You are on page 1of 11

NEFROPATI DIABETIK

Pendahuluan.2
Diabetes mellitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan-gangguan metabolisme
karbohidrat,lemak dan protein yang berkaitan dengan defesiensi absolut atau relatif
aktivitas dan atau sekresi insulin.karena itu,meskipun diabetes asalnya merupakan penyakit
endokrin,manifestasi pokoknya adalah penyakit metabolik.gejala-gejala yang khas adalah
rasa haus yang berlebihan,poliuri,pruritus,serta penurunan berat badan yang tak
terjelaskan.diabetes melitus tipe 2 dapat tanpa gejala, sehingga diagnosis sering dibuat
berdasarkan ketidaknormalan hasil pemeriksaan darah rutin atau uji glukosa dalam
urin.walaupun penyebab dan patogenitas diabetes yang lazim kini telah dimengerti dengan
lebih baik,sampai sejauh mana keheterogenan terjadi pada jenis-jenis ini masih belum jelas.

Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu
saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik, dan juga berbagai
bentuk glomerulonefritis, yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetic pada
pasien diabetes. Akan tetapi yang terbanyak dan terkait secara patogenesis dengan
diabetesnya adalah PGD, yang secara klasik patologinya diuraikan oleh Kimmelstistiehl-
Wilson pada tahun 1936, berupa glomerulosklerosis yang noduler dan difus.

Pada umumnya nefropati diabetik di definisikan sebagai sindrom klinis pada pasien
diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24jam atau >200
mg/menit ) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal
terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding,
tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1. Di Amerika, nefropati diabetik
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi diabetes
melitus, dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular.
Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati
diabetik, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin serta umur saat diabetes
timbul.

Klasifikasi diabetes melitus dan kategori intolerensi glukosa menurut WHO 1985
A. golongan klinis
diabetes melitus
diabetes melitus tergantung insulin (tipe 1 )
diabetes melitus tidak tergantung insulin ( tipe 2 )
a. non obesitas
b. obesitas
diabetes melitus berkaitan malnutrisi
diabetes melitus tipe lain yang berkaitan dengan kondisi atau sindrom
tertentu : 1.penyakit pankreas
2. hormonal
3. bahan kimia atau obat
4. abnormalitas insulin atau reseptornya
5. sindrom genetik tertentu
6. lain-lain
gangguan toleransi glukosa
a. non obesitas
b. obesitas
c. berkaitan dengan kondisi atau sundrom tertentu
diabetes melitus kehamilan
B. golongan resiko statistik
- toleransi glukosa pernah abnormal
- toleransi glukosa potensial abnormal2

Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus. Pada sebagian


penderita komplikasi ini berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan
pengobatan cuci darah atau transplantasi ginjal.di dalam laporan perhimpunan nefrologi
Indonesia ( PERNEFRI ) tahun 1995,disebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki
urutan nomer tiga ( 16,1% ) setelah glomerulonefritis kronik ( 30,1% ) dan pielonefrotis
kronik ( 18,51 % ) sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan
cuci darah di Indonesia.tingginya prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab gagal
ginjal terminal juga menjadi masalah dinegara lain. Dewasa ini, 35 % penderita gagal ginjal
terminal yang menjalani cuci darah di amerika disebabkan oleh nefropati diabetik. Laporan
di eropa menyebutkan prevalensi sebesar 15%.prevalensi di singapura pada tahun 1992
adalah 25%. Perbedaan prevalensi dari berbagai ini selain disebabkan adanya perbedaan
kriteria dignosis, mungkin juga disebabkan oleh perbedaan ras, genetik, geografi, atau
faktor-faktor lain yang belum diketahui.mengingat mahalnya pengobatan cuci darah dan
cangkok ginjal, berbagai upaya dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis nefropati
diabetik sedini mungkin, sehingga progrefitasnya menjadi gagal ginjal terminal dapat
dicegah atau sedikitnya diperlambat1.

