You are on page 1of 8

UJI FERTILISASI TEPUNG SARI PADA TANAMAN KELAPA

(UJI VIABILITAS POLEN)


Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea Makassar 90245

ABSTRAK
Pemuliaan tanaman kelapa merupakan suatu metode pemanfaatan keragaman
genetik plasma nutfah kelapa secara sistematis untuk menghasilkan varietas baru
yang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu metode pemuliaan tanaman kelapa
adalah Uji Viabilitas Polen pada Media In-Vitro. Metode tersebut merupakan salah
satu cara yang paling akurat karena serbuk sari dikecambahkan pada media yang
sesuai. Percobaan Uji Fertelisasi Tepung Sari Tanaman Kelapa ini diharapkan
merupakan salah satu penambah alternatif mengenai inovasi teknologi partisipatif
dan spesifik Pemuliaan Tanaman Kelapa dengan Uji Viabilitas Polen. Percobaan ini
dilakukan dengan empat prosedur utama yaitu Pengambilan Infloresensia,
Persiapan dan Prosesing Polen, Uji Viabilitas Polen, serta Pengemasan dan
Penyimpanan. Adapun Bahan dan alat yang dipergunakan adalah bunga kelapa
yang masih segar, kantong untuk tandan bunga, kotak manipulasi polen (KMP),
karet pengikat, etil alcohol 95%, lampu 1000 watt, ayakan tepung, media agar, gula
pasir, asam borat, aquades, insektisida, cawan petridish, beker gelas, alat pemanas,
kuas kecil/halus, gunting stek, botol penggerut atau gilingan kayu, mikroskop
elektrik, kantong plastik bening, dan masker pengaman. Uji Fertilisasi Tepung Sari
Kelapa Dalam ini pada minggu pertama didapatkan Berat Segar Bunga Jantan
Pipilan 680 gram per mayang, Berat Polen 20,60 gram, Jumlah Polen yang
Ditumbuhkan 100, Jumlah Polen yang Berkecambah 63, dan Viabilitas Polen 63%.
Pada minggu kedua viabilitasnya menurun 3 % dari 63% menjadi 60%, dan pada
minggu ketiga lagi-lagi viabilitasnya menurun menjadi 56 %, tetapi pada minggu
keempat tingkat viabilitas dapat dipertahankan 56% dengan mengontrol kondisi
Kotak Manipulasi Polen (KMP). Kondisi umum daya perkecambahan polen selama
empat minggu terkontrol dengan baik karena menunjukkan penurunan daya
kecambah yang tidak begitu berarti.

