Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Danica Fitri Aulia 0610710027
M Putro Argo 0610710088
Ratih Kusumawardani 0610710110
Rizki E Handoko 0610710117
Pembimbing:
dr. Supriono, Sp.PD-KGEH
1.2 Epidemiologi
Prevalensi NAFLD tidak diketahui secara pasti, namun berdasarkan
berbagai penelitian berkisar antara 3% hingga 24% (Hijona et al, 2010). NAFLD
merupakan penyakit hati yang sangat sering terjadi di Amerika Serikat, yang
mengenai sekitar 20% populasi dewasa. Di negara-negara lainnya,
prevalensinya berkisar antara 10 hingga 24% dari populasi. Pada golongan
obese, prevalensinya meningkat menjadi 57 hingga 74% dan 25 hingga 75%
pada orang obese yang mengalami diabetes. NASH merupakan penyebab
penyakit hati tersering ketiga setelah hepatitis C dan penyalahgunaan alkohol di
Amerika Serikat (Dabhi et al, 2008). Prevalensi ini kemungkinan akan meningkat
seiring pertambahan waktu, karena adanya peningkatan prevalensi overweight
dan obesitas (Riley et al, 2007).
Diperkirakan sekitar 10% hingga 40% populasi dewasa di Amerika Serikat
mengalami beberapa tahapan NAFLD, dan sekitar 2 hingga 5% mengalami
NASH. NASH merupakan penyakit hati yang paling sering terjadi di Australia dan
New Zealand. Prevalensi dari penyakit lanjut bervariasi pada tiap-tiap populasi
yang diteliti, contohnya pasien hispanik dengan NAFLD memiliki kemungkinan
untuk menjadi NASH dan sirosis hepatis lebih sering dibanding kulit hitam
maupun kulit putih. NAFLD merupakan abnormalitas histologi tersering pada
pasien dengan peningkatan enzim liver yang tidak dapat dijelaskan di negara-
negara industri. Obesitas dan diabetes juga merupakan faktor resiko penting
pada penyakit lanjut (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
Insiden dan prevalensi NAFLD secara pasti masih belum diketahui. Studi
populasi lebih banyak menggunakan modalitas imaging atau kadar serum
alanine aminotransferase untuk mendiagnosis NAFLD. Studi tersebut terbatas
pada ketidakmampuan untuk membuat diagnosis definitif pada NAFLD atau
untuk membedakan antara NAFLD dan NASH yang memerlukan biopsi hati.
Studi lain yang menggunakan definisi ketat untuk mendiagnosis termasuk biopsi
biasanya berdasarkan pada subset spesifik pada populasi (contoh: diabetes,
obesitas, pasien yang dirawat di rumah sakit) dan tidak dapat diaplikasikan pada
populasi secara umum (Duvnjak et al, 2007).
Meskipun data yang telah diterbitkan terbatas, beberapa fakta mulai
muncul. Fatty liver dan NASH telah dilaporkan pada semua kelompok umur
termasuk anak-anak. Prevalensinya meningkat seiring meningkatnya berat
badan. Fatty liver telah didokumentasikan pada 10-15% individu normal dan 70-
80% individu yang memiliki obesitas. Sekitar 3% dari individu normal dan 15-20%
subyek obesitas (BMI > 35 kg/m2) memiliki steatohepatitis. Penemuan ini
memerlukan perhatian khusus seiring meningkatnya prevalensi obesitas pada
seluruh grup usia. Prevalensi tertinggi adalah pada usia 40-60 tahun. Walaupun
studi terdahulu menemukan prevalensi NASH lebih tinggi pada wanita (65-85%
dari seluruh subyek), beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa NASH dapat
terjadi secara seimbang pada pria maupun wanita (Duvnjak et al, 2007).
Sindroma metabolik dikarakteristikkan sebagai obesitas, hiperinsulinemia,
resistensi insulin perifer, diabetes, hipertrigliseridemia, dan hipertensi. Diabetes
mellitus tipe 2 adalah komponen mayor dari sindroma metabolik dan dikaitkan
dengan baik obesitas maupun NASH dan telah didapatkan pada 34-75%
penderita dengan NASH. Diabetes tidak hanya berkaitan dengan NAFLD, tetapi
juga menjadi faktor risiko untuk berkembangnya fibrosis hati secara progresif.
