You are on page 1of 65

PORTFOLIO BAHAN BAKAR CAIR

DISUSUN OLEH : PESERTA MATA KULIAH TEKNIK PEMBAKARAN SEMESTER GENAP 2001/2002

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2001

DAFTAR ISI
Kata pengantar Daftar isi Bab I. Gasolin di Indonesia I.1. Kebutuhan Gasolin Indonesia I.2. Spesifikasi Gasolin I.3. Penyaluran Bahan Bakar Minyak BAB II. Aditif pada Gasolin II.1. Pendahuluan II.2. Tetraethyl Lead (TEL) II.3. Senyawa Oksigenat II.4. MMT II.5. Naphtalene II.6. Penutup i iii 1 1 3 6

9 9 10 12 13 14 14

BAB III. Gasolin tanpa timbal III.1. Konversi Internasional Gasolin Menuju Bensin Tanpa Timbal III.2. Menuju Bensin Tanpa Timbal Untuk Produksi Dalam Negeri III.3. Pemakaian GTT Ditinjau dari Aspek Ekonomi III.4. Pemakaian GTT Ditinjau dari Aspek Hukum III.5. Perkembangan Kelayakan Kendaraan Pengguna GTT III.6. Penutup

15 17 18 21 23 24 24

BAB IV. Bahan bakar diesel IV.1. Pendahuluan IV.2. Karateristik Umum Minyak Diesel

27 31 31

BAB V. Bahan bakar LPG V.1. Karakteristik Bahan Bakar Cair LPG V.2. Gas Buang Hasil Pembakaran

33 36 36

37 BAB VI. Bahan bakar Gas VI.2. Pemakaian BBG VI.3. Kebijakan Harga BBG VI.4. Konsep Pengembangan BBG VI.5 Keuntungan BBG 40 BAB VII. Gas buang kendaraan bermotor VII.1. Jenis Gas Buang VII.2. Pengendalian Gas Buang VII.3. Penutup 56 DAFTAR PUSTAKA 40 45 54 37 38 38 38

ii

BAB I GASOLIN DI INDONESIA


I.1. Kebutuhan Gasolin Indonesia

Gasolin adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan untuk mendapatkan energi/tenaga. Gasolin ini merupakan hasil dari proses distilasi minyak bumi (Crude Oil) menjadi fraksi- fraksi yang diinginkan. Di Indonesia Badan Usaha Milik Negara Pertamina saat ini menjadi pemeran tunggal yang sekaligus melaksanakan fungsi mencari sumber minyak dan gas bumi, mengolah dan menyediakan bahan bakar. Adapun jenis-jenis bahan bakar minyak yang diproduksi dan diperdagangkan di Indonesia untuk keperluan kendaraan bermotor, rumah tangga, industri dan perkapalan adalah sebagai berikut: 1. Super TT, Premix, Premium (gasolin untuk motor) dan BB2L, 2. ELPIJI dan BBG, 3. Minyak Tanah (kerosene), 4. Minyak Solar (gas oil), 5. Minyak Diesel (diesel oil), 6. Minyak Bakar (fuel oil)

Sekarang di Indonesia jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, yang melebihi 2.818.305 mobil penumpang, 1.609.440 mobil beban, 633.368 bus dan 12.877.527 sepeda motor. Semua alat transportasi ini memakai bensin. Peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana jalan akan menimbulkan kemacetan yang dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar dan polusi udara yang meningkat. Dari 17.938.640 buah kendaraan tersebut, 3,14 juta mobil dan 12,88 juta sepeda motor menggunakan gasolin dan selebihnya adalah kendaraan berbahan bakar solar atau lainnya.

Kebutuhan gasolin 1998-1999 untuk jumlah kendaraan di atas adalah 11.608.994 KL (kilo liter) dan sulit bagi Pertamina memenuhi angka ini bila tidak menggunakan tambahan timbal yang murah. Produksi dan kebutuhan premium dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi dan Kebutuhan Premium NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 TAHUN 1988 - 1989 1989 - 1990 1990 - 1991 1991 - 1992 1992 - 1993 1993 - 1994 1994 - 1995 1995 - 1996 1996 - 1997 1997 - 1998 1998 - 1999* 1999 - 2000* 2000 - 2001* 2001 - 2002* 2002 - 2003* PRODUKSI (KL) N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 12.000.000 KEBUTUHAN (KL) 5.289.690 5.831.259 6.477.240 6.931.165 7.263.589 7.598.067 8.593.916 9.281.429 10.116.757 10.976.682 11.608.994 12.533.999 13.602.340 14.788.483 16.103.453

Dari data yang ada diketahui bahwa konsumsi gasolin di Indonesia pada tahun 1997-1998 mencapai 10,97 KL dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun 8,5%. Jenis gasolin yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina dengan nama premium saat ini memiliki angka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 3 gram/liter dan kadar belerang maksimum 2% bobot. Di samping premium disediakan pula gasolin yang beroktan lebih tinggi , yaitu Premix, dengan angka oktan 94. Proses produksinya ditempuh dengan cara pencampuran premium dengan 15% MTBE (Methyl Tertiery Butyl Ether) sehingga kandungan timbalnya sama dengan premium. Jenis gasolin dengan kandungan timbalnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis gasolin dan kandungan timbalnya NO 1 2 3 4 JENIS Premium 88 Premix 94 Super TT 98 BB2L (Bensin Biru 2 Langkah) KANDUNGAN TEL (CC/LJSG) 1.0 1.0 0.0 0.0

I.2. Spesifikasi Gasolin Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar motor harus memenuhi beberapa spesifikasi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada mesin dan mengurangi dampak negatif dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar yang dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan. Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memenuhi spesifikasi yang berlaku di Indonesia pada saat ini, sebagaimana ditetapkan pemerintah melalui surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990. Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki nilai oktan yang cukup tinggi dan memiliki kandungan bahan bahan berbahaya seperti timbal, sulfur, senyawa senyawa nitrogen , yang dapat menimbulkan efek kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan. Nilai oktan yang harus dimiliki oleh gasoline yang digunakan sebagai bahan bakar ditampilkan dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Nilai oktan gasolin Indonesia No Jenis Bensin Premium 88 Premix 94 Super TT Prima TT Angka Oktan Minimum 88 RON 94 RON 95 RON 98 RON Kandungan Timbal 0,3 g/l 0,3 g/l 0,005 0,005

1 2 3 4

Jangkauan titik didih senyawa gasolin antara 40C sampai 220C yang terdiri dari senyawa karbon C5 sampai C12 . Gasolin tersebut berasal dari berbagai jenis minyak mentah yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara distilasi langsung maupun dari hasil perengkahan, reformasi, alkilasi dan

isomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi kimia gasolin terdiri dari senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh (parafin) dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik. Pada dasarnya spesifikasi bensin mengatur parameter parameter tertentu sesuai dengan yang diperlukan oleh gasoline dalam penggunaannya. Parameter parameter tersebut dikelompokan mejadi tiga kelompok. Ketiga kelompok sifat tersebut adalah :

1. Sifat Pembakaran. Karakteristik utama yang diperlukan dalam gasoline adalah sifat

pembakarannya. Sifat pembakaran ini biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan merupakan ukuran kecenderungan gasoline untuk mengalami pembakaran tidak normal yang timbul sebagai ketukan mesin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan bakar, semakin berkurang kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya unutk digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan. Angka oktan diukur dengan menggunakan mesin baku, yaitu mesin CFR ( Cooperative Fuel Reseach ) yang dipoerasikan pada kondisi tertentu, di mana bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n heptana ( angka oktan 0) san isooktana (angka oktan 100). Angka oktan bensin yang diukur didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Ada dua macam angka oktan, yaitu angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan biasa dan angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan yang lebih berat. Kecenderungan bahan bakar untuk mengalami ketukan bergantung pada struktur kimia hidrokarbon yang menjadi penyusun bensin. Pada umumnya, hidrokarbon aromatik, olefin dan isoparafin mempunyai sifat antiketuk yang relatif baik, sedangkan n paraffin mempunyai angka oktan y ang kurang baik, kecuali yang berat molekulnya rendah.

Untuk mendapatkan mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi, dapat dilakukan dengan cara cara sebagai berikut: a. Memilih minyak bumi yang mempunyai kandungan aromat tinggi, dalam trayek didih bensin. b. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi, atau alkana bercabang, atau olefin bertitik didih rendah. c. Menambah aditif peningkat angka oktan seperti timbal alkil, biasanya timbal tetra etil (TEL) dan timbal tetra metil (TML). d. Menggunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai ramuan, misalnya alcohol atau eter.

2. Sifat Volatilitas Ada tiga sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi bensin / gasoline antara lain: kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Dua parameter pertama digunakan dalam spesifikasi bensin di Indonesia, sedangkan parameter ketiga belum digunakan di Indonesia. Kurva distilasi dihasilkan dari distilasi gasoline menurut metode baku ASTM. Kurva distilasi ASTM berkaitan dengan masalah operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian ujung depan kurva distilasi berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada waktu dingin, penyalaan pada waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es pada karburator . bagian ujung

belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah bensin / gasoline, pembentukan endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap minyak pelumas. Sedangkan bagian tengah berkaitan dengan daya dan percepatan, kemulusan operasi serta konsumsi bahan bakar. Beberapa sifat bagian depan kurva distilasi yang disebutkan di atas berkaitan dengan ukuran kedua volatilitas yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi bensin digunakan pengukuran tekanan uap yang agak khusus yaitu tekanan uap reid (RVP), dimana tekanan uap diukur dalam tabung tekanan udara pada suhu 100 0 F. 3. Sifat Stabilitas dan Kebersihan Bensin / gasoline harus bersih, aman , tidak rusak dan tidak merusak dalam penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan
5

sifat ini antara lain adalah zat getah, korosi dan berbagai uji tentang kandungan senyawa belerang yang bersifat korosif. Bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat pada permukaan saluran dan bagian bagian mesin. Apabila pengendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat terganggu. Oleh karena itu kandungan getah dalam bensin harus dibatasi dalam spesifikasi. Selain getah yang sudah ada sejak awal dalam bensin, getah juga dapat terbentuk karena komponen komponen bensin bereaksi dengan udara selama penyimpanan. Hidrokarbon jenuh mempunyai kecenderungan unutk mengalami pembentukan getah bensin. Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa belerang ini ada yang bersifat korosif dan semuanya akan terbakar di dalam mesin dan menghasilkan belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian bagian mesin, selain itu juga beracun dan dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Karena itu kandungan belerang dalam bensin dibatasi dalam suatu spesifikasi.

I.3. Penyaluran Bahan Bakar Minyak Di dalam pengangan bahan bakar minyak, termasuk bensin Super TT, terdapat berbagai prosedur dimana pemakai harus mengetahui dan mengikutinya dengan maksud menjaga kualitas/mutu bahan bakar minyak yang akan digunakan sekaligus mempertimbangkan faktor keselamatan kerja bagi penggunanya. Prosedur tersebut terbagi atas 3 kelompok penanganan, yaitu: 1. Penerimaan 2. Penimbunan 3. Penyaluran Adapun penyerahan bahan bakar minyak dari Pertamina kepada konsumen terdapat beberapa macam cara, antara lain: 1. Melalui SPBU untuk kendaraan umum, 2. Melalui kapal/tongkang untuk industri- industri besar, 3. Melui mobil tangki untuk industri- industri sedang,

4. Melalui pipa untuk PLN, 5. Melalui container/drum untuk daerah-daerah terpencil

1. Penerimaan Di dalam proses penerimaan bahan bakar minyak oleh industri, hal- hal yang perlu diketahui dan dilaksanakan adalah: Rencana nominasi penerimaan bahan bakar minyak harus sesuai atau tersedia ruang kosong pada tangki penimbun di lokasi penerimaan. Untuk persiapan penerimaan, lakukan pemeriksaan dokumen yang berkaitan dengan jumlah dan mutu bahan bakar minyak. Memeriksa segel-segelnya, apabila ada yang rusak buatkan berita acara atas kejadian tersebut serta segera menghubungi bagian penjualan Pertamina terdekat. Memeriksa mutu bahan bakar minyak tersebut secara visual (warna, bau, spesific grafity), apabila terjadi kecurigaan atas mutunya segera konsultasi dengan wira penjualan atau sales engineer Pertamina setempat. Memasang Bonding Cable yang ada pada mobil tangki ke tanah. Memeriksa tangki timbun, meyakinkan masih ada volume yang cukup untuk menerima serta mencatat volume bahan bakar minyak sebelum penimbunan. Menyiapkan selalu Fire and Safety (pemadam kebakaran dan keselamatan kerja) guna pencegahan apabila terjadi kebakaran. Menyiapkan fasilitas pembongkaran (memasang slang pembongkaran, membuka valve, menghidupkan pompa inlet) Apabila proses pembongkaran bahan bakar minyak telah selesai, mencatat volume akhir dalam tangki timbun, mengurangi dengan volume awal sehingga didapat volume penerimaan, bila tidak sesuai lakukan pemeriksaan kalibrasi tangki. Khusus untuk penerimaan dalam drum milik konsumen, industri kecil dan untuk daerah terpencil tanggung jawab Pertamina hanya sampai ujung nozzle. Khusus penerimaan melalui pipa sebelum dimulai pemompaan pihak konsumen melakukan pengecekan kuantitas dan kualitas pada tangi yang akan dioperasikan di depot Pertamina. Menyelesaikan administrasi penerimaan.

