You are on page 1of 5

Sejarah Geng Motor Di Indonesia

Ada beberapa tulisan yang membahas tentang seluk beluk dan tingkah polah para
anggota geng motor Bandung, namun yang paling lengkap adalah tulisan Mulyani
Hasan yang dalam dan detail tentang sejarah geng motor Bandung.

Disini sedikit kutipan artikel tersebut, dipilih yang cukup memberikan informasi
tentang geng motor kota bandung. Untuk lebih jelasnya dapat anda lihat di situs blog
Mulyani Hasan http://mulyanihasan.wordpress.com/2007/04/27/geng-motor-di-
bandung/.

Ada empat geng motor yang paling besar di Bandung yakni Moonraker , Grab on
Road (GBR), Exalt to Coitus (XTC) dan Brigade Seven (Brigez). Keempat geng itu
sama- sama eksis dan memiliki anggota di atas 1000 orang. Kini mereka mulai
menjalar ke daerah- daerah pinggiran Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Garut,
Sukabumi, Ciamis, Cirebon dan Subang.

Kita mulai saja dengan Moonraker. Inilah konon ruh dari semua geng motor di
Bandung. Moonraker lahir pada tahun 1978. Sel-sel komunitas ini, dirajut oleh tujuh
orang pemuda yang sama-sama hobi balap.

Nama “Moonraker” diambil dari salah satu judul film James Bond yang kondang
ketika itu. Awalnya mereka mengusung bendera berwarna putih-biru-merah dengan
gambar palu arit di tengahnya. Namun, karena pemerintah Indonesia saat itu melarang
ideologi tertentu yang identik komunisme (yang bersimbolkan palu arit), mereka lalu
mengganti bendera kebanggaannya dengan warna merah-putih-biru, bergambar
kelelawar. Gambar ini mereka adopsi dari lambang “Hell Angel”, sebuah kelompok
motor di Amerika Serikat. Kelompok ini konsisten dengan sistem keorganisasiannya.
Setiap tahun ada penggantian kepengurusan dan membuat program-program kerja.
Struktur Organisasinya terdiri atas Divisi Balap, Panglima Perang (Paper), dan Tim
SWAT atau regu penyelamat.

“Panglima Perang” mungkin terdengar unik dalam sebuah organisasi pencinta motor.
Istilah ini biasanya digunakan oleh lembaga keamanan atau kelompok bersenjata. Di
Moonraker sendiri, Panglima Perang bertugas mengkoordinir anggota pada saat
terjadi tawuran, atau sebagai pembuat keputusan pada saat terjadi bentrok dengan
kelompok lain. Jika ada keputusan perang, informasi menyebar ke seluruh anggota
paling lama dalam waktu 24 jam.

Bagi para pembangkang yang melanggar tata tertib organisasi, sudah disiapkan
tempat yang mereka sebut dengan nama “Sel 13,” semacam mahkamah pengadilan.
Tempat ini paling dihindari oleh semua anggota. Jangan mengharap sebuah proses
hukum layaknya sebuah lembaga pengadilan. Di sini para pembangkang itu akan
mendapat penyiksaan dari senior-seniornya.

Kategori pelanggaran itu antara lain memakai dan mengedarkan narkoba, bertindak
melanggar hukum dan menjalin hubungan kasih dengan sesama anggota Moonraker.
Pengikut Moonraker semakin lama, terus membengkak. Kini tercatat anggotanya
mencapai 1.400 orang, tersebar di berbagai wilayah.

Menurut Dandy Alfandy, salah satu pentolan Moonraker, sejak awal kelompok ini
berorientasi pada balapan. Konflik dengan geng XTC (musuh terbesar Moonraker)
pertama kali dipicu saat berlangsung kompetisi Road Race piala Djarum Super tahun
90-an. Persoalannya sepele saja, hanya senggol-menyenggol di arena balapan, entah
siapa yang memulai. Puncaknya, terjadi tawuran besar-besaran antara ke dua geng ini
pada tahun 1999. Satu orang meninggal dunia pada peristiwa itu. Hingga kini dendam
sejarah itu masih mengendap dari generasi ke generasi.

