You are on page 1of 13

WRAP UP SKENARIO 3 RONA MERAH DI PIPI

Kelompok B-16 Ketua Sekertaris Anggota : Muthia Fadhilah : Rachmat Putra : Muhammad Adiguna Said Wisuda Arafat Zera Dirgantara Tamimiah A Mauliadanti Primasetyo Angata Rininta wiwid

Skenario 3 RONA MERAH DI PIPI


Seorang Wanita, 25 tahun, masuk rumah sakit YARSI dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual, tidak napsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malar rush. Pemeriksaan fisik lain tida didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritematosus. Kemudian dokter menyarankan Pemeriksaan labotorium hematologi, urin dan marker autoimun (autoantibody misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.

Sasaran Belajar LO. 1 Mampu memahami penyakit Autoimun


LI.1.1 Definisi LI.1.2 Etiologi LI.1.3 Macam-Macam LI.1.4 Mekanisme LI.1.5 Faktor LI.1.6 Diagnosis LI.1.7 Pengobatan

LO.2 Mampu memahami penyakit Lupus Eritematosus Sistemik


LI.2.1 Definisi LI.2.2 Etiologi LI.2.4 Macam-Macam LI.2.5 Patofisiologi LI.2.6 Manifestasi klinis LI.2.7 Diagnosis LI.2.8 Penatalaksanaan LI.2.9 Prognosis

LO.3 Mampu memahami

LO. 1 Mampu memahami penyakit Autoimun


LI.1.1 Definisi
Kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon imun (Baratawidjaja Karnen Garna 2006 ) Kelainan yang dihasilkan karena adanya self-tolerance yang merupakan ketidakmampuan membentuk respon terhadap yang ada pada dirinya sendiri (Robbins 1999)

LI.1.2 Etiologi a. Sequestered antigen Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak antominya, tidak terpajan dengan sel B atau sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. b. Gangguan presentasi Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF- ) dan gangguan respons terhadap IL-2. c. Ekspresi MHC-II yang tidak benar Eksperesi MHC-II yang tidak pada tempatnya itu yang biasanya hanya diekspresikan pada APC dapat mensesitasi sel Th terhadap peptida yang berasal dari sel B atau Tc atau Th1 terhadap sel antigen. d. Aktivasi sel B poliklonal Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus EBV (Epstein Barr Virus), LPS (lipopolisakarida) dan parasit malaria yang dapt merangsang sel B secara langsung yang menimbulkan autoimunitas. e. Peran CD4 dan reseptor MHC CD4 merupakan efektor utama pada penyakit autoimun. Penyakit dapat juga dicegah oleh antibodi CD4. f. Keseimbangan Th1 dan Th2 Th1 menunjukkan peran pada autoimunitas, sedang Th2 tidak hanya melindungi terhadap induksi penyakit, tetapi juga terhadap progres penyakit g. Sitokin pada autoimunitas Gangguan mekanismenya menimbulkan upregulasi atau produksi sitokin yang tidak benar sehingga menimbulkan efek patofisiologik.

LI.1.3 Macam-Macam
Penyakit autoimun menurut mekanisme a. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi y Anemia hemolitik autoimun y Limfopeni y Sindrom goodpasture y Penyakit grave y Granulomatosis wegener y Miastenia gravis b. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T y Sistemik - Artritis reumatoid - LES y Organ atau jaringanspesifik - Sindrom Sjogren - Sklerosis multiple - Sindrom guillain-bare c. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komleks Ag-Ab y Diabetes tipe I y LES d. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen Penyakit autoimun menurut sistem organ a. Penyakit autoimun hematologi b. Penyakit saluran cerna y Anemia pernisiosa y Gastritis antral difus y Hepatitis autoimun c. Penyakit autoimun jantung y Miokarditis y Kardiomiopati d. Penyakit autoimun ginjal y Glomerulonefritis y Sindrom goodpasture e. Penyakit autoimun susunan saraf y Sindrom guillane bare y Vaskulitis saraf perifer f. Penyakit autoimun endokrin y Penyakit grave y Tiroiditis primer g. Penyakit autoimun otot

