You are on page 1of 21

Dimensi Desain Organisasi Menurut Richard L. Daft (1998:15), dimensi desain organisasi terdiri dari 2 tipe yaitu: 1.

Dimensi Struktural, yaitu dimensi yang menggambarkan karakteristik internal dari organisasi dan menciptakan suatu dasar untuk mengukur dan membandingkan organisasi. Dimensi struktural terdiri dari: a. Formalisasi Formalisasi mengacu pada suatu tingkat yang terhadapnya pekerjaan di dalam organisasi itu dibakukan (Bedelan & Zammuto, 1991:129). Jika suatu pekerjaan sangat diformalkan, maka pelaksana pekerjaan tersebut mempunya tingkat keleluasaan yang minimum mengenai apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana ia harus mengerja kan. Ada 3 macam jenis formalisasi, yaitu: Formalisasi berdasarkan pekerjaan, formalisasi berdasarkan aliran pekerjaan, dan formalisasi berdasarkan peraturan. b. Spesialisasi Spesialisasi hakikatnya ialah daripada dilakukan oleh satu individu, lebih baik seluruh pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, dengan tiap langkah diselesaikan oleh seorang individu yang berlainan (Daft, 1998:16). Suatu spesialisasi kerja ikatakan bersifat ekstensif apabila setiap karyawan hanya mengerjakan tugas-tugas tertentu yang sempit wilayahnya. Suatu spesialisasi dikatakan rendah apabila karyawan mengerjakan tugas-tugas yang mempunyai batasan yang luas. Ada 2 (dua) tipe spesialisasi, yaitu: 1. Spesialisasi horisontal Spesialisasi horisontal ini menunjuk pada ruang lingkup suatu pekerjaan, atau pada tingkat mana seorang karyawan melakukan suatu pekerjaan yang lengkap. Semakin kecil bagian suatu karyawan terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan, maka semakin horizontal tingkat spesialisasi pada pekerjaan tersebut. 2. Spesialisasi vertikal Spesialisasi vertikal menunjuk pada tingkat kontrol yang dimiliki oleh seorang karyawan terhadap suatu pekerjaan. Semakin banyak keputusan yang dibuat oleh seorang karyawan, mengenai bagaimana dan kapan harus melakukan suatu tugas, dan semakin terbatas perilaku karyawan untuk melakukan tugas tersebut diatur oleh peraturan, prosedur, pengawasan ataupun teknologi, semakin rendah tingkat spesialisasi vertikalnya. c. Standarisasi Standarisasi menunjuk pada prosedur yang di desain untuk membuat aktivitas organisasi menjadi teratur, dan hal ini secara otomatis akan memfasilitasi adanya koordinasi (Jackson & Morgan, 1978:92). d. Hierarki Otoritas. Otoritas merupakan bentuk dari kekuasaan yang ada pada suatu posisi atau kantor (Robbins, 2003:429). Ketika hak untuk mengatur bawahan termasuk dalam otoritas seseorang, maka otoritas tersebut memberikan hak untuk membatasi pilihan dan perbuatan yang dilakukan oleh bawahan. Hirarki berhubungan dengan span of control, yaitu jumlah karyawan yang melapor pada seorang supervisor. Ketika span of control ini sempit, hirarki otoritasnya cenderung tinggi, ketika span of control ini lebar, hirarki otoritasnya akan lebih pendek.

e. Kompleksitas Kompleksitas menunjuk pada jumlah aktivitas maupun subsistem pada organisasi. Kompleksitas bisa diukur melalui 3 (tiga) diferensiasi yaitu vertikal, horizontal dan spatial. 1. Diferensiasi vertikal. Semakin banyak tingkatan yang ada antara manajemen puncak dengan bagian operasional, organisasi tersebut semakin kompleks. 2. Diferensiasi horisontal adalah jumlah jenis pekerjaan satu departemen yang ada pada organisasi. Semakin banyak jumlah pekerjaan yang ada pada suatu organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keahlian khusus, semakin tinggi kompleksitas horisontal pada organisasi tersebut. 3. Diferensiasi spasial adalah jumlah daerah dari keberadaan organisasi secara fisik. Dengan meningkatnya diferensiasi spasial ini maka semakin tinggi pula kompleksitasnya. f. Sentralisasi Istilah sentralisasi mengacu pada sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Dikatakan bahwa ketika manajemen puncak membuat keputusan-keputusan kunci dalam organisasi dengan masukan yang terbatas dari karyawan yang berada di bawahnya, maka organisasi tersebut memiliki tingkat sentralisasi tinggi. Sebaliknya, semakin banyak karyawan yang berada di bawah manajemen puncak memberikan masukan bagi pengambilan keputusan, maka dikatakan bahwa organisasi lebih terdesentralisasi.Pada perusahaan yang memiliki karakter sentralisasi tinggi akan mempunyai struktur yang berbeda dengan perusahaan yang terdesentralisasi. g. Profesionalisme Profesionalisme adalah level dari pendidikan formal dan training yang harus dimiliki dan diikuti oleh karyawan. Profesionalisme dianggap tinggi apabila karyawan harus mengikuti training dalam jangka waktu yang lama untuk memegang suatu pekerjaan atau jabatan pada perusahaan. h. Personnel ratio. Personel ratio menunjuk pada jumlah karyawan pada suatu fungsi atau departemen tertentu. 2. Dimensi Kontekstual, yaitu dimensi yang menggambarkan keseluruhan dari suatu organisasi. Dimensi ini memperlihatkan susunan organisasi yang mempengaruhi dan membentuk suatu dimensi struktural organisasi, yang terdiri dari: a. Ukuran. Ukuran adalah besarnya suatu organisasi yang terlihat dari jumlah orang dalam organisasi tersebut. b. Teknologi Organisasi. Teknologi organisasi adalah dasar dari subsistem produksi, termasuk teknik dan cara yang digunakan untuk mengubah input organisasi menjadi output. c. Lingkungan. Lingkungan mencakup seluruh elemen di luar lingkup organisasi. Elemen kunci mencakup industri, pemerintah, pelanggan, pemasok dan komunitas finansial. Bentuk Desain Organisasi Bentuk dari desain organisasi ini ditentukan oleh tingkat formalisasi yang dilakukan, tingkat sentralisasi dalan organisasi, kualifikasi karyawan, span of control yang ada serta komunikasi dan koordinasi yang ada dalam organisasi (Robbins,2003:136). Bentuk desain organisasi terdiri dari: a. Organic