Kata kunci : Kelapa, Viabilitas, Serbuk Sari


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa di Indonesia
Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagian dari kehidupan karena
semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,
sosial, dan budaya. Arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luas
areal perkebunan kelapa rakyat yang mencapai 98% dari total areal kelapa nasional
sekitar 3,86 juta ha, dengan produksi 3,04 juta ton ekuivalen kopra pada tahun
2007 (Direktorat Jenderal Perkebunan 2007), dan melibatkan lebih dari 7 juta
keluarga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka tambahan kesempatan kerja
dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam
(Novarianto, 2005)
Produktivitas kelapa menurun pada awal tahun 1970, padahal permintaan minyak
goreng meningkat. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melaksanakan
berbagai program untuk meningkatkan produksi kopra, antara lain peremajaan
kelapa tua dan perluasan areal dengan kelapa hibrida. Untuk memenuhi kebutuhan
benih kelapa hibrida dalam jumlah banyak dan cepat, pemerintah mengintroduksi
kelapa hibrida PB121 dari Pantai Gading serta membangun kebun induk kelapa
hibrida di 11 provinsi dengan luas 1.856 ha (Novarianto et al. 1998).
Salah satu permasalahan kelapa pada tingkat petani adalah rendahnya
produktivitas, yaitu hanya rata-rata 1 ton kopra/ha/tahun, padahal potensi
produksinya dapat mencapai 3-5 ton kopra/ha/tahun. Rendahnya produktivitas
disebabkan petani belum menggunakan benih kelapa unggul. Petani pernah
melakukan peremajaan dengan kelapa hibrida, tetapi kurang berhasil.
Belajar dari pengalaman petani dengan kelapa hibrida maka penyediaan benih
unggul kelapa bagi petani hendaknya diseleksi dari jenis kelapa Dalam. Kebutuhan
benih kelapa untuk program peremajaan mencapai 15% dari total luas kelapa,
yakni sekitar 583.500 ha. Pada saat ini, kebun induk kelapa Dalam unggul belum
tersedia secara cukup. Penyediaan benih kelapa Dalam unggul harus disiapkan
sejak awal, mengingat umur produktif tanaman kelapa cukup panjang. Dalam
rangka menunjang program peremajaan kelapa, diperlukan strategi penyediaan
benih kelapa Dalam unggul untuk jangka pendek dan jangka panjang. Program
penyediaan benih jangka pendek dapat dilakukan melalui pemanfaatan kelapa
Dalam unggul lokal, sedangkan program pembangunan kebun induk kelapa untuk
jangka panjang dilaksanakan dengan membangun Kebun Induk Kelapa Dalam
Komposit (KIKD Komposit). Untuk mempercepat seleksi varietas kelapa unggul di
setiap daerah dan sebagai tetua dalam perakitan kelapa Dalam komposit, dapat
dilakukan dengan memanfaatkan teknik molekuler. Sudah saatnya setiap daerah
(provinsi/kabupaten) mempunyai pusat-pusat sumber benih kelapa unggul, yang
selain sebagai sumber benih kelapa lokal, juga secara tidak langsung akan
melestarikan keragaman genetik kelapa secara in situ atau on-farm conservation.

Biologi Bunga dan Pembungaan


Kelapa tipe Dalam pada kondisi normal mulai berbunga pertama kali pada umur 6
atau 7 tahun sesudah tanam, diuraikan dalam bukunya (Novarianto, 2005).
Sedangkan kelapa Genjah dan Hibida lebih cepat yaitu umur 3 – 4 tahun sesudah
tanam (Novarianto, 2005). Sesudah itu akan dihasilkan satu infloresensia dari setiap
ketiak daun, tetapi ada sebagian yang gugur (abotif), khusunya kalau bersamaan
dengan musim kering (Child, 1974). Produksi tandan selama setahun berhubungan
dengan jumlah daun yang dihasilkan, pada kondisi normal beragam antara 12
sampai 15 tahun (Thampan, 1981).
Infloresensia yang berkembang normal memiliki panjang tandan 1 samapi 1,2 m
dan diameter 14 cm sampai 16 cm pada bagian tengah tandan. Kemudian seludang
akan pecah dan bunga terlihat dari luar. Dari hasil penelitian beberapa sumber
proses ini membutuhkan 75 sampai 90 sejak muncul dalam bentuk tanduk pada
ujung ketiak daun (Novarianto, 2005). Selain itu peneliti juga menjelaskan bahwa
primordial mulai terbentuk dalam ketiak daun sekitar 32 bulan sebelum seludang
pecah dan pembentukan daun dimulai sekitar 36 bulan sebelum muncul tandan
pada ketiak (Novarianto, 2005). Kenyataan ini sangat penting sebab hal ini menjadi
dasar untuk penjelasan mengapa pengaruh perlakuan agronomi baru terlihat hanya
sesudah dua tahun sejak aplikasi (Thampan, 1981).
Tanaman kelapa adalah monoceous yaitu menghasilkan bunga jantan dan betina
pada infloresensia yang sama. Beberapa ribu bunga jantan dihasilkan pada satu
infloresensia, hanya dengan beberapa bunga betina. Satu infloresensia dapat
menghasilkan 30 – 35 bunga betina, yang tersebar pada beberapa spikelet. Pada
umunya dalam satu spikelet dapat dijumpai maksimal 5 bunga betina, tetapi lebih
sering kurang dari 5 bunga. Bunga jantan yang dihasilkan dapat mencapai 250
samapi 300 per spikelet, sehingga akan terdapat lebih kurang 8.000 sampai 10.000
bunga jantan per infloresensia. Bunga betina melekat pada bagian bawah spikelet,
sedangkan bunga jantan di bagian tengah sampai ujung spikelet. Jumlah bunga
betina per tandan sangat dipengaruhi oleh musim, faktor lingkungan lainnya, dan
varietas kelapa. Umumnya bunga betina pada kelapa tipe Genjah dan Hibrida lebih
banyak dibanding kelapa tipe dalam (Novarianto, 2005).

