You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi. Hal ini mengingat, bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi dalam masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, seseorang perlu belajar cara berbahasa yang baik dan benar. Pembelajaran tersebut akan lebih baik jika dipelajari sejak dini dan berkesinambungan. Oleh karena itu, sudah suatu keniscyaan apabila pembelajaran bahasa disertakan dalam kurikulum. Dengan dimasukkannya pembelajaran bahasa ke dalam kurikulum, artinya setiap peserta didik dituntut untuk mampu menguasai bahasa yang mereka pelajari terutama bahasa resmi yang dipakai oleh negara yang ditempati peserta didik. Begitu pula di Indonesia, bahasa Indonesia menjadi materi pembelajaran yang wajib diberikan di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal itu dilakukan supaya peserta didik mampu menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar serta mampu menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. Untuk dapat menunjang keberhasilan tujuan umum pembelajaran bahasa Indonesia, maka siswa harus terampil dalam bahasa yang mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan apresiasi sastra. Dari semua aspek keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan menulis merupakan aspek yang paling tinggi dan paling kompleks tingkatannya. Hal ini disebabkan, keterampilan menulis jauh lebih sukar dan jauh lebih rumit dibandingkan aspek kebahasaan yang lainnya, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan

berbicara, dan keterampilan membaca. Selama ini, pembelajaran menulis dilakukan secara konvensional. Dalam arti, siswa diberi sebuah teori menulis kemudian siswa melihat contoh dan akhirnya siswa ditugasi untuk membuat paragraf atau wacana baik secara langsung atau dengan jalan melanjutkan tulisan yang ada. Hal tersebut terlihat dengan adanya fakta bahwa media atau sumber belajar yang variatif tidak dimunculkan oleh guru. Sumber belajar di luar guru yang dapat dimanfaatkan oleh

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

siswa yaitu buku teks dan LKS Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, suasana belajar mengajar tentang keterampilan menulis menjadi membosankan dan siswa merasa jenuh mengikuti proses pembelajaran tersebut. Selain itu, siswa belum mampu mengidentifikasikan sebuah peristiwa ataupun gambaran yang ada dalam pikiran masing-masing untuk dirangkai ke dalam bentuk tulisan atau dalam kata lain siswa kurang dapat menggali ide dan gagasan. Padahal guru sudah menentukan tema tulisan secara jelas. Seharusnya, pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya sekadar teori. Pembelajaran Bahasa Indonesia harus mencakup 3 aspek penilaian menyeluruh. Ketiga aspek dimaksud yaitu aspek pengetahuan/kompetensi teori berbahasa, aspek keterampilan/skill membaca, menulis, berbicara, dan menyimak, serta aspek sikap termasuk minat dan motivasi belajar bahasa. Ketiga aspek tersebut harus berimbang agar tujuan pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat dicapai. Apabila pengajaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori), siswa akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik. Ketiga aspek di atas secara khusus juga berlaku dalam pembelajaran menulis karangan. Siswa seyogyanya diajar secara menyeluruh, baik aspek kognitifnya, psikomotoriknya, dan juga afektifnya. Memang hal ini tidaklah mudah, dibutuhkan motivasi dari berbagai pihak. Adapun motivasi dan minat siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia sangat erat kaitannya dengan guru Bahasa Indonesia, yakni orang yang tugasnya setiap hari membina pelajaran Bahasa Indonesia. Guru inilah yang bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Indonesia siswa. Dia juga yang akan selalu dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau tidaknya pengajaran bahasa Indonesia memang di antaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainnya, seperti faktor siswa, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan disertai pengelolaan yang memadai.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Memang sudah bukan rahasia lagi bahwa hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari Sekolah Dasar sampai sekolah lanjutan kurang memuaskan. Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti di Balai Bahasa Yogyakarta tentang kemampuan mengarang bahasa Indonesia pada siswa sekolah dasar. Dari hasil karangan para siswa tersebut banyak sekali kelemahankelemahan dalam penguasaan unsur-unsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain akan kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia. Padahal, pengajaran kompetensi mengarang sebenarnya sangat penting diberikan kepada siswa untuk melatih menggunakan bahasa secara aktif. Disamping itu, pengajaran mengarang di dalamnya secara otomatis mencakup banyak unsur kebahasaan termasuk kosakata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi, dalam hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada dua masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan target kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal untuk mengajarkan mengarang seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena diperlukan latihan-latihan yang cukup untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam karangmengarang. Dari dua persoalan tersebut kiranya dibutuhkan kreativitas guru untuk mengatur sedemikian rupa sehingga materi pelajaran mengarang dapat diberikan semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan materi yang lain. Setelah peneliti melihat langsung di lapangan, proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV di SD Negeri Bantul 3 kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam ranah menulis (mengarang). Banyak siswa yang belum berminat terhadap proses pembelajaran mengarang. Salah satu