Obesitas telah dilaporkan pada 70-100% kasus NASH dan sebagian besar
penderita memiliki berat badan 10-40% di atas berat badan ideal. Sejumlah
laporan telah melaporkan adanya resolusi pada fatty liver diikuti dengan
penurunan berat badan secara bertahap. Subyek dengan obesitas abdomen
lebih rentan terhadap diabetes, hipertensi, dan fatty liver. Hiperlipidemia
(hipertrigliseridemia dan/atau hiperkolesterolemia), yang sering dikaitkan dengan
obesitas dan diabetes tipe 2 telah dilaporkan pada 20-80% penderita dengan
NASH (Duvnjak et al, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
NAFLD merupakan deposisi lemak di hati pada subjek yang non-alkoholik,
suatu kondisi yang mungkin memburuk menjadi end-stage liver disease.
Spektrum perburukan NAFLD sama dengan alcoholic liver disease, namun tidak
disebabkan konsumsi alkohol kronis. Spektrum perubahan patologis pada
NAFLD terdiri dari 4 tipe (Tabel I). Implikasi klinis NAFLD adalah signifikansinya
pada populasi umum dan kemungkinan perburukannya menjadi sirosis hepatis
dan liver cell failure (Dabhi et al, 2008).
NAFLD didefinisikan sebagai adanya lemak yang berlebihan pada hati,
yang terdeteksi baik melalui imaging maupun biopsi hati. NAFLD merupakan
diagnosa eksklusi pada pasien yang tidak mengalami penyakit hati lainnya;
namun semenjak berkembangnya kriteria histologik, terdapat pula NAFLD dan
NASH yang disertai bentuk lain penyakit hati. Untuk menegakkan diagnosa,
pasien harus bebas dari alkohol atau hanya minum alkohol sesekali. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa maximal safe level dari konsumsi ethanol adalah 30
gram / hari, meski kriteria yang lebih ketat seperti 20 gram / hari untuk pria dan
10 gram / hari untuk wanita juga sering digunakan pada penelitian terhadap
pasien dengan NAFLD (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) meliputi spektrum luas dari
penyakit hati, mulai dari fatty liver sederhana (steatosis), sampai ke nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), dan sirosis (irreversible, advanced scarring of the liver).
Pada semua derajat NAFLD terjadi akumulasi lemak (fatty infiltration) ke dalam
sel-sel hati (hepatocytes). Pada NASH, akumulasi lemak dihubungkan dengan
derajat yang bervariasi dari peradangan (hepatitis) dan fibrosis hati.
Istilah “nonalchoholic” dipakai karena NAFLD dan NASH terjadi pada
individu yang tidak mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Pada banyak aspek,
gambaran histologi dari NAFLD sama dengan gambaran histologi pada penyakit
hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan. Namun gambaran klinis
pada NAFLD dan NASH sangatlah berbeda dengan gambaran klinis pada
alcoholic liver disease (ALD).
Spektrum NAFLD diperkirakan bermula dan berkembang dari tingkat yang
paling sederhana yang disebut fatty liver sederhana (steatosis). Jadi fatty liver
adalah kelainan awal dalam spektrum NAFLD. Fatty liver sederhana hanya
terkait dengan akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tanpa peradangan atau
fibrosis (scarring). Lemak sesungguhnya terdiri dari tipe lemak khusus
(triglyceride) yang berakumulasi pada kantong kecil di dalam sel-sel hati.
Akumulasi lemak di dalam sel-sel hati tidak sama dengan sel-sel lemak
(adipocytes) yang membentuk lemak tubuh kita. Fatty liver adalah kondisi yang
tidak berbahaya, yang berarti dia sendiri tidak akan menyebabkan kerusakan hati
yang signifikan (Duvnjak et al, 2007).
