You are on page 1of 1

Asap masih mengepul dari teh yang baru ku seduh, asap itu seakan-akan menari, menggoda, merayuku

agar segera meminumnya, mungkin seperti mba Yeyen dengan baju yang kurang lengkapnya, bolong
sana-sini, memintaku supaya buru-buru mengirim pesan berbayar di salah satu stasiun televisi pada
tengah malam, ehm, jangan kau bertanya selanjutnya, itu rahasia.

Sebatang rokok kretek ku nyalakan, bunyinya gemeletik, seperti kayu kering yang terbakar ditungku
memasak emak ku. Sebungkus rokok yang kubeli seminggu yang lalu, baru habis tiga batang. Belakangan
ini, agak jarang aku menghisap benda satu ini. Bukan karena alasan kesehatan, bukan juga karena
berbagai ancaman dampak pemakaian dari blog dokter di situs jejaring sosial, twiter, apalagi kalau
hanya sekedar guyon fatwa haram ulama, jelas bukan. Aku juga tak tahu alasannya kenapa.

Roti wijen sepiring kini sudah tinggal dua buah. Satu dimakan olehku, sebagian besar yang lain diuntal
oleh temanku yang kalau dilihat-lihat, seperti orang yang belum makan tiga hari, ha..ha.., aku turut
prihatin teman.

Sendiri di pagi yang sudah agak terang. Aku sengaja tak berangkat kerja, moodku sedang jelek, aku cuma
ingin bersantai menikmati teh panas, sebatang rokok, dan roti wijen yang kini tinggal satu butir. Sambil
sesekali melihat berita olahraga, dan berharap Barcelona menang lagi atau mungkin menengok kabar
Valentine Rossi, apakah cederanya sudah sembuh, ku doakan Ia bisa juara dunia lagi.

Pagi yang lengkap, tak kurang suatu apa, menikmati hidup dengan cara yang sederhana, Iringan musik
jawa khas bossanova melengkapi pagiku yang damai. Surga barangkali begini.

You might also like