Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
2. Pengaruh budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap
makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan produksi pangan.
Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul,
tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makananan menjadi rendah.
4. Penyakit
Konsumsi makanan yang rendah juga bias disebabkan oleh penyakit, terutama
penyakit infeksi pada saluran pencernaan. Namun tidak hanya infeksi pada saluran
pencernaan saja. Biasanya kondisi sakit juga mempengaruhi nafsu makan. Dalam
kondisi sakit seseorang cenderung merasa lemas dan nafsu makannya berkurang.
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan zat gizi anak dalam keluarga.
6. Produksi pangan
Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh produksi
pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih
menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
• Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga kecocokan tanah, tanah yang
digunakan, jumlah tenaga kerja)
• Peternakan dan perikanan (jumlah ternak seperti, kambing, bebek) dan alat
penangakap ikan
Data Sosial
• Pendidikan
• Keberadaan buku-buku
• Data Ekonomi
• Kekayaan yang terlihat seperti tanah, ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan,
radio, TV
• Pengeluaran /anggaran ( Pengeluaran untuk makan, menyewa, pakaian,
bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan )
b. menghasilkan produk yang tahan lama, terutama untuk pangan yang akan
disimpan atau diangkut dalam jarak jauh;
c. pengeringan;
C. CONTOH KASUS
Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status
gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti
kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium, dan kurang
vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya
manusia. Oleh karena, status gizi memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh
terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu, dan produktivitas kerja.
Indonesia harus menelan ”pil pahit” karena hanya sebagian kecil dari
penduduknya yang kebutuhan gizinya tercukupi. National Socio-Economic Survey
(Susenas) mencatat, pada tahun 1989 saja ada lebih dari empat juta penderita gizi
buruk adalah anak-anak di bawah usia dua tahun. Padahal menurut ahli gizi, 80
persen proses pembentukan otak berlangsung pada usia 0-2 tahun.
Dalam hal angka kematian bayi, Indonesia (31/1.000 kelahiran) hanya lebih
baik dibandingkan dengan Kamboja (97/1.000) dan Laos (82/1.000). Jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, kita masih tertinggal. Singapura dan
Malaysia memiliki angka kematian bayi amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per
1.000 kelahiran. Ini menunjukkan besarnya perhatian negara itu terhadap masalah
gizi dan kesehatan yang dihadapi anak-anak.
Ada sekitar 7,6 juta anak balita mengalami kekurangan gizi akibat
kekurangan kalori protein. Itu data yang dihimpun Susenas empat tahun lalu. Bukan
tidak mungkin saat ini jumlahnya meningkat tajam karena krisis ekonomi yang
berkepanjangan ditambah dengan masalah pangan yang sulit didapat. Bahkan
menurut United Nations Children’s Fund (Unicef) saat ini ada sekitar 40 persen anak
Indonesia di bawah usia lima tahun (balita) menderita gizi buruk.
Seorang anak yang pada usia balita kekurangan gizi akan mempunyai
Intellegent Quotient (IQ) lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki
sekolah. Perkembangan otak anak usia balita sangat ditentukan oleh faktor
makanan yang dikonsumsi. Zat gizi seperti protein, zat besi, berbagai vitamin,
termasuk asam lemak omega 3 adalah pendukung kecerdasan otak anak. Zat-zat
itu bisa didapat dari makanan sehari-hari seperti ikan, telur, susu, sayur-sayuran,
kacang-kacangan, dan sebagainya. Singkatnya, pola makan seorang anak haruslah
bervariasi, tidak hanya satu atau dua jenis saja.
Pada umumnya banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan
kandungan gizi yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Mereka lebih banyak peduli
bahwa “yang penting anak kenyang”, tanpa memperhatikan keseimbangan gizinya.
Padahal akibat dari asupan gizi yang kurang diantaranya daya tahan tubuh
terhadap tekanan atau stress menjadi menurun. Sistem imunitas dan antibodi
berkurang, sehingga mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, dan diare. Pada
anak-anak hal ini dapat bisa berbahaya dan bahkan bisa membawa kematian.
Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal juga tergantung pemberian
nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Pada masa tumbuh
kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak-anak tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna sehingga dampak masalah gizi bagi
anak sekolah dapat berupa gangguan pertumbuhan dan kesegaran jasmani yang
rendah. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak harus diperhatikan
sedini mungkin, agar terhindar dari ancaman berbagai penyakit yang bisa berujung
pada kematian. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah kasus-kasus di daerah
endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), akibatnya pertumbuhan
penduduknya sangat terhambat seperti cebol atau kretinisme.
