Professional Documents
Culture Documents
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat
atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Patrick dan Schaible (1980)
menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan,
meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah
pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi
pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan
pakan bentuk pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan,
penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi
pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun
pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet
merujuk pada Pujaningsih (2006) terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan
Pengolahan Pendahuluan
Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau
kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap
selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
ukuran partikel yang seragam--berbentuk tepung (mash) (McEllhiary, 1994). Seluruh bahan yang
tersebut dicampurkan.
Pembuatan Pelet
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir
terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost (1964), proses penting
dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan
Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk
gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet
menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus (Pujaningsih, 2006). Proses
pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas
dari kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat;
(3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya dan (4) Menciptakan aroma
Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi penurunan kandungan
bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan
organik. Proses kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18%. Winarno
(1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan
Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek, denaturasi
protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”. Reaksi ‘Maillard’ yaitu
polimerisasi gula pereduksi dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin
berwarna coklat, proses ini terjadi akibat adanya pemanasan (Muller, 1988). Warna coklat pada
bahan ini menurut Muller (1988) menurunkan mutu penampakan warna pelet. Nikersond dan
Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan dapat menyebabkan dehidrasi pada gula. Gula
yang terdehidrasi membentuk polimer sesama gula yang diikuti oleh gugus amina membentuk
senyawa coklat.
Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “pelleting”. Pencetakan merupakan
tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Temperatur bahan sebelum masuk ke dalam
mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%. Kelemahan sistem ini adalah
diperlukannya tambahan air sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan
pengeringan setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat
campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika
dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet dan pelet yang keluar
Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu
merupakan proses penurunan temperatur pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet
menjadi lebih kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah
terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap
ini untuk menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang
dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu
dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan
dengan mesin pelet sistem kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang,
sehingga pelet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung (Pfost, 1964).
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik sinar matahari atau
menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami
tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik,
jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan
akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan
Perlakuan Akhir
Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Pujaningsih (2206) melaporkan bahwa
diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5
cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci), untuk ayam pedaging periode
starter dan finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pelet untuk pakan dengan konsentrasi protein
tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci) dan 0,97 cm (0,38 inci) untuk pakan yang mengandung urea.
Karakterisasi
Karakterisasi merupakantahap awal yang selalu digunakan dalam proses pengolahan. Karakterisasi
yaitu pengumpulan dan evaluasi terhadap informasi yang dimiliki bahan meliputi:
Seleksi
Seleksi adalah mempertimbangkan apa yang dimiliki dan apa yang dikehendaki. Seleksi ini dimulai dari
informasi yang didapatkan dari karakterisasi merumuskan tujuan pengolahan bahan pakan, kemudian
analisis dari bahan pakan dilihat dari segi positif dan negatif dari penggunaannya. Setelah dilkukakan
seleksi maka akan dihasilkan bahan-bahan pilihan
Receiving
o Bahan baku yang dibeli berkualitas bagus yang telah dilengkapi dengan hasil analisis
laboratorium
o Daerah untuk penerimaan dan pembongkaran bahan baku harus bersih dan drainase
yang baik
o Transportasi yang akan digunakan untuk mengangkut bahan baku harus diperiksa
keadaan fisik dan kebersihannya. Kendaraan untuk mengangkut ternak tidak
digunakan untuk mengangkut pakan.
Pengelolaan bahan pakan
Pengambilan sampel bahan pakan dilakukan pada saat awal, pertengahan dan di akhir
pemuatan dan diambil pada 5 tempat pada kemasan material yaitu 4 sudut dan bagian tengah.
Pengambilan sampel ini diambil dengan arah diagonal. Apabila bahan baku berupa cairan
pengambilan sampel dapat dilakukan setelah bahan cair tersebut didiamkan 5 menit.
Semua sampel harus diletakkan pada peti yang besar kemudian dicampur dan sebanyak ¼
sampai dengan ½ kg diletakkan pada temapat tertentu untuk identifikasi. Identifikasi yang
dilakukan adalah tanggal, nomor kendaraan, bahan baku, jumlah penerimaan, nama pemasok
dan nama pengambil sample.
Semua sample dan produk harus dijaga dari kerusakan yang disebabkan oleh tikus, serangga,
kelembaban dan jamur. Pencegahannya dapat ditempatkan di dalam freezer.
o Penyimpanan bahan pakan
Material Processing
Berdasarkan sifat, fungsi dan tujuannya pengolahan bahan pakan terdiri atas:
Proses Fisik
Proses thermal yaitu proses pengubahan secara fisik bahan pakan dengan suhu dan dilakukan
dengan melihat sifat kimiawi dari bahan pakan tersebut. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan komponen antinutrisi, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan palatabilitas.
Proses thermal dapat dilakukan secara basah atau kering. Kerugian dari proses thermal adalah
non-enzymatic browning reaction untuk bahan tertentu.
