Professional Documents
Culture Documents
26
January
2010
(Jakarta, 26 Januari 2010) . Pada saat menyampaikan informasinya dalam jumpa pers akhir
tahun 2009 Kementerian Kominfo, Menteri Kominfo Tifatul Sembiring di antaranya telah
menyampaikan tingkat pencapaian target penerimaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBNP Yang Berlaku
Pada Departemen Kominfo (sebagai pengganti PP No. 28 Tahun 2005), maka data PNBP
Kementerian Kominfo untuk tahun 2009 (terhitung sampai dengan saat berlangsungnya jumpa
pers tanggal 29 Desember 2009) menunjukkan angka yang sangat signifikan, yaitu dari target
yang harus diraih sebesar Rp 7.269.410.647.000,-, pada kenyataan target tersebut telah dapat
dicapai melebihi, karena sampai dengan pertengahan November 2009 saja telah tercapai sebesar
Rp 9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Sebagai
gambaran, untuk tahun 2008, targetnya sebesar Rp 6.505.216.359.000,- dan yang tercapai adalah
sebesar Rp 7.706.575.888.521,- atau sebesar 118,47%.
Jika data pada jumpa pers tersebut perolehan PNBP Kementerian Kominfo adalah sejumlah Rp
9.228.872.889.096,05 atau tingkat pencapaiannya adalah sebesar 126,95%. Saat ini setelah
terhitung secara komprehensif, maka ternyata hingga tutup tahun 2009 perolehan PNBP adalah
sebesar Rp 10.059.914.111.035,10 atau 138% dari target semula sebesar Rp
7.269.410.647.000,- Dari data tersebut yang paling besar diperoleh dari PNBP penyelenggaraan
pos dan telekomunikasi (khususnya dari BHP Frekuensi Radio) yaitu sebesar Rp
10.048.360.609.543,10 dari target semula sebesar Rp 7.260.000.000.000,-. Kemudian diikuti
dengan PNBP dari penyelenggaraan penyiaran yaitu sebesar Rp 6.960.279.839 dan selanjutnya
adalah dari penyelenggaraan diklat MMTC (Multi Media Media Center) sebesar Rp
4.573.771.000,- serta terakhir dari penyelenggaraan pusat pendidikan dan latihan Departemen
Kominfo sebesar Rp 19.450.653,- (Untuk Pusdiklat ini bukan berarti sama sekali jauh dari target
yang ditetapkan, tetapi karena ada berbagai kendala regulasi yang belum tuntas sepenuhnya).
Kementerian Kominfo ini sendiri untuk tahun 2010 akan menggunakan pagu anggaran secara
keseluruhan sebesar Rp 2.811.974.066.000,- Sehingga sangat jauh jumlahnya dengan PNBP
yang berhasil diperoleh dan hal tersebut adalah wajar. Sedangkan target PNBP Kementerian
Kominfo untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 8.903.110.194.840,- Ini merupakan suatu
peningkatan dari target tahun 2009 sebesar Rp 7.269.410.647.000, yang dalam kenyataan
realisasinya adalah sebesar Rp 10.059.914.111.035,10.
Tingkat
Tahun Satker Target Realisasi
Pencapaian
2004 MMTC 2.029.695.000 1.855.239.677 91,40%
2005 POSTEL 1.750.000.000.000 1.776.670.443.527 101,52%
MMTC 1.927.786.000 1.927.272.700 99,97%
JUMLAH 1.751.927.786.000 1.778.597.716.227 101,52%
2006 POSTEL 2.503.150.000.000 3.964.867.729.799,15 158,40%
MMTC 3.061.230.000 2.355.534.700 76,95%
JUMLAH 2.506.211.230.000 3.967.223.264.499 158,30%
2007 POSTEL 3.525.000.000.000 4.362.988.906.100,76 123,77%
MMTC 3.264.570.000 3.330.749.500 102,03%
JUMLAH 3.528.264.570.000 4.366.319.655.601 123,75%
2008 POSTEL 6.501.535.950.000 7.701.975.962.521,00 118,46%
MMTC 3.680.409.000 4.599.926.000 124,98%
JUMLAH 6.505.216.359.000 7.706.575.888.521 118,47%
2009 POSTEL 7.260.000.000.000 10.048.360.609.543,10 138,41%
MMTC 4.028.320.000 4.573.771.000 113,54%
PUSDIKLA
T 595.150.000 19.450.653
PEGAWAI
SKDI 4.787.177.000 6.960.279.839 145,39%
JUMLAH 7.269.410.647.000 10.059.914.111.035,10 138,39%
Bagi Kementerian Kominfo, jumlah perolehan PNBP tersebut memang cukup fenomenal.