Melakukan

pendiaman

minyak

hingga

stabil

dengan

maksud

memisahkan/mengendapkan air yang teremulsi di dalam bahan bakar minyak.

2. Penimbunan Pelaksanaan penimbunan dapat dilakukan dengan beberapa cara/tempat penimbunan, yaitu: a. Tangki Vertikal, b. Tangki Horizontal. Untuk penimbunan bahan bakar minyak yang menggunakan tangki horizontal umumnya dibuat dengan kapasitas 15 m3 sampai dengan 100 m3 , sedangkan untuk keperluan penimbunan bahan bakar minyak dengan jumlah yang lebih besar dapat dipergunakan tangki tegak/vertikal. Di dalam proses penimbunan bahan bakar minyak, untuk menjaga faktor kebakaran dan keselamatan kerja, perlu dierhatikan desain tangki timbun yag dipergunakan serta peralatan-peralatan yang harus dilengkapi. Sedangkan hal- hal yang harus diketuhui dan dilakukan dalam penimbunan bahan bakar minyak adalah sebagai berikut: Lakukan pemeriksaan dan pencatatan jumlah/volume bahan bakar minyak dalam tangki timbun setiap hari dan setiap kali ada mutasi atau pergerakan. Periksalah secra periodik mutu baha bakar minyak secra visual (contoh diambil dari bagian atas, tengah dan bawah), apabila terdapat kecurigaan atas mutu bahan bakar minyak tersebut, dapat dikonsultsikan dengan sales engineer/wira penjualan Pertamina setempat. Setiap 6 tahun sekali dilakukan pembersihan tangki timbun, hal ii dimaksudkan untuk membersihkan segala macam bentuk kotoran dalam tangki yang dapat merusak mutu bahan bakr minyak dalam tangi timbun. Lakukan draining setiap pagi untuk membuang air yang mengendap. Fasilitas serta perlengakapan pendukung penimbunan diusahakan yang kedap terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah kemungkinan kebakaran. Harus disediakan fasilitas serta sarana fire and safety di lokasipenimbunan bahan bakar minyak.

3. Penyaluran/Penggunaan Di dalam proes penyaluran/penggunaan bahan bakar minyak, hal- hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan adalah sebagai berikut: Memeriksa selalu jalur-jalur perpipaan penyaluran dari kebocoran dan memeriksa saringan/filter. Fasilitas serta peralatan pendukung penyaluran diusahakan yang kedap terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah terjadinya kebakaran. Melakukan pencatatan terhadap pemakaian bahan bakar minyak setiap

harinya sehingga dapat diperkirakan konsumsi setiap bulan serta waktu permintaan penyuplaian bahan bakar minyak. Menghindari penyaluran/pengeluaran pada saat yang sama dari tangki yang sama dengan tangki penerimaan. Hal ini untuk menghindari kesalahan perhitungan penerimaan/penyaluran.

BAB II ADITIF PADA GASOLIN

II.1. Pendahuluan Menaikkan angka oktan pada bensin adalah salah satu upaya unt uk meningkatkan kualitas bensin. Angka oktan bensin sendiri didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Terdapat dua jenis angka oktan, yaitu: (1) angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset, dan (2) angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai kinerja pengendaraan pada kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Bilangan oktan di pasaran merupakan rata-rata aritmetis dari MON dan RON. Untuk mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi dapat ditempuh beberapa cara: memilih minyak bumi dengan kandungan aromat yang tinggi dalam trayek didih gasoline; meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi atau alkana bercabang dengan alkilasi atau isomerisasi atau olefin bertitik didh rendah; mengunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai bahan ramuan seperti alcohol atau eter; menambahkan aditif peningkat angka oktan. Dalam makalah ini akan dibahas berbagai macam aditif peningkat angka oktan yang digunakan selama ini maupun yang akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan akan angka oktan bensin yang tinggi semakin meningkat seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Dan kebutuhan akan lingkungan yang lebih bersih juga menjadi salah satu penyebab berkembangnya penelitian untuk menemukan aditif-aditif baru yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan kesehatan.

II.2. Tetraethyl Lead (TEL)

Zat aditif yang masih digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah Tetraethyl Lead (TEL). Namun penggunaan zat aditif tersebut did uga sebagai penyebab utama

10

keberadaan timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan meneliti sampai sejauh mana mekanisme transportasi timbal di atmosfer serta dampak yang ditimbulkannya terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Timbal adalah neurotoksin - racun penyerang syaraf - yang bersifat akumulatif clan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ). Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia clan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa clan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan. Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal digunakan sebagai aditif bensin, di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam meningkatkan angka oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbal merupakan komponen dengan harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya.

Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat menekan kebutuhan aromat sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan produksi gasoline tanpa timbal. Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan senyawa timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan didapatkan gasoline dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah - meski berdampak inefisiensi pada perawatan mesin - dibandingkan dengan proses produksi gasoline dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal dalam gasoline juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi pelumasan pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya untuk kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini akan mendorong dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet - untuk mobil yang diproduksi tahun lama. Satu hal yang menjadi kegalauan kita, bahwa timbal pada gasoline memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup termasuk kepada kesehatan manusia. Dampak negatif ini adalah bahwa pencemaran timbal dalam udara menurut penelitian merupakan penyebab potensial terhadap peningkatan akurnulasi kandungan timbal
11

dalam darah terutarna pada anak-anak. Akumulasi timbal dalam darah yang relatif tinggi akan menyebabkan sindroma saluran pencernaan, kesadaran (cognitive effect), anemia, kerusakan ginjal hipertensi, neuromuscular dan konsekuensi pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat dan perubahan tingkah laku. Pada kondisi lain, akumulasi timbal dalam darah ini juga menyebabkan ganggua n fertilitas, keguguran janin pada wanita hamil, serta menurunkan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak. Penyerapan timbal secara terus menerus melalui pernafasan dapat berpengaruh pula pada sistem haemopoietic. Di Amerika Serikat sendiri telah ada suatu studi yang mendalam mengenai sejauh mana kemungkinan keterlibatan gasoline bertimbal dalam peningkatan timbal dalam darah. Studi ini dinamakan NHANES (National Health and Nutrition Examination Study ) 2 dan 3. NHANES 2 mensurvey 27,801 orang antara tahun 1976-1980dengan rentang umur 6 bulan hingga 74 tahun yang tinggal di 64 daerah di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan penggunaan timbal dalam gasoline sebesar 50% juga berakibat menurunkan 30% kandungan timbal dalam darah. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa timbal dalam gasoline merupakan penyebab utama timbulnya penumpukan timbal dalam darah yang nantinya akan dapat menyebabkan timbulnya kanker. Untuk selanjutnya, sebagai lanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh NHANES 2, NHANES 3 juga telah melakukan penelitian pada rentang tahun 19881991, dimana pada saat itu, penggunaan timbal di Amerika Serikat telah hampir dihilangkan, dan hal ini mengakibatkan penurunan yang sangat drastis pada penumpukan timbal di dalam darah, pada orang dengan rentang umur 1-74 tahun, yaitu sekitar 2.8 g dl-1 .

Tabel 3. Dampak kesehatan akibat Pb. KADAR Pb (g/dl) 0 s/d 10 DAMPAK KESEHATAN ANAK DEWASA Penurunan tingkat kecerdasan Gg. Pertumbuhan tulang

12

10 s/d30

Gg. Metabolisme Vit D

Gg. systolic tek darah Gg. protoporthyrin eritrosit Gg. Sistim sayaraf pusat Gg. Ginjal Gg.Infertilitas (pada pria) Anemia Gg. Sintesa haemoglobin Kematian

30 s/d 50

Gg.sintesa haemoglobin

50 s/d 100 Anemia Gg. Ginjal Gg. Otaksis syaraf pus > 100 Kematian

Kerugian pemakaian timbal pada mesin kendaraan adalah timbulnya kerak deposit sisa pembakaran yang menumpuk pada sistem pembuangan maupun pada ruang pembakaran (combustion chamber). Apabila kerak ini semakin membesar akan berdampak pada menurunkan kinerja mesin, konsumsi bahan bekar semakin meningkat yang pada gilirannya mendorong tingginya biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan. Satu hal yang disayangkan, bahwa meskipun teknologi otomotif akhir-akhir ini telah dikembangkan sehingga seluruh kendaraan keluaran baru menuntut digunakannya bensin tanpa timbal dengan oktan yang tinggi, namun sering terjadi misfueling, yaitu kendaraan yang semestinya menggunakan bensin tanpa timbal tetapi diisi dengan bensin timbal. Kondisi ini merusak fungsi catalytic converter. Berdasarkan survei yang dilakukan US - EPA, kasus misfueling ini cukup banyak terjadi (12% dari seluruh kendaraan yang dilengkapi catalytic converter). Hal ioi terjadi karena masih adanya substitusi bahan bakar oktan tinggi dengan harga murah berupa leaded ga soline (kasus di Indonesia).

II.3. Senyawa Oksigenat

Di Amerika dan beberapa negara- negara Eropa Barat, penggunaan TEL sebagai aditif anti ketuk di dalam bensin makin banyak digantikan oleh senyawa organic beroksigen (oksigenat) seperti alkohol (methanol, etanol, isopropil alkohol) dan eter (Metil Tertier Butil Eter (MTBE), Etil Tertier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil Metil Eter (TAME)). Oksigenat adalah senyawa organic cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan kandungan oksigennya. Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat mengurangi emisi karbon monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik. Selain itu

13

senyawa oksigenat juga memiliki sifat-sifat pencampuran yang baik dengan bensin. Semua oksigenat mempunyai angka oktan di atas 100 dan berkisar antara 106 RON untuk TBA dan 122 RON untuk methanol. Penggunaan alkohol sebagai zat aditif pengganti TEL masih terbatas karena beberapa masalah antara lain tekanan uap dan daya hidroskopisnya yang tinggi. Oleh karena itu senyawa eter lebih banyak digunakan daripada alkohol. Senyawa eter yang telah banyak digunakan adalah MTBE, sedangkan ETBE dan TAME masih terbatas karena teknologi prosesnya masih belum banyak dikembangkan. Namun berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian dalam satu dasawarsa ini, MTBE juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah, sehingga penggunaannya sebagai zat aditif bensin banyak ditinjau lagi. Penggunaan eter tersebut sebagai zat aditif saat ini agaknya mulai digantikan dengan alternatif aditif yang lain, seperti di Amerika mulai dilakukan pengkajian terhadap penggunaan etanol sebagai pengganti MTBE. Di Indonesia walaupun masih menggunakan MTBE, namun Bapedal melakukan pengkajian terhadap Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT), senyawa organologam. Metanol memiliki angka oktan yang tinggi dan mudah didapat dan penggunaannya sebagai aditif bensin tidak menimbulkan pencemaran udara. Namun perbedaan struktur molekul methanol yang sangat berbeda deari struktur hidrokarbon bensin menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, antara lain kandungan oksigen yang sangat tinggi dan rasio stoikiometri udara per bahan bakar. Nilai bakarnya pun hanya 45% dari bensin. Metanol merupakan cairan alkohol yang tak berwarna dan bersifat toksik. Pada kadar tertentu (kurang dari 200 ppm) methanol dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata, kulit dan selaput lendir dalam tubuh manusia. Efek lain jika keracunan methanol adalah meningkatnya keasaman darah yang dapat mengganggu kesadaran. Etanol memiliki angka oktan yang hampir sama dengan metanol. Daya toleransi etanol terhadap air lebih baik daripada metanol. Di negara- negara yang mempunyai kelebihan produksi pertanian etanol dibuat dari fermentasi produk pertanian. Etanol juga bersifat toksik. Di dalam tubuh manusia keberadaan etanol diproses di dalam hati di mana enzim dehidrogenasi mengubah etanol menjadi

asetaldehida. Akumulasi asetaldehida itu dapat mengganggu sistem kesadaran otak manusia. Namun begitu penggunaan etanol sebagai aditif bensin dinilai relatif lebih aman dibanding metanol.
14

MTBE memiliki sifat yang paling mendekati bensin ditinjau dari nilai kalor, kalor laten penguapan dan rasio stoikimoetri udara per bahan bakar.

II.4. MMT

Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) adalah senyawa organologam yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL, dan telah digunakan selam dua puluh tahun terakhir di Kanada, Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa lainnya. RVP- nya rendah yaitu 2,43 psi dan penggunaannya dibatasi hingga 18 mg Mn/liter bensin. Indeks pencampuran RVP yang rendah

menguntungkan dalam proses pencampuran bensin karena mengurangi tekanan uap bahan bakar RVP sehingga emisi uap selama operasi dan penggunaan bahan bakar pada kendaraan bermotor berkurang. Penggunaan MMT hingga 18 mg Mn/liter bensin dapat meningkatkan angka oktan bensin sebesar 2 poin, namun masih kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan peningkatan angka oktan yang lebih tinggi yang dihasilkan senyawa oksigenat. Dalam penerapannya MMT memiliki tingkat toksisitas yang lebih rendah daripada TEL.

II.5. Naphtalene

Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan.

II.6. Penutup

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan aditif bensin, yaitu: kemampuannya meningkatkan angka oktan bensin sebagai parameter
15

utama dalam penentuan kualitas bensin; sifat-sifat fisik dan kimiawinya mendukung proses pencampuran bensin dengan baik; kemudahan dalam proses pembuatannya; efek toksisitas yang ditimbulkannya; serta kajian keekonomiannya dari segi harga produk dan biaya proses.

