You are on page 1of 14

DETEKSI DAN UJI KUALITAS AMILASE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar mikroorganisme memindahkan berbagai macam molekul kecil melewati


sel-sel atau membran plasma dan memetabolismenya. Substansi ini termasuk glukosa, asam
amino, peptida kecil, nukleotida dan phosphat serta ion organik lainnya. Sebagai tambahan,
untuk endoenzim yang diproduksi untuk digunakan sel, banyak bakteri (dan fungi)
memproduksi eksoenzim dan melepaskannya melalui sel atau membran plasma. Enzim
(eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase,
amilase, selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi
molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim
untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black, 2005).

Amilase juga banyak digunakan pada industri makanan. Amilase dapat digunakan
sebagai pengontrol viskositas sirup cokelat dan minuman beralkohol (brewing). Amilase
diproduksi oleh banyak jenis mikrobia, akan tetapi mikrobia yang sering digunakan dalam
skala industri adalah Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus amyloquaifaciens dan
Aspergillus niger (Inchem, 2008). Oleh karena pentingnya enzim amilase, maka praktikum
tentang Isolasi dan Deteksi Amilase perlu sekali dilakukan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakan praktikum tentang Isolasi dan Deteksi Amilase adalah
untuk mempelajari deteksi adanya enzim amilase, mempelajari proses produksi amilase dan
mempelajari uji enzim amilasi yang telah diproduksi.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan pada praktikum ini adalah bisa mendeteksi bakteri-bakteri apa
saja yang bisa memproduksi amilase, bisa menghasilkan amilase dengan mikroorganisme
tertentu, serta mengetahui kualitas suatu amilase yang dihasilkan oleh bakteri tertentu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim Amilase

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting
dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel
hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan
sel. Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen
Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim
pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-l,6-glikosida (Biogen, 2008).

Amilase merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada
bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya.
Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan
mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam
industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase
pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894
(Oliveira, 2008).

Enzim alfa-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam
makanan, minuman dan industri tekstil. Alfa amilase ekstra seluler dihasilkan dari beberapa
bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan B. licheniformis
(Biogen, 2008).

2.2 Macam-macam Enzim Amilase

Secara umum, amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak
ikatan yang dipecah, yaitu alfa-amilase, beta-amilase, dan glukoamilase. Enzim alfa-amilase
merupakan endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat
pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Proses ini juga dikenal dengan
nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin
beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa. Alfa-amilase akan menghidrolisis ikatan alfa-1-4
glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian
dalam molekul. Enzim beta-amilase atau disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C.
3.2.1.2. bekerja pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisi atom
C(l) atau C nomor 1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini memutus ikatan
amilosa maupun amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari
ujung nonpe-reduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan alfa-1,6 glikosida
aktivitas enzim ini akan berhenti. Glukoamilase dikenal dengan nama lain alfa-1,4- glukan
glukohidro-lase atau EC 3.2.1.3. Enzim ini menghidrolisis ikatan glukosida alfa-1,4, tetapi
hasilnya beta-glukosa yang mempunyai konfigurasi berlawanan dengan hasil hidrolisis oleh
enzim a-amilase. Selain itu, enzim ini dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida alfa-1,6 dan
alfa-1,3 tetapi dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida
a-1,4 (Biogen, 2008).

2.3 Substrat dan Kondisi Untuk Sintesis Enzim Amilase

Oliveira (2004) menyatakan bahwa dari sejumlah sumber karbon yang diuji dan
ditelitinya, maltosa merupakan substrat yang terbaik untuk produksi protein dan amilase.
Umumnya tepung gandum dan tepung jagung juga merupakan sumber karbon yang bagus
untuk amilase rizhobia.

Eduardo (2000) dalam penelitianya mengatakan bahwa pada produksi amilase,


penambahan kalsium (10 mM) atau pepton 1% pada ekstrak yeast pada mediun mineral, akan
memperpendek periode lag dan menambah pertumbuhan dan sintesis amilase. Penambahan
glukosa pada kultur mengurangi dari sintesis a-amilase, hal ini bisa disebabkan karena
glukosa mempengaruhi kegiatan bakteri ini. Suhu optimum pada sintesis amilase adalah
sekitar 500 C dan pH optimum untuk sintesis amilase sekitar 7,0. Ekstrak enzim
dipertahankan aktivitasnya 100% ketika diinkubasi selama 1 jam pada suhu 900 C dan 40%
pada suhu 600 C selama 24 jam.

