You are on page 1of 14

c c

   

Biologi sel disebut sitologi, dari bahasa Yunani kytos, "wadah" adalah ilmu yang
mempelajari sel. Hal yang dipelajari dalam biologi sel mencakup sifat-sifat fisiologis sel
seperti struktur dan organel yang terdapat di dalam sel, lingkungan dan antaraksi sel,
daur hidup sel, pembelahan sel dan fungsi sel ( fisiologi), hingga kematian sel. Hal-hal
tersebut dipelajari baik pada skala mikroskopik maupun skala molekular, dan sel biologi
meneliti baik organisme bersel tunggal seperti bakteri maupun sel-sel terspesialisasi di
dalam organisme multisel seperti manusia.

Pengetahuan akan komposisi dan cara kerja sel merupakan hal mendasar bagi
semua bidang ilmu biologi. Pengetahuan akan persamaan dan perbedaan di antara
berbagai jenis sel merupakan hal penting khususnya bagi bidang biologi sel dan biologi
molekular. Persamaan dan perbedaan mendasar tersebut menimbulkan tema
pemersatu, yang memungkinkan prinsip-prinsip yang dipelajari dari suatu sel
diekstrapolasikan dan digeneralisasikan pada jenis sel lain. Penelitian biologi sel
berkaitan erat dengan genetika, biokimia, biologi molekular, dan biologi perkembangan.

Dalam bab ini akan dibicarakan manfaat aplikasi teknologi DNA rekombinan
dalam berbagai bidang kehidupan manusia beserta sejumlah permasalahan yang timbul
dalam pemanfaatan produk teknologi tersebut. Dalam pembahasan kali ini ada dua
pokok bahasan yang akan kami bahas yaitu :

1. Pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya, dan


2. Permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan produk teknologi DNA rekombinan.

Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari


pokok bahasan ini dengan lebih baik adalah konsep dasar teknologi DNA rekombinan
beserta tahapan-tahapan kloning gen. Selain itu, pengetahuan tentang vektor kloning,
khususnya untuk eukariot tingkat tinggi, juga sangat membantu pemahaman materi
bahasan pada bab ini.


c c
   


     
Transgenik adalah tanaman atau hewan yang telah direkayasa bentuk maupun
kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus
untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari
organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri,
virus, hewan, atau tanaman lain.
Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika
melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya
untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya.
Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas
ke masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan dan uji
lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis dampak
lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi: berdasarkan
pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra tanaman transgenik memiliki
manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi manfaat tersebut belum
teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
Gen yang telah diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel
tanaman. Melalui suatu sistem tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat
dipisahkan dari sel tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen ini
kemudian ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman
transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke
tanaman tersebut (Muladno, 2002).
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau
sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman
tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.
Transgenik per definisi adalah 2    
 
2  2 
2 
  2          
   (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi,
tanaman itu disebut 2 
      (GM crops). Atau, organisme yang
mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs).
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.
Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan
gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama
tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman
resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung
Bt akan mati (Intisari, 2003).

    
Teknologi transgenik, sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 1980 oleh Gordon
bersama peneliti lainnya. Dalam perkembangannya, berkembanglah beberapa teknik
transfer gen yang digunakan; yakni mikroinjeksi, elektroporasi, biolistik dan lipofeksi.
Teknik mikroinjeksi dilakukan dengan cara menyuntikkan konstruksi gen ke
dalam blastodisk telur yang sudah dibuahi dengan bantuan mikromanipulator. Dengan
elektroporasi, telur yang sudah dibuahi direndam dalam jutaan copy DNA dengan dialiri
listrik bervoltase tertentu selama beberapa saat.
Biolistik diterapkan dengan memadukan konsep balistik dan biologi. Dengan
demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik yang dilapisi dengan suatu
konstruksi DNA dan diarahkan langsung ke dalam sel. Sedangkan dengan lipofeksi
diterapkan dengan cara mengenkapsulasi konstruksi DNA di dalam fesikel lemak yang
kemudian dibawa ke dalam sel target.
Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang
plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi
dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi
gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang
dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan.
Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang
terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka
dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk
membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang
terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara
kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi.
Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan
dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang
pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai
atau polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain
dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel
rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan
protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya,
dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA
yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur
awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel
rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
Susunan materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul
ke dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding tanaman
konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur pendek, dll;
sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat
dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain
serta tanaman transgenik produksi lebih baik
Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu memperbaiki
sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama
maupun lingkungan yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman transgenik
memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal baru karena
sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat;