Pada organisasi yang berbentuk organic, maka dalam organisasi ini terdapat tingkat formalisasi yang rendah, terdapat tingkat sentralisasi yang rendah, serta diperlukan training dan pengalaman untuk melakukan tugas pekerjaan. Selain itu terdapat span of control yang sempit serta adanya komunikasi horisontal dalam organisasi. b. Mostly Organic Pada organisasi yang berbentuk mostly organic, formalisasi dan sentralisasi yang diterap kan berada di tingkat moderat. Selain itu diperlukan pengalaman kerja yang banyak dalam organisasi ini. Terdapat span of control yang bersifat antara moderat sampai lebar serta lebih banyak komunikasi horisontal yang bersifat verbal dalam organisasi tersebut. c. Mechanistic Pada organisasi yang berbentuk mechanistic, terdapat ciri-ciri yaitu: adanya tingkat formalisasi yang tinggi, tingkat sentralisasi yang tinggi, training atau pengalaman kerja yang sedikit atau tidak terlalu penting, ada span of control yang lebar serta adanya komunikasi yang bersifat vertikal dan tertulis. d. Mostly Mechanistic Pada jenis organisasi ini, terdapat ciri-ciri yaitu: adanya formalisasi dan sentralisasi pada tingkat moderat, adanya training-training yang bersifat formal atau wajib, span of control yang bersifat moderat serta terjadi komunikasi tertulis maupun verbal dalam organisasi tersebut. Labels: Manajemen

Diperensiasi ras adalah pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri-ciri fisiknya.

Sentralisasi dan Desentralisasi dalam Organisasi


Published by shellz on March 15, 2011 | 0 Comment
y

Pengertian Sentralisasi

Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
y

Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.

Secara teoritis, sentralisasi memiliki keunggulan. Keunggulannya adalah:

1. Organisasi menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat sehingga pengambilan keputusan lebih mudah. 2. Perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu jenjang koordinasi yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan yang akan melaksanakan atau terpengaruh oleh pengambilan keputusan tersebut. 3. Peningkatan resource sharing dan sinergi. Sumberdaya dapat dikelola secara lebih efisien karena dilakukan secara terpusat. 4. Pengurangan redundancies aset dan fasilitas lain. Satu aset dapat dipergunakan secara bersama-sama tanpa harus menyediakan aset yang sama untuk pekerjaan yang berbedabeda. 5. Perbaikan koordinasi. Koordinasi menjadi lebih mudah karena adanya unity of command. 6. Pemusatan expertise. Keahlian dari anggota organisasi dapat dimanfaatkan secara maksimal karena pimpinan dapat memberi wewenang
y

Kelemahan sentralisasi adalah:

1. Kemungkinan penurunan kecepatan pengambilan keputusan dan kualitas keputusan. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sentralisasi seringkali tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan keputusan tersebut. 2. Demotivasi dan disinsentif bagi pengembangan unit organisasi. Anggota organisasi sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wahana dan dominasi pimpinan yang terlalu tinggi. 3. Penurunan kecepatan untuk merespon perubahan lingkungan. Organisasi sangat bergantung pada daya respon sekelompok orang saja. 4. Peningkatan kompleksitas pengelolaan. Pengelolaan organisasi akan semakin rumit karena banyaknya masalah pada level uniit organisasi yang di bawah. 5. Perspektif luas, tetapi kurang mendalam. Pimpinan organisasi akan mengambil keputusan berdasarkan perspektif organisasi secara keseluruhan tapi tidak atau jarang mempertimbangkan implementasinya akan seperti apa.
y

Konsep desentralisasi memiliki keunggulan. Keunggulan Desentralisasi adalah:

Definisi / Pengertian Sentralisasi dan Desentralisasi - Ilmu Ekonomi Manajemen


Tue, 23/05/2006 - 9:46pm godam64

A. Sentralisasi Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. B. Desentralisasi Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

Pola Komunikasi Organisasi di PT. Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office.
Aji Prakoso Yudistiro , 3354303028 (2007) Pola Komunikasi Organisasi di PT. Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office.. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
PDF (Pola Komunikasi Organisasi di PT. Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office. ) - Published Version Restricted to Registered users only Request a copy