Meskipun demikian, bukan maksud Kementerian Kominfo untuk mengejar target sebesar
mungkin tanpa perhitungan yang rasional, karena ketika regulasi PNBP tersebut masih berupa
rancangan, seperti biasanya Kementerian Kominfo selalu mengadakan konsultasi publik.
Bagaimanapun juga Kementerian Kominfo tidak menginginkan di satu sisi perolehan PNBP
besar, tetapi di sisi lain mereka yang dikenai kewajiban merasakannya sebagai beban yang terlalu
berlebihan. Sebagai contoh, untuk biaya pengujian alat/perangkat telekomunikasi (yang
kesemuanya dihitung per type) adalah sebagai berikut, misalnya:
Itu nanti belum ditambah biaya sertifikasinya, misalnya saja untuk Customer Premises
Equipment (CPE) Nirkabel untuk per sertifikat / per type adalah sebesar Rp 4.500.000,- .
Sehingga seandainya ada 1 pemohon (perusahaan) yang ingin mengajukan sertifikasi dan
pengujian perangkat telepon seluler 2 band, maka kepada yang bersangkutan diwajibkan
menyerahkan 2 sample (contoh konkret perangkatnya, untuk selanjutnya jika sudah selesai diuji
dikembalikan kepada pemohon), maka yang bersangkutan dikenakan biaya total hanya sebesar
Rp 6.000.000,- ditambah Rp Rp 4.500.000, sehingga total yang harus dibayarkan langsung ke
Kas Negara adalah sebesar Rp 10.500.000,- meskipun mungkin suatu type tertentu dari
perangkat telepon seluler dengan 2 band tersebut dipasarkan ke publik hingga 50.000
perangkat dan jumlah yang dipasarkan tersebut tidak mempengaruhi besaran PNBP yang
wajib disetorkan langsung ke Kas Negara.
Hanya saja, karena pemohon misalnya saja melaporkan kepada Ditjen Postel sebanyak 50.000
perangkat yang akan dipasarkan, maka sebanyak 50.000 perangkat itu pula yang diberi label oleh
Ditjen Postel. Namun berapapun jumlah perangkat yang didaftarkan dan diberi label tetap tidak
berpengaruh pada besaran PNBP yang harus dibayarkan ke Kas Negara. Oleh karena itu, kepada
masyarakat umum jika akan memberi suatu perangkat telekomunikasi yang baru (perangkat
telepon seluler misalnya) disarankan untuk memeriksa kelengkapan label yang ada, karena
jika tidak ada labelnya baik di perangkat ataupun di kotak pembungkusnya berarti di luar yang
dilaporkan ke Ditjen Postel. Hal ini penting, karena diatur di dalam Pasal 32 Peraturan Menteri
Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat
Telekomunikasi, yang menyebutkan, bahwa: (1) Pemegang sertifikat wajib memberikan label
(pelabelan) yang memuat nomor sertifikat dan Identitas Pelanggan (PLG ID) pada setiap alat dan
perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat serta kemasan/pembungkusnya sesuai format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini; (2) Dalam hal label tidak
dapat dilekatkan pada alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat, label dapat
dilekatkan pada kemasan/pembungkusnya; (3) Bentuk label sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat sesuai contoh desain yang tercantum pada sertifikat asli; (4) Pelabelan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum alat dan perangkat telekomunikasi diperdagangkan
dan atau dipergunakan; (5) Pemegang sertifikat wajib melaporkan pelaksanaan pelabelan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan
sertifikat dengan melampirkan contoh label.
Berita, Fokus
17
June
2009
Siaran Pers No. 133/PIH/KOMINFO/6/2009 tentang Sanksi Denda Berat Akibat
Keterlambatan Pembayaran BHP Frekuensi Radio Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2009
Tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran Dan Penyetoran PNBP Yang Terutang
(Jakarta, 17 Juni 2009 ). Pengelolaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya alam yang
terbatas memiliki arti penting bagi kepentingan industri sekaligus bagi negara. Spektrum
frekuensi radio selain memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan industri
telekomunikasi terutama seluler, juga mempunyai peranan yang semakin penting dalam
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Meskipun demikian dalam pengelolaan spektrum
frekuensi radio yang diutamakan adalah ketertiban penggunaan spektrum frekuensi radio secara
efisien, sedangkan PNBP merupakan akibat dari pengelolaan secara tertib dalam penggunaan
spektrum frekuensi radio. Dengan kata lain semakin tertib penggunaan spektrum frekuensi radio
akan berakibat pada meningkatnya perolehan PNBP tersebut.