16

BAB III GASOLIN TANPA TIMBAL


III.1. Konversi Internasional Gasolin Menuju Bensin Tanpa Timbal Di Amerika Serikat upaya konversi gasolin menuju pemakaian bensin tanpa timbal ini telah dirintis semenjak awal 1980-an, yaitu dengan dikeluarkannya aturan untuk menurunkan kadar timbal pada gasoline secara bertahap oleh US Environmental Protection Agency (EPA). Pada tahap awal yaitu untuk kendaraan ringan ( light duty vehicle) produksi tahun 1975 telah dilengkapi dengan catalytic converter dan membutuhkan bensin tanpa timbal mulai tahun 1981. Tahap berikutnya adalah membatasi kadar timbal pada gasoline maksimum 1.1 cc/USG atau 0.3 gram/liter, di mana jumlah ini secara terus me nerus diturunkan menjadi 0.15 gram/liter dan selanjutnya menjadi bensin tanpa timbal sejak akhir 1980-an. Proses konversi penghapusan timbal pada gasoline ini selanjutnya diikuti oleh negara- negara Eropa dan negara-negara lain pada awal tahun 1990-an. Proses konversi penghapusan kadar timbal pada gasoline ini di tahun 1990-an juga berlangsung di Asia Tenggara, misalnya Malaysia sebagai negara ASEAN pertama yang menerapkan bensin tanpa timbal pada 1 Juli 1990, diikuti oleh Singapura pada 4 Februari 1991, Tha iland pada 1 Mei 1991, Brunei Darussalam pada 1 Januari 1993 dan Filipina mulai memperkenalkan bensin tanpa timbal di Manila pada akhir Desember 1993. Sementara Indonesia hingga saat ini masih menerapkan bensin dengan timbal.

III.2. Menuju Bensin Tanpa Timbal Untuk Produksi Dalam Negeri Untuk mengantisipasi penerapan energi bersih - bensin tanpa timbal Pertamina telah mengusahakan kilang yang mampu menghasilkan HOMC (high octane motorgas component ) dalam skala yang masih terbatas.

17

Tabel 4. Proses penurunan kandungan TEL pada bahan bakar gasoline produksi Pertamina NO 1 2 3 TAHUN Sabelum 1990 (Super 98) 1990 1996 1997 1998 KANDUNGAN TEL (CC/USG) 2.5 1.5 1.0

Guna memenuhi kebutuhan Bahan-bakar Gasoline dengan angka oktan tertentu sementara Pertamina masih memiliki keterbatasan kilang yang mampu menghasilkan HOMC, maka jalan yang ditempuh adalah impor HOMC

Tabel 5. Pola kebijakan dalam menopang Program Langit Biru NO 1 2 POLA I TAHUN KANDUNGAN TEL (CC/USG) 1999 2000 0.5 2000 2001 0.0 POLA II KANDUNGAN TEL (CC/USG) 0.0 0.5 0.0

NO 1

TAHUN 1999 2000 Pulau Jawa Luar Pulau Jawa 2000 2001

Untuk kondisi saat ini, kebijakan energi dalam hal ini gasoline masih memanfatkan bensin timbal hingga 2000 - mungkin di atas tahun 2000 -dan berdasarkan perencanaan tahun 1996, bensin tanpa timbal baru diterapkan pada tahun 2001. Guna mengantisipasi hal di atas, Pertamina mempersiapkan sarana produksi HOMC agar mencukupi bahan baku bensin dengan angka oktan tinggi, yaitu dengan merencanakan pengembangan 3 reformer masing- masing Reformer Musi (2000/2001), Reformer Balikpapan dan Cilacap (2002/2003). Namun sejauh itu, akar persoalan sebenarnya terletak pada political will dari pembuat kebijakan untuk menciptakan energi bersih, sehingga polusi udara yang berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia dapat dicegah.

18

III.3. Pemakaian GTT Ditinjau dari Aspek Ekonomi Konversi energi bersih dalam jangka pendek menuntut investasi khusus untuk pengadaan peralatan produksi. Konversi energi ini harus pula diikuti oleh pengadaan berbagai peralatan serta sarana dan prasarana infrastruktur yang dipergunakan untuk menghasilkan energi bersih. Dalam jangka panjang sangat efisien, meski untuk jangka pendek terlebih dalam situasi krisis ekonomi dan krisis politik ini perlu dukungan yang kuat terkait dengan beban ekonomi dalam hal pengadaan modal investasi dan modal kerja operasionalnya. Hal ini terkait dengan persoalan manajemen produksi dan distribusi yang menjadi kebijakan negara dalam hal ini pemerintah -- melalui Pertamina -- tidak mengikuti kecenderungan manajemen dan perdagangan modern yaitu yang berorientasi pada clean product and clean production dalam hal ini menciptakan energi bersih. Hal ini mendorong tidak dikembangkannya rencana pengembangan penciptaan energi bersih, dan berbagai kebijakan keuangan dan cash flow dan sebagainya tidak diarahkan pada pengembangan energi bersih. Ini menyebabkan munculnya alasan ketiadaan dana investasi untuk pengembangan energi bersih tersebut. Sisi lain adalah kecenderungan dugaan - mark up atas pengembangan kilang, sehingga untuk investasi diperlukan dana yang berlipat ganda dari yang seharusnya dibutuhkan. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, guna mengembangkan unleaded gasoline diperlukan HOMC yaitu bahan baku pembuatan premium yang memiliki angka oktan tinggi. Yang menjadi persoalan adalah masih terbatasnya produksi HOMC tersebut sehingga saat ini mesti mengimpor. Apabila akan dibangun sarana kilang yang mampu menghasilkan HOMC maka perlu dibangun unit reformer di mana setiap reformer membutuhkan modal investasi berkisar US$ 1,6 2.6 Billion -informasi dari sumber lain US$ 250 500 Million per unit reformer --. Dan untuk memenuhi kebutuhan gasoline pada tahun 1998/1999 yang sebesar 11.608.994 KL dibutuhkan setidaknya 3 unit reformer. Persoalan investasi reformer ini menjadi krusial mengingat buruknya manajemen likuiditas. Satu-satunya cara saat ini adalah adanya kebijakan alokasi modal investasi dari tabungan pemerintah -- meski disadari realitas kondisi moneter dan fiskal sedang ambruk --, mengingat peluang pembiayaan dengan mengandalkan kemampuan Pertamina dinilai tidak mungkin, karena problem Cash Flow yang disebabkan kekisruhan manajemen opersional dan manajemen keuangan.

19

Keadaan kesulitan Cash Flow untuk operasional usaha bukan merupakan ukuran tidak feasible- nya untuk melakukan investasi guna pengembangan unit reformer dan atau impor HOMC. sehingga menjadi indikasi penundaan

pengembangan unit reformer sesuai dengan jadwal yang direncanakan oleh Pertamina di atas. Sebagai catatan bahwa penurunan kandungan TEL dari 1.0 menjadi 0.5 diperlukan impor sebesar 20.0 RTBCD. Sementara penurunan kandungan TEL dari 0.5 menjadi 0.0 diperlukan impor HOMC sebesar 11.63 MBCD. Kebijakan konversi energi bersih -- bensin tanpa timbal -- adalah kebijakan mendesak untuk kepentingan perbaikan ekonomi makro. Penerapan kebijakan udara bersih yang mengurangi polusi udara akan berdampak positif khususnya di daerah perkotaan yang dengan sendirinya akan menurunkan jumlah penderita sakit/penyakit akibat polusi udara. Menurunnya penderita sakit/penyakit di kalangan masyarakat akan membawa dampak meningkatnya produktifitas kerja di satu sisi dan menurunnya pengeluaran untuk tujuan Maya pengobatan di sisi lain. Meningkatnya produktivitas kerja ini akan mendorong meningkatnya tabungan masyarakat sementara

berkurangnya biaya pengobatan yang berarti berkurangnya pengeluaran rumah tangga dapat dikonversikan untuk memperoleh barang/jasa lain. Kondisi meningkatnya tabungan dan semakin variasinya pola konsumsi atas barang/jasa ini merupakan cerminan meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional atau perbaikan ekonomi makro.

III.4. Pemakaian GTT Ditinjau dari Aspek Hukum Sejalan dengan krisis ekono mi, melalui Letter of Intens (Lol) yang berisikan 50 butir kesepakatan yang ditandatangani antara pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF), terdapat satu 'amanat' yang berdimensi lingkungan, yaitu butir ke-50 dari isi LoI. Amanat tersebut menyoroti bahwa upaya terhadap pelestarian lingkungan yang berkelanjutan, perlu dibuat beberapa peraturan perundang-undangan, baik undang-undang sektoral yang memiliki aspek terhadap lingkungan hidup, maupun peraturan pelaksana dari UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup itu sendiri, yang salah satunya adalah dibuatnya kebijakan penghapusan bensin bertimbal (Leaded Gasoline Phase Out).

20

Landasan pengaturan pencemaran udara, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor di Indonesia adalah UU No. 14 Th. 1992 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan (Ps. 50), UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan Nasional, UU No. 23 Th. 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. =11 Th. 1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara. Kebijakan penghapusan bensin bertimbal yang dikaitkan dengan penguasaan tunggal sektor minyak dan gas oleh Pertamina menjadi salah satu faktor kendala terhadap upaya penghapusan bensin bertimbal. Bila kita kembalikan kepada hak-hak dasar masyarakat atas lingkungan hidup, maka UU No. 23 Th. 1997, menjamin setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan asumsi bahwa "lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia berikut perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (ps.l [1] )", maka kehadiran bensin bertimbal yang memiliiki dampak terhadap kesehatan yang memiliki korelasi yang sangat erat dengan aspek sosial masyarakat, sudah sepatutnya ditarik dan digantikan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan (bensin tanpa timbal). Di sini peran Organisasi Lingkungan atau Lembaga Swadaya Masyarakat seharusnya dapat menggugat Pertamina yang telah mengesampingkan aspek lingkungan hidup dan dampak kesehatan terhadap masyarakat, dengan menempuh upaya hukum melalui hak gugat LSM (Legal Standing of NGO) atau mengadvokasi masyakat untuk melakukan gugatan perwakilan (Class Actions). PP No. 41 Th. 1999 yang lahir sebagai mandat dari UU No. 23 Th. 1997, diharapkan menjadi landasan langkah penciptaan kondisi udara ke arah kondisi yang layak dihirup oleh masyarakat. Asas pertimbangan lahirnya PP ini, bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dan juga bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup. Sebetulnya, masalah utama pencemaran udara yang diakibatkan oleh transportasi sudah diatur dan menjadi pokok bahasan dari UU No. 14 Th. 1992. Bahkan UU tersebut memberikan "sanksi pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 2.000.000; kepada setup kendaraan bermotor yang tidak memenuhi kewajiban persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan dan kepada setup pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor yang tidak wncegah terjadinya pencemaran udara (Ps. SD)".

21

Terlepas apakah PP tentang Pencemaran Udara merupakan peraturan pelaksana dari pasal50 UU No. 14 Th. 1992 atau hanya bagian dari peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU No. 23 Th. 1997, yang pasti kedua peraturan perundang-undangan itu tidak menyentuh upaya penghapusan bensin bertimbal. UU No. 14 Th. 1992 misalnya, hanya mengatur mengenai kewajiban pengguna/pemakai kendaraan bermotor, padahal dalam kaitannya dengan bensin bertimbal, tanggung jawab bukan terletak pada pemakai kendaraan bermotor tersebut sebagai konsumen, tetapi merupakan tanggung jawab dari Pertamina sebagai produsen. Lainnya, yaitu PP No. 41 Th. 1999 mengatur mengenai kewajiban produsen, dalam hal ini misalnya Pertamina, untuk menaati ambang batas emisi udara dalam produksinya. Alasan lainnya adalah apabila kita mengacu kepada definisi pencemaran udara yang tercantum dalam referensi-referensi tentang pencemaran udara, termasuk didalamnya PP tentang Pencemaran Udara yang me ngatakan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Toleransi yang berwujud nilai ambang batas yang diberikan dalam ruang udara ambien didasari oleh kemampuan atmosfir udara dalam menetralisir dan menstabilkan dalam batas-batas tertentu dalam ekosistem. Apabila kita kaitkan dengan karakteristik zat-zat/bahan-bahan emisi gas buang, khususnya bensin bertimbal yang bersifat akumulatif, maka zat/bahan sisa buangan ini yang terhirup dan selanjutnya terakumulasi dalam tubuh manusia, tentu tidak lagi dapat ditetapkan nilai ambang batasnya. Karena sekecil apapun tingkat pencemarannya - sifat akumulatif dan tidak adanya kemampuan tubuh untuk menetralisir mengeluarkannya - menyebabkan timbal yang terhirup atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit maupun saluran pencernaan, berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Bahwa semangat menciptakan kualitas udara agar dapat dijamin mutunya (UU No. 14 Th. 1992 & PP No. 41 Th. 1999), akan sulit tercapai, selama kedua peraturan perundang-undangan itu tetap membuka "peluang" lebar atau bahkan mempercepat terjadinya kerusakan mutu udara. Pertimbangan ini didasarkan kepada isi pasal di dalam batang tubuh, dimana dalam ketentuan umum - pasal 1 angka 16 & 17 mengenai baku mutu emisi & ambang batas emisi, diberikan suatu toleransi (batas maksimum) bahan pencemar yang boleh dikeluarkan. Artinya bila batas maksimum tidak ditekan ke titik paling rendah, maka bahan pencemar akan terakumulasi
22

sehingga tetap akan memperparah kondisi & kualitas udara (comulative effect). Kekhawatiran ini didasari oleh kenaikan yang sangat pesat dari jumlah kendaraan & industri di kota-kota besar, Jakarta & Surabaya misalnya, yang tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan. III.5. Perkembangan Kelayakan Kendaraan Pengguna GTT Spesifikasi bensin Siper TT adalah sebagai berikut

