You are on page 1of 11

JOURNAL READING

Implikasi Prognostik Dosis Diuretik pada Gagal


Jantung Kronis

Disusun Oleh :

Brilliant Zanuar Ichsan NIM G 0005068

Pembimbing :
dr. Aminan, Sp. JP

KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD SRAGEN
SURAKARTA
2011
Implikasi Prognostik Dosis Diuretik pada Gagal
Jantung Kronis

Joa˜o Martins, MD1, Patrı´cia Lourenc¸o, MD1, Jose´ Paulo Arau´ jo, MD, PhD1, Joana
Mascarenhas, MD1, Ricardo Lopes, MD1, Ana Azevedo, MD, PhD1,2, and Paulo
Bettencourt, MD, PhD1

Abstrak
Latar Belakang: Prognosis pemakaian dosis diuretik belum sepenuhnya dimengerti. Jurnal
ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara dosis diuretik dengan prognosis jangka
panjangnya pada pasien gagal jantung kronis. Metode dan Hasil: studi klinis ini merupakan
studi kohort retrospektif pada 244 pasien yang terdaftar dalam sebuah klinik gagal jantung
rawat jalan. Kriteria admisinya memiliki stabilitas klinis dalam 3 bulan sebelumnya dan
mendapatkan terapi medis optimal. Disini direkam pula karakteristik demografik, klinis dan
parameter laboratorisnya. Pasien dievaluasi selama 2 tahun dan hasilnya didefinisikan
sebagai “semua penyebab kematian atau admisi rumah sakit dikarenakan perburukan gagal
jantung(HF). Pasien dengan furosemide dosis < 80 mg dibandingkan dengan dosis yang
lebih tinggi. Para pasien dikelompokkan berdasarkan dosis furosemide (<80 mg dan > 80 mg/
hari) dan berdasarkan volemia yang dinilai dari skor retensi natrium: <3 (euvolemia) versus
>3 (hipervolemia). Pasien dengan dosis diuretik lebih tinggi (n=79) berusia lebih tua, lebih
hipervolemik dan lebih simtomatis. Pasien dengan furosemid > 80 mg memiliki risiko
kematian atau admisi hospital lebih tinggi (hazard ratio [HR]: 2,07, 95% confidence interval
[CI]: 1,37-3,1). Untuk setiap tablet furosemide 40 mg, ada peningkatan risiko timbulnya efek
samping sebesar 67% dalam waktu 2 tahun. Peningkatan risiko tidak tergantung variabel-
variabel lain yang secara kasar berkaitan dengan prognosis. Diantara pasien euvolemik,
pasien dengan dosis <80 mg/hari tampak lebih baik dibanding dosis yang lebih tinggi.
Diantara pasien hipervolemik, dosis diuretik tidak memiliki implikasi prognostik.
Kesimpulan: dosis diuretik yang lebih tinggi berkaitan kuat dan independen terhadap hasil
efek samping jangka panjang pada gagal jantung kronis. Mungkin sebaiknya dosis diuretik
pada pasien euvolemik diturunkan.
Pendahuluan