XTC punya anggota lebih banyak dari Moonraker. Siapa mereka? XTC atau Exalt To
Coitus lahir pada tahun 1982 oleh 7 orang pemuda. Belakangan nama itu diganti
menjadi Exalt To Creativity, karena nama semula agak berbau porno. Mereka
membawa bendera berwarna paling atas putih-biru muda-biru Tua. Di tengahnya ada
gambar lebah yang melambangkan solidaritas antar anggota. Bila salah satu di antara
mereka ada yang diserang, maka yang lainnya akan membela.

Mereka kini mendirikan Sexy Road Indonesia, kumpulan gengster XTC se-Indonesia
yang berpusat di Bandung, untuk memfasilitasi anggotanya yang sudah melebihi
10.000 orang. Tak hanya Moonraker sebenarnya. Brigez dan GBR, juga menyatakan
permusuhannya terhadap XTC. Brigez yang paling antipati terhadap geng yang satu
ini. Asal muasal terjadinya permusuhan tidak jelas sampai sekarang. Namun, baik
XTC maupun Brigez menyatakan perang satu sama lain hingga saat ini.

“Setiap gengster ingin menjadi yang nomor satu, kenyataannya kami memang yang
paling banyak anggotanya,” ujar Ari Rinaldi, salah satu anggota XTC mencoba
menjawab alasan mengapa XTC banyak dimusuhi oleh geng lain. Ari Rinaldi tercatat
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung. Pasukan ini
juga memiliki Koordinator Perang, untuk mempermudah koordinasi jika terjadi
tawuran atau pada saat akan melakukan perbutan wilayah. Perebutan wilayah
termasuk upaya dalam rangka memperluas daerah kekuasan dan meningkatkan
prestise dikalangan gengster. Menurut Felix, penyerangan biasanya dilakukan diam-
diam ke basis-basis lawan.

Anggota XTC, banyak anak-anak dari lingkungan TNI atau Polisi. Tak heran, jika
terjadi perang senjata api banyak beredar.

Lalu, mengapa geng motor identik dengan kekerasan?“Itu karena aparat yang
menciptakan. Mereka sering main gebuk sembarangan. Kami memang sering
merampas motor milik geng lain saat bentrok, istilahnya rampasan perang. Tapi motor
itu langsung kami bakar, tidak dijual atau dimiliki oleh salah satu dari kami,” kata
Iskandar. “Mungkin bagi polisi tindakan itu termasuk kriminal, tapi menurut kami
bukan,”tambahnya.

Iskandar termasuk pentolan XTC, ia juga ketua sebuah lembaga yang bergerak di
bidang penyediaan jasa pengamanan, Bodyguard Security Service (BOSS). Markas
BOSS dulu sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak XTC. Dalam pertemuan itu,
ketua XTC Avi Vabio akrab dipanggil Pepi, juga ada. Usianya jauh lebih muda. Ia
ternyata salah satu karyawan bank berplat merah di Jawa Barat.
Dadan salah seorang anggota XTC mengatakan bahwa telah terjadi selisih paham di
antara anggota XTC sendiri. “Ada kelompok yang berusaha memanfaatkan massa
XTC untuk kepentingan politik. Padahal harapan kami, ada ruang untuk
berkreatifitas,” ujarnya. Malam itu Dadan membawa anak laki-lakinya yang masih
berusia sekitar 2 tahun. Pepi mengaku sering diajak berunjukrasa dengan iming-iming
uang. “Kami bahkan pernah terlibat dalam tim sukses Aa Tarmana, kandidat Walikota
Bandung, tapi kalah,” kata Pepi. “Beberapa partai politik pernah meminta massa
dalam jumlah tertentu untuk kampanye. Pada pemilu 2004, partai Demokrat juga
meminta massa. Biasanya kami dibayar per kepala, ya lumayan lah..”Beberapa hari
lalu mereka juga mengirim 200 motor pada perayaan ulang tahun Partai Demokrasi
Pembaruan di Lapangan Gasibu Bandung.

