You are on page 1of 7

Impulse Buying 1

IMPULSE BUYING

Pembelian Tidak Direncanakan

1. Pendahuluam

Pusat perbelanjaan mulai populer digunakan untuk menggantikan istilah one-stop

shopping yang dikenalkan pada dasawarsa 1980-an. Pusat perbelanjaan adalah sekelompok

lokasi usaha ritel dan usaha komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki,

dan dikelola sebagai satu properti tunggal (Neo dan Wing, 2005). Sim, 1992 dalam Neo

dan Wing (2005) menyebutkan, sebuah pusat perbelanjaan dipandang sebagai properti

komersial yang memiliki multilantai untuk usaha ritel dan fasilitas pendukungnya : seperti

tempat rekreasi, restoran, hotel, layanan medis, kantor, dan tempat tinggal. Pusat

perbelanjaan menawarkan kenyamanan dengan menyediakan banyak toko di bawah satu

atap. Dengan demikian waktu perjalanan bagi para pembelanja menjadi semakin pendek.

Pusat perbelanjaan memadukan aktivitas belanja dengan hiburan, karena tersedia tempat

untuk belanja, bersosialisasi, berjalan-jalan, dan makan. Itulah fenomena yang ada dimana

shopping dan refreshing menjadi sebuah keterpaduan sehingga impulse buying dengan

sendirinya terjadi.

2. Defenisi Impulse Buying

Impulse buying adalah perilaku orang yang tidak merencanakan sesuatu dalam

berbelanja. Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berpikir untuk membeli

produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan

pada merek atau produk saat itu juga. Rook dan Fisher misalnya pernah mendefinisikan

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 2

impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek,

tiba-tiba, dan otomatis.

Dari definisi ini terlihat bahwa impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah

dan merupakan reaksi yang cepat. Namun demikian, dalam situasi dan waktu apa itu

terjadi, memang tidak dijelaskan. Jadi impulse buying ini bisa terjadi di mana saja dan

kapan saja. Termasuk pada saat melihat iklan di televisi atau billboard, dan kemudian si

konsumen langsung membeli. Namun demikian, istilah ini lebih sering dipakai di dunia

ritel. impulse buying terjadi pada saat si konsumen masuk ke toko ritel dan ternyata

membeli produk di ritel tersebut tanpa merencanakan sebelumnya.

3. Fenomena Impulse Buying

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen, ternyata 85% pembelanja di

ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Ini

dapat dilihat pada grafik, di mana 61% konsumen biasanya memang merencanakan

membeli sesuatu sehingga mereka datang ke ritel. Namun demikian, mereka kadang-

kadang juga membeli sesuatu yang lain. Artinya, mereka juga melakukan pembelian yang

direncanakan. Sebanyak 13% konsumen selalu membeli sesuatu yang lain, dan bahkan

10% benar-benar tidak merencanakan untuk membeli.

Memang wajar jika seorang konsumen datang ke supermarket atau hipermarket

karena dorongan untuk membeli sesuatu. Namun kebiasaan membeli tanpa perencanaan

selalu hinggap di benak konsumen pada saat masuk ke ritel tersebut. Karena itu, sejumlah

pemasar kemudian memilih untuk banyak melakukan aktivitas pemasaran langsung di ritel

modern. Tujuannya agar menarik konsumen melakukan impulse buying.

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 3

Dari hasil survei perbandingan antar negara, sifat konsumen yang sering melakukan

impulse buying ini sebenarnya bukan hanya ciri khas orang Indonesia. Hampir setiap

konsumen di semua negara memang cenderung melakukan impulse buying. Hanya saja

kadarnya sedikit berbeda. Ini terlihat dari survei Nielsen yang dilakukan antar negara.

Konsumen di negara seperti Australia, Selandia Baru, Hong Kong dan China ternyata lebih

sering melakukan impulse buying dibandingkan negara seperti Jepang dan Korea. Di kedua

negara ini masih kadang-kadang saja mereka melakukan impulse buying. Ini terlihat dari

persentase konsumen yang melakukan pembelian tanpa direncanakan dan selalu membeli

produk tambahan lain dibandingkan dengan persentase konsumen yang kadang-kadang

saja membeli produk tambahan lain.

Namun jika kita lihat persentase di negara-negara Asia Selatan dan Asia tenggara,

perilaku impulse buying mereka ternyata lebih besar kecenderungannya. Rata-rata

persentase konsumen yang benar-benar tidak merencanakan saja jumlahnya sudah lebih

besar dibandingkan negara-negara Pasifik dan Asia Utara. Apalagi jika ditambah dengan

persentase konsumen yang selalu membeli tambahan produk yang tidak direncanakan. Dari

data tersebut, Vietnam ternyata termasuk negara yang konsumennya benar-benar tidak

merencanakan ketika berbelanja.

4. Hal-hal yang Mempengaruhi Konsumen untuk Melakukan Impulse Buying

Ada beberapa hal yang mempengaruhi konsumen untuk melakukan impulse buying.

1. Produk yang memiliki kesempatan untuk terjadinya impulse buying umumnya

adalah produk yang memiliki harga rendah sehingga konsumen tidak perlu berpikir

untuk menghitung bajet yang dimilikinya.

