You are on page 1of 52

MAJELIS

KEHORMATAN ETIK
KEDOKTERAN
DALAM PENANGANAN PELANGGARAN
ETIKA KEDOKTERAN

humaryanto
Pendahuluan
 ETIKA BERBEDA DENGAN HUKUM
 Bertujuan untuk kebaikan hidup pribadi
 Norma hukum bertujuan untuk
mendamaikan hidup bersama
 Kode etik sebagai code of profesion
conduct yang bersifat etika terapan
Pendahuluan
 Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan
aspek hukum yang sangat luas, yang sering
tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti
pada informed consent, wajib simpan rahasia
kedokteran, profesionalisme, dll. 
 Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik
seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek
hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang
telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya
norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Pendahuluan
 Dalam kenyataan pasien yang kecewa
terhadap pelayanan dokter akan
menghadapi gugatan
 Masalah : Pelanggaran ini sulit dipilah-
pilah apakah pelanggaran hukum atau
pelanggaran etika atau bahkan hanya
pelanggaran pribadi
Pendahuluan
 Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli
hukum menganggap bahwa standar prosedur dan
standar pelayanan medis dianggap sebagai domain
hukum, padahal selama ini profesi menganggap
bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian
dari sikap etis dan sikap profesional.
 Dengan demikian pelanggaran standar profesi
dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga
sekaligus pelanggaran hukum.
Contoh pelanggaran etik yang sulit
dibuktikan :
 over utilisasi alat canggih kedokteran di RS
 Undertreatment/pengobatan ala kadarnya
 Perpanjangan waktu rawat inap
 Futilisasi medik/kesia-siaan penyakit yang
sulit sembuh
Contoh pelanggaran etik yang sulit
dibuktikan :
 Pasiendumping/pemaksaan pasien pulang
 Pemimpongan pasien tidak mampu
 Penolakan pasien kondisi terminal
 Menahan-nahan pasien, tidak segera merujuk
 Mengabaikan informed consent
 Mengabaikan rekam medis
Contoh pelanggaran etik yang sulit
dibuktikan :
 Dikotomiatau spiliting/komisi
 Tidak mengungkapkan medical error
 Menghalalkan tindakan medis yang tidak
seharusnya (co:aborsi)
 Memperkokoh ketertutupan medis/kebebasan
otonom
 Memasang tarif tinggi
Etika pelayanan medis :
 Hampir semua dokter yang diadukan
pasiennya adalah dokter spesialis
 Bekerja di RS
 Ada juga dokter umum yang kurang hati-2
 Kebanyakan yang laris
 Dokter arogan kurang menjalin
komuniskasi
 Pengadu merasa kurang dihormati hak-2nya
 Komplikasi penyakit dikira malpraktek
 Sebagian pengadu mengeluhkan mahalnya
tarif RS
 Pengadu meojokkan dokter dengan
mengadu lewat publik/surat kabar
 Tidak kurang mereka menggunakan jasa
pengacara
Sengketa medik dokter pasien
meliputi …

 Masalah kualitas pelayanan dan dugaan


kesalahan
 Medical iatrogenesis error in judgement
Dokter bermasalah dapat
dikelompokkan

 Kesalahan atau
kecelakaan
 Watak yang menyebalkan
(annoying)
 Perilaku tidak professional
 Dokter “cacat”
Pelanggaran serius