penyebabnya adalah, guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

terkesan kaku dan kurang menyenanngkan. Selama ini, guru membelajarkan mengarang hanya menggunakan metode penugasan dengan tema yang ditentukan. Proses pembelajaran hanya mengacu pada tercapainya target jumlah kata maupun kalimat, kesesuaian isi karangan terhadap tema, kesesuaian ejaan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), dan koherensi antarkalimat dan antarparagraf yang merupakan aspek penilaian. Guru kurang peduli terhadap kondusivitas suasana pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi semakin monoton. Pembelajaran yang monoton dan kurang menyenangkan ini berdampak pada tidak tercapainya target kompetensi yang diharapkan. Hal ini tampak dari beberapa indikasi, di antaranya yaitu (1) keluhan dan penolakan siswa terhadap tugas mengarang, (2) tidak terpenuhinya target jumlah kata maupun paragraf dalam mengarang, (3) tugas dikerjakan dengan asal-asalan, dan (4) kecenderungan siswa melakukan aktivitas lain yang dirasa lebih menarik dibandingkan mengarang, misalnya berbicara sendiri atau membuat coret-coretan di buku tulis dan sebagainya. Rendahnya minat siswa pada kegiatan mengarang disebabkan oleh banyaknya hambatan yang sering dialami guru dalam proses belajar-mengajar, yakni guru kurang menguasai materi pelajaran dan jauh dari aktivitas baca-tulis, guru kurang memberdayakan siswa dalam pembelajaran mengarang, serta guru tidak masuk dan menyelami dunia anak ketika memberikan pelajaran mengarang. Hal-hal tersebut menyebabkan kesalahan dalam penerapan metode pembelajaran saat proses belajar-mengajar berlangsung. Memang, meningkatkan minat dan hasil belajar mengarang siswa bukanlah pekerjaan mudah. Oleh karena itu, perlu cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam membangkitkan minat belajar mengarang tersebut. Satu hal yang perlu diperhatikan untuk menarik minat dan simpati anak dalam mengarang yaitu karakter anak usia dasar. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga strategi pembelajaran yang diterapkan juga harus mempertimbangkan aspek itu. Bermain seharusnya menjadi kata kunci para guru yang bersinggungan langsung dengan kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, saat melakukan aktivitas belajar siswa akan merasa sedang melakukan sebuah permainan.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Salah satu alternatif yang bisa digunakan guru dalam upaya peningkatan kemampuan mengarang di Sekolah Dasar yaitu penerapan metode Quantum Writing. Sebagaimana kita ketahui, penerapan metode yang menarik akan mampu mengkondisikan siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Sebagai metode pembelajaran, Quantum Writing dapat meningkatkan daya kreativitas dan keaktifan siswa. Hal ini dikarenakan, metode Quantum Writing menerapkan langkah-langkah kepenulisan mandiri. Artinya, siswa menulis suatu karangan sendiri, kemudian mengalami pengeditan dan revisi oleh masing-masing siswa itu sendiri. Peran guru di sini hanya sebagai fasilitator, sehingga diharapkan pembelajaran yang terjadi bukan teacher-oriented, akan tetapi student-oriented.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut. 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia masih berlangsung monoton dan kurang menyenangkan. 2. Minimnya variasi metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan mengarang. 3. Masih rendahnya minat siswa terhadap kegiatan menulis (mengarang). 4. Belum optimalnya proses kegiatan belajar-mengajar Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran mengarang. 5. Belum diterapkannya metode Quantum Writing sebagai salah satu metode pembelajaran mengarang yang berprinsip PAKEM.

