You are on page 1of 11

BAB 2 KETERKAITAN ANTARA PENYAKIT PERIODONTAL DENGAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN

Penyakit periodontal merupakan suatu kondisi progresif yang pada umumnya diawali dengan infeksi bakteri. Bakteri yang terdapat pada plak gigi mulanya berkolonisasi pada jaringan gingiva yang menyebabkan respon inflamasi merusak jaringan pendukung gigi.2 Pada bab ini, akan dibicarakan tentang beberapa hal mengenai keterkaitan terjadinya infeksi saluran pernafasan, dimana penyakit periodontal merupakan salah satu faktor penyebab infeksi. Beberapa hal yang dapat dijelaskan antara lain mengenai bakteri-bakteri yang terlibat dalam terjadinya penyakit saluran pernafasan, pengaruh usia serta kebiasaan merokok yang dapat dijadikan sebagai faktor modifikasi terhadap infeksi penyakit. Pada keadaan higiene oral yang buruk dapat dijumpai kolonisasi bakteri periodontal maupun patogen pernafasan yang nantinya akan berperan dalam terjadinya infeksi saluran pernafasan.

2.1

Bakteri-bakteri yang terlibat dalam terjadinya penyakit saluran

pernafasan Secara umum, infeksi saluran pernafasan terjadi karena terhirupnya droplet yang mengandung bakteri dari mulut ke dalam paru-paru.2,3 Telah lama diketahui bahwa infeksi anaerob berat yang terjadi pada paru-paru diikuti oleh aspirasi dari 3
Universitas Sumatera Utara

sekresi saliva, terutama pada pasien dengan penyakit periodontal, dimana gigi dan periodonsium berperan sebagai reservoir bagi bakteri penyebab infeksi pernafasan, dengan pelepasan bakteri oral dari plak gigi ke sekresi saliva yang kemudian diaspirasi ke saluran pernafasan bawah sehingga menyebabkan terjadinya pneumonia.3 Berbagai spesies anaerob fakultatif rongga mulut yang telah dikultur dari paru-paru yaitu, Porphyromonas gingivalis,3,4 Bacteroides gracillus, Bacteroides oralis, Bacteroides buccae, Eikenella corrodens,3,4 Fusobacterium nucleatum,3,4 Prevotella intermedia, Fusobacterium necrophorum, Actinobacillus

actinomycetemcomitans, Peptostreptococcus, Clostridium dan Actinomyces.3 Bakteri yang terdapat pada saku periodontal memanfaatkan cairan crevicular gingiva sebagai sumber nutrisi unsur hara karbon dan nitrogen, serta faktor-faktor pertumbuhan penting seperti mineral dan vitamin, sehingga dapat berkembang biak dan berkomunikasi dengan menggunakan sinyal biokimiawi satu dengan yang lainnya.4 Selain bakteri yang terdapat pada rongga mulut, kita juga perlu mengetahui bakteri patogen pernafasan yang mungkin terdapat pada saluran pernafasan. Umumnya bakteri yang diisolasi pada pneumonia nosokomial adalah Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, Haemophilus influenzae, Chlamydia

pneumoniae, Legionella pneumophila, dan Mycoplasma pneumoniae.4 Penelitian yang dilakukan oleh Yasunori Sumi dkk pada 138 pasien dengan mengisolasi bakteri dari dental plak (Gambar 1), menunjukkan deteksi tingkat patogen respirasi potensial yang dominan yaitu Staphylococcus aureus 25,4%,

Universitas Sumatera Utara

Klebsiella pneumoniae 18,1%, P. aerugionosa 18,1%, dan E. cloacae 11,6%. Sebanyak 89 kasus dari 138 subjek, 64,5% potensi patogen pernafasan berkolonisasi di plak gigi.5

Gambar. 1 Deteksi tingkat patogen respirasi yang potensial pada dental plak ( Sumi Y, dkk. Archives of Gerontology and Geriatrics 2007;44:122)

Bakteri rongga mulut yang dilepaskan dari plak gigi melalui sekresi saliva dapat masuk ke saluran pernapasan bawah dan menyebabkan pneumonia (Gambar 2). Bakteri patogen periodontal seperti Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucletum, dll dapat berasosiasi dengan bakteri patogen pernafasan seperti Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia, dll. Selain itu, sitokin dari jaringan periodontal yang tidak sehat masuk ke saliva melalui cairan crevicular kemungkinan dapat merangsang perkembangan proses inflamasi lokal dan menyebabkan infeksi pada paru.3