Proses perubahan bentuk dilakukan untuk mengurangi reduksi ukuran bahan pakan sehingga lebih
mudah dalam proses lanjutan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan homogenitas, densitas dan
memperluas permukaan bahan pakan. Proses perubahan bentuk ini antara lain dengan cara
grinding (penggilingan), rolling (penghancuran), cracking (pemecahan) atau dengan cutting
(pemotongan). Proses reduksi ukuran bahan pakan ini tergantung dari sifat fisik bahan pakan
itu sendiri.
o Perubahan densitas
Perubahan densitas yaitu proses pengubahan tingkat kepadatan dari bahan pakan yang nantinya
akan lebih mempermudah dalam proses lanjutan produk intermediet maupun penggunaan
produk
o Pewarnaan
Pewarnaan dilakukan untuk meningkatkan nilai kompetitif dari produk. Pewarna yang digunakan
biasanya pewarna alami yang dibuat dari tumbuhan seperti carotene dan cucurmin, juga yang
paling banyak adalah pewarna sintetik baik yang berasal dari bahan organic maupun anorganik.
Selain itu perlu diperhatikan efek samping dari penggunaan zat pewarna tersebut. Di satu sisi
pewarna akan lebih memberikan nilai lebih dari segi tampilan produk namun bila ditinjau dari
segi toksisitas, zat pewarna akn mempengaruhi nutrient yang ada dalam bahan pakan.
Proses Kimiawi
Proses Biologis
Kultur/budidaya : Pemanfaatan/peningkatan nilai ekonomi dan social suatu bahan dengan proses
biologis (Kultur sel, Protein Sel Tunggal)
Proses Gabungan
Proses ini merupakan gabungan diantara ketiga proses diatas, baik fisik-biologis, fisika-kimiawi
atau biologi-kimiawi.
Mixing
Sebelum memasuki tahap mixing, bahan pakan yang digunakan harus melalui proses grinding. Proses
grinding ada dua macam yaitu:
Pregrind
Pada sistem pregrind, semua bahan baku kasar yang harus dihaluskan akan masing-masing menjalani
proses grinding untuk kemudian ke tahap mixing. Kelemahan dari pregrind yaitu kurangnya
homogenitas bahan pakan yang dicampur.
Postgrind
Pada sistem postgrind, hasil mixing akan disalurkan ke hammer mill untuk proses grinding yang kedua
kalinya. Dengan cara ini akan diperoleh hasil pakan yang sangat halus dan kualitas pellet yang
jauh lebih baik. Sistem post grinding cocok untuk feed mill dimana persentase pakan butiran
sangat dominant.
Proses mixing
Proporsi bahan harus sesuai dengan imbangan nutrient yang terkandung dalam pakan. Penimbangan
bahan-bahan harus dilakukan dengan timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi terutama
untuk bahan-bahan dengan jumlah kecil seperti vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino
kristal, pemacu pertumbuhan, dll.
2. Alat
Mixer vertical
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang kasar. Mixer tipe ini mencampur bahan pakan
dengan arah kebawah dan keatas.
Mixer horizontal
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang cair dan halus. Mixer tipe ini mencampur bahan
pakan dengan arah samping.
Mixer tabung
Digunakan untuk menggiling campuran bahan pakan kasar, halus dan cair. Mixer ini mencampur
bahan dengan arah rotasi
Yang perlu diperhatikan dalam tahap mixing adalah untuk bahan-bahan yang penggunaannya dalam
jumlah yang kecil ditambahkan pada bagian terakhir dari mixing.
Pengolahan Pendahuluan
Ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan
digunakan.
Penguapan dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran pakan.
Apabila pencampuran dilakuakan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil
mengaduk campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan diatas suhu yang diizinkan,
yaitu sekitar 800C. Penguapan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau
setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino.
Beberapa mesin cetak pellet berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi,
penguapan atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan.
Pencetakan
Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya adalah mencetak
campuran tadi menjadi bentuk pellet. Banyak jenis mesin yang dapat digunakan, mulai mesin
sederhana hingga mesin yang biasa digunakan pada industri pakan. Mesin pencetakan sederhana bisa
merupakan hasil modifikasi gillingan daging yang diberi penggerak berupa motor listrik atau motor
bakar.
Perbedaan mendasar antara mesin pencetak pellet sederhana dan mesin pencetak pellet yang
digunakan di industri pakan terletak pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak
sederhana adalah dengan mendorong bahan pakan campuran didalam sebuah tabung besi atau baja
dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan
lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk
pellet.
Kelemahan sistem ini adalah diperlukan tambahan air sebanyak 10-20% kedalam campuran pakan,
sehingga diperlukan pengeringan setelah pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk
membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika
dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Disamping itu, pellet yang
keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.
Pengeringan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari
14%. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika
pencetakan dilakukan dengan mesin pellet sistem kering, cukup dikering-anginkan sajahingga uap
panasnya hilang, sehingga pellet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran dibawah terik matahari atau menggunakan
mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat
tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai
tercemar debu, kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit
penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat beragam, diantaranya oven pengering.