y Miastenia gravis y Polimiositis-dermatomiositis h. Penyakit autoimun reproduksi y Granulomatosa wegener y Sarkoidosis i. Penyakit autoimun telinga dan tenggorokan Penyakit autoimmun nonorgan spesifik/sistemik a. Lupus eritematosus sistemik b. Skleroderma c. Sindrom sjogren d. Artritis reumatoid e. Sistitis anterstisial f. Sindrom antibodi antifosfolipid g. vaskulitis

LI.1.4 Mekanisme a. Kegagalan toleransi - Modifikasi molekul Jika determinan pembawa ari antigen diri sendiri dimodifikasi, mungkin diperoleh spesifikasi antigenik baru yang akan dikenali sebagai benda asing oleh klon sel Th yang tidak toleran - Reaksi silang Reaksi ini mungkin terjadi antara suatu antigen manusia dan kuman tertentu bila Ag dan kuman itu mempunyai spesifikasi haptenik yang tumpang tindih - Aktivasi sel B poliklonal Aktivasi sel B poliklonal oleh virus (EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung - Abnormalitas dalam regulasi respon imun Karena sel T supresor dianggap penting dalam mengawasi sel B autoreaktif, hilangnya pengaruh regulasi demikian itu dapat diikuti dengan pembentukan autoantibodi - Sequestered antigen Antigen sendiri yang karena letak anatominya, tidak terpajan dengan sel B atau sel T. Perubahan anatomik dalam jaringan dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem immun b. Faktor genetik Kontribusi genetik pada penyakit autoimun hampir selalu melibatkan gen multiple. Namun demikian defek sejumlah gen tunggal dapat juga menimbulkan autoimunitas c.Virus Virus dapat memodifikasi pembawa diri dan mendorong hilangnya toleransi sel T,

mungkin berfungsi sebagai ajuvan sel B (EBV), atau mungkin menginfeksi dan menonaktifkan sel T supresor. Sebenarnya suatu genom virus dapat menyatu dalam DNA sel tuan rumah yang kemudian akn menyebabkan mutasi somatik dan menyebabkan produksi sel tidak dapat dikenal sebagai diri sendiri LI.1.5 Faktor Faktor Resiko: 1. Faktor Genetik, - Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih seringdaripada pria dewasa - Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun - Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih seringdalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut 2. Faktor Resiko Hormon, Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini 3. Sinar UV, Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapimenjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupunsecara sistemik melalui peredaran pebuluh darah 4. Imunitas, Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransiterhadap sel T 5. Obat, O bat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah : - O bat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid - O bat yang mungkin menyebabkan Lupus obat: dilantin, penisilamin, dan kuinidin - Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenisantibiotic dan griseofurvin 6. Infeksi, Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi 7. Stres, Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudahmemiliki kecendrungan akan penyakit ini. LI.1.6 Diagnosis
Antibodi dalam serum menemukan auto-antibodi dalam serum pada umumnya dilakukan dengan 4 cara yaitu RIA, ELISA, imunofluoresensi, elektroforesis countercurrent. Imuno-fluoresensi merupakan cara yang paling kurang sensitive. RIA memerlukan reagens mahal. ELISA menghindari penggunaan radiosotop, tetapi memerlukan peralatan khusus Elekrtoresis countercurrent mudah dikerjakan, murah,tetapi relatif insensitif