Pemuliaan Kelapa
Program penelitian kelapa diarahkan pada usaha memperbaiki produksi dan
meningkatkan produktivitas kelapa yang berkesinambungan, serta meningkatkan
pendapatan petani kelapa melalui efisiensi pemanfaatan lahan diantara kelapa dan
pemanfaatan produk – produk kelapa. Untuk membantu petani kelapa dalam situasi
demikian, dibutuhkan strategi pengembangan dan pengusahaan kelapa yang sesuai
untuk tingkat petani. Strategi yang dapat diterapkan untuk mencapai tujuan ini
yeitu menggunakan varietas kelapa unggul dengan cara peningkatan viabilitas
polen kelpa itu sendiri
Pemuliaan tanaman kelapa merupakan suatu metode pemanfaatan keragaman
genetik plasma nutfah kelapa secara sistematis untuk menghasilkan varietas baru
yang lebih baik dari sebelumnya. Hasil penelitian dari beberapa sumber
menunjukkan bahwa upaya menghasilkan kelapa unggul untuk mempercepat
peremajaan kelapa maka tujuan program pemuliaan adalah menghasilkan bahan
tanaman dalam skala luas dan memiliki karakteristik hasil kopra tinggi dan cepat
berbuah dan tentunya dengan viabilitas yang baik (Liyanage 1974).

Rumusan Masalah
Percobaan Uji Fertelisasi Tepung Sari Tanaman Kelapa ini diharapkan merupakan
salah satu penambah alternatif mengenai inovasi teknologi partisipatif dan spesifik
Pemuliaan Tanaman Kelapa dengan Uji Viabilitas. Berdasarkan uraian di atas maka
kami mengangkat beberapa rumusan masalah yaitu
1. Bagaimanakan tingkat viabilitas polen kultivar kelapa Dalam ?
2. Apakah viabilitas dan daya kecambah polen memenuhi syarat digunakan untuk
persilangan?
3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi viabilitas polen selama proses
penyimpanan atau perkecambahan?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat fertilisasi dari tepung sari tanaman kelapa.
2. Untuk mengetahui daya kecambah polen tanaman kelapa.
3. Untuk mengetahui teknik prosesing polen untuk tujuan pemuliaan tanaman
kelapa.
4. Memperoleh kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam memakai dan
mengerti kegunaan peralatan laboratorium.
5. Memacu mahasiswa dalam menganalisis, membuat hipotesis, maupun menarik
kesimpulan dari data yang diperoleh dari hasil penelitian.
6. Membantu mahasiswa untuk meningkatkan rasa tanggung jawab, membangun
kerjasama tim, serta mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang dilakukan di
Laboratorium Budidaya III, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
Waktu penelitian dilaksanakan selama satu bulan pada bulan November 2009.
Bahan dan alat yang dipergunakan adalah bunga kelapa Dalam yang masih segar,
kantong untuk tandan bunga, kotak manipulasi polen (KMP), karet pengikat, etil
alcohol 95%, lampu 1000 watt, ayakan tepung, media agar, gula pasir, asam borat,
aquades, insektisida, cawan petridish, beker gelas, alat pemanas, kuas kecil/halus,
gunting stek, botol penggerut atau gilingan kayu, mikroskop elektrik, kantong
plastic bening, masker pengaman, dan alat tulis-menulis.
Percobaan ini dilakukan dengan empat prosedur utama yaitu Pengambilan
Infloresensia, Persiapan dan Prosesing Polen, Uji Viabilitas Polen, serta Pengemasan
dan Penyipanan. Adapun uraian prosedur kerjanya sebagai berikut.