Dalam oven pengering, pellet basah disimpan dalam baki dan oven dipanaskan dengan bantuan kompor
minyak tanah, batu bara atau bahan bakar lainnya. Penyimpanan pellet dalam baki tidak boleh terlalu
tebal, supaya dihasilkan pengeringan yang merata dan harus sering dibalik supaya tidak gosong. Yang
perlu diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak boleh lebih dari
800 C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak kandungan nutrisi pakan, serta
membuat pakan menjadi terlalu keras.
Packaging
o Pengemasan
Fungsi pengemasan adalah melindungi pakan jadi dari cahaya dan embun serta zat pancemar
lingkungan lain. Tujuan pengemasan yaitu:
Mencegah kerusakan
Memudahkan dalam penanganan
Menghindari kontaminasi
Nilai estetika
Bahan pengemas harus memperhatikan sifat fisika, kimia dan biologi bahan
yang akan dikemas
Derivat polistiren dan polietilen lebih banyak digunakan sebagai bahan
pengemas karena tidak mudah dicerna mikroorganisme, kuat dan ringan
Daya tahan suhu bahan pengemas
Tidak mengandung logam beracun
o Labelling
Pemberian label pada kemasan perlu dilakukan untuk memberitahukan petani mengenai identitas
pabrik dan jenis pakan. Label juga menjelaskan isi dari kantong kemasan. Jika pakan dibubuhi obat,
peringatan harus jelas tercantum bersama dengan aturan pakai untuk jenis ternak yang menjadi
komoditas dari pakan tersebut.
Warehousing (Pergudangan)
Menjaga kualitas pellet dapat kita lakukan dari beberapa segi yaitu:
o Bahan Baku
Untuk membuat pakan yang bermutu diperlukan bahan baku yang berkualitas baik. Contohnya jagung
kuning, kadar airnya tidak boleh berlebih karena jagung seperti ini kandungan nutrisinya akan
menyimpang jauh dari nilai standar. Di samping itu, proses penggilingan menjadi bentuk tepung
akan sulit dilakukan. Jagung yang terlalu lama disimpan tanpa ada upaya pengawetan tidak boleh
digunakan karena kandungan nutrisinya akan menurun atau bahkan akan menghilang selama
penyimpanan tersebut. Begitu juga bahan baku lainnya, seperti bungkil kelapa. Untuk bahan ini,
jangan gunakan bahan yang telah tengik karena nutrisinya telah rusak. Apalagi menggunakan
bahan baku yang telah berjamur, sangat tidak dianjurkan. Bahan demikian akan menimbulkan
racun yang membahayakan ternak. Apabila penyimpanan bahan baku tidak sempurna, dapat
dipastikan pakan yang dihasilakan akan berkualitas jelek. Karena itu, penyiapan bahan baku
merupakan awal dari keberhasilan pembuatan pakan.
Formula yang dibuat harus seimbang dengan kebutuhan nutrien yang diperlukan tidak berlebih atau
kurang. Perlu dicermati apabila terjadi kesalahan pada penyusunan formula maka akan dapat
mempengaruhi kualitas pellet dan itu juga akan mempengaruhi metabolisme dalam tubuh ternak
yang mengkonsumsinya.
Uap yang dihasilkan harus kering dan tidak mengandung uap air ketika masuk pada conditioner.
Untuk pakan ruminansia dan pakan yang berserat tekanan uapnya berkisar 4 Bar dan 1 sampai
2 Bar untuk jenis pakan yang mengandung pati.
Proses pembuatan pellet yang sempurna akan menghasilkan pellet dengan kualitas yang baik.
Pellet yang baik mempunyai tingkat kekerasan yang sedang. Pellet tidak boleh terlampau keras
atau terlalu lunak.
2. Durabilitas
Durabilitas yaitu kemampuan dari pellet untuk mempertahankan bentuknya dari penanganan atau
pada saat pengiriman. Pellet yang baik tidak mudah pecah, tidak retak-retak dan tidak berdebu.
3. Appearance (penampilan)
Pellet yang baik mempunyai ukuran yang agak panjang dan seragam, bentuk rupanya baik dan
kompak serta tidak ditumbuhi oleh jamur.
Pellet yang telah dikemas dijaga supaya tidak terjadi kerusakan selama penyimpanan. Untuk itu, Perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
Dengan melihat hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pellet yang baik dimulai dari langkah
awal pembuatan pellet yaitu pengadaan bahan baku hingga langkah akhir yaitu penyimpanan. Dengan
menjaga kualitas pada setiap step pembuatan pellet.
Daftar Pustaka
2. Alumnus Program Studi S-1 Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Kualitas pellet bagi ternak terrestrial, berbeda dengan spesies akuatik, sangat terkait dengan
durabilitas, yaitu ketahanan fisik dari pakan pellet menghadapi proses penanganan dan
transportasi sehingga dihasilkan tepung maupun patahan pellet dalam jumlah minimum.
