You are on page 1of 10

TEORI NEO BEHAVIORISME

PAPER

Oleh:
KELOMPOK 7
1. Dian Pertiwi 100210103007
2. Merla Fitria A. S. 100210103050
3. Islia Dewi Yuanita 100210103059
4. Niswati Zahro 100210103068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER
2010

TEORI BELAJAR NEO BEHAVIORISME

Teori belajar neo behaviorisme tidak terlepas dari dari teori pendahulunya, yaitu teori
belajar behaviorisme. Teori belajar behaviorisme menjelaskan belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan
hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat
atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behaviorisme:
Mementingkan faktor lingkungan
Menekankan pada faktor bagian
Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
Sifatnya mekanis
Mementingkan masa lalu

Namun pada perkembangannnya teori pembelajaran dianggap terlalu kaku dan tidak
dapat menjelaskan semua bentuk perubahan perilaku dengan teori ini. Beberapa pakar
psikologi yakin bahwa behavioris pada dasarnya benar ketika mereka mengtakan
perkembangan dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh pengalaman-pengalaman
lingkungan. Akan tetapi, merekan yakin bahwa para ahli teori behaviorisme bergerak terlalu
jauh dengan menyatakan bahwa kognisi tidak penting dalam memahami perkembangan.
Karena itulah Albert Bandura menambahkan teori belajar sosial yang merupakan gabungan
dari teori behaviorisme dan psikologi kognitif. Teori belajar social ialah pandangan para
pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan dan kognisi sebagai faktor kunci
dalam perkembangan.
Para teoritis belajar mengatakan kita tidak seperti robot yang tidak memiliki pikiran,
yang tanggap secara mekanis kepada orang lain di dalam lingkungan kita. Tidak seorangpun
dari kita seperti penunjuk arah angin, yang berperilaku seperti orang komunis dalam
kehadiran seorang komunis atau seperti seorang John Brcher. Sebaliknya, kita berfikir,
bernalar, membayangkan, merencanakan, mengharapkan, menginterpretasikan, meyakini,
menilai dan membandingkan.ketika orang lain, mencoba mengendalikan kita, nilai-nilai dan
keyakinan kita memungkinkan kita menolak kendali mereka.
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari
Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana
orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan
kejadian- kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah
merupakan hubungan yang saling berpengaruh(interlocking), Harapan dan nilai yang
berkembeng di lingkungannya mempengaruhi tingkah laku. Pengakuan sosial yang berbeda
mempengaruhi konsepsi diri individu Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau
arah aktivitas.
Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan
oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar). Pemrosesan
kode-kode simbolik Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan
tingkah laku, (Bandura, 1976).
Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru
(kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat
penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan
penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan )
memegang peranan penting.
Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya
sendiri.
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak
hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of
self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan
pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang
berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah
laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur
tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan
“goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih
prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat
menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar,
mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar. Berikut
Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu
sebagi berikut :

Teori Humanistik
Teori ini terutama dikembangkan oleh Maslow. Teori ini menjelaskan bahwa pada
hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan
internal untuk berkembang dan membentuk perilakunya dalam kaitan itu maka setiap diri
manusia adalah bebas dan memiliki kecendrungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai
aktualisasi diri. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebutuhan manusia adalah beritngkat-tingkat,
terdiri dari tingkatan: kebutuhan faaali, kebutuhan keamanan, kebutuhan pengakuan, dan
kebutuhan aktualisasi diri.

Teori Ethologi ( sosiobiologi)