Dalam tahun anggaran 2008, penerimaan PNBP Ditjen Postel Departemen Kominfo dari BHP
frekuensi radio saja telah ditargetkan untuk dapat mencapai Rp. 4,61 triliyun dan untuk tahun
2009 ditargetkan untuk diperoleh sebesar Rp. 5,61 triliyun. Sejauh ini tingkat kepatuhan
pengguna frekuensi radio dalam membayar BHP frekuensi radio secara umum sebagai wajib
bayar) dalam membayar BHP frekuensi radio sudah cukup baik. Hanya saja bagi wajib bayar
yang pindah alamat tanpa memberi tahukan keberadaan alamat barunya dapat menyulitkan
dalam penagihan BHP frekuensi radio, karena tagihan yang disampaikan nyasar ke alamat lama.
Tingginya penerimaan PNBP tersebut bukan berarti Departemen Kominfo hanya mengejar target
PNBP saja, tetapi dalam realitanya juga mempertimbangkan berbagai kondisi, pandangan DPR,
pandangan Departemen Keuangan dan juga tidak kalah pentingnya adalah berbagai masukan dari
para pengguna frekuensi radio itu sendiri, khususnya para penyelenggara telekomunikasi sebagai
yang dapat dikategorikan cukup dominan kontribusi PNBP-nya.
Akan tetapi, upaya untuk meningkatkan PNBP tersebut bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Selain karena minimal setiap tahun target harus terpenuhi, Departemen Kominfo khususnya
Ditjen Postel juga selalu sistematis dan profesional managementnya serta berkomitmen untuk
transparan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena kesemuanya itu langsung disetorkan ke
Kas Negara, sehingga tidak ada yang ditahan oleh Ditjen Postel. Ini belum lagi terhitung dengan
sangat intensif dan telitinya psara pemeriksa keuangan (auditor) baik dari BPK, BPKP maupun
Inspektorat Jenderal Departemen Kominfo yang selalu jeli dalam mengawasi proses dan laporan
perolehan PNBP. Namun demikian, pada sisi lain, sering pula ditemu kenali adanya
keterlambatan pembayaran BHP frekuensi radio, yang ujung-ujungnya sesungguhnya merugikan
mereka yang terutang tersebut karena sanksi denda yang harus dibayarkan menjadi bertambah.
Itulah sebabnya, Departemen Kominfo melalui Siaran Pers ini bermaksud menjelaskan regulasi
yang terkait dengan tata cara penentuan jumlah, pembayaran, dan penyetoran PNBP yang
terutang, sehingga dengan harapan agar para pengguna frekuensi radio dari yang setingkat
penyelenggara telekomunikasi seluler hingga pengguna yang paling sederhana dan murah
penggunaan frekuensinya sesuai dengan segmentasi frekuensinya dapat mengurangi tingkat
keterlambatan pembayarannya.
Sebagaimana telah diatur dalam UU. No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, bahwa setiap
penggunaan spektrum frekuensi radio wajib memiliki izin dari pemerintah dan pengguna
frekuensi radio wajib membayar penggunaan frekuensi radio atau yang disebut dengan Biaya
Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio. BHP frekuensi radio adalah merupakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibayar di muka untuk masa penggunaan 1 tahun, yang dalam
pengenaannya diatur berdasarkan UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 12 UU PNBP, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, Dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. Dalam hal ini ada hal penting yang perlu
diketahui masyarakat (PP tersebut relatif baru dan baru disahkan serta diundangkan dan berlaku
mulai pada tanggal 24 Maret 2009 ) khususnya pengguna frekuensi radio, yaitu bahwasanya PP
No. 29 Tahun 2009 tersebut mengatur lebih lanjut tentang pengenaan sanksi administrasi berupa
denda. Masyarakat perlu mengantisipasi dengan pengelolaan penggunaan frekuensi radio dan
izin penggunaan frekuensi radionya dengan tertib agar tidak berakibat terkena sanksi
administrasi berupa denda tersebut.
Sebagai contoh perhitungan sanksi denda 24 bulan adalah tersebut di bawah ini. Misalnya saja
pokok PNBP yang terutang = Rp.100.000.000,00 dan jatuh tempo pembayaran tanggal 2 Januari
2008. Tetapi pembayaran baru dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008 atau terlambat 1 hari dan
itu sudah dihitung 1 bulan. Maka, jumlah PNBP yang terutang bulan ke 1 = (2% x
Rp.100.000.000,00) + Rp.100.000.000,00 = Rp.102.000.000,- Sedangkan jumlah PNBP yang
terutang bulan ke 2 = (2% x Rp.102.000.000,00) + Rp.102.000.000,00 = Rp.104.040.000,00, dan
seterusnya sehingga apabila pembayaran PNP yang terutang tanggal 3 Nopember 2008, maka
Jumlah PNBP yang terutang bulan ke 23 = Rp.100.000.000,00 + ((Rp. 157.597.967, x %) +
Rp.54.597.967,08)) = Rp. 157.689.926,42. Apabila pembayaran PNBP yang terutang dilakukan
tanggal 3 Desember 2008, maka Jumlah PNBP yang Terutang bulan ke 24 = Rp.100.000.000,00
+ ((Rp. 157.689.926,42, x 2%) + Rp.57.689.926,42)) = Rp. 160.843.724,95. Dengan demikian,
seandainya terjadi keterlambatan 2 hari pun juga tetap dihitung tetap dihitung 1 bulan
keterlambatan dan tetap dikenakan denda 2%. Keterlambatan ini pernah dialami oleh suatu
penyelenggara telekomunikasi yang besar akibat keterlambatan selama 11 hari dan terpaksanya
dihitung juga 1 bulan keterlambatan dan dikenakan denda 2%, yang totalnya mencapai jumlah
yang sangat signifikan.