Definisi1
Diagnosis stadium klinis nefropati diabetik secara klasik adalah dengan ditemukannya
Proteinuria > 0,5 gr/hari.telah dibuat konsensus bahwa diagnosis klinis nefropati diabetik
sudah dapat ditegakkan bila didapatkan makroalbuminuria persisten (albuminuria >300
mg/24 jam atau 200 µ g/mnt). Disebut persisten bila 2 dari 3 kali pemeriksaan, yang
dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan memberi hasil positif.sebaiknya digunakan urin
pertama pagi hari1. Nefropati diabetik dapat di bagi menjadi beberapa tingkatan yaitu :
 Nefropati subklinis (mikroalbuminuria 30-300 mg/24 jam )
 Nefropati klinis (makroalbuminuria >300 mg/24 jam )
 Nefropati yang parah (penurunan GFR yang bermakna dan timbul gejala uremia
).
 Penyakit ginjal tingkat akhir (memerlukan dialysis atau transplantasi ginjal )2

Perjalanan penyakit1
Nefropati diabetik dapat merupakan komplikasi DM tipe 1 maupun DM tipe 2. meskipun
demikian awal timbulnya penyakit pada DM tipe 1 lebih jelas sehingga perjalanan
penyakitnya mudah diikuti dan hanya sekitar 3-16% penyandang DM tipe 2 penyakitnya
akan berlanjut menjadi nefropati diabetik. Semula diduga bahwa perjalanan penyakit
nefropati diabetik pada DM tipe 2 mempunyai tahapan-tahapan yang tidak berbeda dengan
DM tipe 1, tetapi bebrapa fakta yang didapat belakangan ini mempertanyakan hal tersebut.
Ternyata sulit untuk menentukan tahap-tahap nefropati diabetik pada DM tipe 2 secara
runut.pada DM tipe 2 hipertensi bisa ditemukan bersamaan dengan saat diagnosis diabetes
ditegakkan malahan bisa sebelumnya. Pada DM tipe 2 juga dapat ditemukan adanya
mikroalbuminuria pada awal diagnosis.

Patogenesis1
Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan
pasti.gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah
terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomeruli. Peningkatan glukosa
menahun pada penderita yang mempunyai faktor-faktor yang utama yang menimbulkan
nefropati.glukotoksistas terhadap basal membran dapat melalui 2 jalur, yaitu :
1. alur metabolik
glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino bebas
menghasilkan AGE’s ( advance glycosylation end-products ) yang dapat
menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal.
2. alur poliol
glukosa darah dirubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang
mengakibatkan berkurangnya kadar mioinositol yang menyebabkan gangguan
osmolaritas basal membran
penderita-penderita yang mempunyai predisposisi kelainan nefropati dapat ditandai dengan
kadar natrium-lithium counter transport pada eritrositnya faktor lain yang sangat
mempengaruhi terjadinya komplikasi nefropati diabetik adalah terjadi gangguan
hemodinamik sistemik dan renal pada penyandang diabetes. Peran hipertensi dalam
patogenitas nefropati diabetik masih kontroversial, terutama pada DM tipe 2 dimana
hipertensi dapat dijumpai pada awal malahan sebelum diagnosis diabetes ditegakkan.
Diagnosis1
Untuk menegakkan diagnosis komplikasi nefropati diabetik akibat DM tipe 1 atau tipe 2
harus dicari manifestasi klinis maupun laboratorium yang menunjang penyakit dasarnya
maupun komplikasi yang ditimbulkannya.
• Manifestasi klinis
Gejala uremia : badan lemah ,anoreksia,mual, muntah.
Anemia, overhidrasi,asidosis,hipertensi,kejang-kejang sampai koma
uremik.neuropati, retinopati, dan gangguan serebrovaskular atau gangguan
profil lemak.
• Manifestasi laboratorium.
Kadar glukosa darah meningkat ( GDN ≥ 126 mg%, GDPP ≥ 200 mg% ,
proteinuria ( mikroalbuminuria 30- 300 mg/24 jam atau makroalbiminuria
≥ 300 mg/24 jam ),profil lipid ( kolesterol total,LDL,trigliserida meningkat
dan HDL menurun )
• Diagnosis dini
mikroalbuminuria
Penanda paling dini adanya nefropati diabetik adalah adanya
mikroalbuminuria ( 30-300 mg/24 jam ) dan juga penanda terjadinya
gangguan membran basal yang menjadi petunjuk progresivitas penyakit
kearah terjadinya nefropati klinis.
Enzim tubular
Enzim-enzim tubuli yang telah diteliti dan dilaporkan dapat merupakan
penanda kelainan tubuli, antara lain yaitu n-aceyl-glucosamidase
(NAG),gamma-glutamyl-transferase dan lain-lain, dan NAG merupakan
enzim yang paling sensitif untuk mendeteksi kelainan tubuli.

