You are on page 1of 63

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Upaya pencerdasan bangsa merupakan salah satu alasan berdirinya bangsa dan negara
Indonesia, seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Kenyataannya, di tengah
dunia yang makin kompetitif, negara Indonesia masih harus memerangi kebodohan. Hal ini
terlihat dari data Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun 2001/2002 - 2005/2006, di mana
jumlah anak putus sekolah di tingkat SMA mencapai 1.253 orang (0,71 persen). Jumlah anak
putus sekolah di tingkat SMK mencapai 3.188 orang (1.61 persen). Sementara data secara
nasional, terdapat 61.652 anak putus sekolah di Indonesia (1,81 persen). 1 Sementara itu, data
Depsos menyebutkan, anak terlantar tahun 2006 sebanyak 2,15 juta anak sedangkan anak
jalanan mencapai 94.000 anak.2 Untuk itu, pemerintah mengembangkan berbagai strategi
melalui serangkaian kebijakan yang terangkum dalam sistem pendidikan nasional
(Sisdiknas).
Menurut UU No. 20 tahun 2003, tentang Sisdiknas, dinyatakan bahwa pendidikan
nasional diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan
informal. Secara lebih khusus, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.3 Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Merujuk pada UU
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat (1) bahwa pendidikan nonformal, berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka life long-
education.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan, berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
1
Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Perkembangan Anak Putus Sekolah Tiap Propinsi,
http://docs.google.com/gview?
a=v&q=cache:iCdOffGGFN8J:www.depdiknas.go.id/statistik/0506/sma_0506/tbl_03i.pdf+data+putus+sekola
h&hl, (ditelusuri 2008)
2
Kominfo Newsroom, Depsos Modali Anak Jalanan Rp 1,5 Juta, http://www.endonesia.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&cid=5&artid=1521, (ditelusuri 11 Juni 2008)
3
Wikipedia bahasa Indonesia, Pendidikan Nonformal, http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_nonformal,
(ditelusuri 27 Oktober 2009)

1
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional, yang meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.4
Pemerintah sendiri sudah mulai mensinergikan pendidikan formal di sekolah dan
pendidikan nonformal di luar sekolah, untuk meluaskan akses wajib belajar sembilan tahun
bagi warga yang memiliki kendala ekonomi, sosial, budaya, dan geografis untuk bisa
menikmati pendidikan di sekolah. Melalui jalur pendidikan nonformal, pemerintah melalui
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), yang kini berubah nama menjadi Dirjen Pendidikan
Nonformal dan Informal (PNFI) menyelenggarakan berbagai program yang salah satu
diantaranya adalah Pendidikan Kesetaraan.
Pendidikan Kesetaraan, dengan demikian merupakan salah satu jenis pendidikan non
formal (PNF) yang mencakup program Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C
setara SMA. Program ini penekannnya pada penguasaan pengetahuan, keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik. Program
pendidikan kesetaraan memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan pendidikan
formal (SD, SMP, dan SMA), selain waktu dan tempatnya yang fleksibel, program
pendidikan kesetaraan memiliki sasaran yang berbeda dengan pendidikan formal. Secara
umum, sasaran dari program-program pendidikan nonformal adalah mereka yang tergolong
kurang beruntung, baik dari aspek ekonomis, geografis, dan sosial budaya.5
Pendidikan kesetaraan ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Selanjutnya menurut acuan pelaksanaan
Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah tahun 2006, peserta
pendidikan kesetaraan adalah penduduk dengan karakteristik sebagai berikut, (1) penduduk
yang memiliki potensi khusus, (2) penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti
pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, (3) penduduk terkendala geografi, mereka adalah etnik
minoritas, suku terasing dan terisolir, (4) penduduk yang terkendala ekonomi seperti
penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan,
pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, (5) penduduk terkendala faktor keyakinan

4
‘Jojo’ Raharja, Pendidikan Kesetaraan : Mau Kemana?, http://www.bpplsp-reg4.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, (ditelusuri 2009)
5
Ibid.

2
seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah),
dan (6) penduduk yang bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak lapas, dan korban
napza.6 Dari semua karakteristik tersebut sasaran difokuskan pada penduduk dengan rentang
usia tiga tahun di atas usia sekolah yang setara sampai pada usia empat puluh empat tahun.
Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan sudah mulai dikenal oleh masyarakat,
terutama masyarakat yang selama ini termarginalkan dari perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bahkan pendidikan kesetaraan sudah ada yang menjadikan sebagai alternatif
disebabkan oleh kurangnya jaminan yang pasti bahwa pendidikan persekolahan dapat
membawa perubahan ekonomi dan kesejahteraan keluarga.7 Model-model penyelenggaraan
pendidikan kesetaraan sudah mulai bermunculan, antara lain home schooling, mobile
sckhooling, e-learning dan bentuk-bentuk lain. Kesemuanya ini adalah merupakan dinamika
perkembangan kemajuan pendidikan kesetaraan.8
Harus diakui pendidikan kesetaraan selama ini telah memberi sumbangan sangat besar
terhadap penuntasan Program Wajib Belajar 9 tahun dan melakukan perluasan akses
pendidikan dasar dan menengah secara baik. Tujuan pendidikan kesetaraan yang merupakan
perwujudan dari visi dan misi Pendidikan Luar Sekolah yang dirilis oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Nonformal dan Informal (2007) menyebutkan bahwa:
“Masyarakat memperoleh layanan pendidikan kesetaraan yang bermutu, relevan, dan
berkelanjutan untuk menunjang penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan
memperluas akses pendidikan menengah dengan lebih menekankan pada keterampilan
fungsional dan kepribadian profesional.”9
Dalam tatanan idealnya, pendidikan kesetaraan di samping harus memberikan
kemampuan pengetahuan secara akademis sesuai dengan jenjangnya, secara terintegrasi harus
juga memberikan berbagai kecakapan hidup, yang dapat dimanfaatkan para lulusannya
sebagai bekal mencari nafkah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Ella Yilaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas, pembelajaran di
lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kesetaraan seperti pondok pesantren, pusat
kegiatan belajar masyarakat, atau sanggar kegiatan belajar dilakukan berdasarkan acuan
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi peserta untuk bisa siap bekerja dan

6
Depdiknas, Acuan Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah tahun
2006, http://www.sekolahmaya.net/data/Acuan%20Pelaksanaan.pdf, (ditelusuri 2008)
7
Ella Yulaelawati, Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa, Jakarta : Depdiknas, 2006, hlm 6.
8
BPPNFi Regional IV, Pendidikan Kesetaraan : Mau Ke Mana?, http://www.bpplsp-reg4.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, (ditelusuri 2007)
9

3
berwirausaha. Bahan ajar yang diberikan ke peserta juga sesuai dengan kondisi kehidupan
sehingga mereka memiliki kecakapan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan.
Standar Kompetensi Lulusan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 menyebutkan, lulusan
pendidikan kesetaraan setara dengan lulusan pendidikan formal tetapi memiliki ciri khas
yaitu: (1) Paket A memiliki keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan  sehari-hari, (2)
Paket B memiliki keterampilan untuk dapat bekerja, (3) Paket C memiliki keterampilan untuk
dapat berwirausaha. Inilah ruh sebenarnya dari program pendidikan kesetaraan.
Akan tetapi, melaksanakan program kesetaraan di masyarakat merupakan suatu
pekerjaan yang tidak mudah. Sangat jarang didengar keberhasilan penyelenggaraan program
ini secara sempurna. Penuntasan program wajib belajar melalui pendidikan kesetaraan
menjadi sangat urgen untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Bahkan
pemerintah sendiri melakukan program percepatan penuntasan wajib belajar sesuai dengan
jangka waktu yang telah dicanangkan. Namun demikian kegiatan ini harus dibarengi dengan
evaluasi dan inovasi-inovasi sehingga program kesetaraan sebagai break through program
wajib belajar menjadi suatu hal yang menarik untuk diikuti oleh mereka yang seharusnya
terlibat.

I.2. Permasalahan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri merupakan suatu
lembaga yang berada di bawah naungan Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM), yang
terletak di jalan Margonda Raya No.58 Terminal Depok. Sejak tahun 2005, PKBM Bina
Insan Mandiri telah menyelenggarakan pendidikan kesetaraan yang pada awalnya dipelopori
oleh remaja mesjid terminal. Sekolah PKBM Masjid Terminal Depok ini diselenggarakan
secara gratis untuk pengamen, pengasong, anak jalanan, yatim piatu, dan dhu’afa.
PKBM Bina Insan Mandiri menyelenggarakan berbagai macam program, salah satu
diantaranya adalah Program Pendidikan Paket C (Setara SMU). Salah satu tujuan utama dari
Program Pendidikan Paket C (Setara SMU) ini adalah mempersiapkan peserta didik dalam
menghadapi Ujian Nasional. Berdasarkan hasil pengamatan awal, ditemukan sejumlah
keterbatasan dalam pelaksanaan program ini, seperti sarana dan pra-sarana yang masih sangat
sederhana bahkan kurang memadai, serta staf pengajar yang seringkali tidak sesuai dengan
jumlah siswa. Namun berdasarkan data tahun ajaran 2007/2008, dari 400 peserta didik yang
mengikuti Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri ini, terdapat 20 peserta
didik yang tidak lulus. Dengan kata lain, terdapat 95 % peserta didik yang lulus Ujian
Nasional. Jika dibandingkan dengan harapan (target) yang direncanakan, yaitu 85-95%

4
peserta didik lulus Ujian Nasional, maka hasil tersebut menunjukkan bahwa program pada
tahun ajaran 2007/2008 dinilai berhasil oleh pihak lembaga. Oleh karena itu, pertanyaan
dalam penelitian ini, yaitu:
Tujuan dari penelitian evaluasi terhadap Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina
Insan Mandiri ialah mendeskripsikan faktor-faktor yang kemungkinan besar berkontribusi
terhadap kelulusan UN siswa Program Pendidikan Paket C tahun ajaran 2007/2008 yang telah
selesai dilaksanakan.

I.3. Tujuan Evaluasi


Tujuan dari penelitian evaluasi terhadap Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina
Insan Mandiri ialah mendeskripsikan faktor-faktor yang kemungkinan besar berkontribusi
terhadap kelulusan UN siswa Program Pendidikan Paket C tahun ajaran 2007/2008 yang telah
selesai dilaksanakan.

I.4. Manfaat Evaluasi


Manfaat dari penelitian evaluasi ini yaitu:
1. Membantu lembaga untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang kemungkinan besar
berkontribusi terhadap kelulusan UN (target program).
2. Untuk mengetahui apakah terdapat faktor lain (diluar program) yang berkontribusi
terhadap kelulusan UN.
3. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling berkontribusi terhadap kelulusan UN.
4. Memberikan rekomendasi kepada lembaga untuk dapat meningkatkan kualitas program,
terkait dengan pencapaian kelulusan UN.

I.5. Hambatan Penelitian


Hambatan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Keterbatasan waktu membuat peneliti kurang optimal dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan, seperti data nilai-nilai kelulusan siswa kelas XII Paket C Tahun Ajaran
2007/2008 di PKBM Bina Insan Mandiri.
2. PKBM Bina Insan Mandiri kurang memiliki dokumen tertulis tentang program. Sehingga,
dalam data-data tertentu yang terkait program, peneliti harus menggalinya melalui
wawancara.

5
3. Peneliti kesulitan dalam memperoleh responden karena responden yang dibutuhkan ialah
siswa-siswi Tahun Ajaran 2007/2008 yang sebagian sudah tidak berkegiatan di PKBM
Bina Insan Mandiri.