Rincian contoh pengenaan sanksi administrasi berupa denda selama 24 bulan seperti dibawah ini:
Bulan Ke Pokok (Rp) Perhitungan Denda Akumulasi Denda Jumlah PNBP Yang
(Rp) (Rp) Terutang (Rp)
1 100.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 102.000.000,00
2 100.000.000,00 4.040.000,00 4.040.000,00 104.040.000,00
3 100.000.000,00 6.120.800,00 6.120.800,00 106.120.800,00
4 100.000.000,00 8.243.216,00 8.243.216,00 108.243.216,00
5 100.000.000,00 10.408.080,32 10.408.080,32 110.408.080,32
6 100.000.000,00 12.616.241,93 12.616.241,93 112.616.241,93
7 100.000.000,00 14.868.566,76 14.868.566,76 114.868.566,76
8 100.000.000,00 17.165.938,10 17.165.938,10 117.165.938,10
9 100.000.000,00 19.509.256,86 19.509.256,86 119.509.256,86
10 100.000.000,00 21.899.442,00 21.899.442,00 121.899.442,00
11 100.000.000,00 24.337.430,84 24.337.430,84 124.337.430,84
12 100.000.000,00 26.824.179,46 26.824.179,46 126.824.179,46
13 100.000.000,00 29.360.663,05 29.360.663,05 129.360.663,05
14 100.000.000,00 31.947.876,31 31.947.876,31 131.947.876,31
15 100.000.000,00 34.586.833,83 34.586.833,83 134.586.833,83
16 100.000.000,00 37.278.570,51 37.278.570,51 137.278.570,51
17 100.000.000,00 40.024.141,92 40.024.141,92 140.024.141,92
18 100.000.000,00 42.824.624,76 42.824.624,76 142.824.624,76
19 100.000.000,00 45.681.117,25 45.681.117,25 145.681.117,25
20 100.000.000,00 48.594.738,60 48.594.738,60 148.594.738,60
21 100.000.000,00 51.566.634,39 51.566.634,39 151.566.634,39
22 100.000.000,00 54.597.967,08 54.597.967,08 154.597.967,08
23 100.000.000,00 57.689.926,42 57.689.926,42 157.689.926,42
24 100.000.000,00 60.843.724,95 60.843.724,95 160.843.724,95
03 Jan 2011
Bisnis Indonesia
Opini
Bisnis Indonesia
"Tidak akan turun [BHP frekuensi], bahkan semakin mudah dalam menghitung biaya karena
tidak lagi per BTS [base transceiver station], tetapi berdasarkan lebar pita," ujarnya pekan lalu.
Sebelumnya, pemungutan BHP frekuensi ditetapkan berdasarkan izin stasiun radio (ISR) pada
setiap kanal di BTS.
Dengan model BHP frekuensi berdasarkan ISR, beban BHP bertambah jika operator
mengembangkan jaringan seperti menambah BTS, karena biaya yang harus dibayar dihitung
berdasarkan utilisasi kanal di setiap BTS.
Berdasarkan laporan akhir tahun Kementerian Komunikasi dan Informatika yang rilis kemarin,
PNBP dari sektor telekomunikasi berupa BHP frekuensi hingga November tahun ini mencapai
Rpll ,13 triliun. Perolehan itu telah melebih target tahun ini yang dipatok sebesar RplO,27
triliun..
Menteri Kominfo Tifatul Sembiring mengatakan perolehan BHP hingga 20 November 2010
sebesar Rpll,13 triliun belum termasuk pembayaran dari PT Smart Telecom dan PT Mobile-8
Telecom. "BHP Frekuensi Smart dan Mobile-8 ini belum masuk."
Dia menargetkan perolehan BHP hingga akhir tahun ini dapat mencapai Rpl2,09 triliun, lebih
tinggi dibandingkan dengan target ataupun perolehan pada tahun lalu.
"Diharapkan ada peningkatan PNBP dari anggaran [Kementerian Kominfo 2010] sebesar Rp2,8
triliun," tutur Tifatul.