Komposisi dan konsentrasi media sangat mempengaruhi produksi dari enzim amilase
ekstraseluler pada bakteri, yeast, dan Aspergillus sp. Shinke dalam Srivastava (2008)
menyatakan bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilase, seperti
halnya sporulasi pada Bacillus cereus. Keberadaan pati akan menginduksi produksi amilase.
Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media kultur juga akan mempengaruhi
pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon dan nitrogen, sodium dan garam
potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan
pertumbuhan mikroorganisme (Srivastava, 2008).

2.5 Uji Deteksi Amilase

Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai
oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan
lainnya. Pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang
dihasilkan dari pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida
dengan berat molekul yang rendah. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis sebuah
serangan exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltose dari ujung rantai pati.
Enzim amylase dari B. subtilis dapat dipisahkan satu sama lain dan secara subsekuen
mengeluarkannya bersama maltose. Enzim amylase dapat dipisahkan dari protease dengan
menambahkan insoluble starch ke dalam kultur untuk menyerap amilase (Inchem, 2008).

Aktivitas amilase dilakukan oleh enzim bakteri dan terlihat berwarna biru di dalam
iodin. Apabila iodin menyebabkan media pati berwarna biru pada koloni bakteri maka tidak
ada amilase yang diproduksi. Molekul maltosa yang kecil dapat masuk ke dalam sel untuk
digunakan sebagai energi. Interaksi iodin dengan pati membuat media berwarna biru gelap
(Goshen, 2008). Menurut Ekunsaumi (2004), produksi enzim amilase oleh koloni bakteri
pada media ditunjukkan adanya zona bening dengan penambahan larutan iodin di sekitar
koloni bakteri.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Deteksi dan Produksi Amilase dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06
Mei 2008 di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah tabung reaksi, erlemeyer, jarum
inokulasi, shaker, spektofotometer, corong buchner, kertas whattman no. 1, sentrifuse dan
water bath.

Sedangkan bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini adalah isolat bakteri, bakteri
LBPJ 1 dan 9, media NA + 1 % w/v soluble starch, larutan iodin, isolat penghasil amilase,
media pemeliharaan, media produksi amilase dan reagen DNS.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Deteksi Bakteri Penghasil Amilase

Isolat dan Bacillus subtilis

 digoreskan pada Nutrien Agar yang mengandung 1 % w/v soluble starch dan
diinkubasi pada suhu 30 0 C selama 24 jam.

 koloni yang mampu menghasilkan amilase dapat menghidrolisis pati dan akan
membentuk zona bening dengan penambahan larutan iodin (gram B).

 bagian yang berwarna hitam menunjukkan masih mengandung pati. Selanjutnya


bakteri dipindahkan ke media NA miring yang mengandung 1 % pati untuk
dilakukan uji berikutnya.

Uji Aktifitas Enzim

 diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi

 ditambahkan 1 mL 2 g/200 ml soluble starch yang telah dilarutkan dalam citrate


phospate buffer (pH 6,5)

 diinkubasi pada water bath dengan suhu 400 C selama 30 menit

 sebagai blanko : ditambahkan 2 mL ektrak enzim yang telah didihkan selama 20


menit (pendidihan bertujuan untuk menginaktifkan enzim), ditambahkan
kedalam larutan pati dan diperlakukan dengan reagen yang sama dengan
tabung aktivitas enzim.

 raksi dihentikan dengan menambahkan 2 mL reagen DNS (1 gr 3,5-


dinitrosaliyclic acid, 20 mL NaOH dan 30 gr sodium potasium tartarate dalam
100 mL). dipanaskan selama 5 menit

 ditambah 0,5 ml Na-K-tartarate

 didinginkan dengan air mengalir selama 15 menit

Hasil

diukur adsorbansinya pada panjang gelombang 540 nm

Stok Glukosa 1000 µg/ml

3.3.2 Pembuatan Kurva Baku Glukosa

 dibuat pada berbagai konsentrasi (20, 40, 60..., 200 µl)