I.6. Sistematika Penulisan


Penulis akan membagi makalah ilmiah ini menjadi 5 (lima) Bab dengan tujuan untuk
mempermudah pembahasan topik, dan diharapkan dari tiap-tiap bab dapat diuraikan secara
lebih terinci. Maka penulis akan menguraikan sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan Latar Belakang yaitu alasan peneliti
memilih obyek evaluasi. Juga Permasalahan yang menjelaskan
mengenai fenomena yang terjadi berkaitan dengan sasaran program,
apa yang terjadi dengan program, dan pentingnya keberhasilan
program. Kemudian selanjutnya yaitu Tujuan Evaluasi, Manfaat
Evaluasi, serta Hambatan Penelitian.
BAB II : PROFIL PROGRAM
Bab ini menguraikan Rasional Program, yaitu bagaimana latar
belakang program, tujuan, obyektivitas, sasaran, jangkauan dan
sebagainya serta bagaimana program tersebut dijalankan. Oleh karena
itu, Profil Program terdiri dari Struktur kepengurusan PKBM Bina
Insan Mandiri, Visi, Misi, dan Sasaran PKBM Bina Insan Mandiri,
Program yang Diselenggarakan, Operasionalisasi Tujuan PKBM Bina
Insan Mandiri, serta Program yang akan dievaluasi. Di sini juga akan
dijelaskan mengenai Program Pendidikan Kejar Paket C Setara SMU
yang diantaranya yaitu Tujuan, Sasaran, Target Kelulusan UN,
Aktivitas. Kemudian, diakhir akan dijelaskan mengenai Rasionalisasi
Program di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan
Mandiri
BAB III : KERANGKA PEMIKIRAN
Bab ini terdiri dari Kerangka Teori dan Logika Evaluasi. Kerangka
Teori yang diuraikan diantaranya teori mengenai Pendidikan
Informal, Pendidikan Kesetaraan Paket C, Ujian Nasional, Prestasi
Belajar, Guru atau Pengajar, Fasilitas Belajar, Kurikulum, Motivasi,

6
Pola Asuh, serta Teman Sebaya. Dalam Logika Evaluasi akan
dijelaskan untuk melihat hubungan kausal antara Program Paket C
dengan efek yang ditimbulkan di PKBM Bina Insan Mandiri.
BAB IV : METODOLOGI
Bab ini akan membahas mengenai metodologi yang digunakan dalam
penelitian di PKBM Bina Insan Mandiri, diantaranya Jenis Evaluasi
yaitu evaluasi formatif, Ruang Lingkup Evaluasi yaitu proses dan
outcome, Pendekatan Evaluasi yaitu kuantitatif, Metode Evaluasi
yaitu One-shot Design, Model Analisa, Subyek penelitian yang terdiri
dari Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, serta Teknik
Pengolahan Data.
BAB V : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian evaluasi dan analisa data
yang telah diperoleh selama penelitian dilakukan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari hasil dan pembahasan
di Bab sebelumnya. Rekomendasi juga dibuat agar diharapkan PKBM
Bina Insan Mandiri mampu memahami prioritas kelebihan dan
kelemahan dari Program yang menjadi obyek evaluasi peneliti. Hal ini
perlu agar dapat bermanfaat dalam meningkatkan efektivitas Program.

BAB II
PROFIL PROGRAM

7
II.1. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Insan Mandiri terletak di Jl.
Margonda raya No. 58, Terminal Depok. Lembaga ini pada awalnya terbentuk atas dasar rasa
kepedulian para remaja/pemuda Masjid Terminal Depok terhadap kondisi anak-anak jalanan
di lingkungan Terminal Depok yang membutuhkan pembinaan akhlak dan membutuhkan
pendidikan yang selama ini sulit sekali mereka dapatkan karena ketidakmampuan finansial,
serta kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kebutuhan anak-anak jalanan tersebut.
Dalam perkembangannya, PKBM Bina Insan Mandiri juga melayani masyarakat dhuafa
lainnya disamping anak jalanan, pengamen, pengasong, dan pemulung.
Saat ini tercatat 800 warga belajar yang sedang mengenyam pendidikan di PKBM
Bina Insan Mandiri. Kondisi lingkungan PKBM Bina Insan Mandiri cukup ‘spesial’,
mengingat terletak di area Terminal Depok, di mana tidak sedikit anak jalanan yang bekerja
di sana. Berikut ini merupakan peta lokasi PKBM Bina Insan Mandiri:

PLAZA
DEPOK
LOKASI YABIM
Sumber : www.mahameruadventure.multiply.com

Ke Jakarta Jl Margonda Raya

Terminal  
Depok ITC
UI Depok

Stasiun 8

Depok
II.1.1. Struktur kepengurusan PKBM Bina Insan Mandiri
Pelindung : Yayasan Bina Insan Mandiri
Pembina Teknis : Dinas Pendidikan / Penilik PLS Dikmas
Penasehat : Drs. Poerwandriyono
Ketua : Nurrohim, Amd
Sekretaris : Tony Zulhendra
Bendahara : Muslihudin
Koordinator PAUD : Ma’rifah
Koordinator SD : Tommy Ade Y Al-Qadiri
Koordinator SMP : Ilhamsyah Darmawan
Koordinator SMU : Ekwanto TP

II.1.2. Visi, Misi, dan Sasaran PKBM Bina Insan Mandiri


Visi :
Mewujudkan masyarakat yang cerdas, mandiri, kreatif, dan berakhlak mulia.
Misi :
1. Menghadirkan pendidikan gratis yang berkualitas
2. Mengembangkan kemandirian melalui program-program ketrampilan
3. Pembinaan mental dan spiritual yang berkesinambungan
Sasaran :
Masyarakat tidak mampu yang terdiri dari anak jalanan, pengamen, pengasong, yatim
piatu, dan kaum dhuafa.

II.1.3. Program yang Diselenggarakan


Dilatarbelakangi oleh niat untuk menyelamatkan pendidikan siswa/siswi yang
terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya, PKBM Bina Insan Mandiri

9
menyelenggarakan berbagai program, yaitu:
1. PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini )
2. Sekolah Dasar Persamaan Paket A
3. Kejar Paket B Setara SMP
4. Kejar Paket C Setara SMU
5. Pelatihan Wirausaha
6. Lab Skill
7. Sanggar Seni
8. Program Tambaha

II. 1. 4. Operasionalisasi Tujuan PKBM Bina Insan Mandiri

Goals:
Mempersiapkan menciptakan
Membekali alumnus PKBM Mempersiapkan
peserta didik Bina Insan Membekali peserta
peserta didik dalam Mandiri yang tidak
dengan ketrampilan (skill)hanya cerdas, tetapi
peserta juga
didik dalam didik dengan
berakhlak, berbudi pekerti luhur, dan dapat
menghadapi Ujian yang dapat bermanfaat menempuh ujian
bermanfaat bagi masyarakat pembinaan
10
Nasional setara SMU baginya ketika memasuki masuk perguruan mental/spiritual.
Tujuan
dunia kerja. Objectives tinggi
Aktivitas
Kegiatan Belajar Lab Skill: Intensif PTN: Konsultasi/Mentoring:
Paket C: Memberikan pelatihan Memberikan Memberikan motivasi
Memberikan ketrampilan, seperti bimbingan belajar spiritual secara
pengajaran operasionalisasi bagi peserta didik pribadi, serta secara
berdasarkan materi- komputer, sablon, yang berminat masuk berkelompok
materi Ujian Nasional menjahit, otomotif, perguruan tinggi (menyatu dengan
dan service handphone negeri kegiatan belajar)

II.1.5. Program yang akan dievaluasi


Diantara 8 program yang diadakan oleh PKBM Bina Insan Mandiri, program yang
akan kami evaluasi, yaitu Kejar Paket C Setara SMU.

11
II. 2. Program Pendidikan Kejar Paket C Setara SMU
Kejar paket C merupakan suatu program yang diselenggarakan karena melihat
perlunya suatu perubahan pola pikir dan kebutuhan peserta didik akan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi guna mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, serta dapat lebih dihargai
dalam dunia kerja yang sarat dengan persaingan. Melalui Program Paket C, PKBM Bina
Insan Mandiri juga mempersiapkan dan memfasilitasi para peserta didik untuk menempuh
jenjang Perguruan Tinggi sesuai minat dan kemampuan mereka (bagi peserta didik yang
ingin melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi). PKBM Bina Insan Mandiri juga bekerja
sama dengan beberapa universitas dalam hal pemberian beasiswa bagi peserta didik yang
berminat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi. Disamping persiapan
materi-materi Ujian Nasional dan ujian masuk universitas, peserta didik juga dibekali
persiapan mental/spiritual dalam menghadapi ujian-ujian tersebut guna menciptakan alumnus
PKBM Bina Insan Mandiri yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak, berbudi pekerti
luhur, dan dapat bermanfaat bagi masyarakat (Goals).

II.2.1. Tujuan
a. Mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi Ujian Nasional setara SMU
b. Mempersiapkan dan membekali peserta didik dengan ketrampilan (skill) yang
dapat bermanfaat baginya ketika memasuki dunia kerja.
c. Mempersiapkan peserta didik dalam menempuh ujian masuk perguruan tinggi,
bagi peserta didik yang berminat melanjutkan pendidikannya.
d. Membekali peserta didik dengan pembinaan mental/spiritual.

II.2.2. Sasaran
Masyarakat tidak mampu (yang melanjutkan dari Program Paket B), yang terdiri dari
anak jalanan, pengamen, pengasong, yatim piatu, dan kelompok masyarakat lainnya yang
membutuhkan pendidikan setara SMU ini, seperti PRT, office boy, dan sebagainya. Pada
dasarnya, program ini terbuka untuk siapa saja yang memiliki ijazah SMP atau setaranya.

II.2.3. Target Kelulusan UN


Target lulus Ujian Nasional : 85 – 90% dari seluruh peserta didik Paket C.

12
II.2.4. Aktivitas
 Kegiatan Belajar Mengajar :
Kelas Siang : Hari Senin s/d Sabtu, pukul 13.00 – 17.00 WIB
Kelas ini dilakukan secara rutin mengingat peserta didik sebagian besar ialah
anak-anak yang tidak terikat pekerjaan, tetapi beberapa bekerja sebagai pedagang
asongan, penjual koran, dan sebagainya.
Kelas Malam : Hari Jum'at, Sabtu, Minggu , pukul 20.00 – 21.00 WIB
Kelas ini tidak dilakukan dikarenakan peserta didik sebagian besar bekerja
sebagai supir, PRT, dan office boy.

 Training Motivasi dan Pembinaan mental/spiritual :


Disini PKBM mengundang pihak-pihak yang dapat mengisi kegiatan pembinaan
mental/spiritual ataupun ada pihak-pihak yang sengaja ingin memberi pembinaan
berupa motivasi maupun character building.

 Tenaga Pengajar :
Tenaga pengajar yang tersedia yaitu para relawan yang memiliki berbagai latar
belakang, dari SMA hingga Sarjana. Tenaga pengajar tersebut dibagi menjadi dua :
1. Relawan Dalam
Mereka merupakan tenaga pengajar yang tercatat sekitar 60 orang di PKBM Bina
Insan Mandiri. Mereka merupakan lulusan dari PKBM Bina Insan Mandiri.
2. Relawan Luar
Mereka disebut juga relawan musiman atau tidak tetap, diantaranya yaitu
mahasiswa yang ingin ikut terlibat.

II.3 Rasional Program

13
Adanya kesulitan ekonomi /
Tingginya Putus
ketidakmampuan financial
tingkat Sekolah
dalam mengakses pendidikan
kemiskinan

Semakin mahalnya biaya pendidikan

Munculnya kepedulian / Semakin banyak


kesadaran akan perlunya anak-anak yan
Program Paket C, pendidikan gratis, yang disertai menjadi anak
PKBM Bina Insan pembinaan akhlak/spiritual jalanan, pedagang
Mandiri spiritual bagi anjal, maupun asongan, pengamen,
masyarakat dhuafa lainnya dan pemulung
yang tidak bisa mengakses
pendidikan

BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

14
III.1 Kerangka Teori
III.1.1. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan.10
Pendidikan Informal meliputi :11
a. pendidikan kecakapan hidup,
b. pendidikan anak usia dini,
c. pendidikan kepemudaan,
d. pendidikan pemberdayaan perempuan,
e. pendidikan keaksaraan,
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
g. pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Secara umum, sasaran dari program-program pendidikan nonformal adalah
mereka yang memang tergolong kurang beruntung, baik dari aspek ekonomis,
geografis, dan sosial budaya.12
Pendidikan Informal juga diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bagian Keenam,
Pendidikan Informal, Pasal 27) yang berisikan tentang :13
(1) Kegiatan Pendidikan Informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

10
Wikipedia bahasa Indonesia, Pendidikan Informal, http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal,
(ditelusuri 5 November 2009).

11
Departemen Pendidikan Nasional, Sistem Pendidikan Nasional, http://www.depdiknas.go.id/content.php?
content=file_sispen, (ditelusuri 5 November 2009).
12
BPPNFi, Pendidikan Kesetaraan Mau Kemana?, http://www.bpplsp-reg4.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, (ditelusuri 5 November 2009).