Abstract
Pola komunikasi organisasi merupakan bagian yang sangat penting dalam penyampaian informasi dari seorang pimpinan kepada para karyawan, yaitu meliputi sumber informasi, sebagai pusat ingatan bagi organisasi dan penciptaan gagasan atau ide-ide agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan atau instansi. Pola komunikasi merupakan salah satu faktor penting guna memperlancar arus produksi, oleh karena itu, dalam perusahaan komunikasi dalam penyampaian informasi sangatlah penting guna mendukung faktor-faktor produksi perusahaan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi organisasi yang dilakukan, faktor yang mempengaruhi, kendala-kendala yang dihadapi pada PT Asuransi Jiwasyara Semarang Barat Branch Office. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi, faktor yang mempengaruhi, kendala-kendala yang dihadapi. Objek kajian dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pola komunikasi organisasi pada PT Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office, yang berlokasi di jalan S. Parman No. 29 A Semarang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode wawancara dan metode dokumentasi. Metode pengolahan data yang dilakukan adalah analisisi kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka, pengolahan data ini melalui tiga proses yaitu reduksi data, penguji data dan penarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pola komunikasi organisasi di PT Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office sudah baik yaitu telah melaksanakan tahap-tahap dalam pola komunikasi organisasi pada umumnya, yaitu meliputi pola komunikasi yang dilakukan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan kendalakendala yang dihadapi, walaupun masih ada kekurangan dalam penerapan yang dilakukan di perusahaan, tetapi pola komunikasi organisasi di perusahaan sudah berjalan dengan baik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pola komunikasi organisasi di PT Asuransi Jiwasraya Semarang Barat Branch Office, meliptui pola komunikasi yang dilakukan, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan kendala-kendala yang dihadapi. Saran penulis dalam hal ini agar penerapan pola komunikasi di PT. Asuransi Jiwasraya harus lebih bermusyawarah dan tidak bersifat individual dalam penyampaian usulan atau ide yang membangun guna pencapaian tujuan perusahaan dan sarana dan prasarana pengembangan harus lebih ditingkan guna meningkatkan kualitas karyawan dalam bekerja.

1 Komunikasi Organisasi A. Pendahuluan Para ahli manajemen sumberdaya manusia menyebutkan, bahwa upaya meningkatkan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen dalam meningkatkan motivasi dan kemampuan sumberdaya manusia organisasi itu sendiri. Pendapat seperti itu didukung oleh keyakinan bahwa, tinggi rendahnya produktivitas kerja individu anggota organisasi ditentukan oleh motivasi dan kemampuan (Mejia, Balkin dan Cardy, 1998). Bagi pakar perilaku organisasi seperti Robbins (1996) misalnya, produktivitas kerja telah dipandang sebagai salah satu human output, yaitu sebagai hasil dari interaksi antara karakteristik individu (nilai dan sikap, kemampuan, motivasi), karakteristik kelompok (strukutur kelompok, konflik, komunikasi, tim kerja, kekuasaan, dan kepemimpinan), serta karakteristik organisasi (budaya organisasi, struktur organisasi, teknologi, desain pekerjaan, kebijakan dan praktik sumberdaya manusia). Karena itu, persoalan bagaimana meningkatkan produktivitas kerja akan ditentukan oleh kemampuan manajemen dalam mengidentifikasi karakteristik individu anggota organisasi, karakteristik kelompok maupun karakteristik organisasi, serta bagaimana ketiga faktor tersebut saling berinterelasi. Robert M. Ranflt (A. Dale Timpe, 1992: 106-120) setelah menelaah ratusan penemuan studi tentang produktivitas, menyimpulkan terdapat tujuh faktor kunci sebagai sumber pemacu produktivitas tinggi, yaitu (1) keahlian manajemen yang bertanggung jawab, (2) kepemimpinan yang luar biasa, (3) kesederhanaan organisasional dan operasional, (4) kepegawaian yang efektif, (5) tugas yang menantang, (6) perencanaan dan pengendalian tujuan, serta (7) pelatihan manajerial. Sondang P. Siagian (2002: 10-34), setelah menelaah lebih dari 60 kepustakaan yang erat berkaitan dengan peningkatan produktivitas kerja menyimpulkan ada empat kelompok faktor penentu keberhasilan upaya peningkatan produktivitas kerja sebagai berikut: (1) Perbaikan terus menerus, meliputi perubahan strategi organisasi, kebijakan, pemanfaatan teknologi, serta perubahan dalam praktik-praktik sumberdaya manusia. (2) Peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. (3) Pemberdayaan sumberdaya manusia, maksudnya mengakui harkat dan martabat anggota organisasi sebagai manusia, menghargai dan mengakui hak-hak para anggota organisasi, penerapan gaya manajemen yang sesuai, perkayaan mutu kekaryaan melalui penyelia yang simpati, tugas pekerjaan yang menantang, sistem imbalan yang efektif, kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan, serta adanya umpan balik pekerjaan. (4) Filsafat organisasi yang dilandasi oleh fokus perhatian pada kepuasan pelanggan, pemupukan loyalitas dan komitmen anggota organisasi, perhatian pada budaya organisasi, serta pentingnya ketentuan formal dan prosedur. Berdasarkan telaah Robert M. Ranflt dan Sondang P. Siagian di atas, inti dari semua upaya peningkatan produktivitas organisasi adalah terletak pada sampai sejauhmana seorang pemimpin mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin. Oleh karena itu para pakar

bersepakat bahwa inti dari manajemen (administrasi) adalah kepemimpinan. Keterkaitan administrasi, manajemen, dan kepemimpinan, Saefullah (2005) mengelistrasikan sebagai berikut. Gambar 1. Inti Administrasi