 Berkaitan dengan kompetensi dan


kemampuan
 Mengabaikan tanggung jawab profesional
 Peresepan tak bertanggung jawab
 Perilaku sexual menyimpang
 Kecurangan akademik
 Pengiklanan diri
Pelanggaran Etik
 suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya”
akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya.
 suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin
profesi  bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat
: kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila
akibat kurang kompeten), pencabutan haknya berpraktik
profesi.
 Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar
etik (profesi) kedokteran.
RUANG LINGKUP ETIKA
KEDOKTERAN
 Pertimbangan dan usulan pelaksanaan
etika kepada pengurus IDI setingkat
 Bimbingan dan pengawasan etika kepada
seluruh dokter
MKEK
 Dalam hal seorang dokter diduga melakukan
pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar
norma hukum), maka ia akan dipanggil dan
disidang oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai
pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya.
 Persidangan MKEK bertujuan untuk
mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme
dan keluhuran profesi.
Persidangan MKEK
 Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi,
yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif
melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau
perorangan sebagai penuntut.
 Persidangan MKEK secara formiel tidak
menggunakan sistem pembuktian sebagaimana
lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun
perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan
pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan
pembuktian yang lazim
Wewenang MKEK :
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang
memperoleh :
Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung
dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang
terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam
bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti
keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin
Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat
kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,
hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis,
dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Putusan MKEK
 Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan
peradilan  tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di
pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli.
 Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan
ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya
persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim
pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan
MKEK
Eksekusi
 Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan
oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus
Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.
 Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan
kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila
eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu
menerima keterangan telah menjalankan putusan
PENANGANAN SENGKETA
MEDIK
 Identifikasi seluruh masalah keluhan utama
pasein
 Dokter teradu diminta untuk membuat kronologi
lengkap mengenai kasus itu
 Menganalisa secara ilmiah dengan
pertimbangan dari ahli terkait
 Lakukan konfrontasi dengan pengadu

upayakan damai
BILA SAMPAI PENGADILAN
 Tidak jarang kasus sudah disidik polisi
 Dan dilimpahkan kejaksaan
 Terus sampai pengadilan
 IDI dalam hal ini MKEK akan diminmta
menjadi saksi ahli
 Keputusan di majelis hakim
 Vonis sesuai undang-2 yang berlaku
MAJELIS KEHOMATAN DISIPLIN
KEDOKTERAN INDONESIA
 Disingkat MKDI
 Lembaga yang yang berwenang untuk
menentukan ada dan tidaknya kesalahan
yang dilakukan oleh dokter dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
menetapkan sanksi
 Dibentuk ditingkat Pusat dan provinsi
UU PRADOK NO. 29 THN 2004

PASAL 55 AYAT (1)


MENEGAKKAN DISIPLIN DOKTER DAN
DOKTER GIGI DALAM
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
KEDOKTERAN
NORMA
DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

ATURAN
PENERAPAN
KEILMUAN
KEDOKTERAN

DISIPLIN

ATURAN
ATURAN
HUKUM
PENERAPAN
KEDOKTERAN
ETIKA
ETIKA HUKUM
KEDOKTERAN
(KODEKI)
Tugas MKDI
 Menerima pengaduan, memeriksa dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter yang diajukan
 Menyusun pedoman dan tatacara
penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter
 MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat
provinsi
MKDKI-MKEK
 Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”,
yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari
pelanggaran seorang profesional atas peraturan
internal profesinya, yang menyimpangi apa yang
diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional)
dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata.
 Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan
adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan
meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Kedudukan MKDI
 Sebagai lembaga otonoom dari Konsil
Kedokteran Indonesia
 Anggota-2 ditetapkan oleh Menteri atas
usulan organisasi profesi
 Masa bakti MKDI adalah 5 tahun dan
dapat disusulkan kembali untuk 1 kali
masa jabatan lagi
Keanggotaan
Keanggotaan MKDI terdiri atas
 3 orang dokter dari organisasi profesi
 1 orang dokter dari asosiasi Rumah Sakit (
dalam hal ini PERSI)
 3 orang sarjana hukum
Syarat-2 keanggotaan MKDI
 WNI, berkelakuan baik, taqwa sehat
 Usia ,inimal 40 maksimal 65 pada waktu
diangkat
 Minimal pengalaman praktek 10 tahun dan
memiliki STR dan SIP
 Bagi Sarjana Hukum berpengalaman minimal
10 tahun
 Cakap jujur moral baik etika integritas tinggi
reputasi baik
PELANGGARAN & CARA
PENANGANAN
ETIKA
MKEK
DR DISIPLIN
MKDKI
DRG
SENGKETA HUKUM PERADILAN PIDANA
PERADILAN PERDATA

SENGKETA PERADILAN TUN


NON HUKUM
LEMBAGA MEDIASI
(ADR)
DISIPLIN KEDOKTERAN
 KEPATUHAN MENERAPKAN ATURAN – ATURAN/
KETENTUAN PENERAPAN KEILMUAN DLM PELAKSANAAN
PELAYANAN.
 LEBIH KHUSUS: KEPATUHAN MENERAPKAN KAIDAH-
KAIDAH PENATALAKSANAAN KLINIS (ASUHAN MEDIS)
YANG MENCAKUP:
~ PENEGAKAN DIAGNOSIS
~ TINDAKAN PENGOBATAN (TREATMENT)
~ MENETAPKAN PROGNOSIS
DENGAN STANDAR/ INDIKATOR:
- STANDAR KOMPETENSI, STD PERILAKU
ETIS, STD ASUHAN MEDIS DAN STD KLINIS.
DALAM MELAKSANAKAN PRAKTIK KEDOKTERAN,
HARUS DILAKUKAN SESUAI DENGAN:

1. STANDAR PELAYANAN,
2. STANDAR PROFESI DAN
3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

SUMBER: UUPK
DISIPLIN KEDOKTERAN MERUPAKAN
KEPATUHAN MEMENUHI
- STANDARD OF CARE
- CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL
ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
DALAM ASUHAN MEDIS
(PENATALAKSANAAN KLINIS PASIEN)
PELANGGARAN DISIPLIN
(SERIOUS PROFESSIONAL MISCONDUCT)
KEPUTUSAN KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

 KEGAGALAN PENATALAKSANAAN PASIEN OK :


- KETIDAKCAKAPAN (INCOMPETENCE)
- KELALAIAN (GROSS NEGLIGENCE)
 PERILAKU TERCELA (MENURUT UKURAN PROFESI)
 KETIDAKLAIKAN FISIK & MENTAL (UNFIT TO PRACTICE)

ATAU DENGAN KATA LAIN

 TIDAK MEMENUHI:
- STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
FILOSOFI PENEGAKAN DISIPLIN

TUJUAN PENEGAKAN DISIPLIN


 UTAMA : PROTEKSI PASIEN
 LAIN-LAIN :

1. JAGA MUTU DR/ DRG


2. JAGA KEHORMATAN PROFESI
KEDOKTERAN/ KEDOKTERAN GIGI
TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN OLEH
MKDKI

TAHAP 1: INVESTIGATIONAL STAGE (TAHAP INVESTIGASI)


- PENGADUAN (ADMISSION)
~ VERIFIKASI
- PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA
~ INVESTIGASI (INQUIRY)
TAHAP 2: ADJUDICATORY STAGE (PEMERIKSAAN DAN
KEPUTUSAN)
- PEMERIKSAAN DISIPLIN OLEH MPD
~ PEMBUKTIAN
- PENGAMBILAN KEPUTUSAN
TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN
OLEH MKDKI
TAHAP 3: DISPOSITIONAL STAGE (PENYAMPAIAN
KEPUTUSAN)
- PEMBACAAN KEPUTUSAN
- PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA)
- PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK
TERKAIT
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN (TAHAP
MPA)

Penetapan Majelis Pemeriksa Awal


Setiap orang atau Pengaduan tertulis
Pemeriksa Awal Investigasi
kepentingan yang ↓
dirugikan Oleh Ketua MKDKI ↓
Verifikasi
Keputusan MPA

Ditolak Diluar disiplin


Pelanggaran Etik Pelanggaran Disiplin

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA AWAL

Kepada Pengadu Penetapan Majelis Pemeriksa


Sekretariat MKDKI/
Disiplin oleh Ketua MKDKI
MKDKI-P

Organisasi Profesi
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN
(TAHAP MPD)
Penetapan Majelis KEPUTUSAN
Pemeriksaan Awal Pemeriksaan
Pemeriksa o/Ketua
Pelanggaran Proses
MKDKI
Disiplin Pembuktian

Bebas / tidak Peringatan tertulis Rekomendasi Mengikuti Pendidikan/


bersalah pencabutan SIP/STR pelatihan

PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat


MKDKI/MKDKI MKDKI/MKDKI MKDKI/MKDKI PROV MKDKI/MKDKI PROV
PROV PROV

KKI Dinkes
Kab/Kota
KKI
STR
SIP

Dokter/ Dokter/ Dokter/ Institusi Kolegium


dokter gigi dokter gigi dokter gigi Pendidikan
PENGADUAN (PASAL 66 UU PRADOK)
 SETIAP ORANG YANG MENGETAHUI ATAU
KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN ATAS TINDAKAN
DOKTER ATAU DOKTER GIGI DALAM MENJALANKAN
PRAKTIK KEDOKTERAN DAPAT MENGADUKAN
SECARA TERTULIS KEPADA KETUA MKDKI
 PENGADUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT
(1) DAN AYAT (2) TIDAK MENGHILANGKAN HAK
SETIAP ORANG UNTUK MELAPORKAN ADANYA
DUGAAN TINDAK PIDANA KEPADA PIHAK YANG
BERWENANG DAN/ATAU MENGUGAT KERUGIAN
PERDATA KE PENGADILAN.
ALAT BUKTI