13
Tempo Interaktif, UU RI No.20 Thn.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/03/31/prn,20040331-09,id.html ., (ditelusuri 5
November 2009)

15
(2) Hasil Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan
Pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional Pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil Pendidikan Informal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

III.1.2. Pendidikan Kesetaraan Paket C


Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan Kesetaraan merupakan salah satu jenis Pendidikan Informal yang
salah satunya mencakup program Paket C setara SMA. Menurut acuan pelaksanaan
Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah tahun 2006,
peserta pendidikan kesetaraan adalah penduduk dengan karakteristik sebagai berikut,
(1) penduduk yang memiliki potensi khusus, (2) penduduk yang terkendala waktu
untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, (3) penduduk terkendala
geografi, mereka adalah etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, (4) penduduk yang
terkendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk
kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, (5)
penduduk terkendala faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak
menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), dan (6) penduduk yang bermasalah
sosial/hukum seperti anak jalanan, anak lapas, dan korban napza. 14 Dari semua
karakteristik tersebut sasaran difokuskan pada penduduk dengan rentang usia tiga
tahun di atas usia sekolah yang setara sampai pada usia empat puluh empat tahun.
Untuk Program Paket C, usia sasaran ialah usia SMA/MA ataupun berusia lebih dari
18 tahun yang berminat mengikuti Program Paket C karena berbagai alasan.
Pendidikan Kesetaraan Paket C ditujukan untuk memperluas akses pendidikan
menengah dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsioanl
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.

III.1.3. Ujian Nasional

14
Sekolah Madta, Acuan pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah
tahun 2006, http://www.sekolahmaya.net/data/Acuan%20Pelaksanaan.pdf, (ditelusuri 5 November 2009)

16
Pada era global saat ini, semua Negara berkompetisi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk sering dijadikan indikator
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan harus
dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, pada bab XVI
pasal 57 sampai dengan 59 tentang Evaluasi menyatakan bahwa dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan
pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan15.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan.
Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat akan mendorong peningkatan mutu
pendidikan. Yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan
nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah
melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah
menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai
kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas
berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut
batas kelulusan. Kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
  
III.1.3.1. Manfaat Standar Setting Ujian Akhir
1. Adanya batas kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi
minimum.

15
Departemen Pendidikan Nasional, PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN,
http://puspendik.info, (ditelusuri 4 Novemver 2009)

17
2. Adanya standard yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standard
minimum pencapaian kompetensi.

III.1.3.2. Perlunya Standar Setting Ujian Akhir


Selama ini penentuan batas kelulusan ujian nasional ditentukan berdasarkan
kesepakatan antar pengambil keputusan (stakeholder) saja. Batas kelulusan itu
ditentukan sama untuk setiap mata pelajaran. Padahal karakteristik mata pelajaran dan
kemampuan peserta didik tidaklah sama. Hal itu tidak menjadi pertimbangan para
pengambil keputusan pendidikan. Belum tentu dalam satu jenjang pendidikan
tertentu, tiap mata pelajaran memiliki standar yang sama sebagai standar minimum
pencapaian kompetensi. Ada mata pelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi
minimum yang tinggi, sementara mata pelajaran lain menentukan tidak setinggi itu.
Keadaan ini menjadi tidak adil bagi peserta didik, karena dituntut melebihi kapasitas
kemampuan maksimalnya.

III.1.3.3. Strategi Perancangan


Penyusunan standard setting dimulai dengan penentuan pendekatan yang
digunakan dalam penentuan standar. Ada tiga macam pendekatan yang dapat dipakai
sebagai acuan yaitu:
1. Penentuan standar berdasarkan kesan umum terhadap tes
2. Penentuan standar tes berdasarkan isi setiap soal tes
3. Penentuan standar berdasarkan skor tes
Pada akhir kegiatan diambil kesimpulan dan pembukuan standar setting
berdasarkan tiga pendekatan tersebut untuk menentukan batas kelulusan.

III.1.4. Prestasi Belajar


Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda “prestatie,” dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Kata prestasi itu sendiri dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai hasil yang dicapai dari yang telah
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.16 Dalam sejumlah literatur, prestasi selalu
dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti dikemukakan oleh Robert M. Gagne
bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan

16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia : edisi kedua, Jakarta : Balai
Pustaka, 1995

18
dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.17 Muhibbin Syah juga
menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh
dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. 18 Dengan demikian prestasi
belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di dalam kegiatan
belajar mengajar yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai dari hasil evaluasi
yang diberikan oleh guru.
Benjamin S. Bloom mengklasifikasi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu: ranah
kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor
(psychomotor domain).19 Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori
yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
Sedangkan ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Dan
yang terakhir ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Prestasi belajar dalam penelitian lebih merujuk pada ranah
kognitif.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor


yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Arikunto 20 adalah (1)
Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti
motivasi belajar siswa; (2) Faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar
diri siswa, seperti fasilitas belajar di sekolah, faktor guru atau pengajar, dan
kurikulum atau bahan ajar yang diberikan

III.1.5. Guru atau Pengajar


Seorang pendidik atau pengajar harus memiliki kualifikasi akademik.
Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk Pendidikan Kesetaraan Paket C, pendidik harus memiliki21:
17
Abu Muhammad Ibnu Abdullah. Prestasi Belajar. http://.spesialis-torch.com. (ditelusuri 29 Mei 2008)
18
Ibid
19
Ibid
20
dalam Sarwoko. “Proposal: Pengaruh Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Mengajar Terhadap
Prestasi Belajar IPS Siswa (Studi Terhadap Persepsi Siswa Kelas V SDN Gunung Menanti, Kecamatan
Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Tahun Pelajaran 2008/2009)”, hlm 54
21
Usman, M.U., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 25

19
1. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana
(S1),
2. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan; dan
3. Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.
Guru memegang peran kunci dalam peningkatan prestasi siswa. Sebagaimana
yang telah diterangkan Suparmi22 peranan guru selalu menggambarkan tingkah laku
dalam berbagai interaksinya, dari interaksi tersebut khususnya di sekolah peranan
guru meliputi : informator, konselor, administrador, inovator, dan motivator. Untuk
menciptakan tenaga kependidikan yang profesional ini harus dilakukan untuk
menunjang peningkatan prestasi. Selain itu, standar ideal rasio antara guru dan murid
menurut Suparmi, yaitu 1: 14.
Adam dan Decey23 mengemukakan peranan guru dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai
pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan (d) guru sebagai
evaluator.
Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas
yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi
tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun24, “Pengelolaan kelas adalah
upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta
mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di
tetapkan”. Sedangkan menurut Usman, “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan
prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan
dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang
mendasar, diantara sekian macam tugas guru di dalam kelas.
Pendekatan pengelolaan kelas, yaitu pendekatan iklim sosio-emosional yang
berlandaskan psikologi klinis dan konseling dengan mengasumsikan, bahwa kegiatan
belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan sosio-emosional yang baik dalam arti
terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa juga antara siswa
dengan siswa. Untuk tugas guru yang pokok dalam pengelolaan kelas adalah

22
Ibid
23
Ibid
24
Suryabrata ,S., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, hlm. 23

20
membangun atau menciptakan hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim
sosio emosional yang positif.
Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan
dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang
guru juga harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran.
Menurut Ahmadi25, keberhasilan siswa dalam mencapai prestasinya juga
dipengaruhi metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Menurutnya, metode
pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang
dipergunakan oleh seorang guru atau tenaga pengajar. Dalam pengertian lain adalah
teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran
kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok, agar
pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Selanjutnya oleh Ahmadi26 dikatakan bahwa metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru harus memperhatikan syarat– syarat sebagai berikut:
a. Metode tersebut harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar
siswa.
b. Metode tersebut harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa
c. Metode tersebut harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mewujudkan hasil karya.
d. Metode tersebut harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih
lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
e. Metode tersebut harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara
memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
f. Metode tersebut harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan
menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.
g. Metode tersebut harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan
sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut pendapat Rohani27, guru juga harus memiliki kedisiplinan yang tinggi,
sebagai role model bagi siswanya. Guru juga harus menyadari bahwa tanggung jawab
dalam pengajaran khususnya untuk menghantarkan perkembangan dan perubahan

25
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hlm 53
26
Ibid, hlm 53
27
Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2004, hlm 22

21
lebih maju bagi diri peserta didik tidak boleh menafikan dan melupakan kenyataan
bahwa suatu disiplin pada awalnya harus dipaksakan dari luar menuju kearah disiplin
mandiri khususnya disiplin yang menyangkut aktifitas dalam kelas pengajaran. Salah
satu sikap mental positif yang harus dimiliki pendidik adalah sikap disiplin, salah satu
contohnya yaitu tidak terlambat mengajar ataupun selalu hadir dalam setiap kelas atau
waktu belajar yang telah disepakati sebelumnya. Disiplin menekankan kepada
seseorang untuk mentaati dan melaksanakan segala peraturan yang mengikat mereka.
Apabila melakukan tindakan terhadap peraturan tersebut, maka harus diberi sangsi
berupa teguran lisan, teguran tertulis, bahkan apabila dimungkinkan perlu diberi
tindakan berupa hukuman yang lebih berat seperti penundaan kenaikan pangkat,
penurunan pangkat, pemberhentian dengan tidak hormat dan lain-lain.

III.1.6. Fasilitas Belajar


Menurut Zakiah Daradjat, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat
mempermudah upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Sedangkan menurut Suryo Subroto, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat
memudahkan dan memperlancar pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda-benda
maupun uang. Lebih luas lagi tentang pengertian failitas Suhaisimi Arikonto
berpendapat, “fasilitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan
dan memperlancar pelaksanaan segala sesuatu usaha. Adapun yang dapat
memudahkan dan melancarkan usah ini dapat berupa benda-benda maupun uang, jadi
dalam hal ini fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di sekolah.
Dari beberapa pendapat yang dirumuskan oleh para ahli mengenai pengertian
fasilitas dapat dirumuskan bahwa fasilitas dalam dunia pendidikan berarti segala
sesuatu yang bersifat fisik maupun material, yang dapat memudahkan
terselenggaranya proses belajar mengajar, misalnya dengan tersedianya tempat
perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku pelajaran,
perpustakaan, berbagai perlengkapan pratikum loboratorium dan segala sesuatu yang
menunjang terlaksananya proses belajar mengajar.
Adapun yang dimaksud dengan fasilitas belajar adalah semua kebutuhan yang
dipelukan oleh peserta didik dalam rangka untuk memudahkan, melancarkan dan
menunjang dalam kegiatan belajar di sekolah. Supaya lebih efektif dan efisien yang

22
nantinya peserta didik dapat belajar dengan maksimal dan hasil belajar yang
memuaskan.28
Fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VII
Standar Sarana dan Prasarana, pasal 42 menegaskan bahwa (1) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan, (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Mulyasa29 menyatakan bahwa, yang dimaksud dengan sarana pendidikan
adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan
menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung,
ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud
dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang
jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah,
jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar
mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai
sekaligus lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.30
Sarana dan prasarana pendidikan sama dengan fasilitas atau benda-benda
pendidikan yang siap pakai dalam proses belajar mengajar (PBM) sehingga PBM
semakin efektif dan efisien guna membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan.
.

28
Arianto, Pengertian Fasilitas Belajar, http://sobatbaru.com/2008/10/pengertian-fasilitas-belajar.html,
(diunduh 24 Oktober 2008)
29
Ibid.
30
(Riyana, 2007. “Komponen Pembelajaran”. www.kurtek.upi.ac.id) dalam
www.damandiri.or.id/file/prantiyaunmuhsolobab2.pd

23
III.1.7 Kurikulum
Asal kata kurikulum berasal dari bahasa Inggris, “curriculum”, yang berarti
“rencana pelajaran”.31 Menurut Departemen Agama RI, secara istilah kurikulum
adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.32 Kurikulum juga dapat
didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang
dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
daerah.33 Kompetensi dasar kurikulum ditujukan untuk mengembangkan potensi
peserta didik yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan
usianya, berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat dikenali
melalui sejumlah hasil belajar dan indikator yang dapat diukur dan diamati.
Jadi, kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan
diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan
kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan
tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.34 Dari
pengertian tersebut kurikulum sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar
mengajar di sekolah, yang merupakan jembatan untuk tercapainya suatu tujuan
Pendidikan Nasional.
Kurikulum dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri
31
Wojowasito dan Poerwadarminta, Kamus Lengkap, Bandung : Penerbit Hasta, 1980, hlm 36.
32
Departemen Agama RI, Kurikulum Harus Implementatif, http://pendis.depag.go.id/index.php?a=kurikulum,
(ditelusuri 06 Februri 2009)
33
Kurikulum, http://labschool-unj.sch.id/doc/PG-TK/kurikulum.pdf.
34
Wikipedia bahasa Indonesia, Kurikulum, http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum, (ditelusuri 22 Agustus
2009)

24
atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum.35 Ada beberapa pengertian penting yang berhubungan
dengan kurikulum :
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
b. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan proses
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,
metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Struktur kurikulum terdiri dari tiga komponen, yakni komponen mata pelajaran,
muatan lokal, dan pengembangan diri.
Sebagai ilustrasi, sejak tahun 2004 dunia pendidikan di Indonesia mulai
menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004.
Kurikulum berbasis Kompetensi ialah kurikulum yang disusun berdasarkan atas
elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai
kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain sebagai a method of
inquiry yang diharapkan. Yang dimaksud dengan method inquary adalah suatu
metode pembelajaran yang menumbuhkan hasrat besar untuk ingin tahu,
meningkatkan kemampuan untuk menggunakan atribut kompetensi guna menentukan
pilihan jalan kehidupan di masyarakat, meningkatkan cara belajar sepanjang hayat
(learning to learn dan learning throughout life).