Diuretik telah lama berperan dalam manajemen gagal jantung (HF) bahkan sampai
saat ini. Para klinisi telah mengetahui dengan baik akan pengaruh diuretik dalam menurunkan
simptom pada keadaan gagal jantung akut, dan bahwa diuretik merupakan bagian dari
manajemen HF jangka panjang yang direkomendasikan jika terdapat tanda atau gejala klinis
kongesti. Namun berkebalikan dengan ACEIs, β-blocker (BB) dan antagonis aldosteron yang
telah terbukti menguntungkan dalam survival pasien pada banyak trial kontrol randomized,
studi prospektif besar menilai kurangnya efek prognostik penggunaan diuretik dan dosisnya
pada mortalitas. Sebuah metaanalisis pada beberapa trial kontrol randomized kecil
menyimpulkan bahwa penggunaan diuretik berhubungan dengan penurunan mortalitas dan
perburukan HF. Beberapa studi retrospektif dan observasional lainnya melaporkan adanya
peningkatan mortalitas dan admisi karena perburukan HF pada pasien dengan terapi diuretik.
Meskipun termasuk dalam terapi HF yang disetujui, namun belum ada data pedoman strategi
dosisnya. Studi retrospektif sekarang ini melakukan pendekatan pada pertanyaan yang belum
terpecahkan ini dan melaporkan adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas dengan
penggunaan diuretik yang lebih tinggi bahkan setelah mempertimbangkan variabel dasar.
Sebuah studi prospektif pada 186 pasien dengan HF menemukan bahwa hubungan antara
dosis loop diuretik yang lebih tinggi dengan kematian atau kejadian masuk rumah sakit
karena perburukan HF dilemahkan oleh riwayat instabilitas klinis.
Studi pada binatang menunjukkan perburukan fungsi sistolik ventrikel kiri yang
secara signifikan lebih cepat dan peningkatan kadar aldosteron pada binatang yang mendapat
diuretik dibandingkan dengan plasebo.
Pada praktek klinis, dokter cenderung mengasumsikan bahwa dosis diuretik yang
lebih tinggi memiliki penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan yang dosisnya rendah.
Kenyataannya, hal ini hanyalah bersifat intuitif bahwa pasien yang memerlukan dosis diuretik
yang lebih tinggi untuk mencegah retensi cairan dan mengendalikan simptom adalah lebih
sakit dari yang lainnya. Bagaimana pentingnya prognostik potensial dosis diuretik pada gagal
jantung kronis belum dimengerti dengan baik, pada teorinya, hasil dapat diperburu dengan
efek samping diuretik yang sudah diketahui.
Tujuan studi ini adalah untuk membandingkan profil pasien dengan gagal jantung
(HF) berdasarkan dosis diuretik dan mengetahui nilai prognostik dosis diuretik pada pasien
rawat jalan yang menderita gagal jantung kronis ringan – moderat.

Metode
Metode yang digunakan berupa studi kohort retrospektif pada pasien rawat jalan yang
berkunjung ke klinik spesialistik gagal jantung (HF) di RS S. Joao, sebuah rumah sakit
pendidikan pelayanan tersier umum. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara skrining rekam
medis. Data-data diskrining berurutan berdasarkan pesanan jumlah data; dari pasien pertama
sampai pasien terakhir yang berkunjung ke klinik HF. Kriteria inklusi yang dipergunakan
dalam studi ini sebagai berikut :
• Stabilitas klinis dalam 3 bulan terakhir dengan terapi medis optimal
• Terapi optimalàpasien dengan dosis obat tertinggi yang masih bisa ditoleransi dan
merupakan dosis obat yang telah dimodifikasi untuk mengetahui prognosisnya,
kapanpun diindikasikan.
• Tidak boleh ada perubahan dosis diuretik dalam 3 bulan terakhir
Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan tidak ada evaluasi
echocardiografi dieksklusikan. Didapatkan total 244 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
Kemudian untuk data demografik dan pemeriksaan fisik, komorbiditas, medikasi yang sedang
digunakan dan parameter laboratorium diperiksa oleh 3 dokter yang bekerja di klinik.
Kriteria diagnosis gagal jantung yang digunakan disini berdasarkan European Society of
Cardiology:
• Disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD) berat : fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF)
30%
• LVSD moderat : LVEF 30%-40%
• LVSD ringan : LVEF 40%-50%
• Fungsi sistolik normal : LVEF>50%
Hipertensi arterial didefinisikan berdasarkan diagnosis medis atau terapi medis
sebelumnya, dan diabetes mellitus didasarkan pada ada tidaknya riwayat diabetes atau resep
oral anti hipoglikemik/insulin saat ini. Dosis Β-blocker yang ditampilkan adalah dosis
equivalen carvedilol (50 mg carvedilol= 10 mg bisoprolol= 10 mg nebivolol = 200 mg
metoprolol) dan dosis ACEIyang digunakan adalah dosis equivalen lisinopril (20 mg
lisinopril=8 mg perindropil=10 mg enalapril=20 mg fosinopril=4 mg trandolapril= 5 mg
ramipril= 150 mg captopril). Dalam analisis prognosis, digunakan titik akhir kombinasi dari
kematian karena semua penyebab atau masuknya pasien ke RS (rawat inap) karena
perburukan HF. Lama follow up diperhitungkan dari tanggal dimulainya terapi optimal
selama 3 bulan sampai kejadian titik akhir atau kontak terakhir dengan pasien, disensor 2
tahun.
Cutoff furosemide 80 mg per hari digunakan untuk mendefinisikan dosis loop diuretik
yang rendah dan yang tinggi. Cutoff ini sudah pernah digunakan pada penelitian sebelumnya
dan berhubungan dengan angka median dosis loop diuretik. Hipervolemi didefinisikan
sebagai skor retensi natrium > 3. Pasien diklasifikasikan silang menjadi 4 kelompok
berdasarkan 2 kriteria ini :
1. Euvolemik dengan dosis diuretik rendah
2. Euvolemik dengan dosis diuretik tinggi
3. Hipervolemik dengan dosis diuretik rendah
4. Hipervolemik dengan dosis diuretik tinggi
Analisis Statistik
Variabel kontinyu dipresentasikan sebagai rata-rata/mean (standard deviasi) atau
median (kisaran interquartil) jika terdistribusi tidak normal. Variabel kategoris
dipresentasikan sebagai perhitungan dan proporsi. Perbandingan antara kelompok pasien
dengan dosis diuretik tinggi rendah dibuat dengan uji chi square untuk variabel kategoris, uji
t sampel independen untuk variabel kontinyu yang terdistribusi normal, dan uji Mann-
Whitney untuk variabel kontinyu dengan distribusi miring. Untuk perbandingan variabel
yang terdistribusi tidak normal diantara lebih dari 2 kelompok, digunakan uji Kruskal-Wallis.
Kelangsungan hidup berdasarkan dosis diuretik dinilai menggunakan motode Kaplan-Meier.
Analisis regresi Cox digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berhubungan dengan
hasil yang buruk. Semua variabel yang berkaitan dengan hasil dalam analisis univariat seperti
halnya yang nampak sebagai perbedaan signifikan antara kelompok diuretik dosis tinggi dan
rendah diperhitungkan dalam model regresi Cox multivariat. Seluruh analisis dilakukan
menggunakan SPSS 13.0. Nilai P <0,05 dinilai signifikan secara statistik.

