You are on page 1of 2

Kepulauan Liancourt terbagi menjadi dua pulau utama, yakni Seo-do (西島; Pulau Barat) dalam

Bahasa Korea atau Otokojima (男島; Pulau Laki-laki) dalam Bahasa Jepang dan Dong-do (東島;
Pulau Timur) atau Onnajima ( 女島; Pulau Wanita). Pulau Barat berukuran lebih besar dengan
dasar yang lebih lebar dan puncaknya lebih tinggi, namun daratan Pulau Timur lebih dapat
diakses. Keunikan alam Pulau Barat adalah pantainya yang memiliki banyak gua. Pulau Timur
memiliki sebuah kawah serta 2 buah gua besar yang dapat diakses melalui laut. Secara
keseluruhan terdapat sekitar 90 buah pulau dan batu karang serta batuan vulkanik yang terbentuk
dari Zaman Cenozoikum sekitar 2 – 4,6 juta tahun yang lalu. Sebanyak 37 buah dari pulau-pulau
ini merupakan daratan yang permanen. Luas keseluruhan Kepulauan Liancourt adalah 187.450
m² (46 are) dengan puncak tertinggi 169 meter. Pulau Barat luasnya 88.640 m² dan Pulau Timur
73.300 m². Pada tahun 2006, tim geologi Korea Selatan meneliti bahwa kepulauan ini terbentuk
sekitar 4,5 juta tahun yang lalu dan sangat rentan terhadap erosi. Kepulauan Liancourt sampai
sekarang adalah sumber sengketa antara Republik Korea dan Jepang. Menteri Luar Negeri
Jepang pada tahun 2005 bersikukuh mengklaim Liancourt dengan menjadikan tanggal 22
Februari sebagai Hari Takeshima. Pernyataan ini menimbulkan penolakan dan protes keras dari
pihak Korea Selatan, sehingga hubungan Tokyo-Seoul sempat memburuk. Kedua negara
mengklaim telah memiliki Kepulauan Liancourt sejak ratusan tahun yang lalu berdasarkan data-
data dan dokumen sejarah masing-masing. Korea Selatan mengaku telah menguasai Liancourt
sejak zaman Silla di bawah pemerintahan Raja Jijeung pada tahun 512 M dan menganggap
bahwa Jepang baru mengklaim kepulauan itu sejak mereka menjajah Korea pada tahun 1910.
Upaya Korea Selatan untuk mempertahankan klaimnya atas Liancourt didukung oleh pihak
Korea Utara.

Korea Selatan benar-benar tidak ingin kehilangan pulau di lepas pantai yang diperebutkan
dengan Jepang. Malah, pemerintah Korsel meningkatkan kendalinya atas Pulau Dokdo itu
dengan menambah porsi patrolinya. Untuk mempertahankan pulau itu segala lapisan di Korsel
turut ambil peran. Mulai presiden, politisi, aktor, hingga perusahaan ponsel. Mereka turut
mengirimkan pesan ke Jepang untuk melepaskan pulau yang dalam bahasa Korea berarti Pulau
Sunyi itu. Selain itu, kalangan akademisi dan pejabat juga akan berusaha sebisanya untuk
mencegah Jepang mengklaim pulau yang di Jepang disebut Takeshima alias pulau bambu itu.
’’Kami mempunyai misi untuk mencegah siapapun yang mengatakan bahwa Dokdo bukan
wilayah Korea,’’ kata Kim Hyun-soo, pimpinan Institut Riset Dokdo. Untuk itu, lembaga ini
mempunyai penjelasan dan bukti ilmiah bahwa Dokdo adalah milik Korea. Kim menolak
menyebutkan berapa jumlah staf serta berapa dana yang dimiliki lembaganya.
Sejak diketahui bahwa Jepang memasukkan pulau itu ke dalam buku pelajaran, Korsel langsung
tidak terima. Tapi, kedua negara itu sama-sama mengaku mempunyai hak atas pulau itu. Bahkan,
klaim Jepang itu sempat memicu kemarahan warga yang lantas berdemo di Seoul.
Sejak keluar klaim Jepang pada Juli lalu, Korsel langsung menanggapinya dengan serius. Mereka
langsung mendirikan lembaga riset. Lantas, mereka juga mengirimkan kapal untuk “melindungi”
Dokdo. Selanjutnya, pemerintah berencana mendirikan lebih banyak bangunan untuk
menyatakan bahwa wilayah itu benar-benar di milik mereka. ’’Saat saya melihat Dokdo, saya
merasa bangga telah mengabdi untuk negara ini,’’ kata Kim Yang-soo, petugas kepolisian yang
bertugas di pulau itu bersama 30 petugas lain. Sikap Jepang juga membuat Kim secara pribadi
geram. ’’Jangankan minta maaf, sikap Jepang justru semakin kurang ajar. Itu mengkhawatirkan
saya dan harus segera dihentikan,’’ lanjut Kim.

You might also like