You are on page 1of 14

I.

1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini persaingan dunia usaha semakin ketat, termasuk persaingan

dalam bisnis jasa akuntan publik. Untuk dapat bertahan di tengah persaingan yang

ketat, masing masing Kantor Akuntan Publik harus dapat menghimpun klien

sebanyak mungkin. Tetapi Kantor Akuntan Publik tersebut juga harus

memperhatikan kualitas kerjanya, sehingga selain dapat menghimpun klien

sebanyak mungkin, kantor tersebut juga dapat semakin dipercaya oleh masyarakat

luas. Jika kualitas kerja terus dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh KAP, maka

jasa yang dihasilkan juga akan berkualitas tinggi.

Jasa audit laporan keuangan yang disediakan oleh berbagai Kantor

Akuntan Publik (KAP) dibutuhkan oleh berbagai perusahaan dalam memberikan

jaminan atas wajarnya sebuah laporan keuangan. Jika suatu laporan keuangan

dinilai wajar, maka akan memudahkan suatu perusahaan untuk mendatangkan

investor guna mengembangkan perusahaan tersebut, terutama jika perusahaan

tersebut sudah bersifat terbuka dan sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI).

Para investor tentu tidak sembarangan memilih perusahaan mana yang

akan ditanami modal. Investor tersebut akan menilai suatu perusahaan yang akan

ditanaminya modal dari berbagai sudut, salah satunya adalah keandalan laporan

keuangannya, juga didukung oleh opini KAP yang telah mengaudit laporan

keuangan perusahaan tersebut. Untuk itu para auditor yang bekerja dalam sebuah

1
2

KAP harus menjunjung tinggi profesionalismenya sebagai seorang akuntan

publik.

Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor

dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang

ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar

pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan

cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang

mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup

dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan

standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan

lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor

untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara

keseluruhan.

Namun selain standar audit, auditor pun dituntut untuk menjadi seorang

pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yang tidak memiliki kepentingan

apapun (independen). Hal tersebut guna mendatangkan kepercayaan dan

memastikan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit tersebut bebas dari

manipulasi dalam bentuk apapun.

Fenomena audit yang pernah menjadi sorotan adalah kasus Enron yang

melibatkan KAP Arthur Anderson yang saat itu masuk peringkat lima KAP besar

dunia. Arthur Anderson entah luput mendeteksi ketidak-wajaran angka-angka

dalam laporan keuangan ataupun sengaja membiarkan angka-angka tersebut, telah

berhasil merugikan investor jutaan Dolar Amerika.


3

Auditor yang baik adalah auditor yang memiliki pengalaman dan

kemampuan dalam menjalankan profesinya. Sedangkan pengalaman sendiri

datang bersama dengan berlalunya waktu. Kemampuan auditor akan berkembang

seiring dengan berjalannya waktu yang dilalui auditor tersebut dengan

professional.

Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam

Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman

mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga

lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan

dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada

tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs

(1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin

berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian

laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan

yang ditemukan tersebut.

Jika terlalu lama mengaudit suatu perusahaan, maka akan timbul suatu

hubungan antara klien dengan KAP yang memungkinkan independensi KAP

tersebut terganggu, sedangkan jika terlalu sebentar, maka KAP tersebut akan

mengalami kendala dalam melakukan tugasnya karena belum memiliki

pengalaman yang dibutuhkan untuk mengaudit sebuah perusahaan. Kedua hal ini

seperti menjadi dua mata pisau yang selalu berseberangan.

Selama melakukan pengauditan atas laporan keuangan klien, sering kali

auditor dihadapkan pada pengalokasian waktu pemeriksaan yang sangat ketat dan
4

kaku. Mereka dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu,

sesuai dengan waktu yang telah disepakati dengan klien. Sehingga auditor tidak

jarang mengahadapi tekanan, akibatnya dapat mengancam kualitas audit itu

sendiri, seperti menerima informasi dari klien secara lemah, melakukan pekerjaan

terburu-buru sehingga hasilnya terkadang kurang akurat, mengurangi pekerjaan

pada salah satu langkah audit, bahkan pada saat itu mereka terkadang tidak

mempunyai waktu untuk bersantai sejenak.

