You are on page 1of 4

Mengatasi Anak Suka Berbohong

Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang suka dibohongi. Meskipun tidak
suka dibohongi, masih saja ada orang yang berbohong kepada orang lain; pada saat yang
sama, entahlah, apakah ia lupa bagaimana rasanya jika orang lain berbohong kepadanya.
Demikian pula dengan kita; bagaimana jika anak kita mempunyai kebiasaan baru, yakni
suka berbohong? Tentu kita sama sekali tidak menginginkan kalau anak kita suka
berbohong. Sebab, berbohong adalah perilaku buruk yang bisa merusak hubungan antara
manusia yang satu dengan yang lain. Lebih buruknya lagi, sekali berbohong biasanya
akan diikuti kebohongan-kebohongan berikutnya. Oleh karena itu, kita harus
menghindarkan diri dari berbohong sekaligus melindungi anak kita jangan sampai
mempunyai sifat suka beAnak yang suka berbohong biasanya disebabkan oleh beberapa
hal sebagai berikut:

1. Meniru Orangtua

Orangtua yang suka berbohong, baik itu kepada orang lain maupun (bahkan)
kepada anak-anaknya sendiri, secara tidak langsung mengajari anaknya untuk berbohong
pula. Hal ini bisa terjadi karena anak akan meniru orangtuanya yang suka berbohong.
Meskipun sang orangtua telah memberikan pelajaran kepada anaknya tentang pentingnya
kejujuran dan melarangnya untuk berbohong, namun apabila orangtua tidak memberikan
contoh yang baik dan tetap saja suka berbohong, maka anaknya tetap akan meniru
orangtuanya.

Anak tidak hanya meniru perilaku orangtuanya dalam berbohong, ironisnya


orangtua kadang-secara tidak sadar-mengajari anaknya berbohong. Misalnya, pada saat
sang ibu mengajak anaknya pergi berbelanja di sebuah supermarket, tiba-tiba sang ibu
mampir sebentar ke salon untuk merawat diri. Sekeluar dari salon, sang ibu berpesan
kepada anaknya yang masih berusia tiga tahun untuk tidak bercerita kepada ayahnya
kalau mampir juga ke salon. Di sinilah sesungguhnya orangtua telah mengajari anaknya
untuk berbohong.

1
2. Orangtua yang Tidak Kenal Kompromi

Ada orangtua yang tidak mengenal kompromi kepada anak-anaknya. Orangtua


hanya ingin anaknya melakukan apa saja yang sudah dianggap terbaik. Meskipun
semuanya ini beralasan demi kebaikan dan masa depan anaknya, sejujurnya hal ini tidak
mengenakkan bagi sang anak. Tanpa disadari oleh orangtuanya, anak justru tertekan oleh
sebab sikap orangtuanya. Di sinilah akhirnya anak sering mengambil jalan selamat
dengan suka berbohong. Hal ini dilakukan oleh anak agar ia tidak mendapatkan marah
atau hukuman dari orangtuanya. Orangtua yang semacam ini bisanya hanya menuntut
tanpa mendengarkan keinginan dari sang anak.

Siapa pun sesungguhnya tidak ingin hidup dalam tekanan, berhadapan dengan
orang yang berwatak kaku, dan tidak mau kompromi dengan orang lain. Demikian pula
dengan anak. Menghadapi orangtua yang seperti ini tidak jarang sang anak lebih memilih
untuk berbohong; apalagi-misalnya-ditanya oleh orangtua mengenai tugas-tugasnya.
Penulis pernah menjumpai ada orangtua yang marah-marah kepada anaknya yang
ternyata berbohong ketika ditanya apakah ada pekerjaan rumah (PR) dari sekolah atau
tidak; sang anak sering menjawab tidak ada PR. Padahal, sang anak diam-diam
mengerjakan PR-nya di sekolah-atau bahkan di rumah penulis-karena orangtua ketika
mendampingi anaknya belajar hanya memarahi anaknya bila sedikit saja tidak bisa
menjawab soal dengan benar.