"Dengan aturan baru itu, jika operator telekomunikasi mau menambah base transceiver station
[BTS], mereka sudah tidak perlu bayar lagi [sesuai penambahan BTS], tetapi dengan basis lebar
pita frekuensi dikali sejumlah parameternya dan tim Balai Monitoring," ujarnya.
Siaran Pers No. 218/PIH/KOMINFO/11/2009 tentang Rapat Dengar Pendapat Yang
Pertama Antara Menteri Kominfo Tifatul Sembiring Dengan Pimpinan Dan Seluruh
Anggota Komisi I DPR-RI
(Jakarta, 23 November 2009). Menteri Kominfo Tifatul Sembiring beserta jajarannya pada
tanggal 23 November 2009 telah menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi 1 DPR-RI.
Rapat ini merupakan yang pertama oleh Menteri Kominfo dalam Kabinet Indonesia Jilid II.
Rapat mulai berlangsung jam 10.05 s/d. 16.15 WIB dengan diselingi istirahat untyuk makan
siang dan sholat Dluhur antara jam 12.10 s/d. 13 WIB ini dan dari pihak Komisi 1 dipimpin
langsung oleh Ketua Komisi 1 DPR-RI Kemal Stambul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Menteri Kominfo mengawali acara ini dengan penyampaian paparan terkait dengan tindak lanjut
atas 6 kesimpulan pada Rapat Kerja tanggal 7 September 2009 antara lain tentang pengawasan
atas pelaksanaan TV berjaringan; pelaksanaan USO; koordinasi dengan KPI; penyatuan LPP
RRI/ TVRI; jaringan tetap lokal berbasis paket swicth; dan kesiapan pelaksanaan UU No. 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Khusus terkait dengan program desa internet sebagai pengembangan dari desa berdering
(program USO). Program ini m elalui program Desa Berdering (USO) dimana Departemen
Kominfo menargetkan pada akhir 2009 sebanyak 25.000 desa, dan 100 desa yang akan terlayani
oleh jaringan internet. Desa internet akan dikembangkan menjadi Desa Informatif dimana
fasilitas internet akan dilengkapi dengan pengembangan radio komunitas yang didukung oleh
konten yang bersifat edukatif, mencerahkan dan memberdayakan. Masih dalam kaitan USO ini,
dalam pengembangan desa informatif daerah perbatasan, terpencil dan pulau-pulau terluar ini
akan mendapatkan prioritas. Adapun kemajuan pelaksanaan program dari Raker DPR tanggal 7
September 2009 adalah berupa realisasi program USO, pembangunan infrastruktur TIK dan
bantuan fasilitas TIK bagi masyarakat pedesaan , pemberian Ijin Penyelenggaraan Penyiaran
(IPP) bagi TV dan Radio serta pencitraan terhadap negara melalui diseminasi.
Menteri Kominfo kemudian melanjutkan paparannya mengenai visi Departemen Kominfo, yaitu
erwujudnya Indonesia Informatif menuju masyarakat sejahtera melalui pembangunan kominfo
berkelanjutan, yang merakyat dan ramah lingkungan, dalam kerangka NKRI. Sedangkan misinya
adalah: meningkatkan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar
dan informasi benar menuju terbentuknya Indonesia informatif dalam kerangka NKRI;
mewujudkan birokrasi layanan informasi dan komunikasi yang profesional dan memiliki
integritas moral yang tinggi; mendorong peningkatan tayangan dan informasi edukatif untuk
mendukung pembangunan karakter bangsa; mengembangkan sistem kominfo yang berbasis
kemampuan lokal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan; dan memperjuangkan
kepentingan nasional kominfo dalam sistem pasar global.
Mengingat salah satu topik utama Departemen Kominfo (seperti halnya Departemen dan
Kementerian Negara lainnya) adalah tentang program 100 hari Kabinet, maka Menteri Kominfo
juga menjelaskan tentang program 100 hari Departemen Kominfo berdasarkan kontrak kerja
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program 100 hari tersebut terdiri dari:
Menteri Kominfo secara sistematis dan komprehensif merespon seluruh pertanyaan yang
diajukan tersebut, dan beberapa di antaranya ditambahkan oleh Sekjen Departemen Kominfo dan
Kepala Badan Informasi Publik. Menurut Menteri Kominfo, Departemen Kominfo dituntut untuk
cukup bijaksana dalam mensikapi dinamika media massa, karena kini bukan zamannya lagi bagi
Departemen Kominfo untuk memasang rambu-rambu larangan bagi media massa dalam
pemberitaannya, namun yang jelas Departemen Kominfo tentu tetap ingin mengawal agar
apapun informasinya haruslah cepat, tepat dan yang jelas Khusus untuk konten aturannya diatur
oleh KPI. Sedangkan mengenai masalah penyadapan, Menteri Kominfo mengatakan, bahwa
masalah tersebut sudah diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Lawfull
Interception yang tidak hanya melibatkan pemikiran para pakar lintas instansi, tetapi juga
melakukan studi banding dengan mengundang pakar yang berkompeten dari luar negeri. Akan
halnya Palapa Ring, sama sekali bukan pengunduran dan keterlambatan, karena diharapkan pada
waktu dekat ini segera dilakukan kick off pembangunan fisiknya. Kemudian terkait dengan
keberpihakannya pada industri manufaktur domestik, direspon secara lengkap, bahwa
Departemen Kominfo sudah mengawalinya baik dari layanan 3G, kemudian kini melalui layanan
BWA dan sebentar lagi dengan harapan digunakannya Open Source.