 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan tabung raksi

 ditambah DNS 1,5 ml

 dipanaskan selama 5 menit

 ditambahkan 0,5 Na-K-tartarate

 didinginkan dengan air mengalir selama 15 menit

 diukur adsorbansinya pada panjang gelombang 540 nm

Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur

Pada praktikum deteksi amilase dan uji kualitas amilase digunakan dua jenis bakteri, yaitu
LBPJ 1 dan bakteri LBPJ II, hal ini dikarenakan kedua bakteri tersebut adalah bakteri dari
lumpur Lapindo yang bisa menghasilkan amilase. Pada preaktikum ini digunakan Nutrien
Agar yang mengandung 1% soluble starch, hal ini karena media tersebut merupakan medium
untuk pertumbuhan bakteri, selain itu kandungan 1 % soluble starch merupakan sumber pati
yang nantinya akan digunakan untuk produksi amilase. Larutan iodin digunakan untuk
deteksi adanya amilase dalam medium atau bahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan deari
Inchem (2008) yang menyatakan bahwa degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan
hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-
1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang
cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodin.

Pada deteksi bakteri penghasil amilase, bakteri LBPJ 1 dan 9 digoreskan pada medium NA
yang mengandung 1 % soluble starch, hal ini bertujuan untuk menumbuhkan bakteri tersebut
pada media yang mengandung pati dan diharapkan bisa menghasilkan amilase. Bakteri yang
tumbuh ditambahkan iodin, hal ini bertujuan utnuk mengetahui apakah bakteri tersebut bisa
menggunakan pati dan menghasilkan amilase yang bisa dideteksi dengan terbentuknya zona
bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh.

Pada produksi enzim amilase, digunakan medium standar untuk produksi amilase, yaitu
medium yang mengandung bakteriological peptone, MgSO4.7H2O, KCl dan pati. Hal ini
bertujuan untuk menghasilkan amilase yang optrimal. Biakan bakteri diinkubasi pada shaker
dengan kecepatan 120 rpm selama 72 jam. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan produksi
amilase.

Pada uji aktifitas enzim, crude enzim dilarutkan dalam 1 mL 2 g/200 ml soluble starch, hal
ini dilakukan karen untuk mengetahui apakah enzim tersebut mampu memcah pati yang ada
dalam medium. Kemudian enzim yang telah ditambahkan pati kemudian diinkubasi dalam
suhu 400 C selama 30 menit. Hal ini dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu optimal
enzim dan 30 menit untuk mengoptimalkan kerja enzim. Kemudian selanjutnya reagen DNS
yang ditambahkan merupakan reagen yang berfungsi menghentikan kerja enzim. Sehingga
enzim tidak memecah pati lagi, sehingga tidak mempengaruhi hasil. Kemudian setelah itu
dipanaskan selama 5 menit. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan kerja DNS dan
mempercepat reaksi dari DNS untuk menghentikan kerja amilase. Kemudian didinginkan
dengan air mengalir selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan DNS yang
telah digunakan untuk menghentikan reaksi amilase. Kemudian diukur adsorbansinya pada
gelombang 540 nm. Hal ini untuk mengetahui kandungan enzim yang ada pada media.

Untuk pembuatan kurva baku, dibuat pada berbagai stok glukosa yaitu mulai konsentrasi 20,
40, 60 ..., 200 µl. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar kecepatan bakteri untuk
menggunakan pati dan berapa besar pengaruh jumlah pati yang diberikan dengan jumlah
amilase yang diproduksi.

