You are on page 1of 54

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan masih dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Menurut teori yang dikemukakan oleh H.L. Blum yang dikutip oleh A.M.Sugeng Budiono, dkk (2003) bahwa status kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga kerja. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Sumamur, 1996). Di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut dapat berasal dari kimiawi, fisik, biologis, dan psikis. Tekanan fisik yang kerap terjadi dalam suatu lingkungan kerja adalah kebisingan dan keadaan iklim yang tinggi yang sangat mempengaruhi kondisi kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Di Indonesia diperkirakan sedikitnya satu juta pekerja terancam bising dan akan terus meningkat (Budiono, 2003).

Beban setiap jenis pekerjaan berbeda tergantung pada jenis dan lama pekerjaannya. Setiap pekerjaan apa pun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran adalah merupakan beban bagi yang melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku (Notoatmodjo, 2003). Akibat sikap kerja yang salah atau beban kerja yang berat juga keadaan lingkungan fisik kerja yang di atas NAB, dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Pembebanan kerja yang berlebihan juga dapat mengakibatkan kelelahan kerja. Sarana kerja yang tidak antropometris dan waktu kerja yang panjang dapat memberikan tambahan beban kerja dan menimbulkan terjadinya kelelahan dini, bahkan dapat berakibat fatal bagi kesehatan pekerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arif Yoni Setiawan (2000) di bagian machine moulding dan floor moulding Unit Produksi Departemen Foundry PT Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105 dBA pada bagian machine moulding 22,2% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 51,9% kelelahan sedang, 25,9% kelelahan berat dan pada bagian floor moulding dengan intensitas kebisingan 74-80 dBA terjadi kelelahan ringan sebesar 70% kelelahan sedang 25% dan kelelahan berat 5%. Industri meubel kayu Sinar Harapan merupakan industri rumahan yang memproduksi furniture-furniture seperti lemari, meja, kursi dan

lain-lain. Industri meubel dimiliki oleh keluarga H. Hasan dengan memanfaatkan warga sekitar sebagai tenaga kerja. Industri meubel berproduksi setiap hari dengan menghasilkan barang produksi yang didistribusikan sampai ke Tenggarong. Melalui wawancara dan observasi awal keadaan bising dengan intensitas yang tinggi sangat dirasakan oleh pekerja dan warga yang berada di sekitar industri tersebut. Sumber bising berasal dari mesin-mesin produksi seperti cross cut atau mesin pemotong kayu ataupun dari mesin penyerut kayu dengan perilaku pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear plug atau ear muff. Perilaku pekerja dengan tidak menggunakan APD didasari oleh pengetahuan pekerja akan bahaya kebisingan di lingkungan kerja. Hampir semua pekerja merasakan dampak dari bising karena pekerja bekerja di hampir seluruh wilayah kerja yang terpapar bising tinggi. Keterpaparan kebisingan dirasakan setiap hari oleh pekerja kecuali hari minggu dengan waktu kerja sektar 6 jam kerja per hari. Sedangkan lingkungan kerja yang sebagian di ruangan tertutup, dimana ruangan tersebut hanya memiliki dua jendela sehingga sirkulasi udara tidak baik mengakibatkan suhu udara dalam ruangan panas sehingga pekerja banyak yang tidak menggunakan baju pada saat bekerja. Berdasarkan observasi sikap kerja, pekerjaan yang dilakukan cukup berat dan tidak sesuai dengan kaidah antropometri tubuh manusia dalam melakukan pekerkjaan. Pekerja mengangkat kayu atau

barang hasil jadi, memindahkan, menggergaji dan menyerut kayu dalam pembuatan furniture dengan bagian kerja yang tidak teratur. Keadaan panas yang berlebihan dan beban kerja yang yang besar menurut Grandjean (1986) yang dikutip oleh Nurmianto (2003) dapat mengakibatkan keadaan lelah dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatnya jumlah angka kesalahan kerja. Berdasarkan data di atas dalam hal kebisingan yang tinggi serta keadaan iklim kerja yang panas dan observasi sikap kerja pada

pekerja industri mebel kayu Sinar Harapan Karang Paci Samarinda secara monoton dan berulang maka peneliti melakukan penelitian

mengenai hubungan kebisingan, iklim kerja dan sikap tubuh kerja fisik terhadap kelelahan kerja pada pekerja industri meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah yaitu bagaimana hubungan antara Kebisingan, Iklim Kerja dan Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja pada pekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara Kebisingan, Iklim Kerja dan Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja pada pekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda b. Untuk mengetahui hubungan antara Iklim Kerja terhadap Kelelahan Kerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. c. Untuk mengetahui hubungan antara Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. C. Manfaat Penelitian 1. Untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat

Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lain. 2. Untuk Peneliti

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam menambah wawasan peneliti dalam mengetahui hubungan antara Kebisingan, Iklim Kerja dan sikap kerja terhadap Kelelahan Kerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. 3. Untuk Industri

Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat mengetahui keadaan kelelahan kerja akibat sikap kerja, iklim kerja dan kebisingan di tempat kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara disekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar (Sasongko, 2000). Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali (Salim, 2002). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-golongan yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh

frekuensi-frekuensi yang ada (Sumamur, 1996). Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (dB)

dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (Sumamur P. K, 1996). Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat pada rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya (Suyono, 1995). 2. Jenis Kebisingan Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan meliputi: a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara. d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti pukulan tukul, tembakan bedil, atau meriam, ledakan. e. Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan (Sumamur, 1996). Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber, yaitu:

a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik. b. Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dengan sumber kebisingan sebagai sumbunya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/detik,sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi (Sasongko, 2000).