Sumber: Djadja Saefulah. 2005. Filsafat Administrasi. Bandung: UNPAD Saefullah (2005) mengungkapkan lebih jauh bahwa keberhasilan pemimpin dalam menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuannya dalam membina hubungan (human relation). Sehingga pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu berinteraksi dengan bawahannya secara kondusif, yang mampu mengakomodasi nilai-nilai bersama secara kolektif, serta mampu memobilisasi orang-orang untuk bertindak sebagai satu kesatuan. Keberhasilan pemimpin dalam membina hubungan dengan seluruh anggota organisasi, tidak terlepas dari kemampuan pimpinan dalam membina komunikasi. Sehingga peran komunikasi yang dikembangkan oleh pimpinan akan berdampak pada pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin perlu memahami komunikasi dalam organisasi. B. Pengertian Komunikasi (Organisasi) Secara sederhana komunikasi diartikan sebagai kegiatan tukar menukar informasi atau pesan atau berita antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama. Secara umum, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari pihak pengirim (baca: komunikator) kepada pihak penerima (baca: komunikan). Sumartono (2003: 34) mengemukakan bahwa komunikasi sesungguhnya merupakan transaksi pesan atau informasi. Oleh karena itu komunikasi ada di mana-mana, dibutuhkan oleh setiap orang, dan bahkan berlangsung setiap saat. Dengan demikian dalam proses komunikasi tentu saja bukan sebatas pengiriman ataupun penerimaan pesan, melainkan mempunyai makna esensial yang lebih mendalam. Inti kegiatan komunikasi adalah tercapainya mutual understanding (kesamaan pemahaman) atas isi pesan yang disampaikan. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur yang mutlak harus dipenuhi. Kelima unsur komunikasi ini merupakan kesatuan yang utuh dan bulat. Bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Jadi setiap unsur dalam komunikasi itu

mempunyai hubungan yang sangat erat serta saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya keberhasilan komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut. Kelima unsur komunikasi itu adalah: (1) Komunikator (sender), yaitu orang yang menyampaikan informasi, ide, pesan, gagasan (sumber berita). (2) Komunikan (receive), yaitu orang yang menerima berita atau pesan. (3) Pesan (message) adalah ide atau gagasan yang akan disampaikan kepada komunikan, yang penyampaiannya siubah menjadi lambang-lambang. (4) Media (channnel), yaitu alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. (5) Tanggapan (respon), yaitu umpan balik (feed back) dari komunikan kepada komunikator. Dalam prakteknya, peristiwa komunikasi terjadi dalam bentuk saling membagi informasi, namun ada pula yang membagi gagasan dan sikap, baik secara lisan maupun secara tertulis. Informasi secara lisan terjadi jika si pemberi informasi (komunikator/sender) berhadap-hadapan atau bertemu muka dengan si penerima informasi (komunikan/receiver). Pemberian informasi melelui telepon, radio, dan melalui televisi, masih tergolong ke dalam pemberian informasi secara lisan. Selanjutnya informasi secara tertulis terjadi jika pemberi informasi tidak mungkin dapat berhadap-hadapan dengan penerima informasi dan tidak mungkin menggunakan media seperti tertera di atas. Sarana komunikasi tertulis yang biasa digunakan untuk keperluan seperti yang digambarkan di atas terdiri atas beberapa macam, diantaranya pers/media cetak (misalnya koran, majalah, buletin), surat, buku panduan, papan pengumuman, uraian tugas, dan lain sebagainya. Ig Wursanto (1994:34) menyebutkan bahwa ada tiga macam bentuk berita, yang dapat mempengaruhi penggunaan atau pemilihan media/channel/saluran dalam proses komunikasi, diantaranya: (1) berita yang bersifat audible, yaitu berita yang dapat didengar, baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) berita yang bersifat visual, yaitu berita yang dapat dilihat, yang berbentuk tulisan, gambar-gambar, poster serta tanda-tanda seperti sinar lampu, atau bendera. (3) berita yang bersifat audio visual, yaitu barita yang dapat didengar dan dilihat, baik melelui televisi, film, pameran, maupun kesenian. Berdasarkan telaah tentang pengertian komunikasi sebagaimana diungkapkan di atas, selanjutnya kita dapat menyebutkan pengertian tentang komunikasi organisasi. Devito (1997:340) menyatakan komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan baik dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun kelompok informal organisasi. Jadi, komunikasi organisasi dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara orangorang yang berada di dalam organisasi itu sendiri, juga di antara orang-orang yang berada di dalam organisasi dengan publik luar, dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan. Katz dan Kahn (dalam Muhammad, 1995:65) mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan arti di dalam ;suatu organisasi. Selanjutnya, dikatakan bahwa organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan.