Pencegahan dan pengobatan1


- usaha untuk mencegah terjadinya mikroalbuminuria
- usaha mencegah berlanjutnya komplikasi mikroalbuminuria menjadi
makroalbuminuria.
Suatu pedoman untuk melakukan seleksi terhadap penderita yang diduga
mempunyai faktor resiko nefropati diabetik klinis telah disusun sebagai deklarasi Vincent
(1994 ):
• semua penyandang DM tipe 1 berusia >12 tahun yang penyakitnya telah
berlangsung selama 1 tahun dan semua penyandang DM tipe 2 harus
menjalani pemeriksaan mikroalbumin, minimal 1 x/thn, dilakukan dengan
urin pagi hari, bila positif harus dilanjutkan dengan urin 12 atau 24 jam.
• Mikroalbumuria harus diantisipasi dengan rendah glukosa darah yang
ketat.pada DM tipe 1 sebaiknya diberikan terapi insulin yang intensif.
Pemberian insulin harus juga dipertimbangkan pada DM tipe 2 yang tidak
terkendali baik dengan obat hipoglikemik oral.
• Tekanan darah yang dianggap normal adalah < 140/90 mmhg untuk usia <
60 tahun dan <160/90 mmhg untuk usia > 60 tahun. Obat antihipertensi
yang dianjurkan adalah ACE inhibitor dan diuretik yang dianjurkan adalah
loop diuretic.

Tahapan pengobatan hipertensi pada DM


Langkah 1: penghambat ACE atau antagonis kalsium
- dosis dinaikan secara bertahap
- bila respon kurang ditambahkan

Langkah 2: diuretik
- bila respon kurang baik ditambahkan
atau diganti dengan
Langkah 3 : penyekat α atau β , penghambat adrenergik.

Bila perlu
Langkah 4 : vasodilator
• Diet rendah protein,dosis yang disarankan adalah 0,8-1 gr/kg BB/hr,
diutamakan protein hewani.bila telah ada nefropati diabetik klinis
diturunkan menjadi 0,6-0,7 gr/kg BB/hr.
• Bila ada hiperlipidemia harus diobati dan dilarang merokok.
Bila pasien sudah memasuki tahap gagal ginjal biasanya akan terus berlanjut menjadi
gagal ginjal terminal. Bila terapi konservatif tidak dapat mencegah meningkatnya uremia,
harus dilakukan terapi ginjal pengganti berupa cuci darah atau trasplantasi ginjal dan
dilakukan secara individual disesuaikan dengan indikasi,fasilitas serta biaya.

Perencanaan makan pada DM3


Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Komposisi energi :
- 60 – 70 % dari karbohidrat
- 10 – 15 % dari protein
- 20 – 25 % dari lemak
- < 300 mg/hr kolesterol
- 25 gr/hr serat
Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang yang diabetes
1. Memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 – 30
kalori/kgBB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis
kelamin, umur, aktivitas, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan.
2.

Kalori/kgBB Ideal
Dewasa
Kerja santai Sedang Berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40 – 50

3. Dengan pegangan kasar yaitu :


- Kurus : 2300 – 2500 kalori
- Normal : 1700 – 2100 kalori
- Gemuk : 1300 – 1500 kalori
Menghitung kebutuhan kalori3
Perhitungan menurut Brocca :
BBI = 90 % x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Untuk laki – laki TB < 160 cm atau wanita TB < 150 cm, rumusnya :
BBI = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Idaman dikalikan kebutuhan kalori basal
(30 kal/kgBB untuk laki – laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita), tetapi ditambah kalori
berdasarkan presentasi kalori basal.
- Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
- Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
- Kerja berat, ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
- Pasien kurus, masih tumbuh – kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyusui,
ditambah 20 – 30 % dari kalori basal.