35
Ummul Murtafiah Hasan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
http://media.diknas.go.id/media/document/5783.pdf.

25
Alasan diberlakukannya KBK sendiri karena terjadinya perubahan kondisi,
termasuk pergeseran paradigma, dari paradigma lama (Old Industrial Education) ke
paradigma yang baru (New Entrepreneurial Education). Pada Old Industrial
Education, fokus lebih menekankan pada content, sedangkan pada New
Entrepreneurial Education lebih menekankan pada process, ownership yang dulu
menekankan pada guru kini lebih menekan kan pada murid, expectations paradigma
lama menekankan pada ‘apa’ kini menekankan pada ‘siapa dan bagaimana’,
leadership yang dulu menekankan pada expert kini bergeser menjadi facilitator,
students yang tadinya pasive kini menjadi generators, mistakes yang dulunya
dianggap feared kini menjadi learning tools, classes yang programmed sedemikian
rupa kini menjadi flexible, dan emphasis yang hanya melulu hanya theory kini
berubah menjadi doing. “Perubahan pembelajaran dari teacher centered learning
menjadi student centered lerning dikarenakan kondisi global (persaingan, persyaratan
kerja, perubahan orientasi) yang nantinya akan membawa perubahan pada kompetensi
lulusan serta perubahan paradigma belajar dan mengajar yang nantinya diharapkan
dapat terjadi perubahan kurikulum yang akan berdampak pada perubahan perilaku
pembelajaran yang akan menghasilkan peningkatan mutu lulusan dan relevansi”.36
Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas. Dalam kurikulum
terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam
kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para
murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru
saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan
keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan
solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru
hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah
pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek,
namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya. Sejak tahun ajaran 2006/2007,
diberlakukan kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
yang merupakan penyempurnaan Kurikulum 2004.37
Bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan, kurikulum dianggap sebagai
komponen yang sangat penting. Mengubah kurikulum berarti mengubah sekolah.
36
Risti, Model Kurikulum Terkini, http://www.unika.ac.id/kronik/09032009.pdf, (ditelusuri 09 Maret 2009)
37
Wikipedia bahasa Indonesia, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Berbasis_Kompetensi, (ditelusuri 11 Oktober 2009)

26
Yang perlu digarisbawahi adalah di mana relevansi antara kurikulum dengan
pencapaian Standar Pendidikan Nasional? Ide mengenai relevansi tidak ada artinya
kecuali bila dihubungkan kembali dengan tujuan suatu organisasi, kelompok, atau
individu tertentu. Suatu kurikulum yang baik sebenarnya tak akan mencapai sasaran
manakala para pelaksananya tidak merasa bertanggungjawab terhadapnya, atau
apabila hubungan tidak lancar antara kelompok-kelompok yang bertanggungjawab di
berbagai sektor. Dengan demikian, relevansi pengaruh kurikulum ini sangat
tergantung pada iklim di dalam dan di luar sekolah, serta bagaimana mata pelajaran
dalam kurikulum tersebut disampaikan.

III.1.7.1. Kurikulum Program Paket C


Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 14 tahun 2007,
Kurikulum program Paket C mencakup:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Cakupan kelompok mata pelajaran Program Paket C berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 14 tahun 2007, Kurikulum program Paket C
mencakup:
1. Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2. Kewarganegaraan dan Kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan
untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk
wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-
hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan

27
gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar
pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada Paket C setara
SMA/MA dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan
teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
4. Estetika
Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan
sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan
dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta
harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individu sehingga
mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan
sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
5. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan pada
Paket C setara SMA/MA dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta
membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup
sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual
ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku
seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan
penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

III.1.8. Motivasi
Motivasi dalam bukunya Adi diartikan sebagai daya gerak yang ada dalam
setiap manusia. Dalam bukunya Wahjosumidjo 38, motivasi merupakan suatu proses
psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan
keputusan yang terjadi pada seseorang. Menurut Wahjosumidjo 39, motivasi ini muncul
dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor
munculnya motivasi yang berasal dari dalam diri manusianya, seperti: kepribadian,
sikap, cara pandang, pengalaman, pendidikan, harapan, cita-cita, dan lain-lain.
Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu faktor pembentuk motivasi yang berasal dari luar

38
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm 174
39
Ibid.

28
diri individu tersebut, seperti: adanya persaingan atau kompetisi dengan teman,
adanya dorongan dari pembimbing, adanya ujian, dan lainnya.
40
Menurut Sudirman A.M “motivasi diartikan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan”. Selain itu, menurut Mc. Donald41, motivasi adalah perubahan
energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.”
Jadi, pada umumnya motivasi memiliki tiga unsur utama, yaitu adanya energi
yang berubah dalam diri seseorang, kemudian perubahan energi tersebut diwujudkan
dengan sikap atau tingkah laku seseorang, dan semua itu muncul karena adanya
tujuan yang hendak dicapai oleh orang tersebut.
Dengan motivasi, seseorang dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik.
Secara umum, motivasi berfungsi42:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energy.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisishkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
4. pendorong usaha dan pencapaian prestasi karena motivasi seorang siswa akan
mempengaruhi hasil prestasi belajarnya.

III.1.9. Pola Asuh


Secara garis besar, ada tiga cara kepemimpinan dan pengasuhan yang secara
tidak sengaja diterapkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Ketiga tipe tersebut
adalah:43
1. Otoriter
Orang tua yang otoriter, cenderung berwatak keras, suka memaksa pendapat,
senang mendominasi semua tingkah dan perilaku dari anak, suka menguasai
pembicaraan, dan tidak senang dibantah.

40
dalam Maritza, Teori Motivasi, Hlm 37
41
Ibid.
42
Ibid.
43
Jenis/Macam Tipe Pola Asuh Orang tua pada Anak & Cara Mendidik / Mengasuh Anak yang Baik,
www.organisasi.org, (ditelusuri 9 Mei 2008)

29
2. Permisif
Orang tua yang masa bodoh, terlalu cuek, serba tidak peduli atas apa yang
terjadi, kurang berempati, kurang memahami perasaan orang lain, lemah, dan mudah
mengalah pada anak.
3. Demokratis
Orang tua yang menghargai pendapat dan hak-hak anak dan orang lain,
bersikap mendorong, penuh penghargaan dan perhatian, selalu membimbing tanpa
terkesan memaksakan kehendak.
Siswa dapat membedakan antara sikap yang membuat mereka merasa nyaman
dan terlindungi. Mereka mengharapkan orang tua yang dapat memberikan kasih
sayang, mendidik, mengarahkan dan membimbing mereka menjadi anak yang lebih
baik dan bermanfaat. Penanaman sikap disiplin, menerima apa adanya, memberikan
motivasi berprestasi serta aspek spiritual kepada anak dapat diakui merupakan dasar
pembentukan karakter anak berprestasi.
Sikap dan pola asuh dari orang tua yang bertipe demokratis sangat menunjang
perkembangan prestasi anak.44 Penghargaan terhadap prestasi anak yang dilakukan
oleh orang tua yang bersikap demokratis, dapat memberikan efek psikologis bagi
anak. Walaupun hanya dengan ucapan selamat atas prestasi yang mereka peroleh,
tetapi pengaruh bagi mereka adalah perasaan dihargai eksistensinya dan menjadikan
mereka termotivasi untuk berprestasi lebih baik lagi. Orang tua yang demokratis lebih
responsif terhadap kebutuhan anak dan mendorong anak untuk menyatakan pendapat
dan pertanyaan. Mereka juga mau mendengarkan pendapat, memberikan solusi, dan
berdiskusi terhadap suatu hal atau masalah. Sikap orang tua seperti ini akan
memberikan efek rasa percaya diri terhadap kemampuan dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Berdiskusi membuat ruang bagi orang tua untuk memberikan
penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk bagi anak dan anak pun
memahami sikap dan alasannya. Hal ini dapat memberikan kepercayaan anak
terhadap orang tua bahwa mereka mendukung sepenuhnya aktivitas mereka dan
harapan akan menjadi orang yang berhasil dan bermanfaat.
Para guru yang merupakan orang tua kedua dari siswa dilingkungan sekolah,
seharusnya memiliki sikap dan perilaku seperti para orang tua yang memiliki pola
asuh bertipe demokratis, sehingga dapat membentuk karakter siswa yang berprestasi.

44
Ibid.

30
Pola asuh yang dicerminkan oleh orang tua yang bertipe demokratis, memiliki
pandangan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu di miliki oleh anak agar lebih
berprestasi. Dan untuk mewujudkannya, mereka melakukan hal sebagai berikut :
1. melakukannya dengan kasih sayang
2. menanamkan disiplin yang membangun
3. mengajarkan mana yang salah mana yang benar dan memberikan dampaknya
4. mengembangakan sikap saling menghargai
5. memperhatikan dan mendengarkan pendapat anak, tanpa memotong atau pun
terkesan menghakimi
6. membantu mengatasi masalah
7. melatih anak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
8. mengembangkan kemandirian
9. memahami keterbatasan anak
10. menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

III.1.10. Teman Sebaya


Vembriarto menyatakan bahwa teman sebaya adalah kelompok yang terdiri
dari anak-anak yang mempunyai umur dan status sosial yang sama, karenanya remaja
dengan kelompok sebayanya memiliki suatu hubungan yang intim 45. Hubungan intim
yang terjadi dalam kelompok dimungkinkan karena adanya pengembangan, antara
lain suatu pola perbuatan atau bahasa yang seolah-olah merupakan bahasa mereka
sendiri, pola tingkah laku, dan pola pernyataan perasaan kebersamaan dalam suatu
group. Terbentuknya pola-pola ini, menjadikan kelompok sebagai lingkungan yang
baru dengan ciri, norma, dan kebiasaan yang berbeda dari lingkungan keluarga,
lingkungan pertama dalam interaksi sosial. Norma-norma dalam kelompok
memungkinkan remaja belajar bertenggang rasa, patuh, bertanggung jawab, belajar
menerapkan prinsipprinsip hidup dan bekerja sama, dan saling mendukung satu sama
lain. Keeratan hubungan anggota ditentukan oleh keberhasilan pencapaian prinsip-
prinsip tersebut dalam interaksi kelompok.
Menurut WFConnell46, kelompok teman sebaya (peer friendship group) adalah
kelompok anak-anak atau pemuda yang berumur sama atau berasosiasi sama dan

45
Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, Jogjakarta: Andi Offset, 2005, hlm 60
46
dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: Universitas Indonesia, 1981, hlm 102

31
mempunyai kepentingan umum tertutup, seperti persoalan-persoalan anak-anak umur
sekolah sampai dengan masa remaja (adolesence).
Kelompok teman sebaya dalam kelompok utama. Kelompok utama merupakan
kelompok sosial di mana masing-masing anggota terjalin hubungan yang erat dan
bersifat pribadi.Sebagai hasil hubungan yang bersifat pribadi adalah peleburan dan
individu dalam kelompok, sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompoknya.
Kelompok-kelompok sebaya di kampung-kampung mereka bersatu dalam Satu
permainan, berdiskusi tentang sesuatu masalah. Dalam kelompok ini mereka
menemukan sesuatu yang tidak mereka ketemukan di rumah. Saling hubungan yang
bersifat pribadi itu menyebabkan seseorang dapat mencurahkan isi hatinya kepada
teman-temannya baik sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang menyedihkan.
Oleh karena itu anak-anak ini sering meninggalkan rumah dalam waktu yang berjam-
jam lamanya. Dalam kelompok ini terjadi kerja sama, tolong-menolong, akan tetapi
sering juga terjadi persaingan, dan pertentangan.
WF Connell menyatakan bahwa kelompok utama itu mempunyai ciri-ciri (1)
jumlah anggotanya kecil, (2) ada kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara
langsung, (3) terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan, (4)
pengertian pribadi dan saling hubungan yang tertinggi antar anggota dalam kelompok
biarpun dapat terjadi pertentangan. Kelompok teman sebaya baik yang terjadi di
masyarakat maupun di sekolah terdiri kelompok-kelompok sosial yang beranggotakan
beberapa orang. Dalam kelompok ini sering terjadi tukar-menukar pengalaman,
berbagai pengalaman, kerja sama, tolong-menolong, tenggang masa dalam kelompok
sebaya adalah tinggi. Dalam kelompok sosial terjadi empati, simpati, dan antipati.
Antipati yang terjadi dalam kelompok disebabkan oleh adanya ketidak cocokan antara
individu sehingga tenjadi pertentangan dan percecokan antar anggota.
Untuk mengetahui kelompok sebaya sebagai kelompok utama, maka perlu
beberapa hal. Kingley Davis47 menyatakan bahwa untuk memahami kelompok utama
perlu diperhatikan (1) kondisi pisik dari kelompok utama, (2) sifat-sifat hubungan
primair dan (3) kelompok-kelompok yang konknit dan hubungan primair.
Suatu kelompok sosial untuk dapat menjadi kelompok utama tidak cukup
dengan hubungan yang saling kenal-mengenal. Ada tiga syarat yang penting agar
kelompok sosial menjadi kelompok utama yaitu (1) secara fisik berdekatan satu samta
lain, (2) anggota kelompok kecil, (3) adanya hubungan yang tetap antar anggota
47
dalam Ibid