4.2 Analisa Hasil

Berdasarkan hasil praktikum Deteksi dan Poduksi serta Uji Amilase, dapat dilihat hasilnya
sebagaimana berikut ini :

Gambar 4.2.1 Hasil Uji amilase LBPJ 1 dan 9 yang distreak pada NA+soluble starch

Gambar 4.2.2. Hasil Uji amilase LBPJ 1 dan 9 yang distreak pada NA+soluble starch

Pada gambar 4.2.1 tampak adanya zona bening pada daerah disekitar koloni bakteri
yang tumbuh dari hasil streak. Pada gambar tersebut nampak bahwa zona bening mengikuti
alur arah streak. Zona bening ini terlihat setelah penambahan iodin pada isolat tersebut. Pada
gambar tersebut. Zona bening yang terlihat tidak cukup luas, hal ini dapat dilihat bahwa zona
bening masih terliat sangat jelas antara garis streakan pertama dan garis streakan kedua.
Selain itu pada gambar 4.2.2 dimana bakteri LBPJ yang ditumbuhkan dengan cara dot pada
sekitar empat tempat yang berbeda juga menunjukkan hasil yang hampir menyerupai dengan
hasil streak, yaitu zona bening yang tumbuh tidak cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa
amilase yang dihasilkan tidak cukup banyak.

Iodin disini berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya amilase. Pati yang terkena
iodin akan berwarna biru, namun pati yang ditambahkan dengan iodin ini akan berubah
menjadi bening ketika pada media tersebut terdapat enzim amilase, dimana α amylase pada
pati menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Sehingga Pada saat awal
perlakuan, terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan
iodin. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang
rendah. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis sebuah serangan exolitik dan
mendegradasi pati dengan cara memecah maltose dari ujung rantai pati (Inchem, 2008).

Zona bening

Gambar 4.2.3 Contoh Zona bening dari aktivitas amilase

yang dihasilkan oleh yeast (Melliawati, 2006).

Pada gambar 4.2.3 dapat dilihat bahwa zona bening bakteri karena penambahan iodin
dan karena adanya amilase yang dihasilkan dari aktiviatas yeast. Dimana pada gambar
tersebut dapat dilihat, bahwa zona bening yang dihasilkan dari bakteri tersebut sangat lebar,
hal in dapat diketahui dengan mengamati jarak antara koloni bakteri dengan jarak paling luar
dari zona bening. Gambar ini menunjukkan bahwa Yeast ini mampu menghasilkan amilase
cukup banyak (Melliawati, 2006).

Deteksi keberadaan amilase, selain dengan mengamati zona bening pada media yang
mengandung pati dengan menambahkan pati, terdapat metode lain yang bisa digunakan untuk
deteksi amilase, yaitu dengan mengukur turunya kandungan gula yang dilepaskan selama
reaksi dan mengukur pati sebagai sumber karbon (Shaw, 2008).

DNS merupakan larutan yang mengandung 100 ml mengandung 1 g 3,5 3,5-


dinitrosalicylic acid, 30 g potassium sodium tartarate, dan 20 ml 2 N NaOH. Dimana funbgsi
DNS ini adalah untuk menghentikan rekasi pada metode deteksi amilase dengan
menggunakan metode turunya kandungan gula yang dilepaskan selama reaksi dan mengukur
pati sebagai sumber karbon (Shaw, 2008).
Selain itu, terdapat metode yang lainya yang bisa digunakan deteksi keberadaan
amilase, yitu metode Fuwa (1954), dimana metode ini menggunakan 50 ml a-amylase yang
dilarutkan pada 2 mM imidazole HCl buffer (pH7.0) yang dicampur dengan 100 µl 1.1%
soluble-starch dan diinkubasi pada 60°C selama 1 jam. Reaksi dihentikan dnegan
penambahan 250 µl stop solution (0.5 N asam asetat : 0.5 N HCl = 5:1). 100 µl aliquote dari
reaksi dicampur dengan 1 ml reagen iodin (0.01% iodin dan 0.1% KI). Absorbansi diukur
pada panjang gelombang 660 nm setelah inkubasi selama 20 menit. Aktifitas amilase
ditentukan dengan mengetahui berkurangnya sejumlah enzim pada poanjang gelombang 660
nm dari 1.0 sampai 10 menit (Shaw, 2008).