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2 Mekanisme terjadinya infeksi saluran pernafasan (Scannapieco FA.J Periodontol 1999;70:795)

Bakteri

P.gingivalis dan T denticola dapat meningkat jumlahnya pada

penyakit periodontal kronis. Penelitian yang dilakukan oleh Nelson dkk yang dikutip oleh Okuda dkk menunjukkan bahwa P.gingivalis menyebabkan peradangan di paruparu dan dapat berkembang menjadi bronkopneumonia yang parah dan abses paru. Hal ini mungkin terjadi karena adanya simbiosis yang saling menguntungkan antara P.gingivalis dan T.denticola yang berperan pada beberapa penyakit paru.4 Untuk mengetahui patogenesis bakteri patogen anaerob pada pneumonia, Nelson dkk melakukan penelitian mengenai penggabungan bakteri P.gingivalis dan

Universitas Sumatera Utara

T.denticola yang menyebabkan pneumonia berat pada binatang percobaan yaitu tikus tua.4 Tikus tersebut dianestesi, dan dibuat insisi di atas sternum. Trakea yang telah terpapar setelah dilakukan pembedahan memungkinkan masuknya bakteri yang diinokulasi ke dalam bronkus. Peneliti tersebut menemukan bahwa infeksi gabungan bakteri patogen periodontal ini disebabkan keterlambatan pembersihan paru dari P.gingivalis pada Broncho Alveolar Lavage Fluids (BALF) dibandingkan dengan infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri tunggal.4 Infeksi gabungan juga menjadi penyebab bronkopneumonia yang lebih berat dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi tunggal P.gingivalis (p<0,05). Setelah bakteri anaerob dimasukkan ke dalam trakea tikus percobaan, diteliti pelepasan interleukin (IL)-1, IL-6, TNF, dan KC yang dikenal sebagai chemoattractant yang spesifik bagi neutrofil yang menyerupai IL - 8 pada manusia di dalam BALF.4 Produksi TNF dan KC di dalam BALF setelah infeksi gabungan yang dilakukan pada tikus percobaan (Gambar 3). Tikus dengan infeksi gabungan antara P.gingivalis dengan T.denticola menunjukkan peningkatan level TNF yang signifikan dalam waktu 24 jam setelah inokulasi dan mengalami penurunan setelah 48 jam. Level TNF dengan infeksi gabungan dalam waktu 24 jam setelah inokulasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi tunggal pada bakteri P.gingivalis dan T.denticola. Level KC secara signifikan lebih tinggi pada tikus yang terinfeksi dengan gabungan bakteri P.gingivalis dan T.denticola dibandingkan infeksi tunggal salah satu dari bakteri tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 3 Produksi TNF dan KC pada BALF tikus tua sebagai chemoattractant spesifik bagi neutrofil yang menyerupai IL-8 pada manusia terhadap infeksi gabungan P.gingivalis dan T.denticola (Okuda dkk. J Periodontol 2005;76:2156)

Data tersebut menunjukkan adanya produksi sitokin yang berlebihan yang disebabkan oleh infeksi gabungan dari P. gingivalis dengan T. denticola yang berperan dalam merespon peradangan paru-paru dan pneumonia.4

2.2 pernafasan

Pengaruh usia terhadap penyakit periodontal dan penyakit saluran

Penyakit periodontal pada umumnya dapat menurunkan kualitas hidup pada orang tua. Salah satu penyakit pernafasan seperti pneumonia, umumnya dapat menyebabkan kematian pada orang tua.6