Etologi menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan
( imprinting ) dan periode penting ( critical period ) merupakan konsep kunci. Teori ini di
tegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap perilaku binatang dalam keadan nyata.
Pendirinya adalah Carl Von Frisch serang pecinta binatang. Bertahun-tahun ia memelihara
berbagai macam binatang dan mengamati perilakunya. Percobaan yang dilakukan pada
sekelompok itik dengan ank-anaknya adalah yang yang digunakan untuk menyusun teori ini.
Ia pisahkan dua kelompok anak angsa, satu kelompok diasuh induknyadan satu kelompok
lagi ia asuh sendiri. Setelah beberapa bulan kelompok anak angsa yang diasuhnya
mengidentifikasi Carl Von Frisch sebagai induknya. Kemanapun Carl Von Frisch pergi
mereka selalu mengikuti. Suatu saat dipertemukan kelompok asuhnya dengan induk aslinya
ternyata kelompok yang diasuh ini menolak induk aslinya
Garis besar teori ini mengatakan pada dasarnya sumber dari semua perilaku social ada
dalam gen. ada instink dalam makhluk untuk mengembangkan perilakunya. Analogi yang
dikemukakan adalah “genes setting the stage, and society writing the play”. Teori ini
memberikan dasar bagi pemahaman periode kritis perkembangan dan perilaku melekat pada
anak segera setelah dilahirkan.
Kepekaan terhadap jenis pengalaman yang berbeda berubah sepanjang siklus
kehidupan. Adanya atau tidak adanya pengalaman-pengalaman tertentu pada waktu tertentu
selama masa hidup mempengaruhi individu dengan baik di luar waktu pengalaman-
pengalaman itu pertama kali terjadi. Para etologi yakin bahwa kebanyakan pakar psikologi
meremehkan pentingnya kerangka waktu khusus ini pada awal perkembangan dan peran yang
kuat yang dimainkan evolusi dan landasan biologis dalam perkembangan.
Etologi lahir sebagai pandangan penting karena pekerjaan para pakar ilmu hewan eropa,
khususnya Konrad Lorenz (1903-1989). Etologi menekankan bahwa perilaku sangat
dipengaruhi oleh biologi terkait dengan evolusi, dan ditandai oleh periode yang penting atau
peka.
Melalui penelitian yang sebagian besar dilakukan dengan angsa abu-abu, Lorenz
(1965) mempelajari suatu pola perilaku yang dianggap diprogramkan di dalam gen burung.
Seekor anak angsa yang baru ditetaskan tampaknya dilahirkan dengan naluri untuk mengikuti
induknya. Pengamatan memperlihatkan bahwa anak angsa mampu berperilaku demikian
segera setelah ditetaskan. Lorenz membuktikan bahwa tidak benar anggapan bahwa perilaku
semacam itu diprogramkan terhadap binatang.

Teori Ekologis
Teori etologis menempatkan tekanan yang kuat pada landasan perkembangan
biologis. Berbeda dengan teori etologi, Urie Bronfenbrenner (1917) mengajukan suatu
pandangan lingkungan yang kuat tentang perkembangan yang sedang menerima perhatian
yang meningkat. Teori ekologi adalah pandangan sosiokultular Bronfenbrenner tentang
perkembangan, yang terdiri dari 5 sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung
dengan gen-gen social (social agent) yang berkembang baik hingga masukan kebudayaan
yang berbasis luas. Ke 5 sistem dalam teori ekologis Bronfenbrenner ialah mikrosystem,
mesosyem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Modal ekologis Bronfenbrenner (1979,
1986, 1989, 1993).
Makrosystem, dalm teori ekologis Bronfenbrenner ialah setting dalam mana individu
hidup. Konteks ini meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah dan lingkungan.
Dalam mskrosystem inilah interaksi yang paling langsung dengan agen-agen social
berlangsung. Misalnya orang tua, teman-teman sebaya, dan guru. Individu tidak dipandang
sebagai penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagai seseorang yang
menolong membangun setting. Bronfenbrenner menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian
tentang dampak-dampak sosiokultular berfokus pada mikrosystem.
Mesosistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi hubungan antara beberapa
mikrosistem atau hubungan antar beberapa konteks. Contohnya ialah hubungan antara
pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman
keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya anak-
anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan
hubungan positif dengan guru, para developmentalis semakin yakin pentingnya mengamati
perilaku dalam setiing majemuk seperti keluarga, teman sebaya, dan konteks sekolah untuk
mmperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkambangan individu.
Ekosistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-
pengalaman dalam setting social lain dalam mana individu tidak memiliki peran yang aktif
mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat. Misalnya pengalaman
kerja dapat mempengaruhi hubungan seoran perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang
ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan banyak perjalanan, yang dapat
meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang tua anak. Contoh lain
ekosistem adalah pemerintah kota yang bertanggung jawab bagi kualitas taman, pusat-pusat
rekreasi dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan remaja.
Makrosistem, dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi kebudayaan di mana
individu hidup ingat bahwa kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan dan semua
produk lain. Dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generas-generasi ingat juga
bahwa studi lintas budaya perbandingan antar satu kebudayaan dengan kebudayaan lain atau
lebih kebudayaan lain, member informasi tentang generalitas perkembangan.
Kronosistem, dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi pemolaan peristiwa-
peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris.
Misalnya dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti
menemukan bahwa dampak negative sering memuncak pada tahun pertama setelah
perceraian dan bahwa dampaknya lebih negatef bagi anak laki-laki daripada anak perempuan.
2 tahun setekah perceraian interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil dengan
mempertimbangkan keadaan-keadaan sosiohistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya
sangat didorong untuk meniti karir dibandingkan pada 20 atau 30 tahun yang lalu. Dengan
cara seperti ini, kronosistem memiliki dampak yang kuat pada perkembangan kita.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih
dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari
luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh
para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan
siswa. Karena itu teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan
dalam berbagai pendidikan secara massal dianggap teori yang paling cocok untuk saat ini..
Teori Pemrosesan Informasi