Tingkat selanjutnya dan derajat keparahan dalam spektrum NAFLD adalah
NASH. Beruntung hanya sebagian kecil dari pasien dengan fatty liver sederhana
yang berkembang menjadi NASH. Seperti yang sudah disinggung, NASH
melibatkan akumulasi lemak di dalam sel-sel hati dan juga peradangan hati. Sel-
sel yang meradang dapat menghancurkan sel-sel hati (hepatocellular necrosis).
Dalam istilah "steatohepatitis" dan "steatonecrosis", steato mengacu pada fatty
infiltration, hepatitis mengacu pada peradangan di dalam hati, dan necrosis
mengacu pada sel-sel hati yang rusak. Bukti kuat menunjukan bahwa NASH,
berlawanan dengan fatty liver sederhana, bukanlah suatu kondisi yang tidak
berbahaya. Ini berarti bahwa NASH pada akhirnya dapat menjurus ke fibrosis
hati dan kemudian fibrosis berlanjut dan tidak dapat dikembalikan seperti semula
(sirosis). Sirosis yang disebabkan oleh NASH adalah tingkat terakhir dan yang
paling buruk dalam spektrum NAFLD (Duvnjak et al, 2007).
NAFLD dimulai dengan fatty liver, berlanjut ke NASH dan berakhir dengan
sirosis. NASH merupakan tahap yang melibatkan akumulasi lemak (steatosis),
peradangan (hepatitis) dan scarring (fibrosis) di dalam hati.
2.2 Patogenesis
Terdapat dua tipe dari NAFLD yang telah diketahui: NAFLD primer
(berkaitan dengan sindroma metabolik) dan NAFLD sekunder (berkaitan dengan
kondisi metabolik atau iatrogenik spesifik lainnya yang berbeda dari sindroma
metabolik) (Duvnjak et al, 2007).
Patogenesis pada NAFLD ditandai oleh deposisi lemak, inflamasi, dan
fibrosis hati yang diuraikan sebagai berikut (Riley et al, 2007):
• Deposisi lemak: terjadi deposisi lemak makrovesikular pada hati.
Jaringan adiposa kini disadari sebagai sumber metabolik yang penting dan
mediator inflamasi. Adipokin ini memiliki efek proinflamasi (leptin, TNF-α, and IL-
6) dan anti-inflamasi (adiponectin). Adiponectin juga memiliki efek antilipogenik.
Adipokin mengatur glukosa perifer dan hepatik serta metabolisme lipid. Meskipun
sitokin dan hormon ini secara normal bekerja dalam keseimbangan, homeostasis
ini dapat mengalami kerusakan pada pasien NASH. Pasien NASH mengalami
penurunan kadar adiponektin dan peningkatan kadar TNF-α (Hijona et al, 2010).
Hepatocyte Injury dan Patologi NASH
Hepatocyte ballooning merupakan gambaran injury yang didapatkan pada
biopsi hati NASH. Belum diketahui pasti apakah ballooning hepatocytes
merupakan perubahan adaptif (fisiologis) atau degeneratif (patologis) hepatosit.
Respon awal hepatosit terhadap stressor adalah peningkatan volume, dan
perubahan volume ringan (hingga 5–10%) tanpa bukti biokimia radikal bebas
dapat merupakan fisiologis atau adaptif. Namun, pembengkakan hepatosit yang
lebih besar (≥30% peningkatan volume) umumnya degeneratif dan dapat
menyebabkan ekspresi protein stress, macromolecular overcrowding, kerusakan
arsitektur seluler, pembentukan hialin Mallory, apoptosis hepatosit, nekrosis, dan
kematian se (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
First Hit
Akumulasi lemak pada hati merupakan “first hit” pertama, yang merupakan
akibat dari akumulasi trigliserida yang berlebihan yang disebabkan oleh
perbedaan antara pemasukan dan sintesis dari lemak hati pada satu sisi dan β-
oksidasi serta ekspor ke yang lainnya. Ketidakseimbangan ini terjadi bersama
dengan faktor-faktor etiologi lainnya yang sudah disebutkan sebelumnya
(Duvnjak et al, 2007).