Durabilitas diukur dengan nilai persentase pellet ataupun tepung dalam pakan jadi disingkat
sebagai PDI (“pellet durability index”). PDI menggambarkan persentase berat pellet yang tetap
utuh setelah melewati alat uji standar (KSU tumbling cane, Holman tester, Kahl tester, dll).
Dengan masih terbatasnya pengetahuan kita tentang pellet maka kita harus mencari, melihat
membaca, mengetahui, dan memahami semua tentang pellet dari proses pengolahan, bentuk yang
baik, menjaga kualitas,dsb.
PENDAHULUAN :
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ternak agar
diperoleh berat badan yang diharapkan, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan dan manajemen.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Berat Badan pada Unggas, Bentuk pakan pelet
akan lebih efisien dalam menghasilkan berat badan jika dibadingkan dengan pakan dalam bentuk
tepung. Pakan bentuk tepung akan banyak yang terbuang sebagai debu (urip santoso.2008).
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi unggas adalah pakan, pakan yang
baik juga mempengaruhi kualitas dan pertumbuhan berat badan unggas. Pellet merupakan pakan
yang sangat baik untuk pertambahan berat badan, walaupun kemungkinan-kemungkinan adanya
ditemukan pakan- pakan yang lebih baik dari pada pellet yang harus melakukan penelitian-
penelitian yang membutuhkan waktu yang lama dan sulit sebelumnya.
Strain ayam pedaging final stock diperoleh dari keturunan parent stock dan merupakan hasil
seleksi yang dilakukan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil yang betul-betul produktif
(Anonymous, l983). Kalaupun ada perbedaan pada berat badan, hal tersebut logis karena
disebabkan oleh perbedaan genetik dan pengaruh faktor makanan yang diberikan serta seleksi
telur yang ditetaskan (Aitken et al., l969) yang dikutip oleh Nathaneal (l975).
Banyaknya penelitian-penelitian untuk mengetahui pakan yang baik dan dapat dijadikan pakan
pengganti pellet untuk menambah berat badan unggas. Tetapi sampai saat ini pellet masih
dianggap pakan yang paling baik, meskipun untuk proses pembuatannnya masih sulit untuk kita
yang masih belum begitu mengetahui tentang ilmu tersebut. Tetapi sekarang pellet dengan
mudah dapat kita temukan di tempat-tempat atau took-toko yang menjual pakan-pakan ternak di
daerah-daerah kita tinggal.
Dengan masih terbatasnya pengetahuan kita tentang pellet maka kita harus mencari, melihat
membaca, mengetahui, dan memahami semua hal yang berhubungan dengan pellet dari proses
pengolahan, bentuk yang baik, menjaga kualitas,dsb. Karena itu merupakan hal yang harus kita
pahami lebih dalam untuk dapat berternak dengan baik.
Zatari et al (1990) membandingkan dua jenis pakan yang berbeda kualitas pellet (75 % pellet dan
25 % tepung versus 25 % pellet dan 75 % tepung) terhadap penampilan ayam broiler selama
periode pemeliharaan 49 hari. Pakan 75 % pellet memberikan keuntungan dalam hal berat badan
akhir dan nilai konversi pakan kumulatif dibandingkan pakan 25 % pellet. Dibandingkan dengan
ayam broiler, kalkun bereaksi negatip terhadap peningkatan persentase tepung dalam pakan.
Kualitas pellet merupakan faktor kritis bagi kalkun mengingat spesies ini menghabiskan banyak
waktu mengkonsumsi pakan sehingga kualitas pellet yang kurang baik menyebabkan lebih
banyak pakan sisa. Menggunakan kalkun jantan yang dipelihara sejak umur 7 sampai 18 minggu,
Brewer et al (1990) memperlihatkan adanya perbaikan nilai konversi pakan sebesar 7 dan 10
point pada kalkun yang mengkonsumsi pakan 10 % tepung dibandingkan jika diberikan pakan 50
% tepung.
Kualitas pellet memberikan pengaruh yang lebih beragam jika diberikan kepada itik,
dibandingkan terhadap broiler dan kalkun. Seringkali ditemukan material lengket pada paruh itik
yang diberi pakan tepung. Pengerasan sisa pakan tersebut mengurangi konsumsi pakan dan
meningkatkan pakan yang terbuang sementara itik membersihkan paruhnya dengan air dalam
upaya untuk menyingkirkan material yang melekat tersebut Dean (1986) menunjukkan bahwa
penurunan kandungan tepung dalam pakan dari 16 % menjadi 0 % mengarah pada peningkatan
2,8 % nisbah konversi pakan.
