You are on page 1of 5

Pendekatan sains-teknologi-masyarakat (SETS = science, environment, technology, society) merupakan salah satu model atau pendekatan untuk menyesuaikan

diri terhadap perkembangan sains yang cepat dan menjawab perubahan para digma di atas. Pendekatan SETS pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, walaupun dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain. Kerangka pembelajaran SETS yang menempatkan tanggung jawab sosial sebagai tujuan utama dalam pembelajaran sains, akhirnya menuntut perubahan tidak hanya pada metode pembelajaran di kelas, tetapi juga perubahan mendasar pada kurikulum. Beberapa negera telah berusaha menempatkan pembelajaran berbasis SETS dalam kurikulum sekolah menengah mereka, seperti Kanada(4) dan Australia, tetapi beberapa laporan menyebutkan bahwa tidaklah mudah untuk akhirnya benar-benar diterapkan di kelas, karena diperlukan pengenalan yang intensif kepada guru-guru sekolah menengah. Walaupun para pendukung pembelajaran SETS selalu menekankan pentingnya perubahan standar atau kurikulum, pada artikel ini, tidak akan dibahas pendidikan berbasis salingtemas yang memerlukan penyesuaian standar isi. Pembelajaran salingtemas hanya akan dibahas dalam konteks metode atau model pembelajaran, untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum yang ada. Dengan demikian, semangat dalam penerapan pembelajaran berbasis SETS yang diangkat dalam artikel ini hanyalah untuk tujuan melek sains, atau tujuan peningkatan motivasi dan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran sains, atau paling jauh bisa mewarnai penyusunan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. 1. Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan SETS Visi, misi, dan tujuan pendekatan SETS sekurang-kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik untuk memahami hakikat pendidikan sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara utuh. Maksudnya ialah bahwa visi dan misi pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sain dan bagaimana perkembangan sain dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbal balik. Ada dua visi dan tujuan pendekatan SETS dalam pendidikan seperti dikutip oleh Pedersen dari tulisan NSTA, yaitu: 1) SETS melibatkan peserta didik dalam pengalaman dan isu-isu/masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka; dan 2) SETS memberdayakan peserta didik dengan berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan lebih aktif merespons isu/masalahmasalah yang mempengaruhi kehidupan mereka (Pedersen, 1992:26). Program SETS telah menjadi suatu gerakan dalam pendidikan sain di negara-negara yang telah maju, bertujuan mengintegrasikan sain, lingkungan, dan teknologi dengan kehidupan masyarakat (Yager & Roy, 1993:7). Sementara dalam Diwa Learning System (Gregorio, 1991:37) dinyatakan bahwa: 1) SETS merupakan suatu perubahan penekanan dalam pengajaran sains di sekolah, dan bukan evolusi dalam pengajaran sains;

2) tujuannya adalah humanisasi pengajaran sain dengan menempatkannya dalam konteks sosial dan teknologi, dan bukan memandang sains sebagai tujuan yang terlepas dari atau di luar pengalaman sehari-hari; 3) SETS merupakan suatu pendekatan pembelajaran untuk sains yang disesuaikan dengan kecakapan kelompok, dan bukan melemahkan atau menghambat perkembangan sains; 4) SETS merupakan suatu program atau kurikulum sains, dan bukan sains itu sendiri; dan

5) SETS merupakan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner, dan bukan suatu disiplin atau ruang lingkup pelajaran. Berhubungan dengan visi dan tujuan-tujuan Pendekatan SETS, Gregorio (1991:40) mengungkapkannya dengan suatu kalimat yang diletakkan di antara dua tanda kutip, yakni Give a man a fish, and he will survive for a day, but teach him how to culture fish, and he will survive a lifetime. Sedangkan Yager (1993:13) menyatakan bahwa salah satu tujuan pokok dari pendekatan SETS adalah mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan isu-isu/masalah-masalah yang telah diidentifikasi. Demikian halnya Gregorio (1991:39) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan Pendekatan SETS, peserta didik diikutsertakan dalam aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara Rosenthal (Lo, 1991:146) menyatakan bahwa isu-isu sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembelajaran sain yang didasarkan pada aspek -aspek sosial dari sain. Sejalan dengan pernyataan Heath (Heath, 1992:55) bahwa isu-isu atau masalah-masalah dalam masyarakat dapat menjadi suatu ba sis pembelajaran dengan pendekatan SETS sekaligus sebagai perekat yang membolehkan integrasi belajar dan mengajar lintas disiplin ilmu dalam upaya membantu peserta didik dan warga negara untuk menyadari dan memahami adanya interaksi antara sain, lingkung an, teknologi, dan masyarakat. Tujuan utama pendidikan dengan Pendekatan SETS adalah mempersiapkan peserta didik menjadi wagra negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kedasaran untuk: 1) menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi pada situasi nyata 2) melakukan perubahan

3) membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sain dan teknologi 4) merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi 5) bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya

6) mempersiapkan peserta didik untuk menggunakan sain bagi pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi,

7) mengajar para peserta didik untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu lingkungan, teknologi, atau masyarakat 8) mengidentifikasi pengetahuan fundamental sehingga peserta didik secara tuntas memperoleh kepandaian dengan isu-isu SETS Dengan demikian, ada beberapa aspek yang perlu mendapat penekanan dan dipresentasikan secara proporsional dan terintegrasi dalam pembelajaran sains di sekolah dengan pendekatan SETS, yaitu: 1) kemampuan peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada alam dan menemukan jawabannya; 2) kemampuan peserta didik mengidentifikasi isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat dan berupaya memecahkannya; 3) 4) 5) 6) penguasaan pengetahuan ilmiah (sains) dan keterampilan (teknologi) dan berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari; mempertimbangkan nilai-nilai dan konteks sosial budaya masyarakat; dan pengembangan sikap, nilai-nilai sosial budaya lokal, personal, dan global.

2. Ruang Lingkup Pembelajaran dengan Pendekatan SETS Menurut Yager & McCormack (Yager, 1996b:3-4; 1992b:5-6), ada enam domain utama SETS untuk pengajaran dan penilaian, yaitu domain konsep, proses, kreativitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan. Keenam domain tersebut selanjutnya dinyatakan dalam Gambar 2. 3. Enam Domain SETS untuk Pengajaran dan Penilaian Domain konsep meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, hukum (prinsip-prinsip), serta teori dan hipotesis yang digunakan oleh para saintis. Domain ini dapat juga disebut rana pengetahuan ilmiah/sain atau aspek minds-on/brains-on dalam belajar sain (Glynn & Duit, 1995; Butts & Hofman, 1993). Domain proses meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan sbagaimana para saintis berpikir dan bekerja, misalnya melakukan observasi dan eksplanasi; pengklasifikasian dan pengorganisasian data; pengukuran dan pembuatan grafik; pemahaman dan berkomunikasi; penyimpulan dan prediksi; perumusan dan pengujian hipotesis; identifikasi dan pengontrolan variabel; penginterpretasian data/informasi; pembuatan instrumen dan alat-alat sederhana; serta pemodelan. Domain ini dapat dibedakan antara keterampilan proses dasar (observasi, pengukuran, klasifikasi, prediksi, komunikasi, dan inferensi) dan keterampilan proses terintegrasi (perumusan/pengujian hipotesis, interpretasi data/informasi, dan pemodelan), atau aspek hands-on belajar sain (Rossman, 1993; Butts & Hofman, 1993; Hausfather, 1992; Pedersen, 1992; Alvarez, 1991; Glasson, 1989). Domain kreativitas meliputi: visualisasi-produksi gambaran mental; pengkombinasian objek dan ide atau gagasan dalam cara baru; memberikan eksplanasi terhadap objek dan peristiwa -