Tabel 6. Spesifikasi Bensin Super TT No SIFAT 1 2 3 Angka Oktana Riset (RON) Kandungan Pb (gr/lt) BATASAN MIN MAX 95 *) 0,005 METODE TES ASTM Lain D-2669 D-3237 atau setara

DISTILASI - 10% vol. Penguapan (o C) 74 o - 50% vol. Penguapan ( C) 88 125 - 90% vol. Penguapan (o C) 180 o - Titik didih akhir ( C) 205 - Residu (% vol) 2 o 4 Tekanan Uap Reid pada 37,8 C (kPa) 62 D-323 5 Getah purwa (mg/100 ml) 4 D-381 6 Periode Induksi (menit) 240 D-525 7 Kandungan Belerang (% massa) 0,2 D-1266 8 Korosi bilah tembaga 3jam/50o C No. 1 D-130 9 Uji Doctor atau Negatif IP30 Alternatif belerang mercaptan (% massa) 0,002 D-3227 10 Warna Tanpa warna 11 Bau Dapat dipasarkan *) Untuk memenuhi spesifikasi angka oktana dapat ditambahkan MTBE, maksimum 10% volume. Mengandung aditif untuk konservasi energi/lingkungan. Spesifikasi tersebut sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas No. 112 K/72/ddjm/1995 Tanggal 18 Agustus 1995 Dalam perjalanannya upaya penghapusan bensin bertimbal -- merupakan bahan bakar utama kendaraan sebagai pendukung utama transportasi masyarakat --, banyak mengalami distorsi dan salah pengertian tentang pengaruh dan akibatnya bagi kendaraan mereka. Hal ini juga tidak terlepas dari pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan.

23

Persoalan yang timbul antara lain: Ada anggapan mesin kendaraan menjadi rusak kalau bensinnya tidak mengandung timbal sebagai zat additif. Timbal dalam hal ini berfungsi sebagai pelumas bagi katup dan mencegah letupan (anti knocking). Ada anggapan dari sebagian masarakat bahwa bila bensin tidak mengandung timbal mesin menjadi tidak bertenaga, sebab Pb digunakan untuk menaikan oktan. Kesediaan masyarakat menggunakan bensin tanpa timbal (Super TT & BB2L) masih susah karena harganya mahal dibanding bensin bertimbal dan distribusinya tidak merata. Pengaruh bensin bertimbal bagi kendaraan yang selama ini dianggap dapat merusak mesin kendaraan sudah merupakan cerita yang tidak masuk akal terutama bagi kendaraan-kendaraan keluaran tahun 1985 keatas, bahkan penggunaan bensin tanpa timbal dapat mengurangi korosi. Kendaraan yang dirancang pada tahun 80-an sudah menggunakan dudukan katup yang keras sehingga tidak berpengaruh terhadap mesin saat pembakaran, sebagai pelumas dapat diganti dengan bahan lain yang tidak merusak kesehatan dan lingkungan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat dan perusahaan pos Amerika, juga pemerintah Jerman tidak bisa membuktikan bensin tanpa timbal dapat merusak mesin mobil, kecuali pada mesin yang mempunyai dudukan katup yang tidak keras. Berdasarkan penelitian bensin tanpa timbal memang mempunyai pengaruh pada mesin- mesin kendaraan tua yang diproduksi sebelum tahun 80-an dapat merusak dudukan katup. Itupun kalau mobil dipacu pada kecepatan 100 km/jam selama satu jam terus menerus. Kalau kendaraan dijalankan dalam keadaan normal apalagi di Jakarta sulit kecepatan 100 km/jam selama satu jam terus menerus. Dengan demikian tidak ada persoalan penggunaan bensin tanpa timbal. Menurut data dari Gaikindo jenis kendaraan yang beresiko rusak tersebut hanya 3% jumahnya. Bagi kendaraan tua untuk menanggulangi akibat rusaknya katup pada mesin dapat diatasi dengan zat aditif khusus untuk bensin (MTBE ; methyltertiary-butyl-ether). Berdasarkan merek dan tahun, kendaraan-kendaraan yang tidak memerlukan timah hitam atau timbal: Sejak tahun 1978 : Mitsubishi, Nissan, Suzuki Sejak tahun 1979 : Subaru, Daihatsu (kecuali Taft 4x4 1983) Sejak tahun 1981 : Honda dan Toyota Sejak tahun 1982 : Isuzu dan Mazda.
24

Anggapan kedua ya ng sering membuat pemilik kendaraan memilih bensin bertimbal adalah kinerja mesin yang menjadi lemah. Padahal penyebab lemah atau kuatnya tarikan mesin adalah angka oktan dari bahan bakar (bensin) itu. Semakin tinggi nilai angka oktannya semakin baik untuk tarikan daya mesin. Untuk Indonesia, saat ini Super TT mempunyai nilai oktan (98) jauh lebih baik ketimbang premix (95) ataupun premium (88). Berdasarkan pengalaman bengkel Indomobil Suzuki (Rudi S) untuk mesin- mesin yang baru atau tahun 1985 ke atas bila mengunakan Super TT tarikan mesin lebih ringan dan mesin lebih bersih serta tanpa meninggalkan bekas dikatup (kerak) ruang pembakaran. Hanya saja persoalan harga, kiranya menjadi kendala. Secara teknis, kendaraan yang menggunakan bensin tanpa timbal justru akan meningkatkan daya, di samping nilai oktannya lebih tinggi juga mesin menjadi lebih besar sehingga daya yang dihasilkan lebih maksimal.

III.6. Penutup

Penghapusan bensin bertimbal bagi kendaraan-kendaraan yang ada di Indonesia, khususnya Jakarta bukan merupakan persoalan, karena: Bensin tanpa timbal tidak berpengaruh sama sekali terhadap kinerja mesin bagi kendaraan dengan tahun produksi lama yang dipacu di bawah kecepatan 100 km/jam selama 1 jam terus menerus. Penggunaan bensin tanpa timbal memperbaiki kinerja mesin bagi kendaraan baru yang diproduksi di atas tahun 1985. Hanya 3% mesin kendaraan yang berpengaruh terhadap penggunaan bensin tanpa timbal dan itupun masih bisa di atasi dengan aditif khusus seperti MTBE.

Penerapan kebijakan udara bersih yang mengurangi polusi udara akan berdampak positif khususnya di daerah perkotaan melalui penurunan jumlah penderita sakit/penyakit akibat polusi udara. Konsekuensi logisnya adalah menurunnya biaya perawatan sakit/penyakit dan meningkatnya produktivitas masyarakat yang lebih sehat. Secara sosial ekonomi hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui meningkatnya tabungan dan variasi pengeluaran konsumsi atas barang/jasa. Hal ini akan memberbaiki keadaan ekonomi makro untuk jangka panjang.

25

Dampak ekonomi makro konversi energi bersih - bensin tanpa timbal - akan memperbaiki distribusi pendapatan melalui peningkatan output sektor-sektor terkait. Peningkatan output dalam sektor transportasi diperoleh setelah terjadi kontraksi antar peningkatan biaya bahan bakar sebagai konsekuensi logis tambahan biaya penyesuaian teknologi di satu sisi dengan penurunan biaya perawatan di sisi lain. Negara memiliki tanggung jawab mutlak untuk menjadikan seluruh kegiatan yang dilakukannya tidak merusak dan mencemari lingkungan hidup. BUMN dalam hal ini Pertamina bertanggung jawab agar sehuuh proses kegiatan dan hasil produksinya tidak merusak dan mencemari lingkungan. Karenanya, pemerintah harus mampu memaksa Pertamina agar bensin yang diproduksi tidak mengandung Timbal (Pb). Di samping itu Pertamina sendiri wajib mempunyai program untuk menurunkan kadar timbal sampai tingkat 0 (nol).

26

BAB IV BAHAN BAKAR DIESEL

IV.1. Pendahuluan Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur loga m seperti vanadium, nikel dan besi. ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi tiga tingkatan, yaitu : 1. Tingkat 1-D Merupakan bahan bakar yang volatile untuk mesin dengan perubahan kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya untuk kendaraan bermotor. 2. Tingkat 2-D Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin industri, mesin kapal laut dan lokomotif. 3. Tingkat 4-D Bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin berkecepatan rendah dan sedang. Pada Tabel 7 diberikan karakteristik bahan bakar untuk masing- masing tingkatan yang ditetapkan oleh ASTM. Untuk tingkat 1-D dan 2-D dicantumkan pula karakteristik bahan bakar untuk kandungan sulfur rendah. Standar bahan bakar pada Tabel 7 merupakan batas minimum yang dibutuhkan untuk menjamin kinerja yang memuaskan dari mesin diesel. Dapat dilihat pula bahwa semakin tinggi tingkatannya, temperatur distilasi akan semakin tinggi artinya volatilitas semakin rendah. Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Automotive Diesel Oil ( ADO ), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan

27

bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor. 2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin- mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin- mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.

Tabel 7. Standar ASTM untuk minyak diesel Property Metode test D93 D2709 D1796 D86 Sulfur rendah No. 1-D Flash point,o C min Air dan sedimen,%vol, max Temperatur distilasi,o C, 90% vol recovered min max Viskositas kinematic, 40o C,cSt min max Abu, % massa, max Sulfur, % massa, max Coppper strip corrosion, 3 jam pada 50o C, max rating Angka setana, min 1.Indeks setana, min 2.Aromatisitas,%v D482 D2622 D130 1.3 2.4 0.01 0.05 No. 3 1.3 2.4 0.01 0.5 No. 3 1.9 4.1 0.01 0.05 No. 3 1.9 4.1 0.01 0.5 No. 3 5.5 24.0 0.1 2.0 D445 288 288 282 338 282 338 38 0.05 38 0.05 No 1-D Sulfur rendah No.2-D 52 0.05 52 0.05 0.5

No. 2-D

No.4D 55

D 613 D976 D1319

40 40 35

40

40 40 35

40

30

28

ol,max Ramsbottom carbon residue pada 10% residu distilasi D524 0.15 0.15 0.35 0.35

Mesin- mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan menyala sendiri), kemudaham mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain.

IV.2. Karateristik Umum Minyak Diesel Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar diesel antara lain viskositas, angka setana, berat jenis, titik tuang, nilai kalor pembakaran, volatilitas, kadar residu karbon, kadar air dan sedimen, indeks diesel, titik embun, kadar sulfur, dan titik nyala.

IV.2.1. Viskositas Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor. Viskositas yang lebih tingi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan deposit dan emisi mesin.
29

Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukkan sifat pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif tinggi mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat.

IV.2.2. Angka Setana Angka setana me nunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala

sendiri (auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran antara normal setana (C 16 H34 ) dengan alpha methyl naphtalene (C 10 H7CH3 ) atau dengan heptamethylnonane (C 16 H34 ). Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane memiliki angka setana 15. Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut. Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi.

30

Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi.

IV.2.3. Berat Jenis Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan kilogram per meter kubik (kg/m3 ).

IV.2.4. Titik Tuang Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana mulai terbentuk kristalkristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium),semakin tinggi

ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97.

IV.2.5. Nilai Kalor Pembakaran Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb kalorimeter kemudian dimasukkan dalam rumus

Nilai Kalor =

8100 C + 3400 (H - O/8 ) kcal/kg 100

Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang terkandung dalam satu kilogram bahan bakar.

IV.2.6. Volatilitas Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa menjadi fasa uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan tingginya volatilitas.

31

IV.2.7. Kadar Residu Karbon Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar . Adanya fraksi hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit karbon ini dapat membara, sehingga menaikkan temperatur silinder pembakaran.

IV.2.8. Kadar Air dan Sedimen Pada negara yang mepunyai musim dingin kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikro organisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan mesin.

IV.2.9. Indeks Diesel Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar mesin diesel selain angka setana. Mutu penyalaan dari bahan bakar diesel dapat diartikan sebagai waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar dapat menyala di ruang pembakaran dan diukur setelah penyalaan terjadi. cara menentukkan indeks diesel dari suatu bahan bakar mesin diesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini

Titik Anilin (o F) x APIGravity Indeks Diesel = 100


Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi oleh titik anilin dan berat jenisnya.

IV.2.10. Titik Embun Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna suram relatif terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses pendinginan. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97.

32

IV.2.11. Kadar Sulfur Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straight-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari kandungankandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan karena keberadaan oksida belerang seperti SO2 dan SO3 . Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D1551.

IV.2.12. Titik nyala ( flash point) Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat menyala. Hal ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar.