Untuk mengatasi masalah ini, sudah tentu orangtua harus mengubah sikapnya
terhadap anak. Mengajarkan kebaikan atau menyampaikan nilai kepada anak tidak akan
membuahkan hasil yang dinginkan apabila dilakukan dengan cara yang keras, kaku,
disiplin yang berlebihan, dan tidak mengenal kompromi. Hal ini justru memuculkan rasa
ketakutan pada diri sang anak. Anak yang takut kepada orangtua akhirnya malah suka
berbohong agar tidak mendapatkan kemarahan dari orangtuanya.

3. Anak Suka Berimajinasi

2
Pada masa kanak-kanak memang suka berimajinasi. Hal ini karena daya imajinasi
kanak-kanak sedang berkembang dengan baik. Pada saat seperti ini, ada di antara anak-
anak yang belum bisa membedakan mana yang hanya imajinasi dan mana yang sesuai
dengan kenyataan. Ketika seorang anak belum bisa membedakan dua hal ini, ia suka
menceritakan segala hal yang berasal dari imajinasinya seakan benar-benar merupakan
kenyataan.

Menghadapi kenyataan seperti ini, orangtua tidak perlu memarahi anaknya karena
dianggap telah berbohong. Bagaimanapun, kemampuan berimajinasi seorang anak bukan
merupakan kesalahan. Justru kemampuan ini sangat bermanfaat dalam kekayaan
kecerdasannya. Orangtua hanya perlu memberikan nasihat kepada anaknya untuk
membedakan antara imajinasi dan kenyataan.

Ada juga seorang anak yang menggabungkan kenyataan sekaligus imajinasi.


Misalnya, seorang anak yang baru saja melihat atau bertemu dengan anging ribut di jalan.
Hal ini memang benar, bahkan ia bersama ayah dan ibunya sempat untuk mencari tempat
yang agak lapang dan berhenti di pinggir jalan agar selamat dari pohon yang tumbang
atau terkena benda lainnya yang terbawa angin. Setelah angin sudah reda, kemudian ia
melanjutkan perjalanan pulang bersama ayah dan ibunya. Namun, ketika bercerita kepada
teman-temannya, dengan heboh sang anak menceritakan bahwa pada saat angin ribut
tersebut ia melihat ada sepasukan ninja yang berlompatan dari pohon satu ke pohon
lainnya. Seru sekali ceritanya karena berbalut dengan imajinasi.

4. Untuk Menutupi Kekurangan atau Ingin Dipuji

Tidak hanya pada anak-anak, di antara orang yang sudah dewasa, tak sedikit yang
melakukan berbohong hanya untuk menutupi kekurangannya. Pada saat seseorang
mempunyai kekurangan di bidang ekonomi, misalnya, ia lantas berbohong kepada
tetangganya bahwa baru saja telah membantu keluarganya di luar daerah dengan
menransfer uang melalui bank ini dan itu. Demikian pula dengan anak-anak, pada saat
menutupi rasa penakutnya terhadap kegelapan, ia bercerita kepada teman-temannya
bahwa ia pernah melihat hantu di suatu malam yang gelap.

3
Untuk mengatasi masalah ini, orangtua memang harus menyediakan diri untuk
sering berdialog dengan anaknya. Pada saat anak berbohong karena menutupi
kekurangannya, orangtua perlu memberikan penjelasan tentang pentingnya kejujuran;
orangtua juga perlu menyampaikan bahwa kekurangannya tidak bisa selamanya ditutupi
dengan kebohongan.

Di samping untuk menutupi kekurangan, orang dewasa atau juga anak-anak,


kadang berbohong hanya agar mendapatkan pujian dari orang lain. Sungguh, kebohongan
yang satu ini sangat perlu untuk dihindarkan sejauh mungkin dari kehidupan kita atau
anak-anak kita. Sebab, orang yang sering melakukan kebohongan agar mendapatkan
pujian akan membentuk sifatnya untuk menjadi orang yang narsisistik, ambisius, dan
munafik.

You might also like