Adanya lemak yang berlebihan merupakan persyaratan terjadinya kejadian
berikutnya dari NASH. Karakteristik utama NAFLD adalah akumulasi trigliserida
(TG) sebagai droplet lemak di antara sitoplasma hepatosit. Hal ini didefinisikan
secara praktis sebagai didapatkannya lebih dari 10% hepatosit yang memiliki
droplet lemak pada biopsi hati. Peningkatan transport free fatty acids (FFA) dan
TG menuju ke hati, penurunan penggunaan FFA oleh hati, penurunan transport
TG keluar dari hati, dan kegagalan beta-oksidasi FFA di antara hepatosit
menyebabkan akumulasi TG di antara sitoplasma hepatosit. Kelebihan
karbohidrat, baik dari sumber diet atau de novo gluconeogenesis di hati,
merupakan stimulus utama terhadap sintesa asam lemak de novo di hati.
Sebaliknya, pengambilan langsung lemak diet sebagai chylomicron remnants
atau FFA merupakan faktor yang memiliki peranan relatif kecil terhadap
akumulasi lemak hati (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
Resistensi insulin merupakan penyebab utama akumulasi lemak di hati.
Namun, kita juga mengetahui bahwa subgrup kecil dari pasien NAFLD tidak
menunjukkan gambaran kegagalan sensitivitas insulin yang dapat dideteksi. Hal
ini mendukung kemungkinan selain resistensi insulin yang juga penting pada
kelompok pasien tersebut. Kemudian, bukti-bukti selanjutnya mendukung bahwa
resistensi insulin tidak hanya berperan sebagai first hit, namun juga memegang
peranan penting dalam inflamasi dan hepatocyte injury yang menggambarkan
NASH (Hijona et al, 2007).
Second Hit
Hati dengan kelebihan lemak lebih rentan terhadap stressor seperti
reactive oxygen species (ROS), adipokin, dan sitokin, dibandingkan dengan hati
normal. Kapasitas regeneratif fatty liver juga mengalami gangguan. Namun,
faktor yang memainkan peranan kunci perkembangan NASH dari NAFLD masih
belum diketahui pasti. Beberapa kemungkinan meliputi durasi infiltrasi lemak ke
dalam hati dan durasi serta keparahan hiperinsulinemia. Second hit lain yang
memungkinkan adalah stress oksidatif (peningkatan ROS dan penurunan
antioksidan), peroksidasi lipid dan metabolit reaktif seperti malondialdehyde dan
4-hydroxynonenal, produk jaringan adiposa, transforming growth factor-β,1 Fas
ligand, disfungsi mitokondria dan defisiensi rantai respiratorik, dan small intestinal
bacterial overgrowth (endotoxin dan TNF-α) (Basaranoglu and Neuschwander-
Tetri, 2006).
Steatotic liver kemudian menjadi rentan atau disebut juga “second hits”
yang berakibat kerusakan, peradangan, dan fibrosis sel-sel hati. Teori yang
paling banyak didukung adalah yang melibatkan resistensi insulin sebagai
manifestasi utama pada NAFLD primer, yang mengarah pada steatosis hati dan
mungkin juga steatohepatitis. Faktor-faktor yang diduga memprakarsai “second
hits” adalah stres oksidatif dan subsekuen peroksida lipid, sitokin proinflamasi
(terutama TNF-α), dan hormon-hormon yang berasal dari jaringan adiposa
(adipositokin) (Hijona et al, 2010).
2.5 Diagnosis
Diagnosa NAFLD ditegakkan setelah mengeksklusi penyebab lain dari
disfungsi hati. Hal ini dilakukan dengan memastikan tidak adanya
penyalahgunaan alkohol, infeksi virus, autoimun, metabolik, herediter atau
penyebab lain patologi hati. Secara umum, tidak adanya penyalahgunaan alkohol
atau konsumsi alkohol < 20 gram / hari dalam waktu lama, dan hasil tes serologi
terhadap hepatitis B dan C negatif seharusnya meningkatkan kecurigaan
terjadinya NAFLD (Dabhi et al, 2008).