Tidak menutup kemungkinan pada kampanye-kampanye atau unjukrasa itu bertemu


dengan geng motor lain. Tapi kalau dalam urusan ini, mereka memilih damai.

Pertengahan 2003, XTC melakukan penyerangan sensasional. Mereka menyerang


kantor kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Bandung. Semua anggotanya
tumpah ruah mengepung kantor Polwiltabes. Mereka kecewa karena tidak diberi izin
pada saat mau mengadakan bakti sosial, akibat ada kesalahpahaman antara poilsi
dengan panitia. Polisi tak bisa berbuat banyak menghadapi ribuan massa yang
memadati Jalan Merdeka sepanjang kurang lebih 3 Kilo Meter. Beberapa orang yang
dituduh provokator ditahan di kantor Polwiltabes Bandung.

“Kalau gak ada XTC ya gak rame, gak akan terjadi perang,” Iskandar menambahkan.
Tapi ia menitip pesan untuk para aparat: “tolong rangkul kami, masa GAM dengan RI
saja bisa berdamai?”

TAHUN 1980-an juga ditandai kelahiran Brigez dan GBR.

Brigez lahir di SMUN 7 Bandung, sesuai dengan namanya Brigade Seven. Sejak
masih embrio pada tahun 80-an geng ini merupakan rival terberat XTC. Awal
terbentuknya tak lebih dari hanya sekadar kumpul-kumpul biasa. “Kami hanya ingin
bebas menjalankan motor, tidak pakai helm, tidak pakai lampu apalagi rambu-
rambu,” kata Ilmanul, salah satu pendiri Brigez. Dulu geng ini hanya beranggotakan
tidak lebih dari 50 motor. Kini pengikutnya mencapai ribuan motor dan tersebar di
berbagai daerah di Jawa Barat. Sistem pengorganisasiannya tidak jelas. Tidak ada
pengurus, hanya ada ketua yang bertugas mengkoordinir saja.

Warna bendera negara Irak tanpa huruf Arab di tengahnya, menjadi lambang identitas
kelompok ini dengan kelelawar hitam sebagai simbolnya. Nama Brigez acapkali
diplesetkan menjadi Brigade setan atau Brigade Senja, karena mereka sering
nongkrong bersamaan dengan kepulangan sang surya.

Berbeda dengan XTC, Brigez identik dengan sikap anti birokrasi. Mereka menolak
bersimbiosis dengan lembaga plat merah atau ormas bentukan kelompok politik
tertentu. Menurut Ilmanul, lamaran dari Ormas Pemuda Pancasila untuk bergabung,
ditolaknya mentah-mentah. Kalau pun ada anggotanya yang menjadi kader partai, itu
lebih bersifat individu dan tidak membawa bendera Brigez. Bersamaan dengan
Brigez, muncul pula Grab on Road (GBR). Yang berbeda, geng ini dilahirkan di
lingkungan SMPN 2 Bandung. Mereka tak rikuh kebut-kebutan, sekalipun banyak
yang belum pegang surat ijin mengemudi.

Kelompok ini mengidentifikasi diri dengan segala sesuatu berbau Jerman, paling tidak
warna benderanya hitam-merah-kuning (urutan dari atas ke bawah). Meski lahir di
SMPN 2 Bandung, anggota GBR beragam. Bukan hanya siswa atau alumni sekoah itu
saja, tapi kalangan umum lain.

Supiana, Pebina Urusan Kesiswaan SMPN 2 Bandung, menolak sekolahnya


diidentikan dengan geng. “Tidak ada fakta bahwa GBR berdiri di SMPN 2,” ujarnya.
Namun ia membenarkan halaman sekolahnya dijadikan tempat bergerombol pada
sekitar tahun 80-an.