Universitas Sumatera Utara

Tingginya prevalensi penyakit periodontal pada orang tua mendapat perhatian karena penyakit periodontal pada pasien secara langsung dapat meningkatkan risiko terbentuknya karies akar, sama halnya dengan kehilangan gigi yang akan menghasilkan defisiensi asupan nutrisi, penurunan kemampuan pengunyahan dan berbicara yang dapat memperburuk kualitas hidup pasien.7 Pada umumnya, orang-orang yang mengalami permasalahan yang

berhubungan dengan pernapasan kronis memiliki imunitas rendah. Sehingga menyebabkan bakteri rongga mulut dengan mudah melekatkan diri pada permukaan dan tepi gingiva yang tidak memiliki sistem pertahanan. Keadaan ini tidak hanya mempercepat perkembangan penyakit periodontal, tetapi juga dapat memperparah penyakit saluran pernafasan, seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), pneumonia dan emfisema.2 Mekanisme mukosiliari sebagai pembersihan saluran udara dan refleks batuk yang lebih lemah pada orang tua disertai dengan menurunnya aktivitas kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan kuman pada mulut dan faring teraspirasi dan masuk ke paru-paru.4 Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh host untuk menyingkirkan patogen ini dari permukaan saluran pernapasan bawah dapat menghasilkan peningkatan jumlah patogen-patogen tersebut sehingga terjadi infeksi dan destruksi jaringan.3 Penelitian yang dilakukan oleh Yasunori Sumi dkk pada sejumlah orang tua mengungkapkan bahwa kolonisasi patogen pernafasan ditemukan 46% pada plak gigi tiruan. Dalam studi ini, potensi patogen pernafasan terdeteksi sebesar 64.5 % pada plak gigi, 1.5 kali lebih tinggi daripada plak gigi tiruan. Bakteri Haemophillus

Universitas Sumatera Utara

10

influenzae, P. mirabilis atau S. pneumoniae tidak terdeteksi pada plak gigi tiruan, namun dapat dijumpai pada plak gigi, meskipun dengan frekuensi yang rendah.5 Dalam hal ini, alasan yang mungkin adalah gigi tiruan dapat dilepas dari rongga mulut untuk dibersihkan, sedangkan gigi yang tetap berada dalam rongga mulut mereka mungkin memiliki karies gigi dan saku periodontal, di mana mikroorganisme mudah berkembang biak.5 Meskipun kesehatan mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti mengunyah, menelan, berbicara, estetika wajah, dan interaksi sosial, masyarakat kelompok usia tua sering mengabaikan perawatan kesehatan mulutnya dalam waktu yang lama.5,7 Oleh karena itu, pada orang tua dengan sejumlah gigi dapat dihubungkan dengan prevalensi bakteri periodontal dalam rongga mulut, dan mungkin dapat menjadi faktor risiko terjadinya aspirasi pneumonia.8

2.3

Merokok sebagai faktor modifikasi penyakit

periodontal dan

penyakit saluran pernafasan Merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat memperparah penyakit periodontal.9 Merokok dianggap sebagai penyebab utama penyakit paru obstruksi kronis dan kondisi pernafasan kronis lainnya. Penggunaan tembakau dapat merusak gingiva dan kesehatan rongga mulut secara keseluruhan. Selain itu, juga dapat memperlambat proses penyembuhan, sehingga kedalaman saku gusi bertambah dan kehilangan perlekatan terjadi secara cepat. Meskipun merokok bukan satu-satunya penyebab penyakit periodontal, namun faktor ini jelas dapat dihindari.2

Universitas Sumatera Utara

11

Beberapa studi cross-sectional menunjukkan bahwa efek merokok pada kesehatan periodontal tergantung pada frekuensi merokok. Adapun toksik yang terpapar pada jaringan selama merokok dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tersebut. Selain itu, merokok dapat menyebabkan komposisi mikroba pada plak jadi berubah. Merokok dapat juga mengganggu aliran darah, mengurangi respon imun, sehingga proses penyembuhan menjadi terganggu.10 Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang bertentangan, mikroba flora yang terdapat pada rongga mulut perokok mungkin lebih patogen. Grossi dkk menemukan sebuah peningkatan prevalensi spesifik bakteri Gram-negatif pada perokok. Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans (Aa) dan Tannerella forsythensis (Tf) dijumpai lebih banyak pada daerah subgingival kelompok perokok daripada non-perokok. Bakteri Porphyromanas gingivalis (Pg) ditemukan dengan jumlah yang lebih tinggi pada perokok meskipun tidak signifikan secara statistik.10 Pada penyakit obstruksi paru, merokok dianggap sebagai faktor modifikasi, sedangkan penyakit periodontal sebagai faktor risiko yang terjadi jika ada riwayat merokok. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik berpengaruh terhadap pemaparan asap rokok. Peran utama penyakit periodontal dalam etiologi penyakit obstruksi paru dapat berhubungan dengan merokok, dan secara bertahap risiko penyakit meningkat pada orang yang merokok.9 Hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit obstruksi paru pada penelitian yang dilakukan oleh James A Katancik dkk terlihat pada kelompok bekas perokok (Tabel 1).11

Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 1. Tingkatan status merokok dengan kemaknaan indeks periodontal (SE) yang disesuaikan dengan usia, ras, jenis kelamin dan lingkungan ( Katancik JA, dkk. J Periodontol 2005;76:2166) Status merokok Klassifikasi dasar paruparu Normal Penyakit obstruksi Normal Penyakit obstruksi Normal Penyakit obstruksi Jumlah Kehilangan perlekatan Indeks gingiva Indeks plak Kedalaman saku

Tidak pernah merokok *Bekas perokok Saat ini merokok

382 21 384 38 55 16

2.010.06 1.680.25 2.320.77 3.260.23 3.390.25 2.870.46

0.880.03 0.900.13 0.920.03 1.140.10 1.240.09 1.270.17

0.740.03 0.650.11 0.750.03 0.970.08 1.000.08 1.060.15

1.940.04 1.990.16 1.990.04 2.240.11 2.530.12 2.460.23

Analisis statistik berdasarkan perbandingan antara subjek dengan fungsi paru normal dan subjek dengan penyakit obstruktif pada suatu kelompok. * Perbedaan signifikan dilihat pada kelompok bekas perokok: KP (P = 0,0001), IG (P = 0,033), IP (P = 0,014), dan KS (P = 0,037).

Status merokok dikelompokkan atas tidak pernah merokok, saat ini merokok, atau bekas perokok. Seorang bekas perokok diartikan sebagai saat ini tidak merokok, tetapi pernah mengkonsumsi lebih dari 100 rokok. Usia, ras, jenis kelamin, lingkungan, pendidikan, penggunaan antibiotik baru-baru ini, dan pemakaian steroid juga dianggap sebagai faktor pembaur yang potensial.11 Tabel 1 menunjukkan bahwa penyakit obstruksi lebih banyak diderita oleh kelompok bekas perokok daripada orang yang tidak pernah merokok maupun yang saat ini merokok. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat perbedaan yang signifikan dalam hal indeks periodontal pada kelompok bekas perokok antara orang yang memiliki paru-paru normal dengan penyakit obstruksi paru.

Universitas Sumatera Utara

13

Selain itu, James A Katancik dkk juga mengklassifikasikan keparahan penyakit obstruksi yang terdapat pada kelompok bekas perokok, dan melakukan penilaian terhadap indeks periodontal (Tabel 2).11
Tabel 2. Kemaknaan indeks periodontal ( SE) berdasarkan tingkatan penyakit obstruksi pada kelompok bekas perokok yang disesuaikan dengan umur, ras, jenis kelamin, lingkungan, dan konsumsi rokok tiap bungkus. (Katancik JA, dkk. J Periodontol 2005;76:2166) Klassifikasi paru Normal Jumlah 348 Kehilangan perlekatan 2.330.77 3.260.36 3.010.41 3.530.47 Indeks gingiva 0.930.03 1.100.15 1.000.18 1.360.20 Indeks plak 0.760.03 1.110.13 0.960.15 0.770.17 Kedalaman saku 2.000.04 2.700.17 2.210.20 2.170.23

Penyakit obstruksi 17 ringan Penyakit obstruksi 12 sedang Penyakit obstruksi 9 berat Perbedaan yang signifikan terlihat (P = 0.0361).

pada kelompok bekas perokok : KP (P = 0.0003) dan IG

Tabel 2 menunjukkan kelompok bekas perokok yang disertai dengan penyakit obstruksi paru. Bekas perokok yang mengalami penyakit obstruksi paru yang berat menunjukkan rata-rata kehilangan perlekatan dan indeks gingiva yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat diperoleh keterangan bahwa kemungkinan terjadinya infeksi saluran pernafasan akan cenderung meningkat pada individu dengan status higiene oral yang buruk disertai dengan prevalensi kolonisasi plak yang tinggi, usia dan kebiasaan merokok.

--------------ooOoo--------------

Universitas Sumatera Utara

You might also like