 SURAT-SURAT/DOKUMEN TERTULIS
 KETERANGAN SAKSI
 PENGAKUAN TERADU
 KETERANGAN SAKSI AHLI
 BARANG BUKTI
SIFAT SIDANG

 SIDANG MAJELIS PEMERIKSA


DISIPLIN : TERTUTUP
 SIDANG PEMBACAAN AMAR
KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA
DISIPLIN : TERBUKA
MACAM KEPUTUSAN
 TIDAK BERSALAH
 BERSALAH DENGAN SANKSI:

- PERINGATAN TERTULIS
- REKOMENDASI PENCABUTAN STR
ATAU SIP, SEMENTARA (MAX 1 TH)
ATAU SELAMANYA
- DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI
PENDIDIKAN/ PELATIHAN
SIFAT SANKSI DISIPLIN
 KEPUTUSAN SANKSI DISIPLIN OLEH
MKDKI MERUPAKAN KEPUTUSAN TUN
(BESCHIKKING)
 KEPUTUSAN BERSIFAT FINAL
 PENGAJUAN KEBERATAN BILA ADA
BUKTI BARU
BENTUK PELANGGARAN
DISIPLIN KEDOKTERAN
1. TIDAK KOMPETEN/ CAKAP
2. TIDAK MERUJUK
3. PENDELEGASIAN KPD NAKES YG TDK KOMPETEN
4. DR/ DRG PENGGANTI TDK BERITAHU KE PASIEN,
TDK PUNYA SIP
5. TDK LAIK PRAKTIK (KESEHATAN FISIK & MENTAL)
6. KELALAIAN DLM PENATALAKSANAAN PASIEN
7. PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN BERLEBIHAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

8. TDK BERIKAN INFORMASI YG JUJUR


9. TDK ADA INFORMED CONSENT
10. TDK BUAT/ SIMPAN REKAM MEDIK
11. PENGHENTIAN KEHAMILAN TANPA INDIKASI MEDIS
12. EUTHANASIA
13. PENERAPAN PELAYANAN YG BLM DITERIMA KEDOKTERAN
14. PENELITIAN KLINIS TANPA PERSETUJUAN ETIS
15. TDK MEMBERI PERTOLONGAN DARURAT
16. MENOLAK/ MENGHENTIKAN PENGOBATAN TANPA ALASAN
YG SAH
17. MEMBUKA RAHASIA MEDIS TANPA IZIN
18. BUAT KETERANGAN MEDIS TDK BENAR
19. IKUT SERTA TINDAKAN PENYIKSAAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

20. PERESEPAN OBAT PSIKOTROPIK/NARKOTIK


TANPA INDIKASI
21. PELECEHAN SEKSUAL, INTIMIDASI, KEKERASAN
22. PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK/ SEBUTAN
PROFESI, PALSU
23. MENERIMA KOMISI THD RUJUKAN/ PERESEPAN
24. PENGIKLANAN DIRI YG MENYESATKAN
25. KETERGANTUNGAN NAPZA
26. STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TDK SAH
27. IMBAL JASA TDK SESUAI TINDAKAN
28. TDK BERIKAN DATA/ INFORMASI ATAS
PERMINTAAN MKDKI
MKDKP
Keanggotaan MKDKP terdiri atas
 2 orang dokter
 1 orang sarjana hukum
 Semuanya atas usulan dari organisasi
profesi setingkat provinsi
Tata kerja
 Ada sekretariat tetap
 Rapat pleno
 Rapat koordinasi pimpinan
Alur tata cara penanganan kasus
pelanggaran
 Pengaduan dari masyarakat  verifikasi 
penetapan ketua MKDKI  pemeriksaan proses
dan pembuktian  KEPUTUSAN
 Keputusan :
 Penolakan
 Peringatantertulis
 Rekomendasi : Mengikuti Pendidikan Pelatihan,
pencabutan SIP
Keputusan
 Tidak bersalah
 Bersalah dan pemberian sanksi disiplin
 Ditemukan pelanggaran etika

You might also like