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 4

2. Produk-produk yang memiliki mass advertising, sehingga ketika berbelanja si

konsumen ingat bahwa produk tersebut pernah diiklankan di televisi.

3. Produk-produk dalam ukuran kecil ringan dan mudah disimpan. Biasanya,

konsumen mengambil produk ini karena dianggap murah dan tidak terlalu

membebani keranjang atau kereta belanjanya.

4. Hal lain yang bisa mempengaruhi orang melakukan impulse buying adalah produk

self-service. Misalnya si konsumen bisa menuang sendiri minumannya atau

konsumen bisa langsung memanaskan makanannya lewat microwave. Selain itu,

kemampuan si pemasar membuat visualisasi yang baik juga bisa menciptakan

impulse buying.

5. Bentuk-bentuk Impulse Buying

Ada beberapa hal yang memungkinkan kesempatan membeli tanpa rencana itu terjadi.

Oleh sebab itu, impulse buying sendiri memiliki beberapa bentuk. Stern pernah membagi

aktivitas impulse buying ini ke dalam beberapa kategori.

1. Reminder impulse buying, yakni terjadi pada saat konsumen di toko, melihat

produk dan kemudian membuatnya mengingat sesuatu akan produk tersebut. Bisa

jadi dia ingat iklannya atau rekomendasi orang lain.

2. Pure impulse buying terjadi ketika si konsumen benar-benar tidak merencanakan

apa pun untuk membeli.

3. Suggested impulse buying di mana si pembelanja diperkenalkan produk tersebut

melalui in-store promotion.

4. Planned impulse buying, di mana si konsumen sebenarnya memiliki rencana,

namun keputusan membelinya tergantung pada harga dan merek di toko tersebut.

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 5

Impulse buying memang menjadi tantangan bagi para pemilik merek. Khususnya

jika planned, suggested dan pure impulse buying terjadi. Sedahsyat apa pun iklan kita

di televisi, konsumen akan semakin dibingungkan pada saat berbelanja di ritel, karena

keputusan mereka pun bisa berubah pada saat mereka berada di ritel.

6. Impulse Buying Bisa Optimal dengan Konsep Merchandising

Salah satu cara agar pembelian yang tidak terencana yang dilakukan oleh

konsumen bisa optimal adalah dengan melakukan konsep merchandising. Alma (2005)

menyatakan merchandising adalah perencanaan yang berkenaan dengan memasarkan

barang dan jasa yang tepat pada tempatnya

Tugas untuk membuat konsumen melakukan pembelian tidak terencana dilakukan

oleh tim pemasaran yang lebih memperhatikan konsep merchandising produk, yaitu para

Merchandiser (MD) dan Sales Promotion Girl (SPG).

Dalam merchandising, posisi produk akan diutamakan mengandung unsur

visibility, impact, stability dan appeal.

 Visibility artinya meskipun tidak diiklankan, produk akan tetap menarik hati

konsumen dan menyebabkan peningkatan penjualan.

 Impact artinya jika produk diletakkan pada tempat yang baik juga akan

menimbulkan efek (impact) yang sangat mendalam dibenak konsumen. Hal ini

dirangsang oleh penataan produk di rak yang sangat menonjol dibandingkan

dengan penataan produk lainnya.

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 6

 Stability artinya kestabilan produk untuk terus menerus tersedia di rak-rak

supermarket ataupun hypermarket, sehingga tidak menimbulkan kekecewaan

konsumen yang sedang mencarinya.

 Appeal maksudnya adalah daya tarik produk-produk yang karena tampil dalam

kondisi bersih dan tidak dikotori oleh produk-produk lain yang tidak layak untuk

dijual.

Untuk pusat perbelanjaan, selain display yang dibuat sedemikian rupa, perusahaan

sebaiknya juga mengkomunikasikan produk-produknya melalui SPG. Petugas SPG ini

akan banyak membantu konsumen dalam memilih produk yang dibutuhkan. Mengingat

konsep konsumen dalah shopping and refreshing, kehadiran SPG merupakan perpanjangan

tangan perusahaan dalam mempromosikan produk.

7. Kesimpulan

 One stop shopping yang menjadikan kegiatan belanja menjadi sekaligus rekreasi

sudah menjadi kebutuhan konsumen.

 Shopping sekaligus refreshing yang dilakukan konsumen menjadikan pemasar

melakukan berbagai upaya diantaranya merchandising sehingga banyak konsumen

yang melakukan impulse buying.

 Impulse buying adalah perilaku konsumen yang diharapkan terjadi oleh para

pemasar. Sebaliknya lebih baik dihindari oleh konsumen yang ingin berhemat.

 Impulse buying lebih banyak terjadi untuk usaha ritel. Dan biasanya tidak

digunakan pada produk yang memiliki merek yang ternama.

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010


Impulse Buying 7

IMPULSE BUYING
(Pembelian Tidak Direncanakan)

TUGAS
Mata Kuliah Manajemen Pemasaran

Oleh :

Kelompok 2 : (Kelas B Jumat-Sabtu)

1. Agus Rosidi
2. Sri Purwaningsih
3. Suparmo
4. Yuniarsih
5. Sri Sukartika
6. Zumri

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS SEMARANG
2010

Tugas Manajemen Pemasaran– Kelompok II Kelas B Program Studi MM USM 2010

You might also like