3.

Gangguan Kebisingan di Tempat Kerja Intensitas kebisingan yang tinggi dan melebihi NAB mempunyai

efek yang merugikan kepada daya kerja meliputi: a. Gangguan komunikasi Kebisingan dapat menggangu percakapan sehingga akan mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka/via telepon) (Sasongko, 2000). Risiko potensial kepada pendengaran terjadi apabila komunikasi pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini

menyebabkan terganggunya pekerjaan bahkan mungkin terjadi kelelahan, terutama pada peristiwa penggunaan tenaga baru (Sumamur, 1996).

b. Gangguan Tidur Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari tahap terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap tidur, gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi kebisingan dan umur manusia. c. Gangguan Psikologis Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti kejengkelan, kecemasan dan ketakutan. Tergantung pada intensitas, frekuensi, perioda, saat dan dan lama kejadian,

kompleksitas kebisingan. d.

spektrum/kegaduhan

ketidakteraturan

Gangguan Produktifitas Kerja Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap

pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang melalui gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktifitas kerja. e. Gangguan Mental Emosional Gangguan ini berupa terganggunya kenyamanan hidup, mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah tersinggung.

10

f. Gangguan Kesehatan Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan

manusia apabila manusia terpapar aras suara dalam suatu periode yang lama dan terus menerus. g. Gangguan Fisiologi Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap sistim jantung dan peredaran darah melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah. Kejadian ini termasuk gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000) 4. Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan di tempat kerja diukur dengan Sound Level Meter yaitu alat digital yang dapat menunjukkan secara langsung hasil kebisingan di tempat kerja (Pedoman Praktikum Laboratorium K3, 2004). 5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik Di Tempat Kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di Indonesia adalah 85 dB (Sumamur, 1996). Akan tetapi NAB bukan

11

merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada. Menurut (Budiono, 2003) Tabel 2.1. Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemajanan perhari (1) 8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 7,5 3,75 1,88 0,94 28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11 Tidak boleh Sumber : Ramdan, 2007 Intensitas kebisingan dalam dB (A) (2) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139 140

6. Upaya Pengendalian Kebisingan a. Pengendalian pada Sumber Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup: 1) Perlindungan pada peralatan, struktur dan pekerja dari dampak bising. 2) Pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber

(Sasongko, 2000).

12

b. Pengendalian Pada Media Rambatan Pengendalian pada lintasan (media rambatan) adalah

pengendalian diantara sumber dan penerima kebisingan. Prinsip pengendaliannya adalah dengan melemahkan intensitas

kebisingan yang merambat dari sumber kepenerima dengan cara membuat hambatan-hambatan. Ada 2 cara pengendalian

kebisingan pada lintasan yaitu out door noise control dan indoor noise control. 1) Outdoor Noise Control

Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah mengusahakan menghambat rambatan suara di luar ruangan sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah (Sasongko, 2000). 2) Indoor Noise Control

Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha menghambat rambatan suara atau kebisingan di dalam ruangan atau gedung sehingga intensitas suara menjadi lemah (Sasongko, 2000). B. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya (Menaker, 1999)

13

Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas (Ramdan, 2007). Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah berkisar 240C sampai 260C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 5 0C. Batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dtk (Subaris, 2007).

2. Macam Iklim Kerja Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin. a. Iklim Kerja Panas Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari (Budiono, 2008).

14

Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan

kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh kelingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Sumamur, 1996). Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu tinggi adalah apa yang dinamakan dengan Heat Stress (tekanan panas). Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterima tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya : Dehidrasi : Penguapan yang berlebihan yang akan mengurangi volum darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan kekurangan oksigen. Heat rash : Yang paling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai papula merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi keringat. Gejala bisa berupa lecet terus menerus dan panas disertai gatal yang menyengat.

15

Heat Fatique : Gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi lambat, kurang waspada terhadap tugas. Heat cramps : Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah sampai di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama timbul dengan secara

kelelahan mendadak.

panas,

kekejangan

Heat exhaustion :Dikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit. Heat Sincope : Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama pemajanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat. Heat stroke : Kerusakan serius yang bekaitan dengan kesalahan pada pusat pengatur suhu tubuh. Pada kondisi ini mekanisme pengatur suhu tidak berfungsi lagi disertai hambatan proses penguapan secara tibatiba (Ramdan, 2007). Tingkat kerja cenderung mengatur sendiri, yakni pekerja akan secara volunter menurunkan tingkat pekerjaannya bila dia

merasakan panas berlebihan, kecuali untuk pemadaman kebakaran dan pekerjaan penyelamatan, karena tekanan psikologik akan mengatasi kondisi normal.