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak

memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam

laporan keuangan (Mulyadi 1998:3). Profesi akuntan publik bertanggungjawab

untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga

masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar

pengambilan keputusan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan

suatu penelitian dengan judul :

“PENGARUH MASA PENUGASAN AUDITOR TERHADAP

INDEPENDENSI AUDITOR”
5

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Berapa lama masa penugasan rata-rata auditor di Bandung?

2. Bagaimana pengaruh lamanya waktu penugasan auditor terhadap

independensi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui berapa lama masa penugasan rata-rata auditor di Bandung.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh lamanya waktu penugasan auditor

terhadap independensi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sarana bagi peneliti untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu

pengetahuan yang diperoleh peneliti dari bangku kuliah dengan yang ada

di dalam dunia kerja.

2. Dapat memberi tambahan informasi bagi para pembaca yang ingin lebih

menambah wacana pengetahuan khususnya dibidang auditing.

3. Bagi civitas akademika dapat untuk menambah informasi sumbangan

pemikiran dan bahan kajian dalam penelitian.


6

1.5 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 423/ KMK.06/ 2002

tentang jasa akuntan publik dan direvisi dengan Keputusan Menteri Keuangan

nomor 359/ KMK.06/ 2003 yang mewajibkan perusahaan untuk membatasi masa

penugasan KAP selama lima tahun dan akuntan publik selama tiga tahun. Namun

pada Peraturan Menteri Keuangan nomor: 17/PMK.01/2008, KAP paling lama

untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling

lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat. Akibatnya,

auditor dapat merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam

kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek

kualitatif salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen

secara dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi

pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley

dan Margheim (Cohn 2001).

Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu

tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya

pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat pelaksanaan

tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak

negatif pada biaya dan efektivitas pelaksanaan audit.


7

Geiger dan Raghunandan (2002) menemukan bahwa masa penugasan KAP

yang lama lebih memungkinkan daripada masa penugasan KAP yang singkat

untuk menerbitkan opini going-concern. Opini tersebut terutama terbit bagi klien

yang sesudahnya diaudit klien mengumumkan bangkrut.

Dopuch, King, dan Schwartz (2001) telah menguji apakah penggantian

dan atau mempertahankan auditor yang bersifat mandatory dapat meningkatkan

independensi auditor. Dengan membandingkan pelaporan auditor pada empat

area, yaitu: (1) area yang tidak menghendaki penggantian atau mempertahankan

auditor, (2) area yang menghendaki mempertahankan auditor, (3) area yang

menghendaki penggantian auditor, (4) area yang menghendaki keduanya

penggantian dan mempertahankan auditor. Dopuch et.al (2001) menemukan

bahwa penggantian yang dikehendaki di dalam area (3) dan (4) dapat menurunkan

kepedulian subjektivitas auditor untuk menerbitkan laporan yang bias, relatif

terhadap dua area yang tidak menghendaki penggantian. Di dalam area (1) dan (2)

subjektivitas manajer secara sukarela mempertahankan auditor yang sama selama

beberapa periode. Selama interaksi yang lama antara manajer dan auditor

menghasilkan laporan yang menguntungkan bagi auditor (karena terdapat

independensi yang rendah), hubungan yang dibentuk juga mendorong manajer

untuk melakukan investasi yang lebih besar.

Dua studi meneliti sengketa hukum termasuk penemuan audit yang gagal

lebih biasa terjadi ketika masa penugasan KAP adalah 3 tahun atau kurang

(St.Pierre dan Anderson 1984; Stice 1991) Knapp (1991). Penelitian tersebut

mengganti masa penugasan KAP dalam bentuk experimental dan menemukan


8

bahwa anggota komite audit yang berpengalaman melihat/ merasa/ mengerti

bahwa auditor dengan masa penugasan lima tahun lebih dapat mendeteksi errors

daripada auditor dalam awal tahun pekerjaannya atau auditor dengan masa

penugasan KAP dua puluh tahun.

Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura

Vol 4. 2001:78) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang diberikan,

semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor. Alokasi waktu penugasan

waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima

penugasan audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik

menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun

penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan

mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu

karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan

saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak

perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah

mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.

Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi hukum

Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi

batasan waktu moderat. Hal itu jika dibandingkan dengan batasan waktu yang

longgar dan ketat.

Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup,

maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai

dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya. Sebaliknya


9

bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan berkurang

pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti audit yang

signifikan.