C. Batasan Masalah Untuk memperdalam pembahasan, maka perlu adanya pembatasan pembatasan yang bersifat menyederhanakan dan menyempitkan lingkungan permasalahan tanpa mengurangi sifat ilmiah dalam penelitian ini. Penelitian ini ditekankan pada Pengaruh Penerapan Metode Quantum Writing Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas IV (Empat) SD Negeri Bantul 3.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami permasalahan penelitian diberikan batasan masalah sebagai berikut. 1. Proses pembelajaran yang monoton dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih dikarenakan penggunaan metode yang tidak kreatif dan variatif. Oleh sebab itu, inti pertama dari permasalahan yang ada terletak pada kemampuan guru memilih metode. 2. Rendahnya minat siswa pada pembelajaran mengarang banyak disebabkan karena proses pengajaran yang kurang menyenangkan, bahkan terkesan membosankan. Oleh karena itu, penekanan masalah yang kedua adalah berkaitan dengan penciptaan suasana belajar yang menyenangkan namun edukatif.

D. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah Ada Pengaruh Penerapan Metode Quantum Writing Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas IV SD Negeri Bantul 3?

E. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penerapan metode Quantum Writing terhadap peningkatan kemampuan mengarang kelas IV SD Negeri Bantul 3.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Manfaat secara teoritis Referensi ilmiah adanya pengaruh penerapan metode Quantum Writing terhadap peningkatan kemampuan mengarang siswa kelas IV SD 2 Manfaat sacara praktis a. Masukan bagi guru kelas IV SD untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan mengarang siswa b. Masukan bagi siswa untuk meningkatkan daya tarik dan kemampuan belajar melalui metode pembelajaran yang efektif dan menyenangkan c. Masukan bagi para pengambil kebijakan pendidikan untuk

merencanakan pembelajaran di SD sekaligus sebagai bahan referensi penelitian pendidikan d. Bagi peneliti tentunya dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang baru

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Sebagaimana pembelajaran bahasa yang lain, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki empat ranah kompetensi yang harus dicapai, yakni membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Kurikulum Bahasa Indonesia umumnya bertujuan supaya siswa mempunyai kemampuan dasar dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, alat mengembangkan ilmu

pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa, dan menimbulkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia; sebagai alat pemersatu dari beragam suku yang ada di Indonesia (Purwanto, 1997: 3) . Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia SD sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik lisan maupun tertulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan esmosional dan sosial; (5) menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; serta (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Sumaryanta, 2009: 68).

2.

Pembelajaran Mengarang Di SD Pembelajaran mengarang di Sekolah Dasar memberikan keterampilan bagi

siswa dalam menulis. Dengan kata lain, pembelajaran mengarang mutlak diperlukan di sekolah-sekolah dasar. Namun kenyataannya pembelajaran

mengarang kurang mendapat perhatian serius.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Berdasarkan

kenyataan

di

lapangan,

Tarigan

(1969: 186-187)

mengemukakan bahwa pengajaran mengarang belum terlaksana dengan baik di sekolah dasar. Kelemahan terletak pada cara guru mengajar. Umumnya kurang dalam variasi, tidak merangsang dan kurang pula dalam frekuensi. Pembahasan karangan siswa kurang dilaksanakan oleh guru. Murid sendiri menganggap mengarang tidak penting atau belum mengetahui peranan

mengarang bagi kelanjutan studi mereka. Tarigan (1986) juga menyatakan, setidaknya ada 19 teknik yang digunakan dalam pengajaran keterampilan menulis (dalam hal ini mengarang) adalah melalui (1) teknik menyusun kalimat, (2) teknik memperkenalkan karangan, (3) teknik meniru model, (4) teknik karangan bersama, (5) teknik mengisi, (6) teknik menyusun kembali, (7) teknik menyelesaikan cerita, (8) teknik menjawab pertanyaan, (9) teknik meringkas isi bacaan, (10) teknik parafrase, (11) teknik reka cerita gambar, (12) teknik memerikan, (13) teknik mengembangkan kata kunci, (14) teknik mengembangkan kalimat topik, (15) teknik

mengembangkan judul, (16) teknik mengembangkan peribahasa, (17) teknik menulis surat, (18) teknik menyusun dialog, dan (19) teknik menyusun wacana.