16

Faktor luar seperti kadar kelembaban dan angin akan mempengaruhi tahanan pakaian terhadap aliran panas. Pakaian yang lembab akan mempunyai tahanan yang lebih rendah. Kecepatan aliran udara pakaian, yang lebih tinggi akan cenderung dan

mengempiskan

mengurangi

ketebalannya

ketahanannya juga. Sementara pada pakaian yang teranyam terbuka, angin dapat mengilangkan lapisan udara hangat yang ada di dalam. Kecuali jika dipergunakan sebagai pelindung bahaya kimia atau bahaya lainnya. Isolasi perorangan cenderung mengatur sendiri, orang menambah atau membuang lapisan pakaian sesuai dengan perasaan kenyamanannya. Lama pemajanan dapat beragam sesuai dengan jadwal kerja atau istirahat, lebih baik dengan masa istirahat yang diambil dalam lingkungan yang kurang ekstrem (Harrington, 2005). Orang-orang dengan iklim tropis Indonesia yang pada umumnya sekitar beraklimatisasi dengan

suhunya

29-30OC

kelembaban sekitar 85 95 %. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama seminggu pertama berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas.

b. Iklim Kerja Dingin Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh

17

suhu

ruangan

sangat

rendah

terhadap

kesehatan

dapat

mengakibatkan penyakit yang terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot dan frostbite. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunaan pakaian pelindung yang baik. Disamping itu,

pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodic (Budiono, 2008)

3. Penilaian Tekanan Panas Tekanan panas dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang selanjutnya dapat digolongkan dalam: a. Climatic faktor: suhu udara, humidity, radiasi, kecepatan gerakan udara. b. Non climatic faktor: panas, metabolisme, pakaian kerja dan tingkat aklimatisasi (Subaris, 2007). Untuk menyederhanakan pengertian maka beberapa ahli menciptakan suatu indeks menurut fungsinya, sebagai berikut: a. Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang

dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu tidak

memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri.

18

b.

Indeks suhu basah dan bola (Wet Bulp-Globe Temperature

Index) dengan rumus untuk pekerjaan yang mengalami kontak dengan sinar matahari(0,2 x suhu: radiasi) + (0,1 x suhu kering) ISBB = (0,7 x suhu basah) + adalah Sedangkan untuk pekerjaan yang tidak kontak dengan sinar

matahari digunakan rumusan sebagai berikut :


ISBB = (0,7 x suhu basah) + (0,3 x suhu radiasi)

c.

Indeks kecepatan pengeluaran keringat selama 4 jam,

sebagai akibat dari kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan gerakan udara serta panas radiasi. Dapat juga dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan. d. Indeks Belding Hatch yaitu pengukuran tekanan panas

dengan menghubungkan kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu orang yang masih muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, kondisi sehat, kesegaran jasmani baik serta beaklimatisasi indeksnya terhadap panas. Metode banyaknya ini mendasarkan keringat yang

atas

perbandingan

diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut diperlukan pengukuran suhu kering dan basah, suhu

globethermometer, kecepatan aliran udara dan produksi panas akibat kegiatan kerja (Ramdan, 2007).

19

4. Pengukuran Iklim Kerja Alat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk mengukur kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat menggunakan Questemp yaitu suatu alat digital untuk mengukur tekanan panas dengan parameter Indek Suhu Bola Basah (ISBB). Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dilakukan dengan meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m (3,3 kaki) bagi tenaga kerja yang berdiri dan 0,6 m (2 kaki) bila tenaga kerja duduk dalam melakukan pekerjaan. Pada saat pengukuran reservoir (tandon) termometer suhu basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat 10 menit (Tim Hiperkes, 2006).

Tabel 2.2 ISBB dan Jadwal kerja istirahat yang dianjurkan Pengaturan waktu kerja setiap jam Terus menerus 75% kerja, 25% istirahat tiap jamnya 50% kerja, 50% istirahat tiap jamnya 25% kerja, 75% istirahat tiap jamnya (Harington, 2005) Beban kerja (total) Ringan Sedang Berat 30 26,7 25,0 30,6 28,0 25,9 31,4 29,4 27,9 32,2 31,1 30

Misalnya : pada WBGT suhu 30oC, seseorang dapat melakukan pekerjaan ringan terus menerus, tetapi bila sudah menyangkut

20

pekerjaan berat, dia hanya dapat bekerja selama 25% saja dari setiap jam kerjanya (Harington, 2005).

C.

Sikap Kerja

1. Ergonomi dan Antropometri Ergonomi merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi, sebagai penerapan dari ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan

produktivitas kerja. Ergonomi juga berkenaan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat reksreasi (Ramdan, 2007). Antropometri merupakan suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh pengguna sarana kerja tersebut. Oleh para ahli rancang bangun, antropometri digunakan untuk mendapatkan suatu bentukrancang bangun yang ergonomik, karena menggunakan ukuran tubuh pengguna rancang bangun sebagai dasar perancangan sarana kerja. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa manusia (ukuran tubuhnya) sebagai titik sentral dalam rancang bangun. Para ahli antropometri telah memulai

21

pengukuran terhadap tubuh manusia sejak beratus ribu tahun yang lalu, tetapi baru setelah 50 tahun terakhir mempunyai parameter yang tepat untuk digunakan pada suatu pola yang tersusun bagi peningkatan rancangan dan pengukuran peralatan yang

digunakandalam kehidupan sehari-hari. Semua peralatan dan barang yang dipergunakan dalam suatu usaha atau industri serta semua ruangan kerja dimana pabrikasi dilakukan akan berkaitan dengan tubuh manusia. Pada lingkungan pabrik yang serba otomatis pun, manusia masih harus membuat dan memperbaiki mesin dan produk yang dihasilkan lewat jalur perakitan yang dirancang bagi manusia penggunanya. Seperti diketahui bahwa ukuran alat kerja menentuka sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan untuk menjamin adanya sistem kerja yang baik. Dalam pelaksanaan pengukuran antropometri, dikenal dua macam pengukuran yaitu : Antropometri statis dan antropometri dinamis (Budiono, 2003)

2. Sikap dan Cara Kerja Untuk memenuhi sikap tubuh dalam bekerja yang ergonomis, perlu adanya sarana kerja seperti tempat duduk dan meja kerja, mesin-mesin yang ukurannya sesuai dengan ukuran antropometri orang Indonesia pada umumnya (Nurmianto, 2003). Bila keadaan memungkinkan, penyediaan tempat duduk yang ukuran-ukurannya dapat dianjurkan (Salim, 2002). Hubungan tenaga

22

kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operational Procedurs) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan

tangannya harus dihindarkan. Apabila hal ini tidak memungkinkan maka harus diupayakan agar beban statiknya diperkecil.

Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Tanpa disadari tenaga kerja tersebut akan sedikit membungkuk dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya kelelahan lokal di daerah pinggang dan bahu. Namun karena penderitanya tidak mencolok maka biasanya keluhan tersebut dianggap bukan masalah, tetapi kerugian yang ditimbulkannya bisa berwujud hilangnya jam kerja, terhambatnya produksi dan lainnya. Pada waktu bekerja diusahakan agar bersikap secara alamiah dan bergerak optimal. Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomik adalah yang memeberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara : a. Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja. b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.

23

c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya. d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian (Budiono, 2003) Beberapa prinsip ergonomi di bawah ini antara lain dapat digunakan sebagai pegangan dalam program kesehatan kerja. a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin,

penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah, kekuatan dan sebagainya). b. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar, serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tanaga kerja yang lebih kecil, misalnya : tempat duduk yang dapat dinaik turunkan dan dimaju atau dimundurkan. c. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan alat-alat kerja adalah sebagai berikut : Berdiri : Tinggi badan Tinggi bahu Tinggi siku Tinggi pinggul Depan Panjang lengan

24

Duduk

: Tinggi duduk Panjang lengan atas Panjang lengan bawah dan tangan Jarak tekuk lutut

d. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku. e. Dari segi otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedang dari sudut tulang, dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. f. Tempat duduk yang baik adalah : 1) Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar 2) Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 centimeter. 3) Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung. g. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-27 derajat ke bawah, sedangkan untuk pekerjaan duduk arah penglihatan antara 32-44 derajat ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat. h. Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kg. i. Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu efisiensi dan kualitas kerja menurun.

25

Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks. Pada desain kerja berdiri apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka factor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut : 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut 2. Harus memegang objek yang berat (> 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping 4. Sering dilakukan pekerjaan dgn menekan ke bawah 5. Diperlukan mobilitas tinggi. Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri, secara prinsip hamper sama dengan desain ketinggian landasan kerja posisi duduk. Manuaba (1986), Sanders & McCormick

26

(1987), Grandjean (1993) memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut : 1) Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, tinggi landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri 2) Selama kerja manual, pekerja sering memerlukan ruangan untuk peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, tinggi landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri 3) Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri (Nurmianto, 2003).

3. Mengangkat dan Memindahkan Barang Memindahkan atau mengangkat barang atau peralatan maupun maam-macam bahan dengan cara dan posisi yang tidak benar akan mengakibatkan terkilir atau sakit pada punggung atau anggota badan yang lainnya. Untuk itu jika mengangkat benda yang cukup berat usahakanlah posisi punggung lurus dan pergunakan otot paha sebagai tumpuan. a. Kesalahan Mengangkat Mengangkat dengan membungkuk akan mengakibatkan tulang belakang (rawan) akan tertarik dan bagian depan tulang akan tertekan. Kondisi ini disebabkan adanya beban lebih yang harus diterima pada bagian depan tulang. Hal tersebut yang akan mengakibatkan rasa sakit, karena makin besar beban yang

27

diterima tulang punggung. Pada posisi yang salah akan makin besar pula renggang ruas pada tulang punggung. b. Cara mengangkat yang benar Pada waktu mengangkat beban, posisi punggung rata dan badan dimiringkan. Dengan kondisi tersebut tulang belakang tidak berubah dan berat beban dapat dibagi merata ke seluruh tubuh. c. Cara memindahkan yang benar Memindahkan atau menyimpan barang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya tenaga. merupakan Untuk suatu kegiatan yang

memerlukan

menghindarkan/mengurangi

kelelahan serta menjaga kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut maka diperlukan tata cara pelaksanaan pemindahan. Titik berat mengangkat beban sedapat mungkin berada tegak lurus pada posisi berdiri atau tegak yang nyaman. Urutan mengangkat benda/barang adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Posisi berjongkok dan alur kesetimabangan Pegang benda kerja dengan posisi yang kuat Tegakkan badan dan luruskan kaki dan barang mulai

diangkat (posisi badan tetap dijaga tegak) 4. Bila posisi barang telah di atas, tegakkan badan dan siapkan

untuk berjalan.

28

Urutan menurunkan benda/barang adalah sebagai berikut : 1. Merupakan kebalikan dari mengangkat

barang/menurunkan/meletakkan terutama untuk beban berat yang perlu diperhatikan adalah posisi badan/punggung dalam posisi lurus. 2. Dengan posisi tulang belakang yang tepat dan kepala yang

tegak akan mengurangi resiko perubahan struktur pada tulang belakang saat mengangkat beban berat. 3. Mengangkat benda sambil membungkuk dapat dilaksanakan

untuk beban yang sangat ringan saja. 4. Sebaiknya jangan mengangkat benda atau barang dalam

keadaan membungkuk (Daryanto, 2003).

Gambar 2.1 Mengangkat barang

29

Pada gambar di atas, gambar pertama merupakan gambar mengangkat barang dengan sikap kerja yang salah ; gambar kedua menunjukkan sikap kerja dalam mengangkat barang yang benar.

Gambar 2.2 Sikap Kerja Berdiri

Pada gambar sikap kerja seseorang berdiri dengan media kerja berupa meja, pada gambar pertama sikap kerja dengan pekerjaan yang memerlukan penelitian; gambar kedua merupakan sikap kerja dengan pekerjaan yang tidak memerlukan penekanan; gambar ketiga sikap kerja dengan pekerjaan memerlukan penekanan (Tim Hiperkes, 2006).

30

C. Kelelahan 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh : a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual) b. Kelelahan fisik umum c. Kelelahan syaraf d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap (Sumamur, 1999). Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi saran, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak menggairahkan. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu kondisi yang telah dikenali dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan pada

31

umumnya mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan merupakan satusatunya gejala (Budiono, 2008).

2. Macam-macam Kelelahan Kelelahan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : a. Kelelahan otot (muscular fatigue) b. Kelelahan umum (general fatigue) Kedua bentuk kelelahan ini muncul dari proses fisiologis yang berbeda sama sekali. Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri, seperti ketegangan otot dan sakit di sekitar sendi, sedangkan kelelahan umum dapat terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan beraktifitas. a. Kelelahan Otot Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external signs). Pada percobaan dengan menggunakan tersebut dialiri seekor katak, apabila sebagian otot katak listrik, ternyata terjadi kontraksi dan

berkurangnya kerja kemampuan otot dalam hal melakukan aktifitas pembebanan. Dalam beberapa detik kemudian akan terlihat beberapa hal sebagai berikut : 1) 2) menurunnya ketinggian beban yang mempu diangkat merendahnya kontraksi dan relaksasi

32

3)

interval antara stimuli dan awal kontraksi menjadi

lebih lama Dalam suatu kegiatan yang membutuhkan kontraksi otot, dimana kontraksi otot rangka yang lama dan kuat dan proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supplay energi yang dibutuhkan serta untuk membuang metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak (dari penyediaan ATP) terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya.

Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan. Pada dasarnya, hasil yang sama dapat ditemukan pada percobaan yang dilakukan pada otot mamalia. Kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Manusiapun menunjukkan reaksi yang sama dengan proses yang terjadi pada hewan percobaan di atas. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode aktifitas secara terus-menerus. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut Kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa bekurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan

33

seperti

melemahnya

kemampuan

tenaga

kerja

dalam

melakukan kegiatan kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja (Budiono, 2008).

b. Kelelahan Umum Kelelahan umum merupakan konsep yang lebih rumit. Kodisi ini bergabung ke dalam sejumlah kelelahan lain yang sama rumitnya dalam mendefinisikan secara tepat stress, kebosanan, depresi dan lain-lain. Pengelompokkan kondisi ini adalah berada dalam masa perkembangan. Seperti sress, kelelahan memiliki aspek sebyektif, perilaku dan fisik. Efek dari kelelahan umum dan lokal dapat dikombinasikan, contohnya, tingkat gairah seseorang akan mempengaruhi performansinya pada pengujian ketahanan otot. Efek sesudah kerja diliputi siklus harian tidur dan keterjagaan, yang disebut nychthermal atau kelelahan circadian. Kelelahan tubuh yang merupakan akibat dari perpanjangan kerja adalah kensekuensi kehabisan persediaan energi tubuh. Kelelahan ini akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan sama dengan proses psikologis yang lebih halus, meskipun

pengalaman sebyektif menunjukkan kesamaan.

34

Kelelahan mental dapat bersumber dari overload atau underload; dari suatu pekerjaan yang menghasilkan kebutuhan yang berlebihan dari pekerjaan yang tidak menarik dan mudah tersebut. Kedua kondisi tersebut dapat meningkatkan stressakan tetapi jika diperpanjang, keduanya akan mengurangi kondisi gairah kerja. Pengamatan Grendjean menyatakan suatu permintaan pekerjaan, yang seharusnya meningkatkan gairah kerja, kenyataannya malah sebaliknya, adalah suatu paradox; dan hal tersebut merupakan tanda tanya yang aneh pada model U yang terbalik. Walaupun demikian penurunan performansi yang terjadi pada saat kelelahan biasanya pekerjaan yang khusus pada cara yang diperkirakan model U terbalik. Pekerjaan militer dan pengawasan laut dan tugas pengawas industri membutuhkan pengamat untuk mendeteksi rasa pusing, dan sinyal-sinyal yang tidak sering serta tidak dapat diperkirakan. Pekerjaan ini dinamakan pekerjaan kewaspadaan. Selama perang dunia II, operator radar melaporkan 50% kapal pengamat berbentuk U selama satu setengah jam pertama; turun pada 23%, 16%, 10% dalam periode satu setengah jam berikutnya. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu siklus pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan

35

performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal (Nurmianto, 2003).

3. Penyebab Kelelahan Salah satu faktor penyebab kelelahan adalah faktor individu. Faktor individu yang mempengaruhi tingkat kelelahan meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, kondisi kesehatan, kondisi psikologi dan sikap kerja. 1) Jenis Kelamin Jenis kelamin dapat menentukan tingkat kelelahan kerja. Biasanya wanita ebih mudah lelah dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopouse, dan secars sosial kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam umah tangga dan tradisitradisi 1996). 2) Umur Umur dapat mempengaruhi kelelahan pekerja. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. sebagai pencerminan kebudayaan (Sumamur,

36

3)

Status Gizi Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Menurut Emil Salim (2002), gizi kerja adalah gizi yang diterapkan pada kayawan untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jenis dan tempat kerja dengan tujuan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang setinggi-tingginya. Status gizi merupakan ekspresi keadaan seimbang dari variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Nyoman, 1999). Maka dapat disimpulkan bahwa status gizi seseorang menunjukkan kekurangaan atau kelebihan gizi seseorang, yang dapat menimbulkan resiko penyakit tertentu dan mempengaruhi produktivitas kerja (Supariasa, 2002). Lebih dari itu status gizi dapat mempengaruhi kelelahan, yaitu jika seseorang mengalami status gizi buruk atau < normal maka akan mempercepat kelelahan kerja 4) Lama waktu tidur Lama tidur berpengaruh pada daya tahan tubuh dalam melakukan pekerjaan. Dalam rangka menghindari efek kelelahan kumulatif diperlukan istirahat tidur sekitar 7 jam sehari. Selama

37

tidur tubuh diberi kesempatan untuk membersihkan pengaruhpengaruh atau zat-zat yang kurang baik dari dalam tubuh. 5) Kondisi kesehatan Status kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja yang dapat dilihat dari riwayat penyakit yang diderita. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kelelahan, yaitu: a. Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang oksigen (O2), karbondioksida (Co2) dan ion H+ dilepaskan. Untuk memenuhi kekurangan Oksigen (O2) tersebut, tubuh mengadakan proses anaerob, dan proses ini menghasilkaan kelelahan. b. Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa asam laktat yang bisa menyebabkaan

metabolisme tergangga sehingga tertimbun dalam darah. Penimbunan metabolisme ini menyebabkan kelelahan. c. Asma merupakan proses transportasi oksigen (O2) dan karbondioksida (Co2) terganggu sehingga terjadi akumulasi carbondioksida dalam tubuh. Teganggunya proses tersebut karena adanya agen-agen sensitisasi dan iritan dalam saluran pernafasan. d. Tekanan darah rendah, terjadi apabila kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh kurang maksimal dan lambat sehingga kebutuhan oksigen (O2) terhambat.

38

e. Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa darah untuk diedarkan keseluruh tubuh.

Selanjutnya terjadi sesak nafas akibat pertukaran oksigen (O2) terhambat yang akhirnya memicu terjadinya kelelahan. f. Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan carbondioksida (CO2) terganggu sehingga banyak yang tertimbun yang akhinya akan menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan (Pearce, 2002). 6) Kondisi Psikologi Tenaga kerja yang sehat adalah tenaga kerja yang produktif, sehingga kesehatan psikis perlu diperhatikan untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Lingkungan kerja mekanis dan

lingkungan kerja fisik yang buruk akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, menjemukan, mengganggu konsentrasi dan emosi tenaga kerja faktor psikologis memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan, dimana penyebabnya bisa dari luar tempat kerja maupun dari pekerjaannya sendiri (Sumamur, 1996) 7) Sikap kerja Sikap tubuh dalam bekerja adalah sikap yang ergonomi sehingga dicapai efisiensi kerja dan produktivitas yang optimal dengan memberikan rasa nyaman dalam bekerja. Apabila sikap tubuh salah dalam melakukan pekerjaan maka akan

mempengaruhi kelelahan kerja (Sumamur, 1999).

39

8) Lamanya Waktu Kerja Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, tidur dan lain-lain. Memeperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Dalam seminggu , seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar

kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diingini. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung pada berbagai faktor. Jika diteliti suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk hal ini perlu istirahat dan kesempatan untuk makan yang meninggikan kembali kadar bahan bakar di dalam tubuh. Maka dari itu, istirahat setengah jam sesudah 4 jam kerja terus-menerus sangat penting artinya. Bekerja dengan istirahat yang tepat, misalnya pengerahan tenaga 8,5 kilokal/ menit selama 20 menit diikuti istirahat selama 20 menit (1,5 kilokal/menit) sangat baik, dibanding dengan 80

40

menit bekerja bekerja diikuti 80 menit istirahat, mengingat tidak tertimbunnya kelelahan dan dicegah akumulasi efek panas hasil metabolisme tubuh (Sumamur, 1996). 9) Kebiasaan Merokok Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang.

Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran juga

menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004).

4. Pengukuran Kelelahan Kesulitan terbesar dalam pengukuran kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab kelalahan itu sendiri. Tidak ada satupun ukuran yang mutlak dalam pengukuran kelelahan. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran kelelahan hanya mampu mengukur beberapa manifestasi atau indikator kelelahan saja (Budiono, 2008).

41

Namun demikian diantara sejumlah metoda pengukuran terhadap kelelahan yang ada, umumnya terbagi dalam 3 kelompok yang berbeda, yaitu : 1. Kualitas dan kuantitas pekerja; Kuantitas dinyatakan kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang waktu.

dalam

banyaknya

produksi

persatuan

Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan lain-lain (Tarwaka, 2004). 2. Perekaman terhadap kelelahan menurut impresi subjektif; kuesioner ini ditujukan untuk menilai kelelahan secara umum yang mencakup tiga kelompok kelelahan yang dialami pekerja yaitu pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan pelemahan secara fisik. kuesioner ini di adaptasi dari IFRC Japan (Industrial Fatigue Reaserch Communittee) yang telah banyak digunakan munculnya untuk meneliti efek pekerjaan fisik terhadap kelelahan.

kuesioner ini juga bersifat subjektif (Subjective feelings of fatigue) artinya sangat tergantung dari responden yang sedang diteliti. Selanjutnya dapat mengembangkan sendiri dalam penilaian dan skoring, anda dapat menggunakan skala likert ataupun jawaban 'YA' dan 'TIDAK' yang selanjutnya dianalisis dengan spss untuk menguji kemaknaan perbedaan.