Faktor – faktor yang menentukan kebutuhan kalori :


1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Aktivitas fisik dan pekerjaan
4. Kehamilan, infeksi
5. Adanya komplikasi
6. Berat badan

Pengobatan Insulin3

Insulin harus digunakan pada keadaan ketoasidosis atau koma hiperosmolar non
ketotik.pada keadaan penyakit akut,infeksi dan stress, keadaan diabetes tidak akan
terkendali sehingga harus digunakan insulin.pada DM tipe 2 kadang –kadang terjadi
hiperglikemia selama operasi anestesia sehingga harus juga dipakai insulin. DM tipe 1
merupakan indikasi klasik penggunanan insulin. Pasien diabetes yang kurus memerlukan
insulin, demikian juga yang berat badannya makin lama makin turun,walaupun makanan
cukup dan kadar glukosa mendekati normal.insulin juga harus diberikan pada wanita hamil
dan bila pengobatan dengan obat hipoglikemik oral mengalami kegagalan. Terdapat variasi
yang besar menyangkut lama kerja insulin untuk setiap pasien.

Pengobatan dengan NPH/insulatard atau monotard sebaiknya dimulai dosis tunggal. Dosis
permulaan insulatard atau monotard adalah 8 unit,setelah 3-4 hari dapat disesuaikan secara
bertahap kira-kira 20% dari dosis sebelumnya.responterhadap insulin ini berbeda-beda.pada
umumnya terdapat 3 respon yaitu ;

a. Tipe 1 (normal ) mempunyai respon klinik yang baik selama 24 jam.

b. Tipe 2 (delayed ) di mana terdapat efek kerja dan lama kerja yang
lambat sehingga pada siang hari terjadi hiperglikemia dan malam hari
hipoglikemia.

c. Tipe 3 (transient ) justru sebaliknya, terjadi hipoglikemia pada siang


hari dan hiperglikemia pada malam hari.
Jenis Insulin Dan Sediaannya4
Jenis insulin Mula kerja Puncak Lama Nama Kekuatan
(jam) efek kerja sediaan
(jam) (jam)
Kerja singkat 0,5 1-3 8 Actravid 40 U/ml
HM
0,5 0,5 6-8 Actraavid 100 U/ml
HM Penfill
Kerja 1-2 6-12 18-24
sedang(NPH)
Kerja Sedang 0,5 4-12 24 Insulatard 40 U/ml
mula kerja HM
singkat Insulatard 100 U dan
HM Penfill 40 U/ml
2,5 7-15 24 Monotard 100 U/ml
HM

Kerja Lama 4-6 14-20 24-36 Protamin


zinc sulfat
Sediaan 0,5 1,5-8 14-16 Humulin 40 U/ml
campuran 20/80
0,5 1-8 14-15 Humulin 100 U/ml
30/70
0,5 1-8 14-15 Humulin
40/60
Mixtard 40 U/ml
30/70

Daftar Pustaka
1. Rully Roesli,Endang Susalit,Jusman Djafar. Nefropati Diabetik. Dalam : Slamet
Suyono,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi 3, Jakarta, BP FKUI,2001
p.356-363
2. Joko Suyono.Editor. Pencegahan Diabetes Mellitus Laporan Kelompok Studi WHO,Alih
bahasa,Arisman,Jakarta,Hipokrates 1999, p.11-12 ; p.59
3. Slamet Suyono. Diet Pada Diabetes.Dalam : M. Sjaifoellah Noer,dkk.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I,Edisi 3, Jakarta, BP FKUI,1996. p.632-635 ; p. 659
4. Iwan Darmansjah.Editor .Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000,DepKes RI
DirJen POM,Jakarta,Sagung Seto,2000. p 264.

You might also like