Dalam suatu proses pembelajaran agar materi dapat tersalurkan kepada peserta didik
dibutuhkan suatu metode pembelajaran. Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif
tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang
memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua
informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera. Komponen pertama dari sistem
memori yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi
penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam
waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap
informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan
hilang.
Sebelum mengupas lebih lanjut tentang kedua hal tersebut, perlu mengenalkan lebih
dahulu konsep yang juga juga terkait dengan keduanya. Yaitu, konsep tentang persepsi.
Menurut Suharnan, 2005 persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan
menginterpretasi stimulus(rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti, mata, telinga
dan hidung. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa persepsi adalah
proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera.
Ada 3 aspek yang relevan dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia
yaitu, pencatatan indera, pengenalan pola dan perhatian. Aspek pertama, pencataan indera
adalah sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai
informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Pencatatan indera juga dikenal sebagai ingatan
sensory yang dibedakan menjadi dua macam yaitu, iconic yaitu sistem pencatatan indera
terhadap informasi visual, gambar dan benda konkrit dan echonic yaitu sistem pencatatan
indera terhadap informasi berupa suara.
Aspek kedua, pengenalan pola adalah proses transformasi dan pengorganisasian
informasi yang masih kasar agar mempunyai makna atau arti tertentu. Aspek ini lebih dalam
dari hanya sekedar menyimpan informasi yang masuk melalui reseptor, dengan kata lain
dapat pula dikatakan bahwa aspek pengenalan pola ini adalah sebuah upaya untuk menata
informasi yang masuk sesuai dengan karakteristik yang menonjol untuk ditempatkan sesuai
dengan jenisnya.
Perhatian adalah aspek yang ketiga, yang diartikan sebagai proses pemusatan
aktivitas mental atau proses konsentrasi pikiran dengan mengabaikan rangsangan lain yang
tidak berkaitan. Aktivitas ini menuntut pemusatan konsentrasi pikiran pada hal-hal yang
menonjol dari sebuah informasi dan bekerja secara intens terhadap informasi tersebut dengan
mengabaikan hal-hal yang tidak terkait.
Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam
pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu
harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang
dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000: 176).
Interprestasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari
stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status
mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain.
Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen
kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah
sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara
untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang
informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk
pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan
informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi
memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori
jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita,
memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan
pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu
Kesimpulan
Dari pembahasan tentang teori belajar diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar
aliran behaviorisme terlalu kaku dan sistem pembeljarannya terlalu terpusat pada guru
sehingga siswa jarang memiliki peran dalam proses pembelajarannya. Kemudian muncul
teori neobehaviorisme yang juga disebut dengan teori belajar sosial yang diharapkan dapat
lebih memberikan peran dan kesempatan pada siswa agar lebih aktif dalam belajar.
Teori pemrosesan informasi adalah teori yang diharapkan dapat membantu siswa
untuk lebih mudah mengingat informasi yang diberikan oleh gurunya dengan cara mengulang
kembali materi yang telah diajarkan sehingga dapat disimpan dalam memorinya.

You might also like