3.

Hakikat Menulis dan Mengarang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2001), menulis dan

mengarang merupakan dua hal yang hampir sama. Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan roman (cerita), mengarang cerita. Sedangkan mengarang adalah menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak, dan sebagainya. Hal itu berarti, mengarang merupakan salah satu bagian dari keterampilan menulis. Menurut McCrimmon (via St. Y. Slamet, 2007: 96), menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Suparno dan M. Yunus via St. Y. Slamet, 2007: 96). Menulis juga dapat dikatakan sebagai proses, yakni serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase premenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascamenulis (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan) (St. Y. Slamet, 2007: 97). Adapun menurut Byrne(1979) via St. Y. Slamet (2007: 106) diungkapkan bahwa: Keterampilan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Keterampilan menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata, serta yang lainnya. Sedangkan menurut Sri Utari Subyakto (1993: 180) menyebutkan bahwa: Mengarang atau menulis boleh dikatakan keterampilan yang paling sukar dibandingkan dengan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya. Apabila seorang pelajar menggunakan bahasa kedua/asing secara lisan maka seorang penutur asli dapat mengerti dan menerima lafal yang kurang sempurna atau ungkapan-ungkapan yang kurang gramatikal. Tetapi, apabila pelajar itu menggunakan bahasa kedua/asing secara tulisan maka penutur asli yang membacanya akan lebih keras dalam menilai tulisan yang banyak kesalahan ejaan atau tata bahasanya. Dr. Sapardi Djoko Darmono (1992: 190) mengatakan bahwa mengarang hakikatnya adalah bermain-main dengan bahasa (berkaitan dengan seni). Dan dalam mengarang, dalam bermain-main dengan bahasa, murid bisa lebih akrab dengan bahasanya, lebih mengenal seluk-beluknya, lebih menyukainya, dan lebih mudah mempelajarinya. Dengan demikian, sastra yang kreatif akan sangat membantu pengajaran bahasa Indonesia.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Setelah mencermati berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud menulis dan mengarang merupakan kata yang saling bersinonim, yaitu kegiatan sadar untuk mengungkapkan gagasan (ide) yang berupa cerita imajinasi, permainan kata, dan kisah dengan ejaan dan tata tulis yang benar melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Dan pengertian inilah yang penulis gunakan dalam penelitian ini.

4.

Macam-macam Karangan di SD Menurut Ngalim Purwanto dan Djenah Alim (1997: 59), macam-macam

karangan yang diajarkan di SD dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Menurut tingkatannya Karangan permulaan (kelas I dan II). Karangan berikutnya. b. Menurut isi/bentuknya Karangan verslag (laporan), umumnya diberikan di kelas-kelas rendah, misalnya menceritakan kembali (secara tertulis) apa-apa yang dialami dalam Pengajaran Lingkungan. Karangan fantasi: mengeluarkan isi jiwa sendiri (ekspresi jiwa). Misalnya: Cita-citaku Setelah Tamat SD, Seandainya Aku jadi Raja. Karangan reproduksi, umumnya bersifat sebenarnya (karangan lanjutan), di kelas-kelas

menceritakan/menguraikan suatu perkara yang telah dipelajari atau dipahami, seperti hal-hal yang mengenai Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, atau menuliskan dengan kata-kata sendiri tentang apa yang telah dibaca, dan lain-lain. Contoh: Ken Arok menjadi penyamun. Sungai Sekampung adalah urat nadi daerah Lampung Tengah. Perlawanan Pangeran Diponegoro.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Karangan argumentasi: karangan berdasarkan alasan tertentu. Siswa dibiasakan menyatakan pendapat ataupun pikirannya berdasarkan alasan yang tepat. c. Menurut susunannya Karangan terikat. Karangan bebas. Karangan setengah bebas setengah terikat.