Bahan baku mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas pellet. Kandungan perekat
(binder) alami (misalnya pati), protein, serat, mineral dan lemak dari bahan baku akan
mempengaruhi kualitas pellet. Barley, gandum, kanola dan rape seed meal mengandung perekat
alami yang membentuk ikatan fisik – kimia selama proses untuk menghasilkan pellet yang
berkualitas lebih baik. Meskipun demikian, di luar kawasan Eropa dimana banyak menggunakan
gandum dan rape seed meal sebagai bahan utama, pakan unggas yang banyak menggunakan
bijian (jagung atau sorghum) dan bungkil kedele mempunyai daya rekat yang rendah.
Dalam banyak hal, formulasi pakan ayam pedaging mendasarkan pada metoda “least cost”
maupun “optimal cost” yang tidak memperhitungkan “pelletabilitas” setiap bahan baku. Selain
pilihan bahan baku, teknik manajemen lainnya menawarkan upaya-upaya mengefektifkan biaya
untuk memperbaiki kualitas pellet. Pakan mengandung bijian kasar dalam jumlah banyak
membutuhkan penanganan yang ekstra dinitikberatkan pada ukuran partikel, kondisioner,
kondisi die dan kandungan lemak (Tabel 1).
Winowiski, 1999 (2)McEllhiney, 1992 (3)Greer and Fairchild, 1999 (4)Smith et al., 1995
1)
Menggiling bijian menjadi ukuran partikel yang halus akan meningkatkan kualitas pellet.
Semakin kecil partikel akan semakin besar luas permukaan yang memungkinkan penetrasi panas
dan kelembaban lebih cepat ke inti partikel selama proses kondisioning sehingga dapat
meningkatkan pemasakan dan gelatinasi sel-sel pati. Ukuran partikel yang optimum untuk
meningkatkan durabilitas pellet pada pakan unggas dengan kandungan utama jagung-kedele
haruslah dalam kisaran 650 – 700 mikron. Memperkecil ukuran partikel jagung menjadi 500
mikron akan memperbaiki kualitas pellet dibandingkan ukuran 700 mikron, tetapi pengurangan
ukuran partikel akan meningkatkan kebutuhan enerji penggilingan menjadi dua kali lipat
(McEllhiney, 1992).
Riset terakhir dari Kansas State University (KSU) menunjukkan bahwa kandungan kelembaban
dari tepung sebelum kondisioning mempunyai pengaruh yang linier (R=0,97) terhadap kualitas
pellet (Geer and Fairchild, 1999). Teknik baru memungkinkan penambahan kelembaban sejak
dari mixer, yang dapat menjadi cukup menguntungkan apabila menggunakan bijian dengan
kelembaban yang rendah. Beyer et al (2000) pada penelitian terhadap broiler sampai umur 42
hari melaporkan bahwa peningkatan PDI (61,7 % vs 87,3 %) dengan cara mengendalikan
kelembaban di mixer dapat memperbaiki konversi pakan. FCR diperbaiki 5 point pada fase umur
3 – 6 minggu dan membaik 2 point selama umur 0 – 6 minggu. Sebaliknya peneliti KSU juga
menemukan beberapa kerugian yaitu bahwa penambahan kelembaban di mixer akan
meningkatkan berat per volume pakan yang menjadikan tidak efektivifnya transportasi.
Termasuk juga berakibat negatif terhadap densitas nutrisi.
Kualitas Steam
Pakan unggas dengan kandungan utama jagung atau sorghum membutuhkan kondisioning yang
baik untuk mengaktifkan perekat alami dan meningkatkan kualitas pellet. Kondisioning yang
tepat membuka sel-sel pati dari jagung (sebagai contoh), mengubah susunan molekul-molekul
amilosa dan amilopektin yang akan membentuk bulatan di sekeliling molekul bahan baku lain
dalam proses yang dikenal sebagai gelatinasi. Amilopektin bebas dari kondisioning adalah yang
paling berperan dalam hal kualitas pellet.
Kondisioning yang cukup harus berlangsung dalam periode yang singkat, tidak lebih dari
beberapa menit dalam sistem steam konvensional atau 30 detik dalam super conditioner atau
sistem expander. Steam berkualitas baik akan membantu mengoptimalkan pengaruh panas dan
kelembaban terhadap bahan tepung. Kualitas steam didefinisikan sebagai jumlah uap air dibagi
campuran air bebas dan uap air. Steam jenuh terdiri atas 100 % uap air, sedangkan steam basah
mengandung air bebas dan uap air sehingga kandungan uap air lebih kecil dari 100 %. Turner
(1995) menyarankan bahwa dalam menggunakan steam jenuh (steam kualitas baik) suhu bahan
tepung meningkat sekitar 16oC untuk setiap peningkatan 1 % kelembaban bahan tepung. Jika
kualitas steam dikurangi menjadi 80 % (steam basah) maka suhu bahan tepung hanya meningkat
13,5oC untuk setiap peningkatan 1 % kelembaban. Kualitas steam yang jelek dapat mengurangi
suhu kondisioning 6 – 11oC tergantung pada jumlah kelembaban yang ditambahkan.