Gambar 4.2.4 Kurva Baku Glukosa

Gambar 4.2.4 menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan nilai adsorbansi yang
digunakan sebagai acuan antara adsorbansi dan konsentrasi media. Dapat dilihat pada gambar
tersebut bahwa nilai adsorbansinya secara berkala tetap stabil dan sebanding antara
konsentrasi dan nilai absorbansi sampel dengan konsentrasi glukosa. Dimana, semakin
tingginya konsentrasi glukosa pada sampel, maka semakin tinggi pula nilai absorbansi
sampel. Hal ini menunjukkan semakin tingginya konsentrasi bahan, akan meningkatkan nilai
absorbansinya. Dari sini juga dapat dikatakan bahwa nilai adsorbansi yang tinggi menjukkan
tingginya kandungan glukosa pada sampel. Kurva ini meunjukkan linear yang bagus, dimana
pada kurva tersebut didapatkan bahwa nilai R-nya mendekati 1 yaitu 0,977. Dimana nilai R
yang mendekati 1 atau -1 merupakan nilai regresi yang baik.

Pada pembuatan kurva baku, dimana pada konsentrasi glukosa sekitar 20 dan 40, nilai
absorbansinya minus (-), hal ini dimungkinkan karena sedikitnya kandungan glukosa dalam
sampel, sehingga glukosa tidak terbaca atau tidak bisa menyerap gelombang cahaya yang
dipancarkan, hal ini ditunjukkan dengan nilai absorbansi glukosa mulai terbaca pada sampel
dengan konsentrasi glukosa 60 ug/ml.

Tabel 1. Hasil nilai adsorbansi pada masing-masing sampel


Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa nilai adsorbansi pada sampel LPBPJ 1 kelompok 1,
nilai adsorbansinya adalah 0,354. hal ini jika dicocokan dengan nilai absorbansi pada kurva
baku glukosa, maka dapat dilihat bahwa kandungan konsentrasi bahan pada sampel LBPJ 1
adalah sekitar 167 µg/ml. Sedangkan pada sampel LBPJ yang ke-2, nilai adsorbansinya
adalah sekitar 0,377. dan hal ini jika dicocokkan pada kurva baku, maka nilai konsentrasi
bahan adalah sekitar 170 µg/ml. Jika kedua sampel dirata-rata, maka nilai adsorbansinya
adalah sekitar 0,3655, dan jika dicocokkan dengan kurva baku, maka nilai konsentrasi bahan
adalah sekitar 168,5 µg/ml. Dari rata-rata nilai konsentrasi ini, maka dapat disimpulkan
bahwa nilai kandungan pati dalam bahan masih tinggi, yaitu sekitar 168,8 µg/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan sedikit, sehingga tidak bisa
mendegradasi pati cukup banyak. Sedangkan pada sampel kedua, yaitu bakteri lumpur
Lapindo LBPJ 9 yang pertama nilai absorbansinya adalah sekitar 0,4. hal ini jika dicocokkan
dengan kurva baku, maka konsentrasi bahanya adalah sekitar 175 µg/ml. Dan pada sampel
LBPJ 9 yang kedua, nilai adsorbansinya adalah 0,304. jika dicocokkan dengan nilai
absorbansi pada kurva baku, maka nilai konsentrasi bahan adalah sekitar 138 µg/ml. Dan jika
dirata-rata, maka nilai adsorbansinya adalah sekitar 0,352 µg/ml. Jika dicocokkan pada kurva
baku, maka nilai konsentrasinya adalah sekitar 166 µg/ml. Hal ini menujukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua bakteri tersebut yaitu LBPJ 1 dan 9. kedua bakteri
tersebut menujukkan aktifitas amilase yang rendah. Hal ini juga dapat dilihat bahwa pada
sampel bakteri yang ditumbuhkan, zona bening yang ada cukup kecil.
Jika dikaitkan dengan aktifitas pada lumpur lapindo, maka dapat dilihat bahwa
kandungan lumpur lapindo tersebut sedikit sekali mengandung pati. Hal ini bisa
dimungkinkan karena lumpur tersebut merupakan lumpur yang berasal dari perut bumi,
sehingga kebanyakan kandungan lumpur adalah logam berat. Berdasar pengamatan, dari
sampel lumpur yang diperiksa, ternyata kandungan logam berat, seperti Pb, Cr, Cd, Arsen
dan Hg tinggi, sementara Na rendah (Andreas, 2006). Lapindo Brantas Inc (LBI)
mengandung Fenol 4 kali lipat lebih besar dari baku mutu (nilai standar) limbah cair yang
ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 45 tahun 2002. Sementara kadar
raksa dan nitrit dalam lumpur masing-masing lebih besar 2 dan 6 kali lipat dari SK Gubernur
Jatim. Sementara itu, dari hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Polri Surabaya menunjukkan
bahwa gas lumpur mengandung hidrogen sulfida (H2S) kadar tinggi (Walhi Jatim, 2008).