5. Hakikat Metode Quantum Writing Pengertian Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai metode Quantum Writing, ada baiknya bila diuraikan secara terpisah terlebih dahulu istilah quantum dan writing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (Depdiknas, 2002), mengatakan bahwa Quantum adalah bagian dari energi yang tidak dapat di bagi lagi. Adapun menurut De Porter, (2009) bahwa Quantum dapat dipahami sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Quantum adalah bagian dari energi yang tidak dapat dipecahkan lagi sehingga dapat mengubah energi itu menjadi pancaran cahaya. Teknik Quantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar. Asas yang digunakan adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarlah dunia kita ke dunia mereka. Adapun writing merupakan istilah Bahasa Inggris yang berarti menulis. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, yang dimaksud menulis dan mengarang merupakan kata yang saling bersinonim, yaitu kegiatan sadar untuk

mengungkapkan gagasan (ide) yang berupa cerita imajinasi, permainan kata, dan kisah dengan ejaan dan tata tulis yang benar melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Selanjutnya, Hernowo (2003: 10) mengemukakan, bahwa yang dimaksud Quantum Writing adalah interaksi dalam proses belajar (menulis) niscaya

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

mampu mengubah pelbagai potensi menulis yang ada di dalam diri manusia menjadi ledakan/gairah yang dapat ditularkan kepada orang lain. Menurut hemat penulis, metode Quantum Writing, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hernowo, merupakan metode pembelajaran interaktif yang diharapkan mampu mengubah berbagai potensi menulis dalam diri manusia menjadi ledakan gairah yang dapat ditularkan kepada orang lain.

Tujuan Quantum Writing Ada beberapa tujuan penerapan metode Quantum Writing sebagaimana yang dinyatakan pula oleh Hernowo (2003) yaitu: a) Memunculkan sisi-sisi unik yang dimilikinya dan kemudian perlahanlahan dapat dikenalinya secara utuh. b) Diharapkan dapat memberikan kebaruan tentang menulis. c) Memunculkan penulis agar dirinya siap dan berani untuk menulis. d) Untuk memperkaya mental seorang penulis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran Quantum Writing adalah untuk memunculkan potensi menulis khususnya pada anak punya keberanian dan kesiapan mental untuk menulis serta anak mempunyai kebaruan tentang menulis.

Langkah-langkah Pembelajaran Quantum Writing De Porter Bobbi (2009: 194-198) mengungkap bahwa untuk melangkah ke proses penulisan seutuhnya maka tahap-tahap yang perlu ditentukan sebagai berikut. 1. Persiapan Pengelompokan (clustering) menentukan paragrap kalimat pada memberitahukan ini hanya

untuk dikembangkan menjadi membangun suatu

tahap

fondasi untuk topic yang berdasarkan pada

pengetahuan, gagasan dan pengalaman.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

2. Draft Kasar Pada tahap ini mulai menekuni dan mengembangkan gasan-gagasan. Pusatkan dulu pada isi sebelum melangkah ke tata bahasa atau ejaan.

Pada tahap ini mulai menerapkan kalimat memberitahukan menjadi kalimat menunjukan/memperagakan. 3. Berbagi Bagian proses ini sebagai penulis kita merasa sangat dekat dengan tulisan kita sehingga sulit bagi kita untuk menilai secara objektif. Untuk mengambil jarak dengan tulisan maka perlu meminta orang lain dan memberi umpan balik. 4. Memperbaiki (revisi) Pada tahap ini setelah mendapat umpan balik tentang tulisan mana yang baik dan mana yang perlu digarap lagi. Memanfaatkan umpan balik yang dapat memperbaiki hasil tulisan kita. 5. Penyuntingan Pada tahap ini perbaikilah semua kesalahan ejaan, tata bahasa dan tanda baca. 6. Penulisan Kembali Pada tahap ini tulis kembali dan masukan isi yang baru dan perubahan penyuntingan. 7. Evaluasi Pada tahap ini, penulis memeriksa semua tulisannya dan memperbaiki semua tulisan apa ejaannya sudah tepat atau belum.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