Hasil
Karakteristik dasar sampel studi ditunjukkan di tabel 1. Secara keseluruhan usia rata-
rata 68 tahun dan predominan laki-laki. Mayoritas pasien (76,9%) menderita gagal jantung
sistolik. Kesemua 224 pasien merupakan NYHA klas I atau II. Hanya 15 pasien (6,1%) yang
tidak mengonsumsi loop diuretik. Di antara 224 pasien studi, 165 orang (67.6%) dengan dosis
diuretik rendah (furosemide <80 mg/hari) dan 79 orang dengan dosis tinggi (32.4%).
Karakteristik pasien dengan dosis diuretik tinggi dan rendah dibandingkan (tabel 1). Pasien
dengan furosemide >80 mg/hari secara signifikan berusia lebih tua, index massa tubuh lebih
tinggi, klas NYHA lebih tinggi, lebih sering hipervolemik dan memiliki fungsi ginjal yang
buruk. Titik akhir kombinasi terjadi pada 48 (29,1%) pasien dengan dosis furosemide rendah
dan 42 (53,2%) pasien dengan dosis diuretik tinggi (P<0,001).
Gambar 1 (panel kiri) menampilkan 3 plot kotak yang membandingkan dosis
furosemide berdasarkan klas NYHA pada dasarnya. Dosis loop diuretik meningkat dengan
naiknya derajat berat simptom yang dinilai dengan klas NYHA. Dosis furosemide median
(interquartile range) sebesar 60 (40-80) mg/hari pada 79 pasien NYHA klas I, 80 (40-120)
mg/hari pada 145 pasien NYHA klas II, dan 100 (80-150) mg/hari pada 20 pasien NYHA
klas III (P < .001). Di panel kanan, 4 plot kotak menampilkan dosis furosemide berdasarkan
disfungsi ventrikel kiri. Tak ada perbedaan yang ditemukan diantara pasien dengan gagal
jantung sistolik dan diastolik, serta dosis loop diuretik tak berkaitan dengan fungsi ventrikel
kiri. Dosis furosemide median (interquartile range) sebesar 80 (40-120) mg/hari pada 57
pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri normal, 80 (40-100) mg/hari pada 36 pasien
dengan LVSD ringan, 80 (40-120) mg/hari pada 59 pasien dengan LVSD moderat, dan 80
(40-120) mg/hari pada 91 pasien dengan LVSD berat (P ¼ .85). Table 2 merepresentasikan
analisis univariat Cox dari hubungan antara tiap variabel dan kematian dari semua sebab atau
masuk rumah sakit spesialistik gagal jantung dalam waktu 2 tahun. Variabel-variabel yang
secara kasar dihubungkan dengan hasil studi yaitu diabetes mellitus, etiologi iskemik gagal
jantung, indeks retensi natrium, dosis β-blocker, dan dosis loop diuretik. Model multivariat
yang digunakan ditampilkan dalam tabel 3. Dosis loop diuretik berhubungan dengan hasil
yang buruk setelah mempertimbangkan semua prediktor lainnya---hazard ratio (HR) ¼ 1.67;
95% confidence interval (CI): 1.28-2.16; P < .001. Total dari 141 (57.8%) pasien euvolemik
dan dengan dosis diuretik rendah; 23 pasien (9.4%) hipervolemik dengan dosis diuretik
rendah, 29 pasien hipervolemik dengan dosis diuretik tinggi, dan 50 pasien (20.5%)
euvolemik dengan dosis diuretik tinggi, tidak ada data retensi natrium yang tersedia pada
pasien studi 1. Gambar 2 merepresentasikan kurva survival bebas hospitalisasi berdasarkan 4
kelompok yang dibuat. Pasien euvolemik dengan dosis diuretik tinggi memiliki hasil yang
lebih buruk daripada yang euvolemik dengan dosis diuretik rendah (HR [95% CI]: 2.70
[1.67-4.36]). Pada pasien hipervolemik, dosis diuretik tidak memiliki nilai prognostik (HR
[95% CI]: 1.06 [0.45-2.52]).

