Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk
kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme.
Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi
(protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan
sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food).
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan
daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi
perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme
terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di
RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan
daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH
sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek
yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan
hewan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah
penyembelihan hewan di RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan
disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan
sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Peraturan
perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha
Pemotongan.
Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Manual
Kesmavet, 1993).
A. Bangunan RPH
Desain dan tata ruang akan membicarakan permasalahan kompleks Rumah Potong Hewan yang meliputi
bangunan dan perlengkapannya beserta denah dari berbagai tipe RPH. Pembahasan ini banyak diambil
dari pendapat Lestari (1993).
Produk peternakan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak dan dapat bertindak sebagai sumber
penularan penyakit dari hewan ke manusia. Untuk itu dalam merancang tata ruang RPH perlu
diperhatikan untuk menghasilkan daging yang sehat dan tidak membahayakan manusia bila dikonsumsi
sehingga harus memenuhi persyaratan kesehatan veteriner (Koswara, 1988).
2Tata ruang RPH yang baik dan berkualitas biasanya dirancang berdasarkan desain yang baik dan
berada di lokasi yang tepat untuk memenuhi keperluan jangka pendek maupun jangka panjang dan
menjamin fungsinya secara normal. Secara garis besar dari berbagai syarat bangunan dan perlengkapan
yang diperlukan, maka RPH dapat diterjemahkan dalam tata ruang sesuai dengan tipenya seperti pada
gambar 2 sampai 5 (Lestari, 1993).
Perancangan bangun RPH berkualitas sebaiknya sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan
sebaiknya sesuai dengan Instalasi Standar Internasional dan menjamin produk sehat dan halal. RPH
dengan standar internasional biasanya dilengkapi dengan peralatan moderen dan canggih, rapi bersih
dan sistematis, menunjang perkembangan ruangan dan modular sistem. Produk sehat dan halal dapat
dijamin dengan RPH yang memiliki sarana untuk pemeriksaan kesehatan hewan potong, memiliki sarana
menjaga kebersihan, dan mematuhi kode etik dan tata cara pemotongan hewan secara tepat. Selain itu
juga harus bersahabat dengan alam, yaitu lokasi sebaiknya di luar kota dan jauh dari pemukiman dan
memiliki saluran pembuangan dan pengolahan limbah yang sesuai dengan AMDAL (Lestari, 1993).
Gambar 1. Tata ruang RPH tipe A (Lestari, 1994)
Keterangan:
1. Gang masuk sapi satu persatu.
2. Tempat sembelih.
3. Ruang proses jeroan.
4. Ruang pengolahan kulit.
5. Ruang laboratorium.
6. KM/WC.
7. Kantor.
8. Ruang cold storage.
9. Gang masuk sapi satu persatu.
10. Tempat sembelih.
11. Ruang proses jeroan.
12. Ruang pengolahan kulit.
13. Ruang laboratorium.
14. KM/WC.
15. Kantor.
16. Ruang cold storage.
Gambar 2. Tata ruang RPH tipe B (Lestari, 1994)
Keterangan:
1. Gang masuk sapi satu persatu.
2. Tempat sembelih.
3. Pisah kepala, kaki, kulit , jeroan.
4. Gantungan potong karkas.
5. Periksa daging.
6. Penimbangan.
B. SNI RPH
RPH, di samping sebagai sarana produksi daging juga berfungsi sebagai instansi pelayanan masyarakat
yaitu untuk menghasilkan komoditas daging yang sehat, aman dan halal (sah). Umumnya RPH
merupakan instansi Pemerintah. Namun perusahaan swasta diizinkan mengoperasikan RPH khusus
untuk kepentingan perusahaannya, asalkan memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan dan sesuai
dengan peraturan Pemerintah yang berlaku. Pembangunan RPH harus memenuhi ketentuan atau
standar lokasi, bangunan, sarana dan fasilitas teknis, sanitasi dan higiene, serta ketentuan lain yang
berlaku. Sanitasi dan higiene menjadi persyaratan vital dalam bangunan, pengelolaan dan operasi RPH.
Beberapa persyaratan RPH secara umum adalah Merupakan tempat atau bangunan khusus untuk
pemotongan hewan yang dilengkapi dengan atap, lantai dan dinding, memiliki tempat atau kandang untuk
menampung hewan untuk diistirahatkan dan dilakukan pemeriksaan ante mortem sebelum pemotongan.
Syarat penting lainnya memiliki persediaan air bersih yang cukup, cahaya yang cukup, meja atau alat
penggantung daging agar daging tidak bersentuhan dengan lantai. Untuk menampung limbah hasil
pemotongan diperlukan saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga lantai tidak digenangi air
buangan atau air bekas cucian.
Acuan tentang Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan tatacara pemotongan yang baik dan halal di
Indonesia sampai saat ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah
Pemotongan Hewan berisi beberapa persyaratan yang berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan
lokasi, sarana, bangunan dan tata letak sehingga keberadaan RPH tidak menimbulkan ganguan berupa
polusi udara dan limbah buangan yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat.
Gambar 5. Potongan primal karkas sapi (National Live Stock and Meat Board,1973 yang disitasi oleh
Soeparno, 1992)
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA