Professional Documents
Culture Documents
Menjelang abad ke-21 total penduduk diperkirakan mencapai 6,1 miliar jiwa.
dunia
Menurut proyeksi PBB, penduduk dunia akan mencapai lebih dari 9,2 miliar jiwa pada tahun 2020 sebelum akhirnya mencapai 11 miliar jiwa pada tahun 2200. Lebih dari 90 persen jumlah penduduk tersebut menghuni negara-negara berkembang. Masalah pertambahan penduduk ini membawa implikasi sosial-ekonomi terhadap taraf hidup, kemandirian individu, dan nasional serta kebebasan menjalankan pembangunan beserta segenap strateginya.
2. Apa yang harus dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mengatasi ledakan pertambahan angkatan kerjanya yang begitu besar? Apakah akan tersedia cukup banyak lapangan pekerjaan? Atau apakah negara-negara berkembang itu hanya berusaha menjaga agar tingkat pengangguran tidak meningkat?
3. Apa saja implikasi dari tingginya laju pertumbuhan penduduk di negara-negara miskin terhadap peluang-peluang mereka untuk meringankan penderitaan penduduknya yang diakibatkan oleh kemiskinan absolut? Apakah persediaan pangan dunia dan distribusinya sudah cukup memadai, bukan hanya untuk mengimbangi lonjakan pertumbuhan penduduk tetapi juga untuk memperbaiki kualitas dan kecukupan gizi? 4. Berdasarkan perkiraan pertumbuhan penduduk, apakah negaranegara berkembang mampu memperluas dan meningkatkan kualitas kesehatan serta sistem pendidikan yang ada, sehingga setiap orang setidaknya memiliki kesempatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan juga pendidikan dasar?
5. Sampai seberapa jauh rendahnya taraf kehidupan masyarakat menjadi sebuah faktor penting yang membatasi kebebasan para orang tua untuk menentukan besar kecilnya jumlah anggota keluarga mereka? Apakah memang ada suatu hubungan yang nyata dan signifikan antara tingkat kemiskinan dan besarnya jumlah anggota keluarga? 6. Sampai sejauh manakah peningkatan kemakmuran dari negaranegara maju menjadi faktor yang menghambat negara-negara miskin dalam upaya mereka mengatasi lonjakan jumlah penduduk? Apakah usaha-usaha untuk memacu tingkat kemakmuran yang dilakukan oleh negara-negara maju itu akan membawa akibat yang lebih buruk terhadap lingkungan hidup global dan upaya peningkatan taraf hidup yang tengah ditekuni oleh negara-negara miskin dalam rangka mengimbangi ledakan penduduknya daripada peningkatan absolut jumlah penduduk itu sendiri?
Kajian Angka: Pertumbuhan penduduk di Masa Lampau, Masa Kini dan Masa Mendatang Taksiran Pertumbuhan Penduduk Dunia:
1. 2. 12.000 tahun yang lalu, jumlah total penduduk dunia diperkirakan tidak lebih dari 5 juta jiwa. Pada permulaan jaman Masehi (sekitar 2.000 tahun yang lalu), penduduk dunia bertambah menjadi hampir 250 juta jiwa. Sejak tahun pertama sesudah Masehi sampai revolusi industri 1750, jumlah penduduk dunia meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 728 juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750-1950) dunia mendapat tambahan penghuni sebanyak 1,7 miliar jiwa. Namun, hanya dalam kurun waktu 4 dekade (1959-1990) jumlah penduduk dunia meningkat hingga mencapai 5,3 miliar jiwa. Memasuki abad ke -21 jumlah penduduk dunia mencapai hampir 6,1 miliar jiwa.
3.
4. 5.
6.
Afrika 20% Afrika 14% Asia dan Oceania 60% Asia dan Oceania 59%
Dua alasan pokok yang melatar belakangi momentum ini: 1. Tingkat kelahiran itu sendiri tidak mungkin diturunkan hanya dalam waktu singkat. Kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan institusional yang mempengaruhi tingkat fertilitas yang telah ada dan bertahan selama berabad-abad tidak mudah hilang begitu saja hanya karena himbauan dari para pemimpin nasional. 2. Adanya momentum tersembunyi tersebut erat kaitannya dengan struktur usia di negara-negara berkembang dan negara-negara maju. Jumlah penduduk dengan usia muda-remaja di negara-negara berkembang jauh lebih banyak daripada di negaranegara maju.
Transisi Demografis
Konsep transisi demografis mencoba menerangkan mengapa hampir semua negara yang kini tergolong sebagai negaranegara maju sama-sama telah melewati sejarah populasi modern yang terdiri dari tiga tahapan besar.
Tahapan Pertama:
Sebelum hadirnya modernisasi ekonomi, negara-negara ini selama berabad-abad mempunyai laju pertambahan penduduk yang stabil atau sangat lambat. Penyebabnya, meskipun angka kelahiran mereka sangat tinggi, angka kematian mereka juga sangat tinggi, bahkan hampir sama tingginya dengan tingkat kelahiran.
Tahapan Kedua: Tahapan kedua berlangsung setelah adanya modernisasi, yang kemudian menghasilkan berbagai motode penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik, makanan yang lebih bergizi, pendapatan yang lebih tinggi, dan berbagai bentuk perbaikan hidup lainnya, sehingga secara perlahan-lahan usia harapan hidup penduduk di negara-negara yang kini maju itu meningkat dari rata-rata 40 tahun menjadi rata-rata 60 tahun. Oleh karena itu, angka kematian mengalami penurunan yang cukup berarti namun tidak diimbangi dengan penurunan tingkat kelahiran. Hal ini memicu lonjakan laju pertumbuhan pendudu. Tahapan kedua menandai awal dari suatu proses transisi demografis, yaitu masa transisi dari keadaan stabil terus meningkat dengan pesat, sebelum pada akhirnya kembali ke laju pertambahan penduduk yang menurun.
Tahapan Ketiga: Dengan munculnya berbagai macam dorongan dan pengaruh yang bersumber dari upaya-upaya modernisasi serta pembangunan yang menyebabkan turunnya tingkat fertilitas. Di ujung tahapan ketiga tersebut, tingkat kelahiran berhasil diturunkan cukup tajam sampai sama rendahnya dengan tingkat kematian, sehingga secara neto laju pertumbuhan penduduk menjadi sangat rendah.
Sebab-sebab Tingginya Tingkat Kelahiran di Negara-negara Berkembang: Model Malthus dan Model Rumah Tangga
Malthus menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi masalah rendahnya taraf hidup yang kronis atau kemiskinan absolut tersebut adalah penanaman kesadaran moral di kalangan segenap penduduk dan kesediaan untuk membatasi jumlah kelahiran. Para ahli ekonomi modern telah memberi nama khusus bagi gagasan Malthus yang menyatakan bahwa ledakan penduduk akan menimbulkan pola hidup yang serba pas-pasan (subsisten). Mereka menyebutnya model jebakan populasi ekulibrium tingkat rendah (low-level equilibrium population trap), atau biasa disingkat dengan model jebakan populasi Malthus (Malthusian population trap). Aspek berikutnya dari teori Malthus mencoba menjelaskan hubungan antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan tingkat pendapatan per kapita.
Jika pendapatan agregat dari suatu negara meningkat lebih cepat, maka secara definitif pendapatan per kapita juga meningkat.
Negara-negara yang mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dianggap lebih mampu memupuk lebih banyak tabungan sehingga tingkat tabungan nasionalnya dan tingkat investasinya lebih tinggi. Berdasarkan model pertumbuhan Harrod-Domar, adanya tingkat tabungan yang lebih tinggi berarti akan mendorong terciptanya tingkat pertumbuhan pendapatan agregat yang lebih tinggi pula. Akan tetapi, setelah melewati tingkat pendapatan per kapita tertentu, tingkat pertumbuhan akan mendatar dan akhirnya cenderung menurun karena semakin banyak modal investasi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengolah sumber-sumber daya alam yang kuantitasnya tetap (diminishing return). Asumsi kemajuan teknologi tidak diperhitungkan dalam model ini. Menurut pendukung aliran pemikiran neo-Malthus, bangsa-bangsa miskin tidak akan pernah bisa berhasil mencapai tingkat pendapatan per kapita yang jauh lebih tinggi daripada tingkat subsisten, kecuali mereka mengadakan pengendalian preventif awal terhadap pertumbuhan populasi mereka.
Teori Mikroekonomi Fertilitas Rumah Tangga Teori ini berupaya memperhatikan faktor-faktor penentu mikroekonomi berkenaan dengan fertilitas keluarga. Teori ini berpijak pada teori-teori neoklasik tradisional tentang perilaku konsumen dan rumah tangga sebagai dasar analisis Teori ini juga menggunakan prinsip-prinsip ekonomi dan optimasi untuk menerangkan proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga mengenai besar kecilnya jumlah anggota keluarga yang hendak dimiliki.
3. 4.
5.
Semakin tingginya tingkat pendidikan wanita maka akan semakin besar kontribusi wanita terhadap penghasilan keluarga. Semakin sedikit waktu yang disediakan untuk membesarkan anak sehingga jumlah anak yang diinginkan semkain sedikit. Peningkatan pendapatan dan kualitas pendidikan wanita akan mengarah pada perbaikan kualitas pemeliharaan anak sehingga tingkat kematian berkurang.
1. Inti persoalan bukanlah pertumbuhan penduduk, melainkan hal-hal atau isu lain. 2. Pertumbuhan penduduk merupakan persoalan rekaan atau masalah palsu yang sengaja diciptakan oleh badan-badan dan lembaga-lembaga milik negara kaya dan dominan dengan tujuan menjadikan negaranegara berkembang tetap terbelakang dan bergantung pada negara-negara maju. 3. Bagi kebanyakan negara dan kawasan berkembang, pertumbuhan penduduk justru merupakan suatu hal yang dibutuhkan atau diinginkan.
3. Penyebaran Penduduk:
Masalah utama bukan pada ledakan populasi namun pada penyebaran geografis penduduk. Untuk mengatasi masalah ini maka pemerintah negara-negara berkembang harus mampu menekan laju urbanisasi yang mulai tidak terkontrol.
Pelemparan Persoalan Palsu Secara Sengaja Masalah pertumbuhan penduduk adalah masalah yang sengaja dilontarkan oleh negara-negara maju. Pemaparan persoalan ini bertujuan untuk menghambat kemajuan negara-negara berkembang dan dalam rangka mempertahankan status quo negara-negara kaya. Pandangan ini bertolak dari kebijakan negara-negara maju yang mendesak negara berkembang untuk menekan laju pertumbuhan penduduk secara agresif, padahal kemajuan ekonomi negara-negara yang sekarang maju ini banyak didukung oleh pertambahan jumlah penduduknya yang pesat selama abad ke-19
Pertumbuhan Penduduk adalah Masalah yang Sebenarnya 1. Argumentasi Garis Keras: Populasi dan Krisis Global
Argumen ini mencoba untuk mengaitkan semua penyakit sosial dan ekonomi dunia dengan pertambahan penduduk sebagai penyebabnya. Pertambahan penduduk yang tidak dibatasi dianggap sebagai penyebab pokok terjadinya kemiskinan, standar hidup yang rendah, kekurangan gizi, kesehatan yang buruk, degradasi lingkungan, dan masalah-masalah sosial lainnya. Langkah terpenting yang harus segera dilakukan pemerintah negara berkembang adalah upaya stabilisasi populasi. Disertai dengan paksaan seperti program sterilisasi dan peraturan formal lainnya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.
Argumen Empiris: Tujuh Konsekuensi Negatif dari Pertumbuhan Penduduk yang Pesat
1. Pertumbuhan ekonomi: Kenaikan jumlah penduduk yang cepat cenderung menurunkan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita. Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan: Pertambahan penduduk yang sangat cepat berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama yang paling miskin. Pendidikan: Pertumbuhan penduduk yang pesat juga akan menyebabkan distribusi anggaran pendidikan semakin kecil. Kesehatan: Jarak kelahiran yang dekat cenderung menurunkan berat badan bayi dan meningkatkan resiko kematian bayi. Ketersediaan Bahan Pangan: Penyediaan bahan pangan akan semakin sulit jika pertambahan penduduk sangat cepat tidak terkendali.
2.
3.
4.
5.
5. Ketersediaan Bahan Pangan: Penyediaan bahan pangan akan semakin sulit jika pertambahan penduduk sangat cepat tidak terkendali.
6. Lingkungan Hidup: Pertumbuhan penduduk yang pesat ikut memacu proses kerusakan dan pengrusakan lingkungan hidup, baik itu berupa penggundulan hutan, pengikisan cadangan bahan bakar kayu, erosi tanah, penyusutan populasi ikan, dan hewan-hewan liar, pencemaran air, pencemaran udara, dan pemadatan daerah hunian di perkotaan. Migrasi Internasional: Ledakan penduduk di negara-negara dunia ketiga memacu terjadinya migrasi internasional sebagai akibat perekonomian di negara-negara berkembang tidak lagi mampu menyediakan lapangan kerja. Namun, masalah migrasi internasional ini lebih berdampak pada negaranegara maju sehingga masalah ini punya muatan politik, terutama di Amerika Utara dan Eropa.
7.
Sasaran dan Tujuan: Menuju suatu Konsensus Tiga Proporsisi yang merupakan komponen utama dalam gagasan yang menjadi konsensus tersebut:
1. Pertumbuhan penduduk bukan merupakan penyebab utama rendahnya taraf hidup masyarakat, kesenjangan pendapatan yang merupakan masalah poko negara-negara dunia ketiga. 2. Persoalan kependudukan tidak hanya menyangkut jumlah, akan tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil. 3. Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi jauh.
Apa yang Bisa Dilakukan Negara-negara Maju: Sumber Daya, Populasi dan Lingkungan Global
Ada dua macam kegiatan nyata dan paling penting yang secara langsung dapat membantu mencapai keberhasilan upaya-upaya penurunan tingkat kelahiran negara-negara berkembang: 1. Penyediaan bantuan-bantuan riset untuk mengembangkan metode dan teknologi pengendalian kelahiran, seperti pil kontrasepsi, intrauterine devices (IUD) modern, penyempurnaan prosedur sterilisasi secara sukarela serta alat-alat kontrasepsi lainnya yang efektif terutama bagi penduduk-penduduk di sebagian negara Afrika yang sudah terancam wabah AIDS. 2. Penyediaan bantuan keuangan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dalam rangka melancarkan programprogram keluarga berencana, pengembangan sarana-sarana pendidikan umum, dan kegiatan-kegiatan penelitian guna merumuskan kebijakan kependudukan nasional yang seefektif mungkin.
Cina
Kebijakan kependudukan Cina dimulai pada tahun 1980 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah komunis Cina sangat ketat yaitu satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki satu anak. Kebijakan ini baru menuai hasil pada pertengahan tahun 1990-an dimana tingkat fertilitas Cina mulai stabil. Dampak negatif dari kebijakan ini adalah adanya wanita yang hilang di Cina sebagai akibat budaya masyarakat Cina yang lebih memilih memiliki anak laki-laki daripada anak perempuan. Terlepas dari dampak negatif dan kerasnya pelaksanakan kebijakan ini pemerintah Cina berhasil menekan laju fertilitas sampai angka 1,9 dan tetap stabil. Kebijakan yang diambil Cina menunjukkan kediktatoran ternyata lebih mampu mengatasi masalah pertumbuhan penduduk lebih efektif daripada sistem demokrasi.
India
India merupakan negara pertama yang menerapkan program KB nasional tak lama setelah kemerdekaannya pada tahun 1949. Namun program ini relatif tidak efektif. Pada tahun 1975-1977 Perdana Menteri Indira Gandhi menerapkan kebijakan yang lebih ekstrim berupa paksaan sterilisasi kepada masyarakat seperti adanya kamp sterilisasi dan penggunaan sarana paksaan yang membuat program KB justru mendapat reputasi buruk. Meskipun demikian program KB telah semakin luas setelah Indira Gandhi berjanji tidak akan melakukan kembali program KB paksa pada tahun 1980 dan memperoleh dukungan pembatasan anggota keluarga meningkatnya pendapatan pada 200 juta atau lebih kaum kelas menengah India.
Kerala merupakan contoh daerah di India yang berhasil dengan sukses menurunkan tingkat fertilitas sampai pada angka 1,7 kelahiran per wanita dan terus bertahan pada angka tersebut, yang secara tidak langsung menyiratkan bahwa terjadi penurunan populasi sedikit demi sedikit setiap tahunnya. Keberhasilan menurunkan tingkat fertilitas di Kerala disebabkan karena proses dialog sosial dan politik telah memainkan peran utamanya dengan baik. Namun, keberhasilan di Kerala ini belum diikuti oleh semua daerah di India yang tingkat fertilitasnya tidak stabil. Meskipun begitu program KB tetap dijalankan dengan mengdepankan dialog-dialog sosial dan politik serta melibatkan media massa dalam mempromosikan KB. Kebijakan menekan tingkat fertilitas di India berlangsung lambat jika dibandingka dengan Cina. Hal ini mungkin terjadi karena sistem politik yang dianut dua negara tersebut berbeda sehingga efek dari kebijakan tersebut juga berbeda.