33

BAB V BAHAN BAKAR LPG


V.1. Karakteristik Bahan Bakar Cair LPG ELPIJI merupakan merk dagang dari LPG atau Liquefied Petroleum Gasses. Merupakan campuran dari berbagai hydrocarbon, sebagai hasil penyulingan minyak mentah, berbentuk gas. Dengan menambah tekanan atau menurunkan suhunya membuat menjadi cairan. Inilah yang kita kenal dengan bahan bakar gas cair. Terutama digunakan oleh para ibu rumah tangga dan restoran sebagai pengganti bahan bakar minyak yang kian menipis persediaanya. Elpiji merupakan senyawa hidrokarbon yang dikenal sebagai Butana, Propana, Isobutana atau camp uran antara Butana dengan Propana. Secara umum ELPIJI bersifat : Berat jenis gas ELPIJI lebih besar dari udara, yaitu : o Butana mempunyai berat jenis dua kali berat jenis udara. o Propana mempunyai berat jenis satu setengah kali berat udara. Tidak mempunya i sifat pelumasan terhadap metal. Merupakan Solvent yang baik terhadap karet, sehingga perlu diperhatikan terhadap kemasan atau tabung yang di pakai. Tidak berwarna baik berupa cairan maupun dalam bentuk gas. Tidak berbau. Sehingga untuk kesalamatan, ELPIJI komersial perlu ditambah zat odor, yaitu Ethyl Mercaptane yang berbau menyengat seperti petai. Tidak mengandung racun. Bila menguap di udara bebas akan membentuk lapisan karena kondensasi sehingga adanya aliran gas. Setiap kilo gram ELPIJI cair dapat berubah menjadi kurang lebih 500 liter gas ELPIJI.

Sebagai sumber energi (bahan bakar), digunakan oleh rumah tangga untuk memasak, penerangan, water heater, gas stoves, rice cookers, seterika, dan semacamnya. Secara umum, ELPIJI digunakan oleh restoran, rumah makan, rumah sakit, laboratorium. Industri yang menggunakan ELPIJI sebagai bahan bakar adalah

34

pabrik-pabrik, penyulingan, perusahaan keramik, dok perkapalan, bengkel dan semacamnya. Selain digunakan sebagai bahan bakar, gas ELPIJI digunakan pula sebagai bahan penekan. Digunakan untuk hasil produksi yang berjenis spray, seperti deodorant, minyak wangi spray, cat pylox, dan kosmetik sejenisnya. Secara garis besar, fungsi LPG adalah sebagai berikut : Sebagai bahan untuk rumah tangga meliputi kompor, Pemanas Air dan lampu penerangan. Sebagai bahan bakar industri, meliputi industri Makanan, Kertas, Tekstil, Percetakan, Cat, Keramaik, Gelas, Industri Logam dan sebagainya. Berguna pula sebagai bahan penekan atau zat penyemprotan seperti pada obat nyamuk Spray, cat Spray (Pilox) dan deodorant. Sebagai bahan baku.

Bahan bakar gas cair ELPIJI mempunyai ciri khas sebagai berikut : Sensitif terhadap api. Mudah terbakar. Tidak berwarna dan berbau. Mempunyai daya pemanasan yang tinggi karena mempunyai nilai kalor yang relatif lebih tinggi per satuan beratnya dibanding bahan bakar lain untuk kegunaan yang sama. Bersih, tidak berwarna, mudah dan aman dalam pengangkutan dan

penyimpanannya. Tidak menyebabkan pengkaratan pada besi dan tabung kemasan

Untuk mengetahui kebocoran pada tabung gas, bahan bakar iini diberikan aroma khusus (gas MERCAPTANE) yang berbau seperti petai. Bau ini amat menusuk hidung, sehingga bila tabung bocor dapat segera terdeteksi dan dapat ditanggulangi secepatnya. Penggunaan yang tepat bahan bakar ini dapat menghemat waktu karena memudahkan saat memasak Kompor ELPIJI berpemantik api otomatis, sehingga tidak perlu menyediakan korek api setiap hari. Bahan bakar gas ELPIJI tidak meninggalkan sisa pembakaran seperti bahan bakar lainnya. Ruangan dapur pun akan terjamin kebersihannya. Memasak dengan ELPIJI membutuhkan waktu lebih sedikit dibanding dengan bahan bakar lainnya.

35

Konsumsi pemakaian bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga, menurut perhitungan sekitar 150 sampai dengan 200 gram gas ELPIJI setiap jamnya. Maka terbukti gas ELPIJI lebih efektif dibandingkan bahan bakar lainnya.

Tabel 8. Perbandingan daya pemanasan bahan bakar

Bahan Bakar

Daya Pemanasan (Kcal/kg)

Efisiensi Apparatus (%)

4000 Kayu Bakar 8000 Arang 11000 Minyak Tanah 4500 Gas Kota 11900 Elpiji 860 (Kcal/Kwh) Listrik

15 15 40 55 60 60

V.2. Gas Buang Hasil Pembakaran

Selain segala bentuk keuntungan dan kemudahan yang ditawarkan dengan penggunaan LPG sebagai bahan bakar terutama untuk rumah tangga, ternyata ada faktor- faktor yang dihasilkannya. Pada suatu proses pembakaran biasanya menghasilkan sejumlah gas buang di antaranya adalah CO2 , H2 , O2 , N2 , SOx , CO, H2 , H2 S, NOx , dan senyawa hidrokarbon tak terbakar (unburned Hydrocarbon). Akumulasi dari keberadaan gas buang hasil pembakaran tersebut bisa menimbulkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan sekitar, di antaranya adalah gas buang sebagai gas polutan yang ditinjau sebagai berikut : harus dipertimbangkan yaitu dari segi emisi yang

36

V.2.1. Gas CO Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran parsial suatu bahan bakar yang dapat terjadi akibat terbatasnya suplai oksigen atau udara dari jumlah yang diperlukan. Reaksi yang mungkin terjadi di antaranya : C3 H8 + 1.5 (O2 + 3.76 N2 ) 3 CO + 4 H2 + 8.46 H2 O C4 H10 + 2 (O 2 + 3.76 N2 ) 4 CO + 5 H2 + 7.52 H2O Gas CO ini bersifat racun terhadap tubuh karena bila masuk ke dalam darah, CO dapat bereaksi dengan Hemoglobin (Hb) untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Bila reaksi tersebut terjadi, maka kemampuan darah mengangkut O2 untuk kepentingan pembakaran dalam tubuh akan menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar (sekitar 200 kali lebih) dibandingkan kemampuan Hb untuk mengikat O2 . Selain itu kandungan COHb dalam darah dapat menyebabkan terganggunya sistem urat saraf dan fungsi tubuh pada konsentrasi rendah (2-10%) dan bisa menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi (>10%).

Tabel 9. Efek polutan CO Konsentrasi COHb dalam darah (ppm) 0 1-2 2-5 Pengaruh terhadap kesehatan Tidak ada pengaruh Penampilan agak tidak normal Mempengaruhi sistem syaraf sentral, reaksi panca indera tidak normal benda terlihat agak kabur Perubahan fungsi jantung dan pulmonari Kepala pening, mual, berkunang-kunang, pingsan, sukar bernapas dan kematian

>5 10-80

Tabel 10. Kadar CO dan CO2 hasil pembakaran pada beberapa jenis bahan bakar Jenis bahan bakar LPG Biogas Kerosene charcoal Konsentrasi CO pada gas buangan 20 ppm 3.6 ppm 32.8 ppm 413 ppm Konsentrasi CO2 pada gas buangan 2714 ppm 2145 ppm 3092 ppm 1807 ppm

37

V.2.2. Unburned Hydrocarbon (UHC) UHC adalah senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna. UHC sangat terkait dengan efisiensi pembakaran dari bahan bakar. Reaksi pembakaran yang tidak sempurna ini bisa disebabkan oleh karena rendahnya rasio udara-bahan bakar (A/F) atau karena pencampuran udara dari bahan bakar yang tidak homogen. UHC merupakan komponen dari senyawa organik yang volatile (VOC), yang bila kandungannya tinggi di udara akan dapat mencemarkan lingkungan dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Tabel 11. Efisiensi pembakaran beberapa jenis bahan bakar Jenis bahan bakar LPG Biogas Kerosene Bahan bakar wood Efisiensi pembakaran 99 % 98 % 98 % 90 %

V.2.3. NOx Oksida-oksida Nitrogen (NOx ) biasanya dihasilkan dari proses pembakaran pada suhu tinggi dari bahan bakar gas, minyak atau batu bara. Secara umum reaksi yang terjadi adalah N2 + O2 2 NO Pada temperatur pembakaran di bawah 1000 F ( 538 C ) kenaikan NOx sangat kecil dan tidak signifikan. Di atas 1500 F ( 816 C ) kenaikan V menjadi semakin besar dan sangat signifikan. Kandungan NOx yang tinggi di udara dapat menyebabkan pencemaran udara, dan menggangu kesehatan. NOx terbentuk dari reaksi oksigen dengan nitrogen yang terdapat dalam udara ataupun bahan bakar akibat tingginya suhu pembakaran. Komponen utama dari NOx adalah nitrogen-oksida (NO), yang dapat dikonservasikan lagi menjadi nitrogen-dioksida (NO2 ) dan nitrogen-tetraoksida (N 2 O4 ). NOx merupakan salah satu komponen pembentuk photochemical smog yang merupakan campuran gas NO, NO2 , dan PAN (Peroksi Asetil Nitrat) hasil reaksi berantai N2 , O2 , dan UHC, dengan matahari sebagai katalisnya. Gas NO juga turut berperan terhadap rusaknya lapisan ozon dan terjadinya hujan asam.

38

Pengaruh dari terbentuknya photochemical smog ini adalah : a. Mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan makhluk hidup lain b. Menimbulkan rasa perih pada mata, bila konsentrasinya rendah (0.1 ppm) c. Mengganggu fungsi saluran pernapasan, bila konsentrasinya tinggi (70 ppm)

Untuk menghindari bahaya dari gas-gas beracun tersebut di atas, pemerintah Indonesia telah menetapkan baku mutu udara emisi, diantaranya untuk NOx sebesar 1.7 g/Nm3 dan untuk CO sebesar 1 g/Nm3 .

39

BAB VI BAHAN BAKAR GAS


VI.1. Pendahuluan Bahan Bakar Gas (BBG) adalah gas bumi yang telah dimurnikan dan aman, bersih andal, murah, dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Komposisi BBG sebagian besar terdiri dari gas metana ( CH4 ) dan etana (C 2 H6 ) lebih kurang 90% dan selebihnya adalah gas propana (C 3 H8 ), butana (C 4 H10 ), pentana (C 5 H10 ), nitrogen dan karbon dioksida. BBG lebih ringan daripada udara dengan berat jenis sekitar 0,6036 dan mempunyai nilai oktan 120. Agar setiap kendaraan BBG dapat membawa gas sebanyak mungkin, BBG dimasukkan ke dalam tangki dengan dimampatkan sekitar 200 bar dan masih berbentuk gas. Sudah sekitar 11 tahun Bahan Bakar Gas (BBG) dipasarkan secara komersial sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia, namun perkembangan penjualannya berjalan sangat lambat. Konsumsi BBG hanya 0,33 % dari total konsumsi bahan bakar kendaraan di wilyah Pantai Utara (Pantura) Jawa. Beberapa penyebab kelambanan pengembangan dan pemasyarakatan BBG antara lain: Dari sisi produsen. Harga jual BBG lebih rendah dari biaya pengadaannya sehingga produsen enggan mengembangkan usaha ini. Apabila harga jual BBG dinaikan akan makin sulit bersaing dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganya disubsidi. Dari sisi konsumen. Conversion kit dari BBM ke BBG dirasakan terlalu mahal, SPBG sulit diperoleh dan masyarakat sudah terbiasa menggunakan bahan bakar cair. Disisi lain, upaya penghematan konsumsi BBM melalui program diversifikasi energi sudah merupakan agenda nasional yang mendesak mengingat: Indonesia akan menjadi net oil importer dalam waktu yang tidak lama lagi. Ketika stasus net importer tiba, kita tidak bisa menghindar dari keharusan

40

mengkonsumsi BBM dengan harga sesuai pasar yakni sekitar 3 kali lipat dari harga BBM saat ini. Anggaran subsidi BBM terus meningkat. Pada APBN 1998/2000, jumlahnya mencapai Rp 39,89 trilyun dan tahun 2000 diperkirakan lebih dari Rp. 45 trilyun. Anggaran subsidi tersebut sebagian digunakan untuk mengimpor BBM yang pada tahun 2000 (s/d bulan September) nilainya sudah mencapai US$ 2,34 milyar.

VI.2. Pemakaian BBG Teknologi BBG untuk kendaraan bermotor telah lama diterapkan di Italia sejak tahun 1934 dan menyusul negara negara lainnya seperti : Amerika, Selandia Baru, Kanada, Argentina, Malaysia, Brazilia, Muangthai dan Rusia. Di Indonesia, BBG telah diuji coba oleh suatu tim Evaluasi Teknis Proyek Percontohan Bahan Bakar Gas dengan hasil baik dan layak untuk dipakai pada kendaraan bermotor. Segala macam tipe/merk kendaraan dapat menggunakan BBG, untuk itu perlu dipasang peralatan tambahan yang disebut "Conversion Kit ". Bila diperlukan, kendaraan BBG dapat kembali menggunakan Bahan Bakar Minyak hanya dengan memutar tombol penyeleksi bahan bakar (2 sistem).