B. Kerangka Berpikir Pembelajaran menulis dan atau mengarang seringkali menjadi

pembelajaran yang membosankan, apalagi jika metode yang digunakan bersifat konvensional. Akibatnya, siswa menjadi tidak tertarik dan pasif dalam proses pembelajaran sehingga kemampuan menulisnya rendah. Adanya penggunaan metode diasumsikan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran yang

berlangsung. Quantum Writing sebagai salah satu metode pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan aktivitas tersebut, terutama kualitas karangan siswa. Dalam pembelajaran menggunakan quantum writing, siswa diajak untuk aktif sesuai prosedur pembelajaran. Tingkat kreativitas dan interaksi antarsiswa juga diasumsikan semakin meningkat. Maka, dengan diterapkan metode

quantum writing, diharapkan kemampuan mengarang siswa meningkat.

C. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini yaitu ada pengaruh penerapan metode Quantum Writing terhadap peningkatan kemampuan mengarang siswa kelas IV (Empat) Sekolah Dasar.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu suatu cara untuk mencari hubungan kausal dengan jalan mengadakan percobaan pada variabelvariabel yang diselidiki. Studi eksperimen pada penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok peserta didik. Kepada kedua kelompok ini diberikan perlakuan yang berbeda dengan pemberian materi pembelajaran yang sama. Untuk kelompok eksperimen digunakan penerapan metode Quantum Writing dalam proses pembelajaran mengarang mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan kelompok kontrol diterapkan metode pengajaran mengarang secara konvensional, yakni dengan metode penugasan mengarang dan tidak menggunakan metode variatif. Selanjutnya, pengukuran prestasi belajar antara kedua kelompok adalah sama yaitu dengan tes akhir (post-tes). Pengukuran perlakuan yang diberikan dengan mengadakan tes akhir. Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 164) tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah diketahui. Pemberian tes penelitian ini adalah tes formatif. Hasil tes digunakan untuk menentukan pengaruh yang ditimbulkan akibat pemberian perlakuan. Sedangkan hasil akhir dari masing-masing kelompok diolah dan dianalisa sehingga dapat diketahui manakah antara perlakuan yang memberikan pengaruh lebih terhadap peningkatan kemampuan mengarang siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang dipilih untuk lokasi penelitian eksperimen ini adalah SD Negeri Bantul 3 yang beralamat di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Adapun waktu penelitiannya bulan Januari-Februari 2011.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Kata variabel berasal dari bahasa Inggris variable dengan arti ubahan,faktor tak tetapatau gejala yang dapat diubahubah(Sudijono, 2006: 36). Sedangkan pendapat lain variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiono, 2007: 2). Pengertian tersebut sependapat dengan pendapat Iqbal (2004: 12) bahwa variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan atau konsep yang memiliki dua nilai atau lebih pada suatu kontinum. Nilai suatu variabel dapat dinyatakan dengan angka atau kata-kata. Berdasarkan hubungannya, variabel dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a) Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab variabel lain. b) Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain, namun suatu variabel tertentu dapat sekaligus menjadi variabel bebas dan terikat.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini ada dua macam variabel yang menjadi titik perhatian yaitu penerapan metode Quantum Writing dan kemampuan mengarang. Penerapan metode Quantum Writing dikenakan sebagai variabel bebas sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan mengarang. Adapun model pengaruhnya antara variabel adalah sebagai berikut: Tabel Subjek Random Design Pre-tes post-tes Control Grup Kelompok ( R) ( R) Eksperimen Kontrol Pre-tes T1 T1 Variabel Terikat X1 X2 Post-tes T2 T2

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Keterangan: X1 = Metode Quantum Writing X2 = Metode klasik T1= Pre-tes T2 = Post-tes (Sukardi, 2007)