42

kelemahan kuesioner ini, tidak dapat menentukan klasifikasi tingkat kelelahan yang dialami pekerja, untuk itu pengujian harus dilakukan selama dua kali yaitu Pre dan Post Test (Tarwaka, 2009). 3. Mengukur frekuensi subjektif kedipan mata (Flicker fusin Eyes) dan reaksi dengan Reaction Timer. Evauasi pada frekwensi flicker fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang diteliti melihat pada sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang fekuensi rendah dan berkedipkedip (flickering). Kemudian frekuensi mengedipnya meningkat sampai subjek merasakan bahwa cahaya yang berkedip laksana garis lurus memberikan subjek yang diteliti pada kondisi lelah. Sedangkan subjek yang lelah tidak mampu

mendeteksikan cahaya berkedip. Adapun frekuensi cahaya yang berkedip dari 0,5-6 Hz. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja adalah dengan menggunakan Reaction Timer yang terdiri atas rangkaian alat pengukur yang ditujukan kepada pekerja agar dapat dideteksi kelelahan yang sedang dirasakan (Wakhid, 2009). Bentuk pengukuran dengan menggunakan metoda di atas seringkali dilakukan sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas suatu pekerjaan dan sumber kelelahan dapat disimpulkan

43

dari hasil pengujian tersebut. Walaupun demikian, hasil dari pengukuran mempunyai signifikasi yang sangat ralatif, oleh karena hasilnya akan dibandingkan dengan kondisi tenaga kerja yang sehat, atau setidaknya mereka berada pada kondisi yang tidak stres. Kondisi demikian meneybabkan sampai saat ini tidak ada satupun cara pengukuran kelelahan yang dianggap mutlak benar. Korelasi subyektif hasil pengukuran pada terhadap impresi perasaan yang

terlihat

pelaksanaan

pengukuran,

menggunakan sekaligus kombinasi beberapa indikator sehingga penafsiran terhadap hasil pengukuran menjadi lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik perlu didukung oleh perasaan subjektif sebelum pengujian kelelahan

dilakukan dengan tepat untuk menunjukkan suatu bentuk kelalahan tertentu (Budiono, 2008).

44

D. KERANGKA TEORI

Gambar 2.3 Kerangka Teori Faktor Individu 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Status gizi 4. Kondisi kesehatan 5. Lama waktu tidur 6. Kebiasaan merokok 7. Psikologis

Kelelahan Kerja

Faktor Pekerjaan 1. Beban Kerja 2. Waktu Kerja 3. Sikap Kerja

Faktor Lingkungan Fisik 1. Iklim Kerja 2. Penerangan 3. Kebisingan 4. Getaran Mekanis

Sumber: Tarwaka (2004), Budiono (2008), dan Sumamur (1996)

45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A . Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelituan ini adalah survei analitik dengan melihat hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat pada saat bersamaan (cross sectional study). B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2011, tahapantahapan penelitian ini meliputi : kegiatan studi pustaka, orientasi lapangan, pengukuran, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil akhir penelitian. 2. Tempat Penelitian Lokasi atau tempat yang merupakan obyek penelitian ini adalah di Industri Rumahan Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek

penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dan sebagainya sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja yang berjumlah 32 orang .

46

2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel penelitian (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini menggunakan Total Sampling dimana sampel adalah seluruh populasi yang berjumlah 32 orang.

D. Instrumen Penelitian 1. Sound Level Meter (SLM) a. Persiapan alat 1) 2) 3) Pasang baterai pada tempatnya. Tekan tombol power. Cek garis tanda pada monitor untuk mengetahui

baterai dalam keadaan baik atau tidak. 4) Kalibrasi alat dengan kalibrator, sehingga alat pada

monitor sesuai dengan angka kalibrator.3 b. Pengukuran 1) Pilih selektor pada posisi: a) Fast : untuk jenis kebisingan kontinu b) Slow : untuk jenis kebisingan impulsif / terputus-putus 2) Pilih selektor range intensitas kebisingan. 3) Tentukan lokasi pengukuran.

47

4) Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2 menit dengan kurang lebih 6 kali pembacaan. Hasil pengukuran adalah angka yang ditunjukkan pada monitor. 5) Catat hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan (Lek) Lek = 10 log 1/n (10 L1/10+10L2/10+10L3/10+....) dBA

2. Questemp 34o Merupakan alat untuk mengukur iklim kerja dengan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) , adapun cara yang dapat dilakukan adalah: a. b. c. d. e. f. Tekan tombol power Tekan tombol oC/oF untuk menentukan suhu yang digunakan Tekan tombol globe untuk menentukan suhu bola Tekan tombol dryBulb untuk mendapat suhu bola kering Tekan tombol wetBulb unuk mendapat suhu bola basah Tekan tombol WetBulb Globle Termometer (WBGT) untuk

mendapatkanIndeks Suhu Bola Basah (ISBB) g. h. i. Catat hasil yang dibaca pada display Tekan tombol power untuk mematikan Diamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu

tombol untuk waktu adaptasi j. kerja. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar iklim