32
anggota kelompok. Agar kelompok sosial menjadi kelompok utama maka secara fisik
harus berdekatan, terjadi hubungan tatap muka, sehingga terjalin hubungan yang
akrab. Dalam hubungan yang akrab ini akan saling berbicara, bertukar pikiran, cita-
cita, maupun perasaan. Mereka berjalan bersama, belajar bersama, bermain-main
bersama, makan bersama dan lain sebagainya. Keadaan akrab yang demikian hanya
bisa berjalan dengan baik jika jumlah anggotanya relatif kecil.
Keakraban ini dapat terganggu jika dalam masyarakat terdapat norma yang
ketat umpamanya kasta atau kelompok atas (elite), atau kelompok bangsawan,
kelompok priyayi. Kelompok-kelompok ini akan sulit mendorong timbulnya
kelompok utama dalam masyarakat yang bersifat majemuk. Dalam kelompok yang
kecil akan mudah tejalin hubungan yang bersifat pribadi. Jika terjadi percecokan yang
melibatkan orang tua maka orang tua masing-masing kelompok belum akrab justru
anaknya sudah bermain bersama kembali. Hal ini menunjukkan kelompok ini
mempunyai sifat tetap.
Salah satu sifat utama dari hubungan yang bersifat primer adalah adanya
kesamaan tujuan dan individu yang tergabung dalam kelompok. Hubungan-hubungan
ini bersifat pribadi, spontan, sentimental dan inklusif. Persamaan tujuan ini
mempunyai dua arti yaitu (1) individu yang bersangkutan mempunyai keinginan dan
sikap yang sama pula, (2) satu pihak ada yang bersedia untuk berkorban demi
kepentingan pihak lain. Sebagai contoh, suatu kelompok ingin bermain sepak bola,
maka mereka yang membeli bola. Dalam kejadian itu ada anak yang mengorbankan
uangnya untuk membeli bola dan digunakan bermain bersama-sama. Dalam saling
hubungan tersebut adanya nilai sosial, sebab dalam saling hubungan ini bersifat suka
rela, semua pihak benar benar merasakan suatu kebebasan dalam pelaksanaan. Sifat
hubungan bersifat pribadi. Hal ini berarti bahwa saling hubungan dalam kelompok itu
terjalin bukan karena diberi sesuatu yang bersifat material, hubungan antar pribadi
tidak dapat pula digantikan dengan orang lain. Suatu kelompok belajar yang terdiri
dan lima orang, kelompok ini tidak dimasuki oleh anak lain biarpun dapat
menurunkan biaya yang ditanggung kelompok ini.
Hetherington dan Parke menyebutkan empat aspek peranan kelompok teman
sebaya yaitu48 :
a. Teman sebagai pemberi penguat

48
Hetherington, E.M., and Parke,R.D, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint, Fourth Edition, New
York: McGraw-Hill, 1993, pg 464.

33
Yaitu hubungan teman sebaya selama masa remaja menjadi sangat penting dan
pentingnya teman sebaya sebagai agen penguat semakin meningkat, dimana pada
masa ini remaja membutuhkan sosok teman yang dapat menerima dirinya apa adanya
dan memberi semangat dalam menghadapi segala masalah.
b. Teman sebagai model
Yaitu remaja memperoleh banyak pengetahuan dan berbagai macam respon
melalui pengamatannya terhadap tingkah laku teman sebayanya. Teman menjadi
model peran, yang dijadikan dasar atau pegangan oleh remaja dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari gaya bicara, penampilan serta
aktivitas yang dilakukannya.
c. Teman sebagai proses pembandingan sosial
Teman sebaya berguna sebagai standar bagi remaja dalam mengevaluasi
dirinya. Dengan melihat teman sebayanya, remaja menemukan cara yang objektif
dalam menilai karakteristik dan kemampuan dirinya. Peran teman sebaya sangat
dibutuhkan dalam menerima perkembangan fisik, sosial, dan emosionalnya.
d. Teman sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan belajar.
Menurut Zarbatany dalam Hetherington dan Parke49, Teman sebaya
menyediakan kesempatan untuk bersosialisasi dan belajar mengembangkan suatu
hubungan. Fungsi ini meningkat sejalan dengan perkembangan individu yang semakin
banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok sebayanya dibandingkan dengan
keluarganya.50
Dari uraian diatas terdapat empat aspek peranan kelompok teman sebaya yang
akan dijadikan blue print yaitu sebagai pemberi penguat, sebagai model, teman sebaya
dan proses pembandingan sosial serta sebagai pemberi kesempatan sosialisasi dan
belajar. Keempat aspek tersebut selanjutnya akan dijadikan dasar dalam membuat
skala kelompok teman sebaya.
III.2Logika Evaluasi
Menurut Suchman51 evaluasi adalah the process of assigning value tosome
objective and then dtermining the degree of success in attaining this valued objective.
Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi merupakan suatu proses meletakkan

49
Ibid, pg 465
50
Larson, R., and Richards,M.H, Divergent realities: The emotional lives of mothers, fathers, and adolescents,
New York: Basic, 1994, pg 465.
51
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta, 2006, hlm 1

34
suatu nilai pada beberapa tujuan tertentu dan dapat ditentukan derajat keberhasilannya
dalam mencapai nilai-nilai yang sudah dilekatkan pada tujuan-tujuan tersebut.52
Suchman53 memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang
telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan. Menurut Suchman, logika evaluasi diperlukan untuk melihat hubungan kausal
antara program dan efek. Logika evaluasi dalam penelitian ini, yaitu:

Kondisi Awal Murid:


Kemampuan akademis
95% peserta
kurang
didik lulus UAN
Program Paket C
Tidak ada motivasi untuk dengan standar
belajar nilai 5,5

Pola pikir: belajar bukanlah


suatu prioritas

III.3 Operasionalisasi Konsep

Variabel Kategori Indikator Ket.


Kualitas  Berkualitas baik  Kemampuan guru dalam mengajar Skala
Guru/  Berkualitas sedang  Kemampuan pengelolaan kelas Ordinal
Pengajar

52
Andrewevathea, Stages In Public Policy Making Process : Policy Evaluation,
http://one.indoskripsi.com/node/6483, (ditelusuri 25 November 2008)
53
Arikunto, Suharsimi, op.cit., hlm 42

35
 Berkualitas kurang  Kedisiplinan guru
Fasilitas  Memadai  Lokasi sekolah, luas sekolah, luas Skala
 Cukup memadai kelas, kebersihan serta kerapihan Ordinal

 Kurang memadai ruangan kelas, serta akses kendaraan


yang bermanfaat sebagai fasilitas
pendukung dalam kegiatan belajar
mengajar
 Sarana ruang belajar dan
perpustakaan, meja, serta kursi yang
bermanfaat dalam kegiatan belajar
mengajar
 Fasilitas buku perpustakaan, papan
tulis, serta spidol, yang secara
langsung bermanfaat dalam kegiatan
belajar mengajar
Motivasi  Tinggi  Harapan dan cita-cita yang mendorong Skala
Intrinsik  Sedang siswa untuk belajar mempersiapkan Ordinal
Siswa  Rendah UN
 Pandangan siswa terhadap pentingnya
belajar
Motivasi  Tinggi  Adanya dukungan dari pengajar Skala
Ekstrinsik  Sedang  Adanya dukungan dari keluarga Ordinal
Siswa  Rendah  Adanya dukungan dari teman sebaya
 Adanya kompetisi atau persaingan
dengan teman
Pola asuh  Demokratis  memberikan aturan kepada anak Skala
Orangtua  Tidak Demokratis namun, orang tua tetap memberikan Nominal
kehangatan kepada anak dengan
menerapkan disiplin yang tidak kaku
 menghargai pendapat dan hak-hak
anak
 bersikap mendorong/mendukung,
penuh penghargaan dan perhatian
 selalu membimbing tanpa terkesan

36
memaksakan kehendak.
Pengaruh  Positif  frekuensi kegiatan belajar bersama Skala
kelompok  Negatif kelompok/teman sebaya Ordinal
/teman  peran teman sebaya sebagai agen
sebaya pemberi semangat
dalam  Mendorong individu untuk siap
proses menghadapi UN
belajar  Memiliki solidaritas dan hubungan
tolong-menolong dalam hal persiapan
UN

BAB IV
METODOLOGI

IV.1 Jenis Evaluasi


Jenis penelitian evaluasi yang kami lakukan pada Program Paket C di Yayasan
Bina Insan Mandiri adalah jenis evaluasi sumatif. Menurut Joan L. Herman, evaluasi
sumatif yaitu evaluasi yang mencoba untuk mengassess kualitas dan dampak program
secara keseluruhan untuk tujuan pertanggungjawaban dan pembuatan keputusan. 54
54
Joan L Herman. dkk, Evaluator’s Handbook, California: Sage Publication, 1987, hlm 26
2
ibid, hal 16

37
Tujuan evaluasi sumatif adalah mendokumentasikan implementasi program serta
kesimpulan dalam periode tertentu.2 Ditujukan untuk membuat rekaman program
sebagai suatu kegiatan yang sudah terselesaikan.
Yang menjadi penting untuk digali pada evaluasi sumatif adalah dokumen
mengenai hasil dan implementasi program. Sedangkan metodologi yang digunakan
dalam evaluasi sumatif adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan dapat juga
diperkaya dengan data yang diambil secara kualitatif. Mekanisme pelaporan pada
evaluasi sumatif ini bersifat formal dan dilakukan pada akhir evaluasi sebagai suatu
kesimpulan.3
Melalui penjelasan singkat mengenai evaluasi sumatif diatas, dapat dikatakan
bahwa kami mengambil metodologi penelitian evaluasi sumatif karena beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Program yang dievaluasi adalah periode program yang dimiliki oleh Yayasan Bina
Insan Mandiri yang telah selesai dilakukan yaitu Program Paket C periode
2007/2008.
2. Penelitian ini berangkat dari keberhasilan dari Program Paket C periode 2007/2008
tersebut dalam mencapai target kelulusan (berhasil mencapai tingkat kelulusan
95% sedangkan target kelulusan adalah 85-95%).
3. Peneliti ingin mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap
kelulusan UN siswa Program Paket C periode 2007/2008 yang telah selesai
dilakukan.

IV.2 Ruang Lingkup Evaluasi


Adapun yang menjadi ruang lingkup dari evaluasi ini adalah evaluasi terhadap
outcome program paket C di PKBM Bina Insan Mandiri. Pengertian outcome disini
mengacu pada definisi dari World Bank55 yang menyatakan efek jangka pendek atau
menengah yang ingin dicapai dari output intervensi pembangunan. Evaluasi outcome
merupakan suatu kegiatan untuk melihat apakah tujuan suatu program tercapai,
apakah dampak yang terjadi adalah hasil atau pengaruh dari kegiatan yang
dilaksanakan atau apakah ada faktor lain yang mempengaruhi dampak tersebut.
Terkait dengan program paket C di PKBM Bina Insan Mandiri, dalam evaluasi ini
ingin melihat apakah hasil dari program paket C yang berupa angka kelulusan sekitar
3
ibid, hal 26
55
The World Bank Group, Carleton University, Building Skill to Evaluate Development Interventions,
Netherlands : Ministry of Foreign Affairs, 2004

38
95% merupakan suatu hasil yang memang benar-benar dikontribusikan oleh factor-
faktor di dalam program itu sendiri ataukah oleh faktor-faktor di luar program, seperti
dari peserta didik itu sendiri, misalnya motivasi belajar, pola asuh orang tua, ataupun
faktor-faktor diluar program yang lainnya.
Evaluasi outcome merupakan inti fokus atau evaluasi yang mendorong
terciptanya akuntabilitas56. Akuntabilitas disini digunakan untuk melihat kualitas yang
didapat dari evaluasi. Maksudnya tidak hanya mengenai evaluasi yang diperoleh tapi
juga kewajiban untuk menunjukkan secara jelas penggunaan dana publik yang
didapat. Fokus evaluasi ini adalah pada indikator numerik pada outcome dan statistik
dari apa yang telah dicapai. Dalam evaluasi ini, adalah penting untuk melihat faktor-
faktor yang kemungkinan besar berkontribusi terhadap tingkat kelulusan peserta didik
yang mencapai 95%.