Rendahnya kualitas steam bisa terjadi akibat kehilangan panas dalam saluran steam atau akibat
masuknya buih-buih ke dalam saluran steam. Apabila steam menjadi masalah maka bisa
dipasang steam trap untuk membuang kondensat ke luar saluran steam. Trap harus dipasang pada
interval jarak 30 meter dan pada belokan steam. Sistem untuk menghasilkan steam berkualitas
baik harus mengkombinasikan separator – regulator – steam trap pada jalur steam ke
kondisioning untuk membuang tetesan – tetesan air yang tidak bisa dibuang melalui steam trap
sepanjang saluran steam. Dengan sistim steam yang konvensional diharapkan steam kualitas baik
(97 %) yang masuk ke kondisioning untuk memungkinkan tercapainya suhu kondisioning 88oC.
Dimana dan bagaimana mengaplikasikan lemak dalam proses produksi pakan membuat
perbedaan yang besar dalam kualitas pellet. Pengalaman menunjukkan bahwa penambahan
lemak lebih dari 2 % di mixer menyebabkan penurunan kualitas pellet. Kandungan lemak yang
tinggi dalam bahan tepung cenderung mengurangi pergesekan antara pakan, die dan roller. Ini
menghindari roller menekan pakan melewati die secara efektif dan berkompresi.
Sebaliknya sistem aplikasi yang lebih moderen (untuk post pelleting) bisa menambahkan lemak
tanpa mempengaruhi kualitas pellet. Lemak dapat ditambahkan di die meskipun ini akan
menimbulkan masalah kebersihan di jalur setelah mesin pellet khususnya di dalam cooler.
Belakangan ini adakecenderungan untuk menambahkan lemak pada fase akhir (load out)
menggunakan sistem coating yang disemprotkan (bertekanan atau tidak). Apabila penambahan
lemak di die hanya bisa mengaplikasikan 2 – 3 %, maka teknologi terakhir (load out)
memungkinkan penambahan lemak 6 – 8 %. Teknologi ini memberikan waktu yang cukup bagi
lemak untuk diserap ke dalam pellet tanpa masalah pelepasan panas dan kelembaban dari pellet
seperti yang biasa terjadi pada die.
Perawatan Die yang Hati-hati
Mempertahankan kondisi optimum dari die adalah vital untuk menghasilkan pellet berkualitas
tinggi. Beberapa masalah umum yang mempengaruhi kualitas pellet adalah keausan pemukaan
die, korosif, lubang melebar. Masalah ini menurunkan kualitas pellet akibat berkurangnya
ketebalan efektif die dan rasio kompresi lubang die. Apabila kualita pellet terlihat menurun
dalam waktu lama tanpa penyebab yang jelas, maka rekondisi die atau penggantian die perlu
dilakukan.
Rekondisi die dapat memperpanjang umur die dan memberikan kapasitas produksi tambahan,
diperkirakan sebanyak 65.000 ton untuk pakan broiler, yang biayanya lebih murah dibandingkan
mengganti dengan die baru. Meskipun demikian, keuntungan dari performans ayam sebagai
konsekuensi kualitas pellet yang optimum harus seimbang dengan biaya pergantian die. Sebagai
contoh, produsen pakan itik merekondisi die tiga kali lebih sering daripada produsen pakan
broiler karena kepentingan untuk kualitas pellet yang lebih baik. Lubrikasi pellet mill yang lebih
sering, membersihkan logam-logam yang terperangkap di atas mesin pellet, dan penyesuaian
jarak antara roller dan die secara hati-harti dapat membantu mengurangi masalah die.
Dari sudut pandang efektivitas biaya, maka kualitas steam, aplikasi lemak dan perawatan die
adalah yang paling menguntungkan untuk optimalisasi kualitas pellet. Pilihan – pilihan lain bisa
juga memperbaiki kualitas pellet secara nyata tetapi akan membutuhkan peralatan baru atau
modifikasi yang dapat meningkatkan biaya produksi. Juga adalah memungkinkan untuk
meningkatkan kualitas pellet dengan menggunakan bahan baku yang mengandung perekat alami
seperti gandum dan produk ikutannya. Jalan lain juga dengan menambahkan perekat pellet
komersial. Manipulasi formula untuk meningkatkan kualitas pellet akan mengurangi keleluasaan
dalam formulasi (“least cost”) dan dalam jangka panjang meningkatkan biaya.
(2) Pembuatan pellet terdiri atas proses penguapan, pencetakan, pendinginan dan pengeringan
dan
(3) Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan.
Pada proses pembuatan pellet terdapat proses kondisioning dimana campuran bahan pakan
dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi.
Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun sehingga
penampakan pellet kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus. Penguapan
dalam proses pembuatan pakan berbentuk pellet bertujuan:
(1) Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit,
(2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat,
(3) Pakan menjadi lunak, sehingga apabila diberikan pada ternak ayam maka akan lebih mudah
mencernanya dan
(4) menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ayam (Pond and Church,
1995).