Pada sesi berikutnya ketika dibuka kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi,
beberapa anggota Komisi I DPR-RI memanfaatkan kesempatan itu untuk menyakan berbagai
hal, dan Menteri Kominfo dengan cukup taktis menyampaikan responnya secara langsung seperti
tersebut di bawah ini:
1. Departemen Kominfo menjamin, bahwa RPP yang terkait dengan UU KIP sudah harus
diselesaikan paling lambat bulan April 2010.
2. Anggota Dewan Pengawas TVRI memang ada yang sudah mengundurkan diri, dan akan
dicari segera penggantimnya.
3. Telefon pedesaan pembangunannya sudah, sedang dan masih berlangsung, khususnya
untuk desa berdering oleh PT Telkomsel dan PT Icon Plus.
4. Pemerintah akan duduk bersama dengan para penyelenggara penyiaran untuk
mempertimbangkan berbagai aspek sebelum diberlakukannya televisi berjaringan.
5. Integritas dan komitmen Departemen Kominfo dalam memfasilitasi sosialisasi prinsip-
prinsip kenegaraan tidak perlu diragukan, karena pada dasarnya secara parsial ada
semangat kebangsaan yang beberapa hal positifnya terwariskan dari era Departemen
Penerangan masa lalu.
6. Di dalam 100 hari ini Departemen Kominfo akan merivisi sejumlah regulasi yang kontra
konstruktif, sehingga bottle neck dapat diminimalisasi.
7. Departemen Kominfo komited untuk mendukung Single Identity Number.
8. Departemen Kominfo komited untuk membantu KP4 yang dipimpin oleh Kuntoro
Mangkusubroto dalam pemanfaatan Command Centre di bekas gedung Bina Graha, yang
setiap saat dapat digunakan oleh Presiden RI untuk up date informasi tentang adanya
krisis.
9. Program 100 desa untuk desa pinter sengaja dipilih sebagai salah satu program 100 hari
Departemen Kominfo dengan persyaratan ketersediaan di antaranya daya dukung sarana
listrik.
10. Terhadap keluhan Komisi Informasi tentang masalah keterbatasan anggaran dan
perkantoran, Departemen Kominfo akan mencatatnya untuk dipikirkan bersama, dengan
prinsip win-win solution, agar kejadian di Badung tidak melebar.
11. Departemen Kominfo komited untuk terlaksananya pengaturan bersama menara
telekomunikasi secara optimal karena ini menyangkut kepentingan bersama.
12. Kasus BlackBerry RIM beberapa waktu lalu memberi keyakinan, bahwa kepada pihak
asing manapun yang dianggap melanggar ketentuan, Departemen Kominfo tidak ragu-
ragu untuk bertindak sangat tegas.
13. Departemen Kominfo berkeinginan anggaran yang digunakan untuk program
pembangunannya dapat meningkat karena PNBP yang dihasilkan juga sudah sangat
signifikan. Untuk ini Departemen Kominfo menghendaki Komisi I DPR-RI agar turut
membantu meningkatkan anggaran melalui Departemen Keuangan, dimana tidak perlu
semua PNBP nya digunakan Departemen Kominfo, tetapi cukup 50% nya saja, yang di
antaranya untuk mendukung program sektor riil bidang ICT.
14. Departemen Komifo sedang mengkaji kemungkinan melakukan revisi Terhadap PP. No.
50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta terkait dengan
kontroversi masalah diversity of ownership yang selama ini selalu dipertanyakan oleh
Komisi I DPR-RI.
Rapat Dengar Pendapat ini diakhiri dengan pembacaan kesimpulan oleh Ketua Komisi I DPR-RI
selaku pimpinan rapat, yang isi lenkapnya adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan peran Depkominfo ke depan agar lebih efektif
dan efisien, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk melakukan reformasi
birokrasi yang di dalamnya meliputi regulasi, revitalisasi dan rebudgeting serta
mempersiapkan pemetaan berbagai permasalahan yang yang ada berikut road map dan
grand design penyelesaiannya. Terkait dengan hal tersebut, Depkominfo perlu melakukan
kajian dalam rangka perubahan berbagai regulasi yang terkait, serta menstimulasi iklim
industri komunikasi dan informatika yang kondusif.