Diskusi
Studi ini menunjukkan bahwa dalam kelompok pasien gagal jantung ringan-sedang,
dosis diuretik berhubungan dengan prognosis, khususnya pada pasien euvolemik. Dosis
furosemide yang lebih tinggi berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
bahkan setelah mempertimbangkan prediktor dari hasil efek samping lainnya, yaitu
hipervolemia yang dinilai berdasarkan skor retensi natrium. Untuk tiap tablet furosemide di
atas dari sebuah terapi medis optimal yang ada, ada 66% (95% CI: 28-116) mengalami
kenaikan risiko kematian karena semua sebab atau masuk rumah sakit karena perburukan HF
dalam waktu 2 tahun.
Beberapa mekanisme mengintepretasikan pengaruh buruk yang jelas ada dari terapi
diuretik dan mendukung kemungkinan hubungan kausalitas antara dosis tinggi diuretik
dengan hasil klinis yang buruk. Aksis renin-angiotensin aldosteron dan aktivasi sistem saraf
simpatis (RAAS); deplesi volume, hipotensi, disfungsi ginjal; dan gangguan elektrolit
merupakan efek negatif dari agen diuretik yang mungkin berperan aktif dalam perburukan
klinis dan progresi pasien HF. Di sini juga dideskripsikan peningkatan fibrosis miokardium
yang berkaitan dengan penggunaan diuretik dan resistensi diuretik. Penekanan khusus pada
deplesi magnesium dan kalium karena defisit ion-ion ini berhubungan dengan peningkatan
risiko kejadian aritmia seperti halnya peningkatan vasokonstriksi. Aktivasi aksis
neurohormonal dapat bertindak sebagai mekanisme feed-forward karena aktivasi ini
memperburuk vasokonstriksi dan sebagai tambahan, menurunkan aliran darah ke ginjal.
Dalam konteks ini, resistensi diuretik dapat diintepretasikan sebagai penurunan kapasitas
organisme dalam menyalurkan jumlah diuretik yang sama yang akan bekerja di ginjal karena
penurunan perfusi. Maka dari itu dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek
yang sama seperti dosis yang lebih rendah hasilkan sebelumnya.
Studi ini juga memasukkan penilaian volemia karena hal ini bisa mempengaruhi dosis
diuretik yang dibutuhkan dan persepsi dokter akan derajat berat HF. Meskipun penggunaan
furosemide >80 mg/hari berhubungan dengan klas NYHA yang buruk, namun juga benar
bahwa banyak pasien dengan dosis tinggi loop diuretik yang euvolemik. Maka, berkebalikan
dengan studi sebelumnya, dibuatlah kelompok-kelompok berdasarkan 2 karakteristik ini dan
diverifikasi bahwa ada perbedaan substansial antara pasien euvolemik dengan furosemid
dosis tinggi dan rendah saat hasilnya dipertimbangkan. Pasien euvolemik dengan dosis
diuretik yang lebih tinggi memiliki risiko kematian atau risiko masuk rumah sakit kembali
hampir 3 kali lipat lebih besar (2.70, 95% CI: 1.67-4.36) dibandingkan dengan pasien
euvolemik dengan dosis yang lebih rendah (<80 mg/hari). Pada pasien hipervolemik baik
dengan dosis diuretik tinggi maupun rendah merepresentasikan zona abu-abu, menunjukkan
kebaikan yang tidak signifikan daripada yang euvolemik dengan dosis diuretik yang tinggi,
juga keburukan yang tidak signifikan daripada yang euvolemik dengan dosis diuretik yang
rendah.
Untuk penilaian kongesti, digunakan skor retensi natrium seperti yang diusulkan oleh
Cody, orang pertama yang disebutkan dalam literatur ini. Kebutuhan kuantifikasi hanya
sebatas diketahui dan masih underscored sekarang ini. Skor kongesti kompleks yang mencari
informasi dari penilaian bedside, laboratorium, dan manuver dinamik dideskripsikan
sekarang ini, namun tidak layak untuk dimasukkan dalam praktek klinis tiap hari. Skor yang
diusulkan Cody memiliki keuntungan lebih simpel dan hanya berdasar parameter penilaian
bedside yang telah menunjukkan semua yang berhubungan dengan kongesti sisi tangan kiri
maupun tangan kanan, dan telah menunjukkan bahwa kombinasi mereka akan meningkatkan
nilai prediksinya.
Implikasi prognostik dosis loop diuretik menunjukkan efek yang linear—pasien
mengalami deteriorasi hasil yang progresif di tiap peningkatan tablet furosemide. Relasi
linear dan hubungan independen dengan hasil dalam sebuah model multivariat menunjukkan
bahwa loop diuretik mungkin memiliki pengaruh buruk intrinsik.
Hasil studi ini memperkuat strategi empiris down-titration dari dosis diuretik saat
kontrol simptomatik dan euvolemik tercapai. Hal ini dapat berhasil, seperti insulin pada
diabetik, dengan protokol patient-controlled, yangmana pasien akan menitrasi dosis diuretik
mereka berdasarkan derajat berat simptom.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Ini merupakan studi retrospektif single-
centered. Bentuk retrospektif studi ini menghalangi kesimpulan pasti mengenai hubungan
sebab-akibat dan implikasi prognostik variabel-variabel dalam studi ini. Studi ini juga tidak
mempertimbangkan perubahan yang mungkin terjadi pada dosis diuretik dan status volemik
dalam waktu yang lebih lama. Evaluasi single baseline tidak cukup dan tidak mengeliminasi
potensial perancu yang besar dengan indikasi. Setback penting lainnya dari studi ini adalah
kurangnya data respon natriuretik, karena analisis urin tidak tersedia pada sebagian besar
pasien. Variabel penting tak tereksklusi yang memiliki implikasi prognostik adalah
magnesium serum (pengukuran deplesi ion) dan aktivitas renin plasma seperti halnya
determinasi aldosteron serum (pengukuran aktivasi neurohumoral). Karena ada
kecenderungan bahwa pada pasien dengan dosis diuretik lebih tinggi menjadi memakai dosis
ACEI yang lebih rendah, maka tidak dapat dieksklusikan hasil yang buruk pada pasien
dengan furosemid > 80 mg sedikitnya sebagian karena dosis suboptimal dari ACEIs. Namun
dampak prognostik dosis diuretik tidak tergantung pada dosis ACEIs. Meski ada beberapa
keterbatasan ini, namun sampel pasien yang digunakan relatif besar dan follow up dalam
jangka waktu yang lama telah dipertimbangkan. Sebagian besar pasien adalah pasien NYHA
I dan II, menghalangi ekstrapolasi hasil pada populasi pasien yang lebih simptomatis. Hasil
studi ini tidak dapat tepat memprediksi hasil yang akan diobservasi pada pasien seperti ini,
namun mempertimbangkan pasien dengan kelas yang lebih tinggi lebih sering hipovolemik,
diharapkan bahwa dosis diuretik akan memiliki dampak prognostik yang lebih lemah ataupun
bahkan tak ada pada subgrup ini.
Berbeda dengan studi lainnya, skor retensi natrium digunakan untuk menilai volemia
dan mengelompokkan menjadi 4 grup berdasarkan dosis diuretik dan adanya hipervolemik.
Bentuk retrospektif studi ini, dengan beberapa anak permasalahannya, bagaimanapun juga
memiliki keuntungan potensial yang tidak mempengaruhi pola preskripsi.
Pertanyaan mengenai studi ini mencoba mengarahkan representasi sebuah contoh
keadaan langka yang bentuk retrospektif dapat mengatasi bias pengaruh studi ini sendiri
dalam prekripsi/ resep; suatu bias yang sedemikian dapat sangat sulit untuk dikontrol pada
bentuk yang prospektif.