Menurut Pace dan Faules (2002:31) terdapat dua perspektif utama yang akan mempengaruhi bagaimana komunikasi organisasi didefinisikan, yaitu 1) perspektif objektif, dan 2) perspektif subjektif. Perspektif objektif menekankan definisi komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Fokusnya adalah penanganan pesan, yakni menerima, menafsirkan, dan bertindak berdasarkan informasi dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi. Disini, komunikasi dipandang sebagai alat untuk merekayasa atau mengkonstruksi organisasi yang memungkinkan individu (anggota organisasi) beradaptasi dengan lingkungan organisasi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya. Menurut Pace dan Faules (2002:33) perspektif subjektif mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi diantara unit-unit organisasi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Fokusnya adalah bagaimana individu anggota organisasi bertransaksi dan kemudian memberi makna terhadap peristiwa komunikasi yang terjadi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan bergantung kepada makna informasi itu bagi mereka. Dengan demikian, definisi komunikasi organisasi baik dilihat dari perspektif objektif maupun perspektif subjektif adalah sebagai proses penciptaan dan penafsiran informasi diantara unit-unit komunikasi sebagai bagian dari suatu organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, komunikasi organisasi dipandang sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi di antara unit-unit organisasi yang memungkinkan sistem komunikasi organisasi berfungsi secara efektif. Perbedaannya terletak pada fungsi yang dimainkan oleh proses komunikasi organisasi itu sendiri bagi individu yang terlibat dalam peristiwa komunikasi organisasi. Perspektif objektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi dalam organisasi menciptakan, menafsirkan, dan bertindak atas dasar informasi yang diterimanya dalam suatu konteks tertentu. Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi dipandang sebagai alat yang memungkinkan para anggota organisasi beradaptasi dengan organisasi. Sedangkan perspektif subjektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi itu bertransaksi dan menciptakan makna dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi dan bagaimana mereka bertindak atas dasar pemaknaannya sendiri terhadap informasi yang diterimanya. Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi organisasi tidak eksis sampai ia diciptakan dan ditafsirkan oleh para anggota organisasi. Mengenai pengertian komunikasi organisasi, Muhammad (1995:67) menjelaskan bahwa: (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuannya, arah dan media. (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilan/skilnya. C. Aspek-aspek Komunikasi dalam Organisasi Pace dan Faules (2002:553) mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu: Pertama, Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan,

ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi. Dalam konteks komunikasi organisasi mengolah dan memproses informasi tersebut menurut Pace dan Faules (2002:553) ada lima faktor penting yang harus diperhatikan agar organisasi berjalan efektif. Ke lima faktor tersebut, yaitu (1) kualitas media informasi, (2) aksesibilitas informasi, (3) penyebaran informasi, (4) beban informasi, dan (5) ketepatan informasi. Kualitas media informasi berkaitan dengan penerbitan, petunjuk tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), video conferencing, voice messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut dinilai menarik, tepat, efisien, dan dapat dipercaya, lazimnya para pegawai cenderung menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas output organisasi. Aksesibilitas informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai sumber dalam organisasi. Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud menurut Pace dan Faules (2002:556) seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan langsung atau tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia langsung, dan juga dari informasi tertulis. Katz dan Kahn (dalam Mitchell dan Larson, 1987:296) menyebutkan ada lima jenis informasi yang dapat diakses dari atasan oleh para bawahannya, yaitu: (a) Job Instruction. Directives stating what should be done and/or how to do it. (b) Job rationale. Information designed to produce an understanding of the task and its relationship to other organizational task. (c) Procedures and practices. Information about regulations, policies, and benefits. (d) Performance feed back. Information about how well an individual, group, or organizational unit is performing. (e) Indoctrinations of goals. Information of an ideological nature design to inculcate a sense of mission. Penyebaran informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi disebarkan keseluruh bagian dalam organisasi dan bagaimana pula menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Montana (da1am Purwanto, 2003:26) mengemukakan bagi organisasi yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi organisasi yang berskala besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan pegawai, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit yang pada pelaksanaannya akan membentuk suatu pola yang disebut pola komunikasi (patterns of communications). Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke dalam saluran komunikasi formal (.formal communications channel) dan saluran komunikasi non formal (informal communications channel). Dalam kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi diagonal. Beban Informasi. Menurut Pace dan Faules (2002:498) beban informasi berkaitan dengan seberapa jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani atau yang mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif. Ketepatan Informasi. Menurut Pace dan Faules (2002:498) ketepatan informasi berkaitan dengan seberapa jauh (berapa bit) informasi yang diketahui anggota organisasi tentang suatu

informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah bit informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi. Ketepatan informasi (information fidelity) dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan kecermatan. Artinya, sejauhmana para anggota organisasi memahami jumlah informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan jumlah informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu. Kedua. Iklim Komunikasi Organisasi. Pace dan Faules (2002:149) mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya.. Dalam melakukan interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi. Ketiga. Kepuasan Komunikasi Organisasi. Redding (dalam Pace dan Faules, 2002:164) mengungkapkan bahwa istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya. Downs dan Hazzen (1997) dalam Pace dan Faules (2002:164) mengemukakan delapan dimensi kepuasan komunikasi yaitu sebagai berikut. (1) Sejauhmana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak kepada organisasi. (2) Sejauhmana para penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan. (3) Sejauhmana pra individu menerima informasi tentang lingkungan kerja saat itu. (4) Sejauhmana pertemuan-pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan jumlah komunikasi, dalam organisasi cukup. (5) sejauhmana terjadinya desas-desus dan komunikasi horizontal yang cermat dan mengalir bebas. (6) Sejauhmana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai. (7) Sejauhmana para bawahan responsif terhadap komunikasi ke bawah dan memperkirakan kebutuhan penyelia. (8) Sejauhmana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana kinerja mereka dihargai. D. Proses Komunikasi Pada umumnya, setiap peristiwa/proses komunikasi diharapkan dapat berjalan dengan baik, informasi yang disampaikan dapat diterima dengan tepat waktu, agar pihak penerima informasi dapat dengan segera memberikan respon terhadap isi berita yang diterimanya. Namun kenyataannya tidak selalu demikian, kadang-kadang tidak lancar. Timbul gangguan-gangguan (noise), baik berupa gangguan lingkungan, gangguan fisik, gangguan bahasa, maupun gangguangangguan lainnya yang mugkin disebabkan oleh perbedaan latar belakang pihak pengirim dan penerima, sehingga dapat mengurangi keakuratan atau ketepatan pesan yang disampaikan. Dari adanya gangguan-gangguan tersebut di atas, akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut: 1. berita yang dikomunikasikan tidak sampai atau terlambat sampai ketujuan.