MASUK ke dalam komunitas ini tidak cuma-cuma. Calon anggota Moonraker,


misalkan, tak jarang diwajibkan mengendarai motor tanpa rem dari Lembang hingga
Jalan Setibudhi Bandung. Jaraknya sekitar 15 kilometer.

Kalau tidak disuruh ngebut tanpa rem, anak baru dipaksa berkelahi dengan seniornya.
Pendeknya, mereka tampil pada panggung kehidupan sosial dengan menawarkan
model-model kekerasan. Diakui atau tidak, itulah pola yang terbentuk melalui
berbagai gerakan yang mereka tampilkan. Tindakan kekerasan seperti kebutuhan
spritual untuk membentuk identitas kelompoknya.

“Tindakan melanggar hukum memang ada, hanya agar orang lain tahu bahwa kami
ada,” kata Ilmanul, anggota Brigez itu. Ia kini berusia 27 tahun dan kini
berwiraswasta. “Kalau soal membuka jalan dan memukul spion mobil orang, itu biasa
dan sering dilakukan pada saat konvoi. Ada juga yang mencuri, tapi uangnya
digunakan rame-rame untuk pergi keluar kota atau konvoi,” tambahnya. Setiap geng
memang tidak membenarkan tindakan itu, tapi ada tradisi yang tidak tertulis dan
dipahami secara kolektif bahwa tindakan itu adalah bagian dari kehidupan jalanan.
Apalagi jika yang melakukannya anggota baru yang masih berusia belasan tahun.
Mereka “mewajarkannya” sebagai salah satu upaya mencari jati diri.

Yopi, anggota GBR berusia 25 tahun, punya pengalaman yang membuat jantungnya
bertabuh. Pada suatu malam di Jalan Cihampelas, dia bersama seorang temannya
menghadang dan mengancam seorang pengendara motor. Setelah berhasil
mematahkan keberanian orang itu, ia dan temannya justru bingung mau melakukan
apa. Akhirnya keduanya sepakat untuk mengambil uang secukupnya dari dompet
korban, lalu kabur sekencang-kencangnya. “Deg-degan, tapi puas karena gak
tertangkap polisi,” kenang Yopi seraya tersenyum lebar.

Ada juga inisiasi yang lain. Untuk menjadi anggota senior, misalkan. Ia tidak cukup
dengan berapa lama dia bergabung di geng itu, tapi butuh pembuktian bahwa orang
itu berani melakukan hal yang paling beresiko sekalipun. Semakin tinggi resiko yang
dia ambil, semakin tinggi pula penghormatan atas dirinya Senior adalah kedudukan
penting bagi geng. Seorang senior mempunyai keleluasaan dalam hal apapun. Ia juga
mempunyai hak menentukan keputusan terhadap para junior. Kedudukan senior
bahkan lebih tinggi di atas ketua geng. Senior bisa memutuskan salah atau benar dan
menghukum junior dengan caranya sendiri.

Wendy Pranandha, anggota GBR, mengatakan peran senior amat menentukan. Sekali
saja ada anggota yunior tidak kelihatan kumpul wajib setiap malam minggu, si senior
akan menghajar sesuka hatinya, tak peduli alasan apapun. Kekerasan seolah mewakili
spirit mereka. Mungkin juga mereka menganggap itu pilihan
gaya hidup.

PERLU dibedakan antara geng motor dengan Club Motor. Geng motor adalah
kumpulan orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan
jenis motor yang dikendarai. Sedangkan Club Motor biasanya mengusung merek
tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal,
seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vesva), kelompok
Honda, kelompok Suzuki, Tiger, Mio.
Ada juga Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi
jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak
mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.

Sumber : http://mulyanihasan.wordpress.com/ ; http://www.tempointeraktif.com/, dan


dikomplitisasi oleh bung rulez

You might also like