48

3. Reaction Timer seri L77 Merupakan alat untuk mengukur tingkat kelelahan

berdasarkan kecepatan waktu reaksi terhadap rangsang cahaya atau suara. Prinsip kerja dari alat ini adalah memberikan rangsang tunggal berupa signal cahaya atau suara yang kemudian direspon

secepatnya oleh tenaga kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja yang mencatat waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal tersebut. Adapun cara mengukur adalah sebagai berikut: a. b. Hidupkan alat dengan sumber tenaga (listrik/baterai) Hidupkan alat dengan menekan tombol on/off pada

on(hidup) c. Reset angka penampilan sehingga menunjukkan angka

0,000 dengan menekan tombol 0 d. e. Pilih rangsang cahaya dengan menekan tombol suara Subyek yang akan diperiksa diminta menekan tombol

subyek (kabel hitam) dan diminta secepatnya menekan tombol setelah mendengar suara dari sumber rangsang f. Untuk memberikan rangsang, pemeriksa menekan

tombol pemeriksa (kabel biru) g. Setelah diberi rangsang, subyek menekan tombol maka

pada layar kecil akan menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan mili detik

49

h. i. j.

Catat setiap hasil pengukuran Pemeriksan diulangi sampai 20 kali Data yang dianalisa (diambil rata-ata) yaitu skor hasil

10 kali pengukuran ditengah (5 kali pengukuran diawal dan diakhir dibuang) k. Setelah selesai pemeriksaan matikan alat dengan

menekan tombol on/off pada l. Off dan lepaskan dari sumber tenaga.

E. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2006). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut : Gambar 3.1 Kerangka Konsep Independen Dependen

Kebisingan Kelelahan Kerja Iklim Kerja

Sikap Tubuh Saat Bekerja

50

F. Hipotesis Penelitian a. Ada hubungan antara Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja

pada pekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda b. Ada hubungan antara Iklim Kerja terhadap Kelelahan Kerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci

pada pekerja Samarinda. c.

Ada hubungan antara Sikap Tubuh Saat Bekerja terhadap

Kelelahan Kerja pada pekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. G. Variabel Penelitian Variabel yang diteliti 1. Variabel terikat (dependent variable) : Kelelahan Kerja pada pekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. 2. Variabel bebas (independent variable) : Kebisingan, Iklim Kerja dan Sikap Tubuh Saat Bekerja di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda.

51

H. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Kelelahan Kerja Definisi Operasional produktivitas dikarenakan kerja Kelelahan Kerja : reaksi Kerja reaksi Cara ukur dan kriteria objektif Skala data dan hasil ukur Ordinal

Gejala menurunnya Reaction timer

keadaan lingkungan Ringan (KKR) fisik dan pekerjaan waktu monoton ditinjau dari Kelelahan waktu reaksi parameter bunyi waktu milidetik Kelelahan Berat waktu Kebisingan yang berulang dan 410.0 milidetik

oleh Sedang (KKS) : >410.0-580.0 Kerja : reaksi

(KKB)

>580.0 milidetik Kebisingan adalah Sound Level Ordinal Meter bunyi yang tidak dikehendaki Normal : 85 dbA sehingga dapat Tidak Normal : menimbulkan >85 dbA gangguan terhadap

52

kenyamanan kesehatan

dan

manusia

dengan pengukuran dilakukan di 9 titik, 3 titik bagian pengamplasan dan 3 titik di bagian pemotongan kayu. Iklim Kerja Iklim hasil antara kelembaban, kecepatan udara radiasi bagian pekerjaan meubel melakukan pengukuran 3 titik di bagian dan produksi, kayu bagian pemotongan pengamplasan. dan kerja adalah Questemp 34o suhu, Normal : ISBB 28oC gerakan Tidak Normal panas ISBB > 28oC sebagai dari pekerja dengan : di bagian produksi, 3 titik di

perpaduan

53

Sikap Tubuh Cara Saat Bekerja pekerja barang berdiri,

kerja yang Lembar oleh Observasional meubel produksi posisi kerja baik , berdiri duduk, dan mengangkat dan ataupun mangangkut hasil sesuai pekerjaan Tidak Ergonomis : Jika posisi kerja baik duduk ataupun mangangkut tidak dengan pekerjaan sesuai , berdiri dan mengangkat dengan

Ordinal

dilakukan

dalam menghasilkan Ergonomis : Jika seperti sikap kerja duduk mengangkat memindahkan barang produksi

I. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer diperoleh dengan observasi atau pengamatan di lapangan pada waktu tenaga kerja bekerja, pengumpulan data melalui observasi dan wawancara dengan responden serta pengukuran lingkungan fisik kebisingan, iklim kerja dan sikap kerja serta kelelahan kerja.

54

2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Samarinda.

J. Teknik Pengolahan dan Analisis data Dilakukan dalam bentuk tabel dan grafik serta dinarasikan sesuai hasil yang digambarkan. 1. Analisis Univariat Yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil setiap penelitian. Dalam analisis ini hanya perhitungan mean, median, modus, standar deviasi dan distribusi dan persentase dari tiap variabel. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan skala ordinal dan ordinal yaitu uji chi square. Perhitungan rumus chi square dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer. Kriteria hubungan berdasarkan nilai p value (probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih menggunakan uji Chi Square (= 0,05 dan CI = 95%) Rumus Chi Square : X2 = ( O E )2 E

You might also like