1. Pengambilan Infloresensia
Mencari dan mengamati pohon kelapa yang tandan bunganya baru pecah,
kemudian tandan bunga yang baru pecah tersebut dikerodong dengan kantong,
pada bagian bawah kantong diikat dengan karet, lubangnya disumbat dengan
kapas yang telah diberi insektisida.
Sekitar 6–8 hari setelah pengerodongan bunga jantan diambil/dipotong untuk
dikumpulkan dengan cara memasukkan kedua tangan pada kedua sisi lubang
kantong. Sebelumnya, kedua tangan dan gunting stek telah dibasahi dengan etil
alkohol 95% untuk mencegah kontaminasi. Bagian bawah kantong bunga jantan
disambungkan dengan kantong pengumpul bunga jantan. Setelah itu spikelet
dipotong satu per satu dan kemudiaan akan jatuh dan terkumpul dalam kantong
pengumpul bunga jantan. Bunga jantan ini diberi label identitas, misalnya
menyebutkan : nama varietas, tanggal pengambilan, lokasi pohon. Selanjutnya
bunga jantan tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan prosesing polen.

2. Persiapan dan Prosesing Polen


Pada kondisi alami, polen hanya dapat bertahan untuk beberapa hari. Persiapan
dan prosesing polen harus secermat mungkin untuk memperoleh viabilitas yang
tinggi.
Bunga jantan dimasukkan ke dalam kotak manipulasi polen (KMP) bersama
sepotong kertas kecil yang berisi catatan mengenai waktu koleksi, nama
varietas/kultivar kelapa, sebelum proses sterilisasi.
Selanjutnya dilakukan pemipilan dimana sebelumnya kedua tangan dibilas dengan
etil alkohol 95% sebelum dimasukkan ke KMP. Bunga jantan dipipil dari tangkai
spikelet (bulir). Setelah selesai, bunga jantan dan label dipindahkan ke kantong
kertas dan tetap dikerjakan dalam ruangan KMP. Jangan lupa KMP disterilkan
dengan pemanasan lampu 1000 watt atau menggunakan lampu infra merah.
Selanjutnya dilakukan pemecahan bunga jantan melalui penggerusan. Penggerusan
dilakukan dengan menggunakan botol atau gilingan kayu. Bunga jantan yang telah
digerus tetap berada dalam kantong kertas dimasukkan ke dalam lemari pengering
atau oven. Suhu ruangan diatur sekitas 36oC, dan tidak lebih dari 40oC untuk
menghindari kematian polen. Pengeringan dilakukan sekitar 28–30 jam. Selanjutnya
dilakukan pengayakan di dalam KMP dengan menggunakan ayakan standar
laboratorium dengan ukuran 115 mesh.

3. Uji Viabilitas Polen


Uji viabilitas polen dilakukan pada media in vitro. Sebelumnya disiapkan media in
vitro yang dibuat dari bahan–bahan 0,3 gr agar, 3,75 gr sukrosa atau gula pasir, 3–4
butir asam borat, dan 25 ml aquades. Bahan – bahan tersebut dimasak dalam beker
gelas samapi mendidih, kemudian dituang ke dalam petridish dengan ketebalan
sekitar 2 mm secara merata. Setelah media dingin (sekitar 5 menit), polen
ditaburkan merata ke permukaan media dengan bantuan kuas kecil., selanjutnya
dibiarkan selama 2 jam dan viabilitas polen diamati di bawah mikroskop elektrik.
Ciri-ciri kecambah dari polen yang paling sederhana adalah terbentuknya
penebalan seperti utasan tali dan berbentuk bulat. Tingkat viabilitas polen dihitung
sebagai berikut :