Tabel 2.3 Tahap-tahap Perubahan Histologi pada NASH (Dabhi et al, 2008)
Tahap Perubahan
I Fibrosis zona III perisinusoidal atau pericellular, baik fokal maupun difus
II Tahap I + fibrosis periportal ekstensif
III Tahap II + bridging fibrosis fokal atau ekstensif
IV Sirosis hepatis
Tabel 2.4 Matteoni Typing System untuk NAFLD (Dabhi et al, 2008)
Tipe Perubahan Patologis
I Hanya deposisi lemak
II Deposisi lemak + inflamasi
III Tipe I + inflamasi lanjut + ballooning degeneration
IV Tipe I + fibrosis dan/atau Mallory bodies dan perubahan sirosis
Namun hal tersebut tidak termasuk seluruh spektrum NAFLD dan tidak
dapat digunakan sebagai penilaian respon terhadap terapi. Karena itu sistem
skor lainnya telah dikembangkan yang khusus hanya mencakup fitur cedera aktif
yang berpotensi reversibel dalam jangka pendek (Duvnjak et al, 2007).
Sistem skor histologis pertama untuk NASH diusulkan oleh Brunt et al dan
didesain berdasarkan model yang digunakan pada penyakit kronis hati lainnya
dan termasuk 3 tingkat dari aktivitas nekroinflamatori secara kualitatif
(berdasarkan tingkatan steatosis, ballooning, dan peradangan) dan 4 tahap
fibrosis (Duvnjak et al, 2007). Sistem ini membutuhkan pengecatan histokimia
rutin san mencakup 14 gambaran histologi (Basaranoglu and Neuschwander-
Tetri, 2006).
Tabel 2.4 Sistem Grading dan Staging NASH berdasarkan Brunt dkk
(Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
Gambaran Histologi Definisi Skor
Steatosis
Grade The evaluation of parenchymal involvement by steatosis
<5% 0
5–33% 1
>33–66% 2
>66% 3
Location/predominant Zone 3 0
distribution pattern
Zone 1 1
Azonal 2
Panacinar 3
Microvesicular steatosis Presence of contiguous patches 1
Fibrosis
Stage None 0
Perisinusoidal or periportal 1
Mild, zone 3, perisinusoidal 1A
Moderate, zone 3, perisinusoidal 1B
Portal/periportal 1C
Perisinusoidal and portal/periportal 2
Bridging fibrosis 3
Cirrhosis 4
Inflammation
Lobular inflammation Overall assessment of all inflammatory foci
No foci 0
<2 foci per 200X field 1
2–4 foci per 200X field 2
>4 foci per 200X field 3
Microgranulomas Presence of small aggregates of 1
macrophages
Large lipogranulomas Present, usually in portal areas or adjacent 1
to central veins
Portal inflammation Greater than minimal when assessed from 1
low magnification
Liver Cell Injury
Ballooning None 0
Few balloon cells 1
Many cells/prominent ballooning 2
Acidophil bodies Many 1
Pigmented macrophages Many 1
Megamitochondria Many 1
Other findings
Mallory hyaline Many visible on routine stains 1
Glycogenated nuclei Many contiguous patches 1
2.6 Penatalaksanaan
Ketika sejarah klinis alamiah dan proses-proses yang terlibat pada
perkembangan dari NAFLD mulai pelan-pelan terbuka seluk beluknya, tidak ada
satupun perawatan yang benar-benar efektif yang ditemukan sampai saat ini.
Namun disarankan sebagian strategi terapi empirik (Dabhi et al, 2008).
Bagaimanapun pengertian umum menyebutkan bahwa kehilangan berat badan,
jika kelebihan berat, dan mengoreksi peningkatan kolesterol, trigliserida, dan
gula darah akan menguntungkan pada NAFLD (Duvnjak et al, 2007).
Pada pasien dengan komorbiditas seperti obesitas, hiperlipidemia, atau
diabetes tipe 2, sangat disarankan perubahan pola hidup termasuk olahraga dan
perubahan kebiasaan diet untuk mencapai penurunan berat badan yang
bertahap dan menetap. Dilaporkan bahwa baik hepatic steatosis maupun
inflamasi berespon cepat terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti
penurunan berat badan, meskipun respon pada fibrosis lebih lambat. Bila kondisi
pasien tidak membaik meski telah diberikan terapi ini, penggunaan obat-obatan
mungkin diperlukan (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006).
