You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama ini banyak kalangan yang mempertanyakan apa kontribusi agama


(Islam) terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Pembicaraan terhadap
agama seperti ini sering muncul karena agama cenderung tampil sangat normatif
dan formalistik, sehingga seolah-olah persoalan agama adalah persoalan akhirat
dan tidak berkorelasi dengan urusan manusia di bumi.
Munculnya itu karena disebabkan oleh substansi pendidikan agama islam
yang ada terjebak dalam pendidikan agama islam klasik yang cenderung abstrak
ritualistik dan kurang bersinggungan dengan persoalan-persoalan kemanusiaan
kontemporer. Pendidikan agama islam dalam wacana kontemporer umumnya
berangkat dari upaya melakukan sebuah terobosan untuk menghasilkan pemikiran
agama yang relevan dengan dunia modern.
Meskipun bukan satu-satunya faktor, namun materi (isi) dari Pendidikan
agama islam sebagaimana terdapat dalam sebuah kurikulum, dapat menjadi salah
satu faktor keberhasilan pendidikan agama islam di sekolah. Sebagai sebuah
acuan dalam pembelajaran, materi pendidikan agama islam akan diserap oleh
peserta didik sebagai pelajaran, pengalaman atau bahkan pedoman hidupnya yang
dalam upaya penyemaian nilai-nilai sosial, spiritual dalam diri siswa, yang
diharapkan dapat berimbas pada pembentukan pribadi yang peka terhadap
persoalan-persoalan kemanusiaan kontemporer atau persoalan HAM.

B. Rumusan masalah

1. Apa yag dimaksud Pedidikan Agama Islam yang berwawasan HAM ?

2. Apa fungsi dan tujuan adanya wawasan HAM di Pendidikan Agama Islam ?

3. Bagaimana cara menerapkan Pendidikan Agama Islam dalam wawasan


HAM?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pedidikan Agama Islam yang berwawasan HAM

Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah dari sudut pandang etimologi
(ilmu akar kata) berasal dari 3 kelompok kata, pertama, raba, yarbu yang berarti
bertambah dan bertumbuh. Kedua, rabiya, yarba yang berarti menjadi besar. Dan
ketiga, rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut
menjaga, dan memelihara.1

Adapun Nurcholish Madjid mengatakan pendidikan Islam adalah seganap


kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-
nilai Islam dalam diri sejumlah siswa, dan keseluruhan lembaga-lembaga
pendidikan yang mendasarkannya program pendidikan atau pandangan dan nilai-
nilai Islam.2

Adapun Hak asasi manusia menurut definisinya adalah hak moral yang
universal, sesuatu yang harus dimiliki semua manusia, dimanapun dan dalam
waktu apapun, dan merupakan sesuatu dimana seseorang tidak dapat dicabut
haknya tanpa adanya penghinaan yang berarti terhadap keadilan, sesuatu yang
harus diberikan kepada setiap manusia, hanya karena dia manusia.3 Hak secara
definitif merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku,
melindungi kebebasan kekbalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya.4

1
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, Cet. IV, 2000), H. 25

2
Nurcholish Madjid, Pendidikan Agama dan Akhlak, bagi Anak dan Remaja, (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, Cet. 1, 2002), H. 12
3
Harun Nasution, Hak Azasi Manusia dalam Islam, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,1987), H.
40
4
Dede Rosyada, dkk., Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : Prenada
Media, 2003), H. 199
Dari serangkaian istilah diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam
yang berwawasan HAM adalah seperangkat usaha yang dilakukan pendidik
terhadap anak didik melalui lembaga pendidikan untuk menanamkan
pengetahuan yang berakhlak islam agar nantinya diharapkan anak didik setelah
lulus mampu mengembangkan dalam masyarakat sesuai nilai-nilai positif
masyarakat yang bersangkutan.

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam yang Berwawasan HAM

Adapun fungsi dan tujuan pendidikan agama islam berwawasan HAM.


Antara lain :

 Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak


mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu
dalam lingkungan keluarga tanpa mengacuhkan nilai-nilai kemasyarakatan.

 Penanaman nilai ajaran Islam berwawasan HAM sebagai pedoman


mencapai kebahagiaan dunia dan akherat.

 Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial


melalui pendidikan agama Islam yang lebih lunak dan fleksibel sehingga
peserta didik mampu dan paham dalam menjalani semua di lingkungan
masyarakat.

 Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam


keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam yang dimana nantinya akan
berbaur dengan kondisi masyarakat.