Figure 1. Left: Depicted are 3 box plots that show loop diuretic dose distribution according to NYHA
class. Furosemide dose increased with increasing severity as assessed by NYHA class, P < .001;
Right: Depicted are 4 box plots that represent the loop diuretic dose according to left ventricular
dysfunction. No difference was detected between patients with systolic and diastolic HF and
furosemide dose did not associate with HF severity as assessed by left ventricular function, P=.85.
HF indicates heart failure; NYHA, New York Heart Association
Tabel 2. Analisis Univariat Cox pada Prediktor Kandidat Prognosis
HR (95% CI)
Demographic and clinical characteristics
Age (per year) 1.01 (0.99-1.03)
Male gender 1.34 (0.84-2.12)
BMI (per kg/m2) 1.00 (0.98-1.01)
Arterial hypertension 1.13 (0.73-1.74)
Diabetes mellitus 1.73 (1.12-2.68)
Systolic HF 1.49 (0.89-2.50)
Severe LVSD 1.38 (0.91-2.09)
Ischemic etiology 1.55 (1.02-2.36)
NYHA class III (vs II/I) 1.40 (0.70-2.78)
Sodium retention index (per unit) 1.16 (1.01-1.33)
Systolic blood pressure (per mm Hg) 1.00 (0.99-1.00)
Diastolic blood pressure (per mm Hg) 0.98 (0.96-0.99)
Heart rate (per min) 1.00 (0.98-1.02)
Hemoglobin (per g/dL) 0.95 (0.84-1.08)
Plasma creatinine (per mg/dL) 1.20 (0.74-1.95)
Serum sodium (per mEq/L) 0.98 (0.92-1.04)
Medications in use
Beta-blocker (yes vs no) 0.87 (0.54-1.41)
Beta-blocker dose (per mg of carvedilol/day) 0.99 (0.98-1.00)
ACE-inhibitor (yes vs no) 1.84 (0.68-5.02)
ACE-inhibitor dose (per mg of lisinopril/d) 0.98 (0.96-1.01)
Spironolactone 0.85 (0.55-1.32)
Digoxin 1.21 (0.77-1.90)
Furosemide (above vs below 80 mg/d) 2.07 (1.37-3.14)
Furosemide (per 40 mg/d) 1.51 (1.23-1.86)