VI.3. Kebijakan Harga BBG Harga jual BBG lebih murah bila dibandingkan denga n harga jual minyak premium dan minyak solar. Kunci utama untuk mengurangi konsumsi BBM dan meningkatkan pemanfaatan BBG terletak pada kebijakan harga. Sebab, seandainya harga BBM disesuaikan sampai ke tingkat yang wajar (sesuai harga keekonomian), maka anggaran subsidi dapat diminimalisir, efisiensi konsumsi BBM oleh masyarakat akan meningkat dan sumber-sumber energi lain yang biaya pengadaannya (harga keekonomiannya) lebih murah dari BBM dapat berkembang menyesuaikan harga pasar. Daya beli masyarakat yang rendah, kebiasaan mengkonsumsi BBM dengan harga murah dan kelangkaan energi alternatif telah

41

menimbulkan resistensi yang luar biasa terhadap upaya pengurangan/pencabutan subsidi BBM. Dari hasil kajian, biaya pengadaan BBG jauh lebih murah dari BBM khususnya solar dan premium, apabila harga jual BBG dan BBM ditentukan oleh mekanisme pasar, maka BBG yang harganyan sekitar Rp. 850/lsp, akan mampu

bersaing dengan BBM yang harganya sekitar Rp. 2000/liter. Namun pencabutan subsidi BBM (menaikkan harga BBM 3 kali lipat) sangat tidak realistis. Karena itu perlu solusi jalan tengah dengan melakukan pengalihan subsidi BBM kepada BBG sampai harga kedua jenis energi tersebut dapat ditentukan oleh mekanisme pasar. Usulan subsidi BBG tersebut, sama sekali tidak akan membebani Pemerintah. Sebaliknya Pemerintah justru diuntungkan karena yang terjadi bukanlah penambahan anggaran subsidi melainkan hanya mengalihkan alokasi subsidi dari BBM ke BBG dengan jumlah lebih kecil untuk setiap volume BBM yang di substitusi BBG.

VI.4. Konsep Pengembangan BBG Beberapa konsep dasar dalam rangka pengembangan BBG adalah: 1. Mengkondisikan agar BBG dan BBM dapat bersaing secara fair yakni membiarkan harga kedua jenis energi tersebut ditentukan oleh mekanisme pasar atau untuk sementara waktu kedua-duanya disubsidi. 2. Pemberian insentif bagi pemilik kendaraan yang berminat memakai BBG. 3. Pengembangan BBG sebaiknya berdasarkan per wilayah bukan per kota dan berskala luas (investasi besar-besaran). 4. Pemasaran BBG sebaiknya menggunakan pendekatan product driven (resources base approach) bukan market driven. 5. Pengembangan dan pemasaran BBG sebaiknya dilakukan secara terencana, terpadu dan komprehensif (tidak parsial). Tanpa konsep-konsep dasar tersebut, BBG akan sulit dikembangkan di Indonesia secara meluas sebagai energi substitusi BBM untuk kendaraan bermotor.

42

4.5 Keuntungan BBG

Bahan Bakar Gas menawarkan beberapa keuntungan : Lebih ekonomis Mengurangi biaya pemeliharaan mesin Aman didalam penggunaanya Memberikan pembakaran yang bersih Mengurangi polusi udara Sudah dapat diproduksi di dalam negeri BBG memiliki beberapa keunggulan terhadap BBM, antara lain karena cadangan gas bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaannya lebih murah dari BBM. Kendaraan yang menggunakan BBG akan memperpanjang usia pemakaian minyak pelumas, mesin dan busi, ramah lingkungan dan aman bagi pemakai. Konsumsi BBM untuk sektor transportasi adalah yang paling dominan (mencapai 52%) dibandingkan untuk industri (19%), listrik (7%) dan rumah tangga (22%). Jadi substitusi BBM dengan BBG akan mengurangi konsumsi BBM secara signifikan.

43

Tabel 12. Spesifikasi Bahan Bakar Gas No. URAIAN BATASAN MIN 1. Komponen : C1 + C2 C3 C4 C5 N2 H2 S Hg (merkuri) O2 H2 O CO2 2. 3. Nilai kalor pada 15 C Dan tekanan 1 atm
o

METODE TEST LAIN IP

MAKS ASTM

% volum 62.0 % volum % volum % volum % volum ppm volum ppb volum % volum % volum % volum
o

8.0 4.0 1.0 2.0 14.0 9.0 0.2 0.035 5.0 0.89 -

D-1945 D-1945 D-1945 D-1945 D-1945 D-2385 D-1945 D-1945 -

visual AAS Gravimetri -

0.56

Densitas relatif pada suhu 28 C

kj//kg 44,000

44

BAB VII GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR


VII.1. Jenis Gas Buang Transportasi telah menjadi sumber utama dari pencemaran udara khususnya di daerah perkotaan. Terlebih lagi dengan penambahan unit kendaraan bermotor yang melaju di jalan raya dan buruknya sistem angkutan umum yang jelas memperparah pencemaran udara yang terjadi. Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut: 1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti sulfur oksida (SOx ), nitrogen oksida (NOx ) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O 3 ) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor; contohnya hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain- lain. Polutan inorganik seperti karbonmonoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya. 3. Bahan penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray; partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

VII.1.1. Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut

45

berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang berkomposisikan senyawa organik hidrokarbon. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Partikel asap mempunyai diameter berkisar 0.5 1 m. Asap dapat mengurangi jarak pandang karena partikel padatan di dalamnya memencarkan atau menyerap sinar. Intensitas pengurangan jarak pandang ini

tergantung kepada ukuran dan bentuk dari partikulat. Menurunnya jarak pandang berdampak negatif terhadap sistem transportasi khususnya pesawat terbang dengan memperlambat operasi bandara udara karena kebutuhan untuk menambah jarak antar pesawat guna menghindari kecelakaan. Asap juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi pada bahan bangunan dari logam (khususnya pada kelembaban 75%) serta merusak cat bangunan. Partikulat memencarkan dan memantulkan sinar matahari sehingga mengurangi intensitas sinar yang jatuh ke permukaan bumi. Hal ini dapat memperlama periode hujan dan salju. Selain itu asap juga dapat merusak kesehatan mahluk hidup. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat merusak jaringan daun jika terserap ke dalamnya. Selain itu partikulat akan menutup stoma ta sehingga mengurangi kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis dan mengganggu pertumbuhannya. Hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh partikukat dapat mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan zat-zat berbahaya yang terdapat pada partikulat tersebut. Efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus system pernapasan sampai ke bagian paru-paru bagian dalam. Terlebih lagi partikulat dapat mengikat polutan lain yang terdapat di dalam udara (SOx, NOx , dll) sehingga tertinggal dalam tubuh untuk waktu yang lebih lama. Penelitian intensif telah dilakukan terhadap efek timbal pada manusia karena kerusakan jaringan tubuh yang ditimbulkan lebih hebat, terutama pada sis tem pembentukan darah, sistem saraf dan sistem ekskresi. Termasuk juga sistem reproduksi, fungsi hati, jantung serta enzim dalam tubuh.

46

VII.1.2. Hidrokarbon (HC) Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat dalam bahan bakar. Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa macam gugus yaitu alkana, alkena, alkuna. Alkana merupakan senyawa inert dan tidak reaktif pada atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif di atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian terhadap polutan alkena menjadi sangat penting, terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang berasal dari reaksi fotokimia alkena, seperti peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon (O 3 ). Salah satu senyawa alkena yang cukup banyak terdapat pada gas buang kendaraan adalah etilen. Penelitian menunjukkan bahwa etilen dapat mengganggu pertumbuhan tomat dan lada, juga merusak struktur dari anggrek. Alkuna, meskipun lebih reaktif dari alkena namun jarang ditemukan di udara bebas dan tidak menjadi masalah utama dalam pencemaran udara akibat gas buang kendaraan. Senyawa aromatik juga menjadi pusat perhatian dalam studi pencemaran udara karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker (carcinogenic).

VII.1.3. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida yang juga berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar merupakan gas yang tak berwarna, tak berasa dan tak berbau. Karbon monoksida di atmosfer bersifat inert pada kondisi normal dan mempunyai waktu tinggal sekitar 2 bulan. Pada konsentrasi normal, karbon monoksida di udara bebas tidak berpengaruh besar terhadap property maupun mahluk hidup. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, karbon monoksida dapat secara serius mempengaruhi metabolisme pernapasan manusia. Karbon monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin dalam darah (COHb) yang lebih tinggi daripada oksigen; dengan demikian mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen. Kekurangan oksigen dalam aliran darah dan jaringan tubuh akan menurunkan kinerja tubuh dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan pada organ-organ tubuh. Gejala yang umumnya timbul akibat pemaparan terhadap karbon monoksida dalam konsentrasi tinggi untuk waktu

47

yang lama adalah gangguan sistem saraf, lambatnya refleks dan penurunan kemampuan penglihatan.

VII.1.4. Sulfur Oksida (SOx ) Sulfur oksida mungkin merupakan polutan yang paling banyak dipelajari karena senyawa turunannya yang bervariasi. Pada umumnya 2 senyawa sulfur oksida yang dipelajari adalah sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3 ). Sulfur dioksida merupakan gas yang tak berwarna, tak mudah terbakar dan tak mudah meledak tetapi mempunyai bau yang menyengat. Sulfur dioksida mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air dengan waktu tinggal sebagai gas dalam atmosfer selama 2 4 hari serta daya transportasi yang tinggi. Oleh karena itu masalah polusi SO2 dapat menjadi masalah internasional. SO2 relatif stabil di atmosfer dan dapat bertindak sebagai reduktor maupun oksidator. Namun SO2 dapat bereaksi secara fotokimia atau katalisis dengan komponen lain dan membentuk SO3 , tetesan H2 SO4 dan garam asam sulfat. Reaksireaksi yang mungkin terjadi: SO2 + H2O ---- H2SO3 SO3 + H2O ---- H2SO4 (asam sulfit) (asam sulfat)

Seperti halnya polutan yang lain, sulfur dioksida juga berdampak negatif terhadap lingkungan, material maupun manusia. Pada manusia, asam sulfat (H2 SO4), sulfur dioksida (SO2 ) dan garam sulfat dapat me nimbulkan iritasi pada membran lendir saluran pernapasan dan memperparah penyakit pernapasan seperti bronkitis dan pneumonia. Kondisi ini makin parah di daerah yang berdebu dimana terdapat partikulat dalam konsentrasi tinggi. Sulfur dioksida dan molekul asam sulfat cenderung menghentikan kemampuan bulu getar sepanjang saluran pernapasan yang bertugas menyaring partikel pengotor. Dengan demikian partikulat dapat dengan mudah masuk ke dalam saluran pernapasan dalam (paru-paru) tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu. Sebagian sulfur dioksida juga terikat dengan partikulat dan menyebabkan iritasi pada paru-paru. Dalam jangka waktu yang lama, partikulat dan sulfur dioksida dapat merusak paru-paru dan menyebabkan kematian karena kerusakan sistem pernapasan. Tumbuhan sangat sensitif terhadap sulfur dioksida. Ada 2 macam kerusakan akibat sulfur dioksida. Pertama, tumbuhan yang terpapar oleh sulfur dioksida pada konsentrasi tinggi untuk waktu singkat mengalami kerusakan jaringan daun karena
48

terjadi klorolisis, ya itu hilangnya klorofil dan plasmolisis, yaitu runtuhnya struktur daun. Kedua, kerusakan akibat terpapar oleh sulfur dioksida pada konsentrasi rendah untuk waktu yang lama yaitu warna daun menjadi merah kecoklatan atau muncul bercak putih. Kondisi kerusakan semakin parah pada daerah yang panas dan lembab. Sulfur oksida juga mempunyai daya rusak yang tinggi terhadap bahan bangunan terutama yang mengandung karbonat dengan reaksi: CaCO3 + H2 SO4 ---- CaSO 4 + CO2 + H2 O Kalsium sulfat atau gipsum yang terbentuk dengan mudah terbawa oleh air dan menimbulkan lubang-lubang pada permukaan bahan, misalnya pada monumen, ukiran dan gedung. Kabut asam sulfat juga merusak bahan tekstil seperti katun, linen, rayon dan nilon bahkan kulit. Kertas pun menjadi kekuningan dan menjadi getas. Sulfur oksida juga mempercepat laju korosi pada logam.

VII.1.5. Nitrogen Oksida (NOx ) Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2 . Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. NO2 yang mudah larut dalam air dapat membentuk asam nitrit atau asam nitrat menurut reaksi: 2 NO2 + H2 O ---- HNO3 + HNO2 3 NO3 + HO ---- 2 HNO3 + NO (asam nitrat dan asam nitrit) (asam nitrat dan nitrogen oksida)

Asam nitrat dan asam nitrit akan jatuh bersama dengan hujan dan bergabung dengan ammonia (NH3 ) di atmosfer dan membentuk ammonium nitrat (NH4 NO3 ) yang merupakan sari makanan bagi tumbuhan. Dengan kemampuan yang tinggi untuk menyerap sinar ultraviolet, NO2 memainkan peranan penting dalam pembentukan kontaminan ozon (O 3 ). Tidak seperti gas polutan lainnya yang mempunyai daya destruktif tinggi terhadap kesehatan manusia, NO merupakan gas inert dan hanya bersifat racun. Sama halnya dengan CO, NO mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen dibandingkan dengan hemoglobin dalam darah. Dengan demikian pemaparan terhadap NO dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen sehingga tubuh kekurangan oksigen dan mengganggu fungsi metabolisme. Namun NO2 dapat menimbulkan iritasi terhadap paru-paru. Pada tumbuhan, NO tidak bersifat merusak namun NO2 menimbulkan sedikit kerusakan pada tumbuhan. Polutan sekunder dari NOx seperti PAN dan O3 justru
49

mempunyai daya perusak yang lebih tinggi pada tumbuhan. Konsentrasi NO2 yang tinggi pada udara bebas dapat memudarkan warna tekstil, memberi warna kuning pada tekstil berwarna putih, dan mengoksidasi logam.