2. Definisi Operasional 1. Quantum Writing Quantum Writing adalah interaksi dalam proses belajar (menulis) niscaya mampu mengubah pelbagai potensi menulis yang ada di dalam diri manusia menjadi ledakan/gairah yang dapat ditularkan kepada orang lain

(Hernowo, 2003 : 10). Teknik Quantum adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar, alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan

pengajaran yang sesuai. Cara efektif pembelajaran dan keterlibatan siswa dan guru (Suyatno, 2004: 28). Teknik Quantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar. Asas yang digunakan adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarlah dunia kita ke dunia mereka. De Porter Bobbi (2009: 194-198) mengungkap bahwa untuk melangkah ke proses penulisan seutuhnya maka tahap-tahap yang perlu ditentukan adalah: a. b. c. d. e. f. Persiapan Draft Kasar Berbagi Memperbaiki (revisi) Penyuntingan Penulisan kembali

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

g.

Evaluasi

2.

Kemampuan Mengarang pada Siswa SD Yang dimaksud mengarang menurut Dr. Sapardi Djoko Darmono (1992:

190) bahwa mengarang hakikatnya adalah bermain-main dengan bahasa (berkaitan dengan seni). Dan dalam mengarang, dalam bermain-main dengan bahasa, murid bisa lebih akrab dengan bahasanya, lebih mengenal seluk-beluknya, lebih menyukainya, dan lebih mudah mempelajarinya. Dengan demikian, sastra yang kreatif akan sangat membantu pengajaran bahasa Indonesia. Adapun yang dimaksud kemampuan mengarang dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk mengungkapkan gagasan (ide) yang berupa cerita

imajinasi, permainan kata, dan kisah dengan ejaan dan tata tulis yang benar melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Dan pengertian inilah yang penulis gunakan dalam penelitian ini.

3. a.

Populasi dan Sampel Populasi Keseluruhan subjek penelitian yang menjadi perhatian pengamatan dan

penyedia data disebut sebagai populasi. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007: 55). Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Bantul 3.

b.

Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan kepada populasi, sampel yang diambil harus bersifat representatif. Artinya sampel harus mencerminkan dan bersifat mewakili populasi (Sugiono, 2007: 56). Menurut Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan: Apabila subjeknya kurang dari 100, diambil semua sekaligus sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika jumlah subjek besar

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

maka diambil 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih. Karena jumlah seluruh populasi kurang dari seratus, maka penelitian ini menggunakan sampel populasi. Teknik pemilihan penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara undian, dengan menggunakan potongan dua kertas yang digulung yang didalamnya terdapat tulisan kelas IVA dan kelas IVB. Pengambilan kertas yang pertama yang nantinya akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen yaitu kelas IVA dan sisa gulungan kertas yang kedua sebagai kelompok kontrol. Dari masingmasing kelompok sampel sebanyak 25 siswa.

D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Untuk menjaring data kompetensi menulis karangan siswa adalah dengan teknik tes. Tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau tugas yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Syaifuddin, 2005: 2). Tes yang digunakan berupa tes tertulis berupa tes menulis karangan dengan topik tertentu pada akhir pembelajaran. Tes diberikan setelah subjek mendapat perlakuan (post-tes). Tes dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan tes ini peneliti bias menyimpulkan masingmasing kemampuan siswa, pengolahan data melalui tes ini dilaksanakan secara proses dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil kerja siswa diolah dengan menggunakan rumus Batas Lulus (BL), yaitu: BL = M + (0,25 x SB) M = 1/2 x Si SB = 1/3 x M Untuk Rumus Prosentase: Keterangan : BL = Batas Lulus x 100%

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

M = Mean (Rata-rata) Si = Skor Ideal SB = Simpangan Baku x = Jumlah siswa yang mendapat skor tertentu N = Jumlah siswa keseluruhan