LI.1.7 Pengobatan Pengobatan penyakit autoimun pada umumnya belum memuaskan. Dua stratrgi utama adalah menekan respon imun atau menggantikan fungsi organ yang terganggu/rusak. Pada banyak penyakit yang organ spesifik, mengontrol metabolismenya biasanya sudah cukup, misalnya pemberian tiroksin pada miksedem primer, insulin pada DM juvenile, vitamin B12 pada anemia pernisiosa dan obat anti-tiroid pada penyakit Grave. Pada banyak penyakit autoimun seperti LES, AR, imunosupresan mungkin meripakan cara utama yang dapat mencegah cacat yang berat auat kematian. Namun imunosupresin yang ada masih terbatas karena kurang spesifik dan efek sampingnya yang toksik. Berbagai cara masih dikembangkan

LO.2 Mampu memahami penyakit Lupus Eritematosus Sistemik


LI.2.1 Definisi Penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat ( Mansjoer, Arif.2005 ) Suatu penyakit dengan demam, radang, penyakit ulti sistem yang mudah berubah ubah gejalanya, dan berwatk variatif ( Robbins.1999 ) Merupakan prototipe penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang brhubungan dengan manifestasi klinis yang luas ( W.Sudoyo Ari,dkk.2006 )

LI.2.2 Etiologi Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi, dan lingkungan berperan pada patofisiologi LES. Faktor Risiko a. Genetik. Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita 8 kali lebih sering), umur (lebih sering pada umur 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana terdapat anggota dengan LES) b.Hormon. Estrogen menambah risiko LES, sedangkan androgen mengurangi risiko ini. c. Sinar UV. Mengurangi supresi imun, sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi d.Imunitas. Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T e. Obat. Dapat mencetuskan lupus obat y Obat yang pasti menyebabkan lupus obat : klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid

Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin y Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotik dan griseofulvin f. Infeksi. Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit inni kambuh setelah infeksi g.Stres. Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan penyakit ini y LI.2.3 Epidemiologi LES sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, Cina dan mungkin Filipina. Penyakit ini sering ditemukan pada usia 15-49 tahun (masa reproduksi). Frekuensi penderita wanita dibandingkan pria yaitu 9:1. LI.2.4 Macam-Macam a. Lupus eritematosus sistemik y Merupakan tipe lupus yang paling serius y Menyerang organ tubuh seperti otak, hati, paru dan ginjal Lupus diskoid y Hanya menyerang kulit yang menyebabkan rash pada muka, leher, kulit kepala dan telinga Lupus obat y Disebabkan oleh reaksi dari beberapa jenis obat y Ketika terjadi penghentian obat, maka gejalanya akan hilang Lupus neonatal y Lupus yang dipindahkan dari ibu ke bayi

b.

c.

d.

LI.2.5 Patofisiologi Pada dasarnya manifestasi klinis yg terjadi pada penyakit LES timbul karena adanya komplek imun yg gagal dimusnahkan oleh sel-sel fagosit sehingga menimbulkan kerusakan jaringan(menyerupai Hipersensitivitas tipe III). Gangguan terjadi apabila endapan menempel di organ,seperti pada glomerulus ginjal(nefritis), pada pembuluh darah(vaskulitis), pada jaringan penyambung(artritis) dan ruam pada kulit yg bisa diperparah oleh sinar UV LI.2.6 Manifestasi klinis Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan. Gejala yang paling sering adalah artritis simetris atau atralgia. Sendi-sendi yang paling sering terserang adalah sendi proksimal, tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangaan kaki.

Gejala-gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya BB. Keletihan dan rasa lemah bisa timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang ditimbulkan oleh LES. Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa. Kira-kira 40% dari penderita memiliki ruam khas berbentuk kupu-kupu. Sinar matahari dapat memperburuk ruam ini. Dapat timbul alopesia, juga dapat terjadi ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring. Pleuritis dapat timbul akibat proses peradangan kronik. LES juga dapat menyebabkan karditis yang menyerang miokardium, endokardium, atau perikardium. Nefrirtis lupus timbul pada waktu antibodi antinuklear (anti-DNA) melekat pada antigennya (DNA) dan diendapkan pada glomerulus ginjal. Komplemen terfiksasi pada kompleks imun ini, dan proses peradangan dimulai. LES juga dapat menyerang SSP maupun perifer. Gejala yangg timbul meliputi perubahan tingkah laku (depresi, psikosis), kejang, gangguan saraf otak, dan neuropati perifer. LI.2.7 Diagnosis Kriteria untuk klasifikasi LES dari American Rheumatism Association (ARA) a. Artritis b. ANA di atas titer normal c. Bercak malar d. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari e. Bercak diskoid f. Salah satu kelainan darah : y Anemia hemolitik y Leukosit < 4.000/mm3 y Limfosit <1.500/mm3 y Trombosit <100.000/mm3 g. Kelainan ginjal y Proteinuria >0,5g/ 24 jam y Sedimen selular h. Salah satu serositis y Pleuritis y Perikarditis i. Salah satu kelainan neurologi y Konvulsi y Psikosis j. Ulser mulut k. Salah satu kelainan immunologi y Sel LE positif y Anti dsDNA di atas titer normal

y Anti Sm (Smith) di atas titer normal y Tes serologi sifilis positif palsu Seorang pasien diklasifikasikan menderita LES apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria tersebut. LI.2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum, yaitu : a. Mengurangi kelelahan dengan istirahat cukup, pambatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu merubah gaya hidup b. Hindari merokok c. Hindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi d. Hindari stres dan trauma fisik e. Diet sesuai kelainan, misalnya hiperkolesterolemia f. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00-15.00 g. Hindari pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang mengandung estrogen Penatalaksanaan medikamentosa, yaitu : LES derajat ringan : y Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merupakan pilihan utama dengan dosis sesuai derajat penyakit y Penambahan antimalaria hanya bila ada ruam kulit dan lesi di mukosa membran y Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari. Dosis dapat dinaikan 20% secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan

LES derjat berat : y Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai dengan kelainan organ sasaran yang terkena

Terapi 1. Terapi konservatif, untuk pasien LES yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ y dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid, kortikosteroid, antimalaria dan agen penekan imun pasien dengan fotosensitivitas harus berlindung terhadap paparan sinar UV, infrared, panas dengan menggunakan baju pelindung, kaca jendela yang digelapkan, menghindari paparan langsung dan sunscreen.
y

2. Terapi agresif, untuk pasien LES yang mengancam nyawa dan mengenai organ pemberian glukokortikoid dosis tinggi obat imuno supresan dan sitotoksik lainnya, seperti azatioprin, siklofosfamid, metrotreksat, siklosporin A dan mofetil mikofelonat.

Pengobatan pada keadaan khusus : - Anemia hemolitik autoimun. Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan hingga 100-120 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan - Trombositopenia autoimun. Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan Imunoglobulin intravena dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut - Vaskulis sistemik akut. Prednison 60-100 mg/hari, pada keadaan akut diberikan parenteral - Perikarditis ringan. Obat antiinflamasi nonsteroid atau antimalaria. Bilatak efektif, dapat diberiakan prednison 20-40 mg/hari - Perikarditis berat. Diberiakan prednison 1 mg/kg BB/hari - Miokarditis. Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid - Efusi pleura. Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase - Lupus pneumonitis. Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu - Lupus serebral. Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikaan metil prednisolon pulse dosis selama 3 hari berturut-turut LI.2.9 Prognosis Beberapa tahun ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukan penyakit yang ringan. wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat danpenyakit yang dapat dikendalian. angka harapan hidup 10 tahun meningkat 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada menderita yang mengalami kelainan otak, paruparu, jantung, dan ginjal yang berat.

Daftar Pustaka
- http://id.shvoong.com/medicine-and-health/imuunology/2140482-penyakitautoimun/#ixzz1O1zwrZcv - IMUNOLOGI DASAR Edisi ke-8 - ILMU PENYAKIT DALAM Jilid III - http://www.scribd.com/doc/56032175/4/Epidemiologi

You might also like