Seluruh auditor dituntut untuk bisa selalu mengedepankan independensi

dalam melaksanakan tugasnya. Independensi adalah suatu hubungan antara

akuntan dengan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan

dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang

ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip

profesionalnya (Antle 1984)

Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang

dicirikan oleh pendekatan integritas dan objektivitas tugas profesionalnya. Hal ini

senada dengan American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) dan

Kell et al. (1989).

Probabilitas auditor untuk melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam

sistem akuntansi klien tergantung pada independensi auditor. Seorang auditor

dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, karena auditor

mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk

masyarakat. Tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak

yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan

keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum.
10

Dalam Kode Etik Akuntansi tahun 1994 disebutkan bahwa independensi

adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai

kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan

prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara keobjektifan

dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua

kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Ia juga harus

menghindari situasi yang bisa menimbulkan kesan pada pihak ketiga bahwa ada

pertentangan kepentingan dan objektivitas sudah tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan keterangan-keterangan yang ada dapat diambil kesimpulan

bawa independensi merupakan suatu sikap seorang untuk bertindak secara objektif

dan dengan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan kejujuran

intelektual akuntan, sedangkan objektivitas secara konsisten berhubungan dengan

sikap netral dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan

audit.

Bila digambarkan akan terlihat sebagai berikut:

Masa Penugasan Auditor Independensi Auditor

(X) (Y)
11

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka perumusan hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

Masa penugasan auditor memilki pengaruh negatif terhadap independensi

auditor.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan suatu studi kasus

denngan menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

dengan cara mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data dan fakta yang diperoleh

untuk membuat kesimpulan dan rekomendasi dengan membandingkan data yang

ada dengan teori yang relevan.

Metode sampling yang digunakan adalah metode judgement sampling.

Sampel diambil dari beberapa kantor akuntan publik yang berada di wilayah

Bandung. Guna mendapatkan data yang memadai, sampel yang terpilih akan

diajukan pertanyaan wawancara dan kuesioner. Juga untuk memastikan reliabilitas

data, akan dilakukan observasi langsung.

Dalam memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi lapangan (Field Research)


12

Studi lapangan, yaitu studi atau penelitian untuk mendapatkan data primer dengan

mengadakan peninjauan langsung pada lokasi perusahaan dengan maksud untuk

memperoleh data dan informasi yang diperlukan dengan cara sebagai berikut:

a. Kuesioner

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan daftar pertanyaan yang

diisi oleh pejabat yang bersangkutan.

b. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara

langsung terhadap objek yang diteliti yang berhubungan dengan topic

pembahasan penelitian.

c. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab langsung

dengan pimpinan dan karyawan perusahaan yang bersangkutan tentang hal-hal

yang berhubungan dengan bidang yang diteliti dalam skripsi ini.

2. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu studi yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dengan

jalan membaca buku, serta referensi lainnya yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti.
13

1.8 Tabel Operasional Variabel

Variabel
Konsep Variabel Indikator Skala
Penelitian

Pemberian jasa audit


umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas
sebagaimana dimaksud 1. KAP paling lama
dalam Pasal 2 ayat (1) untuk 6 (enam) tahun
huruf a dilakukan oleh buku berturut-turut
KAP paling lama untuk 6 2. Akuntan Publik paling
(enam) tahun buku lama untuk 3 (tiga)
Masa berturut-turut dan oleh tahun buku berturut-
Penugasan seorang Akuntan Publik Ordinal
turut.
(x) paling lama untuk 3 (tiga)
tahun buku (Peraturan Menteri
berturut-turut. Keuangan
nomor: 17/PMK.01/2008
pasal 3 ayat (1))
(Peraturan Menteri
Keuangan
nomor: 17/PMK.01/2008
pasal 3 ayat (1))
14

Independensi berarti
kejujuran dalam diri
1. Sikap mental yang
auditor dalam
bebas dari pengaruh.
mempertimbangkan fakta
2. Tidak dikendalikan
dan adanya pertimbangan
oleh orang lain.
Independensi yang objektif tidak
3. Tidak tergantung pada Ordinal
(y) memihak dalam diri
orang lain.
auditor dalam
merumuskan dan
(Mulyadi 2008: 26).
menyatakan pendapatnya.

(Mulyadi, 2008: 26).

You might also like