2. berita yang dikomunikasikan tidak dipahami oleh pihak penerima. 3. penerima salah menafsirkan, dan akibat dari salah menafsirkan akan menyebabkan sipenerima salah dalam mengambil keputusan. 4. berita tidak ditanggapi sebagai mana mestinya, atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali. Gambar 2. Proses Komunikasi

Untuk menghindarkan dari gangguan-gangguan tersebut, baik pengirim maupun penerima informasi pada akhirnya harus memahami tanggung jawabnya masing-masing. Diantaranya yang merupakan tanggung jawab utama dari seorang pengirim/komunikator adalah: (1) mengirim pesan dengan jelas. (2) memilih channel/saluran/media yang cocok untuk mengirim pesan. (3) Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik. Selain dari itu komunikator dalam menyampaikan berita harus memperhatikan dengan siapa dan kepada siapa ia berkomunikasi atau kepada siapa berita akan disampaikan. Dan penyampaian berita harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan pihak penerima. Selanjutnya tanggung jawab dari penerima informasi/komunikan, antara lain: (a) berkonsentarasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan pesan yang diterima. (b) Memberikan umpan balik kepada pengirim untuk memastikan pembicaraan/pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti. Ini sangat penting terutama pada pesan yang dikirim secara lisan. Dengan diterimanya umpan balik dari pihak komunikan, maka akan terjadi komunikasi dua arah (two ways traffic atau two ways flow communication). Apabila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar. E. Komunikasi yang Efektif Komunikasi yang berhasil mampu menjawab peluang dan bahkan memprediksi apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Sumartono (2003: 26) lebih lanjut menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi mencerminkan adanya kecerdasan komunikasi. Kecerdasan komunikasi harus dilandasi oleh konsep AKAR. Dalam konsep AKAR, menurut Sumartono (2003: 46-73) ada empat komponen penting yang akan membentuk kecerdasan komunikasi, yaitu: 1. Analisis kekuatan diri: yaitu dengan memahami karakter pribadi dan mengenal potensi internal.

2. Kontrol emosi: yaitu dengan mengendalikan perasaan dan suasana hati ketika sedang berkomunikasi. Kemampuan mengontrol emosi merupakan bagian penting dalam membentuk kecerdasan emosi (emotional quotient), 3. Aktif: yaitu dengan menampilkan kreativitas dan berpartisipasi dinamis dalam berbagai aktivitas. 4. Refreshing: yaitu dengan melakukan upaya pemulihan stamina agar kita tetap memiliki keseimbangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Ada tiga macam refreshing, yaitu: fisik (untuk kebugaran tubuh), mental (untuk kestabilan psikologis), dan iman (untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa). Dalam proses komunikasi yang cerdas senantiasa terjadi dialog, yang kemudian akan menghasilkan respons, baik dalam bentuk respons langsung (melalui dialog interaktif) maupun respons tertunda (dialog tidak langsung). Melalui dialog interaktif, aspirasi kedua belah pihak dapat disampaikan secara langsung, adil, dan proporsional, sehingga dicapai situasi di mana masing-masing pihak bisa saling memahami. Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1991:13) yang menunjukkan indikator komunikasi efektif, yaitu paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Berikut ini beberapa strategi komunikasi efektif yang dapat dikembangkan dalam proses komunikasi. 1. Kembangkanlah iklim komunikasi yang interaktif dan dinamis dengan memberikan perhatian menyebar ke seluruh anggota organisasi secara proporsional, tidak difokuskan pada pegawai/unit tertentu: Berikanlah contoh yang baik dalam menyampaikan pesan, karena suatu saat perlakuan buruk yang diberikan pada orang lain akan berbalik pada diri kita sendiri, menjadi bumerang. 2. Berusahalah untuk bersikap adil. Seorang pimpinan yang selalu mencemooh pegawai yang terlambat akan mendapat cemoohan dari para bawahannya tatkala suatu saat pimpinannya datang terlambat. Ocehan ketidakpuasan dan kekecewaan akan keluar dari emosi bawahan yang merasakan adanya ketidakadilan perlakuan. 3. Kenalilah karakter dan potensi pegawai secara klasikal maupun individual. Misalnya menyangkut kemampuan intelektual, perilaku, wawasan, teman dekat atau kelompoknya, pengalaman, dan latar belakang keluarganya (sosial ekonomi, budaya, pendidikan). 4. Tunjukkanlah sikap empati, tidak a priori. Empati adalah kecerdasan kita dalam menemukan persamaan yang dimiliki orang lain dengan diri kita. (Sumartono, 2003: 85). 5. Laksanakanlah manajemen komunikasi secara fungsional. Buatlah rencana dan persiapan kerja dengan matang, yaitu: menyangkut penetapan tujuan, pemilihan media, perumusan pesan, dan strategi penyampaian. Organisasikan rencana tersebut secara profesional dan proporsional, kemudian laksanakan sesuai skenario. Gunakan strategi yang mengarah pada problem solving method. Selanjutnya, lakukanlah pengawasan dengan bijak namun tegas, serta evaluasi yang transparan. F. Kasus/Contoh