IV.3 Pendekatan Evaluasi


Secara teoritis, pendekatan dalam penelitian dapat dibagi menjadi pendekatan
objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif berpandangan bahwa objek-
objek, penilaian-penilaian, dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia nyata yang
dapat diamati oleh pancaindera, diukur (dikuantifikasikan), dan diramalkan57. Padanan
lain dari pendekatan objektif adalah pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian evaluasi
ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif (kuantitatif). Pendekatan
kuantitatif bertujuan untuk menunjukkan hubungan antarvariabel, menguji relevansi
suatu teori, dan mendapatkan generalisasi yang memiliki kemampuan prediktif 58.
Peneliti menyajikan hasil analisis berdasarkan perhitungan kuesioner dan didukung
pula dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang diperoleh mengenai pelaksanaan
evaluasi program Paket C PKBM Bina Insan Mandiri Depok.
Sementara itu, pendekatan subjektif (kualitatif) mengasumsikan bahwa
pengetahuan tidak memiliki sifat yang tetap, melainkan bersifat interpretatif 59.
Menurut pandangan subjektif, alih-alih rasional, teratur, atau sistematik, perilaku
manusia bersifat kontekstual, berdasarkan makna yang mereka berikan kepada

56
Michael Quinn Patton, Qualitative Evaluation and Research Methods, 2nd ed., London : Sage Publication,1990
57
Mulyana (2004) dalam Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistimologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.
58
Linn, Robert L, The Validity and credibility of the achievement levels for the 1990 National Assessment of
Educational Progress in Mathematics, California: UCLA Center for Research on Evaluation, Standards, and
Student Testing, 1990
59
Mulyana (2004) dalam Suwardi Endraswara, op.cit., hlm 33

39
lingkungan mereka60. Realitas sosial adalah suatu kondisi yang cair dan mudah
berubah melalui interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena sosial
senantiasa bersifat sementara, bahkan bersifat polemik (multimakna), dan tetap
diasumsikan sedemikian hingga terjadi negosiasi berikutnya untuk menetapkan status
realitas sosial tersebut. Realitas pada akhirnya dianggap nyata sejauh mereka
bersepakat bahwa hal itu memang nyata bagi mereka61. Oleh sebab itu, pendekatan
subjektif (kualitatif) juga digunakan untuk mendukung data kuantitatif yang telah
diperoleh. Dalam pendekatan kualitatif, peneliti menentukan perolehan sajian data
dalam bentuk cerita rinci dan mendalam dari para responden atau informan.62

IV.4 Metode Evaluasi


IV.4.1 One-shot Design
Dalam mengevaluasi program Paket C PKBM Bina Insan Mandiri digunakan
One-Shot case study, karena tujuan evaluasi ini adalah :
Melihat hubungan kausal antara program dan efek (Suchman).

95% peserta didik lulus UAN dengan


Program Paket C standar nilai 5,5

“In this, the weakest of the nonexperimental designs, a single group is studied only
once, subsequent to a treatment or intervention intended to produce some positive
change..”63
“Ini (One-Shot Case Study) desain yang paling lemah dari desain nonexperimental,
salah satu kelompok hanya dipelajari sekali, selanjutnya dalam treatment atau
intervensi yang dilakukan dimaksudkan untuk menghasilkan beberapa perubahan
positif..”

Hal ini berarti bahwa, dalam One-Shot Case Study merupakan disain yang
sederhana karena hanya dilakukan satu kali uji validitas yaitu hanya melalui post test
(tidak disertai dengan pre test). Hal ini digunakan penelitian evaluatif agar dapat

60
Ibid, hlm 34
61
Ibid, hlm 34-35
62
Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Malang: UMM Press. 2007, hlm 124
63
Pietrzak, Jeanne, Ramler, Malia, Renner, Tanya, Ford, Lucy, dan Gilbert, Neil, Practical Program
Evaluation : Examples from Child Abuse Prevention. London : SAGE Publications, 1990

40
menunjukan hasil yang dapat digunakan dalam membuat perubahan positif dalam
program.
Karena, melalui One-shot Case Study kita dapat memahami apakah memang
keberhasilan atau kegagalan suatu program tercapai karena sesuai dengan
pelaksanaannya. Ataukah ada faktor lain yang mendukung. Dengan mengetahui hal
tersebut, akan diketahui faktor keberhasilan program tersebut yang dapat
dikembangkan menuju ke perubahan positif. Dan memperbaiki program jika ternyata
program yang dilaksanakan tidak mempengaruhi keberhasilan program.

“Observation or measurements are made of the individual or group only after


exposure to the program being evaluated..”
“..Quite frequently in public service research this design gives rise to testimonial
evidence in favor of a program. Individuals who participate in the program testify as
to its effectiveness on the basis of person experience..”
“..By subdividing the subject according to differential amount and types of exposure
to the program one may be able to show that increased exposure produced a great
effect.”
“..While this design can reassure the program administrator that his activities are
being well received by his clients, it really provides little evidence as to its actual
effectiveness..”64
“One-shot Case Study adalah pengamatan atau pengukuran yang berasal dari
individu atau kelompok yang hanya setelah paparan program yang dievaluasi. Cukup
sering dalam penelitian pelayanan publik desain ini menimbulkan testimonial bukti
yang mendukung program. Individu yang berpartisipasi dalam program bersaksi
mengenai efektivitas program berdasarkan pengalaman pribadi. Dengan membagi
subjek diferensial sesuai dengan jumlah dan jenis paparan program satu mungkin
dapat menunjukkan bahwa peningkatan paparan menghasilkan efek yang besar.
Sementara desain ini dapat meyakinkan program administrator bahwa kegiatan
sedang diterima dengan baik oleh kliennya, itu benar-benar memberikan sedikit bukti
mengenai efektivitas yang sebenarnya..”
Disini diketahui bahwa One-shot Case Study melakukan post test dengan cara
mengidentifikasi subyek yang terlibat dalam program misalnya dengan wawancara.

64
Suchman, Edward A Evaluation Research : Principles and Practice In Public Service & Social Action
Programs. New York : RUSSELL SAGE Foundation, 1967

41
Mereka dapat menunjukan hal-hal yang tidak ditunjukan dalam proses yang bisa
terkait dengan hasil suatu program. Hal inilah yang perlu diidentifikasi karena
sesungguhnya dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan maupun
kegagalan suatu program.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain One-Shot Case Study
karena kelompok tunggal diteliti pada satu waktu tertentu setelah pemberian beberapa
perlakuan yang dianggap menyebabkan perubahan kausal.

Proses One-Shot Case Study dalam Paket C PKBM Bina Insan Mandiri65
Treatment Posttest

X T2
Desain prosedur :
1. Paparan subjek ke X, program belajar Paket C.
2. Administer T2, dengan posttest, untuk mengukur keberhasilan Program setelah
melalui subyek, X.

IV.4.2 Model Analisa


Analisa dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat 66, yaitu analisa
terhadap satu variabel. Analisa satu variabel tersebut menggunakan jenis ukuran
pemusatan untuk melihat seberapa besar kecenderungan data memusat pada nilai atau
kategori tertentu. Adapun ukuran pemusatan yang digunakan, yaitu modus. Modus
sejumlah pengamatan adalah pengamatan yang berfrekuensi terbesar.67 Dengan kat a
lain, modus adalah nilai variabel (atribut) yang memiliki frekuensi tertinggi. 68 Selain
itu, dalam penelitian ini peneliti tidak menganalisis hubungan antara satu variabel
dengan variabel lainnya, tetapi peneliti menganalisis dengan mendeskripsikan
variabel-variabel sebagai faktor-faktor yang kemungkinan besar berkontribusi
terhadap kelulusan UN.

65
Isaac, stephen and Michael William BHandbook In Research and Evaluation, San Diego : EdITS publishers,
1981
66
Soegyarto Mangkuatmodjo, Pengantar Statistika, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal 82
67
Wim van Zanten, Statistika untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal 42
68
Op.cit, hal 80

42
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal penentuan hipotesis. Peneliti
tidak menentukan hipotesis karena hanya mendeskripsikan variabel-variabel, tidak
menguji hubungan antar satu variabel dengan variabel lainnya. Walaupun seyogyanya
penelitian ini dapat dikembangkan hingga level pengujian hubungan, yaitu hubungan
antara variabel faktor yang berkontribusi terhadap kelulusan dengan variabel nilai-
nilai kelulusan siswa. Salah satu keterbatasan peneliti, yaitu terbatasnya waktu dalam
pengumpulan data nilai kelulusan siswa.

IV.4.3 Subyek Penelitian


Melalui penelitian ini, secara umum peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa
sajakah yang mempengaruhi keberhasilan Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri. Oleh karena itu, subyek dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas XII
Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri tahun ajaran 2007/2008.

IV.4.4 Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. 69 Populasi
dalam penelitian ini, yaitu, siswa-siswi Program Paket C yang berjumlah sekitar 392
orang, di mana diantaranya terdapat sekitar 174 siswa yang duduk di kelas XII pada
tahun ajaran 2007/2008, sehingga mempermudah peneliti untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan program pada tahun ajaran 2007/2008.
Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah siswa/siswi kelas
XII Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri tahun ajaran
2007/2008. Jumlah sampel, yaitu 30 orang dari 174. Peneliti menggunakan teknik
simple random sampling. Karena jumlah populasi dan jumlah sampel tidak besar,
maka peneliti menarik sampel dengan cara menuliskan setiap nomer urut kerangka
sampel dalam gulungan secarik kertas. Sehingga terdapat 174 gulungan kertas
mewakili satu siswa. Kemudian dilakukan pengundian dengan mengambil sebanyak
30 gulungan kertas dari hasil kocokan wadah tanpa pemulihan. Setiap gulungan kertas
yang terambil menjadi anggota sampel.

IV.4.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.
Sedangkan skala yang digunakan ialah Skala Likert, dengan jenjang: Sangat Sesuai
69
Kenneth Bailey, Methods of Social Research, New York: Free Press, 1994, hlm 84

43
dengan Kenyataan, Sesuai dengan Kenyataan, Kurang Sesuai dengan Kenyataan,
Tidak Sesuai dengan Kenyataan. Kuesioner digunakan untuk variabel kualitas guru,
fasilitas, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, pola asuh dalam keluarga, dan
pengaruh teman sebaya dalam proses belajar. Selain menggunakan kuesioner,
pengumpulan data juga melalui wawancara terhadap beberapa pengajar mengenai
kualitas guru/pengajar dan kurikulum.

IV.4.6 Teknik Pengolahan Data


Berikut ini merupakan langkah-langkah pengolahan data kuantitatif yang
dilakukan:
1. Data Coding
Data coding, yaitu pemberian kode terhadap data yang dilakukan setelah data
mentah didapat, untuk memudahkan dalam mengorganisir dan menganalisis data
dengan menggunakan SPSS ataupun secara manual. Data coding untuk setiap variabel
dalam penelitian ini, yaitu:

Kategori Kode Nilai


Sangat Sesuai dengan Kenyataan SS 4
Sesuai dengan Kenyataan S 3
Kurang Sesuai dengan Kenyataan KS 2
Tidak Sesuai dengan Kenyataan TS 1
*Setiap item bersifat favourable/positive

2.. Data Entry


Data entry dilakukan dengan memasukan data yang telah diubah
menjadi kode ke dalam mesin pengolah data (SPSS). Namun dalam penelitian ini,
SPSS atau mesin pengolah data tidak digunakan. Melihat jumlah sampel hanya 30,
maka peneliti menggunakan teknik penghitungan manual, dengan sebelumnya
menentukan interval masing-masing variabel, sebagai berikut:

Kualitas Guru/Pengajar
Kategori Interval
Berkualitas baik 38 – 48
Berkualitas sedang 25 – 37
Berkualitas kurang 12 – 24

44
Fasilitas
Kategori Interval
Memadai 32 – 40
Cukup Memadai 21 – 31
Kurang Memadai 10 – 20

Motivasi Intrinsik Siswa


Kategori Interval
Tinggi 17 – 20
Sedang 11 – 16
Rendah 5 – 10

Motivasi Ekstrinsik Siswa


Kategori Interval
Tinggi 17 – 20
Sedang 11 – 16
Rendah 5 – 10

Pola Asuh dalam Keluarga


Kategori Interval
Demokratis 12,6 – 20
Tidak Demokratis 5 – 12,5

Pengaruh Kelompok/Teman Sebaya


Kategori Interval
Positif 12,6 - 20
Negatif 5 – 12,5

3. Data Cleaning
Data Cleaning dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh data yang akan
diolah sudah sesuai dengan data yang sebenarnya, sehingga dibutuhkan ketelitian dan
akurasi data.