4. Pengemasan dan Penyimpanan


Setelah uji viabilitas dan daya kecambah polen memenuhi syarat untuk digunakan
(di atas 40%), maka polen dapat langsung digunakan di lapang atau disimpan
terlebih dahulu. Polen dapat disimpan dalam botol kaca atau plastic jika tanpa
vakum atau dalam gelas ampul jika divakum. Jumlah polen yang dapat disimpan
berkisar 100-500 gr per botol (tergantung ukuran botol), sedangkan dalam gelas
ampul 0,4 – 1,5 gr. Polen yang disimpan secara vakum dapat bertahan hidup lebih
dari lima tahun (Santos et al, 1997), sedangakan tanpa vakum sekitar satu tahun.

Bagan ۱. Tahapan Prosesing Polen Kelapa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan pengamatan Uji Fertilisasi Tepung Sari Kelapa Dalam di laboratorium
pada minggu pertama didapatkan Berat Segar Bunga Jantan Pipilan 680 gram per
mayang, Berat Polen 20,60 gram, Jumlah Polen yang Ditumbuhkan 100, Jumlah
Polen yang Berkecambah 63, dan Viabilitas Polen 63%. Data primer diperoleh
melalui hasil percobaan langsung di laboratorium, sedangkan data sekunder
diperoleh dari hasil perhitungan atau pengolahan data primer serta dari literatur
dan pihak – pihak yang mendukung penelitian ini. Data hasil pengamatan tersebut
dapat dilihat pada tabel ۱. berikut.

Tabel ۱. Hasil Pengamatan pada Minggu Pertama Pengamatan


NO PARAMETER PENGAMATAN KULTIVAR KELAPA DALAM
1 Berat Segar Bunga Jantan Pipilan per Mayang (g) 680
2 Berat Polen (g) 20,60
3 Jumlah Polen Ditumbuhkan 100
4 Jumlah Polen Berkecambah 63
5 Viabilitas Polen (%) 63
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah (2009)

Bunga Jantan Kelapa Dalam


Pengamatan yang dilakukan terhadap kultivar kelapa Dalam memperlihatkan berat
segar bunga jantan pipilan per mayang 680 gram. Berat segar tersebut
menentukan seberapa besar kemampuan bunga jantan membuahi bunga betina.
Selain itu berat bunga jantan juga menentukan viabilitasnya. Pengelolaan serbuk
sari yang mencakup saat pemanenan yang tepat, pengolahan untuk menjamin
kemurniannya, dan penyimpanan untuk mempertahankan viabilitasnya mempunyai
peranan penting dalam produksi benih kelapa sawit (Lubis, 1993). Salah satu
masalah dalam pengelolaan serbuk sari kelapa adalah kontinuitas ketersediaannya
sehingga pada saat bunga betina mekar, serbuk sari telah tersedia dan dapat
langsung diserbukkan. Untuk mengantisipasi hal ini, perlu dilakukan upaya agar
viabilitas serbuk sari dapat dipertahankan untuk jangka waktu lama dalam
penyimpanan. Serbuk sari merupakan jaringan hidup yang mengalami kemunduran
seiring lamanya waktu penyimpanan.

Viabilitas Polen
Ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi merupakan salah satu
komponen yang menentukan keberhasilan persilangan tanaman. Pada hasil
pengamatan minggu pertama Uji Viabilitas Polen Kelapa Dalam diperoleh viabilitas
polen kelapa sebesar 53%. Persentase tersebut memperlihatkan hasil yang baik
dan memenuhi syarat digunakan untuk persilangan. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh penulis dalam bukunya bahwa setelah uji viabilitas dan daya kecambah polen
memenuhi syarat untuk digunakan (diatas 40%), maka polen dapat langsung
digunakan di lapang atau disimpan terlebih dahulu, (Novarianto, 2005). Penulis lain
juga telah membahas berkaitan viabilitas serbuk sari bahwa viabilitas serbuk sari
yang baik adalah > 30%, (Hersuroso, 1984).