Dari pemaparan diatas yang dapat diharapkan adalah proses pendidikan


Islam harus berdasarkan pada konsep manusia dan kehidupan, dengan demikian
dimungkinkan pendidikan Islam mampu melahirkan manusia yang kritis dan
kreatif, responsible yang pada akhirnya umat Islam mampu mengambil posisi
yang strategis dalam pentas sejarah kehidupan. Umat Islam diharapkan bisa
bangun dari tidur panjangnya serta beranjak dari kehidupan yang teralienasi.
Umat Islam tidak terus menerus menjadi penonton kemajuan dunia tanpa berani
berbuat apapun bagi dirinya.
Untuk mencapai semua harapan itu tidaklah mudah jika kita melihat
praktek-praktek pendidikan Islam selama ini. Kesan dan asumsi yang tampak
hanyalah betapa jarak yang sangat jauh antara pendidikan Islam dengan tuntutan
empirik global. Pendidikan Islam mengalami kemunduran dalam berbagai
aspeknya. Tuntutan empirik yang ditandai dengan derasnya arus budaya yang
beraneka ragam menerpa dan bahkan kadang berseberangan dengan budaya
tradisional ataupun nilai-nilai Islam. hal ini menuntut sebuah proses pendidikan
Islam yang tidak hanya berhenti pada tujuan yang bernuansa ortodoksi
(keakhiratan) tetapi juga meliputi tujuan yang berdimensi ortopraksi (keduniaan).5

C. Penerapan Pendidikan Agama islam dalam wawasan HAM

Agama dan pendidikan adalah dua hal yang satu dengan yang lainnya selalu
berhubungan. Hal itu dikarenakan oleh keharusan saling mempengaruhi antara
keduanya dalam sistem-sistem tertentu. Agama jika dihubungkan dengan sistem
pendidikan nasional pada dasarnya menjadi bagian dari kurikulum, seperti
diungkap oleh M. Dawam Raharjo, karena agama dimaksudkan untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama mengarahkan anak didik
menjadi “manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa”.

Tidak Hanya itu juga pendidikan agama merupakan usaha untuk


memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan, dengan
mempertahankan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional.

Adapun adanya Pendidikan Agama Islam di Sekolah adalah menyiapkan


siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam

5
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan islam Intergratif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. 1,
2005), H. 99
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/latihan dengan memperhatikan tuntunan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.6

Untuk mewujudkan hal tersebut diatas setidaknya pendidik atau guru


mengubah materi dalam pendidikan agama islam yang dinilai selama ini
pendidikan agama islam itu bersifat normatif dan formalistik. Sehingga peserta
didik sebagai gentong yang diisi semuanya oleh pendidik. Paulo Friere
merealisasikan bahwa sistem ini mirip bank, Di dalam pendidikan gaya bank,
murid tidak diberi ruang gerak yang bebas, tetapi hanya terbatas pada menerima,
mencatat dan menyimpan. Sehingga proses yang terjadi dalam pendidikan
hanyalah sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengannya dan
guru adalah penabungnya, sehinga para murid tidak mempunyai kreatifitas sama
sekali untuk mencapai cita-cita yang diinginkannya.7

Harapan bahwa Pendidikan Agama Islam lebih dapat memainkan


peranannya dalam mengatasi krisis-multidimensional yang dialami bangsa
sedemikian kuat dari masyarakat yang melihat secara kritis. Pendidikan Agama
Islam diharapkan tidak sekedar memfungsikan dirinya sebagai pengajar masalah
rukun iman dan Islam atau sekedar menjadi pembela kebenaran agama Islam
sebagai agama yang paling diridhai Allah saja. Namun lebih dari itu, Pendidikan
Agama Islam seharusnya dapat memfungsikan dirinya untuk membawa peserta
didik memahami substansi dari ajaran-ajaran Islam yang sesungguhnya yang tidak
anti-realitas.

Ketika substansi ajaran Islam belum terinternalisasikan dalam diri peserta


didik maka pada dasarnya mereka adalah jiwa yang terdoktrin tanpa mengerti dan
mampu mengaktualisasikan ruh ajaran Islam tersebut dalam berbagai dimensi
kehidupannya. Oleh karena itu visi HAM, toleran, humanis, transformatif, dan

6
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
Cet. I, 2005), H. 85.
7
Paulo Freire, Politik Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. V, 2004), H. 57
aktual dalam pendidikan agama Islam perlu digalakkan. Nurcholish Madjid
menyatakan, bahwa watak inklusif Islam adalah pikiran bahwa yang
dikehendakiIslam ialah suatu sistem yang menguntungkan semua orang termasuk
mereka yang non-Muslim. Dan pandangan ini menurut Nurcholish Madjid telah
memperoleh dukungannya dalam sejarah Islam sendiri atau mengambil legitimasi
dari al-Qur’an bahwa karena Islam pada hakikatnya “rahmatan lil’alamîn”.8