4. Data Output
Hasil dari data yang telah diolah tersebut akan menjadi data output yang dapat
berbentuk numeric atau angka dan grafik atau gambar. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan data output berupa grafik.

45
5. Data Analysis
Tahap ini dilakukan untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data dan
menganalisis data dari hasil pengolahan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis univariat, karena tidak menguji hubungan antar variabel dan
hanya menganalisis masing-masing variabel secara terpisah. Adapun variabel-variabel
tersebut, yaitu variabel kualitas guru/pengajar, fasilitas, motivasi intrinsik siswa,
motivasi ekstrinsik siswa, pola asuh orangtua, dan pengaruh teman sebaya dalam
proses belajar.

BAB V
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA

V.1. Temuan Lapangan

V.1.1 Data Kuantitatif


V.1.1.1 Kualitas Guru/Pengajar

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)

46
1 Berkualitas Baik 2 6,7
2 Berkualitas Sedang 28 93,3
3 Berkualitas Kurang 0 0

V.1.1.2 Fasilitas

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)


1 Memadai 0 0
2 Cukup Memadai 27 90
3 Kurang Memadai 3 10

V.1.1.3 Motivasi Intrinsik Siswa

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)


1 Tinggi 24 80
2 Sedang 6 20
3 Rendah 0 0
47
30
Jumlah Responden

25

20
Motivasi Tinggi
15
Motivasi Sedang

10
Motivasi Rendah

Tingkat Motivasi Intrinsik Siswa

V.1.1.4 Motivasi Ekstrinsik

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)


1 Tinggi 18 60
2 Sedang 12 40
3 Rendah 0 0

48
30

25
Jumlah Responden
20
Motivasi Tinggi
15
Motivasi Sedang
10
Motivasi Rendah
5

0
Motivasi Ekstrinsik Siswa

V.1.1.5 Pola Asuh Orang Tua

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)


1 Demokratis 26 86,7
2 Tidak Demokratis 4 13,3

V.1.1.6 Pengaruh Teman Sebaya dalam Proses Belajar

No. Kategori Jumlah Responden Persentase (%)


1 Positif 14 46,7
2 Negatif 16 53,3

49
V.1.2 Data Kualitatif
V.1.2.1 Kualitas Guru/Pengajar
Sebagian besar pengajar Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri adalah alumni (lulusan SMA). Terdapat beberapa pengajar (alumni) yang
dibiayai berkuliah, tetapi masih belum lulus. Selain itu, terdapat sejumlah mahasiswa
Universitas Indonesia yang mengajar di PKBM Bina Insan Mandiri. Namun mereka
tidak mengajar secara rutin. Selain sebagian besar lulusan SMA, pengajar di PKBM
Bina Insan Mandiri tidak memiliki sertifikasi profesi keguruan. Sebagian besar hanya
berstatus sebagai relawan.
“Ya mereka, ee.. SMA kan lalu dikuliahkan oleh yayasan.. ada yang dikuliahin juga..
ee.. jadi ada yang dikuliahin, ada juga dikuliahin, terus udah ngajar disini gitu..”
(DD, Jumat,  4 Desember  2009)
“Kalo yang udah lulus udah ada.. jadi bukan 100% kuliah semua disini, enggak.. yah
ada nih, kayak dia nih, dulu bekas murid, kita ajar.. dididik.. mau disini katanya gitu,
ya udah..” (DD, Jumat,  4 Desember  2009)
“Ya enggak.. ga semuanya.. nah kan kita disini ada dua nih ya.. ada yang terbuka,
ada yang paket. Dalam arti terbuka itu kita mirip seperti sekolah negeri. Uda ngerti
gitu kan.. kalo paket lebih ke pendidikan.. gitu kan.. jadi mereka itu yang paket
biasanya usia nya udah lebihi usia sekolah ya.. ada yang duapuluh.. duadua.. atau
Sembilan belas, gitu kan.. mereka udah putus sekolah, pengen ngelanjutin lagi waktu
itu. Yang guru-gurunya pun bervariasi intinya gitu lho.. toh mahasiswa-mahasiswa
lain, anak-anak lain pun seperti UI pun ga sepenuhnya anak UI ngajar disini.” (DD,
Jumat,  4 Desember  2009)

50
Pengajar di PKBM Bina Insan Mandiri tidak secara khusus mengajar satu mata
pelajaran.
“Ya ngajarnya macem-macem. Pada bisa ngajar, hebat kan. ha ha..” (DD, Jumat,  4
Desember  2009)

Perbandingan antara pengajar dan murid di dalam satu kelas seringkali 1: 60


“itu kalo dikelas bisa sampai 60 sampai 80 tapi kalo didata 150 trus waktu itu saya
pernah ngajar muridnya ada 112 satu kelas, saya bilang ni sapa yang mau ngajar, 45
anak aja yang kritis kita kecapean kan” (AG, Jumat, 4 Desember  2009)

V.1.2.2 Kurikulum

Kurikulum Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri terdiri


dari tujuh mata pelajaran inti, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Kewarganegaraan, Biologi, Fisika, Kimia untuk jurusan IPA. Sedangkan untuk
jurusan IPS, mata pelajaran intinya, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Kewarganegaraan, Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, dan Geografi.

“Kurikulumnya ada 8 mata pelajaran, yaitu Agama, Matematika, Bahasa Indonesia,


Bahasa Inggris, PPKN, Biologi, Fisika, Kimia untuk yang IPA..kalau yang IPS tu
Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kewarganegaraan,
Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, dan Geografi….tapi ga ada olahraga dan seni juga
jarang..” (RH, Rabu, 9 Desember 2009)

Dalam hal materi pelajaran yang disampaikan dalam Program Paket C di


PKBM Bina Insan Mandiri, semua diatur dalam silabus yang telah disusun.

“Disini ada silabus yang terjadwal dan tiap-tiap satu mata pelajaran diberikan ke
peserta didik dengan mengikuti silabus itu…” (RH, Rabu, 9 Desember 2009)

V.2. Analisa Data


V.2.1 Analisa Data Kuantitatif

51
Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa
sajakah yang mempengaruhi keberhasilan dari target pencapaian Program Paket C di
PKBM Bina Insan Mandiri. Berdasarkan hasil studi pustaka telah diperoleh beberapa
faktor yang diasumsikan memiliki pengaruh, diantaranya kualitas pengajar, fasilitas
sekolah, motivasi intrinsik dan ekstrinsik siswa, pola asuh orang tua, serta pengaruh
teman sebaya. Seluruh faktor tersebut akan diuji pengaruhnya terhadap studi kasus
keberhasilan pencapaian prestasi siswa Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri.

V.2.1.1 Kualitas Guru/Pengajar


Penilaian terhadap kualitas pengajar terlihat pada tabel berikut.
Kategori Interval Jumlah Responden Persentase
(%)
Berkualitas 38 – 48 2 6,7
Baik
Berkualitas 25 – 37 28 93,3
Sedang
Berkualitas 12 – 24 0 0
Kurang

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa (93,3%) menilai
pengajar di PKBM Bina Insan Mandiri berkualitas sedang. Beberapa indikator yang
dijadikan acuan antara lain kemampuan guru dalam mengajar, kemampuan
pengelolaan kelas, dan kedisiplinan guru. Dari sejumlah indikator yang ditanyakan di
kuesioner tersebut, ada satu hal menarik yang patut diperhatikan. Meskipun secara
umum para siswa menilai kualitas pengajar di sekolah mereka hanya pada tataran
sedang, semua siswa setuju (60% diantaranya menyatakan sangat sesuai dengan
kenyataan) bahwa guru memberi kesempatan kepada mereka untuk memberi
pendapat, bertanya maupun memberi pertanyaan. Dengan kata lain, guru mampu
memposisikan diri sebagai fasilitator kegiatan belajar-mengajar dua arah (interaktif).
Hal ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian prestasi siswa atau target Program
Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri tidak ditentukan oleh faktor kualitas guru yang
baik, melainkan kualitas guru yang rata-rata terutama dalam hal kemampuan
mengajar dan kedisiplinan, namun kemampuan guru dalam pengelolaan kelas
mungkin dapat menjadi studi lebih lanjut yang menarik untuk dikaji.

52
30
25

Jumlah Responden
20
15 Berkualitas Baik
Berkualitas Sedang
10
Berkualitas Rendah
5
0
Kualitas Guru

V.2.1.2 Fasilitas Sekolah

Penilaian terhadap fasilitas sekolah terlihat pada tabel berikut.


Kategori Interval Jumlah Persentase
Responden (%)
Memadai 32 – 40 0 0
Cukup Memadai 21 – 31 27 90
Kurang Memadai 10 – 20 3 10

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa (90%) menilai
fasilitas belajar di PKBM Bina Insan Mandiri cukup memadai. Beberapa indikator
yang ditanyakan di kuesioner terkait lokasi sekolah, sarana dan prasarana. Hal positif
yang diberikan siswa antara lain letak dan sarana transfortasi menuju PKBM Bina
Insan Mandiri yang mudah dijangkau (92,5% setuju). Walaupun secara umum para
siswa menilai bahwa fasilitas sekolah mereka cukup memadai, ada beberapa hal yang
patut diperhatikan karena belum memenuhi standar, yaitu 90% menyatakan kondisi
kelas kurang kondusif, 90% menyatakan buku-buku di perpustakaan kurang lengkap,
80% menyatakan ruang kelas kurang bersih dan rapi. Fakta ini cukup menarik. Hal ini
berarti bahwa keberhasilan pencapaian prestasi siswa atau target Program Paket C di
PKBM Bina Insan Mandiri tidak ditentukan oleh faktor fasilitas sekolah yang
memadai (memenuhi standar fasilitas yang baik).

53
30
25

Jumlah Responden
20
Memadai
15
Cukup Memadai
10
Kurang Memadai
5
0
Fasilitas

V.2.1.3 Motivasi Intrinsik Siswa

Penilaian terhadap motivasi intrinsik siswa terlihat pada tabel berikut.


Kategori Interval Jumlah Persentase
Responden (%)
Tinggi 5 – 10 24 80
Sedang 11 – 16 6 20
Rendah 17 – 20 0 0

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia,
seperti: kepribadian, sikap, cara pandang, pengalaman, pendidikan, harapan, cita-cita,
dan lain-lain. Berdasarkan data yang diperoleh, secara signifikan motivasi intrinsik
siswa berpengaruh terhadap target pencapaian Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri. Sebagian besar siswa (80%) menyatakan bahwa mereka memiliki motivasi
intrinsik yang tinggi dalam belajar. Seluruh siswa memiliki cita-cita dan mereka yakin
bahwa Ujian Nasional merupakan sebuah proses untuk mencapai cita-cita sehingga
mereka belajar dan mempersiapkan diri. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
motivasi intrinsik siswa akan diikuti dengan peningkatan target pencapaian Program
Paket C di PKBM Bina Insan Mandirii. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
Maritza yang menyatakan bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi karena motivasi seorang siswa akan mempengaruhi hasil prestasi
belajarnya.

54
30
25

Jumlah Responden
20
Motivasi Tinggi
15
Motivasi Sedang
10
Motivasi Rendah
5
0
Motivasi Intrinsik Siswa

V.2.1.4 Motivasi Ekstrinsik Siswa

Penilaian terhadap motivasi ekstrinsik siswa terlihat pada tabel berikut.


Kategori Interval Jumlah Persentase
Responden (%)
Tinggi 5 – 10 18 60
Sedang 11 – 16 12 40
Rendah 17 – 20 0 0

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa (60%)


menyatakan bahwa mereka memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi dalam belajar.
Berdasarkan penelusuran di kuesioner, keluarga merupakan sumber motivasi tertinggi
(100% setuju), diikuti dengan guru (85% setuju), dan teman-teman (80% setuju).
Sementara itu, suasana bersaing atau berkompetisi dalam belajar cukup tinggi
(mencapai 75%).