   
Tujuan memindahkan gen tersebut untuk mendapatkan organisme baru yang
memiliki sifat lebih baik. Hasilnya saat ini sudah banyak jenis tanaman transgenik,
misalnya jagung, kentang, kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan dari tanaman
transgenic tersebut umumnya adalah tahan terhadap serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk
kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan,
yaitu dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut.
c c
   


   !    " "# $% #
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru
dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk
teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik
(OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO).
Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan
langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme
transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal
oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh
pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang
kehidupan manusia.

1. Pertanian
Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan
dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri
Agrobacterium tumefaciens (lihat Bab XI). Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah
tanaman transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya
perlambatan kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai
1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang
melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta
ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta
ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan
transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung
687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah),
kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah).
Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia
adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi
DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas
pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing,
blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah
diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan
hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi
(recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone).
Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan
kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan
ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya
penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan
melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan
yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk
pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang
cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan
produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih
tinggi.

2. Perkebunan, kehutanan, dan florikultur


Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya
lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan
perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan
kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat.

Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur
kayu lebih baik. Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman
anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat
dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang
diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.

3. Kesehatan
Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis
obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya
penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis
berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri
farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara
yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk
tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan
hanya memerlukan cara kultivasi biasa.

4. Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya
penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah
terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk
membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan
diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri
dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan
maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air
raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik
yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi
air raksa organik.
5. Industri
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang
digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard
cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari
organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa
makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini
banyak menggunakan produk organisme transgenik

c c
 & !'  ' (   


)   
1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

  )    


Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:

A. Aspek sosial

Yang meliputi:
1. Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan
sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian
pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh
mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-
organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan
mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan
universal. Demikian juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia)
serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai
sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.

2. Aspek etika dan estetika


Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan
diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa
menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini
karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada
umumnya diisolasi dari tinja manusia.

B. Aspek ekonomi


Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman
persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional.
Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih
tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi
masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi
minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila
dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi
industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh
organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada
pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan
tepung tulang.

C. Aspek kesehatan

1. Potensi toksisitas bahan pangan


Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan.
Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah
berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan
kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen
atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di
antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius.
Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan
untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan
timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil
metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi
toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan
kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum
Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya.
Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga
ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
2. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia
baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai
contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab
kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap
antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik
itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan
tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita
GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan
kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan
kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun
1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan
kondom dari bahan karet transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit
pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang
diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi.
Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung
pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-
negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa
kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.

D. Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah


Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman,
plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya
jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem
akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten
pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed
(Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini
merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan
daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami
kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau
lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.

2. Potensi pergeseran gen


Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah
10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami
pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga
mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.

3. Potensi pergeseran ekologi


Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang
pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor
lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan
lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
4. Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan
adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.

5. Potensi mudah diserang penyakit


Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan
gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan
lebih disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida
akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak
cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain,
terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan
pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri
bagi lingkungan.

Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:


1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun
terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini, kehawatiran
ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika
bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya.
2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum,
ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi
dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi
terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa
kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen. Dalam artikel ini,
penulis berpendapat bahwa alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman
transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein
belum tentu allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk
terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai
oleh panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat
menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang

1. Berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang
bersangkutan juga berubah.
2. Bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak
dapat diperkirakan.
3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
4. Kemungkinan menimbulkan alergi
5. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.

c c*
&    

+
& 
Dari uraian yang telah kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa :

1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

Namun selain itu juga dapat menimbulkan berbagai ke kawatiran, diantaranya yaitu:

1. Terjadinya silang luar


2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target

+    
Setelah membaca makalah di atas maka penulis menyarankan agar kita lebih berhati-hati
dalam melakukan setiap percobaan apalagi mnyangkut gen dan segala rekayasanya karena
bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan

 % " %$,%


Ñ -

Poskan Komentar

  )  

Posting Lebih BaruPosting Lama




You might also like