Untuk itu, materi Pendidikan Agama Islam harus mampu menjawa


kebutuhan peserta didik dan masyarakat pemakai kurikulum tersebut. Materi
tersebut juga diharapkan dapat merangsang peserta didik menemukan solusi
kehidupan dalam kaitannya dengan pola interaksi dengan sekitar, kejiwaan,
berperilaku, menghindari pengaruh buruk, menumbuhkan semangat, mengatasi
permasalahan-permasalahan, dan tentu saja menumbuhkembangkan semangat
keberagamaan yang inklusif, humanis yang menuhankan Tuhan dan
memanusiakan manusia.
Adapun penerapan PAI yang berwawasan HAM dalam lingkungan :

 Keluarga,

 Sekolah, dan

 Masyarakat.

Lingkungan Keluarga

Dalam keluarga sebagaimana mestinya penerapan HAM harus diadakan.


Sehinngga nantinya antara orang tua, anak dan anggota keluarga yang lain, tidak
terjadi suatu perpecahan.

Contohnya : bapak sebagai keluarga harus membimbing istri, dan anak-


anaknya agar menjalin keharmonisan dalam keluarga. Begitu juga sang istri harus
menuruti suami apabila permintaannya tidak menyalahi aturan agama.

8
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, cet. 1,
1999), H. 13.
Lingkungan Sekolah

Dalam lingkungan sekolahpun penegakan HAM sangat diterapkan. Kerena


lingkungan sekolah beragam orang yang berbeda dari segi tempat, agama, sosial
budaya. Bahkan penerapan HAM pun harus masuk dalam kurikulum dalam suatu
mata pelajaran.

Contohnya : dalam lingkungan sekolah kita harus menghargai siswa yang


berbeda agama, sehingga tidak ada suatu perpecahan terhadap siswa. Guru yang
notabene adalah orang dituru harus memberikan contoh yang baik terhadap
peserta didiknya. Tidak menggunakan kekerasan dalam proses belajar mengajar.

Lingkungan Masyarakat

Dalam lingkungan masyarakat juga harus ada penerapan HAM. Karena


masyarakat ini bersifat heterogen. Maksudnya antara masyarakat 1 dengan yang
lainnya berbeda dalam suku, agama, dan sosial budaya.

Contohnya : dalam kehidupan masyarakat harusnya saling menghargai


antara 1 dengan yang lainya demi menegakkan visi dan misi dalam masyarakat
tersebut. Untuk permasalahan agama inilah yang menjadi sering terjadinya konflik
antara warga. Maka itulah saling menghormati agama yang dianut orang lain
seharusnya ditanamkan dalam hati karena nantinya akan berdampak pada
pembangunan nasional pada umumnya.

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Pendidikan Agama Islam harus


memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai HAM. Entah dari segi isi, materi yang
disampaikan harus benar-benar bermuatan nilai-nilai HAM dan tidak semata normatif
dan tekstual. Materi yang disampaikan haruslah sesuai dengan isu-isu aktual terkait
dengan isu-isu HAM yang menyangkut masalah:
 hak untuk hidup,
 hak kebebasan beragama,
 hak memperoleh kebebasan berpikir dan berbicara
 hak untuk memiliki kekayaan,
 hak untuk bekerja, dan
 hak untuk memiliki tempat tinggal sendiri.
Oleh karena itu, untuk mempermudah integrasi nilai-nilai HAM kedalam
materi Pendidikan Agama Islam tersebut dan agar mudah ditangkap dan dicerna oleh
anak didik, maka idealnya peran pendidik sangatlah penting.

DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, Cet. IV, 2000)

Madjid, Nurcholish, Pendidikan Agama dan Akhlak, bagi Anak dan Remaja,
(Jakarta : Logos Wacana Ilmu, Cet. 1, 2002)
Nasution, Harun, Hak Azasi Manusia dalam Islam, (Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia,1987)

Rosyada, Dede, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta
: Prenada Media, 2003)

Muliawan, Jasa Ungguh, Pendidikan islam Intergratif, (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar, Cet. 1, 2005)

Dawam Rahardjo, Muhammad Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta :


Dana Bhakti Prima Yasa, Cet. I, 2005)
Freire, Paulo, Politik Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. V, 2004)

Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta :


Paramadina, cet. 1, 1999)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


BERWAWASAN HAM
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah

”Ilmu Pendidikan Islam”

Disusun Oleh :

Dodik Hendro P (210309119)

Dosen Pengampu :

Basuki, M. Ag.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAIN) PONOROGO
TAHUN AJARAN 2011

You might also like