Kurangnya asupan zat gizi yang seimbang dalam jangka panjang dapat
menyebabkan ancaman malnutrisi bahkan dimulai pada saat kehamilan atau dalam
kandungan ibu. Malnutrisi ini bisa menyebabkan kematian apabila tidak ditanggani
sedini mungkin. Selain malnutrisi, ada ancaman penyakit lain yang disebabkan
makanan atau jajanan anak sekolah. Jajanan yang mengadung zat kimia dan
bersifat karsinogenik, seperti zat pengawet (formalin, borax), pewarna sintetik,
perasa (MSG) dapat terakumulasi pada tubuh yang dalam jangka panjang
menyebabkan penyakit kanker dan tumor. Apabila anak mengkonsumsi asupan gizi
yang tidak seimbang, maka ancamannya berupa penyakit seperti anemia defisiensi
zat besi, kekurangan vitamin A (KVA), bahkan gangguan akibat kekurangan yodium
di suatu komunitas terutama daerah endemik.
Biasakan menimbang berat badan minimal satu bulan sekali, lebih biak lagi
tiap minggu. Meski kelihatan sederhana, tetapi berat badan dapat menjadi suatu
cara untuk mengetahui perubahan status gizi kita, terutama pada anak-anak.
Kenaikan atau penurunan berat badan, harus dicari penyebabnya dengan
mengevaluasi yang kita makan dan berapa banyaknya. Ketika kita makan banyak
tetapi berat tidak naik atau makan sedikit berat malah naik, perlu diwasdai adanya
gangguan penyakit tertentu. Hipertiroid, misalnya. Meski kita sudah makan banyak
tetapi berat malah turun atau juga gejala kencing manis, makan banyak tetapi
berat secara drastis merosot. Berat badan jika digabung dengan parameter lain,
misalnya: tinggi badan, dapat digunakan untuk mengetahui massa tubuh kita
dengan menggunakan Rumus IMT yaitu berat badan (kg): tinggi badan (m)2 jika
hasilnya 18,5 sampai 25, maka IMT kita tergolong normal. Tetapi jika nilainya lebih
25, berarti ada kelebihan gizi dan jika kurang 18,5 maka termasuk kurang.
Melakukan evaluasi yang telah kita makan satu hari --lebih baik tiga hari--
dapat dilakukan dengan mencatat (food record), atau mengingat yang telah
dimakan food recall. Secara sederhana kita dapat mengevaluasi, apakah yang kita
makan memenuhi gizi seimbang. Artinya, ada sumber zat tenaga, zat
pembangunatau zat pengatur. Jika ingin lebih detil, dapat berkonsultasi untuk
dianalisis zat gizinya. Hasil analisis dapat diketahui apakah cukup atau tidak
konsumsi makanan kita. Bahkan dapat diketahui zat gizi apakah yang kelebihan
dan yang kekurangan. Hasil analisis juga dapat dibuat semacam prediksi gangguan
gizi, atau penyakit apa apa saja yang mungkin muncul di masa mendatang.
Pemerintah harus mencari jalan atau cara yang lebih jitu, untuk memecahkan
berbagai masalah gizi sesuai perkembangan iptek terbaru. Sebagai contoh,
program mengatasi kekurangan zat besi pada ibu hamil dengan pemberian
suplementasi zat besi. Program tersebut telah berjalan puluhan tahun, tetap tidak
menghasilkan hasil yang memuaskan. Sampai saat ini, prevalensi nasional masih di
atas 40 persen.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Apa yang di makan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk
mengukur status gizi dan ditemukan factor diet yang dapat menyebabkan
malnutrisi.
2. Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh
produksi pangan.
6. Banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan kandungan gizi
yang dikonsumsi oleh anak-anaknya.
B. SARAN
Status gizi masyarakat Indonesia yang buruk harus segera ditemukan jalan
keluarnya. Tidak hanya pemerintah saja tetapi seluruh elemen masyarakat
berkewajiban membantu sesama manusia yang mengalami gizi buruk. Agar
permasalahan ini tidak menimbulkan gangguan dalam tatanan kehidupan
bernegara.