Ketika seorang guru sedang berada di kelas, salah tugas utamanya adalah mengajar. Berdasarkan skenario pembelajaran yang telah disusun guru, ditetapkan sejumlah kegiatan siswa dan guru untuk mencapai tujuan belajar, sesuai dengan lingkup materi pelajaran yang akan diajarkan. Misalnya, Kegiatan siswa: mencari informasi, mengamati berbagai fenomena bermasalah dalam kehidupan nyata, merumuskan masalah, berdiskusi dengan sesama siswa, mencari pemecahan masalah, melatih keterampilan tertentu, memberikan jawaban atas pertanyaan guru, mengerjakan tugas, mengajukan pertanyaan ataupun pendapat, dan menyimak penuturan guru. Kegiatan guru: merangsang rasa ingin tahu siswa, memberikan penjelasan, meluruskan argumentasi siswa, memperbaiki kekeliruan persepsi siswa, mendemonstrasikan keterampilan tertentu, memberi penugasan, menjawab pertanyaan siswa, mengajukan sejumlah pertanyaan, dan menyimak respons siswa. Sehubungan dengan hal itu, di dalam skenario pembelajaran guru harus merancang strategi pembelajaran yang tepat, menyediakan media belajar yang diperlukan, menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan, dan menciptakan situasi yang mendukung bagi terselenggaranya proses interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain, selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, terjadilah proses komunikasi yang interaktif antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa. Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas utama dalam kegiatan pembelajaran sesungguhnya adalah proses komunikasi, yaitu penyampaian pesan-pesan dari guru kepada siswa serta respons siswa atas berbagai stimulus yang diberikan guru. Atau bisa juga sebaliknya, yaitu siswa menyampaikan harapan dan keingintahuan tentang berbagai hal kepada guru, dan guru memberikan respons atas pertanyaan siswa. Di sini terjadilah interaksi timbal balik di antara kedua belah pihak. Isi pesan yang disampaikan dalam proses pembelajaran bisa berkenaan dengan substansi mata pelajaran, pesan moral untuk mengubah perilaku, bidang keterampilan yang menunjang kompetensi, nasihat-nasihat yang bersifat mendidik, harapan siswa, ilmu atau pengetahuan lainnya yang dapat membekali kecakapan hidup siswa, dan sebagainya. Esensi keberhasilan guru mengajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa belajar. Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru jangan hanya berusaha mengejar target kurikulum, tetapi juga harus memantau pencapaian tingkat penguasaan siswa atas setiap kompetensi yang diinginkan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Oleh karena itu, alur komunikasi pembelajaran harus berlangsung multi arah, sehingga masing-masing pihak yang berkomunikasi dapat saling menilai atas keberhasilannya Daftar Bacaan Robbins, Stephen P, 1994, Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi. Terjemahan Jusuf Udaya, Lic., Ec. Arcan. Timpe, Dale, A, 1992, Productivitas. Alih Bahasa Dimas S. R. dan Soesanto Budidarmo. Jakarta: PT. Gramedia Sondang, Siagian P. 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta. Rineka Cipta. Djadja Saefulah. 2005. Filsafat Administrasi. Bandung: Uiversitas Padjadjaran.

Sumartono. (2003). Kecerdasan Komunikasi. (Rahasia Hidup Sukses). Jakarta: PT Elex Media Komputindo Ig Wursanto, 1994, Etika Komunikasi Kantor, Penerbit Kanisius Jogyakarta DeVito, Joseph A. 1996, Human Communication. HarperCollin Publisher. Pace, R. Wayne & Faules, Don F. 1994. Organiztional Communication. Third Edition, New Jersey, Prentice Hall, Englewood Clifs Mitchell dan Larson, 1987:296) Tubbs, Stewart, L. Sylvia Moss, 2000, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi. Terjemahan cetakan kedua, Bandung, PT. Rosda.

Kekuasaan Dan Kepemimpinan Dalam Organisasi Serta Pengaruhnya Dalam Manajemen Konflik
y y