Penurunan berat badan secara bertahap disarankan pada pasien yang
mengalami overweight dan obese. Hal ini akan menimbulkan perbaikan pada
abnormalitas laboratoris dan steatosis. Penurunan berat badan secara cepat
atau mendadak (>1.6 kg/minggu) tidak disarankan karena akan menyebabkan
perburukan NAFLD. Gastrojejunal bypass surgery untuk pasien obesitas dan
long-term parenteral nutrition therapy sebaiknya sedapat mungkin dihindari
(Dabhi et al, 2008).
Namun sangat sedikit data yang ada dari efek pengurangan berat badan
dan latihan pada kemajuan penyakit fatty liver. Suatu studi retrospektif
menunjukan bahwa pada individu-individu gemuk (obesitas) dengan peningkatan
awal transaminase, penambahan berat badan menjurus ke peningkatan yang
lebih jauh dari enzim-enzim hati. Dalam perbandingan, suatu kehilangan berat
dari 10% menjurus ke pengurangan yang signifikan pada enzim-enzim dan
bahkan ke transaminase normal pada beberapa pasien. Pengurangan enzim
terjadi pada angka 8% per 1% kehilangan berat badan (Duvnjak et al, 2007).
Dalam studi pada pasien yang menjalani operasi pengecilan perut karena
obesitas, kehilangan berat yang banyak sekali (substantial) diiringi oleh suatu
pengurangan yang ditandai oleh transaminase dan suatu kemunduran
(regression) dari fatty liver. Bagaimanapun, kehilangan berat yang cepat dalam
situasi ini dapat juga mempengaruhi kejadian dari fatty liver dengan peradangan
hati. Mungkin karena terjadi peradangan sitokin dan lemak yang memproduksi
fatty liver dan peradangan yang datang dari lemak tubuh (jaringan adiposa) yang
merupakan sisa dari lemak perut (Duvnjak et al, 2007).
Untuk diet sebaiknya dilakukan restriksi terhadap karbohidrat yang
diabsorpsi secara cepat, seperti monosakarida dan disakarida. Diet tinggi protein
dan tinggi kalori juga disarankan (Dabhi et al, 2008).
Terapi farmakologis NAFLD sebaiknya ditujukan terhadap akumulasi lemak
dan injury serta fibrosis. Modalitas terapi farmakologi NAFLD yang potensial
antara lain sebagai berikut (Basaranoglu and Neuschwander-Tetri, 2006):
1. Insulin sensitizer seperti metformin dan thiazolidinedione
2. Antilipidemic agents seperti fibrate and statin
3. Anticytokine seperti anti-TNF antibodies dan TNF-receptor antagonist
4. Cytoprotectives dan antioxidants seperti ursodeoxycholic acid, vitamin E,
S-adenosylmethionine, N-acetylcysteine, selenium, carnitine, dan
silymarin
5. Antibiotik dan probiotik untuk mengurangi gut-derived endotoxin
6. Phlebotomy, choline, dan betaine
7. Antifibrotic agents
Kehilangan berat melalui latihan dan modifikasi diet bersama dengan agen-
agen yang dapat meningkatkan kepekaan insulin akan membantu
mengembalikan infiltrasi lemak pada hati. Terapi-terapi lainnya mungkin
bermanfaat dalam memperlambat proses-proses peradangan dan fibrosis,
khususnya pada terapi kombinasi (Duvnjak et al, 2007).
NAFLD adalah suatu penyakit hati yang ditimbulkan sendiri (self-inflicted),
sangat banyak menyerupai penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease).
Tetapi hanya sebagian kecil dari pasien yang gemuk atau diabetes akan
berkembang menjadi penyakit hati berat dan hal ini kemungkin besar ditentukan
secara genetik. Sebagai tambahan, banyak bukti yang menjelaskan bahwa
kegemukan dan diabetes dapat memperburuk penyakit hati alkoholik dan
penyakit hati yang disebabkan HCV (Duvnjak et al, 2007).