peristiwa yang dijumpai; mengajukan pertanyaan; menghasilkan alternatif atau menggunakan objek/ide yang luar biasa; menyelesaikan masalah dan hal-hal yang membingungkan atau menjadi teka-teki; merancang alat; menghasilkan ide-ide yang luar biasa; serta menguji alat baru untuk eksplanasi yang dibuat. Domain sikap meliputi: pengembangan sikap positif terhadap guru-guru dan pelajaran sain di sekolah, kepercayaan diri, motivasi, kepekaan, daya tanggap, rasa kasih sayang sesama manusia, ekspresi perasaan pribadi, membuat keputusan tentang nilai-nilai pribadi, serta membuat keputusan-keputusan tentang isu-isu lingkungan dan sosial. Sejalan dengan pernyataan Alvarez (1991:80) bahwa sikap adalah prilaku yang diadaptasi dan diterapkan pada situasi khusus, dapat berupa minat/perhatian, apresiasi, suka, tidak suka, opini, nilainilai, dan ide-ide dari seseorang. Dalam literatur sain dibedakan antara sikap terhadap sain dan sikap ilmiah (Shibeci, 1984; Aiken & Aiken, 1969; Gardner, 1975). Sikap terhadap sain dihubungkan dengan reaksi emosional terhadap perhatian/minat peserta didik, kebingungan dan kesenangan pada sain, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelas. Sedangkan sikap ilmiah mencakup karakter sifat ilmiah yang lainnya, seperti kejujuran, keterbukaan, dan keingintahuan (Alvarez, 1991:80). Domain aplikasi dan keterkaitan meliputi: melihat/menunjukkan contoh konsep-konsep ilmiah dalam kehidupan sehari-hari; menerapkan konsep-konsep sain dan keterampilan pada masalah-masalah teknologi sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan teknologi pada alat-alat teknologi yang ada dalam rumah tangga; menggunakan proses ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memahami dan mengevaluasi laporan media massa tentang perkembangan ilmiah; membuat keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah; dan mengintegrasikan sain dengan pelajaran lain. 4. Ragam Pendekatan SETS Pendekatan SETS bisa amat beragam, mulai dari yang mengangkat topik atau isu sebagai payung pembelajaran lebih dari satu bidang, mulai dari Fisika, Kimia dan Ilmu Sosial, atau penggunaan isu lingkungan untuk pembahasan satu bab saja dalam Kimia, misalnya. Secara garis besar, berdasarkan cakupannya, kita bisa melakukan beragam pendekatan STM, antara lain: 1) Menempatkan pembelajaran bab tertentu bidang tertentu dalam konteks sains, teknologi dan masyarakat. 2) 3) Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas bab pada satu mata pelajaran. Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas mata pelajaran.

4) Pendekatan SETS dengan perluasan tujuan instruksional secara eksplisit di luar tuntutan standar kompetensi yang tertulis di kurikulum dari mata-mata pelajaran yang terlibat dalam pembelajaran STM tersebut, seperti kepekaan terhadap permasalahan lingkungan, atau pengenalan dampak sains dan teknologi pada pranata sosial, dll. 5) Pendekatan SETS yang disertai kerja nyata di masyarakat, seperti gerakan penyelamatan lingkungan, dll.

Pada pembelajaran bab tertentu dengan pendekatan SETS, guru memulai dengan suatu topik dari lingkungan peserta didik yang berkaitan dengan materi bab tersebut. Untuk pembelajaran lintas bab, tentunya perlu persiapan yang lebih matang pada pemilihan topik dan penelusuran target kompetensi dasar yang bisa diikutsertakan lewat pembelajaran di bawah payung topik itu. Untuk pembelajaran lintas mata-pelajaran lewat pembelajaran berbasis SETS, diperlukan koordinasi guru beberapa bidang yang relevan. Pendekatan ini akan berguna sebagai wahana integrasi pengetahuan peserta didik. Pemahaman peserta didik terhadap mata p elajaran tidak lagi terkotak-kotak, melainkan saling bertautan dan terpadu, yang amat berguna bagi peserta didik dalam memahami realitas kehidupan. Jika pembelajaran berbasis salingtemas diharapkan memunculkan kompetensi lain di luar kompetensi dasar yang tertulis dalam kurikulum saat ini, maka agar pencapaiannya optimal diperlukan penyesuaian standar nasional (khususnya standar isi) agar dapat mencakup semangat ini. Dalam hal ini, salingtemas tidak lagi sekedar metode pembelajaran, melainkan paradigma baru yang diharapkan menjiwai keseluruhan kurikulum. Sejauh pemahaman penulis, pada pengembangan pembelajaran salingtemas, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas membatasi diri pada pengembangan metode atau model pembelajaran inovatif yang dapat memberi nilai tambah pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, dengan target kompetensi dasar seperti yang tertulis dalam standar isi yang berlaku saat ini. Artikel ini juga membatasi pembahasan dalam konteks tersebut.

You might also like