VII.2. Pengendalian Gas Buang

Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil beberapa langkah untuk dapat mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut antara lain: Uji emisi, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan penggunaan katalitik konverter.

VII.2.1. Uji Emisi Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di Jakarta melakukan uji emisi kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji, hanya 54 persen yang memenuhi baku mutu emisi. Padahal hanya dengan perawatan sederhana seperti tune up dan mengganti saringan bensin atau oli sudah dapat menurunkan kadar emisi 30-40 persen. Seharusnya uji emisi dapat diterapkan secara ketat. Pemberian sertifikat uji emisi sebaiknya jangan diberikan secara sembarangan. Karena adanya keharusan memiliki sertifikat inilah yang akan mendorong pemilik kendaraan betul-betul merawat kendaraannya. Untuk lulus dalam uji emisi kendaraan sebetulnya tidak terlalu sulit. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah, memastikan perangkat emisi ada pada kendaraan, karena bagian pertama dari uji emisi adalah dengan memastikan peralatan emisi berada di tempatnya. Dan sebaiknya kendaraan yang dipergunakan mempunyai peralatan original. Beberapa hal yang sering hilang ataupun tidak berada di tempatnya adalah EGR (exhaust gas recirculation valve), pompa udara, atau pipa intake pemanas udara. Mesin yang kondisinya baik biasanya bersuara halus. Busi yang tidak berfungsi, kebocoran ruang vakum, atau bensin campur akan menyebabkan tinggi emisi gas buang. Di samping itu oli mesin yang sangat kotor akan mengganggu proses penguapan oli, kemudian terhambat masuk ke ruang mesin dan akhirnya keluar melalui knalpot.

50

Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang tepat. Karena suhu yang tidak tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan bakar berlebihan. Hal ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk mengetahui apakah kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi, maka dapat dilakukan suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan kendaraan tersebut pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah busi kendaraan tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas karbon atau tidak, dan apakah residu tertinggal pada catalytic converter atau tidak. Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu kendaraan harus dikondisikan. Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama 15 menit sehingga memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas dan mengirimkan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc converter harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah-belakang kendaraan dan mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar, converter akan dingin dan berhenti berfungsi. Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari pembakaran yang tidak sempurna. Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar HC tinggi. Sedangkan CO dihasilkan oleh proses pembakaran normal akan tetapi kadar CO tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar secara hati-hati dan penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah banyak akan mengakibatkan tingginya kadar CO. Sementara itu NOx terjadi saat suhu pembakaran sangat tinggi, yang diakibatkan oleh desain mesin atau penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR) pada suhu silinder tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat meningkatkan suhu silinder sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah menggunakan bensin campur. Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-hal yang sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu pembakaran yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah banyak. Perawatan rutin dan pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu kelulusan uji emisi kendaraan Anda. Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat kendaraan dengan motor bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah
51

standar yang diizinkan. Untuk memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan pemasangan katub PVC sistem karburasi, sistem pemantikan yang lebih sempurna, sirkulasi uap BBM. Selain itu dikembangkan kendaraan berbahan bakar alternatif, seperti bahan bakar gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang paling ramah lingkungan. Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal, mereka juga mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge compressionignition) yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah. Pemakaian gas alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi juga menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun, itu perlu didukung kebijakan yang mempermudah pembangunan SPBU untuk gas alam.

VII.2.2. Bahan Bakar Alternatif. VII.2.2.1. Biodiesel Sawit. Ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Sebagaimana gambaran, diperkirakan cadangan minyak bumi di Laut Utara akan habis pada th. 2010. Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak bumi juga diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak pada 10 tahun mendatang. Karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menghadapi krisis energi ini, diantaranya adalah dengan memanfaatkan sumber energi dari Matahari, batubara, dan nuklir, serta mengembangkan bahan bakar dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable). Brasil telah menggunakan campuran bensin dengan alkohol yang disintesis dari tebu untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Beberapa jenis minyak tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak sawit juga telah diteliti untuk digunakan langsung sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, seperti halnya nenek moyang kita dahulu menggunakan minyak tumbuhan lokal sebagai bahan bakar alat penerangan. Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah mengembangkan dan menggunakan bahan bakar dari minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemak, yang disebut dengan biodiesel. Negara-negara Eropa umumnya menggunakan biodiesel yang terbuat dari minyak rapeseed, sedangkan
52

Amerika Serikat menggunakan biodiesel yang berbahan baku minyak kedelai. Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia dan Indonesia juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minya sawit (palm biodiesel) meskipun belum dilakukan secara komersial. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah berhasil mengembangkan palm biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO), refined bleached deodorised palm oil (RBDPO) dan fraksi- fraksi seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit. Palm fatty acid destillate (PFAD) yang merupakan hasil samping dari pabrik minyak goreng maupun minyak goreng bekas dari industri rumahan (home industry) juga telah dikembangkan oleh PPKS sebagai bahan baku pembuatan palm biodiesel.

Penggunaan biodiesel. Pengembangan produk biodiesel ternyata lebih mengembirakan dibandingkan dengan penggunaan minyak tumbuhan langsung sebagai bahan bakar Proses termal (panas) di dalam mesin akan menyebabkan minyak terurai menjadi gliserin dan asam lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin- mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak tumbuhan langsung sebagai pengganti bahan bakar minyak bumi. Selain karena alasan ketersediaan minyak bumi yang terbatas, pengembangan produk biodiesel dari minyak tumbuhan seperti minyak sawit, juga diarahkan pada sifat bahan bakunya yang dapat diperbaharui. Disamping itu, produksi gas hasil pembakarannya, yakni karbon dioksida CO2 di atmosfer yang berlebihan bersifat merusak lingkungan dengan efek rumah kaca yang ditimbulkannya. Dengan memanfaatkan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar, maka pembentukan CO2 baru di atmosfer diperkirakan hampir tidak ada. Hal ini disebabkan CO2 hasil pembakaran dari biodiesel akan dikomsumsikan kembali oleh tanaman baru untuk kebutuhan proses fotosintesisnya (siklus karbon). Selain mereduksi efek rumah kaca, penggunaan biodiesel juga akan meningkatkan kualitas udara lokal dengan mereduksi emisi gas berbahaya, seperti karbon monooksida (CO), ozon (O 3 ), nitrogen oksida (Nox), sulfur dioksida (SO2 ), dan hidrokarbon reaktif lainnya, serta asap dan partikel yang dapat terhirup. Hasil
53

pengamatan menunjukkan bahwa kadar emisi gas buang seperti CO, CO2 , NOx, SO2 , dan hidrokarbon dari bahan bakar camp uran palm biodiesel dan solar lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar murni. Penggunaan biodiesel juga dapat mereduksi polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan penggunaan mesin- mesin diesel di sektor perairan. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh biodiesel ini ditunjang oleh sifatnya yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, non-toksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Hasil pengujian biologis menunj ukkan bahwa tingkat toksisitas akut biodiesel pada tikus percobaan relatif rendah, yakni dengan nilai LD50 (nilai dosis yang menyebabkan kematian hewan percobaan sebanyak 50 persen dari populasi percobaan) sebesar 17,4 gram per kilogram berat badan (BB).

VII.2.2.2. Etanol. Ethanol merupakan alkohol cair dengan bilangan oktana yang tinggi dan mampu menggantikan bensin.Ethanol diproduksi dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable recources) seperti jagung di Amerika serikat dan tebu di Brazil. Menurut studi yang ada, ethanol lebih menguntungkan terhadap lingkungan yang bersih dibandingkan dengan bensin premium. Bahan bakar ethanol menurut laporan mengurangi carbon monoksida (CO), hidrokarbon serta emisi beracun lainnya. Tapi bisa terjadi kemungkinan ethanol ini menghasilkan emisi acetaldehyde sebagai polutan beracun. Pada umumnya harga ethanol lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bensin. Ethanol sementara ini belum dikembangkan di Indonesia. Brasil merupan negara yang paling maju dibidang kendaraan bermotor dengan bahan bakar ethanol.

VII.2.2.3. BBG. Gas bumi akan menjawab salah satu solusi pencemaran udara Ibukota. Populasi kendaraan bermotor untuk umum berjumlah sekitar 2600 kendaraan. Sedangkan jumlah kendaraan di Jakarta sekitar 2,6 juta. Kendaraan ini terdiri atas armada taxi, bus umum, mikrolet dan mikro mini. Bebepa mikron gram setiap harinya emisi pegas buang dikeluarkan oleh kendaraan ini jika tidak teratasi. Maka Jakarta akan menjadi limbah polusi udara. Salah satu cara mengurangi pencemaran adalah

54

pemakaian gas bumi. Cadangan gas kita cukup tersedia dalam jumlah relatip yang cukup besar. Oleh karena itu, hal ini merupakan suatu tantangan dan juga merupakan suatu kesempatan . Sebetulnya BBG merupakan energi alternatif pengganti BBM yang paling prospektif untuk dikembangkan segera, karena: BBG memiliki beberapa keunggulan terhadap BBM, antara lain karena cadangan gas bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaannya lebih murah dari BBM. Kendaraan yang menggunakan BBG akan memperpanjang usia pemakaian minyak pelumas, mesin dan busi, ramah lingkungan dan aman bagi pemakai. Konsumsi BBM untuk sektor transportasi adalah yang paling dominan (mencapai 52%) dibandingkan untuk industri (19%), listrik (7%) dan rumah tangga (22%). Jadi substitusi BBM dengan BBG akan mengurangi konsumsi BBM secara signifikan.

Untuk itulah pemerintah melalui pertamina mengadakan uji coba pemakaian bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor. Pada tahun 1987 introduksi pemakaian gas sebagai bahan bakar alternatif telah disampaikan kepada masyarakat umum. Dikala itu 500 taxi Blue Bird proyek percontohan dan relatif berhasil. Gas disperser waktu itu baru lima buah yang tersebar dilima wilayah ibukota. Oleh karena jumlah stasiun pengisian bahan bakar ( SPBG ) sangat terbatas , maka minat masyarakat terhadap BBG kurang mendukung suksesnya pemakaian BBG. Apalagi disamping jumlahnya terbatas, penyebaran juga kurang merata. Inilah alasan yang cukup kuat mengapa BBG kurang populer dimata masyarakat umum. Namun kini jumlah gas dispenser terus bertambah menjadi 13 buah. Sementara itu 9 SPBG sedang dalam persiapan pembangunan. Dengan beroperasinya SPBG - SPBG ini maka diharapkan konstribusi sumber daya gas bumi akan semakin berperan. Oleh karena itu pengembangan BBG diharapkan akan memacu masyarakat untuk berperan untuk menciptakan lingkungan yang bersih. Caranya adalah mengkonversikan kendaraan dengan bahan bakar gas. Negara - negara yang cukup maju dibidang pembangunan BBG selain New Zealand adalah Italia dan Argentina. Amerika kini juga tidak mau ketinggalan dalam hal ini. Sudah sekitar 11 tahun Bahan Bakar Gas (BBG) dipasarkan secara komersial sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia, namun perkembangan

55

penjualannya berjalan sangat lambat. Konsumsi BBG hanya 0,33% dari total konsumsi bahan bakar kendaraan di wilyah Pantai Utara (Pantura) Jawa.