Tabel ۲. Hasil Pengamatan Jumlah Polen yang Berkecambah dan Persentase


Viabilitas Polen pada Minggu I, II, III, dan IV
NO PARAMETER PENGAMATAN MINGGU KE-
I II III IV
1 Jumlah Polen Ditumbuhkan 100 100 100 100
2 Jumlah Pelen Berkecambah 63 60 56 56
3 Viabilitas Polen (%) 63 60 56 56
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah (2009)

Kondisi umum daya perkecambahan polen selama empat minggu terkontrol dengan
baik, dimana pada minggu kedua viabilitasnya menurun 3 % dari 63% menjadi 60%,
dan pada minggu ketiga lagi-lagi viabilitasnya menurun menjadi 56 %, tetapi pada
minggu keempat tingkat viabilitas dapat dipertahankan 56% dengan mengontrol
kondisi Kotak Manipulasi Polen (KMP). Sebagaimana yang dinyatakan penulis bahwa
lama simpan serbuk sari dapat ditingkatkan dengan mengendalikan faktor-faktor
yang mempengaruhi viabilitasnya, faktor ini mencakup cahaya, suhu, udara, dan
kelembaban (Galetta, 1983). Umumnya serbuk sari dapat disimpan lebih lama
dalam kondisi kering dan suhu rendah. Hasil penelitian dari beberapa sumber
menunjukkan bahwa serbuk sari salak yang disimpan pada suhu ruang viabilitasnya
hanya bertahan selama 3 minggu, dengan penurunan sampai 20%, sedangkan
penyimpanan dalam refrigerator dengan suhu 5o-12oC dan freezer dengan suhu (-
12)o-(-8)oC viabilitasnya dapat dipertahankan sampai 8 minggu dengan penurunan
daya berkecambah berturut-turut 22,85% dan 14,99% (Wahyudin, 1999).
Sementara pada penelitian ini, penyimpanan serbuk sari selama empat minggu di
KMP dengan pemanasan lampu 1000 watt, penurunan viabilitasnya hanya 7%.
Serbuk sari merupakan jaringan hidup yang mengalami kemunduran seiring
lamanya waktu penyimpanan. Dengan modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH)
rendah, atau salah satu di antaranya, viabilitasnya dapat dipertahankan lebih lama.
Kualitas serbuk sari selama penyimpanan berhubungan dengan perubahan fisiologi
dan biokimia. Dalam kondisi kering dan suhu rendah aktifitas fisiologi serbuk sari
dapat ditekan sehingga sumber energinya dapat disimpan lebih lama. Penyimpanan
pada suhu rendah tidak menyebabkan perubahan kandungan air serbuk sari,
karena air tersebut terikat dan tidak membeku (Hanna dan Towill, 1995). Viabilitas
polen yang ditunjukkan oleh daya berkecambah tetap tinggi setelah disimpan
empat minggu dan masih dapat digunakan untuk menyerbuk, tetapi panjang
tabung sari selama pengecambahan berkurang (data tidak ditunjukkan), yang
mengindikasikasikan terjadinya penurunan vigor polen.

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan akhir yang dapat kami tarik setelah melakukan penelitian Uji
Fertilisasi Tepung Sari pada Tanaman Kelapa (Uji Viabilitas Polen) yaitu sebagai
berikut :
1. Persentase viabilitas polen memperlihatkan hasil yang baik dan memenuhi syarat
digunakan untuk persilangan karena diatas 40%
2. Lama penyimpanan serbuk sari dapat dikontrol dengan mengendalikan faktor-
faktor yang mempengaruhi viabilitasnya, faktor ini mencakup cahaya, suhu, udara,
dan kelembaban.
3. Kondisi umum daya perkecambahan polen selama empat minggu terkontrol
dengan baik karena menunjukkan penurunan daya kecambahyang tidak begitu
berarti.

You might also like