Residu pestisida yang terdapat dalam hasil-hasil
tanaman berasal dari pestisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman (untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman). Namun, residu dapat pula berasal dari kontaminasi melalui hembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah lain, maupun membudidayakan tanaman pada tanah yang banyak mengandung pestisida. Penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani hortikultura pada umumnya tidak lagi mengindahkan aturan dosis/konsentrasi yang dianjurkan. Beberapa contoh ; hampir separuh (45%) dari keseluruhan produksi buah dan sayuran di Selandia Baru pada periode 1990-1991, telah terkontaminasi pestisida. Bahkan, nyaris seluruh (95%) buah peach, dan seledri (96%) di negara itu mengandung residu pestisida. Di Indonesia kadar residu pestisida yang terkandung dalam bahan pangan cukup memprihatinkan. Wortel, kentang, kubis, bawang merah, tomat, dan kubis dari berbagai tempat budidaya sayuran di Jawa Barat, dan Jawa Tengah pada tahun 1987 diketahui memiliki residu yang melampai batas maksimal. Sulistiyono (2002), ketepatan dosis penggunaan pestisida oleh petani bawang merah yang telah mengikuti SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) di Kabupaten Nganjuk; 4,17 % tepat dan 95,83 % tidak tepat, sedangkan pada petani Non SLPHT 1,04 % tepat dan 98,96% tidak tepat. Penanganan Tingginya Residu Pestisida
Pencemaran dari residu pestisida sangat
membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan, sehingga perlu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu pestisida. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pestisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi untuk menanggulangi residu pestisida diantaranya : 1. Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida
dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan. 2.Penelitian yang Mendukung Kepada Usaha Pelestarian Lingkungan
Beberapa contoh produk pestisida masa depan yang
ramah lingkungan adalah daya mobilitas di tanah yang rendah, aktivitas unit yang tinggi, jangka waktu yang pendek, tidak menguap, mudah didekomposisi oleh mikroorganisme tanah, tingkat keracunan yang rendah pada hewan, perairan dan kehidupan di sekitarnya dan tingkat kerusakan produk yang rendah yang tidak membahayakan lingkungan. Penelitian pada pengendalian hama yang ramah lingkungan yaitu melalui rekayasa genetik dengan membuat tanaman-tanaman yang resisten terhadap hama melalui pengetahuan bioteknologi. Penelitian juga dilakukan pada perumusan bahan- bahan kimia yang ditujukan untuk memperbaiki keamanan dan lebih mengefektifkan kegunaan dari bahan-bahan kimia pertanian (Ton, 1991;Uehara, 1993). 3.Pengendalian Hayati/Biologi
Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian
bahan kimia, pengendalian hayati atau biokontrol merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi pertanian. Salah satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang mempu menangkal pengaruh negatif jamur pathogen pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species Trichoderma harzianum dan Trichoderma viridae 4.Pengendalian Hama Terpadu
Permasalahan bahan residu pestisida dapat juga
diatasi dengan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang menggabungkan beberapa metode pengendalian yang saling berkaitan satu dengan lainya, karena dalam konsep PHT penggunaan pestisida sintetik merupakan alternatif terakhir yang dilakukan. 5. Bioremidiasi Bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, dewasa ini telah dikembangkan“Bioremediasi”. “Bioremediasi” dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak (Sa’id, 1994). HATUR NUHUN