View clicks

Posted July 31st, 2008 by andhikasuswanto


y

Tugas Kuliah Lainnya

Komunikasi Organisasi I. Kekuasaan dalam Organisasi Organisasi harus dapat mengajak anggotanya bersikap dengan cara-cara yang bermanfaat bagi organisasi. Ini dapat meliputi suatu keteraturan (order) yang dirundingkan, tetapi pengaturan manusialah yang melibatkan pelaksanaan kekuasaan. Individu yang bergabung dengan organisasi atau mereka yang lahir didalamnya, mencari manfaat tertentu. Usaha-usaha mereka untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kebanyakan kasus, individu dalam organisasi juga menginginkan rasa kendali (a sense of control), bukan sekedar masalah dimana seseorang merasa cocok, tetapi kemana seseorang bergerak. Orang-orang menghendaki suara dalam hasil-hasil kehidupan organisasi mereka. Ada ketegangan antara tuntutan organisasi dan kepentingan pribadi. Organisasi bukan sekedar tempat pelayamam diberikan dan keuntungan dibuat. Organisasi menggambarkan suatu bagian nyata dari kehidupan dan identitas pribadi. Istilah pemberdayaan (empowerment) merujuk kepada proses yang menyangkut cara individu menggunakan kekuasaan dalam organisasi. Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan perorangan untuk menentukan atan membatasi hasil-hasil. Dahl (1957) menyatakan bahwa A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus. Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam gagasan kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan gagasan kausalitas (sebab-akibat). Menurutnya, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya. Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Pentingnya kekuasaan dalam kehidupan organisasi, diungkapkan oleh W. Charles Redding, bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang. Gagasan tradisional tentang kekuasaan difokuskan pada individu dan pelaksanaan kekuasaannya. Kekuasaan adalah sesuatu yang dipegang dan ditangani manusia, berdasarkan sumber-sumber kekuasaan tertentu. French dan Raven (1959) menyatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan, yaitu: 1.Reward power (kekuasaan memberi ganjaran) --> dapatkah A menetapkan ganjaran yang dapat dirasakan B? 2.Coercive power (kekuasaan yang memaksa) --> dapatkah A memberikan sesuatu yang dipandang hukuman kepada B? 3.Legitimate power (kekuasaan yang sah) --> apakah B percaya bahwa A mempunyai hak untuk mempengaruhi dan B harus menerimanya? Sumber kekuasaan sah mungkin adalah penerimaan suatu struktur sosial atau nilai-nilai budaya. 4.Referent power (referen kekuasaan) --> apakah B ingin seperti A atau mempunyai keinginan merasakan kesatuan dengan A? 5.Expert power (kekuasaan ahli) --> apakah B percaya bahwa A memiliki pengetahuan khusus yang berguna untu kebaikkan B? Pandangan tradisional tentang kekuasaan juga meliputi kemampuan untuk mengendalikan agenda atau rencana aksi dalam sebuah situasi, mengendalikan isu dalam diskusi, dan pengambilan keputusan yang mungkin menimbulkan kontroversi (Bachrach & Baratz, 1969). Status dan kekuasaan seharusnya tidak dianggap sebagai sifat yang secara temurun diberikan pada seseorang pada posisi tertentu. Secara umum, lebih pantas menganggap status dan kekuasaan sebagai kondisi dimana anggota grup lainnya sepakat kepada seseorang yang diberikan posisi. Kemampuan untuk melatih kekuasaan akan meningkatkan status; status akan mengembangkan kemampuan untuk melatih kekuasaan.

Kekuasaan dalam Organisasi


Posted December 1, 2010 by psikelompokyeti in Kekuasaan. Leave a Comment Kekuasaan Dalam Organisasi dan Beberapa Pendekatan Orang-orang yang berada pad pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan power) dalam konteks mempengaruhi perilaku orangorang yang secara struktural organisator berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik. Namun, sebagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas secara erperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu organisasi. Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Memperbaiki Kemampuan Berkomunikasi dalam Organisasi Salah satu karakteristik antarmanusia (human comunication) menegaskan, bahwa tindak komunikasi akan mempunyai efek yang dikehendaki (intentional effect) dan efek yang tidak diehendaki (unintentional effect). Pernyataan tersebut bermakna, bahwa apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan pada orang lain tidak selalu diinterpretasi dan sama seperti yang kita kehendaki. Kenyataan ini dapat terjadi pada setiap konteks komunikasi, baik konteks komunikasi antarpribadi, kelompok, massa, ataupun komunikasi organisasi. Mengakhiri uraian pada kegiatan belajar 2 ini, kita akan membahas prinsip-prinsip umum untuk memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi, yaitu : 1) Prinsip yang pertama adalah bagaimana mendefinisikan tujuan kita berkomunikasi. Orang berkounikasi untuk memperoleh hasil yang diharapkan, namun mereka tidak selalu tahu dengan tepat hasil-hasil apa yang mereka cari. Untuk inilah, memberi batasan terhadap tujuan kita berkomunikasi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan kita berkomunikasi dalam suatu organisasi. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mendefinisikan tujuan berkomunikasi, yaitu: a. Apa yang kita inginkan untuk terjadi. Artinya pastikan bahwa tujuan kita berkomunikasi sudah specifik, karena kalau tujuan kita tidak jelas, maka kita tidak akan selalu siap untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. b. Memastikan apa tujuan kita realistis, dalam arti apakah tujuan yang kita harapkan memiliki peluang untuk berhasil atau tidak. Misalnya, apakah atasan kita akan mempromosikan jabatan

kita atau menaikkan gaji kita, kalau penampilan dan prestasi kerja kita masih di bawah ukuran normal? Kalau itu yang terjadi, maka tujuan kita tidak realistis. 2) Prinsip kedua dalam memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi adalah bagaimana memilih audiens yang terbaik. Setiap pesan yang kita sampaikan, akan mempunyai beberapa audiens yang potensial, karena berkomunikasi dengan setiap orang mensyaratkan satu pendekatan yang berbeda dan kemungkinan akan mendapatkan hasil yang berbeda-beda pula. Dalam suatu organisasi, prosedur yang ada biasanya mensyaratkan orang untuk menjelaskan setiap gagasan ataupun persoalannya kepada orang lain dengan tegas. Kalau pimpinan suatu organisasi terlalu sibuk, tidak ramah ataupun tidak tertarik dengan gagasan atau pun persoalan yang kita lontarkan, masih ada cara lain untuk menyampaikan keinginan itu, misalnya dalam suatu pertemuan yang diadakan. Oleh karena itu, memilih siapa audiens yang memungkinkan kita dapat menyampaikan persoalan, pendapat ataupun gagasan secara bebas, perlu kita perhatikan kalau kita menginginkan pesan-pesan organizational yang kita sampaikan sesuai dengan apa yang kita harapkan. 3) Prinsip ketiga adalah menggunakan saluran (channel) yang terbaik. Ada beberapa saluran komunikasi baik secara lisan maupun tertulis yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesanpesan organisasional. Memilih satu dari beberapa saluran komunikasi yang ada seharusnya tidak menjadi keputusan yang dilakukan sambil lalu, karena setiap saluran komunikasi mempunyai keuntungan sekaligus kerugian.

Kekuasaan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh[1] [2] atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

You might also like