
Jadi bisa dikatakan, hemofilia merupakan penyakit turunan, dan bukan penyakit
menular. Seseorang bisa mengidap hemofilia karena mewarisi gen hemofilia dari orang
tuanya. Bisa saja seseorang mengidap hemofilia bukan karena faktor keturunan, tapi karena
terjadi kerusakan, perubahan, atau mutasi pada gen yang mengatur produksi faktor
pembekuan darah. Ini terjadi pada sekitar 30 persen penderita.
Gejala dan Pengobatan Hemofilia
Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan sobeknya
kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan memerlukan waktu berhari-hari
untuk membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit karena terbentur, maka akan timbul memar/
lebam kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Perdarahan yang
berulang-ulang pada persendian akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga
pergerakan jadi terbatas (kaku), selain itu terjadi pula kelemahan pada otot di sekitar sendi
tersebut.

Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit menghentikan


perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan nyeri pascaperdarahan,
Sedangkan pada gejala kronis, penderita mengalami kerusakan jaringan persendian permanen
akibat peradangan parah, perubahan bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot
sekitar sendi hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya. Hemofilia
dapat membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh
yang vital seperti perdarahan pada otak.
1. Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan
dibawah kulit)
2. Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
3. Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan, lutut kaki
sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan
tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pemberian transfusi rutin
berupa kriopresipitat-AHF atau Recombinant Factor VIII untuk penderita Hemofilia A dan
plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat
melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap
7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga
usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia dini.
Pada dasarnya, pengobatan hemofilia ialah mengganti atau menambah faktor
antihemofilia yang kurang. Namun, langkah pertama yang harus diambil apabila mengalami
perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE (Rest, Ice, Compression, Evaluation) pada
lokasi perdarahan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut harus
dikerjakan, terutama apabila penderita jauh dari pusat pengobatan, sebelum pengobatan
definitif dapat diberikan.
Karena penderita hemofilia mengalami defisiensi (kekurangan) faktor pembekuan
darah, maka pengobatannya berupa pemberian tambahan faktor pembekuan darah atau terapi
pengganti. Penderita hemofilia A memerlukan tambahan faktor VIII, sedangkan penderita
hemofilia B memerlukan tambahan faktor IX.
Saat ini, pemberian faktor VIII dan faktor IX untuk penderita hemofilia semakin
praktis. Faktor VIII atau faktor IX telah dikemas dalam bentuk konsentrat sehingga mudah
untuk disuntikkan dan menunjang home therapy (terapi mandiri). Perdarahan akan berhenti
bila pemberian faktor VIII atau faktor IX mencapai kadar yang dibutuhkan. Masih terkait
dengan pengobatan hemofilia, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia memberikan
beberapa saran, yaitu:
1. Segera obati bila terjadi perdarahan.
Pada umumnya, penderita hemofilia dapat merasakan suatu sensasi (nyeri atau seperti
urat ditarik) di lokasi yang akan mengalami perdarahan. Dalam keadaan ini, pengobatan
dapat segera dilakukan, sehingga akan menghentikan perdarahan, mengurangi rasa sakit,
dan mengurangi risiko terjadinya kerusakan sendi, otot, maupun organ lain. Makin cepat
perdarahan diobati, makin sedikit faktor VIII atau faktor IX yang diperlukan untuk
menghentikan perdarahan.
2. Bila ragu-ragu, segera obati.
Kadangkala pada penderita hemofilia terjadi gejala yang tidak jelas: perdarahan atau
bukan? Bila ini terjadi, jangan ditunda-tunda, segera berikan faktor VIII dan faktor IX.
Jangan ditunggu sampai gejala klinik yang lebih jelas timbul, seperti rasa panas,
bengkak, dan nyeri.
3. Sampai saat ini, belum ada terapi yang dapat menyembuhkan hemofilia, namun
dengan pengobatan yang memadai penderita dapat hidup sehat. Tanpa pengobatan yang
memadai, penderita hemofilia — terutama hemofilia berat — berisiko besar mengalami
kecacatan. Penderita bisa mengalami kemuduran fisik dan kesulitan melakukan aktivitas
sehari-hari, seperti berjalan atau bahkan meninggal dalam usia sangat muda.
Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan definitif yang
bisa dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan
Elevation.
• Rest. Penderita harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang
sifatnya kontak fisik.
• Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya
dengan es.
• Compression. Dalam hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
• Elevation. Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.
Ada dua cara pengobatan Hemofilia, Pertama, terapi on demand yaitu terapi saat
terjadi perdarahan menggunakan infus produk untuk menggantikan faktor pembekuan.
Sedangkan yang kedua profilaksis adalah infus faktor ke delapan secara rutin untuk
mempertahankan kadar minimum faktor VIII/IX dengan kadar konsentrasi untuk mencegah
sebagian besar perdarahan.
Perawatan bagi penderita Hemofilia
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan
kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan gusi, dilakukan minimal 6
bulan sekali, karena kalau giginya bermasalah misal harus dicabut, tentunya dapat
menimbulkan perdarahan. Selain itu penderita Hemofilia sedapat mungkin menghindari
penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang
mengonsumsi obat-obatan. Untuk pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi penderita
hemofila harus melalui konsultasi dokter.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar
tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-
sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk
menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat
mengurangi jumlah masa perdarahan.
http://artikelkedokteran.net/dispnea-sesak-napas.html

http://trillion.wordpress.com/2008/05/17/mengenali-gejala-hemofilia/

http://www.meriam-sijagur.com/lifestyle/590-hemofilia-penyakit-kelainan-
pembekuan-darah.html

http://www.scribd.com/doc/29262461/Sistem-Imun-Dan-Hematologi

You might also like