2. Pesatnya perkembangan tehnologi memungkinkan masyarakat untuk dapat mengakses
informasi secara bebas dan terbuka, sementara di sisi lain pemanfaatan informasi tersebut
memunculkan potensi yang dapat melemahkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk
meningkatkan kinerja dan peranannya sebagai regulator dalam mengantisipasi potensi
negatif tersebut, serta memberdayakan koordinasi dengan berbagai instansi yang ada
seperti BIN selaku Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) dan Lemsaneg dalam
rangka mencegah timbulnya berbagai dampak negatif dari pesatnya perkembangan
tehnologi dan kondisi keterbukaan tersebut.
3. Terkait dengan perkembangan penerapan prinsip keterbukaan saat ini, Komisi I DPR-RI
mendorong Menkominfo untuk melakukan telaahan dan kajian terhadap kondisi yang
berkembang saat ini untuk terciptanya keterbukaan informasi di tengah semangat
reformasi dan terjaganya kewibawaan simbol-simbil institusi kenegaraan sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945.
4. Dengan berkembangnya gejala globalisasi yang memunmgkinkan adanya peningkatan
interaksi antara pelaku bisnis asing dengan pelaku bisnis dalam negeri, Komisi I DPR-RI
mendesak Pemerintah khususnya Depkominfo untuk menganalisa bentuk-bentuk
kerjasama antara perusahaan domestik dan asing dalam pembangunan telekomunikasi
dan informasi yang bernilai strategis agar tetap berada dalam koridor kepentingan
nasional, khususnya yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara. .
5. Dalam rangka melaksanakan amanat UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang
berkaitan dengan pelaksanaan TV berjaringan pada akhir tahun 2009, Komisi I mendesak
Pemerintah untuk mengkordinasikan bersama pihak pihak terkait dengan sebaik baiknya
mengenai kesiapan dan persiapan terhadap pelaksanaan TV berjaringan tersebut, baik
dari pembentukan aturan pelaksanaan, maupun sarana dan prasarananya serta
mempersiapkan strategi terbaik terhadap penundaan pelaksanaan TV berjaringan
tersebut, dengan mengacu pada prinsip demokrasi informasi, diversity of content dan
diversity of ownership.
6. Sehubungan dengan akan berlakunya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik pada bulan April 2010, Komisi I DPR-RI mendesak Menkominfo untuk
memberikan dukungan bagi Komisi Informasi Pusat dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Di samping itu, Komisi I DPR_RI juga mendorong Depkominfo untuk terus
mensosialisasikan pemberlakuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik..
7. Komisi I mendorong Depkominfo untuk meningkatkan pengeluaran anggaran dalam
APBN Depkominfo guna mendukung sektor riil di bidang tehnologi informasi yang akan
memperkuat kemandirian tehnologi informasi ke depan serta serta sebagai stimulus
pembangunan ekonomi secara utuh.
Menurut laporan per 20 November 2010, PNBP Kominfo yang terealisasi mencapai Rp
11.131.183.678.031.
Jumlah ini melebihi target yang telah dipatok sebelumnya, yang 'cuma' ditargetkan di angka Rp
10.266.118.040.050.
"Jumlah itu belum sampai akhir tahun, namun kita memprediksi bisa mencapai Rp 12 triliun
sampai akhir 2010 nanti," tukas Menkominfo Tifatul Sembiring.
PNBP Kominfo memang selalu naik tiap tahunnya. Pada tahun 2008, PNBP Kominfo mencapai
Rp 7,7 miliar. Padahal targetnya 'hanya' Rp 6,5 miliar.
Sementara untuk 2009, dari target yang dicanangkan di angka Rp 7,2 miliar, Kominfo berhasil
mengantongi PNBP senilai Rp 9,9 miliar.
Menurut Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, kontribusi terbesar PNBP Kominfo
berasal dari direktorat yang dipimpinnya, Postel.
"Yakni mencapai sekitar 80 persen kontribusinya," tukasnya, dalam acara refleksi akhir tahun
Kominfo di Jakarta, Rabu (29/12/2010).
Adapun untuk target PNBP Kominfo di tahun 2011 diprediksi naik 15 persen dari pencapaian
2010.
JAKARTA - Selama tahun 2010 ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil
menyumbangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara hingga Rp11 trilliun
lebih.
Laporan yang langsung dibacakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Tifatul Sembiring melebihi target yang di patok, dengan pembukuan per 20 November 2010,
PNBP Kominfo yang terealisasi mencapai Rp11.131.183.678.031.