VII.2.2.4. Elpiji. Selain BBG,kini telah dikembangkan pula Elpiji untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Ini menunjukan bahwa trend bahan bakar transportasi dimasa mendatang mengarah semakin jelas , yakni bahan bakar yang tidak mencemari lingkungan. Di beberapa negara maju seperti Belanda, Italia,Australia dan bahkan Singapura telah lama memanfaatkan Elpiji untuk kendaraan bermotor. Kini Elpiji untuk kendaraan bermotor juga semakin marak, jika kita naik taxi Citra maka kita akan naik tasi dengan bahan bakar Elpiji.Selain taksi, kendaraan angkot di kota - kota tertentu juga telah dan akan menggunakan Elpiji sebagai bahan bakarnya. Negara yang paling mencolok dibidang pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor di dunia selain negeri Kincir Angin adalah Selandia Baru, Italia, Jepang, Belgia, Kanada,Australia dan Spanyol. Negara negara ini telah cukup lama berkecimpung dibidang pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor. Jika ketiga bahan bakar substitusi ini telah banyak digunakan,maka sangat diyakini bahwa pencemaran udara ibu kota semakin kecil, namun demikian pemerintah sebagai katalitas pembangunan sangat menentukan keberhasilan pen gembangan sumber-sumber energi alternatif untuk kendaraan bermotor. Kanada dan New Zealand adalah contoh negara yang memberikan kemudahan atau bahkan pinjaman dalam bentuk grant untuk industri bahan bakar alternatif. Sekali lagi bahwa komitmen pemerintah sangat menentukan untuk keberhasilannya.Hal ini dikarenakan pengalihan mental (mental swtch) masyarakat terhadap bahan bakar alternatif membutuhkan perubahan sikap, keuangan, teknologi serta peraturan. Selain keterlibatan pemerintah yang tak kalah pentingya adalah partisipasi industri otomotif. Keterlibatan disini maksudnya, mereka memproduksi kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar alternatif dan juga membantu didalam mengatasi beragam kesulitan untuk kendaraan bermotor dengan bahan bakar alternatif. Yang paling penting adalah bahwa masyarakat pemilik kendaraan bermotor mau menerima bahan bakar alternatif. Mereka harus yakin bahwa bahan bakar alternatif ini selain harganya lebih murah, juga efisien serta memperbaiki kualitas lingkungan. Jika trend bahan bakar ini benar, maka dalam beberapa tahun yang akan datang era bahan bakar alternatif seperti Ethanol, BBG dan Elpiji akan semakin marak.
56

VII.2.2.5. Biogas Kotoran ternak dapat dipergunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Lewat proses fermentasi, limbah yang baunya amat merangsang itu dapat diubah menjadi biogas. Energi biogas punya kelebihan dibanding energi nuklir atau batu bara, yakni tak berisiko tinggi bagi lingkungan. Selain itu, biogas tak memiliki polusi yang tinggi sehingga sanitasi lingkungan pun makin terjaga. Sejak terjadi krisis energi pada tahun 1973, masalah energi menjadi topik utama dunia. Negara-negara maju mulai berlomba mencari terobosan baru dalam menghasilkan energi alternatif yang jauh lebih murah ketimbang minyak dan gas. Mereka pun menerapkan kebijakan diversifikasi energi. Tentunya ketergantungan pada energi tak terbarukan tadi makin berkurang. Ini wajar, sebab setiap krisis yang terjadi selalu memberikan efek pada kenaikan harga BBM serta ketersediaan yang kurang memadai. Salah satu contoh energi alternatif tadi adalah biogas. Energi ini memiliki masa depan yang cerah karena bahan baku tersebut sangat banyak. Namun sayangnya pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas ini masih kalah populer jika dibandingkan pupuk tanaman dari kotoran tersebut. Padahal dengan teknologi biogas, kandungan zat- zat alami yang terdapat pada kotoran ternak dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi yang kian meningkat. Jadi ribut-ribut soal pasokan energi yang kurang tidak akan ada lagi. Hal ini dikarenakan biogas bisa dipakai untuk apa saja. Mulai dari memasak, lampu penerangan, transportasi hingga keperluan lain yang perlu energi. Apabila biogas telah diaplikasikan secara luasmasalah mengenai kekurangan pasokan energi bisa dihindari. Dan urusan sanitasi lingkungan pun bisa teratasi. Menurut catatan ALGAS (1997), sektor peternakan merupakan kontributor kedua dalam angka emisi gas metan. Nomor satunya dipegang sektor pertanian. Bersama CO, N2O, NOx, gas metan adalah gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas di bidang pertanian dan peternakan. Fermentasi dari pencernaan ternak (enteric fermentation) menyumbang sebagian besar emisi gas metan yang dihasilkan peternakan. Namun kekhawatiran ini dapat ditanggulangi, emisi gas metan yang muncul bisa dikurangi. Caranya adalah dengan memperbaiki kualitas makanan ternak. Bila tidak, manfaatkanlah kotoran ternak tadi sebagai biogas. Di beberapa daerah, seperti Solo, implementasi sisa produksi menjadi biogas telah dilakukan dengan
57

memanfaatkan kotoran ternak menjadi sumber energi panas untuk kebutuhan dapur. Bahkan daerah tersebut telah berhasil merancang kompor khusus seperti layaknya kompor gas elpiji. Hal ini merupakan bukti bahwa biogas bisa diterapkan sebagai bahan bakar alternatif. Hanya saja bahan bakar ini membutuhkan sosialisasi dan transfer teknologi dari berbagai pihak.

Gas Rawa Biogas biasanya dikenal sebagai gas rawa atau lumpur. Gas campuran ini didapat dari proses perombakan kotoran ternak menjadi bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen. Proses ini dikenal dengan nama anaerob. Selama proses fermentasi, biogas pun terbentuk. Dari fermentasi ini, akan dihasilkan campuran biogas yang terdiri atas metana (CH4), karbon dioksida, hidrogen, nitrogen dan gas lain seperti H2S. Metana yang dikand ung biogas berjumlah 54 70 persen, sedang karbon dioksida antara 27 43 persen. Gas-gas yang lain hanya memiliki persentase yang lebih sedikit. Selama proses tersebut, mikroba yang bekerja butuh makanan. Makanan tersebut mengandung karbohidrat, lemak, protein, fosfor dan unsur-unsur mikro. Lewat siklus biokimia, nutrisi tadi akan diuraikan. Dengan begitu, akan dihasilkan energi untuk tumbuh. Dari proses pencernaan anaerobik ini akan dihasilkan gas metan. Bila unsur- unsur dalam makanan tadi tidak berada dalam takaran yang seimbang alias kurang, bisa dipastikan produksi enzim untuk menguraikan molekul karbon komplek oleh mikroba akan terhambat. Untuk menjamin semuanya berjalan dengan lancar, unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Dalam pertumbuhan mikroba yang optimum biasanya dibutuhkan perbandingan unsur C : N : P sebesar 100 : 2,5 : 0,5. Selain masalah nutrisi, terdapat faktor lain yang perlu dicermati karena dapat berpotensi mengganggu jalannya proses fermentasi. Hal ini dikarenakan ada beberapa senyawa yang bisa menghambat proses penguraian dalam suatu unit biogas. Untuk itu, saat menyiapkan bahan baku untuk produksi biogas, bahan-bahan pengganggu seperti antibiotik, desinfektan dan logam berat harus diperhatikan saksama. Gas metan hasil fermentasi ini akan menyumbang nilai kalor yang dikandung biogas, besarnya antara 590 700 K.cal per kubik. Sumber utama nilai kalor biogas berasal dari gas metan itu, plus sedikit dari H2 serta CO. Sedang karbon dioksida dan gas nitrogen tidak memiliki konstribusi dalam soal nilai panas tadi.
58

Sementara dalam hal tingkat nilai kalor yang dimiliki, biogas punya keunggulan yang signifikan ketimbang sumber energi lainnya, seperti coalgas (586 K.cal/m3) ataupun watergas (302 K.cal/m3). Nilai kalor biogas itu kalah oleh gas alam (967 K.cal/m3). Bahkan, setiap kubik biogas setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum gases), setengah liter bensin dan setengah liter minyak diesel. Biogas pun sanggup membangkitkan tenaga lstrik sebesar 1,25 1,50 kilo i watt hour (kwh).

Dari nilai kalor yang dikandung, biogas mampu dijadikan sumber energi dalam beberapa kegiatan sehari- hari. Mulai dari memasak, pengeringan, penerangan hingga pekerjaan yang membutuhkan pemanasan (pengelasan). Selain itu, biogas juga bisa dipakai sebagai bahan bakar untuk menggerakkan motor. Namun untuk keperluan ini, biogas sebelumnya harus dibersihkan dari kemungkinan adanya gas H S karena gas tersebut bisa menyebabkan korosi. Agar 2 tidak menimbulkan gas ya ng berbau tersebut, maka biogas tersebut harus dilewatkan pada ferri oksida. Ferri oksida inilah yang akan mengikat (gas) H2 S sehingga korosi dapat dicegah. Apabila biogas digunakan sebagai bahan bakar motor maka diperlukan sedikit modifikasi pada sistem karburator. Hasil kerja motor dengan bahan bakar biogas ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembangkit tenaga listrik, pompa air dan lainnya. Selain itu, biogas juga bisa dipadukan dengan sistem produksi lain.

VII.2.3. Katalitik Konverter Dengan adanya tuntutan lingkungan akan mengakibatkan adanya perubahan pada industri automotive. Kendaraan bermotor (mobil) yang diproduksi dituntut agar gas buangannya lebih dapat dilendalikan, yaitu dengan perubahan pada mesin - mesin mobil serta pemasangan Catalytic Converter pada sistem gas buang sehingga kadar gas buang yang tidak dikehendaki seperti gas CO, NOx, SOx, dan Volatile

Hidrocarbon dapat ditekan / dikurangi. Catalytic Converter tersebut membutuhkan bahan bakar yang tidak mengandung timah hitam / lead ( unleaded gosaline), karena timah hitam akan merusak /meracuni katalis pada catalytic converter tersebut. Pada masa mendatang kendaraan bermotor (mobil) yang dilengkapi dengan Catalytic Converter akan menggeser mobil- mobil tua yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter. Kendaraan ini dengan sendirinya akan merubah distribusi
59

konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor (gasoline) yaitu dari leaded gasoline menjadi Unleaded gasoline. Khusus di Indonesia, penerapan program rephasing TEL/Lead secara bertahap telah dilaksanakan dan akan terus dilanjutkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada. Pada tahun 1990 Pertamina telah

melakukan usaha mengurangi kandungan TEL/Lead dalam gasoline dari 2.5 cc/USG menjadi 1.5 cc/USG atau 0.45 gr /Liter. Usaha tersebut akan terus dilanjutkan dengan rencana program Lead Free secara bertahap sesuai dengan tuntutan

kebutuhan dan kemampuan yang ada, dan sejalan dengan program Lead Free maka akan diarahkan kepada program Reformulated Gasoline dimasa mendatang.

VII.3. Penutup

Secara umum emisi gas buang terdiri dari partikulat, hidrokarbon, sulfur oksida dan nitrogen oksida. Partikulat merupakan hasil pembakaran kendaraan bermotor yang tidak sempurna yang berupa fasa padat terdisperi di udara. Partikulat ini dapat mengakibatkan berkurangnya jarak pandang dan dapat menganggu

ksesehatan mahluk hidup. Hidrokarbon juga meripakan hasil pembakaran tak sempurna pada kendaraan yang menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat dalam bahan bakar. Senyawa aromatik dapat mengakibatkan pencemaran udara karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker (carcinogenic). Karbon monoksida berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar yang merupakan gas yang tak berwarna, tak berasa dan tak berbau.gas ini dapat menganggu pernafasan pada konsentrasi yang tinggi. Sulfur dioksida juga berdampak negatif terhadap lingkungan, material maupun manusia. Pada manusia, asam sulfat (H2 SO4), sulfur dioksida (SO2 ) dan garam sulfat dapat menimbulkan iritasi pada membran lendir saluran pernapasan dan memperparah penyakit pernapasan. Karena dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh emisi gas buang ini maka perlu diambil suatu tindakan pengendaliannya. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti: Uji emisi sehingga membatasi kendaraan yang berpotensi untuk menghasilkan emisi gas buang yang berbahaya, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, dan penggunaan katalitik konverter untuk mengkonversikan gas buang yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

60

DAFTAR PUSTAKA
1. Ir. Djainudin Semar, Ir. Widjoseno Kaslan, Pengaruh Penambahan Aditif Octane Booster AOB-17 sampai AOB-31 Terhadap Perubahan Angka Oktana dan Sifat Fisika-Kimia Bensin premium 88, Jurnal Lemigas, 1999. 2. Kobe, KA and McKetta, Advences in Petroleum Chemistry and Refining, 10 vols, Interscience, New York, 1985. 3. KPBB,Kebijakan Energi Bersih Melalui Penghapus BensinTimbal (Pb), E law Indonesia Page. http://members.fortunecity.com/lingkungan/artikel/timbal.htm 4. McGraw Hill Company, Chemical and process Technology Encyclopedia, Editor in Chief Douglas M. Considine, consulting engineer, Loa Angeles, California, USA. 5. Measurement of Octane Number in Gasoline, http://www.hgcinc.com. 6. Pertamina, Bahan Bakar Minyak LPG dan BBG, Februari 2001. 7. Roekmijati,Senyawa Aditif Pengganti TEL, Kilang edisi 2002, IMGP. 8. Sand, Peter,Air Pollution in Europe : International Policy Responses, Environment volume 29 nomor 10, December 1987. 9. Shreve, R. Norris, Chemical Engineering Series, The Chemical Process Industries, Second Edition, New York, Toronto, London, 1956. 10. Soedarmo, Muda A., Marlono Y., Konsep pengembangan BBG Sebagai Energi Substitusi BBM. http://www.iatmi.org/makalah/bbg.htm. 11. Solomons, Graham, Fundamental of organic Chemistry, University of South Florida. 12. World Resources Institute, Car Trouble: How New Technology, Clean Fuel and Creative Thinking Can Revive the Auto Industry and Save Our Cities from Smog and Gridlock, Boston: Beacon Press, 1993. 13. http://www.pertamina.com/indonesia/head_office/hupmas/news/Bpertamina/2 002/Februari/25Februari_2002/BP250202M416.html 14. http://www.pertamina.com/indonesia/head_office/hupmas/news/Pressrelease/2 001/PR24010116.htm 15. http://www.bappedajakarta.go.id/kilas/lingkungan2.html. 16. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0105/06/iptek/tima22.htm 17. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/08/iptek/timb22.htm

61

18. http://www.geocities.com/kincir2002/artikel/a4-biodiesel_sawit.htm 19. http://www.balikpapan.indonet.id/corporate/uppdn6/trend.htm 20. http://www.iptek.net.id/ind/berita/138.htm 21. http://www.ppmplp.depkes.go.id/artikel/pbadkl.html 22. http://www.berita- ui.net/bacaberita.asp/IDBerita=86

62

You might also like