Penguapan tidak boleh dilakukan diatas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 800C. Penguapan
dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi
kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Bentuk fisik
pellet yang baik:
(1) Hardness (tingkat kekerasan): Pellet yang baik mempunyai tingkat kekerasan yang sedang.
Pellet tidak boleh terlampau keras atau terlalu lunak,
(2) Durabilitas: Durabilitas yaitu kemampuan dari pellet untuk mempertahankan bentuknya dari
penanganan atau pada saat pengiriman. Pellet yang baik tidak mudah pecah, tidak retak-retak dan
tidak berdebu dan
(3) Appearance (penampilan): Pellet yang baik mempunyai ukuran yang agak panjang dan
seragam, bentuk rupanya baik dan kompak serta tidak ditumbuhi oleh jamur.
Menjaga kualitas pellet dapat kita lakukan dari beberapa segi yaitu:
1.Bahan Baku
Untuk membuat pakan yang bermutu diperlukan bahan baku yang berkualitas baik. Contohnya
jagung kuning, kadar airnya tidak boleh berlebih karena jagung seperti ini kandungan nutrisinya
akan menyimpang jauh dari nilai standar.
Formula yang dibuat harus seimbang dengan kebutuhan nutrien yang diperlukan tidak berlebih
atau kurang (Sutardi, 2003). Perlu dicermati apabila terjadi kesalahan pada penyusunan formula
maka akan dapat mempengaruhi kualitas pellet dan itu juga akan mempengaruhi metabolisme
dalam tubuh ternak yang mengkonsumsinya.
3.Proses penyimpanan pellet: Pellet yang telah dikemas dijaga supaya tidak terjadi kerusakan
selama penyimpanan. Untuk itu, Perlu memperhatikan hal-hal berikut:
4.Kadar air tidak lebih dari 14%: Pakan harus dikemas dengan menggunakan karung plastik
supaya tidak terjadi kontak langsung dengan udara
5.Pakan disimpan dalam ruangan yang sejuk, kering, tidak lembap, sirkulasi udara baik dan tidak
terkena sinar matahari langsung
6.Tumpukan karung pakan sebaiknya tidak terlalu tinggi dan harus diberikan alas berupa
platform dari kayu atau papan dengan ketinggian 10-15 cm dari lantai
7.Penerapan manajemen pergudangan, pakan yang akan digunakan adalah yang masuk ke
KESIMPULAN
Pellet merupakan pakan yang baik untuk pertambahan berat badan ternak unggas. Khususnya
unggas pedaging. Walaupun proses pembuatan pellet tersebut sulit tetapi sudah banyak dan
dapat kita beli ditoko-toko yang menjual pakan-pakan ternak di daerah-daerah kita. Manipulasi
formula untuk meningkatkan kualitas pellet akan mengurangi keleluasaan dalam formulasi
(“least cost”) dan dalam jangka panjang meningkatkan biaya. Untuk mengoptimalkan kualitas
pellet dengan biaya efektif, produsen pakan harus yakin bahwa pabrik sudah melakukan dengan
benar penanganan steam, lemak dan die. Menyesuaikan perubahan-perubahan besar dalam
formulasi pakan maupun proses produksi, pengembalian dari diperbaikinya penampilan produksi
unggas akan harus melebihi dari peningkatan biaya dari produksi pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. l983. Pedoman Beternak Ayam Negeri. Cetakan II. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Morrison, F.B. l96l. Feed and Feeding. Nine Ed. The Morrison Publ. Company, Clinton. Iowa.
Morgan, J.T. and D. Lewis. l96l. Nutrition of Pigs and Poultry. Butter Worths. London.
Mount. L.E. l979. Adaptation to Thermal Environment, Man and His Productive Animal.
Edward Arnold Publishing, London. p. 333.
Murtidjo, B.A. l987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Stell, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principle and Procedures of Statistics. 2nd. McGraw-Hill
International Book Company, London.
United State Department of Agriculture. l977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment
Printing Office Washington D.C.
Wahju, J. l978. Cara Pemberian dan Penyusunan Ransum Unggas. Cetakan ke Empat, Fakultas
Peternakan IPB., Bogor.
Wathes, C.M. l98l. Insulation of Animal Houses. In : J.A. Clark, Ed. Environmental Aspect of
Housing for Animal Production. University of Nottingham.
Winter, A.R., and E.M. Funk. l960. Poultry Science and Practices. Lippincott and Co. New
York.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam penyediaan pakan yang berkualitas adalah sangat beragamnya kualitas
bahan pakan yang tersedia. Banyak hal yang mempengaruhi keadaan tersebut seperti faktor
bervariasinya komoditas yang ditanam, kondisi tanah, ada tidaknya pemupukan, musim dan
waktu panen yang berbeda. Faktor-faktor pembeda kualitas ini memicu beragamnya kualitas
bahan pakan tersebut. Salah satunya adalah kadar air dari bahan pakan.