Sementara itu dari hasil PNBP tersebut, sektor Postel diketahui sebagai penyumbang yang cukup
besar. Dikatakan Dirjen Postel Budi ridwan, jumlah kontribusi divisi yang dipimpinnya
mencapai 80 persen.
Seperti tahun-tahun sebelumnya Postel memang selalu memberikan kontribusi yang cukup besar
dalam PNBP Kemkominfo. Setelah itu PNBP yang berasal dari penyelenggaraan penyiaran.
Sumber utama PNBP datang dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Selanjutnya dari
pembuatan sertifikasi, biaya Jasa Telekomunikasi (Jastel), dan kontribusi Universal Service
Obligation (USO). Jastel biasanya ditarik satu persen dari pendapatan operasional penyelenggara
telekomunikasi. Sedangkan USO sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator.
"Untuk target PNBP Kominfo di tahun 2011 kami prediksi mungkin akan naik 15 persen dari
pencapaian total 2010," tandasnya.(srn)
Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja antara anggota Komisi V DPR-RI dengan Menteri
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta (1/9), membahas APBN di sektor
telekomunikasi.
Anggota Komisi V dari Partai Golkar, Enggartiasto Lukito, mengharapkan agar Depkominfo
mampu untuk merealisasikan sumber-sumber pendapatan lain untuk meningkatkan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP). "Hal itu akan sangat berguna untuk mengisi gap yang begitu besar
di APBN Perubahan 2005/2006," ujarnya.
Pendapat senada dilontarkan juga oleh politisi Golkar lainnya, Jopsef A Nae Soi. Menurutnya,
PNBP sektor telekomunikasi merupakan salah satu tumpuan dari APBN. PNBP itu perlu lebih
dioptimalkan sehingga mampu memberikan sumbangan pada pos pendapatan negara yang
semakin berat pada saat ini.
Untuk menaikan PNBP tersebut, Putra Jaya Husin punya catatan. Menurut politisi dari PAN itu,
sebaiknya kenaikan PNBP sebaiknya berasal dari pos-pos baru. "Jadi tidak bersumber dari
kenaikan biaya-biaya yang sudah ada. Itu justru akan buruk dampaknya bagi investasi," pesan
Putra Jaya.
Salah satu pos pendapatan PNBP yang perlu dioptimalkan adalah dari realisasi pembayaran di
muka (up front fee, red) Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi spektrum 3G. Kepada Menteri,
politisi PKB Ahmad Anas Yahya mempertanyakan berapa dana yang bisa diperoleh dari dua
tahap pelelangan BHP tersebut.
Selain menaikkan PNBP, para anggota Komisi V juga berpesan agar Depkominfo melakukan
efisiensi di beberapa sektor untuk menekan pengeluaran yang memberatkan APBN. Karena itu
menteri diharapkan menyusun kebijakan yang kondusif dan mendukung efisiensi tersebut.
Politisi PPP Ahmad Moqowam mencontohkan kebijakan e-government yang menurutnya perlu
dikaji kembali. Di beberapa daerah manfaatnya belum begitu dirasakan. Kata dia, sebaiknya
alokasi dana dialihkan pada kegiatan yang mendukung pemberantasan korupsi di daerah tersebut.
Sedang dikaji
Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil mengatakan
pihaknya menyambut baik permintaan tersebut. Meski demikian, pihaknya memerlukan waktu
untuk mengkaji dahulu potensi-potensi PNBP dalam beberapa waktu mendatang.
"Kami akan mengaudit sumber-sumber PNBP sekarang, sehingga kalau ada potensi yang belum
terkoleksi akan menjadi sumber-sumber baru di masa yang akan datang," ujar Sofyan saat
ditemui usai rapat kerja. Rencananya dalam waktu satu atau dua bulan ke depan kemungkinan
sudah ada laporannya.
Sebelumnya dalam rapat tersebut Sofyan sudah memaparkan target dan alokasi anggaran yang
bersumber dari PNBP Direktorat Jenderal Postel Tahun Anggaran 2006.
Total target PNBP dalam hitung-hitungan Kominfo sebesar Rp1,934 triliun lebih. Pamasukan
tersebut didapat dari pos-pos BPH Frekuensi, BPH Telekomunikasi, Biaya Sertifikasi dan
Pengujian Alat/Perangkat Telekomunikasi, serta penerimaan dana Universal Service Obligation
(USO).
Dari Total PNBP tersebut Sofyan meminta persetujuan DPR untuk menggunakan sendiri untuk
pagu anggaran Ditjen Postel sebesar Rp1,235 triliun. Kemungkinan besar usulan tersebut akan
diakomodir oleh Komisi V untuk selanjutnya dibicarakan dalam rapat panitia anggaran.