Karena sebab-sebab ini, peneliti ilmu pengetahuan dasar, ahli penyakit
hati, ahli gizi, dan ahli endokrin menggabungkan usaha-usaha mereka untuk
memahami lebih baik dan mengetahui proses ini yang telah diakui 30 tahun yang
lalu (Duvnjak et al, 2007).
Studi kedalam genetik dari proses ini akan mengungkapkan jalan-jalan
kecil yang menjurus ke penyakit berat dan membantu untuk mengenali pasien-
pasien yang paling berisiko. Studi klinis akan membantu kita memahami sejarah
klinis alamiah dari proses ini dan mudah-mudahan mengidentifikasi ramalan-
ramalan dari hasil. Studi ilmu pengetahuan dasar akan ditujukan pada pengertian
bagaimana penyakit timbul dan proses-proses yang terlibat. Pengetahuan ini
kemudian dapat menjurus kepada perkembangan dari perawatan-perawatan
spesifik. Sekarang ini, percobaan-percobaan kecil sedang berlansung yang
melibatkan agen-agen pembuat kepekaan insulin, seperti metformin
(Glucophage), rosiglitazone (Avandia), dan pioglitazone (Actos). Perawatan-
perawatan lainnya dengan efek-efek anti-oxidant mungkin membuktikan
faedahnya (Duvnjak et al, 2007).
Pada dasarnya, bagaimanapun, bahwa perawatan tunggal paling efektif
untuk orang-orang kegemukan denga NASH adalah sangat sederhana yaitu
menghilangkan berat melalui diet dan latihan. Sayangnya, ini adalah tugas yang
tidak mudah dalam masyarakat kita sekarang, yang didominasi oleh gaya hidup
menetap dan diet-diet yang tinggi kalori, tinggi karbohidrat, tinggi lemak. Dengan
usaha besar, bagaimanapun, pengurangan berat dapat dicapai. Lebih jauh,
dalam pandangan dari peran yang mungkin sekali dari infiltrasi lemak pada
penyakit-penyakit hati lainnya, pengurangan berat mungkin ditambahkan pada
perawatan dari penyakit-penyakit hati lainnya ini, seperti terapi anti virus (anti-
viral therapy) untuk HCV. Akhirnya, NASH mungkin dapat secara meluas dicegah
dan dieliminasi dengan mempromosikan kebiasaan-kebiasaan makan yang
sehat dan gaya hidup yang aktif pada anak-anak, dimana semuanya dimulai
(Duvnjak et al, 2007).
2.7 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi dari NASH termasuk sirosis (juga dipertimbangkan
sebagai tingkatan akhir dari NAFLD) dan kanker hati utama atau primary liver
cancer (hepatocellular carcinoma, HCC) (Duvnjak et al, 2007).
Risiko dari pengembangan sirosis pada pasien dengan NASH masih ragu-
ragu dan bervariasi mungkin dari 8% ke 15%. Hingga kini, sangat sedikit studi-
studi yang memonitor pasien-pasien melalui suatu periode waktu yang cukup
untuk mendokumentasi secara benar kemajuan-kemajuan dari NASH ke sirosis.
Ada bukti tidak langsung, bagaimanapun, bahwa NASH dapat menjurus ke
sirosis. Sebagai contoh, pada beberapa pasien, pada waktu diagnosis awal dari
NASH yang dibuat melalui biopsi hati, sirosis telah hadir, bersama dengan tanda-
tanda yang umum dari NASH (Duvnjak et al, 2007).
Meskipun begitu, adalah sangat penting untuk mengerti bahwa didalam
banyak hal ketika sirosis berkembang, infiltrasi lemak (fatty infiltration)
menghilang (regresses) bersama dengan peradangan. Sirosis pada NASH
dengan kehilangan lemak dan peradangan dirujuk sebagai sirosis yang terbakar
habis ( burned-out cirrhosis). Situasi ini dapat berasal dari berkurangnya lemak
yang datang pada hati melalui vena portal (pembuluh yang membawa darah dari
usus halus/intestines ke hati). Sebagai tambahan, suatu pengurangan pada
pengeluaran insulin (dengan berkembangnya dari DM2 yang dependen insulin)
menyebabkan lemak-lemak trigliserida untuk meninggalkan hati (Duvnjak et al,
2007).