NOTE: ACEI=angiotensin-converting enzymeinhibitor; BMI=bodymass index; CI =confidence interval; HF=heart


failure; HR= hazard ratio; LVSD=left ventricular systolic dysfunction; NYHA=New York Heart Association.

Tabel 3. Model Regresi Cox Multivariat


Hazard Ratio 95% Confidence Interval P
Value
Furosemide (per 40 mg/d) 1.67 1.28-2.16
<.001
b-blocker dose (per mg/day) 0.99 0.98-1.00 .03
Diabetes mellitus 2.01 1.24-3.25
.005
Diastolic blood pressure (per mm Hg) 0.98 0.96-1.00 .04
Age (per year) 0.98 0.96-1.00 .06
Sodium retention index (per unit) 0.98 0.84-1.15 .81
NYHA class III (vs II/I) 0.63 0.28-1.44 .28
BMI (per kg/m2) 0.97 0.92-1.03 .32
Plasma creatinine (per mg/dL) 0.82 0.46-1.45 .49
Ischemic etiology of HF 1.00 0.88-1.14 1.00
ACEI dose (per mg/d) 0.99 0.96-1.01 .40

NOTE: ACEI =angiotensin-converting enzyme inhibitor; BMI =body massindex; NYHA =New York Heart
Association.
a Variables crudely associated with the combined end point as well as variables shown to be different in high-

and low-dose loop diuretic groups entered the model.

Kesimpulan
Dosis diuretik yang lebih tinggi berhubungan secara independen dengan hasil yang
lebih buruk. Hasil jurnal ini menyarankan bahwa kemungkinan ada keuntungan yang
diperoleh dengan menurunkan dosis diuretik khususnya pada pasien euvolemik. Studi
tambahan diperlukan untuk mendukung hipotesis ini.

You might also like