Sedangkan untuk mengetahui efektifitas penerapan metode Quantum Writing menggunakan metode wawancara (interview) dan observasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu, menurut Lincoln dan Guba dalam Lexy (2000: 135). Sementara menurut Suharsimi Arikunto (2009: 30) wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi. Instrumen yang digunakan dalam

wawancara penelitian ini adalah pedoman wawancara. Dalam pelaksanaannya, tidak semua sampel diwawancarai tetapi hanya diambil setengah dari jumlah sampel kelompok eksperimen yaitu sebanyak 13 siswa dari kelas eksperimen sebagai wakil mengingat efektifitas waktu dan tenaga. Sedangkan observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan penerapan metode Quantum Writing pada saat proses belajarmengajar berlangsung tanpa mengganggu kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan yaitu berupa catatan lapangan.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

E. Validitas Menurut pendapat Hopkins (via Wiriatmadja, 2005 : 168-171), validitas data pada penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Member Chek, yakni meninjau kembali keterangan-keterangan atau

informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara, dengan cara mengkonfirmasikan dengan guru maupun siswa melalui kegiatan reflektif-kolaboratif pada setiap akhir kegiatan pembelajaran. 2. Triangulasi, yakni memeriksa kebenaran data yang diperoleh peneliti dengan membandingkan terhadap hasil yang diperoleh sumber lain yakni guru dan siswa. Tujuannya untuk memperoleh derajat

kepercayaan data yang maksimal. Selain itu juga dilakukan kegiatan wawancara dengan siswa dengan tujuan untuk mendapat gambaran tentang persepsi siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran. 3. Audit Trail, yakni mengecek kebenaran prosedur dan metode

pengumpulan

data dengan

cara mendiskusikan dengan guru,

pembimbing, peneliti senior, dan teman-teman penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data dengan validasi yang tinggi. 4. Expert Opinion, yakni dengan cara mengkonsultasikan hasil temuan peneliti kepada para ahli. Dalam kegiatan ini, peneliti

mengkonsultasikan hasil temuan peneliti kepada pembimbing untuk memperoleh arahan dan masukan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggung jawabkan.

Adapun dalam penelitian eksperimen ini, validitas data yang digunakan adalah: 1. Member chek, dilakukan untuk mengetahui kebenaran data-data yang dikumpulkan selama penelitian. 2. Triangulasi, dilakukan dengan cara membandingkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mitra dalam melakukan penelitian, untuk mengetahui kebenaran data yang diperoleh dari berbagai sudut pandang.

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

3.

Expert opinion, dilakukan untuk mendapatkan masukan yang berarti dalam kegiatan pengumpulan data saat penelitian, bentuk ini dipilih untuk meningkatkan derajat kepercayaan terhadap penelitian yang dilakukan.

F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t dan uji-F. Akan tetapi, sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang ada dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu, yakni uji normalitas dan uji homogenitas varian. Setelah semua uji persyaratan selesai dilaksanakan, barulah kemudian dilakukan analisis data sebagai berikut: 1. Uji-t Uji-t dimaksudkan untuk menguji rata-rata hitung diantara kelompok eksperimen (yang dikenai perlakuan metode Quantum Writing) dan kelompok kontrol (yang tidak dikenai perlakuan metode Quantum Writing). Rumus yang digunakan sebagai berikut:

MA MB

(D MD )
N ( N 1)

Keterangan: MA & MB : masing-masing adalah mean dari kelompok kontrol dan mean dari kelompok eksperimen (D-MD)2 : jumlah kuadrat deviasi dari mean pebedaan N : jumlah replikasi

(Sutrisno Hadi, 2004: 491) Dalam penelitian ini uji-t dilakukan dua kali. Pertama uji-t untuk data pretes yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal subjek penelitian dari kedua kelompok. Kedua, menghitung uji-t untuk data pos-tes yang dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran yang dapat dilihat berdasarkan kondisi akhir subjek penelitian setelah diberikan perlakuan.

2.

Uji-F

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

Uji-F dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar signifikan pengaruh penggunaan penggunaan metode baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol secara keseluruhan. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan: Fo MKk MKd


:

F observasi

: mean kuadrat antar kelompok : mean kuadrat dalam kelompok

(Suharsimi, 2006: 337)

Please purchase 'e-PDF Converter and Creator' on http://www.e-pdfconverter.com to remove this message.

You might also like