Lebih jauh, semakin banyak laporan-laporan mengindikasikan bahwa
paling sedikit 50% dari kasus-kasus sirosis Kryptogenik/cryptogenic cirrhosis
(sirosis yang penyebab-penyebabnya tidak dapat diidentifikasi) terjadi pada
timbulnya obesitas sebelumnya yang sudah berjalan lama dan/atau DM2.
Observasi-observasi ini menyarankan bahwa resistensi insulin, karena itu NASH,
adalah seringkali dasar dari apa yang disebut sirosis kriptogenik (cryptogenic
cirrhosis). Faktanya, sejumlah transplantasi hati untuk sirosis berhubungan
denga NASH yang diperkirakan, adalah dalam kenaikan. Angka yang tinggi dari
NASH yang berulang yang berkembang pada hati-hati baru dari pasien-pasien
yang mendapat transplantasi hati untuk cryptogenic cirrhosis lebih jauh
mengkonformasi peran yang menyebabkan dari NASH. Akhirnya, suatu studi dari
Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu
risiko mengembangkan sirosis yang sama seperti pasien-pasien dengan HCV.
Seperti digambarkan diatas, bagaimanapun, kemajuan ke sirosis pada NASH
diperkirakan lambat dan diagnosis sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien
pada umur enampuluhan (Duvnjak et al, 2007).
Ada juga laporan-laporan dari kanker hati utama/primary liver cancer
(hepatocellular carcinoma, HCC) terjadi pada pasien-pasien sirosis yang
berhubungan dengan NASH. Tentu saja, insiden penyakit dari HCC pada sirosis
NASH tampak sama dengan yang diobservasi pada sirosis HCV (1-2% per
tahun). Proses yang menyebabkan terbentuknya kanker hati pada sirosis NASH
tidak diketahui dan juga masih belum dipelajari. HCC dapat berkembang sebagai
hasil dari reparasi dan tumbuh kembali dari hati (hepatocellular regeneration)
tanpa suatu faktor khas yang berhubungan pada NASH. Beberapa penulis,
bagaimanapun, sudah menyarankan bahwa resistensi insulin pada situasi ini
dapat mepercepat perkembangan dari kanker hati (Duvnjak et al, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
NAFLD merupakan penyebab tersering chronic liver disease dan and
cryptogenic cirrhosis hepatis yang berkaitan dengan resistensi insulin. Insiden
penyakit ini dilaporkan mengalami peningkatan di seluruh dunia. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai etiologi, pathogenesis, dan
penatalaksanaan fatty liver. Diagnosa dan penatalaksanaan dini merupakan hal
yang sangat penting. Terapi dini dengan UDCA dan antioksidan disarankan pada
penatalaksanaan fatty liver. However, effective treatment options are still lacking
for which future stepwise work is required by research workers. There has been
growing concern and interest in NAFLD in the last decade, and each month
approximately five new papers about NAFLD are published. With its increasing
prevalence, it is estimated that NAFLD will eventually become the most
frequently seen liver disease. Understanding the underlying causes of NAFLD
and designing rational treatments will require continued research with
collaboration among investigators in fields such as endocrinology, pathology,
biochemistry, and biophysics.
Non-alcoholic fatty liver disease is currently the object of significant scientific and
clinical interest, and is to remain so in the following years. Larger studies with fi
rm inferences are rather scarce, and their small number reflects the difficulties in
setting-up and performing clinical trials in NAFLD. Among the most important
obstacles that researchers are confronted with are slowly progressive nature of
the disease requiring long-term follow-up, variability in liver biopsy specimens
and their interpretation, various associated conditions and multiple medication
use that are common in these patients. Although clinicians dispose in theory with
a wide array of possible therapies, few have been shown to have consistent
effects and can therefore be firmly recommended in treatment of NAFLD.