Kadar air di dalam suatu bahan pakan menunjukan banyak tidaknya jumlah air yang terikat di
dalam jaringan tumbuhan tersebut. Kadar air sangat menentukan dalam hal teknik dan lama
penyimpanan suatu bahan pakan. Bahan pakan yang mempunyai kadar air yang tinggi
merupakan tempat yang cocok untuk mikroorganisme berkembang biak. Penyimpanan bahan
baku pakan menghendaki kadar air yang rendah dengan kisaran 12-15%. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan paparan mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi bahan pakan yang
selanjutnya dapat merugikan industri peternakan yang memakain pakan tersebut.
Banyak metode yang telah berkembang untuk mengukur kadar air suatu bahan pakan. Salah satu
metode yang paling sering digunakan oleh masyarakat adalah dengan membandingkan bobot
segar dengan bobot setelah mengalami penjemuran atau pengovenan. Cara lain yang efektif dan
efisien untuk menghitung kadar air adalah menggunakan alat Rika meter yang dapat menentukan
kadar air suatu bahan secara singkat.
Tujuan
Mengetahui kadar air yang terkandung pada berbagai macam bahan baku pakan ternak.
Bahan yang digunakan untuk pengukuran kadar air menggunakan rika moisture meter
diantaranya jagung, kacang tanah, kacang hijau, pellet indigofera besar, kecil dan besar, serta
ketan putih.
Cara Kerja
Bahan yang akan diukur kadar airnya dimasukan kedalam rika moisture meter, kemudian
kencangkan bagian penutup dari rika meter. Baca hasil pengukuran sesuai dengan angka yang
ditunjukan jarum penunjuk dan sesuaikan dengan faktor koreksi. Keluarkan bahan yang sudah
diukur kadar airnya dan bersihkan kembali rika meter yang sudah digunakan.
Bahan yang digunakan untuk pengukuran kadar air menggunakan oven dan timbangan. Bahan
yang dipakai diantaranya jagung, kacang tanah, kacang hijau, pellet indigofera besar, kecil dan
besar, serta ketan putih.
Cara Kerja
Bahan yang akan diukur kadar airnya ditimbang terlebih dahulu. Jika sampel dalam keadaan
segar hendaknya dilayukan terlebih dahulu sampai kadar air mencapai 60% dengan
menggunakan bantuan sinar matahari. Setelah layu, bahan tersebut dioven selam 24 jam atau
sampai beratnya stabil. Bandingkan berat awal sebelum pengeringan dengan setelah
pengeringan.
Pembahasan
Kadar air dari suatu bahan pakan merupakan salah satu indikator kualitas dari suatu bahan pakan.
Kadar air suatu bahan pakan akan sangat menentukan dalam hal teknis penyimpanan,
penanganan dan pengolahan menjadi pakan. Bahan pakan yang mengandung kadar air yang lebih
tinggi umumnya akan lebih rentan terkena kontaminasi mikroorganisme seperti jamur yang dapat
menurunkan daya guna dari suatu bahan pakan tersebut.
Dari ke tujuh bahan pakan yang diujikan memiliki kisaran kandungan kadar air sebesar 12-15%.
Hal ini dikarenakan karena karakteristik dari ke tujuh bahan pakan tersbut berbeda-beda,
sebagian dalam bentuk bijian dan sebagian yang lainnya dalam bentuk pakan olahan berupa
pellet. Kadar air pada bahan pakan bentuk bijian memiliki kisaran kadar air sebesar 12-13,5%
dengan kandungan kadar air terendah sebesar 11% dan tertinggi 13,5%. Komoditas kacang hijau
dan kacang tanah memiliki tingkat kadar air yang lebih rendah dibandingkan bahan lainnya hal
ini diduga karena susunan air yang terkandung dalam bijian tersebut mudah menguap.
Untuk pakan olahan berupa pellet aneka bentuk mulai dari yang besar, sedang dan kecil memiliki
kadar air antara 11,0-14,7%. Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan rika meter, pellet
indigofera berukuran sedang memilik kadar air yang tertinggi dibanding pellet lainnya. Hal ini
diduga karena pellet tersbut berasal dari bahan baku yang memiliki kadar air yang tinggi, pada
saat pembentukan pellet kandungan air pada bahan tersebut tinggi atau juga karena proses dan
penyimpanan yang tidak baik sehingga mengakibatkan pellet tersebut memiliki jumlah kadar air
yang lebih tinggi juga.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa bahan pakan yang mempunyai kadar air
yang tinggi akan memiliki kemungkinan terkontaminasi mikroorganisme merugikan lebih besar
dibandingkan yang kadar airnya rendah. Kadar air pada suatu bahan pakan juga berpengaruh
terhadap teknik penyimpanan, pengeringan dan pengolahan menjadi pakan,