BAB

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa amilase banyak
digunakan pada industri makanan, dimana enzim ini diproduksi mikroorganisme dengan
memanfaatkan pati sebagai sumber karbon. Dari hasil praktikum, didapatkan bahwa deteksi
amilase bisa dilakukan dengan mengukur zona bening dan bisa juga dengan mengukur
turunya gula dan pati sebagai sumber karbon oleh mikroorganisme dengan cara
spektrofotomtri. Kedua bakteri yang digunakan sebagai isolat, yakni bakteri LBPJ 1 dan 9
didapatkan bahwa kedua bakteri tersebut memproduksi amilase yang tidak banyak yang
diketahui dari zona bening pada media dengan pati dan ditambahkan dengan iodin. Selain itu,
hasil praktikum membuktikan bahwa nilai absorbansi kedua isolat hanya sekitar 0,35 dan
pada kurva standar, konsentrasi media pada absorbansi tersebut sekitar 167 ug/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa pada media masih banyak mengandung pati

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari praktikum ini adalah sebaiknya praktikum yang selanjutnya
tidak hanya menggunakan isolat dari bakteri, namun juga menggunakan isolat dari yeast dan
jamur, untuk membandingkan kecepatan produksi pada kedua isolat.
DAFTAR PUSTAKA

Andreas. 2006. Kandungan Logam Berat Dalam Lumpur Lapindo Meningkat.


http://www.mediacenter.or.id/pusatdata/27/tahun/2006/bulan/12/tanggal/14/id/1313/
Tanggal akses 17 Mei 2008.

Black, J. G. 2005. Microbiology Principles And Explorations. John Wiley and Sons, Inc.
United States America

Biogen, 2008. Amilase. http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio


/abstrak/agrobio_vol. tanggal akses 05 Mei 2008.

Ekunsaumi, T. 2004. Laboratory Production And Assay Of Amylase By Fungi And Bacteria.
bio-link.org/sharing_day/fungalamylase.pdf

Eduardo, C. 2000. Culture Conditions for the Production of Thermostable Amylase by


bacillus sp. http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=203436
&blobtype=pdf. tanggal akses 05 Mei 2008.

Oliveira, 2004. Rhizobia Amylase Production Using Various Starchy Substances as Carbon
Substrates. http://www.scielo.br/pdf/bjm/v31n4/a11v31n4.pdf. tanggal akses 05 Mei
2008.

Srivastava, 2008. Culture Conditions for Production of Thermostable Amylase by Bacillus


stearothermophilus. http://www.bio-link.org/sharing_day /fungalamylase.pdf. tanggal
akses 05 Mei 2008.

Inchem, 2008.Alpha-Amylase From Bacillus Subtilis.http://www.inchem.org/


documents/jecfa/jecmono/v28je05.htm. Tanggal akses 17 Mei 2008.

Goshen. 2008. Amylase Activity. http://www.goshen.edu/bio/Bio 1206/Bio1206Labs/Lab5.


Tanggal akses 17 Mei 2008.
Melliawati, r. 2006. Pengkajian Kapang Endofit dari Taman Nasional Gunung Halimun
Sebagai Penghasil Glukoamilase. http://journal.discoveryindonesia.
com/index.php/hayati/article/viewFile/4/5. Tanggal akses 17 Mei 2008.

Shaw, 2008. Purification and properties of an extracellular a-amylase from Thermus


sp.http://ejournal.sinica.edu.tw/bbas/content/1995/3/bot363-08.html. Tanggal akses
17 Mei 2008.

Walhi Jatim. 2008. Kandungan Lumpur Lapindo Ancam Ribuan Nyawa Manusia.
http://walhijatim.blogspot.com/2006/07/kandungan-lumpur-lapindo-ancam-
ribuan.html. Tanggal akses 17 Mei 2008.

You might also like