30
25
Jumlah Responden

20
Motivasi Tinggi
15
Motivasi Sedang
10
Motivasi Rendah
5
0
Motivasi Ekstrinsik Siswa

55
V.2.1.5 Pola Asuh Orang Tua

Penilaian terhadap pola asuh orang tua terlihat pada tabel berikut.
Kategori Interval Jumlah Persentase (%)
Responden
Demokratis 12,6 – 20 26 86,7
Tidak Demokratis 5 – 12,5 4 13,3

Dari sejumlah indikator yang ditanyakan di kuesioner, umumnya orang tua para
siswa menerapkan pola asuh demokratis. Yang sedikit mencolok hanya pada indikator
rendahnya penghargaan orang tua terhadap pendapat mereka, itu pun jumlahnya
relatif kecil (25%). Sesuai dengan teori bahwa pola asuh orang tua yang demokratis
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar anak, maka hasil penelitian ini
memperkuat hal tersebut.

30

25
Jumlah Responden

20
15 Demokratis
10 Tidak Demokratis
5

0
Pola Asuh Orang Tua

V.2.1.6 Pengaruh Teman Sebaya

Penilaian terhadap pengaruh teman sebaya terlihat pada tabel berikut.


Kategori Interval Jumlah Persentase
Responden (%)
Positif 12,6 – 20 14 46,7
Negatif 5 – 12,5 16 53,3

Kategori positif artinya bahwa teman sebaya memberi pengaruh terhadap


prestasi siswa lulus Ujian Nasional (yaitu sebanyak 46,7%). Kategori negatif artinya
bahwa teman sebaya tidak memberi pengaruh terhadap prestasi siswa lulus Ujian

56
Nasional (yaitu sebanyak 53,3%). Hanya 40% siswa yang memiliki kelompok belajar
(yang aktif atau rutin dilaksanakan hanya 25%). Sebanyak 60% siswa tidak memiliki
kelompok belajar (namun sebanyak 15% menyatakan bahwa mereka sering belajar
bersama teman-teman meskipun tidak memiliki kelompok belajar).

30
25
Jumlah Responden

20
15 Positif
10 Negatif
5
0
Pengaruh Teman Sebaya

V.2.2 Analisa Data Kualitatif


V.2.2.1 Kualitas Pengajar
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar pengajar Program Pendidikan
Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri adalah alumni (lulusan SMA). Selain sebagian
besar lulusan SMA, pengajar di PKBM Bina Insan Mandiri juga tidak memiliki
sertifikasi profesi keguruan. Maka dapat dikatakan bahwa karakteristik yang dimiliki
oleh pengajar Program Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri belum memenuhi
standar kualifikasi pendidik untuk Program Pendidikan Kesetaraan Paket C, yaitu:
1. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1),
2. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
3. Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.
Disamping itu, rasio pengajar dan siswa dalam satu kelas secara ideal, yaitu 1:
14. Namun, berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung, satu kelas Program
Paket C di PKBM Bina Insan mandiri seringkali sekitar 60 siswa dan ditangani oleh
seorang pengajar saja.
Dengan kondisi pengajar yang belum memenuhi standar dan besarnya jumlah
siswa yang diajarkan dalam satu kelas, faktor kualitas guru Program Paket C di
PKBM Bina Insan Mandiri dapat dikatakan bukanlah faktor yang berkontribusi besar
terhadap kelulusan UN siswa.

57
V.2.2.2 Kurikulum
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 14 tahun 2007,
Kurikulum program Paket C mencakup :
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kurikulum Program Pendidikan Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri, yaitu
Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kewarganegaraan, Biologi,
Fisika, Kimia untuk jurusan IPA. Untuk jurusan IPS, yaitu Agama, Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kewarganegaraan, Sosiologi, Ekonomi, Sejarah,
dan Geografi. Dilihat dari hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di dalam
kurikulum Program Paket C PKBM Bina Insan Mandiri, kelompok mata pelajaran
estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, serta kesehatan tidak
diprioritaskan untuk dilaksanakan. Namun, dengan kurikulum yang telah mencakup
mata pelajaran yang menjadi materi UN, maka kurikulum Program Paket C PKBM
Bina Insan Mandiri dapat dikatakan mendukung persiapan UN dan kelulusan siswa.
Namun perlu dikaji lebih lanjut mengenai kesesuaian silabus dengan jadwal materi
yang dilaksanakan di lapangan, dalam hal ini lebih tepat menggunakan penelitian
formatif, sehingga penelitian ini tidak dikaji lebih lanjut.

BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada dua faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan
pencapaian prestasi siswa atau target Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri, yaitu faktor motivasi intrinsik siswa dan faktor pola asuh orang tua.

58
2. Faktor motivasi ekstrinsik siswa memberi pengaruh terhadap keberhasilan
pencapaian prestasi siswa atau target Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri sebesar 60%, faktor pengaruh teman sebaya memberi pengaruh terhadap
keberhasilan pencapaian prestasi siswa atau target Program Paket C di PKBM Bina
Insan Mandiri sebesar 46,7%.
3. Keberhasilan pencapaian prestasi siswa atau target Program Paket C di PKBM
Bina Insan Mandiri tidak ditentukan secara signifikan oleh faktor kualitas guru
yang baik maupun faktor fasilitas yang memadai.
4. Karakteristik yang dimiliki oleh pengajar Program Paket C di PKBM Bina Insan
Mandiri belum memenuhi standar kualifikasi pendidik untuk Program Pendidikan
Kesetaraan Paket C, sementara rasio guru-murid sebesar 1 berbanding 60 (jauh dari
standar yang sesungguhnya yaitu 1 berbanding 14).

VI.2 Rekomendasi
Saran yang diajukan berdasarkan kesimpulan di atas yaitu:
1. Mengingat signifikannya pengaruh motivasi intrinsik dan pola asuh orang tua
dalam mencapai target Program Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri, maka perlu
dibuat suatu mekanisme maupun program yang bertujuan untuk memelihara
motivasi siswa dalam berprestasi serta kerja sama antara sekolah dan orang tua
dalam mendukung prestasi belajar siswa.
2. Bila dalam kondisi kualitas guru dan fasilitas yang sedang saja target Program
Paket C di PKBM Bina Insan Mandiri dapat tercapai sesuai harapan, peningkatan
kualitas kedua faktor tersebut kemungkinan dapat berkontribusi pada tercapainya
target dengan lebih baik lagi.
3. Perlunya peningkatan kualifikasi guru sehingga memenuhi standar Paket C melalui
peningkatan jenjang pendidikan guru berserta pelatihan-pelatihan yang diperlukan,
serta penyusutan jumlah siswa dalam kelas (penambahan kelas dan guru baru) agar
rasio guru-murid dapat mencapai atau sekurang-kurangnya mendekati standar.

59
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia,
1997.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka


Cipta, 2006.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia : edisi kedua,
Jakarta : Balai Pustaka, 1995.

60
Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang : UMM Press. 2007

Hetherington, E.M., and Parke,R.D, Child Psychology: A Contemporary Viewpoint,


Fourth Edition, New York: McGraw-Hill, 1993.

Isaac, Sephen and Michael William B, Handbook In Research and Evaluation, San Diego :
EdITS publishers, 181.

Herman, Joan L dkk, Evaluator’s Handbook, California: Sage Publication, 1987.

Larson, R., and Richards,M.H, Divergent realities: The emotional lives of mothers,
fathers, and adolescents, New York: Basic, 1994.

Linn, Robert L. The Validity and credibility of the achievement levels for the 1990
National Assessment of Educational Progress in Mathematics. California :
UCLA Center for Research on Evaluation, Standards, and Student Testing. 1990.

Mulyana (2004) dalam Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian


Kebudayaan: Ideologi, Epistimologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama, 2006.

Patton, Michael Quinn, Qualitative Evaluation and Research Methods, 2nd ed., London :
Sage Publication,1990.

Pietrzak, Jeanne, Ramler, Malia, Renner, Tanya, Ford, Lucy, dan Gilbert, Neil, Practical
Program Evaluation : Examples from Child Abuse Prevention. London : SAGE
Publications, 1990.

Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2004.

Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: Universitas Indonesia, 1981.


Suchman, Edward A Evaluation Research : Principles and Practice In Public Service &
Social Action Programs. New York : RUSSELL SAGE Foundation, 1967.

Suryabrata ,S., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991.

The World Bank Group, Carleton University. Building Skill to Evaluate Development
Interventions. Netherlands : Ministry of Foreign Affairs, 2004.

Usman, M.U., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, Jogjakarta: Andi Offset, 2005.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia,1984, hlm 174.

Wojowasito dan Poerwadarminta, Kamus Lengkap, Bandung : Penerbit Hasta, 1980.

Yulaelawati, Ella, Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa, Jakarta :


Depdiknas, 2006.

61
Maritza, Teori Motivasi.

Sarwoko. “PROPOSAL: PENGARUH PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN GURU


DALAM MENGAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA (Studi
Terhadap Persepsi Siswa Kelas V SDN Gunung Menanti, Kecamatan Tumijajar
Kabupaten Tulang Bawang Tahun Pelajaran 2008/2009”

Abdullahm, Abu Muhammad Ibnu, “Prestasi Belajar,” http://.spesialis-torch.com, 29 Mei


2008.

Andrewevathea, “Stages In Public Policy Making Process : Policy Evaluation,”


http://one.indoskripsi.com/node/6483, 25 November 2008.

Arianto, “Pengertian Fasilitas Belajar,” http://sobatbaru.com/2008/10/pengertian-fasilitas-


belajar.html, 24 Oktober 2008.

BPPNFi, “Pendidikan Kesetaraan Mau Kemana?,” http://www.bpplsp-reg4.go.id/index.php?


option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, 5 November 2009.

BPPNFi Regional IV, “Pendidikan Kesetaraan : Mau Ke Mana?,” http://www.bpplsp-


reg4.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, 2007.

Departemen Agama RI, “Kurikulum Harus Implementatif,”


http://pendis.depag.go.id/index.php?a=kurikulum

Dinas Pendidikan DKI Jakarta, “Perkembangan Anak Putus Sekolah Tiap Profinsi,”
http://docs.google.com/gview?
a=v&q=cache:iCdOffGGFN8J:www.depdiknas.go.id/statistik/0506/sma_0506/tbl_0
3i.pdf+data+putus+sekolah&hl, 2008.

Departemen Pendidikan Nasional, “PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR
PENILAIAN PENDIDIKAN,” http://puspendik.info, 4 Novemver 2009.

Departemen Pendidikan Nasional, “Sistem Pendidikan Nasional,”


http://www.depdiknas.go.id/content.php?content=file_sispen, 5 November 2009

Depdiknas, “Acuan Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan Luar


Sekolah tahun 2006,” http://www.sekolahmaya.net/data/Acuan
%20Pelaksanaan.pdf, 2008.

‘Jojo’ Raharja, “Pendidikan Kesetaraan : Mau Kemana?,” http://www.bpplsp-


reg4.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=39&Itemid=2, 2009.

Hasan, Ummul Murtafiah, “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,”


http://media.diknas.go.id/media/document/5783.pdf 06 Februri 2009.

Kurikulum, http://labschool-unj.sch.id/doc/PG-TK/kurikulum.pdf.

62
Kominfo Newsroom, “Depsos Modali Anak Jalanan Rp 1,5 Juta,”
http://www.endonesia.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&cid=5&artid=1521, 11 Juni 2008.

Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia, “Jenis/Macam Tipe Pola Asuh
Orang tua pada Anak & Cara Mendidik / Mengasuh Anak yang Baik”,
www.organisasi.org, 9 Mei 2008.

Risti, “Model Kurikulum Terkini”, http://www.unika.ac.id/kronik/09032009.pdf, 09 Maret


2009.

Riyana, “Komponen Pembelajaran”, www.kurtek.upi.ac.id, 2007.

Sekolah Madta, “Acuan pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jendral Pendidikan


Luar Sekolah tahun 2006”, http://www.sekolahmaya.net/data/Acuan
%20Pelaksanaan.pdf, 5 November 2009.

Tempo Interaktif, “UU RI No.20 Thn.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,”


http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/03/31/prn,20040331-
09,id.html., 5 November 2009.

Wikipedia bahasa Indonesia, “Kurikulum Berbasis Kompetensi,”


http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Berbasis_Kompetensi, 11 Oktober 2009.

Wikipedia bahasa Indonesia, “Kurikulum”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum, 22


Agustus 2009.

Wikipedia bahasa Indonesia, “Pendidikan Informal,”


http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_informal, 5 November 2009.

Wikipedia bahasa Indonesia, “Pendidikan Nonformal,”


http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_nonformal, 27 Oktober 2009.

63

You might also like